Anda di halaman 1dari 6

Perawatan Pulpotomi pada Gigi Sulung

Ditulis pada April 6, 2011


Pendahuluan
Karies dan cedera akibat trauma pada gigi masih sangat umum ditemukan pada anak dan
perawatan kerusakan yang luas yang ditimbulkannya masih merupakan bagian utama dari
praktik kedokteran gigi anak. Tujuan utama perawatan operatif pada anak adalah mencegah
meluasnya penyakit gigi dan memperbaiki gigi yang rusak sehingga dapat berfungsi kembali
secara sehat, sehingga integritas lengkung geligi dan kesehatan jaringan mulut dapat
dipertahankan (Whitworth & Nunn, 1997).
Perawatan pulpa pada gigi sulung dapat dianggap upaya preventif karena gigi yang telah
dirawat dengan berhasil dapat dipertahankan dalam keadaan nonpatologis sampai saat
tanggalnya yang normal. Dengan demikian, lengkung geligi dapat dipertahankan dalam
keadaan utuh, fungsi pengunyahan dipertahankan, infeksi dan peradangan kronis dapat
dihilangkan sehingga kesehatan jaringan mulut yang baik dapat dipertahankan. Untuk
mencapai tujuan ini, telah dikembangkan beberapa perawatan endodontik konservatif sebagai
perawatan alternatif selain pencabutan gigi (Budiyanti, 2006). Salah satu perawatan pulpa
konservatif pada gigi sulung adalah pulpotomi.
Definisi Pulpotomi
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti oleh
penempatan obat di atas orifise yang akan menstimulasikan perbaikan atau memumifikasikan
sisa jaringan pulpa vital pada akar gigi (Curzon et al.,1996). Pulpotomi disebut juga
pengangkatan sebagian jaringan pulpa. Biasanya jaringan pulpa di bagian mahkota yang
cedera atau mengalami infeksi dibuang untuk mempertahankan vitalitas jaringan pulpa dalam
saluran akar (Bence, 1990, Welbury, 2001).

Pulpotomi bertujuan untuk melindungi bagian akar pulpa, menghindari rasa sakit dan
pembengkakan, dan pada akhirnya untuk mempertahankan gigi (Kennedy, 1992). Pulpotomi
dapat dipilih sebagai perawatan pada kasus yang melibatkan kerusakan pulpa yang cukup
serius namun belum saatnya gigi tersebut untuk dicabut. Pulpotomi juga berguna untuk
mempertahankan gigi tanpa menimbulkan simtom-simtom khususnya pada anak-anak (Koch
dan Poulsen, 2001).
Keuntungan dari pulpotomi antara lain (1) dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau
dua kali kunjungan, (2) pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan
karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan sempit, (3) iritasi
obat obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada, dan (4) jika perawatan ini gagal
dapat dilakukan pulpektomi (Tarigan, 1994).
Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian yaitu : (1) pulpotomi vital, (2) pulpotomi devital/
mumifikasi (devitalized pulp amputatio), dan (3) pulpotomi non vital/ amputasi mortal.
Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian
koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan
medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi
vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung
umunya menggunakan formokresol atau glutaraldehid (Andlaw dan Rock, 1993; Kennedy,
1992).

Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam
kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik,
jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi
sulung dipakai pasta para formaldehid (Tarigan, 1994).
Pulpotomi non vital (mortal) adalah amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital
dan memberikan medikamen/ pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan
aseptik. Tujuan dari pulpotomi non vital adalah untuk mempertahankan gigi sulung non vital
untuk space maintainer (Andlaw dan Rock, 1993; Kennedy, 1992).
Indikasi dan Kontraindikasi Pulpotomi
Indikasi Pulpotomi
Secara umum Indikasi perawatan pulpotomi adalah perforasi pulpa karena proses karies atau
proses mekanis pada gigi sulung vital, tidak ada pulpitis radikular, tidak ada rasa sakit
spontan maupun menetap, panjang akar paling sedikit masih dua pertiga dari panjang
keseluruhan, tidak ada tanda-tanda resorpsi internal, tidak ada kehilangan tulang
interradikular, tidak ada fistula, perdarahan setelah amputasi pulpa berwarna pucat dan
mudah dikendalikan (Budiyanti, 2006). Selain itu indikasinya adalah anak yang kooperatif,
anak dengan pengalaman buruk pada pencabutan, untuk merawat pulpa gigi sulung yang
terbuka, merawat gigi yang apeks akar belum terbentuk sempurna, untuk gigi yang dapat
direstorasi (Bence, 1990, Andlaw dan Rock, 1993).
Secara terperinci, untuk masing-masing jenis pulpotomi adalah sebagai berikut.
a. Pulpotomi Vital
1) Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda tanda gejala peradangan pulpa
dalam kamar pulpa.
2) Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pulp capping
indirek yang kurang hati hati, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau trauma gigi
dengan terbukanya pulpa.
3) Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3
panjang akar gigi.
4) Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
5) Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
b. Pulpotomi Devital
1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi
terutama pada gigi posterior.
5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena
kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.
c. Pulpotomi Non-vital
1) Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
2) Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan
sebagai space maintainer.
3) Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
4) Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.
Kontraindikasi Pulpotomi
Secara umum kontraindikasi pulpotomi adalah sakit spontan, sakit pada amlam hari, sakit
pada perkusi, adanya pembengkakan, fistula, mobilitas patologis, resorpsi akar eksternal
patologis yang luas, resorpsi internal dalam saluran akar, radiolusensi di daerah periapikal
dan interradikular, kalsifikasi pulpa, terdapat pus atau eksudat serosa pada tempat perforasi,
dan perdarahan yang tidak dapat dikendalikan dari pulpa yang terpotong (Budiyanti, 2006).
Selain itu, kontraindikasinya adalah pasien yang tidak kooperatif, pasien dengan penyakit
jantung kongenital atau riwayat demam rematik, pasien dengan kesehatan umum yang buruk,
kehilangan tulang pada apeks dan atau di daerah furkasi (Kennedy, 1992; Andlaw dan Rock,
1993).
Secara terperinci, untuk masing-masing jenis pulpotomi adalah sebagai berikut.
a. Pulpotomi Vital
1) Rasa sakit spontan.
2) Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
3) Ada mobiliti yang patologi.
4) Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna
maupun eksterna.
5) Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat
rendah.
6) Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
b. Pulpotomi Devital
1) Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak mungkin dilakukan.
2) Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
3) Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.
Prosedur Perawatan Pulpotomi
Prosedur pulpotomi meliputi pengambilan seluruh pulpa bagain korona gigi dengan pulpa
terbuka karena karies yang sebagaian meradang, diikuti dengan peletakkan obat-obatan tepat
di atas pulpa yang terpotong. Setelah penempatan obat, selanjutnya dapat dilakukan
penumpatan permanen. Pada gigi sulung, prosedur pulpotomi dapat dilakukan dalam satu kali
kunjungan (Budiyanti, 2006).
Pada gigi sulung, prosedur pulpotomi dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan jika dibantu
dengan penggunaan anastesi lokal. Dalam hal ini tekniknya merupakan amputasi pulpa vital
(Kennedy, 1992). Prinsip dasar perawatan endodontik gigi sulung dengan pulpa non vital
adalah untuk mencegah sepsis dengan cara membuang jaringan pulpa non vital,
menghilangkan proses infeksi dari pulpa dan jaringan periapikal, memfiksasi bakteri yang
tersisa di saluran akar (Mathewson & Primosch,1995).

Gambar 1. Langkah-langkah perawatan pulpotomi vital formokresol satu kali kunjungan.
(1). Ekskavasi karies, (2). Buang atap kamar pulpa, (3). Buang pulpa di kamar pulpa dengan
ekskavator, (4). Pemotongan pulpa di orifis dengan bor bundar kecepatan rendah, (5).
Pemberian formokresol selama 5 menit, (6). Pengisian kamar pulpa dengan campuran zinc
oxide dengan formokresol dan eugenol, (7). Gigi yang telah di restorasi
Sumber: Curzon et al.,1996
Perawatan pulpotomi dinyatakan berhasil apabila kontrol setelah 6 bulan tidak ada keluhan,
tidak ada gejala klinis, tes vitalitas untuk pulpotomi vital (+) dan pada gambaran radiografik
lebih baik dibandingkan dengan foto awal. Tanda pertama kegagalan perawatan adalah
terjadinya resorpsi internal pada akar yang berdekatan dengan tempat pemberian obat. Pada
keadaan lanjut diikuti dengan resorpsi eksternal (Budiyanti, 2006).
Pada molar sulung, radiolusensi berkembang di daerah apeks bifurkasi atau trifurkasi,
sedangkan pada gigi anterior di daerah apeks atau di sebelah lateral akar (Camp et al., 2002).
Apabila infeki pulpa sampai melibatkan benih gigi pengganti, atau gigi mengalami resopsi
internal atau eksternal yang luas, maka sebaiknya dicabut (Whitworth & Nunn, 1997).

Ali Taqwim, Mahasiswa Profesi Kedokteran Gigi universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai