Anda di halaman 1dari 2

Ulasan Cerpen

Cinta yang Hilang


Gunk Intan

Kakilangit edisi 154 ini menurunkan cerpen Setianing Pruhita dari SMA Negeri 1
Karangreja. Ia menulis dengan tema asmara seorang siswi SMA yang ditinggalkan oleh orang
yang sangat dicintainya. Kisah dengan tokoh seorang perempuan yang diperankan oleh tokoh
Aku ini mengajak pembaca untuk menikmati berbagai adegan-adegan yang mirip dengan
filmfilm remaja yang berkaitan dengan percintaan dan galau.
Seorang perempuan yang berprofesi sebagai pelajar SMA yang diperankan oleh tokoh
Aku ini tengah terpuruk karena ditinggalkan oleh orang yang sangat dicintainya yang
diperankan oleh tokoh Enggar. Di sini Enggar tidak dimunculkan oleh penulis, tetapi
dideskripsikan oleh tokoh Aku ini melalui narasi cerita yang ada. Di sini diceritakan bahwa
setengah tahun tokoh Aku ini sangat terpuruk karena ditinggalkan oleh orang yang
dicintainya (Enggar). Ia terus menangis tiap malam hingga tiap pagi matanya menjadi
bengkak dan memerah, mengingat banyaknya kenangan-kenangan yang pernah terlewati
olehnya bersama Enggar. Terkadang ia memberontak karena ia merasa tak sepantasnya laki-
laki yang telah dicintainya dengan tulus, yang telah meninggalkannya itu membiarkannya
menangis tiap malam, menghancurkannya, dan menjadikannya seperti sampah. Namun ia
juga tak sanggup untuk menghentikan perasaan cinta yang telah tumbuh untuk Enggar.
Sampai sekarang pun ia masih tak sanggup posisi Enggar digantikan oleh orang lain. Dari
awal cerita ini dapat diketahui bahwa penulis ingin menunjukkan bahwa betapa malangnya
tokoh Aku ini karena tidak bisa bangkit dari keadaannya saat itu.
Meskipun penulis menceritakkan bahwa tokoh Aku ini begitu malang dan terpuruk
oleh keadaannya, tetapi penulis juga memunculkan usaha-usaha yang dilakukan tokoh Aku
ini untuk melupakan laki-laki itu, salah satunya adalah lebih bersemangat saat menuntut ilmu
di sekolah yang dapat dilihat dari dialog berikut : Namun semangatku tetap membaja untuk
mencari ilmu.
Pada adegan selanjutnya, yang dilihat dari sudut kajian sastra hanyalah bagian yang
penting agar cerita menjadi menarik. Diceritakan bahwa dari kejadian yang telah lewat ia
mulai sadar, bahwa waktunya bukan untuk laki-laki itu melainkan untuk hidupnya karena
hidup yang ia cari dalam usia bukan laki-laki yang telah pergi dan menginjaknya. Namun
selalu ia ucapkan dalam doa agar laki-laki itu bisa kembali untuk menemaninya membina
Ulasan Cerpen

nafasnya, menuntunnya menyusuri jalan kehidupannya, dan meneranginya dalam kegalauan.


Meskipun ia menyadari itu hanyalah dalam angan, tapi ia berharap suatu saat dia akan datang.
Adengan-adegan ini cukup menyentuh dan membawa pembaca merasakan
kemalangan yang dirasakan oleh tokoh Aku ini yang terus ditekankan oleh penulis. Setianing
Pruhita telah memiliki kemampuan dalam menulis cerpen. Tetapi masih ada kelemahan yang
terdapat dalam cerpen ini, seperti bahasa yang digunakan terlalu susah untuk dipahami oleh
pembaca yang masih remaja, karena begitu banyak menggunakan ungkapan konotasi.
Sebaiknya ia dapat menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh remaja-remaja masa
kini sehingga semakin banyak peminatnya untuk membaca cerpen tersebut. Tetapi dari
cerpen ini, ia telah memulai sebuah tulisan yang terbilang cukup baik untuk seumuran siswa
SMA. Dan dapat dilihat dari pesan yang terkandung dalam akhir cerita yang bertujuan agar
kita harus bisa bangkit dari keterpurukan karena waktu yang kita jalani bukan untuk orang
lain melainkan untuk hidup kita sendiri.

Anda mungkin juga menyukai