MAKALAH
Oleh:
Irdian Devi Saputri
NIM 101611101045
Dosen Pembimbing
drg. Niken Probosari, M. Kes
BAGIAN PEDODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas segala rahmat dan karunia Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Biodentine sebagai Medikamen pada Pulpotomi.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1. drg. Niken Probosari, M. Kes., selaku dosen pembimbing;
2. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan selanjutnya.
Penulis
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Gambar 1. Formokresol
2. Kalsium Hidroksida
Kalsium Hidroksida diperkenalkan oleh Hermann pada tahun 1930 dalam bentuk
powder, suatu pasta dicampur dengan air atau komersial dikemas sebagai Pulpdent,
Dycal atau Life (Grossman, 1995).
5. Pulpotomi Laser
Penyinaran laser dalam perawatan pulpotoni idealnya membuat zona superfisial dari
koagulasi nekrosis yang tetap kompatibel dengan jaringan dibawahnya (Kumar,
2011). Wikerson et al. (1996) mempelajari efek dari laser argon pada pulpotomi gigi
sulung. Mereka melaporkan bahwa setelah 60 hari, pulpa tampak mempertahankan
vitalitas dan mengalami penyembuhan. Mereka juga menyimpulkan bahwa perawatan
pulpotomi menggunakan laser argon tidak tampak merugikan jaringan pulpa.
Penelitian lain oleh Jeng-fen Liu et al. 1999 mempelajari efek laser Nd:YAG untuk
pulpotomi gigi sulung menunjukkan keberhasilan 100% dengan tidak ada gejala dan
hanya satu gigi dengan resorpsi internal. Penelitian lain menunjukkan bahwa
penyinaran dengan laser pada perawatan pulpotomi menghasilkan gejala klinis,
radiografis dan histologis yang baik, meskipun teknik ini membutuhkan biaya yang
tinggi (Kumar, 2011).
Gambar 5. Pulpotomi Laser
6. Ferric Sulfate
Perawatan menggunakan ferric sulfate dimana terdapat retensi maksimal dari jaringan
yang vital dan melindungi pulpa radikular tanpa induksi dentin reparatif (Kumar,
2011). Fei et al. 1990 membandingkan ferric sulfate dengan formocresol dan hasilnya
menunjukkan bahwa ferric sulfate lebih baik dari formokresol secar klini dan
evaluasi radiografi (Al-Dlaigan, 2015).
7. Bone Morphogenetic Protein.
Nakashima, 1990 melaporkan secara histologi bonemorphogenetic protein dalam
perawatan pulpotomi. Hasilnya menunjukkan bahwa terbentuk dentin reparatif pada
kavitas dari pulpa yang telah diamputasi. Sebagai tambahan, 8 minggu setelah
perawatan odontoblas membentuk tubular dentin di samping osteodentin (Al-Dlaigan,
2015).
8. Mineral Trioxide Aggregate (MTA)
Mineral Trioxide Agregate (MTA) berkembang dan diperkenalkan pada tahun 1993 di
Universitas Loma Linda, California, USA sebagai bahan pengisi saluran akar dan
telah disetujui oleh Administrasi makanan dan obat USA untuk perawatan gigi
manusia pada tahun 1998. MTA adalah bahan yang biokompatibel dan dapat menutup
rapat dengan amalgam dan seng oksida eugenol. MTA mempunyai kemampuan untuk
melepas sitokin dari bone sel (Kabaktchieva and Gateva, 2009). MTA terdiri dari
campuran trikalsium silikat, dikalsium silikat, trikalsium aluminat, kalsium sulfat
dehidrat, gipsum dan bismut oksida. Nama dagang MTA adalah ProRoot MTA, White
ProRoot MTA, MTA-Angelus, MTA Bio. Terdapat 2 bentuk MTA di pasaran yaitu
puti dan abu-abu (Kabaktchieva and Gateva, 2009). Penelitian Kabaktchieva and
Gateva, 2009 mengenai evaluasi tentang MTA menunjukkan bahwa:
a. Angka keberhasilan tinggi (klinis dan radiografi) sebagai agen pulpcapping pada
perawatan pulpotomi pada gigi sulung.
b. MTA dapat menggantikan formokresol sebagai agen pulpcapping pada gigi sulung.
c. MTA tidak menimbulkan resorpsi akar internal.
d. MTA tidak menunjukkan bahan mutagenik atau sitotoksin.
e. MTA biokompatibel dan cocok untuk penyembukan perforasi dengan menginduksi
sangat sedikit inflamasi.
f. Penelitian in vitro dari odontoblas manusia menunjukkkan bahwa MTA menstimulasi
sintesis sitokin dan interleukin.
g. MTA menstimulasi pembentukan jaringan keras dengan melepaskan kalsium dalam
bentuk kalsium hidroksida.
h. MTA menstimulasi pembentukan dentin bridge dan memeliharan vitalitas jaringan
pulpa.
9. Sodium Hipoklorit
Sodium hipoklorit mempunyai efek antimicrobial dan sebagai bahan pembersih,
kemampuan melarutkan jaringan dan aksi homeostatis. Ruby et al. Membandingkan
secara klinis dan radiografis antara sodium hipoklorit 3% dan Buckleys formokresol.
Penelitian ini menjukkan angka keberhasilan 100% secara klinis dan 80% secara
radiografis (Al-Dlaigan, 2015).
Biodentine ditempatkan dalam sebuah kapsul yang mengandung rasio yang baik
antara bubuk dan cairan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Bubuk Cairan
Tricalcium silicate (3CaO.SiO2) Calcium chloride (CaCl2.2H2O) sebagai
akselerator
merupakan komponen utama dari
sebagai filler.
Zirconium dioxide (ZrO2 ) untuk
memberikan radio-opacity
untuk semen.
Iron oxide
Flexural Strength tinggi adalah prasyarat pasti untuk setiap bahan restoratif untuk
efisiensi jangka panjang dalam rongga mulut. 3 poin lentur Flexural Strength yang
diperoleh dari Biodentine setelah 2 jam adalah 34 MPa (Garault et. al, 2006).
Waktu kerja Biodentine adalah 6 menit dengan final setting sekitar 10-12 menit.
Hal ini merupakan keunggulan dibandingkan dengan MTA yang memerlukan final setting
sekitar 2 jam (Singh et. al, 2014).
3.2.6 Radiopacity
3.2.7 Adhesi
3.2.8 Biokompatibilitas
Biodentine tidak beracun dan tidak memiliki efek buruk pada diferensiasi sel dan
fungsi sel tertentu. Biodentine meningkatkan sekresi TGF-B1 (faktor pertumbuhan) dari
sel pulpa yang menyebabkan angiogenesis, , diferensiasi sel dan mineralisasi (Laurent et.
al, 2012).
3.2.9 Bioaktivitas
Pulpotomi banyak digunakan sebagai metode terapi pulpa. Salah satu bahan
medikamen yang digunakan adalah Biodentine. Metode pulpotomi adalah prosedur klinis
yang paling sering diterima di bagian kedokteran gigi anak-anak ketika jaringan pulpa
koronal meradang dan pulp capping bukanlah pilihan yang cocok (Sulaiman et. al, 2015).
Pada pulpotomi gigi sulung pada umumnya digunakan formokresol. Penelitian saat ini
menunjukkan bahwa formokresol hanya sebagai agen devitalizing. Diperlukan bahan
regeneratif yang mempertahankan vitalitas pulpa, salah satunya adalah Biodentine.
Penggunaan Biodentine dalam prosedur pulpotomi sangat mudah dan memerlukan waktu
yang singkat, sementara formokresol penggunaannya masih membutuhkan sebuah bahan
restorative untuk menutup ruang pulpa, biodentine bertindak secara bersamaan karena
keduanya bisa digunakan sebahai dressing dan bahan pengisi (Sulaiman et. al, 2015)
Pada tahun 2012, Shayegan et al menyelidiki respon sel inflamasi dan pembentukan
jaringan keras setelah biodentine di aplikasikan pada pulpotomi gigi sulung.. Setelah 90 hari,
mereka menemukan bahwa jaringan pulpa normal tanpa tanda-tanda peradangan dan 9 dari
10 gigi menunjukkan terjadi kalsifikasi pada gigi yang dilakukan perawatan pulpotomi
menggunakan biodentine. Mereka menyimpulkan bahwa biodentine memiliki sifat bioaktif,
mendorong jaringan keras regenerasi, dan menghilangkan tanda-tanda keradangan pada gigi.
Berdasarkani hal tersebut dapat disimpulkan bahwa efek terapeutik biodentine setelah terapi
pulpotomi adalah menguntungkan. Biodentine memiliki potensi besar untuk mempertahankan
vitalitas pulpa pada pasien dengan perawatan pulpotomi. Oleh karena itu, materi yang unik
ini mungkin menjadi alternatif menarik untuk regenerasi kompleks dentin-pulpa.
Baru-baru ini pada Kongres ke-12 dari Eropa Academy of Pediatric Gigi (EAPD) di
Polandia, Rubanenko et.al, (2014) menyampaikan hasil awal perbandingan biodentine
dengan formokresol sebagai medikamen pulpotomi menunjukkan tingkat keberhasilan 100%
untuk biodentine sedangkan formokresol adalah 94% . Selain itu,hasil penelitian dari Cuadros
et. al (2014) juga didapatkan bahwa Biodentine tampaknya menjadi alternatif yang
menjanjikan untuk digunakan dalam pulpotomi dengan 100% klinis dan dengan gambaran
radiografi yang baik setelah 6 bulan follow up.
BAB 4. KESIMPULAN
Garrault S, Behr T, Nonat A. 2006. Formation of the C-S-H Layer during early hydration of
tricalcium silicate grains with different sizes. Journal of Physic Chemistry. Vol 110:
270-275.
Guneser M, Akbulut M, Eldeniz A. 2013. Effect of various endodontic irrigants on the push-
out bond strength of biodentine and conventional root perforation repair materials.
Journal of Endododontics Vol 39: 380-384.
Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Kabaktchieva R, Gateva N. 2009. Vital Pulpotomy in Primary Teeth with Mineral Trioxide
Agregate (MTA). Journal of IMAB-Annual Proceeding (Scientific Paper). p. 102-108.
Laurent P, Camps J, About I. 2012. Biodentine(TM) induces TGF-1 release from human
pulp cells and early dental pulp mineralization. Endodontics Journal Vol 45: 439-448.
Lewis B. 1998. Formadehyde in Dentistry: A Rivie for the Millenium. J Clin Pediatr Dent.
Vol 22: 167-178.