Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Geofisika merupakan bidang ilmu kebumian yang mempelajari struktur bumi
dilihat dari sifat dan aspek-aspek fisika. Untuk mempelajari struktur bumi, geofisika
melakukan pengambilan data di lapangan yang kemudian diinterpretasikan
berbarengan dengan data geologi agar mendapatkan hasil interpretasi yang
memuaskan dan akurat. Pengambilan data di lapangan dapat dilalukan dengan metode
geofisika. Metode ini menggunakan instrumen dengan prinsip dan hukum fisika
untuk mendapatkan data bawah permukaan bumi. Cara mendapatkan data dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu metode aktif merupakan metode yang harus menggunakan
gangguan untuk mendapatkan data dan metode pasif yang tidak perlu menggunakan
gangguan yang dibuat. Metode pasif menggunakan gangguan alam untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan. Salah satu metode geofisika yang menggunakan
metode aktif adalah metode seismik.
Metode seismik adalah salah satu metode aktif di dalam metode geofisika
yang menggunaakan prinsip gelombang yang dirambatkan ke dalam permukaan bumi
yang lalu akan kembali ke atas dan ditangkap dan dibaca oleh instrumen seismik.
Data seismik yang telah didapat akan d2nterpretasikan sesuai dengan kebutuhan.
Biasanya, metode seismik digunakan untuk mendeteksi jenis dan banyaknya lapisan
yang berada di bawah permukaan bumi. Dari jenis gelombang yang digunakan,
seismik dibagi menjadi dua yaitu seismik refleksi dan seismik refraksi. Seismik
refleksi menggunakan gelombang pantul, sedangkan seismik refraksi menggunakan
gelombang bias. Dengan biaya yang cukup terjangkau dan lebih mudah dalam mem-
processing data, penggunaan seismik refraksi mempunyai nilai plus dibandingkan
dengan seismik refleksi.
Dalam pengaplikasian metode seismik refraksi, ada beberapa metode yang
biasanya digunakan untuk pengambilan data di daerah pengamatan. Metode yang

1
akan dibahas dalam laporan kali ini adalah metode ITM. Metode ITM (Intercept Time
Method) adalah salah satu metode T-X paling sederhana dan pengolahan data yang
hanya dapat mengenali lapisan di dekat sumber gangguan. Lapisan yang dapat dibaca
hanya lapisan yang homogen dan relatif datar (tidak undulasi). Karena hanya bisa
mendapatkan data yang tidak beragam, metode ini disebut dengan metode dengan
hasil yang kasar.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penggunaan metode ITM adalah untuk mengetahui langkah-
langkah dari proses pengolahan data mentah yang telah didapatkan di lapangan
hingga hasil dari interpretasi dari hasil data yang telah jadi. Selain itu, maksud
lainnya adalah untuk memahami konsep dasar dan beberapa asumsi yang dipakai
dalam metode ITM serta perhitungan yang digunakan dalam pengolahan data baik
dari data satu lapisan, lapisan miring, maupun banyak lapisan.
Tujuan dari penggunaan metode ITM adalah untuk menghasilkan grafik T-X
data satu lapisan, lapisan miring, dan banyak lapisan. Tujuan lainnya adalah untuk
mendapatkan data profil bawah permukaan baik banyak lapisan, lapisan miring, dan
satu lapisan. Selain itu, metode ini bertujuan juga untuk mendapatkan peta kecepatan
V1, V2, dan kedalaman.

2
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Seismik Refraksi
Metode seismik merupakan salah satu metode yang sangat penting dan banyak
dipakai di dalam teknik geofisika. Hal ini disebabkan metode seismik mempunyai
ketepatan serta resolusi yang tinggi di dalam memodelkan struktur geologi di bawah
permukaan bumi. Dalam menentukan struktur geologi, metode seismik dikategorikan
ke dalam dua bagian yang besar yaitu seismik bias dangkal (head wave or refrected
seismic) dan seismik refleksi (reflected seismic). Seismik refraksi efektif digunakan
untuk penentuan struktur geologi yang dangkal sedang seismik refleksi untuk struktur
geologi yang dalam (tidak dibahas dalam makalah ini).
Dasar teknik seismik dapat digambarkan sebagai berikut. Suatu sumber
gelombang dibangkitkan di permukaan bumi. Karena material bumi bersifat elastik
maka gelombang seismik yang terjadi akan dijalarkan ke dalam bumi dalam berbagai
arah. Pada bidang batas antar lapisan, gelombang ini sebagian dipantulkan dan
sebagian lain dibiaskan untuk diteruskan ke permukaan bumi. Dipermukaan bumi
gelombang tersebut diterima oleh serangkaian detektor (geophone) yang umumnya
disusun membentuk garis lurus dengan sumber ledakan (profil line), kemudian
dicatat/direkam oleh suatu alat seismogram. Dengan mengetahui waktu tempuh
gelombang dan jarak antar geophone dan sumber ledakan, struktur lapisan geologi di
bawah permukaan bumi dapat diperkirakan berdasarkan besar kecepatannya.

2.2 Hukum Dasar


Bentuk muka gelombang seismik untuk jarak yang jauh dari sumber dapat
dianggap datar. Dengan demikian rambatan gelombang seismik dapat diperlakukan
bagaikan sinar seismik. Berkas sinar seismik di dalam medium mematuhi pula
hukum-hukum fisika pada sinar optik yaitu hukum Snellius/Descartes, Prinsip
Huygens dan Azas/Prinsip Fermat, yang secara singkat dapat dikatakan sebagai
berikut :
a. Dalam penjalarannya, gelombang akan memenuhi prinsip Fermat yaitu:
Gelombang yang menjalar dari satu titik ke titik yang lain akan memilih

3
lintasan dengan waktu tempuh tercepat. Jejak sinar juga menentukan
arah dari aliran energi. Diantara serangkaian sinar dari suatu titik ke titik
yang lain, prinsip Fermat dapat diaplikasikan untuk membuang semua
jejak sinar kecuali satu jejak sinar yang memiliki waktu tempuh paling
cepat.
Gambar dibawah menjelaskan bagaimana ray akan memilih satu jalur dari
sekian banyak ray dengan waktu tempuh minimum.

Gambar 2.1. Prinsip Fermat

b. Prinsip Huygens menjelaskan bahwa setiap titik pada muka gelombang


merupakan sumber gelombang baru yang menjalar dalam bentuk bola
(spherical). Jika gelombang bola menjalar pada radius yang besar,
gelombang tersebut dapat diperlakukan sebagai bidang. Garis yang tegak
lurus dengan muka gelombang tersebut di sebut wave-path atau rays atau
sinar.

Gambar 2.2. Prinsip Huygens

c. Hukum Snellius :

4
Gelombang datang, gelombang pantul dan gelombang bias terletak
pada satu bidang.
Sudut pantul sama dengan sudut datang.
Sinus sudut bias sama dengan sinus sudut datang kali perbandingan
kecepatan medium pembias terhadap kecepatan medium yang dilalui
gelombang datang.
d. Pada sudut kritis sinus sudut datang sama dengan perbandingan kecepatan
medium yang dilalui gelombang datang terhadap kecepatan medium
pembias.

Gambar 2.3. Hukum Snellius

Hukum-hukum tersebut di atas mendasari penjabaran gerak perambatan


gelombang seismik di dalam medium, terutama yang ditinjau dari geometri
perambatan gelombang.

2.3 Asumsi-Asumsi Dasar


Dalam memahami perambatan gelombang seismik di dalam bumi, perlu
mengambil beberapa asumsi untuk memudahkan penjabaran matematis dan
menyederhanakan pengertian fisisnya. Asumsi-asumsi tersebut antara lain;
Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan
gelombang seismik dengan kecepatan yang berbeda-beda.

5
Makin bertambah kedalamannya, batuan lapisan akan semakin kompak.
Panjang gelombang seismik < ketebalan lapisan bumi. Hal ini memungkinkan
setiap lapisan yang memenuhi syarat tersebut akan dapat terdeteksi.
Perambatan gelombang seismik dapat dipandang sebagai sinar, sehingga
mematuhi hukum-hukum dasar lintasan sinar di atas.
Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik merambat dengan
kecepatan pada lapisan di bawahnya.
Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman.
Bila gelombang elastik yang menjalar dalam medium bumi menemui bidang
batas perlapisan dengan elastisitas dan densitas yang berbeda, maka akan terjadi
pemantulan dan pembiasan gelombang tersebut. Bila kasusnya adalah gelombang
kompresi (gelombang P) maka terjadi empat gelombang yang berbeda yaitu,
gelombang P-refleksi (PP1), gelombang S-refleksi (PS1), gelombang P-refraksi

(PP2), gelombang S-refraksi (PS2). Dari hukum Snellius yang diterapkan pada kasus
tersebut diperoleh :
V P1 V P1 V V V
= = S1 = P2 = S2
sini sin P sin S sin r P sin r S

(2.1)
keterangan :
V P 1 = Kecepatan gelombang-P di medium 1

V P 2 = Kecepatan gelombang-P di medium 2

V S 1 = Kecepatan gelombang-S di medium 1

V S 2 = Kecepatan gelombang-S di medium 2

6
Gambar 2.4. Pemantulan dan Pembiasan Gelombang
2.4 Metode T-X
Metode T-X merupakan salah satu cara yang dianggap paling sederhana dan
hasilnya relatif cukup kasar, kedalaman lapisan diperoleh pada titik-titik tertentu saja,
namun pada system perlapisan yang cendrung homogen dan relatif rata cara ini
mampu memberikan hasil yang bisa diandalkan. (dengan kesalahan relative kecil).
Namun pada saat kondisi yang kompleks diperlukan cara interpretasi lain yang lebih
akurat. Metode ini terdiri dari dua macam, yaitu Intercept Time Method (ITM) dan
Critical Distance Method (CDM).

2.5 Metode Intercept Time


Metode Intercept Time atau Intercept Time Method (ITM) merupakan metode
yang paling sederhana, hasilnya cukup kasar dan merupakan metode paling dasar
dalam pengolahan data seismik.
Asumsi yang digunakan metode ini adalah:
Lapisan homogen (kecepatan lapisa relatif seragam)
Bidang batas lapisan rata (tanpa undulasi)
Intercept Time artinya waktu penjalaran gelombang seismik dari source ke
geophone secara tegak lurus (zero offset)
Pengolahan data seismic refraksi menggunakan metode ITM terdiri atas dua
macam:
Satu lapisan datar (Single Horizontal Layer)
Banyak Lapisan Datar (Multi Horizontal Layers)

2.5.1 Metode Intercept Time Satu Lapis

7
Gambar 2.5. Kurva Travel Time dan penjalaran gelombang pada satu lapisan

Gambar ditas menjelaskan bahwa titik O (source) dan R (geofon), dan S-


M-P-R merupakan jejak penjalaran gelombang refraksi, maka persamaan waktu

total ( Tt ) untuk satu lapisan dari sumber menuju geofon yaitu :


OM MP PR
Tt = + +
V1 V 2 V1 (2.2)

Dapat disederhanakan menjadi:


X 2 Z cos ic
Tt = +
V2 V1

(2.3)
Berdasarkan defenisi Intercept Time (ti), maka X =0 , maka Tt =t i sehingga

;
2 Z cos ic
Tt =
V1 (2.4)

Z1
Maka, ketebalan lapisan pertama ( ) dapat dicari dengan persamaan,
1 t1 v 1
Z 1= (2.5)
2 cos i c

ti
Persamaan Intercept Time ( ) sendiri yaitu:
xx 1 y y 1
ti = = (2.6)
x 2x 1 y2 y 1

V1 V2
Kecepatan lapisan pertama ( ) dan lapisan kedua ( ),

8
1 y 1 y 0
V 1= m 1=
m1 dimana x 1x 0 (2.7)

1 y 2 y 0
V 2= m =
m2 dimana 2
x 2x 0 (2.8)

m1 dan m2 merupakan slope atau kemiringan tendensi waktu gelombang

lansung dan refraksi. Persamaan (2.6) dan (2.7) hanya berlaku bila surveinya
menggunakan penembakanan maju.
V1
Dengan kata lain, kecepatan didapat dari slope tendensi gelombang

V2
lansung, sedangkan kecepatan dari slope tendensi gelombang refraksi pada

grafik jarak vs waktu.


2.5.2 Metode Intercept Time Banyak Lapis

Gambar 2.6. Ilustrasi penjalaran gelombang seismik dua lapisan datar yang

berhubungan dengan kurva Jarak-Waktu


Gambar 3. menjelaskan bahwa titik O = sumber (source) dan G = geofon,
dan O-M-M-P-P-R = jejak penjalaran gelombang refraksi lapisan ke dua,

maka persamaan waktu total ( Tt ) untuk dua lapisan mulai dari source menuju

geofon yaitu,
SA AB BC CF
Tt= + + +
V1 V2 V3 V1 (2.9)

Dapat disederhanakan menjadi

9
X 2 Z 2 cos i c 2 2 Z 2 cos i c
Tt = + +
V3 V2 V1

(2.10)
ti X =0 , maka Tt =t 12 , sehingga :
Berdasarkan Intercept time ( ),

2 Z 2 cos i c2 2 Z2 cos i c
Tt =t 12 +
V2 V1

(2.11)
Z2
Maka, ketebalan lapisan kedua ( ) dapat dicari dengan persamaan,

2 Z 1 cos i c
V 2(t 12 )
V1
Z 2=
2cos ic 2

(2.12)
Untuk lapisan yang lebih dari 2 lapisan Waktu total dicari dengan persamaan:
n1
X 2 Z 1 cos i ci
Tt = + (2.13)
V n i1 Vi

Z1 Z2 Z3
Sedangkan untuk 3 lapisan datar, kedalaman , , dan dapat dicari

dengan:
t 12 V 1 1
Z 1= +
1 V 1 2
2 cos( sin )
V2

(2.14)

10
V1

( )
cos (sin 1 )
V3
t i 3
V
cos (sin 1 1 )
V2
Z 2=
V2
2 cos (sin1 )
V3

(2.15)
V1 V

( () )
cos(sin1 ) 2 Z 2 cos(sin1 2 )
V4 V3
t i 4
V V2
cos (sin1 1 )
V2
Z 3= V3
V2
1
2 cos (sin )
V4

(2.16)

2.5.3 Metode Intercept Time Lapisan Miring


Bila reflektor mempunyai dip, maka:
a Kecepatan pada kurva T-X bukan kecepatan sebenarnya (true velocity),
melainkan kecepatan semu (apparent velocity)
b Membutuhkan dua jenis penembakan: Forward dan Reverse Shoot
c Intercept time pada kedua penembakan berbeda, maka ketebalan
refraktor juga berbeda
Apparent Velocity ialah kecepatan yang merambat di sepanjang bentangan
geophone

11
Gambari2.7.2Skema perambatan gelombang pada lapisan miring dan hubungannya
dengan kurva T-X pada lapisan miring menggunakan forward dan
reverse shoot.
Metode sebelumnya hanya menggunakan forward shooting, sedangkan
untuk aplikasi lapisan miring menggunakan forward shooting dan reverse
shooting. Pada gambar 4, titik A = sumber dan B= geophone (forward
shooting),sedangkan titik B= sumber dan A= geophone (reverse shooting).
Sumber energi di titik A menghasilkan gelombang refraksi down-going (raypath
A-M-P-B) , dan sumber energi di titik B menghasilkan gelombang refraksi up-
going (ray path B-P-M-A).
Waktu rambat ABCD (Tt) pada lapisan miring sebagai berikut:
X cos ( Z a + Z b ) cos c
Tt= +
V2 V1

(2.17)

Sedangkan waktu rambat Down-Dip dan Up-Dip:


X sin (c + ) 2 Z a cos c X
Td= + = +t a
V1 V1 Vd

(2.18)
X sin( c ) 2 Z a cos c X
Tu= + = +t a
V1 V1 Vd

(2.19)

12
c
Besar sudut kemiringan lapisan ( dan sudut kemiringan ( ),

dapat dicari dengan:

=
1
2 [ ( ) ( )]
V
Vd
V
sin1 1 sin 1 1
V2 (2.20)

c =
1
2[ ( ) ( )]
V
Vd
V
sin1 1 +sin 1 1
V2 (2.21)

Vd dan Vu merupakan kecepatan semu, didapat dengan:


V1 V1
Vd= dan Vu= sin(c )
sin (c + )

(2.22)
V 1 >Vd V 1 <Vu
Dimana, dan

Sedangkan persamaan Intercept Time pada lapisan miring ( X =0 ) antara

lain:
2 Z d cos c 2 Z u cos c
Td=t tu= dan Tu=t tu =
V1 V1

(2.23)
Za Zb
Sehingga, kedalaman di bawah sumber A ( ) dan sumber B ( )

dapat dicari menggunakan persamaan:


2 td V 1 2t u V 1
Za= dan Zb=
2 cos 2 cos

(2.24)
Berbeda dengan cara-cara sebelumnya, dengan mempertimbangkan adanya
kecepatan semu (Vapp), maka kecepatan V1 dan V2 dapat dicari dengan persamaan,

13
V 1up +V 1 down
V 1=
2

(2.25)
V 2 up+V 2 down
V 2=
2

(2.26)
dimana,
x1 x0 x 1x 0
V 1 up= dan V 1 down= (2.27)
y1 y0 y 1 y 0

Serta
x1 x1 x 1x 1
V 2 up= dan V 2 down= (2.28)
y1 y 1 y 1 y 1

Persamaan (2.26) dan (2.27) berlaku untuk semua metode yang surveynya
menggunakan kombinasi penembakan maju dan mundur (forward dan reverse
shooting).

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Pengolahann Data

Mulai

14
Data Sintetik Satu Lapisan Data Sintetik Banyak Lapisan Data Sintetik Lapisan Miring

Grafik T-X Grafik T-X Grafik T-X

Titik Refraksi Titik Refraksi Titik Refraksi

Intercept Time, Intercept Time, Intercept Time,


V1, V2, Ic, z V1, V2, Ic, z V1, V2, Ic, teta, z

Profil Profil Profil

Surfer

Peta V1, V2,


Kedalaman

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Pengolahan Data


3.2. Pembahasan Diagram Alir
Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk mendapatkan tujuan akhir dari acara
pengolahan data menggunkan metode ITM. Langkah-langkah tersebut dapat dilihat di
gambar 3.1. Berikut ini penjelasan dari setiap langkah yang akan dilakukan:
Sebelum memulai pengolahan data, lakukan persiapan dengan mengumpulkan
data yang telah didapat di lapangan dan software Microsoft Excel untuk input
data lapangan dan pengolahan data.

15
Masukkan data hasil dari pengamatan ke dalam software Microsoft Excel.
Buat dua kolom yang terdiri dari nilai offset dan time untuk satu lapisan dan
lapisan banyak. Buat tiga kolom yang terditi dari nilai offset, time, dan reverse
untuk data lapisan miring. Sebaiknya, tiga data tersebut dibuat dalam lembar
kerja yang berbeda.
Setelah memasukkan data, buatlah grafik T-X dari data tersebut.
o Satu lapisan

Buat grafik T-X dari data offset dan time dengan menggunakan data
yang telah di-input. Lihat selisih waktu di dalam tabel. Selisih waktu
biasanya mempunyai harga yang hampir seragam. Jika ada selisih
waktu yang tidak sesuai dengan pola sebelumnya, tandai baris
tersebut. Baris yang ditandai tersebut merupakan letak cross over.
Setelah itu, buatlah garis pada grafik dari data awal hingga cross over
dan cross over hingga data terakhir. Selanjutnya, carilah nilai intercept
time (ti), kecepatan lapisan 1 (V1), dan kecepatan lapisan 2 (V2). Dari
data tersebut, besar nilai kedalaman lapisan (Z) dapat dicari. Nilai Z
lalu dibuat grafik untuk mempermudah dalam membayangkan
kenampakan lapisan tersebut di bawah permukaan bumi.

o Banyak lapisan

Hampir sama dengan cara pada satu lapisan. Perbedaannya adalah ada
beberapa cross over yang akan ditemukan dalam data ini. Carilah
cross over dengan cara yang kurang lebih sama dengan cara mencari
cross over pada satu lapisan. Setelah mendapat cross over, buatlah
garis pada grafik T-X. Kemudian cari nilai intercept time tiap-tiap
lapisan serta besar nilai kecepatan tiap-tiap lapisan. Lalu, carilah nilai
kedalaman lapisan dan buatlah grafik profil kedalaman lapisan.

o Lapisan miring

16
Sama dengan langkah penentuan cross over di lapisan banyak dan satu
lapisan, penentuan cross over di lapisan miring menggunakan selisih
yang tidak seragam di dalam tabel. Perbedaannya adalah lapisan
miring juga mencari cross over dari data reverse terhadap time.
Setelaah mendapatkan data-data tersebut, buatlah grafik T-X. garis
yang dibuat adalah garis time terhadap forward dan time terhadap
reverse. Kemudian cari nilai intercept up, intercept down, V1, V2, V1up,
V1down, V2up, V2down, V2apparent, dan V2true. Dari data tersebut dapat mencari
nilai kedalaman lapisan miring. Terakhir, buatlah profil kedalaman dan
kemiringan lapisan

Selanjutnya, buatlah peta V1, V2, dan kedalaman yang didapat dari data semua
kelompok.

Analisislah grafik dan peta yang telah dibuat. analisis data dapat berupa besar
nilai offset, nilai kedalaman, dan banyak lapisan. Buatlah analisis dengan tepat
sesuai dengan data yang didapatkan.

Terakhir, buatlah kesimpulan dari hasil yang telah dikerjakan dalam


pengolahan data ITM. Kesimpulan dapat dijelaskan secara kuantitatif dan
kualitatif. Jangan lupa membuat saran yang berisi tips dalam mengerjakan
pengolahan ITM.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tabel Pengolahan Data


4.1.1 Metode Intercept Time Satu Lapis

Tabel 4.1 Hasil Pengolahan Data Seismik Satu Lapisan

18
4.1.2 Metode Intercept Time Banyak Lapis
Tabel 4.2 Hasil Pengolahan Data Seismik Banyak Lapisan

19
4.1.3 Metode Intercept Time untuk Lapisan Miring

Tabel 4.3 Hasil Pengolahan Data Seismik Lapisan Miring

20
4.2. Hasil dan Pembahasan Pengolahan Data
4.2.1. Metode Intercept Time Satu Lapisan
4.2.1.1. Metode Grafik T-X

Grafik T-X
100
Direct Wave
80
f(x) = 0.76x + 5.39 Refracted Wave
60 Linear (Refracted
Time (ms) Wave)
40
Linear (Refracted
20
Wave)
0
20 40 60 80 100 120
Offset (m)

Gambar 4.1. Grafik T-X Satu Lapisan

Gambar 4.1. menggambarkan grafik T-X metode intercept time satu lapisan.
Garis berwarna biru menunjukkan gelombang langsung yang merambat dari
permukaan bumi dan garis berwarna merah menunjukkan garis refraksi yang
terbiaskan dari gelombang langsung. Ada 22 titik yang diamati dengan panjang
lintasan sepanjang 105 m. Cross over muncul pada jarak 30 m. Waktu yang
dibutuhkan gelombang langsung terbiaskan menjadi gelombang refraksi adalah 29,6
ms. Garis yang menunjukkan gelombang refraksi mempunyai persamaan garis y =
0,755x + 5,3918. Dari persamaan di atas dapat diketahui besar travel time jika x
dianggap nol sebesar 5,3918 ms. Kecepatan gelombang di lapisan paling atas sebesar
1012,514 m/s dan kecepatan rambat gelombang yang melalui di lapisan ke dua
sebesar 1297,578 m/s.

21
4.2.1.2. Profil Bawah Permukaan

V1= 1012,514 m/s

V2= 1297,578 m/s

Gambar 4.2. Profil Bawah Pemukaan Satu Lapisan

Gambar 4.2. mengilustrasikan kedalaman lapisan di daerah pengamatan


menggunakan metode ITM satu lapisan. Bidang berwarna biru merupakan bidang
batas lapisan. Bidang berbentuk linier lurus horizontal yang menggambarkan bahawa
lapisan di bawah permukaan berbentuk datar dan homogen. Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa di semua titik pengamatan, besarnya kedalaman memiliki nilai
yang sama. Kedalaman lapisan tersebut dari sumber gangguan sebesar 4,376 m dilihat
dari 22 titik pengamatan di sepanjang lintasan sebesar 105 m.
Penjalaran gelombang di bidang lapisan 1 mempunyai kecepatan rambat
gelombang sebesar 1012,514 m/s. Dari bidang lapisan 1, gelombang menuju ke
bawah batas lapisan dengan kecepatan V2 = 1297,578 m/s. Besar kecepatan sesuai
dengan asumsi seismik bahwa semakin ke dalam, semakin cepat kecepatan
gelombang.

22
4.2.2 Metode Intercept Time Banyak Lapis
4.2.2.1. Grafik T-X

f(x) =
Grafik T-X Banyak Lapisan
100
90 Gelombang langsung
80 f(x) = 1.24x + 12.76
Gelombang refraksi 1
70 Linear (Gelombang
60 refraksi 1)
Time (ms) 50 Linear (Gelombang
40 refraksi 1)
30 Gelombang refraksi 2
20
Linear (Gelombang
10 refraksi 2)
0
30 35 40 45 50 55 60 65

Offset (m)

Gambar 4.3. Grafik T-X Banyak Lapisan

Gambar 4.3. menggambarkan tentang grafik T-X metode intercept time


banyak lapisan. Ada tiga garis dengan warna yang berbeda. Warna biru menunjukkan
datangnya gelombang langsung sepanjang 12 m dan terbiaskan menjadi gelombang
refraksi 1 pada saat waktu 26,1 ms. Gelombang langsung terbiaskan di titik
pengukuran ke 5. Warna ungu merupakan gelombang seismik refraksi ke 1 yang
berjarak 33 m dari titik pengukuran seismik pertama kali. Gelombang refraksi 1
terbiaskan kembali terjadi pada waktu 53,6 ms atau lebih tepatnya terbiaskan di titik
pengamatan ke 12. Garis terakhir berwarna merah menandakan berubahnya
gelombang refraksi ke 1 menjadi gelombang refraksi ke 2. Terliat cross over terjadi
di titik ke 12.
Jika dihitung, nilai kecepatan di lapisan pertama hingga terakhir mempunyai
kecenderungan meningkat. Ini sesuai dengan asumsi gelombang sesmik, yaitu
kecepatan rambat gelombng akan berbanding lurus dengan kedalaman lapisan.
Kecepatan gelombang di lapisan pertama sebesar 459,770 m/s. lalu, kecepatan rambat
gelombang di awah lapisan pertama sebesar 763,636 m/s dan di lapisan ke tiga senilai

23
849,858 m/s. Garis berwarna ungu yang menunjukkan gelombang refraksi pertama
mempunyai persamaan garis y = 1,219x + 11,571. Dari persamaan garis tersebut
dapat ditentukan nilai travel time pada gelombang tersebut sebesar 11,571 ms. Nilai
tersebut didapatkan dengan menganggap nilai x = 0. Dengan grafik dapat ditentukan
juga persamaan garis untuk gelombang refraksi ke dua, yaitu y = 1,2403x + 12,756.
Sama seperti gelombang refraksi pertama, nilai travel time di gelombang refraksi ke
dua dapat ditentukan, yaitu sebesar 12,756 ms.

24
IV.2.2.2. Profil Bawah Permukaan

V1= 459,77 m/s

V2= 763,636 m/s

V3= 849,858 m/s

Gambar 4.4. Profil Bawah Permukaan Banyak Lapisan

Terlihat pada gambar 4.4. adanya dua lapisan di pengukuran 22 titik dengan
jarak dari titik pertama hingga terakhir sejauh 105 m. Bidang batas yang ditandai
dengan warna orange dan biru menunjukkan bahwa kedua lapisan tersebut datar dan
homogen karena nilai semua dari kedalaman di setiap titik pengukuran dari titik awal
hingga titik ahkir bernilai sama. Kedalaman lapisan pertama sedalam 3,33151 m dan
membuat lapisan ini lebih tipis jika dibandingkan dengan lapisan ke dua yang
mepunyai kedalaman 11,09742 m. lapisan pertama mempunyai tebal lapisan sebesar
3,33151 m dan lapisan kedua mempunyai tebal lapisa senilai 7,76591 m. Sesuai
dengan asumsi seismik, yaitu kecepatan gelombang akan semakin cepat jika
kedalaman bertambah, nilai kecepatan di bidang lapisan ini sesuai. Nilai V 1, V2, dan
V3 adalah sebesar 459,77 m/s, 763,636 m/s, dan 849,858 m/s.

25
4.2.3. Metode Intercept Time Bidang Miring
4.2.3.1. Metode Grafik T-X

GrafikForward
T-X Banyak Lapisan
120 Gelombang reverse refraksi

100 Linear (Gelombang reverse refraksi)


f(x) = 0.78x + 18.1
80 f(x) = - 0.68x + 93.59
Linear (Gelombang reverse refraksi)
Waktu (m) 60
Grlombang forward refraksi
40

20 Linear (Grlombang forward refraksi)

0 Linear (Grlombang forward refraksi)


0 20 40 60 80 100 120

Reverse Offset (m)

Gambar 4.5. Grafik T-X Lapisan Miring

Gambar 4.5 merupkan penggilustrasian munculnya gelombang forward


refraction dan reverse refraction terhadap waktu dan offset di pengukuran 22 titik dan
jarak titik pengukuran pertama sampai akhir sejauh 105 m. Munculnya cross over
pada gelombang forward refraction terletak pada jarak 25 m di titik ke 6 pengukuran.
Perubahan gelombang forward yang terbiaskan menjadi gelombang forward
refraction terjadi pada detik ke 39,9 ms. Selain di forward, di reverse terbentuk juga
cross over di titik ke 18 dengan jarak dari titik pengukuran pertama sejauh 85 m.
Pembiasan terjadi di gelombang reverse di detik ke 36,2 ms. Pertemuan garis forward
dan reverse terjadi di titik ke 12 atau berjarak 55 m dari titik pengukuran awal.
Garis yang barwarna merah mempunyai persamaan garis y = 0,7775x +
18,101. Persamaan ini dapat ditunjukkan besar dari travel time reverse sebesar 18,101
ms. Garis berwarna hijau yang menandakan gelombang forward refraction
mempunyai persamaan garis y = -0,6789x + 93,588. Travel time forward mempunyai
nilai sebesar 93,588 ms.

26
Kecepatan pertama pada gelombang forward sebesar 626,577416 m/s dan
kecepata kedua pada gelombang reverse senilai 1355,932203 m/s. Dari kedua nilai
tersebut dapat dilihat bahwa semakin ke bawah, kecepatan akan semakin cepat sesuai
dengan asumsi gelombang seismik. Asumsi ini juga terlihat pada gelombang reverse.
Kecepatan pertama mempunyai besar 651,04167 m/s dan kecepatan ke dua
mempunyai besar kecepatan 1460,4811 m/s. Nilai dari rata-rata kecepatan pertama
dan ke dua masing-masing sebesar 638,8040414 m/s dan 1408,206 m/s.

27
IV.2.3.2. Profil Bawah Permukaan

V1= 638,804 m/s

V2= 1408,20665m/s

Gambar 4.6. Profil Bawah Permukaan Lapisan Miring

Gambar 4.6. menunjukkan profil kedalaman pada lapisan miring. Bidang


berwarna biru mengilustrasikan bentuk dari bidang lapisan miring yang didapatkn
dari hasi pengamatan di lapangan. Kemiringan lapisan terjadi karena ada perbedaan
kedalaman di tiap-tiap titik pengukuran. Pada titik awal pengkuran, nilai kedalaman
sebesar 41,848 m. Titik pengukuran akhir mempunyai nilai kedalaman sebesar
19,2868 m. Jika dilihat dari dua nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa kemiringan
lapisan lebih condong ke titik pengukuran pertama karena nilai kedalaman pada titik
pertama lebih besar jika dibandingkan dengan nilai nilai kedalaman pada titik terakhir
pengukuran. Gelombang yang menjalar di lapisan pertama mempunyai kecepatan
sebesar 638,804 m/s dan pada lapisa kedua gelombang merambat dengan kecepatan
lebih besar jika dibandingkan dengan di lapisan pertama, yaitu 1408,20665 m/s.

28
4.2.3.3. Peta Kecepatan V1 (Semua Kelompok)

m/s

Gambar 4.7. Peta kecepatan V1

Gambar 4.7 menunjukkan peta kecepatan V1 seluruh line yang diukur di


lapangan. Setiap line mempunyai panjang offset sama, yaitu dengan panjang 105 m
dengan line sebanyak 15 bentangan. Dengan skala warna, peta ini mempunyai variasi
warna dari merah hingga ungu. Warna tersebut menunjukkan nilai kecepatan rambat
gelombang pada lapisan 1 atau V1. Warna merah menunjukkan kecepatan rambat
gelombang besar dan warna ungu menunjukkan nilai kecepatan rambat gelombang
rendah. Terlihat jelas pada line 5 memiliki warna orange yang berarti kecepatan di

29
line tersebut cukup cepat. Pada bagian timur daerah pengukuran, tepatnya di line 15
memiliki warna ungu. Warna ungu menunjukkan nilai kecepatan rambat gelombang
yang sangat rendah. Range nilai kecepatan rambat gelombang V1 sangat beragam.
Range dimulai dari nilai 950 m/s untuk kecepatan rambat gelombang tinggi dan nilai
0 untuk kecepatan rambat gelombang rendah.

30
4.2.3.4. Peta Kecepatan V2 (Semua Kelompok)

m/s

Gambar 4.8. Peta kecepatan V2

Gambar 4.8. merupakan bentukan dari peta kecepatan V2. Bentuk dari peta V1
dan V2 berbeda karena nilai kecepatan V2 akan lebih besar jika dibandingkan dengan
V1. Range nilai V2 juga lebih besar daripada V1 karena sesuai dengan kaidah
gelombang seismik, semakin dalamnya tempat, semakin cepat rabat gelombangnya.
Pada line 5, warna kuning mendominasi. Itu bearti, kecepatan V2 di line 5 termasuk
kecepatan dengan range menengah.

31
Hampir 80% daerah penngamatan mempunyai kecepatan V2 tinggi. Nilai
berkisar 1800 m/s sampai dengan 2100 m/s. Sisanya mempunyai nilai kecepatan
rendah seperti line 9 dan 15. Kemungkinan besar di daeraah ini ditemukan batuan
beku seperti granit atau granudiorit jila dilihat dari besarnya kecepatan V2.

32
4.2.3.5. Peta Kedalaman (Semua Kelompok)

Gambar 4.9. Peta Kedalaman

Gambar 5.9. menunjukkan besarnya kedalama tiap-tiap line di daerah


pengukuran. range nilai berkisar dari 4 m hingga 38 m. nilai kedalaman diilustrasikan
menggunakan variasi warna. Warna merah menunjukkan kedalaman rendah dan
warna ungu menandakan daerah dalam. Untuk line 5 sendiri mempunyai warna
merah hingga ungu yang berarti kedalamannya bervariasi dari tinggi hingga rendah,
yaitu berkisar 4 m sampai 34 m. Hampir keseluruhan dari daerah pengukuran

33
mempunyai kedalaman yang dangkal. Daerah yang mempunyai kedalaman yang
besar berada di line 2 dan 3 bagian utara daerah pengamatan, line 10 dan 11 bagian
selatan daerah pengamatan, dan line 15 di sepanjang lintasannya. Daerah ini
kemungkinan mempunyai cekungan di beberapa tempat jika melihat hasil dari semua
data kedalaman. Cekungan berada pada daerah yang berwarna biru hingga ungu.

34
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang didapat dari acara ini, seperti:
Ada 22 titik pengukuran pada daerah pengukuran dan metode ITM dipakai
untuk mengolah data satu lapisan, banyak lapisan, dan lapisan miring.
Cross over pada satu lapisan terjadi pada titik pengukuran ke 6 dengan waktu
29,6 ms di jarak 30 m dihitung dari munculnya gelombang langsung.
Kedalaman lapisan sebesar 4,376 m.
Ada dua lapisan yang berada di daerah pengamantan. dua lapisan ini
tergambar karena terjadi dua kali pembiasan gelombang. Lapisan pertama
mempunyai kedalaman 3,331 m dan lapisan kedua mempunyai kedalaman
sekitar 11,0974 m. kecepatan V1, V2, dan V3 di lapisan banyak ini adalah
459,77 m/s, 763,636 m/s, dan 849,858 m/s.
Pada lapisan miring, lapisan cenderung miring ke sebelah barat daerah
pengukuran. kedalaman tertinggi sebesar 41,848 m dan terndah sebesar
19,2869 m. Kecepatan yang merambat pada lapisan ini rata-rata dari
kecepatan forward dan reverse adalah 638,804 m/s dan kecepatan di bawaah
lapisam miring berkiar 1408,206 m/s.
Peta kecepatan V1 dan V2 menunjukkan variasi kecepatan di daerah
pengukuran. dengan melihat variasi tersebut, kemungkinan daerah tersebut
dapat diinterpretasikan adanya batuan beku.
5.2. Saran
Ketelitian dalam memasukkan formula ke dalam software Microsoft Excel sangat
dibutukhan karena jika salah akan berakibat fatal dalam menyimpulkan informasi
yang telah didapat. Penentuan rumus juga sangat penting karena banyak sekali rumus
yang dipakai dalam pengolahan. Penentuan cross over harus lebih jeli dan disarankan
lihat tabel untuk penentuan pada saat kapan gelombang terbiaskan.

35

Anda mungkin juga menyukai