Oleh
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Tulisan ini hanya ringkasan dan tidak memuat dalil-dalil semua permasalahan secara terperinci.
Maka barangsiapa di antara pembaca yang ingin mengetahui dalil-dalil setiap pembahasan
dipersilahkan membaca kitab aslinya Ahkaamul Janaaiz wa Bidihaa karya Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani rahimahullah
MENJELANG MATI
1. Menjelang mati, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :
a. Mentalqin (menuntun) mengucapkan -Laa Ilaha Illal-llah- Artinya : Tiada yang berhak
disembah selain Allah
b. Mendoakan
c. Mengucapkan perkataan yang baik.
2. Adapun membacakan surat Yaa sin di sisi orang yang meninggal atau menghadapkan ke kiblat
maka amalan tersebut tidak ada dalilnya.
3. Seorang muslim boleh menghadiri kematian orang non-muslim untuk menganjurkan
kepadanya supaya masuk Islam (sebelum meninggal dunia).
MEMANDIKAN MAYIT
1. Jika sudah meninggal, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus segera
memandikannya.
2. Dalam memandikan mayit, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Memandikan tiga kali atau lebih, sesuai dengan yang dibutuhkan
Memandikan dengan junlah ganjil
Mencampur sebagian dengan sidr, atau yang bisa menggantikan fungsinya seperti sabun
Mencampur mandi terakhir dengan wangi-wangian seperti kapur barus/kamper dan ini lebih
afdhal. (terkecuali jika yang meninggal sedang melakukan ihram maka tidak boleh diberi wangi-
wangian)
Ikatan rambut harus dibuka, lalu rambut dicuci dengan baik.
Menyisir rambut
Mengikat mejadi tiga bagian untuk rambut wanita, lalu mebentangkan ke belakangnya
Memulai memandikan dari bagian kanannya dan anggota wudhunya dan anggota wudhunya
Laki-laki dimandikan oleh laki-laki juga, dan wanita dimandikan oleh wanita juga. (Terkecuali
bagi suami-istri, boleh saling memandikan, karena ada dalil sunnah yang memperkuat amalan
ini)
Memandikan dengan potongan-potongan kain dalam keadaan terbuka dengan kain di atas
tubuhnya setelah membuka semua pakaiannya
Yang memandikan mayit adalah orang yang lebih mengetahui cara penyelenggaraan
mayat/jenazah sesuai dengan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, lebih-lebih jika termasuk
kerabat keluarga mayit.
3. Yang memandikan mayyit akan mendapatkan pahala yang besar jika memenuhi dua syarat
berikut.
Menutupi kekurangan yang ia dapati dari mayit dan tidak menceritakan kepada orang lain
Ikhlas karena Allah semata dalam mejalankan urusan jenazah tanpa mengharapkan pamrih dan
terima kasih serta tanpa tujuan-tujuan duniawi. Karena Allah tidak menerima amalan akhirat
tanpa keikhlasan semata-mata kepada-Nya.
4. Danjurkan bagi yang memandikan jenazah supaya mandi. (Tidak diwajibkan).
5. Tidak disyariatkan memandikan orang yang mati syahid di medan perang, meskipun ia gugur
dalam keadaan junub.
MENGKAFANI MAYIT
1. Setelah selesai memandikan mayat, maka wajib dikafani.
2. Kain kafan serta biayanya diambil dari harta si mayit sendiri, meskipun hartanya sampai habis,
tidak ada yang tertinggal lagi.
3. Seharusnya kain kafan menutupi semua anggota tubuhnya.
4. Jika seandainya kain kafan tidak mencukupi semua tubuhnya, maka diutamakan menutupi
kepalanya sampai ke sebagian tubuhnya, adapun yang masih terbuka maka ditutupi dengan daun-
daunan yang wangi. (Hal yang seperti ini jarang terjadi pada zaman kita sekarang ini, tetapi ini
adalah hukum syari).
5. Jika kain kafan kurang, sementara jumlah mayat banyak, maka boleh mengkafani mereka
secara massal dalam satu kafan, yaitu dengan cara mebagi-bagi jumlah tertentu di kalangan
mereka dengan mendahulukan orang-orang yang lebih banyak mengetahui dan menghafal Al-
Quran ke arah kiblat
6. Tidak boleh membuka pakaian orang yang mati syahid yang dipakainya sewaktu mati, ia
dikuburkan dengan pakaian yang dipakai syahid.
7. Dianjurkan mengkafani orang yang mati syahid dengan selembar kain kafan atau lebih di atas
pakaian yang sedang di pakai
8. Orang yang mati dalam keadaan berihram dikafani dengan kedua pakaian ihram yang sedang
dipakainya
9. Hal-hal yang dianjurkan dalam pemakaian kain kafan :
Warna putih
Menyiapkan tiga lembar
Satu diantaranya bergaris-garis (Ini tidak bertentangan dengan bagian (a) karena dua hal :
Pada umumnya kain putih bergaris-garis putih, Di antara ketiga lembar kafan tadi, satu yang
bergaris-garis sedangkan yang lainnya putih
Memberikan wangi-wangian tiga kali.
10. Tidak boleh berfoya-foya dalam pemakain kain kafan, dan tidak boleh lebih dari tiga lembar,
karena hal itu menyalahi cara kafan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dan terlebih lagi
perbuatan itu dianggap menyia-nyiakan harta
11. Dalam cara mengkafani tadi, mengkafani wanita sama caranya dengan mengkafani pria
karena tidak adanya dalil yang menjelaskan perbedaan itu.
SHALAT JENAZAH
1.Menshalati mayat muslim hukumnya fardhu kifayah
2. Yang tidak wajib hukumnya dishalati (tapi boleh) :
. Anak yang belum baligh [Boleh dishalati meskipun lahir karena keguguran, yaitu yang gugur
dari kandungan ibunya sebelum sempurna umur kandungan. Ini jika umurnya dalam kandungan
ibunya sampai empat bulan. Jika gugur sebelum empat bulan maka ia tidak dishalati].
Orang yang mati syahid
3. Disyariatkan menshalati :
Orang yang meninggal karena dibunuh dalam pelaksaanaan huhud hukum Allah
Orang yang berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang haram. Orang ahlul ilmi dan ahlul diin
tidak menshalati supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang seperti itu
Orang yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi utang-utangnya, maka
orang yang seperti ini dihsalati
Orang yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati sementara
yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di kuburnya.
Orang yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati di sana, maka
sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib. [Karena tidak semua yang
meninggal dishalati dengan shalat gaib]
4. Diharamkan menshalati, memohonkan ampunan dan rahmat untuk orang-orang kafir dan
orang-orang munafik [mereka bisa diketahui dari sikap mereka memperolok-olokkan serta
memusuhi hukum dan syariat Islam, dengan ciri-ciri yang lain].
5. Berjamaah dalam shalat jenazah hukumnya wajib, seperti halnya dengan shalat-shalat wajib
yang lainnya. Jika merek shalat jenazah satu persatu/sendiri-sendiri maka kewajiban shalat
jenazah sudah terpenuhi, tetapi mereka berdosa karena meninggalkan jamaah, wallahu alam.
6. Jumlah minimal jemaah yang tersebutkan dalam pelaksanaan shalat jenazah adalah tiga orang.
7. Lebih banyak jumlah jemaah lebih afdhal bagi mayit.
8. Disukai membuat shaf/baris di belakang imam tiga shaf ke atas.
9. Jika yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu tidak berdiri pas di samping
imam sejajar seperti halnya dalam shalat-shalat lain, tapi ia berdiri di belakang imam. [Dari sini
anda mengetahui kesalahan banyak orang bahkan orang-orang terpelajar yaitu dalam shalat-
shalat biasa lainnya jika hanya berdua maka yang mamum mundur sedikit dari posisi yang
sejajar imam].
10. Pemimpin umat atau wakilnya lebih berhak menjadi imam dalam shalat, jika keduanya tidak
ada maka yang lebih pantas mengimami adalah yang lebih baik bacaan/hafalan Quran-nya,
kemudian yang selanjutnya tersebutkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
11. Jika kebetulkan banyak sekali jenazah terdiri dari jenazah laki-laki dan jenazah wanita, maka
mereka dishalati sekali shalat. Jenazah laki-laki (meskipun masih anak-anak) diletakkan lebih
dekat dengan imam, sedangkan jenazah wanita di arah kiblat.
12. Boleh juga dishalati satu persatu, karena ini adalah hukum asalnya.
13. Lebih afdhal jika shalat jenazah di luar masjid, yaitu di suatu tempat yang disiapkan untuk
shalat jenazah, dan boleh juga di masjid karena semuanya ini pernah diamalkan oleh Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam.
14. Tidak boleh shalat jenazah di antara pekuburan
15. Imam berdiri di posisi kepala mayat laki-laki dan di posisi pertengahan mayat wanita.
16. Bertakbir 4 kali inilah yang paling kuat atau 5 sampai 9 kali, semua ini sah dari Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam. Lebih utama jika diragamkan, kadang-kadang mengamalkan yang
satu dan kadang-kadang mengamalkan yang lain.
17. Disyariatkan mengangkat kedua tangan pada takbir yang pertama saja.
18. Lalu melatakkan tangan kanan di atas tangan kiri lalu menempelkan di dada.
19. Setelah takbir yang pertama membaca surah Al-Fatihah dan satu surah. (Disini tidak ada
penjelasan yang menyebutkan adanya doa istiftaah)
20. Bacaan dalam shalat jenazah sifatnya sir (pelan).
21. Lalu takbir yang kedua kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam.
22. Lalu bertakbir untuk takbir selanjutnya, dan mengikhlaskan doa untuk mayyit.
23. Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, seperti :
Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, ia memerlukan rahmat-Mu, Engkau berkuasa
untuk tidak menyiksanya, jika ia baik maka tambahlah kebaikannya, jika ia jahat maka
maafkanlah kejahatannya
MENGUBURKAN MAYIT
1. Wajib menguburkan mayyit, meskipun kafir.
2. Tidak boleh menguburkan seorang muslim dengan seorang kafir, begitu pula sebaliknya, harus
dipekuburan masing-masing.
3. Menurut sunnah Rasul, menguburkan di tempat penguburan, kecuali orang-orang yang mati
syahid mereka dikuburkan di lokasi mereka gugur tidak dipindahkan ke penguburan. [Hal ini
memuat bantahan terhadap sebagian orang yang mewasiatkan supaya dikuburkan di masjid atau
di makam khusus atau di tempat lainnya yang sebenarnya tidak boleh di dalam syariat Allah
Subhanahu wa Taala]
4. Tidak boleh menguburkan pada waktu-waktu terlarang atau pada waktu malam, kecuali karena
dalam keadaan darurat, meskipun dengan cara memakai lampu dan turun di lubang kubur untuk
memudahkan pelaksanaan penguburan.
5. Wajib memperdalam lubang kubur, memperluas serta memperbaiki.
6. Penataan kubur tempat mayat ada dua cara yang dibolehkan :
Lahad : yaitu melubangi liang kubur ke arah kiblat (ini yang afdhal).
Syaq : Melubangi ke bawah di pertengahan liang kubur.
7. Dalam kondisi darurat boleh menguburkan dalam satu lubang dua mayat atau lebih, dan yang
lebih didahulukan adalah yang lebih afdhal di antara mereka.
8. Yang menurunkan mayat adalah kaum laki-laki (mekipun mayatnya perempuan).
9. Para wali-wali si mayyit lebih berhak menurunkannya.
10. Boleh seorang suami mengerjakan sendiri penguburan istrinya.
11. Dipersyaratkan bagi yang menguburkan wanita ; yang semalam itu tidak menyetubuhi
isterinya.
12. Menurut sunnah : memasukkan mayat dari arah belakang liang kubur.
13. Meletakkan mayat di atas sebelah kanannya, wajahnya menghadap kiblat, kepala dan kedua
kakinya melentang ke kanan dan kekiri kiblat.
14. Orang yang meletakkan mayat di kubur membaca : bismillahi waalaa sunnati rasuulillahi
shallallahu alaihi wa sallama -(Aku meletakkannya) dengan nama Allah dan menurut sunnah
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam atau : bismillahi wa alaa millati rasulillahi shallallahu
alaihi wa sallama (Aku meletakkan) dengan nama Allah dan menurut millah (agama)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
15. Setelah menimbun kubur disunnahkan hal-hal berikut :
Meninggikan kubur sekitar sejengkal dari permukaan tanah, tida diratakan, supaya dapat
dikenal dan dipelihara serta tidak dihinakan.
Meninggikan hanya dengan batas yang tersebut tadi.
Memberi tanda dengan batu atau selain batu supaya dikenali.
Berdiri di kubur sambil mendoakan dan memerintahkan kepada yang hadir supaya mendoakan
dan memohonkan ampunan juga. (Inilah yang tersebutkan di dalam sunnah Rasul Shallallahu
alaihi wa sallam, adapun talqin yang banyak dilakukan oleh orang-orang awam pada zaman ini
maka hal itu tidak ada dalil landasannya di dalam sunnah).
16. Boleh duduk saat pemakaman dengan maksud memberi peringatan orang-orang yang hadir
akan kematian serta alam setelah kematian. [Hadits Al-Barra bin Aazib]
17. Menggali kuburan sebagai persiapan sebelum mati, yang dilakukan oleh sebagian orang
adalah perbuatan yang tidak dianjurkan dalam syariat, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
tidak pernah melakukan hal itu, para sahabat beliaupun tidak melakukannya. Seorang hamba
tidak mengetahui di mana ia akan mati. Jika ia melakukan hal itu dengan dalih supaya bersiap-
siap mati atau untuk mengingat kematian maka itu dapat dilakukan dengan cara memperbanyak
amalan shaleh, berziarah ke kubur, bukan dengan cara melakukan hal-hal yang hanya dibikin-
bikin oleh orang
Sumber: https://almanhaj.or.id/438-ringkasan-cara-pelaksanaan-jenazah.html
LAIN-LAIN FIQH JENAZAH:
Posisi mayat menginap
Orang meninggal pukul 18.00 (6 sore) tidak langsung dikuburkan akan tetapi masih diinapkan
semalam di rumah duka dan akan dikuburkan keesokan harinya. Selama itu bagaimanakah posisi
jenazah yang benar?
Apakah dibaringkan membujur ke utara selatan (kepala di utara dan kaki di selatan) ataukah
membujur ke barat timur (kepala di sebelah barat dan kaki di sebelah timur).
Kedua cara ini sama-sama pernah saya lihat sendiri. Mohon penjelasan. Manakah yang benar
menurut tuntunan agama (Rasulullah) dari keduanya? Syukur-syukur kalau dilengkapi dengan
rujukan kitab/nashnya. Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Jawaban:
Sampai saat jawaban ini kami buat, kami belum menemukan ibarat kitab yang menerangkan
bagaimana seharusnya posisi mayat pada waktu diinapkan dirumah duka. Yang kami jumpai
adalah posisi mayat waktu di salati saja. Jadi sebaiknya menurut hemat kami posisi mayat
sewaktu diinapkan disamakan saja dengan posisi sewaktu disalati, agar jika selama diinapkan
tersebut, bila ada orang yang ingin melakukan salat jenazah (sesudah dimandikan) tidak usah
memindah posisinya lagi.
Menurut keterangan dari kitab Tanwirul Qulub halaman 212 posisinya sebagai berikut:
dan hendaklah kepala laki-laki dijadikan di sebelah kiri imam (membujur ke selatan utara dengan
kepala disebelah selatan) dan imam berdiri di dekat kepalanya; dan kepala perempuan di sebelah
kanan imam (membujur ke utara selatan dengan kepala di sebelah utara) dan imam berdiri di
arah pantatnya.
PERTANYAAN :
> Aci Asiah Putri Alga
Assalamualaikum wr wb.. Bagaimana cara memandikan jenazah non muslim? apakah pakai doa
seperti memandikan jenazah muslim?
JAWABAN :
. :
.
http://www.al-eman.com//%D8%AD%D9/i725&d1035344&c&p1
* Madzhab hanafifiyah yang juga menjadi kaol imam ahmad : Jika dibutuhkan,Boleh bagi
kerabat yang muslim memandikan mayit kafir.
* Madzhab Syafii : Boleh bagi muslim memandikan mayit kafir,namun kerabat mayit yang kafir
lebih berhaq memandikan daripada kerabat yang muslim.
* Madzhab Maliki : seorang muslim tidak boleh (haram) memandikan mayit kafir secara
mutlak,baik kerabatnya ataupun bukan kerabat.
wallahu alam
Jawaban
Terima kasih atas partisipasi anda dalam rubrik Bahtsul Masail ini.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa jika mayit laki-laki, maka imam berada di
dekat kepala mayit. Jika mayit perempuan, imam berdiri di tengah. Dalam
hadits disebutkan:
, : ....
, ,
:
. Lalu Ala bin Ziyad berkata kepada Anas bin Malik: Wahai Abu Hamzah!
Adakah seperti itukah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat jenazah
seperti shalatmu? Takbir empat kali, dan beliau berdiri di samping kepala
lelaki dan pantat seorang wanita?. Anas bin Malik menjawab: Ya. (HR. Abu
Dawud)
Sekarang, dimana posisi kepala mayit yang benar saat dishalati? Di sebelah
kiri imam atau sebelah kanan iman?. Jawabannya sama-sama benar. Namun
mana yang lebih utama, para ulama berbeda pendapat. Menurut ulama
Malikiyah yang lebih utama adalah memposisikan kepala mayit di sebelah
kanan imam atau munfarid (shalat jenazah sendirian), tanpa membedakan
mayit laki-laki atau perempuan. Kalau di Indonesia posisi kepala mayit lebih
utama berada di utara menurut kalangan Malikiyah.
Referensi:
.
( : 1/475 :)
Imam dan munfarid berdiri di tengah mayit lelaki dan pundak perempuan.
Posisi kepala mayit di arah kanan imam, baik laki-laki atau perempuan,
kecuali di Raudlah yang mulia. Jika disana, maka kepala mayit berada di arah
kiri imam, agar lurus ke arah maqam Rasul yang mulia. Adapun makmum,
maka ia berdiri di belakang imam seperti berdiri pada shalat-shalat yang lain.
(Al-Fiqh ala Madzahib al-Arbaah; 1/475 cet. Darul Kutub al-Ilmiyah)
: 3/156 : )
(
Dalam al-Bujairami disebutkan sebagai berikut: Kepala laki-laki diletakkan di
arah kiri imam dan sebagaian besar badan mayit berada di arah kanan
imam. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan masyarakat saat ini. Dan
kepala perempuan dan huntsa di arah kanan imam menurut kebiasaan
manusia. Kesimpulannya, sebagian besar badan mayit diposisikan di arah
kanan mushalli. Dengan demikian, kepala lelaki berada di arah kiri. Untuk
perempuan sebaliknya, jika tidak berada di maqam Rasul. Jika di sana, maka
yang lebih afdol adalah meletakkan kepala perempuan di sebelah kiri imam
seperti kepala mayit lelaki, agar lurus dengan arah maqam rasul sebagai
bentuk adab. Hal ini sebagaimana yang yang dikatakan ulama muhaqqiqin.
(Tuhfatul Muhtaj: 3/156 cet. Dar Ihya Turats al-Arabi)
Wallahu Alam.
Perbedaan Posisi Imam Shalat Jenazah Untuk Mayit Lelaki dan Wanita
Bagaimana posisi yang benar saat imam melakukan salat janazah laki-laki maupun
wanita, adakah perbedaan posisi imam? Jamaah Masjid Istikmal, Simomulyo Sby.
Jawaban:
Memang benar, ketika imam salat janazah posisinya tidak sama antara janazah laki-
laki dan perempuan. Hal ini berdasarkan beberapa riwayat berikut:
.
- - .
). .
(352 / 3 -
Abu Ghalib berkata: Saya salat janazah laki-laki bersama Anas bin Malik, kemudian ia
berdiri lurus dengan kepala mayit. Lalu mereka mendatangkan janazah wanita dari
Quraisy, mereka berkata: Wahai Abu Hamzah (kunyah / nama sebutan Anas),
salatkanlah janazah wanita ini! Kemudian Anas berdiri lurus di tengah-tengah tempat
janazah. Ala bin Ziyad bertanya: Seperti inikah engkau melihat Rasulullah Saw berdiri
di depan janazah sebagaimana kamu berdiri di depan janazah laki-laki dan
perempuan? Anas menjawab: Ya. Selesai salat Anas berkata: Jagalah oleh kalian (HR
Turmudzi, ia berkata hadis ini hasan. Asy-Syaukani berkata: Perawi sanadnya
terpercaya)
: .
...
:
)
(91 / 3 -
Sebagian ulama berpendapat bahwa imam berdiri lurus dengan kepala janazah laki-
laki, dan berdiri lurus dengan posisi tengah janazah wanita. Ini adalah pendapat
Ahmad, Ishaq, dan Syafii. Ini adalah pendapat yang benar, dan sebuah riwayat dari
Abu Hanifah. Sebagian ulama Hanafiyah berpendapat bahwa imam berdiri lurus
dengan dada mayit, baik laki-laki maupun wanita, ini adalah pendapat yang masyhur
dari Abu Hanifah. Malik berkata: Imam berdiri lurus dengan kepala janazah laki-laki
maupun wanita. Diriwayatkan pula dari Malik bahwa imam berdiri di tengah janazah
laki-laki dan pundak janazah wanita. Sebagian ulama berkata: Lurus dengan kepala
mayit laki-laki dan dada mayit wanita. Mereka berdalil dengan yang dilakukan oleh Ali
Ra. Asy-Syaukani berkata setelah menyebut pendapat-pendapat di atas: Anda
mengetahui bahwa dalil-dalil menunjukkan pada pendapat Syafii. Dan pendapat
lainnya tidak memiliki sandaran hadis kecuali kesalahan dalam mencari dalil atau
berpegangan pada suatu pendapat atau menguatkan apa yang dilakukan sahabat
daripada apa yang dilakukan oleh Nabi Saw (Tuhfat al-Ahwadzi Syarah Sunan at-
Tirmidzi 3/91)
Wallahu Alam
Hukum Adzan Ketika Menaruh Mayat Ke Liang Lahat
Pertanyaan : Bagaimana hukum adzan ketika menaruh mayat di dalam kubur?
Jawab : Saya akan menjawab sesuai dengan jawaban guru dari guru kami yaitu As-Syeikh
Ismail Usman Zein Al-Yamani beliau berfatwa bahwa hal tersebut TIDAK APA-APA. Dan
hal tersebut (adzan ketika menguburkan mayat atau meletakkan di liang lahat ) mempunyai
faedah secara umum dan khusus . Faedah umumnya yaitu adzan ini termasuk dzikir, dan
berdzikir ketika memasukkkan mayat ke kubur adalah hal yang terpuji. Adapun faedah
khususnya yaitu bahwasanya adzan dan iqamat mempunyai faedah untuk mengusir syaithan.
( Kitab Qurratul Ain Bi Fatawa Syeikh Ismail Zein hal: 235).
Adapun keterangan menganalogikan keluarnya seseorang dari dunia dengan lahir ke dunia yaitu:
banyak dari para ulama yang menyebutkan masalah ini dan mereka menqiyaskan
(menganalogikan) adzan ini dengan adzan di telinga bayi ketika dilahirkan kedunia maka
disunnahkan juga ketika di keluarkan dari dunia karena agar seseorang yang baru keluar dari
perut ibunya menuju dunia diiringi dengan dzikir begitupula baguslah kiranya seseorang yang
keluar dari dunia menuju akherat juga diiringi dengan dzikir. (kitab Qurratul Ain Bi Fatawa
Ismail Usman Zein hal 236).
Saya tambahkan juga keterangan dari ustadz Muhammad Makruf di dalam blog Hujjah Aswaja:
Dalam pandangan ulama Syafiiyah, adzan dan iqamah tidak hanya diperuntukkan sebagai
penanda masuknya salat, baik berdasarkan hadis maupun mengimplementasikan makna hadis.
Oleh karenanya ada sebagian ulama yang memperbolehkan adzan saat pemakaman, dan sebagian
yang lain tidak menganjurkannya. Dalam hal ini ahli fikih Ibnu Hajar al-Haitami berkata:
/ 5 )
(51
Terkadang adzan disunahkan untuk selain salat, seperti adzan di telinga anak yang lahir, orang
yang kesusahan, orang yang pingsan, orang yang marah, orang yang buruk etikanya baik
manusia maupun hewan, saat pasukan berperang, ketika kebakaran, dikatakan juga ketika
menurunkan mayit ke kubur, dikiaskan terhadap saat pertama datang ke dunia. Namun saya
membantahnya di dalam kitab Syarah al-Ubab. Juga disunahkan saat kerasukan jin, berdasarkan
hadis sahih, begitu pula adzan dan iqamah saat melakukan perjalanan (Tuhfat al-Muhtaj 5/51)
Di kitab lainnya Ibnu Hajar secara khusus menjelaskan masalah ini:
( ) ( )
(166 / 3 ) .
Ibnu Hajar ditanya: Apa hukum adzan dan iqamat saat menutup pintu liang lahat? Ibnu Hajar
menjawab: Ini adalah bidah. Barangsiapa yang mengira bahwa adzan tersebut sunah ketika
turun ke kubur, dengan dikiyaskan pada anak yang lahir, dengan persamaan akhir hidup dengan
permulaan hidup, maka tidak benar. Dan dari segi apa persamaan keduanya? Kalau hanya antara
permulaan dan akhir hidup tidak dapat disamakan (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra 3/166)
Tentu yang dimaksud bidah disini tentu bukan bidah yang sesat, sebab Ibnu Hajar ketika
menyebut bidah pada umumnya menyebut dengan kalimat al-Madzmumah, atau al-
Munkarah dan lainnya dalam kitab yang sama. Beliau hanya sekedar menyebut bidah karena di
masa Rasulullah Saw memang tidak diamalkan.
Sejauh referensi yang saya (Ustadz Makruf) ketahui tentang awal mula melakukan adzan saat
pemakaman adalah di abad ke 11 hijriyah berdasarkan ijtihad seorang ahli hadis di Syam Syria,
sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh al-Muhibbi:
:
(32 / 3 )
Muhammad bin Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar
Syamsuddin al-Hamawi, asalnya ad-Dimasyqi, kelahiran al-Midani, asy-Syafii, seorang yang
alim di Syam, ahli hadis disana, pemuka ulama, al-hafidz yang kokoh. Beliau wafat di Qoulanj
saat waktu Dhuha, hari Senin 13 Dzulhijjah 1033. Disalatkan sebelum Ashar dan dimakamkan di
pemakaman pintu kecil di dekat makam orang tuanya. Ketika janazahnya diturunkan ke kubur,
para muadzin melakukan bidah yang mereka lakukan selama beberapa tahun di Damaskus, yang
diampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Yusuf) kepada mereka bahwa
adzan ketika pemakaman adalah sunah. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian
ulama generasi akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab al-Ubab dan lainnya,
maka mereka melakukan adzan di kuburnya (Khulashat al-Atsar 3/32)
Kesimpulan:
1.Jawaban ini melihat dari sudut pandang ulama yang membolehkan adzan ketika memasukkan
mayat ke kubur.
2.Di dalam madzhab SyafiI ada dua pendapat dalam masalah ini, ada yang membolehkan dan
ada yang tidak membolehkan dan semua mempunyai wijhat nadzor ( sisi pandang ) sendiri-
sendiri.
3. Hendaknya kita untuk toleransi di antara pendapat ulama yang mungkin tidak sesuai dengan
pendapat kita.
4.Pendapat dari Al-Hafidz Ibnu Hajar sudah jelas dan tidak perlu dipertentangkan dan
didebatkan.
assalamu,alaikum
Ada seorang muallaf bertanya tentang seseorang yang mati lalu tidak di kuburkan, misalkan dibakar
atau dibuang kelaut, apakah mayyit tersebut masih mendapat siksa kubur..
Mohon referensinya,
Syukran
JAWABAN
> Ghufron Bkl
waalaikum salam
semua mayit yg di kehendaki di siksa ato di beri nikmat maka semua itu akan tertimpa pada mayit
sekalipun mayit tsb tdk di kubur, spt di makan binatang buas, ikan laut ato sesamanya.
)-(
.
:
>Ria Si Hati Salju
yg di siksa kedua2 nya.. yaitu jasad dan ruhnya..jawahirul kalamiyah, sebagai berikut:
: :
wallahu alam