Penanganan Lindi PDF
Penanganan Lindi PDF
BAGIAN TUJUH
PENGELOLAAN LEACHATE (LINDI)
1 LATAR BELAKANG
Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau limbah
padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di
daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta kualitasnya
yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah hujan
serta karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu
ditentukan bila hendak merancang kapasitas penanganan lindi, demikian juga beban cemaran
lindi yang akan digunakan dalam perancangan.
Didasarkan atas komponen limbah padat yang ditimbun, maka kemungkinan terlepasnya
komponen-komponen pencemar dari sebuah landfill adalah sebagai berikut:
a. Komponen sisa makanan (organik), kayu dan kertas:
Dapat terbilas dalam lindi: CO2, asam organik, fenol, N-NH4, N-NO2, N-NO3, SO4, fosfat,
karbonat dsb
Sebagai protoplasma mikrobial: C, NH4, P dan K
Muncul ke atmosfer sebagai: CO2, CH4, volatil berantai pendek dari asam lemak, NH3,
H2S, merkaptan, dsb
b. Komponen plastik dan karet:
Plastik tidak terdegradasi
Karet sintesis praktis tidak terdegrasi
Karet alamiah terdegradasi secara lambat
c. Kain dan tekstil:
Materi-materi sintesis : sulit terdegrasi
Sebagai biomassa: NH4, S, C, P dan K
Terlarut dalam lindi: CO2, asam-asam organik, fosfat, N-NH4, N-NO2, N-NO3
Muncul sebagai gas: CO2, CH4, asam-asam volatil, NH3, H2S, merkaptan dsb
d. Komponen logam:
Berbentuk oksida logam, termasuk logam berat, seperti: Al2O3, Al(OH)3, CrO2, Cr2O3,
HgO, dsb
Dapat terlarut dalam lindi : senyawa sulfat dari Ca, Mg, senyawa bikarbonat dari Fe, Ca,
Mg serta senyawa oksida dari Sn, Zn, Cu dan seterusnya
2 TIMBULAN LINDI
Terjadinya lindi:
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah,
melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses
dekomposisi biologis. Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan
sangat bervariasi dan berfluktuasi (Lihat gambar 7.1). Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi
yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air
hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah
penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya. Kemampuan tanah dan
sampah untuk menahan uap air dan kemudian menguapkannya bila memungkinkan,
menyebabkan perhitungan timbulan lindi agak rumit untuk diprakirakan.
Dalam kaitannya dengan perancangan prasarana sebuah landfill, paling tidak terdapat dua
besaran debit lindi yang dibutuhkan dari sebuah lahan urug, yaitu:
Guna perancangan saluran penangkap dan pengumpul lindi, yang mempunyai skala waktu
dalam orde yang kecil (biasanya skala jam), artinya saluran tersebut hendaknya mampu
menampung lindi maksimum yang terjadi pada waktu tersebut
Guna perancangan pengolahan lindi, yang biasanya mempunyai orde dalam skala hari,
dikenal sebagai debit rata-rata harian.
Rancangan praktis yang sering digunakan di Indonesia untuk perancangan antara lain adalah :
a. Debit pengumpul lindi:
- Dihitung dari rata-rata hujan maksimum harian dari data beberapa tahun
- Assumsi bahwa curah hujan akan terpusat selama 4 jam sebanyak 90 %
b. Debit pengolah lindi:
- dihitung dari rata-rata hujan maksimum bulanan, dari data beberapa tahun, atau
- dihitung dari neraca air, kemudian diambil perkolasi kumulasi bulanan yang maksimum
Produksi lindi bervariasi tergantung pada kondisi tahapan pengoperasian landfill, yaitu:
a. Dalam tahap pengoperasian (terbuka sebagian): dalam tahapan ini, bagian-bagian yang
belum ditutup tanah penutup akhir, baik lahan yang sudah dipersiapkan maupun sampah
yang hanya ditutup tanah penutup harian, akan meresapkan sejumlah air hujan yang lebih
besar.
b. Setelah pengoperasian selesai (tertutup seluruhnya): dalam kondisi ini sampah telah dilapisi
tanah penutup akhir. Tanah penutup akhir berfungsi untuk mengurangi infiltrasi air hujan,
sehingga produksi juga akan berkurang.
Pendekatan yang biasa digunakan dalam memprediksi banyaknyanya lindi dari sebuah landfill
adalah dengan metode neraca air dengan:
a. Metode Thorntwaite
b. Metode HELP, yang dikembangkan oleh USEPA.
o PERC = perkolasi, air yang keluar dari sistem menuju lapisan di bawahnya, akhirnya
menjadi leachate (lindi)
o P = presipitasi rata-rata bulanan dari data tahunan
o RO = limpasan permukaan (runoff) rata-rata bulanan dihitung dari presipitasi serta
koefisien limpasan
o AET = aktual evapotranspirasi , menyatakan banyaknya air yang hilang secara nyata
dari bulan ke bulan
o ST = perubahan simpanan air dalam tanah dari bulan ke bulan, yang terkait dengan
soil moieture stotage
o ST = soil moisture storage, merupakan banyaknya air yang tersimpan dalam tanah pada
saat keseimbangan
o I = infiltrasi, jumlah air terinfiltrasi ke dalam tanah
o APWL = accumulated potential water loss , merupakan nilai negatif dari (I-PET) yang
merupakan kehilangan air secara kumulasi
o I - PET = nilai infiltrasi dikurang potensi evapotranspirasi; nilai negarif menyatakan
banyaknya infiltrasi air yang gagal untuk dipasok pada tanah, sedang nilai positip adalah
kelebihan air selama periode tertentu untuk mengisi tanah.
o PET = potensial evapotranspirasi, dihitung berdasarkan atas nilai rata-rata bulanan dari
data tahunan
Presipitasi (P)
Evapotranspirasi (ET)
Run Off (RO)
PERC = P - RO - AET + S
Lechate
Dengan menganggap aliran air ke bawah sebagai sistem berdimensi-satu, maka model neraca
air yang dikembangkan oleh Thorntwaite [Thorntwaite], dapat digunakan untuk menghitung
perkolasi air dalam tanah penutup menuju lapisan sampah di bawahnya.
Salah satu keuntungan penggunaan tanah penutup akhir dalam mengurangi timbulnya lindi
adalah dari kemampuan penyerapan airnya. Air akan tertahan dalam tanah sampai menyamai
angka field capacity-nya. Air yang terkandung oleh tanah bergantung pada jenis tanah dan
berkurang dengan adanya evapotranspirasi dan bertambah kembali akibat infiltrasi. Tanpa
adanya tanaman, setelah periode yang lama, tanah akan mempunyai kandungan air setinggi
field capacity. Bila terdapat tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkannya sehingga
air akan berada di bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai wilting points, maka
akar tidak dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut (Lihat Gambar 7.3). Porositas, field
capacity, dan wilting point mempunyai nilai antara 0 hingga 1. Porositas harus lebih besar dari
field capacity, dimana perubahannya harus lebih besar dari wilting point. Wilting point harus lebih
besar dari nol. Nilai dari porositas, field capacity dan wilting point tidak digunakan untuk liner,
kecuali untuk nilai awal kadar air dari liner ke nilai porsitas.
Gambar 7.3 menggambarkan bahwa air akan tertahan dalam tanah sampai menyamai angka
field capacity-nya. Air yang terkandung oleh tanah bergantung pada jenis tanah dan berkurang
dengan adanya evapotranspirasi dan bertambah kembali akibat infiltrasi. Tanpa adanya
tanaman, setelah periode yang lama, tanah akan mempunyai kandungan air setinggi field
capacity-nya. Bila terdapat tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkan sehingga air
akan berada di bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai wilting points, maka akar
tidak dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut. Di bawah titik ini kandungan air dikenal
sebagai air higroskopis (Hygroscopic water) yaitu air yang terikat pada partikel-partikel tanah
dan tidak dapat dikurangi oleh transpirasi. Dengan demikian, air tersedia (Available water)
berkisar antara wilting points dan field capacity. Air inilah yang akan mengalami pergerakan
kapiler dan jumlah ini berubah karena evapotranspirasi dan infiltrasi. Tabel 7.1 di bawah ini
adalah jumlah air yang tersedia pada berbagai jenis tanah.
Kandungan air
Saturasi
Field Capacity
Tanpa tanaman
Wilting
Dengan tanaman
Waktu
Tabel 7.1: Jumlah air yang dapat diserap oleh beberapa jenis tanah (mm/m)
Jenis tanah Field capacity Wilting point Jumlah air yang tersedia
(available water)
Fine Sand 120 20 100
Sandy Loam 200 50 150
Silty Loam 300 100 200
Clay Loam 375 125 250
Clay 450 150 300
Sampah 200-350 - -
Sumber: Water Balance Method, EPA 1975
Satuan yang digunakan dapat berupa milimeter-air per meter tinggi media. Contoh, bila yang
digunakan untuk penutupan sebuah landfill adalah silty clay dengan ketebalan 0,5 m, maka
diperkirakan jumlah air yang dapat diserap pada field capacity-nya adalah 0,5 m x 250 mm/m =
125 mm.
Beberapa nilai karakteristik tambahan yang perlu dicatat adalah (HD Sharma and SP Lewis)
a. Total porosity :
Sampah kota = 0,67
Tanah dikompaksi = 0,40
Fly ash dari electric plant = 0,541
Bottom ash = 0,578
Slag fine copper = 0,375
b. Moisture content : sampah kota = 15 - 40 %
c. Field capacity :
Sampah = 224
Clay liner dikompaksi = 356
Fly ash dari electric plant = 187
Slag fine copper = 55
a. Wilting point :
Sampah kota = 84,1
Liner tanah clay dikompaksi = 290
Fly ash dari electric plant = 47,1
Bottom ash = 64,9
Slag fine copper = 20
e. Saturated hydraulic conductivity :
-3 -1
Sampah kota = 1 x 10 s/d 4 x 10 cm/det
-7 -8
Liner tanah clay dikompaksi = 1 x 10 s/d 4 x 10 cm/det
-5
Fly ash dari electric plant = 5 x 10 cm/det
-3
Bottom ash = 4 x 10 cm/det
-2
Slag fine copper = 4 x 10 cm/det
Evapotranspirasi terjadi karena adanya penguapan dari tanah, dan transpirasi, yaitu pernafasan
tumbuhan yang terdapat pada lapisan tanah penutup. Jumlah air yang hilang atau kembali ke
atmosfer lebih besar pada transpirasi dibandingkan pada evaporasi. Tumbuhan berfungsi untuk
menahan air agar air tidak diteruskan ke lapisan sampah, dan bagian daun akan menguapkan
air tersebut. Evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi (Actual Evapotranspiration = AET)
tergantung persediaan air dalam tanah (soil moisture storage). Angka AET ini tidak sama
dengan data ET dari stasiun meteorologi. Angka ET ini terjadi pada kondisi air yang selalu
tersedia. Angka ET stasiun meteorologi ini disebut Potential Evapotranspiration (PET) atau
evapotranspirasi maksimum yang dapat terjadi.
Bila soil moisture storage mendekati field capacity, ET mencapai nilai maksimumnya, tetapi bila
soil moisture mendekati wilting point, ketersediaan air yang terbatas itu akan mengurangi laju
ET. Metoda untuk mengetahui air yang dapat diserap setelah terjadi PET tertentu telah
dikembangkan oleh Thorntwaite. PET dihitung dengan eksperimen maupun dengan metode
empirik.
Umumnya tidak tersedianya data evapotranspirasi, maka nilai PET dikembangkan dari nilai
evaporasi hasil pengukuran dilapangan dengan evaporimeter, yang memerlukan suatu faktor
koreksi tertentu. Faktor koreksi ini dihitung dengan menggunakan perbandingan antara
evapotranspirasi tanah berumput yang terairi dengan baik, dengan Pan evaporasi klas A, yaitu
Pan yang terletak pada tanah berumput. Cara lain adalah dengan pendekatan empirik, seperti
metode-metode Thorntwaite, Blaney-Criddle, Penmann atau metode Christiansen. Berikut ini
diberikan contoh metode neraca air dengan Thornwaite dengan parameter PET yang dihitung
dengan pendekatan Thorntwaite.
Diberikan data klimatologi pada stasiun meteorologi kota Bandung tahun 1989 2001 (Tabel 7.2
dan 7.3). Dengan posisi geografis terletak pada 6 10 BS
Langkah-langkah:
1. Menentukan jenis tanah yang digunakan sebagai final cover sesuai USDA. Dengan
memperhatikan segitiga tekstur, maka berdasarkan persen komposisi tanah yang digunakan
sebagai penutup akhir didapatkan jenis tanah adalah sandy loam
2. Selanjutnya dengan melihat pada tabel 7.1, diperoleh jumlah air tersedia (yang dapat
disimpan) pada jenis tanah sandy loam, yaitu, 150 mm/m. Apabila pada data desain landfill
terdapat timbunan sampah, maka digunakan persamaan (1) untuk menghitung jumlah air
yang dapat disimpan pada tanah penutup dan sampah, yaitu:
[1],[2]
Tabel 7.2: Curah Hujan Bulanan Stasiun Geofisika Bandung 1989 2001
Thn Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1989 346.8 134.5 184.6 273 301.1 111.5 46.5 138.5 22.2 93.3 170 421.7
1990 272.4 386.8 116 225.3 116.8 55.2 81.1 162.1 137.5 25.1 188.2 278.2
1991 39.3 75.8 443.6 169 34.9 1.5 6.7 0 87.7 37.7 489.1 341
1992 317 254.3 406.3 335.6 178 62.1 117.2 140 80 220.9 433.9 340
1993 241.6 101.6 390.7 173.6 114.4 118.7 14.3 96.1 80.4 122.7 236.6 241.6
1994 339.5 225.6 363.2 425.7 85.4 65.5 0 11.7 55.5 51.6 223.1 163.6
1995 185.6 120 273.8 163 189.1 129.6 50.5 0 70.2 229.9 387 125.8
1996 292.4 166.3 229.7 245.6 99 52.8 89.7 107.6 142 292.3 610.2 229.9
1997 139.1 105.5 189 227.2 291.4 4 15.1 16.5 1.4 37 111.4 318.8
1998 184 409.3 481.2 275.4 178.5 236.9 118.5 74.6 134.3 196.6 217.3 97.6
1999 192.3 174 239.2 130.4 248.3 67.4 70.5 23 18.7 265.7 288.8 233.2
2000 265.3 136.2 147.2 248.1 239.1 47.4 80.7 19.8 44.8 152.4 291.3 70.7
2001 219.6 205.5 209 235.3 83.1 87.5 187.2 53.9 107.3 408 564.4 46.4
FC1 * t1 + FC 2 * t 2
FC 0 = ...............................................................................................(1)
t1 + t 2
3. Merata-ratakan data presipitasi dan temperatur secara bulanan sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut.
Rata-rata Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Presipitasi 232 184 287 236 158 78 71 63 71 154 315 240
Temperatur 22.8 22.9 23.1 23.1 23.3 22.9 22.6 22.8 23.4 23.6 23.3 23.3
12 12 1, 514
1, 514 't$
I = !i = !% " ............................................................................(2)
t =1 t =1 & 5 #
b. Menghitung nilai Potensi Evapotranspirasi (PET) dengan persamaan (3)
a
& 10Tm #
PET = c.$ ! (cm) .....................................................................................(3)
% I "
dimana konstanta a dan c tergantung dari lokasi. (c = 1.62)
3 2
a = 0,000000675.I 0.0000771.I + 0.01792.I + 0,49239 ..........................................(4)
c. Melakukan kalibrasi menggunakan faktor lama penyinaran matahari (Tabel 7.4)
berdasarkan posisi geografis stasiun meteorologi setempat (6 10 BS)
d. Menghitung nilai PET yang sudah dikalibrasi.
PET = r * UPET(b) ............................................................................................................(5)
[8]
Tabel 7.4: Koefisien penyesuaian menurut bujur dan bulan
Bulan
J F M A M J J A S O N D
B.U.
0 1.04 0.94 1.04 1.01 1.04 1.01 1.04 1.04 1.01 1.04 1.01 1.04
5 1.02 0.93 1.03 1.02 1.06 1.03 1.06 1.05 1.01 1.03 0.99 1.02
10 1.00 0.91 1.03 1.03 1.08 1.06 1.08 1.07 1.02 1.02 0.98 0.99
15 0.97 0.91 1.03 1.04 1.11 1.08 1.12 1.08 1.02 1.01 0.95 0.97
20 0.95 0.9 1.03 1.05 1.13 1.11 1.14 1.11 1.02 1.00 0.93 0.94
25 0.93 0.89 1.03 1.06 1.15 1.14 1.17 1.12 1.02 0.99 0.91 0.91
26 0.92 0.88 1.03 1.06 1.15 1.15 1.17 1.12 1.02 0.99 0.91 0.91
27 0.92 0.88 1.03 1.07 1.16 1.15 1.18 1.13 1.02 0.99 0.90 0.90
28 0.91 0.88 1.03 1.07 1.16 1.16 1.18 1.13 1.02 0.98 0.90 0.90
29 0.91 0.87 1.03 1.07 1.17 1.16 1.19 1.13 1.03 0.98 0.90 0.89
30 0.90 0.87 1.03 1.08 1.18 1.17 1.20 1.14 1.03 0.98 0.89 0.88
31 0.90 0.87 1.03 1.08 1.18 1.18 1.20 1.14 1.03 0.98 0.89 0.88
32 0.89 0.86 1.03 1.08 1.19 1.19 1.21 1.15 1.03 0.98 0.88 0.87
33 0.88 0.86 1.03 1.09 1.19 1.20 1.22 1.15 1.03 0.97 0.88 0.86
34 0.88 0.85 1.03 1.09 1.20 1.20 1.22 1.16 1.03 0.97 0.87 0.86
35 0.87 0.85 1.03 1.09 1.21 1.21 1.23 1.16 1.03 0.97 0.86 0.85
36 0.87 0.85 1.03 1.10 1.21 1.22 1.24 1.16 1.03 0.97 0.86 0.84
37 0.86 0.84 1.03 1.10 1.22 1.23 1.25 1.17 1.03 0.97 0.85 0.83
38 0.85 0.84 1.03 1.10 1.23 1.24 1.25 1.17 1.04 0.96 0.84 0.83
39 0.85 0.84 1.03 1.11 1.23 1.24 1.26 1.18 1.04 0.96 0.84 0.82
40 0.84 0.83 1.03 1.11 1.24 1.25 1.27 1.18 1.04 0.96 0.83 0.81
41 0.83 0.83 1.03 1.11 1.25 1.26 1.27 1.19 1.04 0.96 0.82 0.80
42 0.82 0.83 1.03 1.12 1.26 1.27 1.28 1.19 1.04 0.95 0.82 0.79
43 0.81 0.82 1.02 1.12 1.26 1.28 1.29 1.20 1.04 0.95 0.81 0.77
44 0.81 0.82 1.02 1.13 1.27 1.29 1.30 1.20 1.04 0.95 0.80 0.76
45 0.80 0.81 1.02 1.13 1.28 1.29 1.31 1.21 1.04 0.94 0.79 0.75
46 0.79 0.81 1.02 1.13 1.29 1.31 1.32 1.22 1.04 0.94 0.79 0.74
47 0.77 0.80 1.02 1.14 1.30 1.32 1.33 1.22 1.04 0.93 0.78 0.73
48 0.76 0.80 1.02 1.14 1.31 1.33 1.34 1.23 1.05 0.93 0.77 0.72
49 0.75 0.79 1.02 1.14 1.32 1.34 1.35 1.24 1.05 0.93 0.76 0.71
50 0.74 0.78 1.02 1.15 1.33 1.36 1.37 1.25 1.06 0.92 0.76 0.70
B.S.
5 1.06 0.95 1.04 1.00 1.02 0.99 1.02 1.03 1.00 1.05 1.03 1.06
10 1.08 0.97 1.05 0.99 1.01 0.96 1.00 1.01 1.00 1.06 1.05 1.10
15 1.12 0.98 1.05 0.98 0.98 0.94 0.97 1.00 1.00 1.07 1.07 1.12
20 1.14 1.00 1.05 0.97 0.96 0.91 0.95 0.99 1.00 1.08 1.09 1.15
25 1.17 1.01 1.05 0.96 0.94 0.88 0.93 0.98 1.00 1.10 1.11 1.18
30 1.20 1.03 1.06 0.95 0.92 0.85 0.90 0.96 1.00 1.12 1.14 1.21
35 1.23 1.04 1.06 0.94 0.89 0.82 0.87 0.94 1.00 1.13 1.17 1.25
40 1.27 1.06 1.07 0.93 0.86 0.78 0.84 0.92 1.00 1.15 1.20 1.29
42 1.28 1.07 1.07 0.92 0.85 0.76 0.82 0.92 1.00 1.16 1.22 1.31
44 1.30 1.08 1.07 0.92 0.83 0.74 0.81 0.91 0.99 1.17 1.23 1.33
46 1.32 1.10 1.07 0.91 0.82 0.72 0.79 0.9 0.99 1.17 1.25 1.35
48 1.34 1.11 1.08 0.90 0.80 0.70 0.76 0.89 0.99 1.18 1.27 1.37
50 1.37 1.12 1.08 0.89 0.77 0.67 0.74 0.88 0.99 1.19 1.29 1.41
5. Menentukan nilai koefisien runoff (CRo) menggunakan nilai empirik pada tabel 7.5 untuk
permukaan tanah datar dengan slope 2 %.
6. Menentukan nilai Runoff bulanan: Ro = P * CRo
7. Menentukan nilai Infiltrasi: I = P Ro
8. Menentukan air yang tersedia untuk penyimpanan: I PET
9. Menentukan nilai Accumulated Water Lost (APWL), yaitu nilai negatif dari (I-PET) yang
merupakan kehilangan air secara kumulasi.
10. Menentukan soil moisture storage (ST), yaitu banyaknya air yang tersimpan dalam tanah
pada saat keseimbangan. (untuk mendapatkan nilai ini lihat butir 1).
Contoh perhitungan nilai ST, seperti telah disebutkan diatas bahwa jenis tanah penutup
akhir yang digunakan adalah sandy loam dengan jumlah air yang tersedia 150 mm/m.
Ketebalan tanah penutup adalah 0,6 m. Oleh karenanya nilai ST adalah 150 mm/m * 0.6 m =
90 mm 100 mm. Ketersediaan tabel ST hanya 100 mm, 125 mm, dan 150 mm.
11. Dengan menggunakan Tabel 7.6 yaitu perubahan nilai ST untuk 100 mm untuk nilai APWL
(point 8), maka diperoleh jumlah air yang tersimpan dalam tanah. Pada saat air yang
tersedia dalam tanah belum mencapai 100 mm, maka nilai ST langsung dijumlah pada nilai
I-PET. Karena nilai maksimal air tersimpan dalam tanah 100 mm maka penjumlahan ST
dengan I-PET bulanan akan tetap bernilai 100 mm.
[5]
Tabel 7.5 : Nilai empiris untuk menentukan koefisien run-off
NEG (I-PET) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 100 99 98 97 96 95 94 93 92 91
10 90 89 88 88 87 86 85 84 83 82
20 81 81 80 79 78 77 77 76 75 74
30 74 73 72 71 70 70 69 68 68 67
40 65 66 65 64 64 63 62 62 61 60
50 60 59 59 58 58 57 56 56 56 54
60 54 53 53 52 52 51 51 50 50 49
70 49 48 48 47 47 46 46 45 45 44
80 44 44 43 43 42 42 41 41 40 40
90 40 39 39 38 38 38 37 37 36 36
100 36 35 35 35 34 34 34 33 33 33
110 32 32 32 31 31 31 30 30 30 30
120 29 29 29 28 28 28 27 27 27 27
130 26 26 26 26 25 25 25 24 24 24
140 24 24 23 23 23 23 22 22 22 22
150 22 21 21 21 21 20 20 20 20 20
160 19 19 19 19 19 18 18 18 18 18
170 18 17 17 17 17 17 16 16 16 16
180 16 16 15 15 15 15 15 15 14 14
190 14 14 14 14 14 14 13 13 13 13
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah
Temperatur 22.8 22.9 23.1 23.1 23.3 22.9 22.6 22.8 23.4 23.6 23.3 23.3
Heat
9.97 9.99 10.12 10.15 10.30 9.99 9.83 9.96 10.34 10.49 10.29 10.27 121.69
(t/5)^1.514
PET 91.17 91.45 93.68 94.23 96.64 91.50 88.83 90.94 97.38 99.90 96.51 96.26
Daylight factor 1.07 0.96 1.04 1.00 1.02 0.98 1.01 1.02 1.00 1.05 1.04 1.08
PET adjusted 97 88 98 94 98 90 90 93 97 105 100 104 1154
P 232 184 287 236 158 78 71 63 71 154 315 240 2091
CRO 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075
RO 17 14 22 18 12 6 5 5 5 12 24 18 157
I 215 170 265 219 146 72 66 58 66 142 291 222 1934
I-PET 118 83 168 125 48 -17 -24 -35 -32 37 191 119
APWL 0 0 0 0 0 -17 -41 -76 -108 0 0 0
ST 100 100 100 100 100 84 66 46 33 70 100 100
AST 0 0 0 0 0 -16 -18 -20 -13 37 30 0
AET 97 88 98 94 98 88 84 78 79 105 100 104 1113
PERC 118 83 168 125 48 0 0 0 0 0 161 119 821
Kontrol : P = PERC + AET + ST + RO
Model HELP merupakan sebuah model quasi-two-dimensional serta model hidrologi multi-layer,
yang membutuhkan input data sebagai berikut:
1. Data cuaca: parameter-parameter presipitasi, radiasi matahari, temperatur dan
evapotranspirasi
2. Sifat-sifat tanah: porositas, field capacity, wilting point, dan hydraulic conductivity
3. Informasi desai landfill: pelapis dasar (liners), sistem pengumpul lindi, sistem pemgumpul
runoff, dan kemiringan permukaan landfill
Profil struktur sebuah landfill dapat terdiri dari berbagai kombinasi dari tanah (alamiah) dan
bahan artifisial (limbah, geomembran), dengan pilihan lapisan-lapisan horizontal sistem
drainase. Kombinasi tersebut terlihat dalam Gambar 7.4.
Dari Gambar 7.4 tersebut, terdapat 11 (sebelas) jenis later yang dapat disusun sesuai dengan
keinginan perancang landfill. Perubahan kemiringan dari masing-masing lapisan juga
diperhitungkan. Model ini menggunakan teknik pemecahan numerik yang mempertimbangkan
pengaruh dari surface storage, soil moisture storage, runoff, infiltrasi, evapotranspirasi,
pertumbuhan vegetatif, drainase subsurface lateral, resirkulasi lindi, drainase vertikal,
kebocoran melalui liner tanah atau geomembran atau bahan komposit lainnya.
Contoh hasil evaluasi model ini yang diterapkan pada sebuah landfill sampah kota di sebuah
permukiman pertambangan di Papua, adalah seperti ditampilkan dalam Tabel 7.8 dan 7.9
berikut ini. Sedang skenario layer ditampilkan dalam Gambar 7.4. Data tersebut kemudian dapat
dimunculkan secara bulanan, sehingga dapat diketahui secara lebih lengkap pola fluktuasi
timbulan leachate.
3 KUALITAS LINDI
Kualitas lindi akan tergantung dari beberapa hal, seperti variasi dan proporsi komponen sampah
yang ditimbun, curah hujan dan musim, umur timbunan, pola operasional, waktu dilakukannya
sampling. Tipikal kualitas lindi di luar negeri tercantum dalam Tabel 7.10. Terlihat bahwa lindi
tersebut mempunyai karakter yang khas, yaitu:
- lindi dari landfill yang muda bersifat asam, berkandungan organik yang tinggi, mempunyai
ion-ion terlarut yang juga tinggi serta rasio BOD/COD relatif tinggi
- lindi dari landfill yang sudah tua sudah mendekati netral, mempunyai kandungan karbon
organik dan mineral yang relatif menurun serta rasio BOD/COD relatif menurun
Lindi landfill sampah kota yang berumur di atas 10 tahunpun ternyata mempunyai BOD dan
COD yang tetap relatif tinggi.
Pemantauan lindi di beberapa TPA telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1988. Beberapa
rekapitulasi hasil dari pemantauan tersebut tersaji dalam tabel-tabel di bawah ini. Tabel 7.11
merupakan kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia. Berdasarkan hasil analisa lindi
tersebut dapat disimpulkan bahwa kekhasan lindi sampah Indonesia adalah berkarakter tidak
asam dan mempunyai nilai COD yang tinggi.
Walapun pengambilan sampling pada TPA tersebut tidak dilakukan pada saat yang bersamaan,
namun hasil yang didapat dapat menggambarkan permasalahan yang ada. Dapat dikatakan
bahwa kandungan karbon organik (dinyatakan dalam COD) yang terkandung melebihi baku
mutu efluen limbah cair yang berlaku, yang menyiratkan bahwa penanganan lindi merupakan
suatu keharusan bila akan dilepas ke lingkungan. Terlihat pula bahwa terdapat variasi yang
cukup besar antara sebuah TPA dengan TPA yang lain, bahkan dalam sebuah TPA itu sendiri
terdapat variasi yang cukup besar.
Tabel 7.11: Gambaran variasi kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia
Kota pH COD N-NH4 N-NO2 DHL
- Bogor 7,5 28723 770 0 40480
8 4303 649 0,075 24085
- Cirebon 7 3648 395 0,225 10293
7 13575 203 0,375 12480
- Jakarta 7,5 6839 799 0 13680
7 413 240 0,075 3823
8 1109 621 0,35 1073
- Bandung 6 58661 1356 6,1 26918
(Leuwigajah) 7 7379 738 2,775 20070
- Solo 6 6166 162 0,225 3540
- Magelang 8,03 24770 - - 6030
4 PENANGANAN LINDI
Penanganan lindi yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran lindi tidak
menuju ke arah air tanah. Pengaturan hidrolis dilakukan dengan membuat tembok
penghalang (barrier) sekeliling landfill sehingga air tanah sekitarnya lebih tinggi dibanding air
tanah di bawah landfill. Barrier tersebut dapat di bangun dari soil bentonite atau dengan
steel sheetpile
b. Mengisolasi lahan-urug tersebut agar air eksternal tidak masuk dan lindinya tidak ke luar,
misalnya pada landfill bahan berbahaya dengan menggunkan liner dari geomembran
c. Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan baik untuk menetralisir
cemaran (Lihat cara penentuan site)
d. Mengembalikan lindi (resirkulasi) ke arah timbunan sampah
e. Mengalirkan lindi menuju pengolah air buangan domestik
f. Mengolah lindi dengan pengolahan sendiri
Di negara maju biasanya masalah lindi ini ditangani dengan diolah seperti halnya air limbah
biasa. Beberapa jenis pengolahan yang biasa digunakan adalah:
- pengolahan kimia fisika, biasanya koagulasi-flokulasi-pengendapan
- pengolahan secara aerobik: proses lumpur aktif, kolam stabilisasi atau kolam aerasi
- pengolahan secara anaerobik, biasanya kolam stabilisasi
- pemanfaatan sifat-sifat sorpsi seperti karbon aktif
Beberapa hasil pemantauan pengolahan lindi skala lapangan di luar negeri adalah:
a. Pengendapan dengan kapur:
o Efeknya terlihat mulai pH = 7 dengan dosis 1 - 6 gram/L
o Salah satu hasil mendapatkan :
- Penyisihan COD = 61 % dari 18.550 mg/L
- Penyisihan BOD = 51,7 % dari 10.910 mg/L
- Penyisihan Fe = 98,8 % dari 312 mg/L
- Penyisihan Zn = 97,1 % dari 21 mg/L
- Penyisihan Hg = 57,1 % dari 0,007 mg/L
b. Koagulasi-flokulasi:
o Koagulan alumunium sulfat:
- Dosis 100 mg/L menyisihkan COD < 10 % dan Fe sampai 60 %
- Dosis 1000 mg/L menyisihkan COD < 10 % dan Fe sampai 96 %
o Koagulan ferri khlorida:
- Dosis 100 mg/L menyisihkan COD sampai 12 % dan Fe sampai 21 %
- Dosis 1000 mg/L menyisihkan COD sampai 16,3 % dan Fe sampai 95 %
c. Proses lumpur aktif:
Banyak diterapkan di lapangan, dan sangat efektif terutama bila diawali dengan pengendapan
mineral (logam berat) dengan pembubuhan kapur; salah satu hasilnya adalah penyisihan :
o BOD = 99,1 % dari 12.000 mg/L
o COD = 94,9 % dari 18.000 mg/L
o Cd = 87,5 % dari 0,08 mg/L
o Cr = 75 % dari 0,28 mg/L
o Fe = 99,2 % dari 376 mg/L
o Ni = 60,2 % dari 1,91 mg/L
o Pb = 85,4 % dari 0,82 mg/L
o Zn = 97,4 % dari 22 mg/L
o Hg = 28,9 % dari 0,006 mg/L
d. Kolam stabilisasi aerobik:
Agaknya cocok untuk kondisi Indonesia karena relatif tersedia sinar matahari, sederhana dan
relatif murah. Beberapa hasil dari TPA di negara yang mempunyai musim dingin adalah :
TPA Lingen (Jerman): dengan waktu kontak 100 hari diperoleh penyisihan BOD sebesar
99,8 %
TPA Ugley (Inggeris): dengan waktu kontak 100 hari mempunyai kemampuan penyisihan
BOD sebesar 99,7 % dan COD sebesar 97,1 %
TPA Peslan (Perancis): total penyisihan BOD (diakhiri dengan pembubuhan kapur) adalah
96 % sedang COD sebesar 80 %
e. Kolam stabilisasi anaerobik :
3
Waktu kontak 15 hari dengan beban 1 - 2 Kg COD/M /hari diperoleh penyisihan COD antara 85 -
90 % dari COD masuk rata-rata 27.000 mg/L (TPA San Liberale - Italia).
Dalam skala lapangan, beberapa TPA di Indonesia pada saat masih beroperasi telah
melengkapi dirinya dengan sarana pengolah lindi, seperti:
- TPA Sukamiskin Bandung: dengan 2 kolam stabilisasi
- TPA Bantar Gebang Jakarta: dengan kolam aerasi secara mekanisdan kolam maturasi
- TPA Grenjeng Cirebon: dengan lahan sanitasi/biofilter dan resirkulasi
- TPA Sanden Magelang: dengan kolam-kolam stabilisasi
- TPA Putri Cempo Solo: dengan kolam stabilisasi dan kaskade pada saluran alam
Kriteria rancangan yang digunakan agaknya masih beraneka ragam dan masih mengacu pada
kondisi di luar Indonesia.
Beberapa lahan-urug yang dirancang dan sedang dibangun akhir-akhir ini telah mencantumkan
sarana pengolah lindi sebagai salah satu komponen wajibnya, dan umumnya berupa kombinasi
kolam stabilisasi, media filtrasi / sorpsi dan lahan-sanitasi (land treatment) atau pengolahan
sederhana lainnya. Modivikasi kriteria rancangan juga sudah mulai dimasukkan.
Hasil pemantauan yang dilakukan di beberapa instalasi pengolah lindi belum dapat
menyimpulkan bahwa instalasi tersebut berfungsi sebagaimana diharapkan, yang mungkin
disebabkan karena berbagai hal seperti:
- Pengambilan kriteria rancangan yang agaknya belum sesuai,
- Pengoperasian yang belum sistematis
Hasil aplikasi lahan-sanitasi yang dikombinasikan dengan resirkulasi lindi seperti pada TPA
Grenjeng Cirebon pada saat masih beroperasi agaknya cukup layak untuk dipertimbangkan
sebagai salah satu opsi dalam pengelolaan lindi. Namun tetap dibutuhkan suatu kriteria
rancangan yang disesuaikan kondisi setempat.
Pengelolaan lindi merupakan sebagian dari pengelolaan lahan-urug secara keseluruhan. Pada
dasarnya keberhasilan penanganan lindi dimulai sejak suatu lahan dipilih, dan menerus sampai
lahan itu ditutup karena penuh. Oleh karenanya, usaha penanganan masalah lindi dapat
dikelompokkan dalam beberapa tahap, yaitu:
o Pada tahapan pemilihan site,
o Pada tahapan perancangan dan penyiapan site,
o Selama masa pengoperasian, dan
o Selama jangka waktu tertentu setelah lahan-urug tidak digunakan lagi.
Pada dasarnya tanah asli di bawah TPA mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi dan
mendegradasi pencemar, namun adanya lapisan liner tambahan akan lebih menjamin hal
tersebut di atas. Tanah lempung mempunyai kemampuan yang baik dalam menahan pencemar
anorganik, misalnya logam-logam berat melalui mekanisme sorpsi. Penggunaan campuran
tanah / materi yang bersifat alkalin sebagai tanah penutup akan menaikkan pH lindi, sehingga
proses dekomposisi akan lebih cepat, terutama guna mendorong konversi karbon organik ke
pembentukan gas metana dan memungkinkan logam-logam tertentu menjadi terendapkan.
Penelitian sekala laboratorium tehadap kemungkinan keterolahan lindi antara lain mendapatkan
hasil sebagai berikut:
o Aerasi lindi selama 10-14 hari dapat menurunkan COD sampai 85%. Kombinasi pengolahan
lindi dengan COD di atas 10000 mg/L melalui simulasi kolam yang diaerasi yang dilanjutkan
dengan karbon aktif menghasilkan penurunan COD sampai 90 %.
o Timbunan sampah yang sudah menjadi kompos ternyata juga mampu menurunkan
pencemar organik; simulasi laboratorium dengan nilai umpan COD sekitar 2500 mg/L dan
dioperasikan secara anaerobik menghasilkan penyisihan COD sampai 80 %. Hal ini juga
berkaitan dengan konsep resirkulasi lindi pada timbunan sampah.
Cara resirkulasi lindi sudah banyak diterapkan dalam pengelolaan lindi. Ada dua keuntungan
dari cara ini, yaitu:
o Mempercepat proses evaporasi , dan
o Mereduksi cemaran organik lindi
Penelitian laboratorium dan lapangan telah banyak mencatat bahwa proses resirkulasi lindi
akan lebih mempercepat stabilitas timbunan. Dari sana disimpulkan bahwa pengembalian lindi
ke massa sampah akan dapat menurunkan beban organik sampai 90 %. Dalam masalah
pengolahan limbah, proses ini sebetulnya bukan hal yang baru, yang intinya mengacu kepada
konsep trickling filter dan konsep pengolahan anaerob pada media berbutir. Informasi yang
didapat dari TPA Grenjeng (Cirebon) menyatakan bahwa aplikasi resirkulasi ternyata dapat
mengurangi bau (dan lalat) serta memperbanyak biogas yang terbentuk.
Mengingat tersedianya sinar matahari yang cukup untuk proses fotosintesis, maka kolam
stabilisasi aerobik patut dipertimbangkan dalam pengolahan lindi TPA Indonesia. Walaupun cara
ini relatif mudah pengoperasiannya, tetapi tetap dibutuhkan pengelolaan rutin agar sistem ini
berjalan baik. Pengawasan dan observasi terutama dibutuhkan pada tahap pengkondi sian yang
mungkin berlangsung cukup lama sebelum algae tumbuh dengan baik.
Konsep lain yang agaknya baik untuk dipertimbangkan adalah lahan-sanitasi atau biofilter
seperti yang diterapkan di TPA Grenjeng Cirebon. Konsep ini mengacu kepada kemampuan
tanah (dan tanaman) dalam 'menetralisir' komponen-komponen pencemar. Dibutuhkan analisis
kemampuan tanah untuk mengolah komponen-komponen tersebut yang dikenal sebagai land
limiting constituents. Dibutuhkan data kelulusan media yang digunakan agar luas area yang
dibutuhkan dapat diketahui. Bila tidak, ada kemungkinan sarana tersebut akan menerima beban
hidrolis yang berlebihan sehingga kurang berfungsi dan lindinya meluap di permukaan.
o Dianjurkan agar pada saat tidak hujan, sebagian lindi (leachate) yang ditampung
dikembalikan ke timbunan sampah sebagai resirkulasi lindi. Lakukan pengecekan secara
rutin pompa dan perpipaan resirkulasi leachate untuk menjamin sistem resirkulasi tersebut.
o Lakukan secara rutin dan periodik updating data curah hujan, temperatur dan kelembaban
udara, debit leachate, kualitas influen dan efluen hasil IPL, untuk selanjutnya masuk ke
informasi recording/pencatatan.