Anda di halaman 1dari 21

Biodentine sebagai Medikamen pada Pulpotomi

MAKALAH

Oleh:
Irdian Devi Saputri
NIM 101611101045

Dosen Pembimbing
drg. Niken Probosari, M. Kes

BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas segala rahmat dan karunia Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Biodentine sebagai Medikamen pada Pulpotomi.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1. drg. Niken Probosari, M. Kes., selaku dosen pembimbing;
2. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan selanjutnya.

Jember, Desember 2015

Penulis
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan vitalitas pulpa pada gigi sulung yang terkena karies atau trauma penting
untuk menjaga integritas lengkung geligi. Prosedur yang digunakan dalam perawatan pulpa
dipilih berdasarkan pada sejauh mana pulpa mengalami kerusakan. Pulpotomi adalah salah
satu prosedur perawatan pulpa yang banyak dilakukan (Khusum et, al , 2015)
Pulpotomi dapat didefiniskan sebagai operasi pengangktan atau amputasi dari pulpa
dibagian koronal dari gigi vital. Tahap ini biasanya diikuti dengan meletakkan medikamen
untuk memperbaiki, mumifikasi atau menstimulsi perbaikan dari pulpa yang tersisa di saluran
akar (Kumar, 2011).
Dari waktu ke waktu, berbagai obat-obatan telah digunakan sebagai bahan
medikamen pulpotomi. Berbagai bahan telah dirumuskan, diuji dan standar untuk
memperoleh manfaat maksimal untuk kinerja klinis yang baik. Dalam beberapa tahun
terakhir, pengenalan baru bio-induktif dan regeneratif gigi seperti trioksida mineral agregat
(MTA) telah sukses digunakan sebagai medikamen pulpotomi . Namun MTA juga memiliki
beberapa kekurangan terkait dengan sifat mekanik dan biaya. Untuk mengatasi kekurangan
ini, salah satu materi baru yang di gunakan adalah bahan bioaktif kalsium- berbasis silikat
(biodentine), yang memiliki sifat mekanik dengan biokompatibilitas yang sangat baik. Sifat
mekanik ditingkatkan dengan mengendalikan kemurnian kalsium silikat dengan
menghilangkan kotoran logam seperti aluminat pada kalsium silikat (Khusum et. al , 2015)
Biodentine menarik perhatian di bidang kedokteran gigi karena aplikasi yang mudah,
biokompatibilitas tinggi, kekuatan tekan tinggi, kemampuan yang sangat baik pada tepi, serta
yang serbaguna dalam prosedur endodontik baik perbaikan dan restoratif tanpa menimbulkan
pewarnaan pada gigi yang di rawat. Biodentine juga memiliki sifat antimikroba sangat baik
karena pH yang sangat tinggi (pH = 12). Banyak penilitian yang mendukung bioaktivitas
serta kinerja yang sukses dalam banyak aplikasi klinis. Karena sifat-sifatnya baik serta
kemampuannya untuk mengatasi kekurangan bahan lainnya, biodentine mungkin menjadi
alternatif yang menarik dan menjanjikan sebagai bahan medikamen pulpotomi (Sulaiman et.
al, 2015)
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja komposisi Biodentine?

2. Bagaimana sifat dari Biodentine?

3. Bagaimana kinerja dari Biodentine sebagai medikamen pulpotomi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui komposisi Biodentine.

2. Mengetahui sifat dari Biodentine.

3. Mengetahui kinerja dari Biodentine sebagai bahan medikamen pulpotomi.

1.4 Manfaat

1. Sebagai acuan penggunaan Biodentine dalam prosedur pulpotomi.

2. Meningkatkan pengetahuan tentang bahan terbaru sebagai alternatif bahan medikamen


pulpotomi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pulpotomi


Pulpotomi adalah pengangkatan pulpa gigi bagian korona dan dilanjutkan dengan
penempatan medikamen yang akan mempertahankan vitalitas jaringan pulpa dalam saluran
akar . Tujuan Pulpotomi untuk melindungi bagian akar pulpa, menghindari rasa sakit dan
akhirnya untuk mempertahankan gigi . Pupotomi juga berguna untuk mempertahankan gigi
tanpa menimbulkan gejala-gejala khusunya pada anak (Kumar, 2011).
Keuntungan dari pulpotomi antara lain adalah (1) dapat diselesaikan dalam waktu
singkat satu atau dua kali kunjungan,(2) pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini
menguntungkan karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan
sempit, (3) iritasi medikamen medikamenan instrumen perawatan saluran akar tidak
ada,dan (4) jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi (Tarigan, 2006 ).

2.2 Klasifikasi pulpotomi


Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian yaitu : (1) pulpotomi vital, (2) pulpotomi devital/
mumifikasi (devitalized pulp amputation), dan (3) pulpotomi non vital/ amputasi mortal.
1. Pulpotomi vital atau amputasi vital
Pulpotomi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang
mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan medikamen
di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital
umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung
umunya menggunakan formokresol atau glutaraldehid (Andlaw dan Rock, 1993;
Kennedy, 1992).
2. Pulpotomi devital atau mumifikasi
Pulpotomi devital adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar
pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik,
jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital
gigi sulung dipakai pasta para formaldehid (Tarigan, 2006).
3. Pulpotomi non vital (mortal)
Pulpotomi non vital adalah pengambilan pulpa bagian mahkota dari gigi yang non
vital dan memberikan medikamen/ pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap
dalam keadaan aseptik. Tujuan dari pulpotomi non vital adalah untuk
mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer (Andlaw dan Rock,
1993; Kennedy, 1992).

2.3 Indikasi Pulpotomi


2.3.1 Indikasi Pulpotomi vital
1. Pulpa vital, bebas dari pernanahan atau tanda nekrosis lain.
2. Pulpa terbuka karena faktor mekanis selama preprasi kavits yang kurang hati-hati atau
tidak disengaja.
3. Pulpa terbuka karena trauma dan sudah lebih dari 2 jam tetapi belum melebihi 24 jam,
tanpa terlihat adanya infeksi di bagian periapikal.
4. Gigi masih dapat dipertahankan dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang akar.
5. Tidak ada kehilangan tulang pada bagian interradikal.
6. Pada gigi posterior yang ekrtirpasi pulpa sulit dilakukan.
7. Apeks akar belum tertutup sempurna (Tarigan, 2006).

2.3.2 Indikasi Pulpotomi vital


1. Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
2. Pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
3. Pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
4. Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi
terutama pada gigi posterior.
5. Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena
kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.

2.3.3 Indikasi Pulpotomi non vital


1. Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
2. Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan
sebagai space maintainer.
3. Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
4. Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.

2.4 Kontra indikasi Pulpotomi


1. Sakit jika diperkusi atau dipalpasi.
2. Ada radiolusen pda daerah periapikal atau intraradikular.
3. Mobilitas patologi.
4. Ada nanah pada pulpa yang terbuka (Tarigan, 2006).
2.5 Medikamen Pulpotomi
Pulpotomi merupakan perawatan pulpa pada gigi sulung yang menggunakan berbagai
macam medikamen. Medikamen-medikamen tersebut adalah :
1. Formokresol
Larutan yang terdiri dari 19% formaldehida, 35% kresol, 15% gliserin dan air
(Buckleys formokresol) (Kumar, 2011).

Gambar 1. Formokresol

Cara pengaplikasian formokresol terdiri dari pengambilan pulpa mahkota sampai


orifis saluran akar, pengontrolan perdarahan dengan tekanan, kemudian
pengaplikasian gulusan kapas yang telah diberi formokresol untuk paling tidak 5
menit. Aplikasi pasta seng oksida dan eugenl pada pul yang telah diamputasi. Aplikasi
basis dan dilanjutkan dengan tumpatan tetap. Variasi lain prosedur pulpotomi dengan
formokresol adalah :
1. Anestesi lokal.
2. Ambil atap kamar pulpa.
3. Kuret dan ambil jaringan pulpa mahkota sampai orifis.
4. Irigasi dan bersihkan kamar pulpa.
5. Letakkan gulungan kapas yang telah dibasahi dengan formokresol di atas
ruang pulpa sebagai 3-4 hari.
6. Aplikasikan campuran semen berbentuk krim yang terdiri formokresol,
eugenol dan seng oksida pada ruang pulpa.
7. Aplikasi basis.
8. Tumpat gigi tersebut (Grossman, 1995).

Gambar 2. Tahapan Pulpotomi

Beberapa investigasi telah dilakukan untuk mengukur resiko dari penggunaan


formokresol. Lewis (1998) menyarankan bahwa formokresol memiliki efek toksik,
mutagenik dan berpotensi mempunyai resiko karsinogenik pada manusia.
Formokresol juga berdifusi pada daerah periapikal dan menyebabkan hiperplasia pada
gigi permanen. Markovic et al (2005) membandingkan 3 medikamen pulpotomi yaitu
formokresol, ferric sulfat dan kalsium hidroksida dan menyarankan bahwa ferric
sulfate dapat direkomendasikan sebagai medikamen pulpotomi dengan angka
keberhasilan 89.2%. Sonmez et al (2008) membandingkan formocresol, ferric sulfat,
kalsium hidroksida dan MTA. Mereka menyarankan bahwa formokresol dan ferric
sulfat lebih unggul daripada medikamen yang lain.

2. Kalsium Hidroksida
Kalsium Hidroksida diperkenalkan oleh Hermann pada tahun 1930 dalam bentuk
powder, suatu pasta dicampur dengan air atau komersial dikemas sebagai Pulpdent,
Dycal atau Life (Grossman, 1995).

Gambar 3. Kalsium Hidroksida


Keuntungan utama dari Kalsium Hidroksida adalah efek antibakterial,
biokompatibilitas dengan jaringan pulpa dan kemampuan untuk menstimulasi
pembentukan jaringan keras. Pembentukan jaringan keras (dentin bridge) telah
dilaporkan berkontak dengan semen hidroksida. Kekurangan utama dari penggunaan
kalsium hidroksida sebagai medikamen pulpotomi pada gigi sulung adalah sering
ditemukan resorpsi internal. Investigasi menjelaskan kegagalan penggunaan kalsium
hidroksida adalah resorpsi dentin internal yang disebabkan inflamasi kronik pada
pulpa pada saat perawatan atau diinduksi oleh luka pada perawatan yang tidak tepat
seperti meninggalkan bekuan darah diantara permukaan luka dan kalsium hidroksida
(Al-Dlaigan, 2015).
3. Glutaraldehida
Glutaraldehida diperkenalkan oleh Kopel pada tahun 1979. Glutaraldehida
direkomendasikan sebagai alternatif untuk menggantikan formokresol sebagai
medikamen pulpotomi (Kumar, 2011). Beberapa literatur menunjukkan bahwa
glutaraldehida mempunyai keuntungan sebagai medikamen pulpa pada gigi sulung
yaitu kurang menyebabkan kerusakan apikal dan mengurangi nekrosis daripada
formokresol (Al-Dlaigan, 2015). Namun, salah satu kekurangan glutaraldehida yaitu
didistribusikan secara sistemik dari letak pulpotomi lebih besar dibanding
formokresol (Al-Dlaigan, 2015).
4. Pulpotomi electrosurgical (ES).
Pulpotomi electrosurgical merupakan prosedur devitalisasi non kimia. Elektrokauter
mengkarbonasi dan memanaskan pulpa dan kontaminasi bakteri. ES mengimprovisasi
sedikit pulpotomi formokresol tapi tidak menggunkan bahan kimia. Setelah amputasi
pulpa mahkota selesai, ruang pulpa diisi dengan pasta seng oksida dan eugenol
(Kumar, 2011).

Gambar 4. Pulpotomi Elektrosurgical

5. Pulpotomi Laser
Penyinaran laser dalam perawatan pulpotoni idealnya membuat zona superfisial dari
koagulasi nekrosis yang tetap kompatibel dengan jaringan dibawahnya (Kumar,
2011). Wikerson et al. (1996) mempelajari efek dari laser argon pada pulpotomi gigi
sulung. Mereka melaporkan bahwa setelah 60 hari, pulpa tampak mempertahankan
vitalitas dan mengalami penyembuhan. Mereka juga menyimpulkan bahwa perawatan
pulpotomi menggunakan laser argon tidak tampak merugikan jaringan pulpa.
Penelitian lain oleh Jeng-fen Liu et al. 1999 mempelajari efek laser Nd:YAG untuk
pulpotomi gigi sulung menunjukkan keberhasilan 100% dengan tidak ada gejala dan
hanya satu gigi dengan resorpsi internal. Penelitian lain menunjukkan bahwa
penyinaran dengan laser pada perawatan pulpotomi menghasilkan gejala klinis,
radiografis dan histologis yang baik, meskipun teknik ini membutuhkan biaya yang
tinggi (Kumar, 2011).
Gambar 5. Pulpotomi Laser

6. Ferric Sulfate
Perawatan menggunakan ferric sulfate dimana terdapat retensi maksimal dari jaringan
yang vital dan melindungi pulpa radikular tanpa induksi dentin reparatif (Kumar,
2011). Fei et al. 1990 membandingkan ferric sulfate dengan formocresol dan hasilnya
menunjukkan bahwa ferric sulfate lebih baik dari formokresol secar klini dan
evaluasi radiografi (Al-Dlaigan, 2015).
7. Bone Morphogenetic Protein.
Nakashima, 1990 melaporkan secara histologi bonemorphogenetic protein dalam
perawatan pulpotomi. Hasilnya menunjukkan bahwa terbentuk dentin reparatif pada
kavitas dari pulpa yang telah diamputasi. Sebagai tambahan, 8 minggu setelah
perawatan odontoblas membentuk tubular dentin di samping osteodentin (Al-Dlaigan,
2015).
8. Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
Mineral Trioxide Agregate (MTA) berkembang dan diperkenalkan pada tahun 1993 di
Universitas Loma Linda, California, USA sebagai bahan pengisi saluran akar dan
telah disetujui oleh Administrasi makanan dan obat USA untuk perawatan gigi
manusia pada tahun 1998. MTA adalah bahan yang biokompatibel dan dapat menutup
rapat dengan amalgam dan seng oksida eugenol. MTA mempunyai kemampuan untuk
melepas sitokin dari bone sel (Kabaktchieva and Gateva, 2009). MTA terdiri dari
campuran trikalsium silikat, dikalsium silikat, trikalsium aluminat, kalsium sulfat
dehidrat, gipsum dan bismut oksida. Nama dagang MTA adalah ProRoot MTA, White
ProRoot MTA, MTA-Angelus, MTA Bio. Terdapat 2 bentuk MTA di pasaran yaitu
puti dan abu-abu (Kabaktchieva and Gateva, 2009). Penelitian Kabaktchieva and
Gateva, 2009 mengenai evaluasi tentang MTA menunjukkan bahwa:
a. Angka keberhasilan tinggi (klinis dan radiografi) sebagai agen pulpcapping pada
perawatan pulpotomi pada gigi sulung.
b. MTA dapat menggantikan formokresol sebagai agen pulpcapping pada gigi sulung.
c. MTA tidak menimbulkan resorpsi akar internal.
d. MTA tidak menunjukkan bahan mutagenik atau sitotoksin.
e. MTA biokompatibel dan cocok untuk penyembukan perforasi dengan menginduksi
sangat sedikit inflamasi.
f. Penelitian in vitro dari odontoblas manusia menunjukkkan bahwa MTA menstimulasi
sintesis sitokin dan interleukin.
g. MTA menstimulasi pembentukan jaringan keras dengan melepaskan kalsium dalam
bentuk kalsium hidroksida.
h. MTA menstimulasi pembentukan dentin bridge dan memeliharan vitalitas jaringan
pulpa.

Gambar 6. Aplikasi Klinis MTA

9. Sodium Hipoklorit
Sodium hipoklorit mempunyai efek antimicrobial dan sebagai bahan pembersih,
kemampuan melarutkan jaringan dan aksi homeostatis. Ruby et al. Membandingkan
secara klinis dan radiografis antara sodium hipoklorit 3% dan Buckleys formokresol.
Penelitian ini menjukkan angka keberhasilan 100% secara klinis dan 80% secara
radiografis (Al-Dlaigan, 2015).

10. Portland Cement


Pulpotomi menggunakan portland cement dilakukan oleh Conti et al. tahun 2009,
pemeriksaan klinis dan radiografis menunjukkan bahwa perawatan berhasil untuk
menjaga gigi yang asimptomatis dan mampu memelihara vitalitas gigi. Steffen dan
Van Waes, 2009 mengulas tentang MTA dan portland cement secara klinis, biologi
dan mekanis menunjukkan kemungkinan mengganti MTA dengan portland cement
untuk perawatan endodontik. Penelitian menunjukkan bahwa MTA dan portlnd
cement mempunyai karakter yang sama secara klinis, biologis dan mekanis (Al-
Dlaigan, 2015).
11. Nanohidroksiapatit
Nanohidroksiapatit digunakan sebagai agen pulpotomi dan pulpcapping oleh
Shayegan. Hasil histologis menunjukkan bahwa hidroksiapatit biokompatibel dan
tidak menimbulkan reaksi inflamasi yang sedang atau berat pada jaringan pulpa pada
perawatan pulpotomi dan pulcapping (Al-Dlaigan, 2015).
12. Semen Kalsium Fosfat
Jose et al. 2013 membandingkan semen kalsium fosfat dan formokresol. Hasil
penelitian menunjukkan semen kalsium fosfat kurang menyebabkan inflamasi pulpa
dan lebih baik dalam pembentukan dentin bridge baik dalam jumlah atau kualitas.
Semen kalsium fosfat juga mampu menginduksi pembentukan dentin tanpa area yang
nekrosis (Al-Dlaigan, 2015).
13. Allium Sativum Oil
Muhammad et al. 2014 membandingkan efek klinis dan radiografis dan A. Sativum
oil dan formokresol pada perawatan vital pulpotomi. Hasil menunjukkan bahwa A.
Sativum Oil mempunyai potensi penyembuhan yang baik, meninggalkan sisa jaringan
pulpa yang masih berfungsi dan sehat (Al-Dlaigan, 2015).

2.6 Prosedur Pulpotomi


1. Prosedur pulpotomi meliputi pengambilan seluruh pulpa bagain korona gigi dengan
pulpa terbuka karena karies yang sebagaian meradang, diikuti dengan peletakkan
medikamen-medikamen tepat di atas pulpa yang terpotong. Setelah penempatan
medikamen, selanjutnya dapat dilakukan penumpatan permanen. Pada gigi sulung,
prosedur pulpotomi dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan jika dibantu dengan
penggunaan anastesi lokal. Dalam hal ini tekniknya merupakan amputasi pulpa vital
(Kumar, 2011). Prinsip dasar perawatan endodontik gigi sulung dengan pulpa non
vital adalah untuk mencegah sepsis dengan cara membuang jaringan pulpa non vital,
menghilangkan proses infeksi dari pulpa dan jaringan periapikal, memfiksasi bakteri
yang tersisa di saluran akar.
2. Perawatan pulpotomi dinyatakan berhasil apabila kontrol setelah 6 bulan tidak ada
keluhan, tidak ada gejala klinis, tes vitalitas untuk pulpotomi vital (+) dan pada
gambaran radiografik lebih baik dibandingkan dengan foto awal. Tanda pertama
kegagalan perawatan adalah terjadinya resorpsi internal pada akar yang berdekatan
dengan tempat pemberian medikamen. Pada keadaan lanjut diikuti dengan resorpsi
eksternal (Budiyanti, 2006).
3. Pada molar sulung, radiolusensi berkembang di daerah apeks bifurkasi atau trifurkasi,
sedangkan pada gigi anterior di daerah apeks atau di sebelah lateral akar. Apabila
infeki pulpa sampai melibatkan benih gigi pengganti, atau gigi mengalami resopsi
internal atau eksternal yang luas, maka sebaiknya dicabut.
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Komposisi Biodentine.

Biodentine ditempatkan dalam sebuah kapsul yang mengandung rasio yang baik
antara bubuk dan cairan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Bubuk Cairan
Tricalcium silicate (3CaO.SiO2) Calcium chloride (CaCl2.2H2O) sebagai
akselerator
merupakan komponen utama dari

bubuk yang mengatur reaksi pengerasan


Dicalcium silicate (2CaO.SiO2) Air pereduksi (Superplasticiser)

sebagai bahan inti utama kedua untuk mendapatkan resistensi jangka


pendek yang tinggi dengan mengurangi
jumlah air yang dibutuhkan oleh campuran
(air / semen),
Calcium carbonate (CaCO3) Air

sebagai filler.
Zirconium dioxide (ZrO2 ) untuk
memberikan radio-opacity

untuk semen.
Iron oxide

Tabel 3.1 Komposisi Biodentine (Singh et. al, 2014)

3.2 Sifat dari Biodentine

3.2.1 Kekuatan Tekan ( Compressive Strength)


Kekuatan Tekan Biodentin akan meningkat dari awal mulai di aplikasikan sampai
mencapai 300 MPa setelah satu bulan. Nilai ini menjadi cukup stabil dan merupakan kisaran
kekuatan tekan dentin alami (297 MPa) (Garault et. al, 2006).

3.2.2 Flexural Strength

Flexural Strength tinggi adalah prasyarat pasti untuk setiap bahan restoratif untuk
efisiensi jangka panjang dalam rongga mulut. 3 poin lentur Flexural Strength yang
diperoleh dari Biodentine setelah 2 jam adalah 34 MPa (Garault et. al, 2006).

3.2.3 Kekuatan Ikat

Biodentine direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengganti dentin dan


bahan perbaikan perforasi. Ikatan Biodentine dengan dentin lebih kuat daripada ikatan
dentin dengan bahan lain seperti MTA (Guneser et. al, 2013).

3.2.4 Waktu Setting

Waktu kerja Biodentine adalah 6 menit dengan final setting sekitar 10-12 menit.
Hal ini merupakan keunggulan dibandingkan dengan MTA yang memerlukan final setting
sekitar 2 jam (Singh et. al, 2014).

3.2.5 Densitas dan porositas

Ketahanan mekanik bahan juga tergantung pada rendahnya tingkat porositas.


Tingkat porositas pada Biodentine yang rendah akan meningkatkan kekuatan mekanik
dan menciptakan sifat mekanik yang unggul dari Biodentine (Singh et. al, 2014).

3.2.6 Radiopacity

Biodentine mengandung oksida zirkonium, memungkinkan identifikasi radiografi


(Singh et. al, 2014).

3.2.7 Adhesi

Adhesi Biodentine terhadap gigi dapat secara perlekatan mikromekanik,


pertukaran ion antara biodentine dan jaringan gigi, atau gabungan dari kedua proses
tersebut (Singh et. al, 2014).

3.2.8 Biokompatibilitas

Biodentine tidak beracun dan tidak memiliki efek buruk pada diferensiasi sel dan
fungsi sel tertentu. Biodentine meningkatkan sekresi TGF-B1 (faktor pertumbuhan) dari
sel pulpa yang menyebabkan angiogenesis, , diferensiasi sel dan mineralisasi (Laurent et.
al, 2012).

3.2.9 Bioaktivitas

Mendorong jaringan keras regenerasi, dan menghilangkan tanda-tanda keradangan


pada gigi (Sulaiman et. al, 2015).

3.2.10 Aktivitas antibakteri

Biodentine menunjukkan jumlah yang signifikan dari aktivitas antibakteri. Ion


kalsium hidroksida dilepaskan dari semen selama waktu setting sehingga meningkatkan
pH menjadi 12,5 yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan dapat
mensterilkan dentin (Singh et. al, 2014).

3.3 Kinerja Biodentine sebagai bahan medikamen pulpotomi.

Pulpotomi banyak digunakan sebagai metode terapi pulpa. Salah satu bahan
medikamen yang digunakan adalah Biodentine. Metode pulpotomi adalah prosedur klinis
yang paling sering diterima di bagian kedokteran gigi anak-anak ketika jaringan pulpa
koronal meradang dan pulp capping bukanlah pilihan yang cocok (Sulaiman et. al, 2015).
Pada pulpotomi gigi sulung pada umumnya digunakan formokresol. Penelitian saat ini
menunjukkan bahwa formokresol hanya sebagai agen devitalizing. Diperlukan bahan
regeneratif yang mempertahankan vitalitas pulpa, salah satunya adalah Biodentine.
Penggunaan Biodentine dalam prosedur pulpotomi sangat mudah dan memerlukan waktu
yang singkat, sementara formokresol penggunaannya masih membutuhkan sebuah bahan
restorative untuk menutup ruang pulpa, biodentine bertindak secara bersamaan karena
keduanya bisa digunakan sebahai dressing dan bahan pengisi (Sulaiman et. al, 2015)
Pada tahun 2012, Shayegan et al menyelidiki respon sel inflamasi dan pembentukan
jaringan keras setelah biodentine di aplikasikan pada pulpotomi gigi sulung.. Setelah 90 hari,
mereka menemukan bahwa jaringan pulpa normal tanpa tanda-tanda peradangan dan 9 dari
10 gigi menunjukkan terjadi kalsifikasi pada gigi yang dilakukan perawatan pulpotomi
menggunakan biodentine. Mereka menyimpulkan bahwa biodentine memiliki sifat bioaktif,
mendorong jaringan keras regenerasi, dan menghilangkan tanda-tanda keradangan pada gigi.
Berdasarkani hal tersebut dapat disimpulkan bahwa efek terapeutik biodentine setelah terapi
pulpotomi adalah menguntungkan. Biodentine memiliki potensi besar untuk mempertahankan
vitalitas pulpa pada pasien dengan perawatan pulpotomi. Oleh karena itu, materi yang unik
ini mungkin menjadi alternatif menarik untuk regenerasi kompleks dentin-pulpa.
Baru-baru ini pada Kongres ke-12 dari Eropa Academy of Pediatric Gigi (EAPD) di
Polandia, Rubanenko et.al, (2014) menyampaikan hasil awal perbandingan biodentine
dengan formokresol sebagai medikamen pulpotomi menunjukkan tingkat keberhasilan 100%
untuk biodentine sedangkan formokresol adalah 94% . Selain itu,hasil penelitian dari Cuadros
et. al (2014) juga didapatkan bahwa Biodentine tampaknya menjadi alternatif yang
menjanjikan untuk digunakan dalam pulpotomi dengan 100% klinis dan dengan gambaran
radiografi yang baik setelah 6 bulan follow up.

BAB 4. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:


4.1 Komposisi Biodentine terdir dari Tricalcium silicate (3CaO.SiO2), Dicalcium silicate
(2CaO.SiO2), Calcium carbonate (CaCO3), Zirconium dioxide (ZrO2) Calcium
chloride (CaCl2.2H2O) , Air pereduksi dan Air
4.2 Salah satu sifat yang diunggulkan pada Biodentine adalah Biodentine memiliki sifat
Biomekanik yang baik, aplikasinya yang mudah, memiliki sifat bioaktif yang
mendorong regenerasi jaringan keras dan dapat digunakan sebagai dressing sekaligus
bahan pengisi.
4.3 Efek terapeutik biodentine setelah terapi pulpotomi adalah menguntungkan.
Biodentine memiliki potensi besar untuk mempertahankan vitalitas pulpa pada pasien
dengan perawatan pulpotomi.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Dlaigan YH. 2015. Pulpotomy Medicaments used in Denciduous Dentition: An Update. J


Contemp Dent Pract. Vol 16 (6): 486-503.

Cuadros C, Garcia J, Sandra S, Lorente A, Montse M. 2014. Clinical and radiographic


evaluation of biodentine and MTA in pulpotomies of primary molars. 12th Congress
of EAPD, Sopot.

Garrault S, Behr T, Nonat A. 2006. Formation of the C-S-H Layer during early hydration of
tricalcium silicate grains with different sizes. Journal of Physic Chemistry. Vol 110:
270-275.

Guneser M, Akbulut M, Eldeniz A. 2013. Effect of various endodontic irrigants on the push-
out bond strength of biodentine and conventional root perforation repair materials.
Journal of Endododontics Vol 39: 380-384.

Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta: EGC.

Kabaktchieva R, Gateva N. 2009. Vital Pulpotomy in Primary Teeth with Mineral Trioxide
Agregate (MTA). Journal of IMAB-Annual Proceeding (Scientific Paper). p. 102-108.

Kumar B. 2011. Pulpotomy in Primary Teeth- A Review. JIADS. Vol 2.

Khusum B, Rakesh K, Richa K. 2015. Clinical and Radiographical Evaluation of Mineral


Trioxide Aggregate, Biodentine and Propolis as Pulpotomy Medicaments in Primary
Teeth. Journal of Restorative and Endodontic Dentistry.

Laurent P, Camps J, About I. 2012. Biodentine(TM) induces TGF-1 release from human
pulp cells and early dental pulp mineralization. Endodontics Journal Vol 45: 439-448.

Lewis B. 1998. Formadehyde in Dentistry: A Rivie for the Millenium. J Clin Pediatr Dent.
Vol 22: 167-178.

Markovic D, Zivojinovic V, Vucetic M. 2005. Evaluation of Three Pulpotomy Medicaments


in Primary Teeth.Eur J Paediatr Dent. Vol 6 (3): 133-138.
Rubanenko M, Moskovitz M, Petel R, Fuks A. 2014. Effectiveness of Biodentine versus
Formocresol as dressing agents in pulpotomized primary molars: preliminary results.
12th Congress of EAPD, Sopot.

Shayegan A, Jurysta C, Atash R, Petein M, Abbeele A. 2012. Biodentine used as a pulp-


capping agent in primary pig teeth. Pediatric Dent Vol 34: 202-208.

Sonmez D, Saris, Cetinbas T. 2008. A Comparison of 4 Pulpotomy Techniques in Primary


Molar, A long Term Follow Up. J Endod. Vol 34(8): 950-955.

Sulaiman M, Najla M, Omar A. 2015. Clinical Applications of Biodentine in Pediatric


Dentistry: A Review of Literature. Journal of Oral Hyg Health. Vol 3(3)

Tarigan R. 2006. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta: EGC. h.101-102.

Anda mungkin juga menyukai