Oleh:
Irdian Devi Saputri
101611101045
Pembimbing:
dr. Andar Setyawan, Sp.S
1.1Identitas
Nama : Ny. M
Umur : 47 Tahun
JenisKelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan: Sudah Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jalan dr. Soetomo, Gang Jaya No. 37, Banyuwangi
1.1. Anamnesa
Keluhan utama
Pasien mengeluhkan kepala pusing berputar, mual dan terkadang muntah
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan kepalanya pusing berputar, mual dan terkadang muntah sejak tadi
pagi. Pasien mengalami kecelakaan motor 2 hari yang lalu, namun tidak mengingat
bagaimana kronologis terjadinya kecelakaan tersebut.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak memiliki riwayat seperti dikeluhkan pasien
Riwayat penyakit terdahulu
-
1.2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik status generalis
Vital sign :
Tensi : 130/80 mmHg
Respirasi: 22x/menit
Nadi : 80x/menit
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Status neurologis
Kesadaran
GCS (Glasgow Coma Scale) : 3-4-6
Pada GCS ada skala penilaian:
Respon buka mata/Eye opening 1-4 (E)
Respon verbal terbaik 1-5 (V)
Respon motorik terbaik 1-6 (M)
d. Thoraks
a. Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pulmo : tidak dilakukan pemeriksaan
e. Abdomen
a. Bising usus : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Hepar : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Pankreas : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Ginjal : tidak dilakukan pemeriksaan
g. Ekstremitas
1. Gerakan
BBB BBB
BBB BBB
2. Kekuatan
555 555
555 555
Dalam pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan 4 cara yang sedikit berbeda:
1. Pasien disuruh menahan usaha si pemeriksa untuk menggerakkan salah satu bagian
anggota geraknya. (kekurangan tenaga ringan)
2. Pasien diminta untuk menggerakkan bagian anggota geraknya dan si pemeriksa menahan
gerakan yang akan dilaksanakan pasien itu. (kekurangan tenaga ringan sampai sedang)
3. Pasien diminta untuk melakukan gerakan ke arah yag melawan gaya tarik bumi dan yang
mengarah ke jurusan gaya tarik bumi. (tenaga otot yang sangat kurang)
4. Penilaian dengan cara inspeksi dan palpasi gerakan otot, jika metode diatas kurang cocok
dilakukan seperti menilai otot masseter atau otot temporalis
h. Tonus
Normal Normal
Normal Normal
Tonus adalah ketegangan otot pada waktu istirahat. Syarat terpenting dalam pemeriksaan
tonus otot adalah pasien harus rileks tidak melawan (pasif), memberikan gerakan pasif
fleksi dan ekstensi pada semua sendi kiki maupun kanan, untuk mengalihkan konsentrasi
alihkan perhatian pasien dengan cara diajak bicara.
Interpretasi:
1. Menurun (hipotoni)
Tonus otot menurun tidak ada gerakan perlawanan terdapat pada lesi Lower Motor
Neuron (LMN)
2. Normal
3. Meningkat (hipertoni)
Spastis (tahanan meningkat pada awal gerakan sesudah itu tidak menunjukkan adanya
tahanan); rigiditas (kekakuan, tahanan meningkat mulai awal gerakan sampai akhir
gerakan sehingga sendi sulit digerakkan; ada tahanan sepanjang gerakan)
i. Trophi
Eutrophi Eutrophi
Eutrophi Eutrophi
j. Reflek fisiologis
normorefleks normorefleksi
i
normorefleks normorefleksi
i
k. Reflek patologis
negatif negatif
negatif negatif
l. Spinal
Vegetatif
- BAK : tidak dilakukan pemeriksaan
- BAB : tidak dilakukan pemeriksaan
- Berkeringat : tidak dilakukan pemeriksaan
Sensibilitas : tidak dilakukan pemeriksaan
m. Pemeriksaan penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
1.3. Resume
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan:
Pasien mengeluhkan kepalanya pusing berputar, mual dan terkadang muntah sejak tadi pagi.
Pasien mengalami kecelakaan motor 2 hari yang lalu, namun tidak mengingat bagaimana
kronologis terjadinya kecelakaan tersebut.
Vital sign :
Tensi : 150/90 mmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 80x/menit
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status kesadaran pasien somnolen, GCS 3-4-6
1.4. Diagnosa
Diagnosa kasus di atas adalah cedera kepala sedang.
1.5. Penatalaksanaan:
Pada pasien ini diberikan terapi medikasi sebagai berikut.
Asering
Piracetam
Citicolin
Neuralgin
Ranitidin
Dexamethasone
Antrain
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito).
2.2 Epidemiologi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,
2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera yang cukup berat yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, dua pertiga
berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita,
lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikansi terhadap cedera bagia
tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).
2.3 Etiologi
Etiologi dari Cedera kepala adalah Trauma Kepala akibat adalah kecelakaan lalu lintas,
trauma benda tajam dan benda tumpul, kejatuhan benda berat, kecelakaan kerja (Corwin, 2000).
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek pembuluh
darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya duramater, laserasi, kontusio).
2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui batas
kompensasi ruang tengkorak.
3. gangguan nafas Hipoksemia
Hiperkapnea
2.5 Klasifikasi
Cidera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi
cidera:
2. Keparahan cidera
3. Morfologi
Tingkat kesadaran atau responsivitas dikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat
kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan neurologik lain.
Suatu keadaan mengantuk dan kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Somnolen disebut
juga letargi atau obtundasi. Somnolen ditandai dengan mudahnya klien dibangunkan, mampu
memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek (kornea, pupil dan
sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri.
Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban primitif. Klien sama
sekali tidak dapat dibangunkan.
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang
bagaimanapun kuatnya.
2.6 Penatalaksanaan
Medikamentosa:
- R/Asering
Per 1000 ml mengandung CaCl2 0,2 gram, KCl 0,3 gram, NaCl 6
gram, Na asetat 3,8 gram. Sebagai Nutrien & pengobatan asidosis yang
berhubungan dengan dehidrasi & kehilangan ion alkali dalam tubuh.
- R/Piracetam
Piracetam adalah nootropik agent yang mempunyai efek
vasodilatasi dengan cara memodulasi neurotransmisi serebral. Piracetam yang
merupakan derivat dari GABA diketahui mempunyai potenis sebagai
antiiskemik, dan dapat mengembalikan perfusi yang abnormal pada kasus
stroke dan demensia dan juga menurunkan kerusakaan sel yang diinduksi oleh
suatu jejas iskemik lokal.
- R/Citicolin
Citicolin merupakan asam nukleat endogen yang sangat murni
yang merupakan precursor phosphatidylcholine, yaitu suatu zat yang sangat
penting untuk mempertahankan integritas dan fluiditas membrane sel otak.
Phosphatidylcholine sangat penting untuk struktur dan fungsi semua sel serta
penting untuk menopang kehidupan. Citicolin meningkatkan kerja formation
reticularis dari batang otak, terutama system pengaktifan formation reticularis
ascendens yang berhubungan dengan kesadaran. Citicolin juga mengaktifkan
system pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan system motoris dan
meningkatkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolism otak.
- R/Neuralgin
Neuralgin mengandung metamphiron, vitamin B1 (tiamin), vitamin
B6 (piridoksin), vitamin B12 (sianokobalamin), dan kafein
(trimethylxanthine). Melihat dari kandungan tersebut, neuralgin mengandung
khasiat analgetik dari metamphiron, yakni untuk mengurangi nyeri. Selain itu
metamphiron juga memiliki khasian antipiretik, yakni mengurangi demam.
Neuralgin juga mengandung vitamin B kompleks yang baik untuk kesehatan
saraf, pembentukan sel darah merah, dan sumber tenaga tubuh. Neuralgin juga
mengandung kafein yang merupakan zat stimulan. Kafein terkenal dapat
membuat seseorang bersemangat, tidak mengantuk. Kafein juga memiliki efek
mengurangi rasa nyeri.
- R/Ranitidin
Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang
menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan
mengurangi sekresi asam lambung.
- R/Dexamethasone
Deksametason (dexamethasone) adalah obat steroid jenis
glukokortikoid sintetis yang digunakan sebagai agen anti alergi,
imunosupresan, anti inflamasi dan anti shock yang sangat kuat. Deksametason
(dexamethasone) bekerja dengan cara menembus membran sel sehingga akan
terbentuk suatu kompleks steroid-protein reseptor. Di dalam inti sel, kompleks
steroid-protein reseptor ini akan berikatan dengan kromatin DNA dan
menstimulasi transkripsi mRNA yang merupakan bagian dari proses sintesa
protein. Sebagai anti inflamasi, obat ini menekan migrasi neutrofil,
mengurangi produksi prostaglandin (senyawa yang berfungsi sebagai
mediator inflamasi), dan menyebabkan dilatasi kapiler. Hal ini akan
mengurangi repon tubuh terhadap kondisi peradangan (inflamasi).
- R/Antrain
Antrain merupakan obat anti nyeri dan anti demam yang mengandung
natrium metamizole 500 mg dalam sediaan tablet ataupun injeksi (ampul).
Metamizole atau dipiron merupakan anti nyeri kuat dan anti demam,
metamizole dapat memberikan efek dua hingga empat kali lebih efektif
dibandingkan ibuprofen atau parasetamol. Pengunaan metamizole dapat
menurunkan demam secara signifikan dan dapat mempertahankan suhu tubuh
dalam waktu yang lebih lama dibandingkan ibuprofen. Natrium metamizole
merupakan turunan dari metansulfonat yang berasal dari aminoprin. Cara
kerja natrium metamizole adalah dengan menghambat rangsangan nyeri pada
susunan saraf pusat dan perifer.
2.8 Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama
lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa
area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri
mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih
fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang
menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)
dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya
menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan
menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak
dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika
kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih
kembali.
BAB III
KESIMPULAN
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. Etiologi
dari Cedera kepala adalah Trauma Kepala akibat adalah kecelakaan lalu lintas, trauma benda
tajam dan benda tumpul, kejatuhan benda berat, kecelakaan kerja. Cedera kepala bisa
menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya
kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat. Jakarta :
2009
2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto H,
Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
6th ed. Jakarta : EGC ; 2005