Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah bioteknologi pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang
insinyur Hongaria pada tahun 1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam
skala besar dengan menggunakan bit gula sebagai sumber pakannya
(Suwanto,1998). Beragam batasan dan pengertian dikemukakan oleh berbagai
lembaga untuk menjelaskan tentang bioteknologi.
Bioteknologi berasal dari kata: Bios: hidup; Teuchos: alat; Logos: ilmu;
sehingga bioteknologi dapat diartikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari
pemanfaatan makhlukn hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk
dari makhluk hidup (protein bioaktif, enzim, vitamin, asam basa organik, alkohol,
dan lain lain) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa
(Ahmad, 2014).
Menurut Bull et al. (1982), bioteknologi merupakan penerapan asas-asas
sains (ilmu pengetahuan alam) dan rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu
bahan dengan melibatkan aktivitas jasad hidup untuk menghasilkan barang
dan/atau jasa. Secara umum, bioteknologi dapat diklafikasikan menjadi dua arah
yaitu: bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern.
Perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata,
tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biologi molekuler,
mikrobiologi, biokimia, imunologi, genetika, dan biologi sel. Dengan kata lain,
bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu
yang dapat dikelompokkan dalam dua cabang ilmu, yaitu ilmu biologi, kimia, dan
ilmu teknik dalam proses produksi barang dan jasa (Ahmad, 2014).
Banyak batasan yang diberikan oleh para ahli akan tetapi komponen utama
proses bioteknologi terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu bagian berkaitan dengan
katalis biologis (enzim) yang terbaik untuk fungsi tertentu atau proses (agen
biologis mikroba; enzim, sel tanaman, sel hewan), bagian kedua menciptakan
(dengan konstruksi dan operasi teknis) kondisi terbaik untuk proses katalis
(pendayagunaan secara teknologis dan industrial), dan bagian ketiga (pengolahan

1
2

downstream) berkaitan dengan pemisahan dan pemurnian produk esensial atau


produk dari proses fermentasi (produk dan jasa yang diperoleh) (Ahmad, 2014).
Dahulu bioteknologi dianalogikan dengan industri mikrobiologi (industri
yang berbasis pada peran agen-agen mikroba). Tetapi perkembangan selanjutnya,
tanaman dan hewan juga dieksploitasi secara komersial seperti; hortikultura dan
agrikultura. Dengan demikian, payung bioteknologi sangatlah luas mencakup
semua teknik untuk menghasilkan barang dan jasa dengan memanfaatkan sistem
biologi atau sel hidup (Ahmad, 2014).
Prinsip-prisip bioteknologi telah digunakan untuk membuat dan
memodifikasi tanaman, hewan, dan produk makanan. Bioteknologi yang
menggunakan teknologi yang masih sederhana ini disebut bioteknologi
konvensional atau tradisional. Penerapan bioteknologi konvensional ini sering
diterapkan dalam pembuatan produk-produk makanan. Seiring dengan
perkembangan dan penemuan dibidang molekuler maka teknologi yang digunakan
dalam bioteknologi pada saat ini semakin canggih. Bioteknologi yang
menggunakan teknologi canggih ini disebut bioteknologi modern
(Nurcahyo,1997). Oleh karena itu, disusunlah makalah yang berjudul Mengkaji
Bioteknologi konvensional dan modern.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana Perbedaan antara Bioteknologi Konvensional dengan
Bioteknologi Moderen?
2. Bagaimana ciri-ciri dan contoh dari Bioteknologi Konvensional?
3. Bagaimana ciri-ciri dan contoh dari Bioteknologi Bioteknologi Moderen?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah belakang diatas, tujuan dari penyusunan
makalah sebagai berikut.
1. Mengetahui cara membedakan antara Bioteknologi Konvensional dengan
Bioteknologi Moderen.
2. Mengetahui ciri-ciri dan contoh dari Bioteknologi Konvensional.
3. Mengetahui ciri-ciri dan contoh dari Bioteknologi Bioteknologi
Moderen.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbedaan Bioteknologi Konvensional dan Modern


Bioteknologi konvensional adalah bioteknologi yang menggunakan
mikroorganisme sebagai alat untuk menghasilkan produk dan jasa, misalnya
jamur dan bakteri yang menghasilkan enzim-enzim tertentu untuk melakukan
metabolisme sehingga diperoleh produk yang diinginkan (Nurcahyo, 1997).
Bioteknologi konvensional dalam (Nurcahyo, 1997) dijelaskan bahwa
merupakan bioteknologi sederhana. Bioteknologi ini mempunyai beberapa
manfaat, yaitu:
1) Meningkatkan nilai gizi dari produk-produk makanan dan minuman.
2) Menciptakan sumber makanan baru, misalnya dari air kelapa dapat diciptakan
makanan baru yaitu Nata de coco.
3) Dapat membuat makanan yang tahan lama, misalnya asinan.
4) Secara tidak langsung dapat meningkatkan perekonomian rakyat karena
bioteknologi sederhana tidak banyak membutuhkan biaya sehingga
masyarakat kecil bisa melakukannya dan menjual hasilnya untuk keperluan
hidup sehari-hari. Contohnya tempe dan tape. Proses pembuatan tempe dan
tape termasuk bioteknologi.
Sedangkan bioteknologi modern adalah bioteknologi yang menggunakan
teknik rekayasa genetika, seperti DNA rekombinan. DNA rekombinan yaitu
pemutusan dan penyambungan DNA, dengan cara kultur jaringan, kloning, dan
fusi sel (Primrose, 1987).
Menurut Primrose (1987), perbedaan Bioteknologi Konvensional dan
Modern berasarkan kelebihan dan kekurangannya, yaitu:
1) Bioteknologi Konvensional
Kelebihan :
Relatif murah
Teknologi genetic sederhana
Pengaruh jangka panjang umumnya sudah diketahui karena sistemnya
sudah mapan
Kekurangan:
Perbaikan sifat genetik tidak terarah
Tidak dapat mengatasi ketidaksesuaian genetik (inkompatibilitas)

3
4

Hasil tidak dapat diperkirakan sebelumnya


Memerlukan waktu lebih lama
2) Bioteknologi Modern
Kelebihan :
Perbaikan sifat genetik dilakukan secara terarah
Dapat mengatasi kendala ketidaksesuaian genetic
Hasil dapat diperhitungan
Dapat menghasilkan jasad baru dengan sifat baru yang tidak ada pada
jasad alami
Dapat memperpendek jangka waktu pengembangan galur tanaman
baru
Dapat meningkatkan kualitas
Kekurangan:
Relatif mahal
Memerlukan kecanggihan teknologi
Pengaruh jangka panjang belum diketahui

B. Ciri-ciri Bioteknologi Konvensional


Dalam bioteknologi konvensional, penerapan teknik-teknik biologi,
biokimia atau rekayasa masih sangat terbatas sehingga belum mencapai aras
rekayasa molecular yang terarah. Dalam hal ini agensia jasad hidup digunakan
sebagaimana apa adanya. Kalaupun ada rekayasa, maka rekayasa tersebut masih
dalam aras yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Sebagai contoh, untuk
meningkatkan produksi etanol oleh mikroba tertentu, para ilmuwan telah
menerapkan teknik mutasi genetik sejak puluhan tahun yang silam. Pada awal
perkembangannya, teknik mutasi tersebut dilakukan secara acak sehingga hasil
mutasi tidak dapat sepenuhnya dikendalikan atau diramalkan.

Menurut Clegg, et al., (1990) adapun ciri-ciri bioteknologi konvensional


yaitu:
1. Memakai makhluk hidirup secara langsung
2. Tanpa didasari prinsip ilmiah
3. Berdasarkan keterampilan yg diwariskan turun-temurun
4. Dapat diproduksi secara masal
Menurut Nurcahyo (1997), contoh bioteknologi konvensional yaitu:
a) Proses Pembuatan Tempe
Proses pembuatan tempe adalah proses peragian (fermentasi) oleh kapang
Rhizopus sp, yaitu R. orizae , R. chlamidosporus. Spora kapang ini tumbuh pada
kedelai dan membentuk benang-benang (miselium) yang mengikat biji-biji kedelai
5

satu dengan lain sehingga didapatkan massa yang kompak. Selama waktu
inkubasi, Rhizopus sp yang digunakan adalah yang terdapat pada tempe yang
sudah jadi atau pada bekas pembungkusnya. Spora kapang ini juga dapat
diawetkan pada daun waru (Hibiscustiliaceus).
Proses fermentasi pada kedelai dapat menyebabkan perubahan kimia
protein karena adanya enzim proteolitik, menyebabkan degradasi protein kedelai
menjadi asam amino. Sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5%,
degradasi protein ini juga menyebabkan peningkatan PH. Nilai PH tempe yang
baik berkisar antara 6,3-6,5. Aktivitas protease terdeteksi setelah fermentasi 12
jam ketika pertumbuhan hifa kapang masih relatif sedikit. Hanya 5% dari
hidrolisis protein yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi . Sisanya
terakumulasi dalam bentuk peptida dan asam amino. Asam amino mengalami
perubahan dari 1,02 menjadi 50,95 setelah fermentasi 48jam. Proses perendaman
dan pemasakan juga mempengaruhi hilangnya protein, selama perendaman
protein turun sebanyak 1,4%. Selama fermentasi protein kasar hanya sedikit yang
berubah tetapi kelarutannya meningkat menjadi kira-kira 50% (Nurcahyo, 1997).
Suhu meningkat selama fermentasi dan akan akan menurun jika
pertumbuhan jamur terhenti. PH meningkat, disebabkan oleh penurunan protein.
Fermentasi juga meningkatkan padatan terlarut, peningkatan total solid ternyata
dapat meningkatkan daya cerna tempe dibandingkan kedelai rebus. Selama
fermentasi terjadi peningkatan Ph secara bertahap 5,0-7,5 disebabkan
terbentuknya NH3 pada tahap fermentasi. Pada proses fermentasi tempe juga
terjadi perubahan kimia lemak, kapang akan menguraikan sebagian besar lemak
dalam kedelai selama fermentasi. Pembebasan asam lemak ditandai dengan
meningkatnya angka asam 50-70 kali sebelum fermentasi. Lemak dalam tempe
tidak mengandung kolesterol, lemak dalam tempe juga tahan terhadap ketengikan
karena adanya antioksidan alami yang dihasilakn oleh kapang. Adanya enzim
pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe maka protein, lemak, dan
karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna didalam tubuh dibandingkan
yang terdapat dalam kedelai.
Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang
disebabkan oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Jamur yang berperanan dalam
proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting
6

dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya,


kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin-vitamin B,
kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora,
dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai.

Gambar 2.1: Proses Pembuatan Tape (Sumber: google.co.id)

b) Proses Pembuatan Yoghurt


Yoghurt adalah salah satu hasil olahan susu dengan cara difermentasi
sehingga rasanya asam dan manis. Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus menguraikan laktosa atau gula susu menjadi asam
laktat yang menyebabkan menjadi asam.
Proses pembuatan susu fermentasi meliputi (1) homogenisasi yaitu untuk
mencegah timbulnya lapisan lemak pada permukaan, sehingga diperoleh produk
yang teksturnya halus, (2) pasteurisasi untuk menginaktifkan enzim dan juga
membunuh mikroba patogen dalam susu, (3) pendinginan dilakukan sampai suhu
mencapai 30-45oC, yang merupakan suhu optimal untuk Lactobacillus bulgaricus,
Streptococcus thermophilus, (4) Inokulasi dan (5) Inkubasi (Wahyudi dan
Suwanto, 19988). Susu mempunyai warna putih kebiru-biruan sampai kuning
kecoklat-coklatan. Warna putih pada susu, serta penampakannya adalah akibat
penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat,
dan bahan utama yang memberi warna kekuning-kuningan adalah karoten dan
riboflavin (Cegg, et al., (1990).
7

Prinsip utama pembuatan asam laktat dengan proses fermentasi adalah


pemecahan laktosa menjadi bentuk monosakaridanya dan dari monosakarida
tersebut dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh Lactobacillus sp. akan
diubah menjadi asam laktat. Asam laktat murni tidak berbau, tidak berwarna, dan
bersifat higroskopis pada suhu kamar. Dalam keadaan tidak murni asam laktat
berwarna kekuningan karena mengandung pigmen karoten (Sopandi, 2014).
Proses fermentasi dilakukan sampai pH mencapai 4,4-4,5 yang diikuti
dengan terbentuknya flavor asam yang khas karena terbentuknya senyawa-
senyawa asam laktat, asam asetat, asetaldehid, dan senyawa volatil lainnya. Pada
pH rendah (asam), protein susu akan mengalami koagulasi sehingga terbentuk
koagulan, yang makin lama makin banyak (Sopandi, 2014).
Menurut Sopandi (2014), bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan
berbagai komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan
pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan
pada pembentukan citarasa.
Pada mikroba yang menjalankan fermentasi, energi yang dihasilkan sedikit
sekali karena electron yang terbentuk tidak diubah menjadi energy tetapi
ditangkap oleh asam piruvat sehingga terbentuk asam laktat, seperti terlihat pada
reaksi dibawah ini:

Asam Piruvat Asam Laktat

Gambar 2.2: Produk Yoghurt (Sumber: google.co.id)

c) Proses Pembuatan Keju


Langkah pertama dalam pembuatan keju pada umumnya adalah
menambahkan asam laktat bakteri dan rennin (enzim dari perut anak sapi) atau
8

bakterial enzim susu. Bakteri tersebut memasamkan bakteri dan enzimnya


menggumpalkan protein kasein susu. Bagian yang padat, yaitu curd (dadih)
digunakan untuk membuat keju dan bagian yang cair, yaitu whey (air dadih)
merupakan limbah dari proses ini. Biasanya asam laktat diekstraksi dari whey.
Dalam pemisahan curd dan whey ada perbedaan jumlah kelembaban tergantung
dari jenis keju yang akan dibuat. Untuk keju yang Lunak, whey hanya dibiarkan
dari dadi, untuk keju keras, panas dan tekanan yang digunakan untuk mengekstrak
atau menguragi kelembaban lebih banyak. Hampir semua keju rasnya asin
pengasinan membantu menghilangkan air, mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak diinginkan, dan berkontribusi terhadap rasa keju
(Clegg, 1990 :836). Proses pembuatan keju dapat dilihat pada gambar 2.3.

(a) (b)
9

(c)
Gambar 2.3: Proses pembuatan keju. (a) Bakteri Lactobacili dan enzim rennin
ditambahkan untuk pasturisasi susu. Bakteri membuat rasa masam pada keju dan
rennin menggumpalkan proterin kasein susu. (b) susu berubah menjadi curd atau
dadih (bagian yang mengeras) dan whey atau air dadih (bagian yang lunak). (c) keju
yang ditekan dipindah dari tempat seperti tong atau bak dan diapungkan dalam
sebuan tangki berisi air garam.

d) Proses Pembuatan Tape


Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia.Tape dibuat dari bahan makanan yang mengandung
karbohidrat seperti singkong, ketan dan bahan-bahan lain yang mengandung
tepung/ karbohidrat. Tape mempunyai rasamanis, beraroma alkohol dan
mempunyai tekstur yang lunak seperti pasta.
Suwanto (1998:59) mengungkapkan suatu bahan disebut tape apabila
bahan yang telah diragikan berubah menjadi lebih lunak, rasa manis keasam-
asaman dan berbau alkohol. Hal ini disebabkan oleh kegiatan mikroba-mikroba
tertentu yang dapat menghasilkan enzim yang mampu merombak subtrat menjadi
gula dan alkohol.
Proses pembuatan tape dari tinjauan Teknik Kimia merupakan
proseskonversi karbohidrat (pati) yang terkandung dalam ketan hitam menjadi
gula kemudian berlanjut menjadi alkohol melalui proses biologi dan kimia
(biokimia) berikut:
Hidrolisis Fermentasi
Pati Glukosa Alkohol
Proses hidrolisis melalui reaksi sebagai berikut :
Hidrolisis
(C6H10O5)n + n H2On (C6H12O6)
Fermentasi oleh ragi, misalnya Saccharomyces cereviseae dapat
menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 melalui reaksi sebagai berikut :

Ragi

(C6H10O5) 2C2H5OH + 2 CO2


10

Gambar 2.4: Produk Tape Singkong (Sumber: google.co.id)

e) Proses Pembuatan Nata de Coco


Nata yang dibuat dari air kelapa dinamakan nata de coco, nata yang dibuat
dari air sisa pembuatan tahu disebut nata de soya. Sedangkan nata de pina
merupakan medium yang digunakan untuk membuat kultur murni baketri
Axetobacter xylinum. Makanan rendah serat nata diguankan sebagai makanan
penyegar atau pencuci mulut (food dessert). Di Indonesia sendiri nata mulai
popular sejak tahun 1981. Nata dapat dipakai sebagai bahan pengisi es krim,
pencampur fruit coctail, yoghurt dan sebagainya. Disamping itu, nata de coco
maupun nata de soya bisa digolongkan pada dietry fiber yang memberikan andil
cukup berarti untuk kelangsungan proses fisiologi secara normal.
Sebenarnya nata berarti bacterial celulose atau selulosa sintesis, hasil
sintesa dari gula oleh bakteri pembentuk nata, yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri
ini adalah bakteri asam asetat, bersifat aerobik, gram negatif dan berbentuk batang
pendek. Dalam medium cair A. xylinum membentuk suatu lapisan (massa) yang
dapat mencapai ketebalan beberapa senti meter. Bakteri itu sendiri terperangkap
dalam massa fiber yang dibuatnya. Untuk dapat menghasilkan massa yang kokoh,
kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang, perlu diperhatikan suhu inkubasi
(peraman), komposisi, dan pH (keasaman media).
11

Gambar 2.5: Produk Nata de Coco (Sumber: google.co.id)

C. Ciri-ciri Bioteknologi Modern


Dalam perkembangannya, bioteknologi kini telah mencapai aras rekayasa
yang jauh lebih terarah sehingga hasilnya dapat lebih, atau bahkan sepenuhnya
dikendalikan. Sebagai contoh sekarang telah dimungkinkan untuk melakukan
manipulasi genetik pada suatu jasad secara sangat terarah sehingga hasil
manipulasi tersebut dapat diramalkan secara lebih pasti. Teknik manipulasi
semacam ini mulai berkembang ketika para ilmuwan berhasil melakukan teknik
manipulasi bahan genetik (DNA) secara in vitro. Dengan teknik yang dikenal
sebagai DNA rekombinan, atau rekayasa genetik (genetic engineering), para
ilmuwan dapat menyambung molekul-molekul DNA yang berasal dari jasad yang
berbeda menjadi suatu molekul rekombinan. Perkembangan teknik biologi
molekuler semacam ini akhirnya menumbuhkan madzhab bioteknologi baru yaitu
bioteknologi modern yang berbeda secara substansial dibanding dengan
bioteknologi konvensional (Nurcahyo, 1997).
Menurut Clegg, et al., (1990) adapun ciri-ciri bioteknologi modern yaitu:
1. Memakai makhluk hidup dan komponennya secara langsung
2. Menggunakan prinsip-prinsip ilmiah
3. Hasil pengkajian berbagi disiplin ilmu yang mendalam
4. Tidak dapat diproduksi secara masal
Menurut Suwanto 1998, bioteknologi modern tidak terlepas dengan
aplikasi metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of geneticlgy)
seperti:
1. Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk memperbanyak jaringan/sel
yang berasal atau yang didapat dari jaringan orisinal tumbuhan atau hewan
12

setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi) secara mekanis,


atau kimiawi (enzimatis) secara in vitro (dalam tabung kaca).

Gambar 2.6: Kultur Jaringan Tumbuhan (Sumber: Waluyo, 2005)

2. Teknologi DNA rekombinan (recombinant DNA technology) adalah suatu


metode untuk merekayasa 12genetic dengan cara menyisipkan (insert) gena
yang dikehendaki ke dalam suatu genetic. Transgenik adalah suatu metode
untuk. Rekayasa protein (protein engineering).
3. Hibridoma adalah suatu metode untuk menggabungkan dua macam sel
eukariot dengan tujuan mendapatkan sel genetic yang memiliki kemampuan
kedua sel induknya.
4. Kloning adalah suatu metode untuk menghasilkan keturunan yang
dikehendaki sama persis dengan induknya.

Gambar 2.7: Kloning (Sumber: Waluyo, 2005)


5. Polymerase chains reaction (PCR) merupakan metode yang sangat genetic
untuk mendeteksi dan menganalisis sekuen asam nukleat. RT-PCR untuk
memperbanyak (amplifikasi) rantai RNA menjadi DNA.
13

6. Hibridisasi DNA adalah metode untuk menyeleksi sekuen DNA dengan


menggunakan probes DNA untuk hibridisasi (pencangkokan) rantai DNA.
Pita ganda (double stranded, ds) DNA secara 13genetic13l dapat dipisahkan
dengan pemanasan atau agen kimia untuk mendapatkan pita tunggal (single
stranded, ss), disebut proses denaturasi. Dengan pendinginan dan terkontrol,
pita yang terpisah dapat disatukan lagi (reanneal) tetapi hanya dalam sekuen
komplementer.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka kesimpulan yang diambil adalah:
1. Bioteknologi modern adalah bioteknologi yang menggunakan teknik rekayasa
genetika, seperti DNA rekombinan. Sedangkan bioteknologi konvensional
adalah bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme sebagai alat untuk
menghasilkan produk dan jasa, misalnya jamur dan bakteri yang
menghasilkan enzim-enzim tertentu untuk melakukan metabolisme sehingga
diperoleh produk yang diinginkan.
2. Ciri-ciri bioteknologi konvensional yaitu: 1) Memakai makhluk hidup secara
langsung, 2) Tanpa didasari prinsip ilmiah, 3) Berdasarkan keterampilan yg
diwariskan turun-temurun, 4) Dapat diproduksi secara masal. Contoh
bioteknologi konvensional yaitu dalam pembuatan tempe, tape singkong,
yoghurt, keju, dan nata de coco.
3. Ciri-ciri bioteknologi modern yaitu: 1) Memakai makhluk hidup dan
komponennya secara langsung, 2) Menggunakan prinsip-prinsip ilmiah, 3)
Hasil pengkajian berbagi disiplin ilmu yang mendalam, 4) Tidak dapat
diproduksi secara masal.

B. Saran
Sebaiknya dalam membuat makalah ini tidak terburu-buru dan lebih
banyak mencari sumber atau kajian teori yang lebih banyak lagi. Lebih baik lagi
apabila diberi batasan untuk isi makalah yang akan digunakan

14
15

DAFTAR RUJUKAN

Ahmad, ahyar. 2014. Hibah Penulisan Buku Ajar : Bioteknologi Dasar.Makassar :


Universitas Hasanudin.

Clegg, M. T. and M. L. Durbin, 1990, Molecular Approaches to the Study of Plant


Biosystematics, Australian Syst. Bot.

Nurcahyo,. H. (1997). Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia


Berorientasi pada Penguasaan Bioteknologi Cakrawala Pendidikan. Edisi
Khusus Dies Mei , 1997.

Primrose, S.B. (1987). Modern Biotechnology. Oxford: Blackwell Scientific


Publications.

Sopandi, Tatang. 2014. Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktikum. Yogyakarta :


ANDI

Suwanto. 1998. Bioteknologi molekuler: Mengoptimalkan manfaat keanekaan


hayati melalui teknologi DNA rekombinan (in Indonesian). Bogor: IPB.

Waluyo, Lud. 2005. Modul Bioteknologi. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri


Yogyakarta Prees.

Anda mungkin juga menyukai