Anda di halaman 1dari 157

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Dewasa ini tentunya sering terdengar sengketa dalam kehidupan

sehari-hari. Persengketaan dan perdamaian seperti dua mata uang yang tidak

dapat dipisahkan yang selalu ada menghiasi kehidupan ini. Sejak zaman

dahulu kala ternyata telah terjadi sengketa di dunia ini. Seperti yang terjadi

pada kisah Kain dan Habel, kedua anak Adam ini bersengketa hingga akhirnya

mengakibatkan terbunuhnya Habel oleh Kain. Ternyata sengketa telah ada

sejak manusia pertama dilahirkan di dunia ini.

Sengketa ternyata tetap ada sampai sekarang dengan mengalami

perkembangan sedemikian rupa. Sengketa telah berkembang dari yang terjadi

antar manusia hingga terjadi antar kelompok, etnis, agama, ras, bangsa dan

bahkan yang terbesar yaitu antar Negara. Sengketa tersebut tidak hanya

melibatkan dua Negara, bahkan sering terjadi sengketa internasional yang

melibatkan banyak Negara. Tercatat dalam sejarah manusia, telah dua kali

umat manusia menghadapi perang dunia yang melibatkan banyak Negara dan

menelan korban jiwa dalam jumlah yang sangat besar.

Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antarnegara, Negara

dengan individu, atau Negara dengan organisasi internasional tidak selamanya

terjalin dengan baik. Acap kali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara
2

mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber potensi sengketa.

Sumber potensi sengketa antarnegara dapat berupa perbatasan, sumber daya

alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. Manakala hal

demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan yang tidak kecil

dalam penyelesaiannya. Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi

perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke-

20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan antarnegara yang

lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional. Peran

yang dimainkan hukum internasional dalam penyelesaian sengketa

internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa

menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional. Dalam

perkembangan awalnya, hukum internasional mengenal dua cara penyelesaian,

yaitu cara penyelesaian secara damai dan perang (militer).1

Istilah sengketa-sengketa internasional (international disputes)

mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara Negara-negara, melainkan

juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional,

yakni beberapa kategori sengketa tertentu antara Negara di satu pihak dan

individu-individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan Negara di

pihak lain.2 Beberapa sengketa internasional itu antara lain salah satu pihak

tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional, perbedaan dan

1 Huala Adolf, 2006, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar


Grafika, hlm. 1.

2 J.G. Starke, 1989, Pengantar Hukum Internasional 2, terjemahan oleh Bambang Iriana
Djajaatmadja, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 645.
3

penafsiran mengenai isi perjanjian internasional, perebutan sumber- sumber

ekonomi pengaruh ekonomi, politik, atau keamanan regional dan

internasional, intervensi terhadap kedaulatan negara lain serta penghinaan

terhadap harga diri bangsa.3 Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya

sengketa antarbangsa selama sejarah umat manusia dapat dideskripsikan

sebagai berikut4 :

1. Sengketa antarbangsa karena klaim tentang batas wilayah, terutama

wilayah daratan. Misalnya sengketa Irak-Kuwait dan Iraq-Iran.

2. Sengketa antarbangsa karena klaim tentang kepemilikan sebuah pulau

atau gugusan pulau. Misalnya, sengketa antara Indonesia dan Malaysia

dalam memperebutkan pulau Sipadan-Ligitan.

3. Sengketa antarbangsa karena klaim tentang kepemilikan sumber air

terutama sungai. Kasus ini banyak terjadi di kawasan Afrika.

4. Sengketa antarbangsa karena ambisi untuk menguasai wilayah

kedaulatan Negara lain berdasarkan interpretasi sejarah yang

berlebihan. Misalnya, kasus invansi militer ke Iraq dan Kuwait.

5. Sengketa antarbangsa karena klaim atas kepemilikan laut dan batas-

batas wilayah laut. Contoh : sengketa Indonesia-Australia tentang

celah timor.

3 http://blogmerko.blogspot.com/2013/01/makalah-pkn-tentang-sengketa.html. Diakses
tanggal 30 Januari 2014.

4 http://www.jualbeliforum.com/pendidikan/302179-latar-belakang-masalah-sengketa-
internasional.html. Diakses tanggal 30 Januari 2014.
4

6. Sengketa antarbangsa tentang masalah minyak bumi serta hak atas

penguasaan. Misalnya antara Iraq dan Kuwait.

7. Sengketa antarbangsa karena perbedaan kepentingan ideologi, politik,

sosial, ekonomi dan militer. Seperti terjadinya perang dingin antara

Uni Soviet dengan Amerika Serikat.

8. Sengketa antarbangsa karena klaim atas kepemilikan wilayah strategis.

Misalnya, antara Pakistan dan India tentang wilayah Khasmir.

9. Sengketa antarbangsa karena klaim tentang pelanggaran terhadap

perjanjian internasional atau konvensi internasional. Misalnya, kasus

perang Amerika Serikat dengan sekutunya melawan Iraq.

Sengketa internasional ternyata berdasarkan catatan sejarah sangat

sering terjadi di Timur Tengah. Kini sengketa sedang terjadi di salah satu

Negara yang memiliki sejarah peradaban manusia tertua di dunia, yaitu

Suriah. Di wilayah dimana dulu pertama kalinya sengketa terjadi antara Kain

dan Habel, kini di Suriah catatan sejarah manusia seperti terulang dengan

terjadinya perang saudara yang melibatkan sejumlah Negara besar di dunia.

Semua berawal dari Arab Spring. Istilah tersebut sering terdengar

akhir-akhir ini. Apa yang langsung terlintas dalam benak pikiran jika

mendengar kata tersebut? Pasti akan langsung teringat dengan sebuah wilayah

yang terkenal dengan minyaknya, yaitu Arab atau wilayah yang dikenal juga

dengan Timur Tengah. Arab Spring memang lahir di Timur Tengah, sebuah

wilayah yang kaya minyak, sekaligus menjadi pemasok minyak terbesar

dunia.
5

Arab Spring, jika diartikan secara literal, bermakna pemberontakan

Arab. Namun, secara istilah ada pendapat yang mengatakan bahwa Arab

Spring adalah istilah untuk kebangkitan dunia Arab atau pemberontakan yang

dimulai di Tunisia pada musim semi, Desember 2010.5 Fenomena yang

bermula pada bulan Desember atau musim semi yang terjadi di dunia Arab ini

dinamakan Arab Spring. Hal ini berarti Arab Spring telah berlangsung selama

3 (tiga) tahun.

Adapun pandangan lain menyatakan bahwa Arab Spring ialah

gelombang revolusi unjuk rasa dan protes yang terjadi di dunia Arab. 6

Revolusi tersebut bertujuan menggulingkan diktator yang berkuasa di Negara-

negara di Timur Tengah. Arab Spring atau bisa disebut juga dengan musim

semi Arab, adalah suatu periode revolusioner yang terjadi pada Negara-negara

di wilayah Timur Tengah.

Sejak tanggal 18 Desember 2010, Arab Spring telah terjadi di Tunisia

dan Mesir; perang saudara di Libya; pemberontakan sipil di Bahrain, Suriah

dan Oman; protes besar di Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, dan Oman, serta

protes kecil di Kuwait, Lebanon Mauritania, Arab Saudi, Sudan, dan Sahara

Barat. Kerusuhan di perbatasan Israel pada bulan Mei 2011 juga terinspirasi

oleh kebangkitan dunia Arab ini.7

5 M. Agastya ABM, 2013, Arab Spring Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh
Darah, Jogjakarta, IRCiSoD, hlm. 10.

6 Loc.cit.

7 Ibid, hlm. 11.


6

Protes yang bernama Arab Spring ini menggunakan teknik

pemberontakan sipil dalam kampanye yang melibatkan serangan, demonstrasi,

pawai, dan pemanfaatan media sosial, seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan

Skype. Tujuannya adalah mengorganisir, berkomunikasi, dan meningkatkan

kesadaran terhadap usaha-usaha penekanan dan penyensoran internet oleh

pemerintah. Dalam kejadian tersebut, banyak unjuk rasa ditanggapi keras oleh

pihak berwajib, serta milisi dan pengunjuk rasa propemerintah. Adapun slogan

pengunjuk rasa di dunia Arab adalah ash-shab yurid isqat an-nizam (rakyat

ingin menumbangkan rezim ini).8

Berdasarkan pendapat tentang definisi Arab Spring tersebut, dapat

ditarik suatu kesimpulan bahwa Arab Spring adalah bentuk protes massa

(revolusi) yang bertujuan menggulingkan, menurunkan, melengserkan, dan

mengkudeta (atau apalah sebutannya) para pemimpin Negara karena telah

bertindak diktator, otoriter, korup, dan menindas rakyat dalam memimpin.

Sederhananya, massa (rakyat) turun ke jalan melakukan demonstrasi dan

protes terhadap pemerintah, sekaligus menuntut presiden turun dari

jabatannya. Itulah revolusi yang sedang terjadi di dunia Arab.9

Di dalam Arab Spring atau revolusi di Negara-negara Timur Tengah

tersebut, yang menjadi motor penggeraknya adalah para pemuda

berpendidikan di masing-masing Negara yang dilanda isu revolusi. Mereka

berpendapat bahwa kekuasaan otoriter sudah tidak tepat diterapkan di Negara

8 Ibid, hlm. 12.

9 Loc.cit.
7

mereka. Mereka pun ingin mengubah sistem Negara mereka menjadi

demokrasi. Dalam prosesnya, mereka menghimpun dukungan melalui

berbagai media, terutama media sosial.10

Revolusi Tunisia berhasil menumbangkan rezim Ben Ali. Di Mesir

rakyat yang memberontak juga berhasil menggulingkan kekuasaan mantan

presidennya, bahkan terjadi dua revolusi dalam dua tahun yaitu

menggulingkan Hosni Mubarak pada tahun 2011 dan Muhammad Mursi pada

tahun 2013. Sepertinya semangat rakyat Tunisia dan Mesir untuk hidup bebas

dari kediktatoran pemerintahannya menular ke Negara-negara di sekitarnya.

Terbukti dengan tergulingnya rezim Muammar Khadafi dari tampuk

kekuasaannya setelah rakyat Libya memberontak. Kini musim semi itu

berhembus di Suriah.

Gelombang Arab Spring yang melanda Tunisia, Mesir dan Libya juga

dirasakan oleh Suriah. Di Negara ini, gerakan revolusi yang terjadi menuntut

mundurnya Bashar al-Assad, Presiden Suriah yang telah menjabat sejak

dilantik secara resmi pada tanggal 17 Juli 2000. Hal ini dikarenakan Bashar al-

Assad dianggap telah memerintah dengan gaya diktator, seperti yang terjadi di

Negara-negara lain di timur tengah yang juga mengalami revolusi.

Perang saudara dan pemberontakan rakyat Suriah sejak tahun 2011

kini mencapai klimaksnya. Banyak Negara di dunia yang terlibat dalam krisis

Suriah ini seperti Amerika Serikat, Rusia, China dan Negara-negara dari Liga

Arab seperti Arab Saudi dan Iran. Pemicunya tidak lain adalah krisis

10 Loc.cit.
8

kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Apakah hanya isu kemanusiaan yang

membuat Negara-negara lain ikut campur tangan? Tentu saja tidak. Banyak

faktor atau kepentingan yang menarik Negara asing untuk ikut campur tangan

dalam sengketa Suriah.

Banyak penduduk sipil yang tak berdosa menjadi korban atas perang

yang terjadi. Baik serangan yang dilakukan oleh pemerintah Suriah maupun

oleh pemberontak atau oposisi Suriah. Bahkan kini yang menjadi perdebatan

sengit di dunia internasional adalah apakah terjadi penggunaan senjata kimia

pemusnah massal dalam perang saudara tersebut. Jika terbukti telah digunakan

senjata kimia pemusnah masal maka Negara-negara lain berhak melakukan

intervensi guna mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak lagi.

Bahkan yang paling dikhawatirkan adalah rencana Amerika Serikat

untuk melancarkan serangan militer terhadap Suriah. Jika hal tersebut terjadi,

Suriah tidak sendiri, karena Rusia sebelumnya telah menyampaikan

kesiapannya untuk mendukung Suriah jika Amerika Serikat benar-benar

menyerang Suriah. Rusia siap ikut berperang dan menyuplai senjata untuk

Suriah, bahkan mengancam akan menyerang Arab Saudi karena belakangan

diketahui bahwa Arab Saudi mendukung Amerika Serikat untuk menyerang

Suriah. Dengan demikian kondisinya menjadi semakin buruk dan semakin

mencekam. Apabila Amerika Serikat mengajak sekutu-sekutunya dari Uni

Eropa seperti Inggris, Arab Saudi mengajak sekutunya dari Liga Arab dan

Rusia mengajak sekutunya seperti China dan Iran, maka dapat dipastikan akan
9

terjadi perang yang sangat besar dan mengglobal. Bahkan mungkin dapat

menjadi perang dunia ketiga.

Hal ini sangat mengkhawatirkan dan mendorong Negara-negara yang

cinta damai termasuk organisasi internasional terbesar saat ini yaitu

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk selalu berupaya menciptakan

perdamaian dunia dengan mencegah terjadinya perang. Perang bukan

merupakan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh. Oleh karena itu, penulis

terdorong untuk melakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan untuk mencari

tahu apakah langkah-langkah penyelesaian sengketa yang dapat diambil dalam

menyelesaikan sengketa internasional seperti yang terjadi di Suriah. Hasil

penelitian akan disusun dalam bentuk skripsi dengan judul :

PENYELESAIAN SENGKETA SURIAH DALAM PERSPEKTIF

HUKUM INTERNASIONAL

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dipaparkan diatas, maka

rumusan permasalahan yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penyelesaian sengketa di Suriah dalam perspektif hukum

internasional?
2. Apakah faktor yang mendukung dan menghambat penyelesaian sengketa

di Suriah?

C. Tujuan Penelitian
10

Suatu penelitian harus memiliki tujuan. Dengan adanya tujuan

penelitian maka suatu penelitian akan menjadi lebih terarah dan bermanfaat.

Adapun beberapa hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah penyelesaian sengketa di Suriah dalam

perspektif hukum internasional.


2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah faktor yang mendukung dan

menghambat penyelesaian sengketa di Suriah.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan

manfaat dan kegunaan teoritis dan praktis.

1. Kegunaan Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

terhadap ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan

hukum internasional pada khususnya yang dapat dimanfaatkan oleh para

mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.


b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi atau bahan

pertimbangan terhadap penyelesaian sengketa yang terjadi di Negara lain.


2. Kegunaan Praktis
a. Untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang cara penyelesaian

sengketa internasional.
b. Sebagai panduan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang sedang

terjadi di Negara lain.


c. Untuk menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia agar tidak terjerumus

kedalam masalah yang sama dengan Suriah.


d. Untuk menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti.
11

e. Peneliti dapat menerapkan ilmu yang selama ini diperoleh dari bangku

perkuliahan khususnya perkuliahan hukum internasional.

E. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini sistematika yang digunakan mengacu pada

pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi) program S1 Ilmu Hukum

Universitas Diponegoro. Skripsi ini terbagi atas 5 bab yang masing-masing

bab saling keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Adapun gambaran

yang lebih jelas mengenai skripsi ini akan diuraikan dalam sistematika sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN :

Bab pendahuluan ini terdiri dari sub-bab, yaitu : sub-bab (A) Latar

Belakang Permasalahan; sub-bab (B) Rumusan Masalah; sub-bab (C) Tujuan

Penelitian; sub-bab (D) Manfaat Penelitian; dan sub-bab (E) Sistematika

Penulisan Skripsi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA :

Pada bab ini disajikan tentang teori-teori hukum yang berhubungan

dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi yang berjudul

Penyelesaian Sengketa Suriah dalam Perspektif Hukum Internasional.

Adapun susunan bab terdiri dari sub-bab sebagai berikut : sub-bab (A)

Tinjauan Umum tentang Sengketa Internasional; sub-bab (A).1 Pengertian

Sengketa Internasional; sub-bab (A).2 Timbulnya Sengketa Internasional; sub-

bab (A).3 Bentuk Sengketa Internasional; sub-bab (B) Mekanisme


12

Penyelesaian Sengketa secara Damai; sub-bab (B).1 Prinsip-Prinsip Umum;

sub-bab (B).2 Penyelesaian Secara Politik; sub-bab (B).3 Penyelesaian Secara

Hukum; sub-bab (B).4 Penyelesaian melalui Organisasi Internasional; sub-bab

(C) Mekanisme Penyelesaian Sengketa secara Paksa atau Kekerasan; sub-bab

(C).1 Perang dan Tindakan Bersenjata non-Perang; sub-bab (C).2 Retorsi; sub-

bab (C).3 Tindakan-Tindakan Pembalasan; sub-bab (C).4 Blokade secara

Damai; sub-bab (C).5 Intervensi.

BAB III METODE PENELITIAN :

Bab ini penulis menguraikan cara-cara penyusunan penulisan hukum

atau skripsi secara sistematis, yang berdasarkan pada metode pendekatan,

spesifikasi penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data dan

penyajian data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini terdiri atas hasil penelitian dan pembahasan mengenai

penyelesaian sengketa Suriah dalam perspektif hukum internasional dan apa

yang mendukung dan menghambatnya.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan

merupakan kristalisasi dari Bab-Bab yang sebelumnya telah dibahas.

Sedangkan saran berupa solusi mengenai bagaimana penyelesaian sengketa di

Suriah dalam perspektif hukum internasional.


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Sengketa Internasional

1. Pengertian Sengketa Internasional


Secara etimologis pengertian sengketa seperti yang terdapat dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yg menyebabkan

perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan: perkara yg kecil dapat

juga menimbulkan -- besar; daerah -- , daerah yg menjadi rebutan (pokok

pertengkaran). Sedangkan internasional berarti menyangkut bangsa atau

negeri seluruh dunia; antarbangsa.11 Jadi yang dimaksud dengan sengketa

internasional adalah suatu perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan

yang menyangkut bangsa atau Negara di seluruh dunia.


John G. Merrils memahami persengketaan sebagai terjadinya

perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti oleh

pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lain. Dengan demikian

sengketa internasional adalah perselisihan yang tidak secara eksklusif

melibatkan Negara, dan memiliki konsekuensi pada lingkup

internasional.12

11 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses pada tanggal 30 Januari 2014.

12 Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar, 2006, Hukum Internasional Kontemporer,


Bandung, Refika Aditama, hlm. 224.
14

Mahkamah Internasional Permanen dalam sengketa Mavrommatis

Palestine Concessions (Preliminary Objections) tahun 1924

mendefinisikan pengertian sengketa sebagai: disagreement on a point of

law or fact, a conflict of legal views or interest between two persons

(sengketa adalah pertikaian mengenai suatu persoalan hukum atau suatu

fakta, suatu perselisihan mengenai pandangan hukum atau kepentingan

antara dua orang). Pengertian orang (persons) tersebut diartikan secara

luas yaitu subyek hukum menurut hukum internasional. Mahkamah

Internasional mengungkapkan pendapat hukumnya (advisory opinion)

dalam kasus Interpretation of Peace Treaties (1950, ICJ Rep. 65) bahwa

untuk menyatakan ada tidaknya suatu sengketa internasional harus

ditentukan secara obyektif. Menurut Mahkamah, sengketa internasional

adalah suatu situasi ketika dua Negara mempunyai pandangan yang

bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban

yang terdapat dalam perjanjian.13

2. Timbulnya Sengketa Internasional

Istilah sengketa-sengketa internasional (international disputes)

mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara Negara-negara, melainkan

juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup pengaturan internasional,

yakni beberapa kategori sengketa tertentu antara Negara di satu pihak dan

individu-individu, badan-badan korporasi serta badan-badan bukan Negara

13Huala Adolf, Op.cit., hlm. 2.


15

di pihak lain.14 Beberapa sengketa internasional itu timbul antara lain

dikarenakan salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian

internasional, perbedaan dan penafsiran mengenai isi perjanjian

internasional, perebutan sumber-sumber ekonomi yang dipengaruhi oleh

faktor ekonomi, politik, atau keamanan regional dan internasional,

intervensi terhadap kedaulatan negara lain serta penghinaan terhadap harga

diri bangsa.15 Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa

antarbangsa selama sejarah umat manusia dapat dideskripsikan sebagai

berikut16 :

a. Sengketa antarbangsa karena klaim tentang batas wilayah,

terutama wilayah daratan. Misalnya sengketa Irak-Kuwait dan

Iraq-Iran.

b. Sengketa antarbangsa karena klaim tentang kepemilikan sebuah

pulau atau gugusan pulau. Misalnya, sengketa antara Indonesia

dan Malaysia dalam memperebutkan pulau Sipadan-Ligitan.

c. Sengketa antarbangsa karena klaim tentang kepemilikan

sumber air terutama sungai. Kasus ini banyak terjadi di

kawasan Afrika.

14 J.G. Starke, Loc.cit.

15 http://blogmerko.blogspot.com, Loc.cit.

16 http://www.jualbeliforum.com, Loc.cit.
16

d. Sengketa antarbangsa karena ambisi untuk menguasai wilayah

kedaulatan Negara lain berdasarkan interpretasi sejarah yang

berlebihan. Misalnya, kasus invansi militer ke Iraq dan Kuwait.

e. Sengketa antarbangsa karena klaim atas kepemilikan laut dan

batas-batas wilayah laut. Contoh : sengketa Indonesia-Australia

tentang celah timor.

f. Sengketa antarbangsa tentang masalah minyak bumi serta hak

atas penguasaan. Misalnya antara Iraq dan Kuwait.

g. Sengketa antarbangsa karena perbedaan kepentingan ideologi,

politik, sosial, ekonomi dan militer. Seperti terjadinya perang

dingin antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat.

h. Sengketa antarbangsa karena klaim atas kepemilikan wilayah

strategis. Misalnya, antara Pakistan dan India tentang wilayah

Khasmir.

i. Sengketa antarbangsa karena klaim tentang pelanggaran

terhadap perjanjian internasional atau konvensi internasional.

Misalnya, kasus perang Amerika Serikat dengan sekutunya

melawan Iraq.

3. Bentuk-Bentuk Sengketa
Dalam studi hukum internasional publik, dikenal dua bentuk

sengketa internasional, yaitu17 :

17 Boer Mauna, 2011, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Bandung, Alumni, hlm. 195-196.
17

a. Sengketa Politik
Sengketa politik adalah sengketa karena suatu Negara mendasarkan

tuntutannya atas pertimbangan non yuridik, misalnya atas dasar politik atau

kepentingan nasional lainnya. Atas sengketa yang tidak bersifat hukum ini,

penyelesaiannya adalah secara politik. Jadi untuk sengketa yang lebih

bersifat politik maka penyelesaiannya melalui prosedur politik. Keputusan

yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara politik hanya berbentuk

usul-usul yang tidak mengikat Negara yang bersengketa. Usul-usul tersebut

tetap mengutamakan kedaulatan Negara-negara yang bersengketa dan tidak

harus didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukum. Konsiderasi-konsiderasi

politik dan kepentingan-kepentingan lainnya dapat juga menjadi dasar

pertimbangan dalam perumusan keputusan yang diambil.

b. Sengketa Hukum
Sengketa hukum ialah sengketa karena suatu Negara mendasarkan

sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam

suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Sengketa

yang bersifat hukum penyelesaiannya juga melalui prosedur hukum.

Keputusan-keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara

hukum mempunyai sifat mengikat dan membatasi kedaulatan Negara-

negara yang bersengketa. Ini disebabkan karena keputusan yang diambil

hanya didasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional.


18

B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Secara Damai

1. Prinsip-Prinsip Umum

Prinsip utama dalam penyelesaian sengketa internasional diatur

didalam Piagam PBB yang berbunyi :


pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika
berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari
penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, dengan mediasi,
konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan
atau pengaturan-pengaturan regional, atau dengan jalan damai lainnya
yang dipilih mereka sendiri18

Didalam menyelesaikan suatu sengketa, hukum internasional

menghendaki supaya diprioritaskan untuk diselesaikan secara damai

dengan cara-cara diantaranya: perundingan (negosiasi), mediasi, konsiliasi,

arbitrasi dan lain-lain. Cara-cara tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dalam

sub-bab selanjutnya.
Prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai didasarkan

pada prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku secara universal,

dan juga dimuat dalam Deklarasi mengenai Hubungan Bersahabat dan

Kerjasama Antar Negara tanggal 24 Oktober 1970 (A/RES/2625/XXV)

18 Article 33 (1) Charter of the United Nations (New York: Office of Public Information,
United Nations), hlm. 20. The parties to any dispute, the continuance of which is
likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall,
first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation,
conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional
agencies or arrangements, or other peaceful means of their own choice.
19

serta Deklarasi Manila tanggal 15 November 1982 (A/RES/37/10)

mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai.19


Berdasarkan aturan hukum internasional diatas, dapat dikemukakan

bahwa prinsip-prinsip mengenai penyelesaian sengketa internasional

sebagai berikut20:
a. Prinsip Iktikad Baik (Good Faith)
Prinsip iktikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental

dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa antar Negara. Prinsip

ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya iktikad baik dari para pihak

dalam menyelesaikan sengketanya. Prinsip ini dicantumkan sebagai

prinsip pertama (awal) yang termuat dalam Manila Declaration

(Section 1 paragraph 1)21.


Didalam Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia

(Bali Concord 1976), persyaratan iktikad baik juga ditempatkan sebagai

syarat utama. Pasal 13 Bali Concord menyatakan: The high contracting

parties shall have the determination and good faith to prevent disputes

from arising. (Para pihak harus memiliki tekad dan itikad baik untuk

mencegah perselisihan yang timbul).


Prinsip ini tercermin dalam dua tahap. Pertama, prinsip iktikad

baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yang dapat


19 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 194.

20 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 15-18.

21 All States shall act in good faith and in conformity with the purposes and principles
enshrined in the Charter of the United Nations with a view to avoiding disputes among
themselves likely to affect friendly relations among States, thus contributing to the
maintenance of international peace and security. They shall live together in peace with
one another as good neighbours and strive for the adoption of meaningful measures for
strengthening international peace and security.
20

mempengaruhi hubungan baik antarnegara. Kedua, prinsip ini

disyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan sengketanya

melalui cara-cara penyelesaian sengketa yang dikenal dalam hukum

internasional, yaitu negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan

atau cara-cara lain yang dipilih para pihak. Dalam kaitan ini, section 1

paragraph 522 Manila Declaration mensyaratkan adanya prinsip iktikad

baik ini dalam upaya mencapai penyelesaian sengketa secara lebih dini

(lebih cepat).
b. Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan dalam Penyelesaian
Sengketa

Prinsip ini juga sangat sentral dan penting. Prinsip inilah yang

melarang para pihak untuk menyelesaikan sengketanya dengan

menggunakan senjata (kekerasan). Prinsip ini termuat antara lain dalam

Pasal 1323 Bali Concord dan preambule ke-4 Deklarasi Manila. Dalam

berbagai perjanjian internasional lainnya, prinsip ini tampak dalam

Pasal 524 Pakta Liga Negara-Negara Arab 1945, Pasal 1 dan 2 the Inter-

American Treaty of Reciprocal Assistance (1947), dan lain-lain.


c. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-Cara Penyelesaian Sengketa

22 States shall seek in good faith and in a spirit of co-operation an early and equitable
settlement of their international disputes by any of the following means: negotiation,
inquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional
arrangements or agencies or other peaceful means of their own choice, including good
offices. In seeking such a settlement, the parties shall agree on such peaceful means as
may be appropriate to the circumstances and the nature of their dispute.

23 The High Contracting Parties shall have the determination and good faith to prevent
disputes from arising. In case disputes on matters directly affecting them should arise,
especially disputes likely to disturb regional peace and harmony, they shall refrain from
the threat or use of force and shall at all times settle such disputes among themselves
through friendly negotiations.
21

Prinsip penting lainnya adalah prinsip bahwa para pihak

memiliki kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara atau

mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan (principle of free

choice of means). Prinsip ini termuat dalam Pasal 33 ayat (1) 25 Piagam

PBB dan section 1 paragraph 326 dan 1027 Manila Declaration dan

paragrap ke-5 dari Friendly Relations Declaration. Instrumen hukum

tersebut menegaskan bahwa penyerahan sengketa dan prosedur

24 Any resort to force in order to resolve disputes between two or more member-states of the
League is prohibited. If there should arise among them a difference which does not concern a
state's independence, sovereignty, or territorial integrity, and if the parties to the dispute have
recourse to the Council for the settlement of this difference, the decision of the Council shall then
be enforceable and obligatory.In such case, the states between whom the difference has arisen
shall not participate in the deliberations and decisions of the Council.
The Council shall mediate in all differences which threaten to lead to war between two member-
states, or a member-state and a third state, with a view to bringing about their reconciliation.
Decisions of arbitration and mediation shall be taken by majority vote.

25 The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger


the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek
a solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration,
judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or
other peaceful means of their own choice.

26 International disputes shall be settled on the basis of the sovereign equality of States
and in accordance with the principle of free choice of means in conformity with
obligations under the Charter of the United Nations and with the principles of justice and
international law. Recourse to, or acceptance of, a settlement procedure freely agreed to
by States with regard to existing or future disputes to which they are parties shall not be
regarded as incompatible with the sovereign equality of States.

27 States should, without prejudice to the right of free choice of means, bear in mind that
direct negotiations are a flexible and effective means of peaceful settlement of their
disputes. When they choose to resort to direct negotiations, States should negotiate
meaningfully, in order to arrive at an early settlement acceptable to the parties. States
should be equally prepared to seek the settlement of their disputes by the other means
mentioned in the present Declaration.
22

penyelesaian sengketa atau cara-cara penyelesaian sengketa harus

didasarkan keinginan bebas para pihak. Kebebasan ini berlaku baik

untuk sengketa yang telah terjadi atau sengketa yang akan datang.
d. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum yang akan Diterapkan
terhadap Pokok Sengketa

Prinsip fundamental selanjutnya yang sangat penting adalah

prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa

yang akan diterapkan bila sengketanya diselesaikan oleh badan

peradilan. Kebebasan para pihak untuk menentukan hukum ini

termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan. Prinsip

ini adalah sumber bagi pengadilan untuk memutus sengketa

berdasarkan prinsip keadilan, kepatutan, atau kelayakan.


Dalam sengketa antarnegara, merupakan hal yang lazim bagi

pengadilan internasional misalnya Mahkamah Internasional, untuk

menerapkan hukum internasional, meskipun penerapan hukum

internasional ini tidak dinyatakan secara tegas oleh para pihak.

e. Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa (Konsensus)


Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental

dalam penyelesaian sengketa internasional. Prinsip inilah yang menjadi

dasar bagi pelaksanaan prinsip ke-3 dan 4 (prinsip kebebasan memilih

cara-cara penyelesaian sengketa dan prinsip kebebasan memilih hukum

yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa) di atas. Prinsip-prinsip

kebebasan 3 dan 4 hanya akan bisa dilakukan atau direalisasikan

manakala ada kesepakatan dari para pihak. Sebaliknya, prinsip

kebebasan 3 dan 4 tidak akan mungkin berjalan apabila kesepakatan


23

hanya ada dari salah satu pihak atau bahkan tidak ada kesepakatan sama

sekali dari kedua belah pihak.

f. Prinsip Exhaustion of Local Remedies


Prinsip ini termuat dalam section 1 paragraph 1028 Manila

Declaration. Menurut prinsip ini, sebelum para pihak mengajukan

sengketanya ke pengadilan internasional maka langkah-langkah

penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum

nasional Negara harus terlebih dahulu ditempuh.


g. Prinsip-Prinsip Hukum Internasional tentang Kedaulatan,
Kemerdekaan, dan Integritas Wilayah Negara-Negara

Deklarasi Manila mencantumkan prinsip ini dalam section 1

paragraph 129. Prinsip ini mensyaratkan Negara-negara yang

bersengketa untuk terus menaati dan melaksanakan kewajiban

internasionalnya dalam berhubungan satu sama lainnya berdasarkan

prinsip-prinsip fundamental integritas wilayah Negara-negara.

28 States should, without prejudice to the right of free choice of means, bear in mind that
direct negotiations are a flexible and effective means of peaceful settlement of their
disputes. When they choose to resort to direct negotiations, States should negotiate
meaningfully, in order to arrive at an early settlement acceptable to the parties. States
should be equally prepared to seek the settlement of their disputes by the other means
mentioned in the present Declaration.

29 All States shall act in good faith and in conformity with the purposes and principles
enshrined in the Charter of the United Nations with a view to avoiding disputes among
themselves likely to affect friendly relations among States, thus contributing to the
maintenance of international peace and security. They shall live together in peace with
one another as good neighbours and strive for the adoption of meaningful measures for
strengthening international peace and security.
24

2. Mekanisme Secara Politik


a. Negosiasi (Perundingan Diplomatik)
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan

paling tua digunakan oleh umat manusia. Ia merupakan perundingan yang

diadakan secara langsung antara para pihak dengan tujuan mencari

penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Menurut

Fleischhauer, dengan tidak adanya keikutsertaan pihak ketiga dalam

penyelesaian sengketa, masyarakat internasional telah menjadikan

negosiasi ini sebagai langkah pertama dalam penyelesaian sengketa. 30

Alasan utama pentingnya cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur

penyelesaian sengketa dan setiap penyelesaian berdasarkan kesepakatan

atau konsensus para pihak.31


Konferensi internasional untuk menyelesaikan suatu sengketa

merupakan suatu hal yang positif dalam kehidupan masyarakat

internasional. Sebagaimana diakui oleh Mahkamah Internasional, suatu

konferensi internasional merupakan salah satu sarana untuk melaksanakan

perundingan-perundingan internasional.32
Prosedur pelaksanaan negosiasi yang terdapat didalamnya perlu

dibedakan sebagai berikut: pertama, negosiasi yang digunakan manakala

suatu sengketa belum lahir (disebut juga sebagai konsultasi). Kedua,

negosiasi digunakan manakala suatu sengketa telah lahir. Prosedur

30 Ibid, hlm. 28.

31 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, 2013, Hukum Internasional dan Hukum
Islam tentang Sengketa dan Perdamaian, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, hlm. 260.

32Boer Mauna, Op.cit., hlm. 197.


25

negosiasi ini merupakan proses penyelesaian sengketa oleh para pihak

(dalam arti negosiasi).33


Adapun kelemahan utama penggunaan cara ini dalam penyelesaian

sengketa adalah34:
1) Manakala kedudukan para pihak tidak seimbang, yaitu salah

satu pihak kuat, sedangkan pihak lain lemah. Dalam keadaan

ini, pihak yang kuat berada dalam posisi untuk menekan pihak

lain. Hal ini acapkali terjadi manakala dua pihak bernegosiasi

untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka.


2) Bahwa proses berlangsungnya negosiasi acapkali lamban dan

memakan waktu lama. Alasannya, jarang sekali ada persyaratan

penetapan batas waktu bagi para pihak untuk menyelesaikan

sengketanya melalui negosiasi.


3) Manakala suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya.

Keadaan ini dapat mengakibatkan proses negosiasi menjadi

tidak produktif.

b. JasaJasa Baik
Jasa-jasa baik berarti intervensi suatu negara ketiga yang merasa

dirinya wajar untuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi antara

dua negara. Dalam hal ini negara ketiga menawarkan jasa-jasa baiknya.

Prosedur jasa-jasa baik ini dapat diminta oleh salah satu dari kedua negara

yang bersengketa atau oleh kedua-duanya. Intervensi dalam bentuk jasa-

jasa baik ini adalah campur tangan yang sangat sederhana dari negara

ketiga karena negara tersebut membatasi diri dan hanya mempergunakan


33 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 20.

34 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.cit., hlm. 261.


26

pengaruh moral atau politiknya agar negara-negara yang bersengketa

mengadakan hubungan satu sama lain atau mengadakan hubungan

kembali bila hubungan tersebut telah terputus.35


Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui atau

dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak

menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Jadi, fungsi utama jasa baik

ini adalah mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga mereka

mau bertemu, duduk bersama, dan bernegosiasi.36


Keikutsertaan pihak ketiga dalam suatu penyelesaian sengketa ada

dua macam, yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga itu

sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaikan sengketa.

Dalam dua cara tersebut, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan

para pihak.37
Negosiasi selain bahwa metode ini sering diadakan dalam

hubungan dengan jasa-jasa baik (good offices) atau mediasi, meskipun

perlu dikemukakan juga mengenai kecenderungan yang berkembang

dewasa ini pada pengaturan, dengan instrumen atau persetujuan

internasional, kerangka kerja hukum untuk dua proses yaitu konsultasi,

baik konsultasi sebelum atau sesudah terjadinya peristiwa, dan

komunikasi, tanpa kedua media ini dalam beberapa hal negosiasi tidak

dapat berjalan. Contoh dari konsultasi adalah ketentuan-ketentuan untuk

35 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 198.

36 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.cit., hlm. 264.

37 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 21.


27

melakukan konsultasi dalam Australia-New Zealand Free Trade

Agreement 31 Desember 1965.38


Dalam pelaksanaan fungsinya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB,

apakah atas prakarsa sendiri, permintaan dari Dewan Keamanan atau

Majelis Umum PBB ataupun dari negara-negara sering memberikan jasa-

jasa baiknya kepada pihak-pihak yang terlibat untuk menyelesaikan

sengketa mereka. Contohnya, jasa-jasa baik Sekjen PBB terhadap masalah

Afghanistan telah berhasil dengan penandatanganan Persetujuan Jenewa

bulan April 1988 yang antara lain berisikan penarikan pasukan Uni Soviet

dari Afghanistan. Tawaran jasa-jasa baik Sekjen PBB ini atas permintaan

Majelis Umum dalam Resolusinya ES-6/2, tanggal 14 Januari 1980.39

c. Mediasi
Mediasi merupakan cara penyelesaian melalui pihak ketiga, yang

kemudian disebut dengan mediator. Ia bisa berbentuk Negara, organisasi

internasional (misalnya PBB), atau individu (politikus, ahli hukum, atau

ilmuwan), yang ikut serta secara aktif dalam proses negosiasi. Biasanya

dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral berupaya mendamaikan

para pihak dengan memberikan saran penyelesaian sengketa.40


Usulan-usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap

sebagai suatu tindakan yang tidak bersahabat terhadap suatu pihak (yang

38 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 671.

39 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 202

40 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 21.


28

merasa dirugikan). Tugas utama mediator dalam upayanya menyelesaikan

suatu sengketa adalah mencari suatu kompromi yang diterima para pihak.41
Sering pula bila sengketa telah terjadi, hubungan langsung antara

negara yang bersengketa menjadi sulit dan dalam hal ini campur tangan

pihak ketiga menjadi keharusan. Di samping itu, kalau diteliti, adanya

campur tangan itu sudah menunjukkan adanya pengurangan terhadap

kedaulatan negara-negara yang bersengketa. Oleh karena itu bila intervensi

ini dilakukan, orang sering mengatakan bahwa sengketa sudah

diinternasionalisir. Bila sengketa dibawa ke suatu konferensi internasional

maka konferensi itu dapat diadakan atas prakarsa negara-negara yang

bersengketa atau atas prakarsa suatu negara lain maupun atas prakarsa

sekelompok negara-negara.42
Seperti halnya dalam negosiasi, tidak ada prosedur khusus yang

harus ditempuh dalam proses mediasi. Para pihak bebas menentukan

prosedurnya. Hal yang terpenting adalah kesepakatan para pihak, mulai

dari proses pemilihan mediator, cara mediasi, diterima atau tidaknya

41 Konvensi The Hague 1907 tentang Penyelesaian Secara Damai Sengketa-Sengketa


Internasional. Pasal 3 Independently of this recourse, the Contracting Powers deem it
expedient and desirable that one or more Powers, strangers to the dispute, should, on
their own ini- tiative and as far as circumstances may allow, offer their good offices or
mediation to the States at variance. Powers strangers to the dispute have the right to
offer good offices or mediation even during the course of hostilities. The exercise of this
right can never be regarded by either of the parties in dispute as an unfriendly act. Pasal
4 The part of the mediator consists in reconciling the opposing claims and appeasing the
feelings of resentment which may have arisen between the States at variance.

42 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 197.


29

usulan-usulan yang diberikan oleh mediator, sampai pada berakhirnya

tugas mediator.43
Secara singkat dapat dikatakan bahwa fungsi mediasi adalah

sebagai berikut44:
1) Membangun komunikasi antar disputing parties;
2) Melepaskan atau mengurangi ketegangan di antara disputing parties

sehingga dapat diciptakan atmosfer yang kondusif untuk melakukan

negosiasi;
3) Dapat menjadi saluran informasi yang efektis bagi disputing parties;
4) Mengajukan upaya penyelesaian yang memuaskan disputing parties.

Baik jasa-jasa baik maupun mediasi merupakan metode-metode

penyelesaian yang melibatkan pihak ketiga yang bersahabat memberikan

bantuannya untuk mengadakan penyelesaian sengketa secara damai.45

Pihak yang menawarkan jasa-jasa baik atau mediasi dapat juga, dalam

beberapa kasus, individu atau suatu organisasi internasional. Perbedaan

antara jasa-jasa baik dan mediasi adalah persoalan tingkat. Dalam kasus

jasa-jasa baik, pihak ketiga menawarkan jasa untuk mempertemukan

pihak-pihak yang bersengketa dan mengusulkan (dalam bentuk syarat

umum) dilakukannya penyelesaian, tanpa ia sendiri secara nyata ikut serta

dalam negosiasi-negosiasi atau melakukan suatu penyelidikan secara

saksama atas beberapa aspek dari sengketa tersebut. Sekalinya para pihak

43 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 22.

44 Sefriani, 2011, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Pers, hlm.
330.

45 Bab II Konvensi The Hague 1907 tentang Penyelesaian Secara Damai Sengketa-
Sengketa Internasional.
30

telah dipertemukan untuk mencari penyelesaian atas perselisihan-

perselisihan mereka, maka sesungguhnya Negara atau pihak yang

menyelenggarakan jasa-jasa baiknya tidak lagi mempunyai tugas aktif

untuk menyelesaikan.46
Dalam kasus mediasi, sebaliknya, pihak yang melakukan mediasi

memiliki suatu peran yang lebih aktif dan ikut serta dalam negosiasi-

negosiasi serta mengarahkan pihak-pihak yang bersengketa sedemikian

rupa sehingga jalan penyelesaian dapat tercapai, meskipun usulan-usulan

yang diajukan tidak berlaku mengikat terhadap para pihak. Prakarsa

pemerintah Uni Soviet di pengujung tahun 1965 dan awal tahun 1966

untuk mempertemukan wakil-wakil India dan Pakistan di Tashkent untuk

menyelesaikan konflik antara mereka dan menciptakan suasana yang baik

untuk penyelesaiannya, tampaknya berada di antara jasa-jasa baik dan

mediasi.47

d. Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian secara damai sengketa

internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya atau

dibentuk kemudian atas kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa setelah

lahirnya masalah yang dipersengketakan. Dalam hal ini organ tersebut

mengajukan usul-usul penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa.

Komisi konsiliasi bukan saja bertugas mempelajari fakta-fakta akan tetapi

46 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 671.

47 J.G. Starke, Ibid, hlm. 672.


31

juga harus mempelajari sengketa dari semua segi agar dapat merumuskan

suatu penyelesaian.48

Istilah konsiliasi (conciliation) mempunyai arti yang luas dan

sempit. Dalam pengertian luas, konsiliasi mencakup berbagai ragam

metode bahwa suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan

Negara-negara lain atau badan-badan penyelidik dan komite-komite

penasihat yang tidak berpihak. Dalam pengertian sempit, konsiliasi

berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah komisi atau komite

untuk membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi

penyelesaian sengketa tersebut, usulan itu tidak memiliki sifat mengikat.49

Menurut pendapat Hakim Manly O. Hudson:

Konsiliasi adalah suatu proses penyusunan usulan-usulan


penyelesaian setelah diadakan suatu penyelidikan mengenai fakta dan
suatu upaya untuk mencari titik temu dari pendirian-pendirian yang
saling bertentangan, para pihak dalam sengketa itu tetap bebas untuk
menerima atau menolak proposal-proposal yang dirumuskan tersebut.50

Fakta bahwa para pihak sama sekali memiliki kebebasan untuk

memutuskan apakah akan menerima atau menolak syarat-syarat

penyelesaian yang diusulkan itu membedakan konsiliasi dari arbitrasi dan

sebagai konsekuensinya konsiliasi dapat dipakai untuk penyelesaian segala

48 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 212.

49 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 673.

50 J.G. Starke, Loc.cit.


32

jenis sengketa atau keadaan.51 Persidangan suatu komisi konsiliasi

biasanya terdiri atas dua tahap, yaitu tahap tertulis dan tahap lisan.

Pertama, sengketa (yang diuraikan secara tertulis) diserahkan kepada

badan konsiliasi. Kedua, badan ini akan mendengarkan secara lisan dari

para pihak. Para pihak dapat hadir pada tahap pendengaran tersebut, tetapi

bisa juga diwakili oleh kuasanya52

Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, konsiliator atau badan

konsiliasi akan menyerahkan laporannya kepada para pihak disertai

dengan kesimpulan, dan usulan-usulan penyelesaian sengketanya. Usulan

ini tidak mengikat, maka diterima atau tidak diterimanya usulan tersebut

bergantung sepenuhnya kepada para pihak.53

3. Mekanisme secara Hukum


Sebagaimana yang telah diutarakan sebelumnya, penyelesaian

sengketa-sengketa internasional secara hukum akan menghasilkan

keputusan-keputusan yang mengikat terhadap negara-negara yang

bersengketa. Sifat mengikat ini didasarkan atas kenyataan bahwa

penyelesaian-penyelesaian atau keputusan-keputusan yang diambil,

seluruhnya berlandaskan pada ketentuan-ketentuan hukum. Dalam hal ini,

51 J.G. Starke, Loc.cit.

52 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.cit., hlm. 262.

53 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 22-23.


33

sepintas lalu terlihat adanya kesamaan antara fungsi yurisdiksional

internasional dan fungsi yurisdiksional intern.54


a. Arbitrasi
Arbitrasi adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada

pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan

mengikat (binding).55 Secara Historis dapat dikatakan bahwa tahap

penting perkembangan arbitrasi terjadi pada Konferensi Den Haag

1899. Konferensi tersebut telah berhasil membuat Konvensi Universal

pertama mengenai penyelesaian secara damai sengketa-sengketa

internasional. Konvensi ini disempurnakan oleh Konvensi 1907, yang

merupakan suatu kemajuan dari perkembangan arbitrasi. Perkembangan

ini bertambah pesat lagi setelah diterimanya Ketentuan Umum Arbitrasi

oleh Majelis Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 26 September 1928.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, arbitrasi tetap berkembang dengan

dibuatnya konvensi-konvensi regional tentang penyelesaian secara

damai sengketa-sengketa, terutama Konvensi Eropa 1957.56

Biasanya, arbitrasi menunjukkan prosedur yang persis sama

sebagaimana dalam hukum nasional, yaitu menyerahkan sengketa

kepada orang-orang tertentu yang dinamakan para arbitrator, yang

dipilih secara bebas oleh para pihak, mereka itulah yang memutuskan

54 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 227.

55 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 23.

56 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 232.


34

tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Namun,

pengalaman yang diperlihatkan oleh praktek internasional menunjukkan

bahwa beberapa sengketa yang hanya menyangkut masalah hukum

yang diserahkan kepada para arbitrator untuk diselesaikan berdasarkan

hukum. Lebih lanjut, dalam berbagai macam traktat yang menyepakati

bahwa sengketa-sengketa harus diajukan kepada arbitrasi, seringkali

sebagai tambahan pada arahan untuk memutuskan menurut dasar

keadilan atau ex aequo et bono, pengadilan-pengadilan arbitrasi secara

khusus diinstruksikan untuk menerapkan hukum internasional.57

Penyerahan suatu sengketa kepada arbitrasi dapat dilakukan

dengan pembuatan suatu compromise, yaitu penyerahan kepada

arbitrasi suatu sengketa yang telah lahir atau melalui pembuatan suatu

klausul arbitrase dalam suatu perjanjian, sebelum sengketanya lahir

(clause compromissoire). Orang yang dipilih untuk mengadili di

lembaga arbitrasi disebut arbitrator atau arbiter (Indonesia).58

Arbitrasi adalah suatu institusi yang sudah cukup tua, tetapi

sejarah arbitrasi modern yang diakui adalah sejak Jay Treaty 1794

antara Amerika Serikat dan Inggris, yang mengatur pembentukan

Joint Mixed Commissions untuk menyelesaikan beberapa

perselisihan tertentu yang tidak dapat diselesaikan selama perundingan

Traktat tersebut. Meskipun komisi-komisi ini tidak bisa dikatakan

57 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 647.

58 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 23.


35

sebagai organ-organ penyelesaian pihak ketiga, dua dari ketiga komisi

ini berhasil dan hasilnya itu telah membangkitkan lagi minat baru

terhadap proses arbitrasi yang telah mengalami kelesuan sejak sekitar

dua abad yang lalu.59

Arbitrasi pada hakikatnya adalah suatu prosedur konsensus.

Negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa ke muka arbitrasi

kecuali jika mereka sepakat untuk melakukan hal tersebut, baik secara

umum dan sebelumnya maupun ad hoc berkenaan dengan suatu

sengketa tertentu. Kesepakatan Negara-negara itupun mencakup

penentuan karakter dari pengadilan yang akan dibentuk.60

Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para

pihak. Biasanya arbitrator yang dipilih adalah mereka yang telah ahli

mengenai pokok sengketa serta disyaratkan netral. Setelah arbitrator

ditunjuk, selanjutnya arbitrator menetapkan terms of reference atau

aturan permainan (hukum acara) yang menjadi patokan kerja mereka.

Biasanya dokumen ini memuat pokok masalah yang akan diselesaikan,

kewenangan yurisdiksi arbitrator atau aturan-aturan (acara) sidang

arbitrasi. Sudah barang tentu muatan terms of reference tersebut harus

disepakati oleh para pihak.61

59 J.G. Starke, Loc.cit.

60 Ibid, hlm. 649.

61 Huala Adolf, Loc.cit.


36

b. Mahkamah Internasional
Seperti juga halnya dengan arbitrasi internasional, Mahkamah

Internasional juga merupakan suatu cara penyelesaian sengketa antar

negara yang didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukum dan karena itu

kedua prosedur penyelesaian ini menghasilkan keputusan-keputusan

hukum. Keputusan-keputusan tersebut merupakan keputusan hukum

sehingga akan mengikat negara-negara yang bersengketa. Tetapi

Mahkamah Internasional ini jauh lebih maju dari arbitrasi

internasional.62
Mahkamah terbuka63: Pertama, bagi negara-negara (anggota-

anggota atau bukan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa) peserta

Statuta; dan Kedua, bagi negara-negara lain dengan syarat-syarat yang

ditentukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, tunduk pada

ketentuan-ketentuan khusus yang dimuat dalam traktat-traktat yang

berlaku dan syarat-syarat itu tidak untuk menempatkan para pihak

dalam kedudukan yang tidak sama di hadapan Mahkamah64.


Yurisdiksi Mahkamah Internasional :
1) Untuk memutuskan perkara-perkara pertikaian :

62 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 247.

63 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 655.

64 Pasal 35 Statuta Mahkamah Internasional (New York: Office of Public Information,


United Nations), hlm. 76. The court shall be open to the states parties to the present
statute. The conditions under which the court shall be open to other states shall, subject
to special provisions contained in treaties in force, be laid down by secourity council, but
in no case shall such conditions place the parties in a position in of inequality before the
court.
37

Wewenang Mahkamah diatur dalam Bab II Statuta Mahkamah

Internasional yang khusus mengenai wewenang Mahkamah dengan

ruang lingkup masalah-masalah mengenai sengketa. Didalam

mempelajari wewenang ini harus dibedakan antara wewenang ratione

personae yaitu siapa-siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke

Mahkamah dan wewenang ratione materiae yaitu mengenai jenis

sengketa-sengketa yang dapat diajukan.65


a) Wewenang Ratione Personae
Pasal 34 ayat (1)66 Statuta Mahkamah Internasional menyatakan

bahwa : hanya negara-negara yang boleh menjadi pihak dalam

perkara-perkara di depan Mahkamah. Berdasarkan Pasal tersebut dapat

dikatakan bahwa bukan saja individu-individu, tetapi juga organisasi-

organisasi internasional pun tidak dapat menjadi pihak dari suatu

sengketa di depan Mahkamah. Pada prinsipnya Mahkamah hanya

terbuka bagi negara-negara anggota dari Statuta. Negara-negara ini

terutama semua anggota PBB, yang secara otomatis pihak pada statuta

yang merupakan annex dari Piagam PBB.67


Kalau individu atau perusahaan merasa dirugikan oleh adanya

tindakan negara lain, agar sengketa tersebut dapat diserahkan dan

ditangani oleh Mahkamah, maka negara dari individu atau negara

tempat perusahaan didaftarkan dapat mengambil alih sengketa tersebut

65 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 256.

66 Only states may be parties in cases before the court.

67 Loc.cit.
38

dan mengajukannya kepada Mahkamah Internasional.68 Meskipun suatu

negara adalah pihak atau peserta pada Statuta dan berhak untuk

memanfaatkan proses persidangan hukum Mahkamah, namun tidak ada

satu negara pun dapat dipaksakan untuk menyelesaikan sengketanya

kepada Mahkamah tanpa kesepakatan negara itu sendiri.69


Dewan Keamanan dapat menganjurkan agar para pihak

menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah. Namun, anjuran-anjuran

demikian tidak dapat memaksa negara-negara agar sengketa mereka

diselesaikan oleh Mahkamah. Kesepakatan negara merupakan dasar

dari yurisdiksi Mahkamah.70


b) Wewenang Ratione Materiae
Pasal 36 ayat (1)71 Statuta dengan jelas menyatakan bahwa

wewenang mahkamah meliputi semua perkara yang diajukan pihak-

pihak yang bersengketa kepadanya dan semua hal, terutama yang

terdapat dalam Piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian dan

konvensi-konvensi yang berlaku. Walaupun Pasal 36 ayat (1) ini tidak

mengadakan pembedaan antara sengketa hukum dan politik yang boleh

68 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 69.

69 Loc.cit.

70 Pasal 4 ayat (3) Statuta Mahkamah Internasional (New York: Office of Public
Information, United Nations), hlm. 62. The conditions under which states which is a
party to the present statute but is not member of the united nations may participate in
electing the member of the court shall in the absence of a special agreement, be laid
down by the general assembly upon recommendation of the security council.

71 The jurisdiction of the court comprises all the cases which the parties refer to it and
all matters specially provided for in the charter of the united nations or in treaties and
conventions in force.
39

dibawa ke Mahkamah. Didalam prakteknya Mahkamah selalu menolak

memeriksa perkara-perkara yang tidak bersifat hukum.72


Suatu rekomendasi oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-

Bangsa bahwa para pihak harus menyelesaikan suatu sengketa hukum

dengan cara menyerahkannya kepada Mahkamah73 tidak dengan

sendirinya mencukupi untuk memberikan yurisdiksi kepada Mahkamah

atas sengketa tersebut. Namun, dengan tidak adanya persetujuan dan

tidak ada pengajuan oleh pihak lain dalam perkara tersebut, maka

perkara itu harus dikeluarkan dari daftar kepaniteraan Mahkamah.74


c) Doktrin Forum Prorogatum
Menurut doktrin ini, yurisdiksi seperti ini timbul manakala

hanya satu negara yang menyatakan dengan tegas persetujuannya atas

yurisdiksi Mahkamah. Kesepakatan pihak lainnya diberikan secara

diam-diam, tidak tegas, atau tersirat saja. Dalam sengketa the Corfu

Channel case (1948), Mahkamah menyimpulkan bahwa surat dari wakil

Menteri Luar Negeri Albania merupakan pernyataan kesepakatan

pemerintah Albania agar sengketanya diselesaikan oleh Mahkamah.75


Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (1)76, tidak boleh diartikan

bahwa Mahkamah hanya memiliki yurisdiksi apabila proses peradilan

72 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 258.

73 Lihat Pasal 36 ayat (3) Piagam PBB (New York: Office of Public Information, United
Nations), hlm. 22. The declaration refered to above may be made unconditionally or on
condition of reciprocity on the part of several or certain states, or for a certain time.

74 J.G. Starke, Opcit., hlm. 656.

75 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 73.


40

diawali dengan suatu penyerahan sengketa secara bersama oleh negara-

negara yang bertikai. Suatu penyerahan sepihak dari sengketa demikian

kepada Mahkamah oleh salah satu pihak, tanpa didahului suatu

perjanjian khusus, sudah dianggap mencukupi apabila pihak atau pihak-

pihak yang lain dalam sengketa tersebut menyetujui penyerahan

demikian, atau kemudian, menyetujuinya. Pengajuan dinyatakan cukup

apabila ada suatu pengajuan sukarela pada yurisdiksi (yaitu prinsip

forum prorogatum) dan persetujuan itu tidak disyaratkan ada sebelum

dilakukan proses peradilan, atau dinyatakan dalam bentuk khusus

apapun.77
d) Kedudukan Organisasi Internasional
Pasal 34 ayat (1)78 Statuta hanya membolehkan negara-negara

untuk mengajukan suatu sengketa ke Mahkamah. Namun, ayat (2) dan

(3) pasal tersebut memberikan kemungkinan kerja sama antara

organisasi-organisasi internasional dan Mahkamah. Mahkamah juga

menentukan syarat-syarat kerja sama dengan organisasi-organisasi

internasional.79
Mula-mula Mahkamah dapat meminta kepada organisasi-

organisasi internasional keterangan-keterangan mengenai soal-soal yang

76 The jurisdiction of the court comprises all cases which the parties refer to it and all
matters specially provided for in the charter of the united nations or in treatis and
convention in force.

77 J.G. Starke, Op.cit. hlm. 655.

78 Only states may be parties in cases before the court.

79 Boer Mauna, Loc.cit.


41

diperiksanya. Disebutkan juga bahwa organisasi-organisasi

internasional tersebut, dapat atas inisiatif sendiri mengirimkan

keterangan yang diperlukan ke Mahkamah. Selanjutnya, bila dalam

pemeriksaan suatu perkara, Mahkamah terpaksa menginterpretasikan

konstitusi suatu organisasi internasional atau suatu konvensi yang

dibuat atas dasar piagam tersebut, panitera Mahkamah berhak meminta

keterangan kepada organisasi internasional tadi dan mengirimkannya

secara tertulis ke Mahkamah.80

2) Untuk memberi Opini Opini Nasehat :


Mahkamah juga mempunyai fungsi konsultatif, yaitu

memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau apa yang

disebut advisory opinion. Hal ini ditulis dalam Pasal 96 ayat (1)81

Piagam PBB sedangkan Statuta dan aturan prosedur Mahkamah yang

menetapkan syarat-syarat pelaksanaan pasal tersebut terdapat dalam

Bab IV Statuta.82
Mengenai opini-opini nasihat (advisory opinion), Majelis

Umum dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa boleh

memintanya dari Mahkamah. Organ-organ lain dari Perserikatan

Bangsa-Bangsa, apabila diizinkan oleh Majelis Umum, boleh meminta

Mahkamah untuk memberikan opini-opini nasehat tentang persoalan-

80 Loc.cit.

81 The General Assembly or the Security Council may request the International
Court of Justice to give an advisory opinion on any legal question.

82 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 263.


42

persoalan hukum yang timbul dalam lingkup aktivitas mereka. Opini-

opini nasehat hanya dapat diupayakan atas persoalan hukum.83


Advisory jurisdiction ialah dasar hukum yurisdiksi Mahkamah

untuk memberikan nasehat atau pertimbangan hukum kepada organ

utama atau organ PBB lainnya. Nasehat hukum yang diberikan terbatas

sifatnya, yaitu hanya yang terkait dengan ruang lingkup kegiatan atau

aktivitas dari 5 (lima) badan atau organ utama dan 16 badan khusus

PBB.84
Kekuatan hukum nasihat yang diberikan oleh Mahkamah ini

tidaklah mengikat. Organisasi internasional (publik) yang meminta

nasehat hukum tersebut bebas untuk melaksanakan atau menolak

nasihat hukum tersebut85.

c) Peradilan Internasional Lainnya dibawah Kerangka PBB

1) Mahkamah Kriminal Internasional untuk Negara Bekas


Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for the Former
Yugoslavia/ICTY).

ICTY Berbeda dengan Mahkamah Internasional (yang

merupakan suatu Peradilan tetap, organ utama PBB). ICTY adalah

Mahkamah yang didirikan oleh suatu keputusan Dewan Keamanan

PBB yang bertindak dibawah Bab VII Piagam berkenaan dengan

pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. ICTY dibentuk


83 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 666.

84 Adolf Huala, Op.cit., hlm. 77. Lihat juga Pasal 96 Piagam PBB (New York: Office of
Public Information, United Nations), hlm. 52.

85Ibid, hlm. 78.


43

melalui resolusi Dewan Keamanan No. 827 tanggal 25 Mei 1993. PBB

membentuk the internasional tribunal for the former yugoslavia

(ICTY) untuk mengadili kasus-kasus yang melibatkan pelanggaran-

pelanggaran berat hukum humaniter di wilayah negara bekas

Yugoslavia. Yurisdiksinya meliputi komponen-komponen dasar hukum

humaniter internasional, yaitu pelanggaran-pelanggaran berat terhadap

konvensi-konvensi Jenewa 1949, pelanggaran terhadap hukum dan

kebiasaan perang, kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan dan

tindakan-tindakan genosida.86
2) Mahkamah Kriminal Internasional untuk Rwanda (The
International Criminal Tribunal for Rwanda/ICTR)

Seperti juga halnya dengan ICTY, Mahkamah kriminal untuk

Rwanda/ICTR ini juga didirikan oleh Dewan Keamanan PBB melalui

resolusi No. 955, tanggal 8 November 1994, dibawah wewenang Bab

VII Piagam. Sampai tahun 2004 kedua Mahkamah tersebut

mempunyai penuntut umum yang sama, Carla del Ponte. ICTY

bermarkas di Den Haag, Belanda, dan bukan di daerah Balkan,

sedangkan ICTR tidak berkantor di Rwanda, tetapi di Arusha,

Tanzania. Dalam beberapa hal ICTR berbeda dari ICTY. Pertama,

Statuta ICTR membatasi yurisdiksinya pada peristiwa-peristiwa yang

terjadi pada tahun 1994 saja yaitu terhadap kasus di Rwanda bahwa

kelompok mayoritas etnik Hutu melakukan pembantaian terhadap etnis

minoritas Tutsi yang menelan korban jiwa sekitar 800.000 orang.

86 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 282.


44

Kedua, ICTR melakukan kegiatannya secara paralel dengan sistem

peradilan Rwanda. Peradilan tersebut menuntut mereka yang

melakukan perbuatan Genosida. Ketiga, di Rwanda, Mahkamah dalam

waktu relatif singkat berhasil menangkap tokoh-tokoh penting dan

memasukkannya ke penjara, sedangkan ICTY memakan waktu cukup

lama untuk dapat menangkap para pemimpin yang melakukan

tindakan-tindakan kejahatan.87

d) Mahkamah Pidana Internasional


1) Struktur
Sesuai Pasal 3488 Statuta Roma, Mahkamah terdiri dari organ-

organ yaitu pimpinan, divisi banding (divisi peradilan dan divisi pra-

peradilan), penuntut umum, kepaniteraan.89


2) Yurisdiksi Mahkamah

87 Ibid, hlm. 285-286.

88 The Court shall be composed of the following organs: (a) The Presidency; (b) An
Appeals Division, a Trial Division and a Pre-Trial Division; (c) The Office of the Prosecutor; (d)
The Registry.

89 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 292.


45

Sesuai Pasal 1390 statuta Roma, Mahkamah memberlakukan

Yurisdiksinya terhadap tindak-tindak pidana seperti disebutkan dalam

Pasal 591 :
a) Situasi ketika satu atau lebih tindak pidana telah terjadi dan

melimpahkannya kepada jaksa penuntut oleh negara pihak

sesuai Pasal 14.


b) Situasi ketika satu atau lebih tindak pidana telah terjadi dan

dilimpahkan kepada jaksa penuntut oleh dewan keamanan yang

bertindak atas dasar Bab VII Piagam PBB.


c) Jaksa Penuntut mengambil prakarsa melakukan sesuai

pengadilan berkaitan dengan tindak pidana berdasarkan Pasal

15 Statuta.
Jelaslah sesuai Pasal 13 ini ada tiga pihak yang dapat

mengajukan suatu perkara tindak pidana ke jaksa penuntut yaitu

negara-negara pihak pada Statuta, Dewan Keamanan PBB dan

prakarsa jaksa penuntut sendiri.92 Sedangkan Pasal 593 Statuta Roma

memperinci tindak pidana apa saja yang masuk dalam Yurisdiksi

Mahkamah. Dalam hal ini Mahkamah membatasi diri hanya pada

90 The Court may exercise its jurisdiction with respect to a crime referred to in
article 5 in accordance with the provisions of this Statute if: (a) A situation in
which one or more of such crimes appears to have been committed is referred to
the Prosecutor by a State Party in accordance with article 14; (b) A situation in
which one or more of such crimes appears to have been committed is referred to
the Prosecutor by the Security Council acting under Chapter VII of the Charter of
the United Nations; or (c) The Prosecutor has initiated an investigation in respect
of such a crime in accordance with article 15.

91 Ibid, hlm. 294.

92 Loc.cit.
46

kejahatan-kejahatan paling serius yang menjadi keprihatinan

masyarakat internasional secara keseluruhan yaitu94 :


a) Tindak pidana Genosida
b) Tindak pidana terhadap kemanusiaan
c) Tindak pidana perang atau kejahatan-kejahatan perang
d) Agresi

3) Prinsip-Prinsip Dasar Mahkamah95


a) Prinsip Komplementer
Dalam Mukadimahnya, Statuta dengan jelas menyatakan

bahwa Mahkamah Pidana Internasional merupakan pelengkap dari

yurisdiksi pidana nasional. Ketentuan ini dipertegas oleh Pasal 196

Statuta Roma. Prinsip tersebut dinamakan prinsip komplementer

(complementary principle). Prinsip komplementer sekaligus

merupakan pengakuan terhadap prinsip kedaulatan negara dan harapan

masyarakat internasional agar sistem hukum nasional memuat

pengaturan hukum untuk mengadili dan menghukum tindak-tindak

pidana yang menjadi keprihatinan dunia. Dalam hal ini Mahkamah

93 The jurisdiction of the Court shall be limited to the most serious crimes of
concern to the international community as a whole. The Court has jurisdiction in
accordance with this Statute with respect to the following crimes: (a) The crime of
genocide; (b) Crimes against humanity; (c) War crimes; (d)The crime of aggression.

94 Loc.cit.

95 Ibid, hlm. 297-301.

96 An International Criminal Court (the Court) is hereby established. It shall be a


permanent institution and shall have the power to exercise its jurisdiction over
persons for the most serious crimes of international concern, as referred to in this
Statute, and shall be complementary to national criminal jurisdictions. The
jurisdiction and functioning of the Court shall be governed by the provisions of this
Statute.
47

tidak menggantikan keberadaan dan peranan yurisdiksi pidana

nasional.
b) Prinsip Penerimaan
Selanjutnya dibawah rubrik admissibility (masalah penerimaan

perkara) seperti tercantum dalam Pasal 1, Statuta merujuk pada

hubungan yang kompleks antara sistem hukum nasional dan

Mahkamah Pidana Internasional. Sehubungan dengan itu Mahkamah

dapat menentukan bahwa suatu kasus dinyatakan tidak dapat diterima

bila:
(1) Kasusnya sedang diperiksa atau diadili oleh negara setempat

kecuali negara tersebut tidak mau (unwilling) atau tidak mampu

(unable) secara sungguh-sungguh untuk melaksanakan

penyidikan atau penuntutan.


(2) Perkaranya telah diselidiki oleh negara setempat dan negara

tersebut memutuskan untuk tidak melakukan tuntutan terhadap

orang yang bersangkutan kecuali jika keputusan itu sebagai

akibat dari ketidakmauan atau ketidakmampuan negara itu

untuk sungguh-sungguh melakukan tuntutan.


(3) Orang yang bersangkutan telah diadili untuk perbuatan yang

sama dengan perbuatan yang menjadi dasar tuntutan

Mahkamah seperti disebut Pasal 20 ayat (3) Statuta Roma.


(4) Kasusnya tidak cukup berat untuk memerlukan tindakan lebih

lanjut dari mahkamah.


c) Prinsip Otomatis
Prinsip dasar lainnya ialah apa yang dinamakan prinsip

otomatis atau automatic principle. Menurut prinsip ini pelaksanaan

yurisdiksi Mahkamah atas tindak pidana-tindak pidana yang tercantum


48

dalam Statuta tidak memerlukan persetujuan sebelumnya dari negara

pihak. Semua negara secara otomatis menerima yurisdiksi Mahkamah

atas semua tindak pidana setelah mereka menjadi pihak pada Statuta

seperti yang disebut dalam paragraf 12 ayat (1)97 Statuta Roma.


d) Ratione Temporis
Mahkamah adalah suatu lembaga hukum yang prospektif

dalam arti bahwa ia tidak boleh melaksanakan yurisdiksinya atas

kejahatan-kejahatan yang terjadi sebelum berlakunya Statuta.


e) Nullum Crimen Sine Lege
Pasal 2298 Statuta Roma dibawah rubrik asas-asas umum dalam

hukum pidana, menjelaskan bahwa tidak seorang pun dapat

bertanggung jawab secara pidana berdasarkan Statuta kecuali tindakan

tersebut waktu dilakukan merupakan suatu tindak pidana yang berada

dalam yurisdiksi Mahkamah. Selanjutnya prinsip nullum crimen ini

diperjelas oleh Pasal 23 Statuta bahwa seseorang yang telah didakwa

Mahkamah hanya dapat dijatuhi pidana sesuai dengan Statuta.


f) Prinsip ne bis idem

97 A State which becomes a Party to this Statute thereby accepts the jurisdiction
of the Court with respect to the crimes referred to in article 5.

98 A person shall not be criminally responsible under this Statute unless the conduct
in question constitutes, at the time it takes place, a crime within the jurisdiction of
the Court. The definition of a crime shall be strictly construed and shall not be
extended by analogy. In case of ambiguity, the definition shall be interpreted in
favour of the person being investigated, prosecuted or convicted. This article shall
not affect the characterization of any conduct as criminal under international law
independently of this Statute.
49

Prinsip ini terdapat dalam Pasal 2099 Statuta bahwa seseorang

tidak dapat dituntut lagi di Mahkamah atas tindak pidana yang sama

yang telah diputuskan atau dibebaskan oleh Mahkamah. Seseorang

tidak dapat diadili lagi oleh Mahkamah lain untuk suatu tindak pidana

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 karena tindak pidana itu telah

diputuskan dengan putusan pidana atau dibebaskan oleh Mahkamah.


g) Prinsip Yurisdiksi Teritorial
Mahkamah mempunyai yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan

yang dilakukan di wilayah negara-negara pihak tanpa memandang

kewarganegaraan dari pelaku. Prinsip umum ini dijelaskan dalam Pasal

12 ayat (2)100 a Statuta Roma. Mahkamah juga mempunyai yurisdiksi

atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan di wilayah negara-negara

yang menerima yurisdiksinya atas dasar ad hoc dan di wilayah yang

ditunjuk oleh Dewan Keamanan PBB. Konvensi Genoside Tahun 1948

berisikan beberapa preseden mengenai gagasan bahwa suatu

Mahkamah Pidana Internasional dapat mempunyai yurisdiksi atas

kejahatan-kejahatan yang dilakukan di wilayah negara pihak.

h) Tanggung Jawab Pidana secara Individual


Menurut Pasal 25101 Statuta Roma, Mahkamah mempunyai

yurisdiksi atas individu-individu dalam artian sebagai natural

99 Except as provided in this Statute, no person shall be tried before the Court with
respect to conduct which formed the basis of crimes for which the person has been
convicted or acquitted by the Court.

100 The State on the territory of which the conduct in question occurred or, if the
crime was committed on board a vessel or aircraft, the State of registration of
that vessel or aircraft;
50

persons. Seseorang yang melakukan tindak pidana dalam wilayah

yurisdiksi Mahkamah bertanggung jawab secara pribadi dan dapat

dihukum sesuai Statuta. Ketentuan ini merupakan pencerminan untuk

mengadili dan menghukum individu-individu dan bukan negara.

Kejahatan-kejahatan terhadap hukum internasional yang dilakukan

oleh orang-orang dan bukan oleh entitas yang abstrak, yaitu dengan

menghukum individu-individu yang melakukan kejahatan-kejahatan,

hukum internasional dapat ditegakkan sebagaimana praktek

Nuremberg Tribunal pada tahun 1946. Filosofi ini dengan jelas

direfleksikan dalam Pasal 25 Statuta Roma.


i) Prinsip Praduga Tak Bersalah
Sesuai Pasal 66102 Statuta Roma, bahwa setiap orang dianggap

tidak bersalah sampai terbukti bersalah di depan Mahkamah sesuai

hukum yang berlaku. Jaksa penuntut bertanggung jawab untuk

membuktikan kesalahan terdakwa. Komite hak-hak asasi manusia dari

PBB dalam komentarnya atas Article 14 dari International Covenant

on Civil and Political Rights menegaskan bahwa praduga tak bersalah

memberikan kewajiban pada semua alat negara untuk menahan diri

101 The Court shall have jurisdiction over natural persons pursuant to this Statute. A
person who commits a crime within the jurisdiction of the Court shall be
individually responsible and liable for punishment in accordance with this Statute.
No provision in this Statute relating to individual criminal responsibility shall
affect the responsibility of States under international law.

102 Everyone shall be presumed innocent until proved guilty before the Court
in accordance with the applicable law. onus is on the Prosecutor to prove the guilt of
the accused. In order to convict the accused, the Court must be convinced of the
guilt of the accused beyond reasonable doubt.
51

agar jangan mendahului hasil suatu peradilan. Semua orang harus

dianggap tidak bersalah sampai terdapatnya bukti bahwa mereka

memang bersalah.
j) Veto Dewan Keamanan untuk Menghentikan Penuntutan
Dewan Keamanan PBB dapat mencegah Mahkamah dalam

melaksanakan yurisdiksinya sesuai Pasal 16103 Statuta Roma. Menurut

pasal tersebut tidak ada penyidikan atau penuntutan yang dapat

dimulai atau dilaksanakan sesuai Statuta untuk jangka waktu 12 bulan.

Setelah Dewan Keamanan dalam resolusinya yang dibuat menurut Bab

VII Piagam, meminta Mahkamah untuk menangguhkan penyidikan

atau penuntutan. Permintaan tersebut dapat diperbaharui oleh Dewan

Keamanan dalam kondisi yang sama. Inilah yang dinamakan prinsip

deferral atau penangguhan yang dapat diperbaharui. Kebijaksanaan ini

dalam prakteknya bisa saja menjadi berlangsung terus menerus.

Namun, meskipun permintaan deferral oleh Dewan Keamanan PBB

dapat diperbaharui atau diulang kembali, terdapat kemungkinan

terjadinya perubahan-perubahan politik dan berkurangnya unanimitas

atau kesatuan pandangan di kalangan negara-negara anggota tetap

yang mempunyai hak veto, sehingga tidak memungkinkan bagi

tercapainya lagi konsensus untuk mengajukan deferral kembali.

4. Mekanisme melalui Organisasi Internasional


a. Penyelesaian dalam Kerangka Organisasi PBB

103 No investigation or prosecution may be commenced or proceeded with under this


Statute for a period of 12 months after the Security Council, in a resolution adopted
under Chapter VII of the Charter of the United Nations, has requested the Court to
that effect; that request may be renewed by the Council under the same conditions.
52

Di antara organisasi-organisasi internasional dan regional yang

mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa-sengketa

internasional jelaslah bahwa PBB mempunyai tempat khusus karena

kegiatan-kegiatannya mencakup hampir semua bidang dengan peranan

utamanya yang diberikan masyarakat internasional yaitu menjaga

keamanan dan perdamaian dunia.104 Agar keamanan dan perdamaian dapat

terjamin demi keselamatan umat manusia, tentu sengketa-sengketa yang

terjadi harus diselesaikan secara damai. Di bidang ini peranan PBB sangat

penting.105
PBB sebagai pengganti Liga Bangsa-Bangsa, dibentuk tahun 1945.

PBB telah mengambil alih sebagian besar tanggung jawab untuk

menyelesaikan sengketa-sengketa internasional. Salah satu dari tujuan-

tujuan Organisasi ini adalah menyelesaikan perselisihan antara Negara-

negara, dan melalui Pasal 2 Piagam PBB, anggota-anggota organisasi

harus berusaha untuk menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui

cara-cara damai dan untuk menghindarkan ancaman-ancaman perang atau

penggunaan kekerasan.106
104 Lihat Pasal 1 Piagam PBB (New York: Office of Public Information, United
Nations), page. 3. To maintain international peace and security, and to that
end: to take effective collective measures for the prevention and removal of
threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other
breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in
conformity with the principles of justice and international law, adjustment or
settlement of international disputes or situations which might lead to a breach
of the peace;

105Boer Mauna, Op.cit., hlm. 215.

106J.G. Starke, Op.cit, hlm. 676.


53

Bab VI Piagam PBB (Penyelesaian Sengketa secara Damai, Pasal

33-38) menguraikan lebih lanjut langkah-langkah damai yang harus

dilakukan oleh negara-negara anggotanya guna penyelesaian secara damai

ini.107 Dalam kaitan ini, tanggung jawab penting beralih ke tangan Majelis

Umum dan Dewan Keamanan, sesuai dengan wewenang luas yang

dipercayakan kepada kedua badan tersebut. Majelis Umum diberi

wewenang, tunduk pada wewenang penyelenggaraan perdamaian dari

Dewan Keamanan, untuk merekomendasikan tindakan-tindakan untuk

penyelesaian damai atas suatu keadaan yang kemungkinan mengganggu

kesejahteraan umum atau hubungan-hubungan bersahabat antara bangsa-

bangsa.108
Kekuasaan yang lebih luas telah diserahkan kepada Dewan

Keamanan sehingga badan ini akan menyelenggarakan kebijaksanaan

Perserikatan Bangsa-Bangsa secara cepat dan tegas. Dewan Keamanan

pada umumnya bertindak terhadap dua jenis sengketa yaitu sengketa-

sengketa yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan

internasional, dan kasus-kasus yang mengancam perdamaian, atau

melanggar perdamaian, atau tindakan-tindakan agresi. Dalam kasus-kasus

yang disebut pertama, Mahkamah Internasional jika dipandang perlu boleh

107 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 95.

108 Lihat Article 14 Charter of the United Nations (New York: Office of Public
Information, United Nations), page. 11. A State Party may refer to the Prosecutor a
situation in which one or more crimes within the jurisdiction of the Court appear to
have been committed requesting the Prosecutor to investigate the situation for the
purpose of determining whether one or more specific persons should be charged
with the commission of such crimes.
54

meminta para pihak untuk menyelesaikan sengketa-sengketa mereka

dengan metode-metode yang disebutkan diatas, yaitu, arbitrasi,

penyelesaian yudisial, negosiasi, penyelidikan, mediasi, dan konsiliasi.

Dewan Keamanan juga pada setiap tahap boleh merekomendasikan

prosedur-prosedur atau metode-metode penyelesaian yang tepat untuk

menyelesaikan sengketa-sengketa demikian.109


Dalam kasus-kasus yang disebut belakangan di atas, Dewan

Keamanan diberi wewenang untuk membuat rekomendasi-rekomendasi

atau memutuskan tindakan-tindakan apa yang harus diambil untuk

memelihara dan memperbaiki perdamaian dan keamanan internasional dan

badan ini dapat meminta para pihak yang terkait untuk mematuhi beberapa

ketentuan tertentu. Didalam membuat rekomendasi tidak ada pembatasan

atau kualifikasi tentang rekomendasi-rekomendasi yang boleh dibuat oleh

Dewan Keamanan, atau mengenai tindakan-tindakan, baik yang sifatnya

final ataupun sementara, yang boleh diputuskan apabila diperlukan.

Dewan Keamanan dapat mengajukan suatu dasar penyelesaian, dapat

mengangkat sebuah komisi penyelidik, dapat memberikan ijin penyerahan

perkara kepada International Court of Justice dan sebagainya. Menurut

Pasal 23 sampai 47 Piagam PBB, Dewan Keamanan dapat memiliki hak

untuk memberlakukan keputusan-keputusannya tidak saja melalui

tindakan-tindakan pemaksaan seperti sanksi-sanksi ekonomi, melainkan

109 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 677.


55

juga dengan penggunaan kekuatan senjata terhadap Negara-negara yang

menolak untuk terikat oleh keputusan-keputusan ini.110


PBB memiliki lima kelompok tindakan dalam upaya menciptakan

perdamaian dan keamanan internasional. Tindakan tersebut masing-

masing saling berkaitan dan dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan

dari semua Negara anggota PBB untuk dapat terwujud. Kelima kelompok

tindakan tersebut adalah sebagai berikut111:


1) Preventive Diplomacy
Preventive Diplomacy adalah suatu tindakan untuk mencegah

timbulnya suatu sengketa di antara para pihak, mencegah

meluasnya suatu sengketa, atau membatasi perluasan suatu

sengketa.
2) Peace Making
Peace Making adalah tindakan untuk membawa para pihak yang

bersengketa untuk saling sepakat, khususnya melalui cara-cara

damai seperti terdapat dalam Bab VI Piagam PBB.112


3) Peace Keeping
Peace Keeping adalah tindakan untuk mengerahkan kehadiran

PBB dalam pemeliharaan perdamaian dengan kesepakatan para

pihak yang berkepentingan. Biasanya PBB mengirimkan personel

militer, polisi PBB, dan juga personel sipil. Meskipun sifatnya

110 Loc.cit.

111Boutros Boutros-Ghali, 1992, An Agenda for Peace, New York, United Nations, hlm.
12.

112 Ibid, hlm. 20.


56

militer, namun mereka bukan pasukan perang atau angkatan

bersenjata (angkatan perang).113


4) Peace Building
Peace Building adalah tindakan untuk mengidentifikasi dan

mendukung struktur-struktur yang ada guna memperkuat

perdamaian untuk mencegah suatu konflik yang telah didamaikan

berubah kembali menjadi konflik.114


5) Peace Enforcement
Peace Enforcement adalah wewenang Dewan Keamanan

berdasarkan Piagam untuk menentukan adanya suatu tindakan

yang merupakan ancaman terhadap perdamaian atau adanya suatu

tindakan agresi. Dalam menghadapi situasi ini, berdasarkan Pasal

41 Piagam (Bab VII), Dewan Keamanan berwenang memutuskan

penerapan sanksi ekonomi, politik, atau militer.115

Berikut adalah organ-organ PBB yang berperan aktif dalam

penyelesaian sengketa internasional :


1) Dewan Keamanan
Peranan utama Dewan Keamanan dikukuhkan dalam Pasal 24

ayat (1) Piagam yang menyatakan: Agar PBB dapat mengambil

tindakan segera dan efektif, negara-negara anggota memberikan

tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan untuk

memeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, Dewan

113 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 96.

114 Boutros Boutros-Ghali, Op.cit., hlm. 11.

115 Huala Adolf, Op.cit. hlm. 97.


57

Keamanan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama

negara-negara anggota.116
Sengketa-sengketa antara negara anggota harus diselesaikan

secara damai supaya perdamaian dan keamanan internasional dapat

terpelihara. Penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara damai

diatur oleh Bab VI Piagam. Suatu negara dapat langsung meminta

perhatian Dewan Keamanan dan mengajukan suatu sengketa tanpa

diperlukan persetujuan pihak lain.117


Ketentuan penting dalam kaitannya dengan peran Dewan

Keamanan dalam menyelesaikan sengketa adalah kesepakatan negara-

negara anggota PBB sewaktu menyatakan menjadi anggota PBB.

Berdasarkan Pasal 25 Piagam PBB, semua negara anggota PBB telah

sepakat untuk menerima dan melaksanakan keputusan-keputusan

Dewan Keamanan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa sadar atau

tidak, apa pun keputusan yang dikeluarkan Dewan Keamanan

sehubungan dengan fungsinya dalam menyelesaikan sengketa, para

pihak yang terkait berkewajiban untuk melaksanakannya.118

116 In order to ensure prompt and effective action by the United Nations, its
Members confer on the Security Council primary responsibility for the
maintenance of international peace and security, and agree that in carrying
out its duties under this responsibility the Security Council acts on their
behalf.

117Boer Mauna, Op.cit., hlm. 217. Lihat juga Pasal 35 Piagam PBB. Any Member of
the United Nations may bring any dispute, or any situation of the nature
referred to in Article 34, to the attention of the Security Council or of the
General Assembly.

118 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 99.


58

Menurut Piagam PBB, setiap anggota PBB (Pasal 35 ayat (1)),

Majelis Umum (Pasal 11 ayat (3)), atau Sekretaris Jenderal (Pasal 99)

dapat meminta perhatian Dewan Keamanan terhadap setiap masalah

yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional.

Negara yang bukan anggota PBB dapat pula membawa suatu sengketa

kepada Dewan Keamanan, asalkan negara tersebut menerima terlebih

dahulu kewajiban-kewajiban dalam Piagam untuk penyelesaian

sengketa secara damai.119


2) Majelis Umum
Majelis Umum memiliki wewenang luas dalam memberikan

saran dan rekomendasi berdasarkan Bab IV Piagam (Pasal 9-14

Piagam). Piagam hanya memberikan sedikit kekuasaan kepada Majelis

Umum PBB dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemeliharaan

keamanan internasional. Apabila Dewan Keamanan tidak dapat

mengambil keputusan, maka Majelis Umum dapat mengambil peranan

yang cukup penting.120


Peranan Majelis Umum menurut Pasal 10 Piagam PBB121:
119 Loc.cit. Lihat juga Pasal 32 Piagam PBB. Any Member of the United Nations
which is not a member of the Security Council or any state which is not a
Member of the United Nations, if it is a party to a dispute under consideration
by the Security Council, shall be invited to participate, without vote, in the
discussion relating to the dispute. The Security Council shall lay down such
conditions as it deems just for the participation of a state which is not a
Member of the United Nations.

120 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 219.

121 The General Assembly may discuss any questions or any matters within
the scope of the present Charter or relating to the powers and functions of
any organs provided for in the present Charter, and, except as provided in
Article 12, may make recommendations to the Members of the United Nations
59

Majelis Umum dapat membahas semua persoalan atau hal-hal


yang termasuk dalam kerangka Piagam atau yang berhubungan
dengan kekuasaan dan fungsi salah satu organ yang tercantum dalam
piagam dan membuat rekomendasi-rekomendasi kepada anggota-
anggota PBB atau ke Dewan Keamanan.
Oleh karena rekomendasi-rekomendasi hanya merupakan usul-

usul tanpa kekuatan hukum yang mengikat seperti keputusan-

keputusan, ini berarti bahwa Majelis Umum bukan merupakan badan

tertinggi yang berada di atas negara-negara maupun badan tertinggi di

atas Dewan Keamanan.122 Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 11 (1)

Piagam PBB bahwa: Majelis Umum dapat mempertimbangkan

prinsip-prinsip umum kerjasama dalam memelihara perdamaian dan

keamanan internasional, termasuk prinsip-prinsip mengenai

perlucutan senjata dan pengaturan persenjataan, dan dapat

mengemukakan rekomendasi-rekomendasi yang bertalian dengan

prinsip-prinsip itu kepada anggota-anggota atau kepada Dewan

Keamanan atau kepada kedua-duanya.


Sedangkan Pasal 11 ayat (2) Piagam telah mengatur bahwa:

Majelis dapat membahas dan membuat rekomendasi-rekomendasi

mengenai semua persoalan yang berhubungan dengan pemeliharaan

keamanan internasional yang diajukan oleh salah satu anggota PBB

atau oleh Dewan Keamanan atau oleh suatu negara bukan anggota

PBB.123

or to the Security Council or to both on any such questions or matters.

122 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 220.


60

Majelis Umum mempunyai wewenang atas berbagai persoalan

apakah persoalan itu merupakan suatu sengketa atau keadaan. Majelis

Umum PBB memiliki kekuasaan intervensi langsung dalam dua hal.

Pertama, menurut Pasal 11 ayat (3), Majelis dapat menarik perhatian

Dewan Keamanan terhadap semua keadaan yang dapat

membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Kedua

menurut Pasal 14: Majelis dapat mengusulkan tindakan-tindakan

untuk penyelesaian secara damai semua keadaan, tanpa memandang

asal-usul, yang mungkin mengganggu kesejahteraan umum atau

membahayakan hubungan baik antara bangsa.124


Wewenang Majelis Umum tersebut adalah menyelesaikan

sengketa, kecuali sengketa yang secara esensial menjadi urusan dalam

negeri suatu negara (Pasal 2 ayat (7)). Pembatasan ini sebenarnya

berlaku untuk semua organ PBB, termasuk Dewan Keamanan. Namun,

dalam prakteknya ketentuan terakhir ini tidak menjadi batu sandungan

bagi Majelis Umum untuk membahas masalah-masalah pelanggaran

hak asasi manusia (HAM), peperangan sipil dalam suatu negara atau

masalah-masalah yang sangat sensitif lainnya.125


3) Sekretaris Jenderal PBB (Sekjen PBB)

123 Pasal 11 ayat (2) Piagam PBB (New York: Office of Public Information, United
Nations), hlm. 9.

124 Boer Mauna, Loc.cit.

125 Huala Adolf, Op.cit. hlm. 107.


61

Selain Majelis Umum, Sekjen PBB juga dapat menarik

perhatian Dewan Keamanan. Menurut Pasal 99 Piagam126: Sekretaris

Jenderal dapat menarik perhatian Dewan Keamanan atas semua

masalah, yang menurut pendapatnya, dapat mengancam perdamaian

dan keamanan dunia. Ketentuan ini adalah hal yang baru dan para

pendiri PBB tidak ingin mengulangi kesalahan Liga Bangsa-Bangsa

yang tidak memberikan wewenang kepada Sekretaris Jenderalnya

untuk mengambil prakarsa atas keadaan yang dapat mengancam

perdamaian. Sekretaris Jenderal LBB hanya merupakan pejabat

administratif tertinggi organisasi dan tidak berdaya menghadapi

kelambanan yang disengaja dan kadang-kadang yang diperhitungkan

negara-negara anggotanya.127
Upaya Sekretaris Jenderal PBB dalam penyelesaian sengketa

termuat dalam dua pasal penting, yaitu Pasal 98 dan 99 Piagam PBB.

Pasal 98 merupakan fungsi Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan

Ekonomi dan Sosial, dan Dewan Perwalian yang didelegasikan kepada

Sekjen.128

b. Penyelesaian dalam Kerangka Organisasi-Organisasi dan Badan-


Badan Regional

126 The Secretary-General may bring to the attention of the Security Council
any matter which in his opinion may threaten the maintenance of international
peace and security.

127 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 221.

128 Huala Adolf. Op.cit., hlm. 112.


62

Pasal 33 (1) Piagam PBB menetapkan bahwa salah satu cara untuk

menyelesaikan sengketa internasional secara damai adalah melalui

pengaturan regional serta campur tangan organisasi-organisasi dan badan-

badan regional, berdasarkan pilihan para pihak sendiri. Selain itu, Bab VIII

Piagam PBB juga menetapkan hal yang sama, khususnya Pasal 52 Piagam

PBB yang merujuk pada penyelesaian sengketa internasional melalui

regional arrangements dan regional agencies. Istilah regional

arrangement atau pengaturan regional memberi pengertian perjanjian yang

dibuat secara bilateral maupun multilateral yaitu diantara negara-negara

yang terletak dalam suatu region tertentu yang sepakat untuk

menyelesaikan sengketa di antara mereka tanpa melibatkan institusi

lainnya yang permanen atau organisasi regional sebagai badan hukum

internasional. Sedangkan istilah regional agencies atau badan-badan

regional justru merujuk pada organisasi-organisasi regional dan institusi-

institusi yang permanen, yang dibentuk berdasarkan perjanjian multilateral

antara negara-negara di dalam suatu region tertentu sebagai badan hukum

internasional untuk melaksanakan fungsinya dalam memelihara

perdamaian dan keamanan regional, termasuk penyelesaian sengketa

secara damai.129
Merrils berpendapat, penyelesaian sengketa melalui organisasi

regional memiliki nilai lebih (dibandingkan dengan cara penyelesaian

sengketa misalnya melalui organisasi multilateral). Penyelesaian secara

regional memungkinkan organisasi regional memberi dorongan, bantuan

129 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 223.


63

atau bahkan tekanan kepada para pihak di region tersebut untuk

menyelesaikan sengketanya secara damai.130


Di bawah ini akan diuraikan prosedur dan mekanisme penyelesaian

sengketa yang berlaku bagi beberapa organisasi/badan regional, yaitu

sebagai berikut :

1) Liga Arab
Peranan Liga Arab dalam menyelesaikan sengketa yang timbul

di antara para negara anggotanya diatur dalam Pasal 5131 Pakta Liga

Arab yang membentuk Dewan Liga Arab yang terdiri dari wakil-wakil

semua negara anggotanya. Apabila sengketa yang timbul tidak

menyangkut masalah kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah

salah satu negara anggotanya atau negara lainnya, maka keputusan

Liga Arab akan mengikat dan wajib dilaksanakan oleh negara

anggotanya. Dewan Liga Arab hanya dapat berfungsi sebagai badan

arbitrase untuk menyelesaikan sengketa di antara para anggotanya

berdasarkan : (i) permohonan dari negara anggota untuk menangani

130 J.G. Merrills, 1998, International Disputes Settlement, Cambridge, Cambridge U.P.,
page. 259.

131 Any resort to force in order to resolve disputes between two or more member-states
of the League is prohibited. If there should arise among them a difference which does not
concern a state's independence, sovereignty, or territorial integrity, and if the parties to
the dispute have recourse to the Council for the settlement of this difference, the decision
of the Council shall then be enforceable and obligatory. In such case, the states between
whom the difference has arisen shall not participate in the deliberations and decisions
of the Council. The Council shall mediate in all differences which threaten to lead to war
between two member-states, or a member-state and a third state, with a view to bringing
about their reconciliation. Decisions of arbitration and mediation shall be taken by
majority vote.
64

sengketa, dan (ii) permasalahan yang menjadi sengketa. Negara

anggota yang terkait dalam sengketa tidak diperkenankan

berpartisipasi dalam pembahasan dan pengambilan keputusan oleh

Dewan. Dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan di

kawasan dan mencegah terjadinya konflik bersenjata di antara para

anggotanya, Dewan juga dapat melakukan mediasi, jasa-jasa baik, dan

konsiliasi tanpa diminta oleh negara anggota yang terlibat dalam

sengketa132.
2) Organisasi Negara-negara Amerika (Organization of American
States/OAS)

Bab VI (Pasal 23-26) Piagam OAS 133 secara khusus mengatur

prosedur penyelesaian sengketa di antara para anggotanya secara

damai melalui perundingan langsung di antara para pihak yang

bersengketa, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi dan cara-cara damai

lainnya. Walaupun demikian, Piagam OAS tidak membatasi hak para

negara anggotanya untuk menempuh mekanisme penyelesaian

sengketa lainnya di luar kerangka OAS. Setelah diperbaiki tahun 1985,

132 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 224.

133 International disputes between Member States shall be submitted to the peaceful
procedures set forth in this Charter. This provision shall not be interpreted as an
impairment of the rights and obligations of the Member States under Articles 34 and 35
of the Charter of the United Nations. The following are peaceful procedures: direct
negotiation, good offices, mediation, investigation and conciliation, judicial settlement,
arbitration, and those which the parties to the dispute may especially agree upon at any
time. In the event that a dispute arises between two or more American States which, in
the opinion of one of them, cannot be settled through the usual diplomatic channels, the
parties shall agree on some other peaceful procedure that will enable them to reach a
solution
65

Piagam OAS juga menetapkan pembentukan Dewan Tetap untuk

menyelesaikan sengketa secara damai. Dewan Tetap baru dapat

berfungsi berdasarkan inisiatif atau persetujuan pihak-pihak terkait.

Dalam keadaan tertentu, Dewan Tetap juga dapat membentuk Komite

Ad Hoc yang diberi mandat untuk mencari penyelesaian terbaik

dengan persetujuan para pihak yang bersengketa. Piagam OAS

memberikan wewenang penuh kepada Sekjen OAS untuk berperan

dalam menyelesaikan sengketa, sebagaimana yang dimiliki oleh

Sekjen PBB berdasarkan Pasal 99 Piagam PBB.134


3) Organisasi Persatuan Afrika (Organization of African Unity/OAU)
Pasal 19 Piagam OAU135 menetapkan prinsip-prinsip

penyelesaian sengketa secara damai dan membentuk Komisi Mediasi,

Konsiliasi dan Arbitrasi, yang para anggotanya dan fungsinya diatur

secara khusus dalam protokol terpisah sebagai bagian integral dari

Piagam OAU. Protokol tersebut ditandatangani di Kairo pada tanggal

21 Juli 1964 dan memuat ketentuan prosedur yang rinci bagi

penyelesaian sengketa di antara para anggota OAU. Anggota Komisi

terdiri dari 21 wakil dari negara anggota dan dipilih oleh Majelis

Umum untuk periode 5 tahun. Setiap sengketa dapat diajukan kepada

Komisi oleh salah satu pihak terkait atau oleh kepala negara/menteri

134 Loc.cit.

135 Member States pledge to settle all disputes among themedves by peaceful means and,
to this end decide to establish a Commission of Mediation, Conciliation and Arbitration,
the composition of which and conditiow o] service shall be defined by a separate
Protocol to be approved by the Assembly of Heads of State and Government. Said
Protocol shall be regarded as forming an integral part of the present Charter.
66

yang mewakili pemerintah suatu negara anggota. Komisi dapat

menolak menangani suatu kasus sengketa apabila permasalahannya

dianggap berada di luar wewenang Komisi. Persetujuan dari salah satu

pihak yang bersengketa diperlukan sebelum komisi dapat

melaksanakan fungsinya. Dalam prakteknya Komisi juga dapat

membentuk Komite Ad hoc untuk menyelidiki suatu kasus, serta

menggunakan sumber-sumber dan prosedur lainnya seperti jasa-jasa

baik para tokoh negara/politisi dari negara-negara Afrika136.


4) Dewan Eropa
Konvensi Eropa mengenai penyelesaian sengketa yang diterima

pada tahun 1957 membedakan sengketa hukum sebagaimana

ditetapkan oleh Pasal 36 (2) Statuta Mahkamah Internasional

(International Court of Justice/ICJ) dan sengketa non hukum. Khusus

untuk sengketa hukum, para pihak pada konvensi untuk menerima

yurisdiksi ICJ yang mengikat. Namun demikian, para pihak yang

bersengketa dapat memilih prosedur lainnya di luar ICJ untuk

menyelesaikan sengketa mereka, misalnya melalui prosedur konsiliasi

sebelum mengajukan sengketanya kepada ICJ. Pasal 4 konvensi ICJ

menetapkan prosedur sebagai berikut: (i) konsiliasi, kecuali para pihak

sepakat untuk mengajukan sengketanya kepada Mahkamah Arbitrase

tanpa melalui prosedur konsiliasi terlebih dahulu; (i) arbitrase, bagi

semua sengketa non-hukum yang belum diselesaikan melalui

konsiliasi karena kemauan para pihak terkait ataupun karena konsiliasi

136Ibid, hlm. 225.


67

telah gagal (Pasal 19 Konvensi). Meskipun Konvensi mengakui

keputusan ICJ yang mengikat, namun berdasarkan Pasal 34 Konvensi

ICJ, para pihak dapat mengajukan persyaratan pada waktu meratifikasi

konvensi untuk tidak menerima compulsory jurisdiction dari ICJ.

Selain itu apabila para pihak yang bersengketa sepakat untuk

menyelesaikan kasusnya berdasarkan prosedur dan mekanisme

lainnya, maka ketentuan konvensi tidak berlaku. Dalam kaitan ini para

pihak yang bersengketa harus memilih prosedur yang keputusannya

mengikat secara hukum, misalnya dituangkan dalam suatu instrumen

perjanjian.137
5) Masyarakat-Masyarakat Eropa
Penyelesaian sengketa secara damai di antara para negara

anggota Masyarakat Eropa (ME) diatur secara jelas dalam Treaty

Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Society Treaty),

pada tanggal 25 Maret 1957. Negara-negara anggota ME telah

menyatakan komitmen mereka untuk tidak memilih prosedur lain

diluar ketentuan dalam Treaty ME tersebut untuk menyelesaikan

sengketa di antara anggota ME. Di dalam pelaksanaannya, terdapat dua

badan yang berperan, yaitu: (i) Komisi Masyarakat Eropa, dan (ii)

Mahkamah ME. Apabila salah satu negara anggota ME dianggap tidak

melaksanakan kewajibannya berdasarkan Treaty tersebut maka

permasalahannya dapat diajukan kepada Komisi. Selanjutnya Komisi

akan memberikan pendapat dan keputusannya dalam jangka waktu 3

137 Ibid, hlm. 226.


68

bulan. Apabila jangka waktu tersebut berakhir tanpa menghasilkan

keputusan Komisi, atau apabila salah satu pihak yang bersengketa

berkeberatan dengan keputusan Komisi, maka permasalahannya dapat

diajukan kepada Mahkamah ME. Yurisdiksi Mahkamah ME mengikat

semua negara anggota ME dan setiap keputusannya harus dilaksanakan

secara menyeluruh.138

Didalam Pasal 53 Piagam PBB pun telah ditetapkan bahwa Dewan

Keamanan PBB secara tepat dapat memanfaatkan penyelesaian regional

atau badan-badan penegakan hukum di bawah otoritasnya. Namun

demikian, tidak ada tindakan penegakan dapat diambil di bawah

mekanisme regional tanpa otoritas Dewan Keamanan PBB.139

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Secara Paksa atau Kekerasan


Apabila negara-negara tidak mencapai kesepakatan untuk

menyelesaikan sengketa-sengketa mereka secara persahabatan maka cara

pemecahan yang mungkin adalah dengan melalui cara-cara kekerasan. 140 Cara

penyelesaian sengketa melalui kekerasan adalah :


1. Perang dan Tindakan Bersenjata Non-perang
Keseluruhan tujuan dari perang adalah untuk menaklukkan negara

lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian jika negara yang

ditaklukkan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Tindakan

138 Loc.cit.

139 Sefriani, Op.cit., hlm. 335.

140 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 679.


69

bersenjata, yang tidak dapat disebut perang, juga banyak diupayakan dalam

tahun-tahun terakhir ini.141


Secara umum, ada empat kondisi diizinkannya penggunaan

kekerasan menurut Hukum Kebiasaan Internasional, yakni142:


a. Untuk merespons serangan bersenjata terhadap teritorial negara, contohnya

hal yang dilakukan Kuwait terhadap Irak pada tahun 1990.


b. Mengantisipasi serangan militer atau ancaman terhadap keamanan negara,

sehingga negara dapat menyerang lebih dulu untuk menetralisasi sesegera

mungkin, misalnya pembenaran serangan terhadap reaktor nuklir Irak oleh

Israel pada tahun 1981.


c. Dalam merespons suatu serangan atau ancaman terhadap kepentingan

negara seperti wilayah, warga negara, properti, dan hak-hak yang dijamin

oleh hukum internasional. Contohnya serangan terhadap Uganda oleh Israel

tahun 1977 dan AS terhadap Irak tahun 1993.


d. attack tidak harus dalam bentuk serangan bersenjata, tetapi dapat

merupakan economic aggression dan propaganda.

2. Retorsi
Retorsi adalah istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu

negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara

lain. Balas dendam tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah

yang tidak bersahabat didalam konferensi negara yang kehormatannya

dihina. Misalnya, merenggangnya hubungan-hubungan diplomatik,

141 Loc.cit.

142 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Op.cit., hlm. 267.


70

pencabutan privilege-privilege diplomatik, atau penarikan diri dari konsesi-

konsesi fiskal dan bea.143


Jika ternyata tindakan-tindakan retorsi yang sah dalam keadaan

tertentu bisa menjadi sesuatu yang membahayakan perdamaian dan

keamanan internasional, serta keadilan, maka dalam keadaan ini retorsi

tidak dibenarkan menurut Pasal 2 ayat (3)144 Piagam PBB. Ketentuan ini

yang menyatakan: negara-negara anggota harus menyelesaikan sengketa-

sengketa mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga tidak

membahayakan perdamaian dan keamanan internasional serta

keadilan.145

3. Tindakan-Tindakan Pembalasan (Reprisal)


Reprisal atau pembalasan adalah salah satu istilah yang telah

dikenal sejak lama, meskipun para sarjana hukum internasional waktu itu

belum memperoleh kesepakatan mengenai makna yang harus diberikan

pada reprisals.146 Pembalasan adalah metode-metode yang dipakai oleh

negara-negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-

negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya

pembalasan. Dahulu, istilah tersebut dibatasi pada penyitaan harta benda

143 J.G. Starke, Loc.cit.

144 All Members shall settle their international disputes by peaceful means in
such a manner that international peace and security, and justice, are not
endangered.

145 Muhammad Ashri dan Rapung Samuddin, Loc.cit.

146 J.L. Brierly, 1996, Hukum Bangsa-Bangsa Suatu Pengantar Hukum Internasional,
terjemahan: Moh. Radjab, Jakarta, Bhratara, hlm. 269.
71

atau penahanan orang-orang, tetapi dalam konotasi modern istilah ini

menunjuk kepada tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh satu negara

terhadap negara lain untuk tujuan menyelesaikan sengketa yang disebabkan

oleh tindakan ilegal atau tindakan yang tidak sah oleh negara lain tersebut.
Perbedaan antara tindakan pembalasan dan retorsi adalah bahwa

pembalasan mencakup tindakan, yang pada umumnya dapat dikatakan

sebagai perbuatan ilegal sedangkan retorsi meliputi tindakan yang sifatnya

balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum. Pembalasan dapat berupa

berbagai macam bentuk, misalnya, suatu pemboikotan barang-barang

terhadap suatu negara tertentu, suatu embargo, suatu demonstrasi angkatan

laut, atau pemboman. Beberapa topik praktek internasional adalah lebih

kontroversial dibanding tindakan pembalasan dan hal ini secara tepat

diperlihatkan pada tahun 1973 sampai 1974 ketika negara-negara Arab

penghasil minyak memperkenalkan suatu embargo ekspor minyaknya

terhadap negara-negara tujuan tertentu. Pendapat-pendapat yang

dikemukakan tentang sah atau tidak sahnya embargo ini tidak mencapai

titik temu dan merupakan indikasi tidak dapat ditentukannya keluasan

hukumnya dalam kaitan masalah ini.147

4. Blokade Secara Damai


Blokade damai adalah blokade yang dilakukan pada waktu damai

untuk memaksa negara yang diblokade agar memenuhi permintaan ganti

147 J.G. Starke, Op.cit. hlm. 680.


72

rugi yang diderita negara yang memblokade. Blokade damai sudah lebih

dari reprisal, tetapi masih di bawah perang.148


Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang

terlibat perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Namun, blokade

secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai.

Kadang-kadang digolongkan sebagai suatu pembalasan. Tindakan itu pada

umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade

untuk menaati permintaan ganti rugi kerugian yang diderita oleh negara

yang memblokade. Beberapa penulis telah meragukan legalitas dari

tindakan ini. Selain tindakan blokade ini sudah usang, juga

diperbolehkannya tindakan sepihak ini masih dipertanyakan dipandang dari

segi Piagam PBB.149

5. Intervensi
Menurut Mahkamah Internasional, suatu intervensi dilarang oleh

hukum internasional apabila: (a) merupakan campur tangan yang berkaitan

dengan masalah-masalah, misalnya setiap negara dibolehkan untuk

mengambil keputusan secara bebas (misalnya mengenai sistem politik atau

ekonomi atau penganutan politik luar negerinya sendiri.); dan (b) campur

tangan itu meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan

cara-cara paksa, khususnya kekerasan (misalnya memberikan dukungan

secara tidak langsung terhadap aktivitas-aktivitas subversif terhadap negara

yang menjadi tujuan intervensi tersebut). Segala sesuatu yang tidak

148 Sefriani, Op.cit., hlm. 352.

149 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 682.


73

termasuk dalam pengertian yang dikemukakan secara tegas ini bukanlah

intervensi dalam arti yang dilarang oleh hukum internasional. Suatu contoh

historis yang terkenal mengenai intervensi diktatorial karena adanya dasar

pembenaran yang nyata adalah demarche bersama pada tahun 1985 oleh

Rusia, Perancis dan Jerman, untuk memaksa Jepang mengembalikan

wilayah Liaotung, yang dirampas Jepang dari China melalui Traktat

Shimonoseki, kepada China. Akibat intervensi ini, yaitu mewajibkan

Jepang mengembalikan Liaotung kepada Cina, menyulut Perang antara

Rusia dengan Jepang tahun 1904-1905.150


Bentuk-bentuk pokok intervensi diplomatik tersebut

memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang fundamental dari bentuk

campur tangan yang lebih aktif terhadap urusan-urusan intern dan ekstern

negara lain, yang lazimnya dimasukkan ke dalam istilah intervensi, dan

yang mempunyai arti sangat luas mencakup tindakan kemiliteran.

Tampaknya mungkin untuk membedakan tiga macam intervensi material

aktif, yang berbeda dengan bentuk intervensi yang dikemukakan di muka,

yang tidak mengandung karakter demarche diplomatik151:


a. Intervensi Intern. Contohnya adalah negara A yang

mencampuri persengketaan antara pihak-pihak bertikai di

negara B, dengan cara mendukung salah satu pihak, baik pihak

pemerintah yang sah ataupun pihak pemberontak.

150 J.G. Starke, 1989, Pengantar Hukum Internasional 1, Jakarta, Sinar Grafika, hlm.
136.

151 Loc.cit.
74

b. Intervensi Ekstern. Contohnya adalah negara A yang ikut

campur tangan dalam hubungan, umumnya hubungan

permusuhan, seperti ketika Italia melibatkan diri dalam Perang

Dunia Kedua dengan memihak Jerman dan melawan Inggris.


c. Intervensi Penghukuman. Bentuk intervensi ini merupakan

suatu tindakan pembalasan, yang bukan perang, atas kerugian

yang diderita oleh negara lain; misalnya suatu blokade damai

yang dilakukan terhadap negara yang menimbulkan kerugian

sebagai pembalasan atas tindakannya yang merupakan

pelanggaran berat traktat.

Istilah intervensi juga digunakan oleh beberapa penulis untuk

menyatakan intervensi subversif, untuk menunjukkan aktivitas

propaganda atau aktivitas lainnya yang dilakukan oleh satu negara dengan

maksud untuk menyulut revolusi atau perang saudara di negara lain, untuk

tujuan negara itu sendiri. Hukum internasional melarang intervensi

subversif demikian.152
Berikut ini adalah yang umumnya dinyatakan sebagai kasus-kasus

kekecualian pokok yang menurut hukum internasional suatu negara berhak

melakukan intervensi sah153:


a. Intervensi kolektif sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa;
b. Intervensi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan-

kepentingan serta keselamatan jiwa warga-warga negara di luar

152 Ibid, hlm. 137.

153 Loc.cit.
75

yang menjadi dasar bagi pemerintah Amerika Serikat

membenarkan tindakan pengiriman tentara multinasional di

Pulau Grenada bulan Oktober 1983;


c. Pertahanan diri, apabila intervensi diperlukan untuk

menghilangkan bahaya serangan bersenjata yang nyata;


d. Dalam urusan-urusan protektorat yang berada di bawah

kekuasaannya;
e. Apabila negara yang menjadi subyek intervensi dipersalahkan

melakukan pelanggaran berat atas hukum internasional

menyangkut negara yang melakukan intervensi, sebagai

contoh, apabila negara pelaku intervensi sendiri telah

diintervensi secara melawan hukum.

Didalam melaksanakan hak-hak kekecualian intervensi negara-

negara harus tunduk kepada kewajiban-kewajiban pokok menurut Piagam

Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sehingga kecuali Piagam PBB sendiri

memperbolehkan pelaksanaan hak itu, intervensi tidak boleh berkembang

menjadi ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integrasi teritorial

atau kemerdekaan politik negara-negara manapun.154 Jadi intervensi harus

tunduk terhadap ketentuan Piagam PBB dan tidak boleh mengancam

perdamaian dan keamanan internasional.

154 Loc.cit. Lihat juga Article 2 ayat (4) Charter of the United Nations (New York: Office
of Public Information, United Nations), page. 4. All Members shall refrain in their
international relations from the threat or use of force against the territorial
integrity or political independence of any state, or in any other manner
inconsistent with the Purposes of the United Nations.
76
77

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode menurut Robert Bogdan dan Steven J Taylor dalam

Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: 155 Suatu proses, prinsip,

prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban

(the process, principles, and procedures by which we approach problems

and seek answer). Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang

berkaitan dengan analisis dan konstruksi, yang dilakukan secara

metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan

metode atau cara tertentu, tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam

suatu kerangka tertentu.156

Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan,

mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan maupun

teknologi. Menemukan berarti berusaha memperoleh sesuatu untuk

mengisi kekosongan atau kekurangan sesuatu yang telah ada,

mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih dalam sesuatu

155 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm 46.

156 Ibid, hlm. 42.


78

yang telah ada, dan menguji kebenaran yang akan dilakukan jika apa yang

sudah ada masih diragukan kebenarannya.157

Langkah-langkah ini sesuai dengan karakter ilmu hukum yang

bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum yang bersifat preskriptif, ilmu

hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan

hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Ilmu hukum

sebagai ilmu terapan menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan,

rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Oleh karena itulah

langkah-langkah tersebut dapat diterapkan baik terhadap penelitian untuk

kebutuhan praktis maupun untuk tujuan akademis.158

Metode merupakan unsur yang harus ada dalam kegiatan

penelitian. Adapun metodologi dalam penelitian ini meliputi :

A. Metode Pendekatan

Dalam Penulisan Hukum ini, metode pendekatan yang

digunakan adalah Yuridis Normatif. Penelitian Hukum Normatif

(yuridis normatif) adalah metode penelitian hukum yang dilakukan

dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.159

157 Ronny Hanitijo Soemirto, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 9.

158 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta, Prenada Media Group,
hlm. 171.

159Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 13-14.
79

Penelitian hukum normatif memiliki pendekatan yang dapat

digunakan penulis untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek

untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Dalam

penulisan hukum ini penulis menggunakan pendekatan instrumen

internasional.

Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang menekankan

pada penelaahan dokumen-dokumen hukum dan bahan-bahan pustaka

yang berkaitan dengan pokok permasalahan yaitu penyelesaian

sengketa Suriah dalam perspektif hukum internasional.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan hukum ini adalah

termasuk deskriptif-analitis, yaitu menggambarkan peraturan

perundangan yang berlaku dikaitkan dengan praktek pelaksanaan

hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas. 160 Dekriptif-

analitis ini tidak hanya sekedar menggambarkan permasalahan yang

ada, tetapi juga menganalisis permasalahan. Analisis terhadap hasil

penelitian diharapkan dapat memberikan jawaban mengenai gambaran

penyelesaian sengketa Suriah dalam perspektif hukum internasional.

Setelah dilakukan penelitian, maka dapat diperoleh gambaran yang

bersifat umum mengenai keadaan obyek, kemudian dilakukan analisis

terhadap data yang diperoleh dan pada akhirnya penulis dapat

mengambil kesimpulan yang bersifat umum dari bahan-bahan yang

160 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 97.


80

diperoleh secara khusus tentang obyek permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini.

C. Metode Pengumpulan Data

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan,

yaitu penelitian terhadap data sekunder. Menurut Ronny Hanitijo

Soemitro, data sekunder umum yang dapat diteliti adalah data

sekunder yang bersifat pribadi dan data sekunder yang bersifat

publik161. Penulis dalam penelitian hukum ini mengambil data

sekunder yang bersifat publik, yang terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat, terdiri dari Instrumen Internasional, yang meliputi:

a. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 1945

b. Statuta Mahkamah Internasional 1945

c. Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional 1998

d. Konvensi The Hague 1899 tentang Penyelesaian Secara Damai

Sengketa-Sengketa Internasional

e. Konvensi The Hague 1907 tentang Penyelesaian Secara Damai

Sengketa-Sengketa Internasional

f. Deklarasi mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama

Antar Negara tanggal 24 Oktober 1970 (A/RES/2625/XXV)

161Ibid, hlm. 11.


81

g. Deklarasi Manila tanggal 15 November 1982 (A/RES/37/10)

mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai

2. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang

erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat

membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer 162.

Diantaranya berupa karya buku ilmiah, majalah, bulletin, koran,

jurnal, dan lain sebagainya yang dapat mendukung pembahasan

tentang penyelesaian sengketa Suriah dalam perspektif hukum

internasional, bahan hukum ini diperoleh dari :

a. Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah;

b. Perpustakaan Hukum Universitas Diponegoro;


c. Perpustakaan Universitas Diponegoro;
d. Browsing melalui Internet.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder163, terdiri dari:

a. Kamus Hukum

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia

c. Kamus Bahasa Inggris

D. Metode Analisis Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif

(legal research) adalah data sekunder saja, yaitu studi dokumen berupa

162Ibid, hlm. 12.

163Loc.cit.
82

peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum,

dan pendapat sarjana hukum. Itu pula sebabnya digunakan analisis

secara kualitatif (analisis normatif kualitatif) karena datanya bersifat

kualitatif.164 Didalam penelitian hukum ini pun memakai metode

analisis normatif kualitatif. Normatif karena penelitian ini bertitik

tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum

positif.165 Sedangkan kualitatif, yaitu data yang diperoleh, kemudian

disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif,

untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.166

E. Metode Penyajian Data

Setelah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

dikumpulkan, maka data tersebut akan diteliti kembali. Data yang

diperoleh kemudian dilakukan pengolahan melalui editing, sehingga

data yang disajikan tidak lagi berbentuk mentah. Editing dilakukan

dengan meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data

sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.

Penyajian data dilakukan secara sistematis sesuai materi-materi

pembahasan. Setelah data yang diperoleh melalui proses editing, maka

164 Rianto Adi, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Granit, hlm. 92.

165 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 98.

166Ibid, hlm. 116.


83

tahap selanjutnya data tersebut segera dituangkan dalam bentuk

tulisan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Sengketa Suriah

1. Sejarah Suriah

Nama Asli : Al-Jamhouriya al-Arabia as-Souriya


Internasional : Syrian Arab Republic
Bentuk Negara : Republik
Terletak di : Asia Barat Daya
Penduduk : 16.728.808 jiwa (2002)
Luas Wilayah : 186.480 km
Ibu Kota Negara : Damaskus (1,55 juta jiwa)
Bahasa Nasional : Arab (resmi), Prancis
Mata Uang : Pound
Lagu Kebangsaan : Homet el-Diyar
Tanggal Bersejarah : 17 April 1946 (merdeka)
Agama Terbesar : Islam
Ekspor Utama : Minyak dan Gas
Pemimpin : Presiden Bashar al-Assad
84

Perdana Menteri Muhammad Naji al-Otari167

Suriah terdiri atas dataran tinggi kering, meskipun bagian barat

lautnya yang berbatasan dengaa cukup hijau. Eufrat, sungai paling penting

di Suriah, melintasi Negara ini di timur. Kota terbesar termasuk ibu kota

Damaskus, ada di barat daya, Aleppo di utara, dan Homs. Kebanyakan

kota penting lain terletak di sepanjang pesisir. Iklim di Suriah ialah panas

dan kering, walaupun musim dingin termasuk ringan. Salju juga terjadi

saat musim dingin karena ketinggian Negara ini 168

Wikipedia juga mencatat bahwa Republik Arab Suriah adalah

Negara yang terletak di Timur Tengah, dengan Negara Turki di sebelah

utara, Irak di timur, Laut Tengah di barat, dan Yordania di selatan. Suriah

tergolong salah satu pusat peradaban paling tua di muka bumi. Penggalian

oleh para arkeolog pada tahun 1975 di kota Ebla bagian utara Suriah

menunjukkan bahwa sebuah Kerajaan Semit sempat berdiri dan menyebar

dari Laut Merah ke Turki dan Mesopotamia pada tahun 2500-2400 SM.

Etnis Suriah diketahui merupakan etnis Semit, dengan 90% terdiri atas

warga muslim, 74% Sunni, dan 16% terdiri atas kelompok muslim lainnya,

termasuk Alawi, Syiah, dan Druze. Sementara itu, 10% adalah warga

Kristen.169

167 http://id.wikipedia.org/wiki/Suriah diakses pada tanggal 21 Februari 2014.

168 Riza Sihbudi, 2007, Menyandera Timur Tengah, Bandung, Mizan, hlm. 436.

169 http://id.wikipedia.org/wiki/Suriah diakses pada tanggal 21 Februari 2014.


85

Suriah merupakan bagian dari kumpulan tanah Bulan Sabit Subur.

Bulan Sabit Subur adalah sebuah kawasan di Asia Barat. Ini termasuk

daerah yang relatif subur dari Mesopotamia dan Levant, yang dibatasi oleh

iklim kering dari Gurun Suriah di selatan dan Anatolia, dataran tinggi di

utara. Daerah ini sering dianggap sebagai tempat lahirnya peradaban.

Wilayah itu sangat terkenal karena tanah yang kaya dan berbentuk sabit.

Adapun wilayah Negara-negara modern yang signifikan dalam Bulan

Sabit Subur adalah Irak, Suriah, Libanon, Palestina, dan Yordania, selain

pinggiran tenggara Turki dan pinggiran barat Iran. Peradaban berkembang

perlahan-lahan di berbagai belahan dunia. Orang-orang mulai menetap di

wilayah dengan sumber daya alam yang melimpah. Satu bagian dari Timur

Tengah disebut Bulan Sabit Subur. Bulan Sabit Subur merupakan daerah

yang kaya makanan yang tumbuh di sebuah nominal dunia, dimana

sebagian besar lahan terlalu kering untuk pertanian. Bulan Sabit Subur pun

termasuk wilayah berbentuk seperempat bulan yang membentang dari

pantai timur Laut Mediterania sampai Teluk Persia. Beberapa lahan

pertanian terbaik dari Bulan Sabit Subur ialah pada strip sempit tanah

antara Sungai Tigris dan sungai Eufrat. Orang Yunani menyebut daerah ini

Mesopotamia. Saat ini, tanah itu dikenal sebagai Irak.170

Sejak zaman kuno hingga berada dalam kekuasaan Turki Utsmani,

Suriah merujuk kepada istilah geografis untuk seluruh daerah yang

meliputi Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina, dan Israel (sekarang) yang

170 http://yoaz-nero.blogspot.com/search?q=bulan+sabit+subur diakses pada tanggal 21


Februari 2014.
86

dahulu dikenal dengan nama wilayah Syam. 171 Dapat dipastikan bahwa

wilayah Suriah pada zaman dahulu lebih luas dari wilayahnya zaman

sekarang. Sebagian wilayahnya sekarang telah menjadi Negara yang

merdeka, strategis dan berpengaruh di kawasan Timur Tengah bahkan

dunia.

Pada abad ke-6 SM, Suriah menjadi bagian kekuasaan Kekaisaran

Persia. Selanjutnya, pada abad ke-4 SM, Suriah menjadi bagian kekuasaan

Imperium Iskandar Agung yang berhasil menghancurkan kekuatan Persia

dan membuka jalan bagi penaklukan Suriah di bawah Imperium Romawi.

Terpecahnya Imperium Romawi pada abad ke-4 sesudah Masehi

menjadikan Suriah berada di bawah kekuasaan Imperium Bizantium yang

berpusat di Konstantinopel. Pada tahun 634 M, kaum muslim Arab

berhasil menaklukkan Suriah, dan memberikan ciri peninggalan yang

begitu kuat hingga saat ini, yaitu bahasa Arab dan agama Islam. Pada

tahun 661 M, Suriah menjadi pusat berkembangnya Islam, karena

Damaskus menjadi ibu kota kekuasaan Bani Umayah.172

Pada tahun 1516, Suriah ditaklukkan oleh imperium Turki

Utsmani. Kekalahan Turki dalam Perang Dunia I menyebabkan Turki

harus menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya kepada pengawasan

Liga Bangsa-Bangsa. Prancis mendapatkan hak atas Levant (istilah untuk

171 M. Agastya ABM, 2013, Arab Spring Badai Revolusi Timur Tengah yang Penuh
Darah, Jogjakarta, IRCiSoD, hlm. 156.

172 Ibid, hlm. 157.


87

wilayah Suriah dan Lebanon) di bawah pengawasan Liga Bangsa-Bangsa

berdasarkan keputusan Konferensi San Remo, yang akta mandatnya

ditandatangani di London pada 24 Juli 1922. Alasan Prancis mendapatkan

hak atas Levant didasarkan pada hubungan sejarah yang panjang antara

Prancis dengan penguasa Suriah, jauh sebelum terjadinya Perang Salib.

Saat itu, Prancis menerima kapitulasi Sultan mengenai izin didirikannya

kantor dagang dan konsulat Perancis di Suriah. Hubungan baik tersebut

dilanjutkan oleh Henri IV, Richelieau, dan Louis XIV.173

Pada tahun 1920, sebuah Kerajaan Arab di bawah kekuasaan Raja

Faysal dari keluarga Hashimiah didirikan di Suriah. Selain menjadi Raja

Suriah, Raja Faysal juga menjadi Raja di Irak. Kekuasaannya di Suriah

berakhir seiring dengan kekalahan pasukannya melawan Prancis dalam

pertempuran Maysalun.174

Selama beberapa tahun, PBB meletakkan Suriah dibawah mandat

Perancis, sebelum akhirnya Prancis terpuruk pada tahun 1940. Kelompok

nasionalis Suriah mendesak agar Perancis segera menarik keluar

pasukannya dari Suriah pada April 1946. Suriah pun ditinggalkan Perancis

dalam kendali pemerintahan Republik yang telah lebih dahulu terbentuk

ketika Prancis memegang mandate PBB atas Negara itu. Kendati

perkembangan ekonomi Suriah berlangsung pesat, diikuti dengan deklarasi

173 Loc.cit.

174 Ibid, hlm. 158.


88

kemerdekaan pada 17 April 1946, pergolakan politik justru terjadi di

Negara itu pada tahun 1960-an.175

Suriah dan Mesir diketahui sempat bersatu membentuk Republik

Persatuan Arab, tetapi persatuan ini tidak berhasil, sehingga memicu

terjadinya kudeta militer pada 28 September 1961. Suriah pun

memisahkan diri, dan bangkit kembali sebagai Negara Republik Suriah.

Kabinet baru dibentuk di bawah bayang-bayang Partai Baath. Kudeta

militer kembali terjadi pada 13 November 1970, dan Menteri Pertahanan

Suriah saat itu, Hafizh al-Assad, menobatkan dirinya sebagai perdana

menteri. Setelah 30 tahun berkuasa penuh atas Suriah, pada 10 Juni 2000,

ia dilaporkan tutup usia. Pada masa ini, perubahan konstitusi terjadi,

yaitu parlemen menghendaki usia minimum bagi presiden adalah 40-43

tahun. Perubahan itu memungkinkan bagi putranya Hafizh al-Assad,

Bashar al-Assad, untuk terpilih sebagai presiden. Ia maju mencalonkan

diri tanpa pesaing. Bashar al-Assad pun secara resmi dilantik pada 17 Juli

2000 untuk masa jabatan 7 tahun.176

2. Sengketa Suriah

Keberhasilan Revolusi Tunisia dan Mesir pada awal tahun 2011

mendorong para pemuda dan aktivis Suriah untuk menggelar aksi serupa

di negaranya. Memanfaatkan jejaring sosial sebagai sarana komunikasi

175 Ibid, hlm. 161.

176 Ibid, hlm. 162.


89

utama, mereka menyeru rakyat untuk hadir dalam aksi protes rakyat pada

tanggal 15 Maret 2011.177 Pada tanggal tersebut terjadi aksi demo di Daraa,

sebuah kota kecil di perbatasan Jordan-Suriah. Sebulan sebelumnya,

sekelompok pelajar menuliskan slogan-slogan anti pemerintah di tembok-

tembok kota. Polisi kota itu segera memenjarakan mereka selama sebulan

dan saat dilepas, didapati bahwa mereka telah mengalami penyiksaan di

dalam penjara. Massa yang marah segera berdemo pada tanggal 15 Maret

2011 memprotes gubernur Daraa.178

Aksi protes rakyat Suriah dengan sangat cepat menyebar ke

berbagai kota. Pada tanggal 25 Maret 2011, dengan serentak rakyat Suriah

menggelar demonstrasi besar di 7 provinsi dari 14 provinsi yang ada.

Eskalasi demonstrasi rakyat yang begitu cepat dan signifikan di berbagai

penjuru kota akhirnya memaksa Bashar al-Assad berpidato di depan

parlemen pada tanggal 31 Maret 2011.179

Pada tanggal 26 Maret 2012 terjadi demo akbar pro-Assad di

Damaskus. Berbeda dengan kondisi di Mesir dan Tunisia bahwa aksi demo

lokal memuncak menjadi demo nasional yang berpusat di ibu kota Negara,

justru menyusul tragedi di Daraa, muncul demo besar-besaran yang

mendukung Assad. Jumlah peserta demo diperkirakan lebih dari satu juta

177Ibid, hlm. 173.

178 Dina Y. Sulaeman, 2013, Prahara Suriah : Membongkar Persekongkolan


Multinasional, Depok, Pustaka IIMaN, hlm. 100.

179 M. Agastya ABM, Loc.cit.


90

orang dan ini sangat jauh melebihi jumlah demonstrasi sporadis anti-

Assad. Demo serupa juga terjadi di Aleppo, Hama, Hasaka, dan Homs.180

Pada awal bulan Juni 2011, pihak militer Suriah menembaki para

demonstran di kota Hamah, sehingga menewaskan puluhan orang. Tindak

kekerasan semacam itu masih terus berlangsung hingga saat ini. Awal

bulan Februari 2012, serangan bom dilancarkan militer pro-pemerintah di

wilayah Khalidiya, provinsi Homs. Lalu, disusul dengan berbagai operasi

militer di berbagai daerah, dan merupakan operasi paling kejam selama

masa revolusi. Hampir 1.000 orang meninggal dunia dalam jangka waktu

2 minggu.181

Apabila kekejaman yang dilakukan oleh rezim Bashar al-Assad

dan pelanggaran atas hak asasi manusia, maka dunia internasional pun

menyatakan sikap. Pada pertengahan bulan Agustus 2011, Amerika Serikat

(AS), Perancis, Inggris, Uni Eropa, dan Kanada menyatakan bahwa rezim

Suriah tidak lagi sah. Mereka juga menyeru Bashar al-Assad agar segera

meletakkan jabatan.182 Hal tersebut dibuktikan dengan diusirnya Duta

Besar Suriah di masing-masing Negara tersebut.

Pada bulan Juli 2011 sebuah video tersebar luas melalui YouTube.

Didalam video, terekam tujuh anggota militer Suriah, dipimpin oleh

Kolonel Riad Al Assad, menyatakan membelot dari ketentaraan Suriah dan

180Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm 104.

181M. Agastya AMB, Op.cit., hlm. 174.

182Ibid, hlm. 176.


91

mendirikan Free Syrian Army/FSA (Tentara Pembebasan Suriah)183. Para

Komandan tinggi FSA bermarkas di Turki dan dari sanalah mereka

berusaha mengendalikan pemberontakan bersenjata melawan tentara

pemerintah.184

Pada tanggal 18 Juli 2011 FSA mengaku bertanggung jawab atas

pengeboman di kantor Keamanan Nasional Suriah yang menewaskan

delapan pejabat elit militer Suriah. Sejak itu pula, kata terorisme mulai

muncul dalam konflik Suriah. Sebelumnya para jurnalis independen telah

melaporkan masuknya pasukan jihad dari luar Suriah, namun laporan ini

tidak terlalu dipedulikan publik. Sejak itu, aksi-aksi bom bunuh diri atau

pengeboman jarak jauh terjadi di berbagai tempat publik di Suriah. Thiery

Meyssan, jurnalis dari Voltaire.net yang secara intensif berada di Suriah

selama masa konflik, menyebutkan bahwa sejak itu pula Assad

memberikan instruksi kepada militer untuk menembak mati pelaku aksi-

aksi terorisme. Meyssan juga melaporkan bahwa meskipun hampir semua

pemberitaan media mainstream menyebutkan bahwa rezim Assad

bertindak brutal menghadapi para demonstran damai, sesungguhnya

183 Tentara Pembebasan Suriah (Free Syrian Army disingkat FSA) adalah struktur
oposisi utama bersenjata yang beroperasi di Suriah yang telah aktif selama perang
saudara Suriah. Terdiri dari para personel Angkatan Bersenjata Suriah yang membelot
dan relawan, pembentukannya diumumkan pada tanggal 29 Juli 2011 dalam sebuah video
yang dirilis di internet oleh sekelompok desertir berseragam dari militer Suriah yang
dipanggil anggota tentara Suriah untuk membelot dan bergabung dengan mereka.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tentara_Pembebasan_Suriah diakses pada tanggal 28
Februari 2014.

184 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm 105.


92

instruksi resmi Assad adalah larangan menembak jika dikhawatirkan ada

warga sipil yang akan tewas.185

Menurut Piagam PBB, setiap anggota PBB (Pasal 35 ayat (1)),

Majelis Umum (Pasal 11 ayat (3)), atau Sekretaris Jenderal (Pasal 99)

dapat meminta perhatian Dewan Keamanan terhadap setiap masalah yang

dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Negara

yang bukan anggota PBB pun dapat membawa suatu sengketa kepada

Dewan Keamanan, asalkan negara tersebut menerima terlebih dahulu

kewajiban-kewajiban dalam Piagam untuk penyelesaian sengketa secara

damai.186 Dasar Hukum diatas menjadi dasar bagi pihak oposisi, Perancis

dan badan khusus dibawah PBB untuk meminta perhatian DK PBB

terhadap sengketa Suriah dan meminta dikeluarkannya resolusi.

Pada tanggal 23 Agustus 2011 para aktivis oposisi, yang sebagian

besarnya tinggal di luar Suriah, membentuk Syrian National Council/SNC

(Dewan Nasional Suriah)187 dengan pendukung utama Perancis dan Turki.

Pembentukan SNC dilakukan di Istanbul, Turki. SNC mengklaim diri

sebagai wakil kelompok oposisi dan beranggotakan 115 orang, sebagian

besar aktivis Ikhwanul Muslimin, tokoh oposisi Kurdistan dan tokoh-


185 Loc.cit.

186 Loc.cit. Lihat juga Pasal 32 Piagam PBB.

187 Dewan Nasional Suriah adalah koalisi kelompok oposisi Suriah yang berbasis di
Istanbul, Turki. Dibentuk sebagai koalisi oposisi Suriah pada tahun 2011 selama perang
saudara Suriah terhadap pemerintah Bashar al-Assad.
http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Nasional_Suriah diakses pada tanggal 28 Februari
2014.
93

tokoh sekuler. Namun konflik internal sering terjadi di dalam tubuh SNC

dengan berbagai tuduhan antara lain ada korupsi atau terlalu islamis atau

tidak mampu menggalang dukungan internasional untuk mempersenjatai

FSA. Awalnya, SNC menyerukan adanya intervensi militer PBB, namun,

karena resolusi DK PBB selalu diveto China dan Rusia, skenario

mengundang tentara asing itu gagal. Akhirnya, SNC pun beraliansi dengan

FSA. SNC bertugas mencari bantuan dan senjata untuk FSA.188

Pada tanggal 25 September 2011 Presiden Perancis, Hollande,

secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap rakyat Suriah, di depan

Sidang Umum PBB, Tanpa ditunda-tunda lagi, saya serukan kepada PBB

untuk menyediakan semua dukungan yang diminta rakyat Suriah kepada

kita dan untuk melindungi liberated zone, kata Hollande. Liberated

zone adalah daerah-daerah yang sudah dikuasai oleh para pemberontak.

Bentuk perlindungan yang diusulkan Perancis adalah pemberlakuan

no-fly zone (daerah larangan terbang) di wilayah yang dikuasai

pemberontak, dengan diawasi oleh pesawat tempur Negara-negara

adidaya. Rusia dan China memveto usulan ini karena hal itu sama saja

dengan mengizinkan militer asing secara langsung terjun ke Suriah.

Namun, Perancis sudah mengirimkan bantuan kepada pemberontak Suriah

sejak bulan Agustus 2012 tanpa persetujuan PBB.189

188Ibid, hlm. 109.

189 http://mobile.reuters.com/article/topNews/idUSBRE8801D620120925?irpc=932
diakses pada tanggal 22 Februari 2014.
94

Akhirnya pada pertemuan ke 6751 Dewan Keamanan PBB

mengeluarkan Resolusi DK PBB No. S/RES/2042 (2012) mengenai

pengiriman 30 tim pemantau awal nonmiliter ke Suriah untuk memantau

gencatan senjata yang disahkan pada tanggal 14 April 2012. 190 Namun,

gencatan senjata yang diharapkan ternyata tidak dapat berjalan dengan

efektif, karena masih saja terjadi aksi pembunuhan dimana-mana. Dan

yang lebih mencengangkan adalah ternyata terdapat laporan terkait

keterlibatan teroris dalam aksi pembunuhan-pembunuhan tersebut.

Surat Sekjen PBB kepada Dewan Keamanan PBB 25 Mei 2012

untuk pertama kalinya menyebutkan adanya kelompok teroris :


Ada peningkatan jumlah pengeboman, yang paling banyak di
Damaskus, Hama, Aleppo, Idlib, dan Deir ez-Zor. Ini termasuk
pengeboman ganda di Damaskus pada 10 Mei 2012, ketika dua
kendaraan yang membawa bom rakitan yang diperkirakan beratnya
masing-masing 1000 kilogram, diledakkan didekat gedung
pemerintah. Ukuran bom ini menunjukkan bahwa bom ini dirakit
oleh ahli tingkat tinggi, yang bisa mengindikasikan keterlibatan
kelompok teroris yang mapan. Pemerintah telah menegaskan
adanya kelompok-kelompok seperti ini di dalam negeri, demikian
pula dinyatakan oleh beberapa kelompok oposisi. Front Al-Nusra
telah mengklaim bertanggung jawab atas minimalnya enam
pengeboman terakhir.191

Pada tanggal 25 Mei 2012 pukul 12.30 usai sholat jumat di Taldou,

sekelompok warga melakukan aksi demonstrasi. Mereka memprotes rezim


190 http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2042%282012%29
diakses pada tanggal 1 Maret 2014.

191 http://www.securitycouncilreport.org/atf/.../Syria%20S2012%20363.pdf diakses pada


tanggal 24 Februari 2014.
95

dan menyuarakan agar Assad segera turun. Lalu, tiba-tiba saja tentara

membombardir Taldou selama dua jam. Keesokan paginya, tanggal 26 Mei

2012, masjid sudah dipenuhi dengan jenazah. Rupanya, sepanjang malam

pria-pria bersenjata itu mendatangi rumah demi rumah dan membantai

para penghuninya. Pada tanggal 1 Juni 2012, Dewan Hak Asasi Manusia

PBB (UN Human Rights Council) menyebut rezim Suriah dan milisi yang

berafiliasi dengan pemerintah sebagai pelaku pembantaian Taldou.192


Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi mengutuk rezim, tetapi

keputusan Dewan Keamanan dalam sidang, tanggal 19 Juli 2012, untuk

menjatuhkan sanksi terhadap Suriah yang didukung oleh 11 negara, dua

menolak, dan satu abstein tak bisa dilaksanakan karena diveto Rusia dan

Cina.193 Sebelumnya, tanggal 28 Mei, hanya 3 hari setelah kejadian,

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan tidak mengikat (non-

binding statement), yang menyerukan agar pemerintah Suriah menarik

persenjataan militer mereka dari wilayah berpenduduk sipil dan

mengembalikannya ke barak.194
Selain melalui kerangka PBB, usaha menyelesaikan sengketa

Suriah juga ditempuh melalui Organisasi Regional. Berdasarkan Bab VIII

Piagam PBB, khususnya Pasal 52 yang merujuk pada penyelesaian

sengketa internasional melalui regional arrangements dan regional

192 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm. 31-34.

193 http://www.tempo.co/read/news/2012/07/20/115418213/Veto-Suriah-Barat-Kutuk-
Rusia-dan-Cina diakses pada tanggal 1 Maret 2014.

194 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm. 35.


96

agencies, Kuwait selaku ketua Liga Arab, juga segera mengeluarkan

pernyataan kecaman dan segera mengadakan pertemuan tingkat menteri

negera-negara Liga Arab dengan tujuan untuk mengambil langkah-langkah

menghentikan kekejaman terhadap rakyat Suriah.195 Inilah yang dimaksud

Annan, tragedi Taldou merupakan tipping point, titik puncak. Kejadian ini

telah membangkitkan perhatian dunia internasional yang semula

menganggap kebangkitan Suriah sama saja dengan fenomena Mesir,

Tunisia, atau Libya. Tekanan internasional terhadap Assad semakin besar.

Pemimpin berbagai negara menyerukan agar Assad mundur.196 Pemimpin

negara-negara Liga Arab juga menyerukan agar Bashar al-Assad segera

mundur dari Jabatannya. Liga Arab membekukan keanggotaan Suriah

pada November 2011. Liga Arab juga memberlakukan sanksi ekonomi dan

politik atas pemerintah Suriah dan memerintahkan anggotanya agar

menarik duta besar mereka dari Damaskus.197

Pada tanggal 19 Desember 2011, Suriah akhirnya menyepakati

masuknya misi pengamat Liga Arab yang akan memantau kesepakatan

pengakhiran sembilan bulan pertumpahan darah di Suriah. Kesepakatan

dicapai dan ditandatangani oleh Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal

al-Maqdad dan Wakil Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Ben Helli di

195 http://www.arabnews.com/middle-east/activists-syrian-troops-shell-central-regions
diakses pada tanggal 24 Februari 2014.

196 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm 35.

197 http://prezi.com/yk_xuyhvsy7f/liga-arab/ diakses pada tanggal 27 Februari 2014.


97

kantor pusat Liga di Kairo, Mesir. Pada saat konferensi pers di Damaskus,

Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem mengatakan pemerintah telah

setuju Protokol Misi Pengamat Liga Arab tersebut karena Suriah ingin

solusi politik yang manusiawi dengan bantuan Liga Arab.

"Penandatanganan protokol artinya memulai kerjasama dengan Liga Arab

dan kami akan menyambut misi pengamat dari Liga Arab," katanya.

"Kedaulatan dilindungi dalam teks protokol," tambahnya. Pasal 8 Piagam

Liga Arab melindungi struktur yang ada. Dalam protokol ini dibicarakan

tentang upaya konkret melindungi warga sipil dari kelompok teroris.

Menurut ketentuan kesepakatan, kehadiran pengamat tugasnya mengawasi

penarikan pasukan keamanan Suriah dari kota-kota dan desa-desa ke barak

mereka karena kekejaman yang telah mereka lakukan, seperti dilaporkan

PBB, telah menewaskan 5.000 orang sejak bulan Maret lalu.198 Akan

tetapi, ketika protokol berikutnya menawarkan penyelesaian konflik

dengan menyeru Bashar al-Assad agar menyerahkan kekuasaan kepada

wakilnya, dengan tegas ia menolak tawaran ini. Para pengamat Liga Arab

pun akhirnya keluar, lalu diganti dengan pengutusan pasukan penjaga

keamanan.199

Usaha terakhir dunia internasional didalam menyelesaikan

sengketa Suriah adalah dibentuknya gabungan Negara Arab dan Barat

198 http://jaringnews.com/internasional/timur-tengah/6994/suriah-setujui-kehadiraan-
misi-pengamat-liga-arab diakses pada tanggal 28 Februari 2014.

199 Ibid, hlm. 177.


98

yang terwujud dalam Konferensi Jenewa. Sekjen PBB menyatakan

dukungan untuk upaya Utusan Khusus Bersama untuk Liga Arab dan

PBB, Lakhdar Brahimi, yang telah bekerja sama dengan Amerika Serikat

dan Rusia. Upayanya untuk membawa para pihak bersama-sama di sebuah

konferensi yang diusulkan diselenggarakan di Jenewa untuk menemukan

solusi politik bagi Suriah.200

Di dalam Konferensi Jenewa I bertemakan Solusi untuk Konflik

Suriah di Jenewa tanggal 30 Juni 2012 lalu, menghasilkan ide

pembentukan pemerintahan transisi di Suriah yang diisi oleh perwakilan

masing-masing kelompok yang bertikai, baik dari rezim Assad maupun

Oposisi Suriah. Pemerintahan sementara ini kemudian diharapkan dapat

menyelenggarakan pemilu dalam waktu dekat. Adapun nasib Basyar

Assad, akan ditentukan oleh rakyat Suriah sendiri. Dengan kata lain, Assad

tidak akan disertakan di dalam pemerintahan transisi maupun dalam

pemilihan presiden pada pemilu mendatang. Konferensi yang kala itu

diikuti oleh 5 negara anggota tetap DK PBB serta beberapa negara Timur

Tengah berakhir buntu; alasannya adalah dua negara berpengaruh yang

berada di dalam anggota tetap DK PBB; Rusia dan Cina menolak ide

dibentuknya pemerintahan transisi tersebut. Dengan pertimbangan, usulan

dari Utusan Internasional, Kofi Annan yang didukung oleh Amerika ini

tidak memposisikan Basyar Assad sebagai pihak yang dilibatkan dalam

200 http://satuharapan.com/index.php?id=109&tx_ttnews[tt_news]=4289&cHash=1
diakses pada tanggal 22 Februari 2014.
99

pembentukan pemerintahan transisi. Melainkan lebih menggantungkan

nasib Assad kepada rakyat Suriah. Bagi negara yang selama ini dikenal

sebagai pendukung rezim Assad, usulan tersebut tentu ditolak mentah-

mentah.201

Kegagalan dalam Konferensi Jenewa I kini coba diperbaiki dalam

Konferensi Jenewa II dengan menghadirkan kubu oposisi Suriah dan pihak

rezim Assad dalam satu meja perundingan. Konferensi Jenewa II ini

diselenggarakan atas undangan Sekjen PBB pada tanggal 22 Januari 2014

di Montreux, Swiss, dan dihadiri oleh 39 negara yang secara khusus

diundang, termasuk Indonesia. Negara-negara yang diundang adalah

negara-negara kawasan di sekitar Suriah dan negara-negara lain yang

dianggap dapat memberikan kontribusi penting terhadap penyelesaian

konflik Suriah. Konferensi ini ditujukan untuk menggalang dukungan

masyarakat internasional terhadap proses negosiasi yang konstruktif

diantara pihak-pihak yang bertikai di Suriah untuk mencapai penyelesaian

yang komprehensif.202
Konferensi Jenewa II berakhir tanpa hasil signifikan setelah

sepekan berunding secara langsung untuk pertama kalinya di markas besar

Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss. Kesenjangan antara kedua

pihak yang berseteru di Suriah masih sangat besar terutama ihwal transisi

201 http://m.dakwatuna.com/2014/01/24/45229/konferensi-jenewa-ii-dan-impian-
perdamaian-suriah/ diakses pada 24 Februari 2014.

202 http://nrmnews.com/2014/01/23/menlu-ri-diplomasi-dan-negosiasi-harus-
diutamakan-dalam-penyelesaian-konflik-di-suriah/ diakses pada 24 Februari 2014.
100

kekuasaan 'Kedua pihak bersedia melanjutkan pembicaraan tapi

kesenjangan antara keduanya cukup besar '' kata Utusan Khusus PBB dan

Liga Arab untuk Suriah Lakhdar Brahimi.203 Pasalnya, menurut laporan

AFP, delegasi oposisi telah menolak untuk duduk di ruangan yang sama

dengan delegasi Pemerintah Suriah, kecuali rezim menerima perlunya

pemerintah transisi tanpa kehadiran Bashar al-Assad.204


Sementara Iran tetap pada pendiriannya agar Bashar al-Assad

dilibatkan dalam pemerintahan transisi. Iran tidak mengirimkan utusannya

dalam pertemuan, karena menolak prasyarat yang ditentukan oleh AS dan

sekutunya serta sejumlah Negara Arab. Menteri Luar Negeri Inggris

mengakui peran Iran sangat penting dalam transformasi Suriah.205 Dengan

kondisi yang seperti ini, hal ini berarti penyelesaian sengketa Suriah masih

memerlukan waktu yang lebih lama lagi.

3. Pihak-Pihak yang Terlibat Sengketa Suriah


a. Pihak Internal
1) Pendukung Pemerintahan
a) Bashar al-Assad206

203 http://koran.tempo.co/konten/2014/02/01/333701/Konferensi-Jenewa-II-Berakhir-
tanpa-Hasil diakses pada tanggal 24 Februari 2014.

204 http://international.sindonews.com/read/2014/01/24/43/829845/rezim-suriah-ancam-
mundur-dari-konferensi-jenewa-ii diakses pada tanggal 24 Februari 2014.

205 http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/konferensi-jenewa-2-
optimisme-yang-membentur-dinding diakses pada tanggal 24 Februari 2014.

206M. Agastya ABM, Op.cit., hlm 163-166.


101

Bashar al-Assad adalah Presiden Republik Arab Suriah, Sekretaris

Wilayah Partai Baath, dan anak mantan Presiden Hafizh al-Assad. Bashar

al-Assad menggantikan ayahnya sebagai Presiden Suriah segera setelah

wafatnya pada tanggal 10 Juni 2000. Bashar al-Assad dilahirkan di

Damaskus pada 11 September 1965.

Saat dilantik sebagai presiden pada tahun 2000, Bashar al-Assad

berjanji menjadikan Suriah menjadi lebih modern dan demokratis. Dalam

pidato pelantikannya, ia pun menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan

menjadi pemimpin yang berbeda dari ayahnya. Dalam situs resminya,

Bashar al-Assad menyatakan bahwa dirinya telah membangun zona

perdagangan bebas, mengizinkan lebih banyak koran swasta dan

universitas swasta, serta berjuang mengatasi korupsi dan pemborosan yang

dilakukan oleh pemerintah. Namun, banyak orang mengatakan bahwa

sebagian besar janji Bashar al-Assad belum terwujud hingga kini,

meskipun sudah ada sejumlah perubahan dalam pemerintahannya.

Dalam menjalankan pemerintahan, Bashar al-Assad masih

berjuang menyelesaikan masalah politik internasional yang belum

terpecahkan. Misalnya, permasalahan air dengan Turki, hubungan yang

rumit dengan Lebanon, perebutan dataran tinggi Golan dengan Israel, dan

permusuhan dengan Raja Jordan.

Bashar al-Assad menjanjikan lebih banyak media dalam

pemerintahannya, namun kebebasan media masih dibatasi oleh Negara.

Sebuah undang-undang yang dikeluarkan pada tahun 2007 mewajibkan


102

warnet untuk merekam semua komentar yang diposkan pengguna pada

forum obrolan. Adapun situs web, seperti Wikipedia Arab, YouTube, dan

Facebook, diblokir sejak tahun 2008 hingga Februari 2011. Hal ini

mengindikasikan bahwa gaya kepemimpinan yang dianutnya adalah

diktator.

Kepemimpinan Bashar al-Assad tak ubahnya seperti Husni

Mubarak di Mesir, Ben Ali di Tunisia, atau Muammar Khadafi di Libya,

yakni diktator dan otoriter. Bahkan, Syekh Ghayyats Abdul Baqi, seorang

ulama asal Suriah yang menjadi salah satu pembicara di acara tabligh

akbar Were one; Syam; Pesan dari Negeri Muslim yang Terluka, yang

diadakan oleh organisasi pemuda Forum Sillah Ukhuwah Antarpemuda

Islam (FOS ARMI) di Masjid Raya Bogor pada Minggu (14/4/2013),

sebagaimana yang dikutip dalam suara-islam.com, menyebut Bashar al-

Assad sebagai Firaun abad 21. Puluhan kota diserang, ribuan nyawa

melayang, masjid-masjid dihancurkan, mushaf Al-Quran dibakar, orang-

orang muslim Ahlus Sunnah yang sedang shalat dibunuh, dan pada

dinding-dinding masjid ditulis Laa ilaaha illa Bashar al-Assad (Tiada

Tuhan selain Bashar al-Assad). Oleh karena itu, ia layak disebut Firaun

abad ini, ujar Syekh Gayyats.

Kelompok hak asasi manusia, misalnya Human Right Watch dan

Amnesty Internasional, mengungkapkan bahwa rezim Bashar al-Assad dan

polisi rahasianya secara rutin menyiksa, memenjarakan, dan membunuh

musuh politik, serta orang-orang yang membangkang dari rezimnya.


103

Dalam sebuah wawancara dengan ABC News pada tahun 2007, Bashar al-

Assad menyebutkan bahwa tidak ada tahanan politik di Suriah. Namun,

New York Times melaporkan 30 tahanan politik ditangkap di Suriah pada

Desember 2007.

b) Syiah Nushairiyah207

Hidayatullah.com mencatat bahwa jika krisis di Suriah dilepas dari

semua unsur eksternal, seperti upaya kekuatan-kekuatan dunia untuk

mempertahankan pengaruhnya, faktor keamanan Israel, serta proyek

bulan sabit Syiah Shafawiyah (Iran), maka yang tersisa di dalamnya

sebenarnya ada dua, yakni Ahlus Sunnah dan sekte Syiah, baik itu

Rafidhah ataupun Nushairiyah. Dengan ungkapan lain, salah satu faktor

penting yang justru memainkan peran yang sangat besar dalam krisis di

Suriah adalah faktor ideology atau agama.

Faktor ideologi ini, khususnya Nushairiyah, merupakan akar krisis

Suriah, yang menjadi bara dalam sekam, yang kemudian baru mencuat

ke permukaan publik dunia lewat Syrian Spring. Bashar al-Assad adalah

penganut madzhab Syiah Nushairiyah. Dan penganut madzhab Syiah

Nushairiyah sangat memusuhi Ahlus Sunnah. Bashar al-Assad membunuh

rakyatnya atas asas permusuhan ini.

Nushairiyah merupakan kelompok Syiah ekstrem yang muncul

pada abad ke-3 H. Berbagai aliran keagamaan yang kafir, seperti

Bathiniyah, Ismailiyah, Buddha, dan sekte-sekte kafir yang berasal dari

207 M. Agastya ABM, Ibid, hlm 167-171.


104

agama Majusi, bergabung dengan kelompok Nushairiyah. Nushairiyah

banyak terdapat di Suriah dan Negara yang bertetangga dengan Suriah.

Menurut Hamud bin Uqla asy-Syuaibi dalam arrahmah.com,

Nushairiyah menisbahkan kelompoknya kepada seseorang yang bernama

Muhammad bin Nushair an-Numair, yang mengklaim dirinya sebagai nabi

dan menyatakan bahwa Abdul Hasan al-Askari (imam ke-11 kelompok

Syiah) adalah Tuhan yang telah mengutus dirinya sebagai nabi. Ajaran

agama Nushairiyah tegak diatas dasar akidah yang rusak dan ritual-ritual

ibadah yang asing hasil pencampuradukan dari ajaran Yahudi, Nasrani,

Buddha, dan Islam.

Itulah beberapa akidah dari gerakan Nushairiyah. Pada zaman

dahulu, keberadaan agama Nushairiyah ini terbatas pada sebuah tempat di

negeri Syam, dan mereka tidak diberi peluang untuk memegang posisi

dalam bidang pemerintahan maupun pengajaran, berdasarkan fatwa

syaikul Islam Ibnu Taimiyah.


Keadaan itu terus berlanjut sampai akhirnya penjajah Perancis

menduduki negeri Syam. Perancis memberi mereka julukan baru, yakni

al-alawiyyin (keturunan atau pendukung Ali bin Abi Thalib), memberi

mereka kesempatan mendiami seantero negeri Syam, dan mengangkat

mereka sebagai pemegang jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan

penjajah Perancis di Syam.


Adapun pendapat para ulama Islam tentang kelompok Nushairiyah

ialah kelompok yang telah keluar dari agama Islam (kelompok murtad),
105

karena agama mereka tegak di atas dasar syirik, keyakinan reinkarnasi,

serta pengingkaran terhadap kehidupan setelah mati, surga, dan neraka.


Ibnu Taimiyah melanjutkan jawabannya, Sudah diketahui bersama

bahwa pesisir pantai negeri-negeri Syam jatuh ke tangan pasukan Nasrani

dari arah mereka (kelompok Nushairiyah). Mereka selalu membantu setiap

musuh Islam. Menurut mereka di antara musibah terbesar yang menimpa

mereka adalah kemenangan kaum muslimin atas pasukan Tartar.


Dalam masyarakat Suriah modern, pengikut Nushairiyah

diperkirakan 10% dari total penduduk, atau sekitar 1.700.000 jiwa.

Setengah abad yang lalu, mereka mendiami daerah-daerah pinggiran,

mengingat keyakinan mereka yang jauh dari Islam dan umatnya. Tetapi,

lewat pengikutnya, Hafizh al-Assad yang merebut kekuasaan di Suriah

pada tahun 1970 M, orang-orang Nushairiyah melakukan mobilisasi dan

berpenetrasi ke dalam pemerintahan dan militer. Pejabat-pejabat tinggi

Negara dan militer yang umumnya Nushairiyah berpindah mukim ke kota-

kota besar Suriah.


Model pemerintahan yang dikembangkan oleh Hafizh al-Assad

sejak ia berkuasa adalah pemerintahan yang sektarian (al-hukm al-thaifi),

yang bertumpu pada pengikut Nushairiyah. Lingkaran kekuasaan hanya

terdiri atas pengikut sekte tersebut atau keluarga dekat Hafizh al-Assad.

Partai Baats yang merupakan partai pemerintah tidak lebih sebagai

ornamen politik belaka. Sejak tahun 1975 hingga 2000, partai ini hanya 4

kali melakukan muktamar. Itu pun sekadar untuk melegitimasi

kepentingan politik Hafizh al-Assad dan sarat rekayasa. Model politik ini
106

juga yang kemudian dilanjutkan oleh diktator yang sekarang, Bashar al-

Assad.

2) Pendukung Pemberontakan/Oposisi

a) Kelompok Oposisi208
(i) Kelompok-kelompok pemberontak Suriah yang bergabung dalam Free

Syrian Army/FSA. FSA didukung oleh koalisi oposisi yang bermarkas di

Doha, The Syrian National Coalition for Opposition and Revolutionary

Forces/SNCORF. Anggota SNCORF adalah aktivis oposisi yang

bermukim di luar Suriah dari berbagai golongan, namun didominasi

oleh kalangan Ikhwanul Muslimin, hingga Maret 2013 diketuai oleh

ulama Ikhwanul Muslimin, Moaz Al Khatib.


(ii) Kelompok oposisi antikekerasan, antisektarianisme, dan anti intervensi

militer asing; mereka bergabung dalam koalisi yang bernama National

Coordination Body for Democratic Change.


(iii) Kelompok-kelompok jihad yang berafiliasi dengan Al Qaeda.

Kelompok yang disebut-sebut paling solid dan paling kuat di antara

mereka adalah Jabhah Al Nusrah/JN. JN dan beberapa kelompok jihad

lain telah mendeklarasikan pembentukan Brigade Koalisi Pendukung

Khilafah. Meski tidak secara eksplisit menyatakan berafiliasi dengan

JN, namun Hizbut Tahrir/HT (ormas islam transnasional yang memiliki

tujuan mendirikan khilafah di berbagai Negara secara terbuka dan

gencar menyatakan dukungan mereka terhadap mujahidin Suriah yang

hendak mendirikan khilafah. Situs HT Inggris bahkan memuat utuh

208 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm. 122.


107

wawancara majalah Time dengan pejabat resmi JN tanpa sanggahan

atau komentar. Semua ini bisa dijadikan indikasi kuat bahwa HT

sepakat dengan JN.

b. Pihak Eksternal

1) Pendukung Pemerintahan
a) Rusia dan China
Revolusi di Suriah tak jauh berbeda dengan Libya. Sama seperti di

Libya, pemberontak bersenjata Suriah juga mengandalkan bantuan dari

barat (dan Negara-negara monarki arab), serta menyerukan adanya

intervensi militer dari North Atlantic Treaty Organization/NATO. Namun,

berbeda dengan rezim Qaddafi yang berdiri sendirian, rezim Assad

memiliki banyak pembela, dengan alasan mereka masing-masing. China

dan Rusia berkeras menghalangi segala bentuk Intervensi militer NATO di

Suriah, karena meresa mengkhawatirkan semakin luasnya pengaruh Barat

di Timur Tengah. Kedua Negara pemegang hak veto di PBB itu melihat

Barat sebagai saingan dalam berebut pengaruh (dan tentu saja, minyak dan

gas) di Timur Tengah.209

Rusia dan Cina tidak ingin kepentingan mereka di Suriah

terganggu. Suriah sangat berarti bagi Rusia. Di kota Latakia dan Tartus,

Rusia menempatkan basis angkatan laut terakhir mereka dan satu-satunya

di kawasan. Letak geografis Suriah cukup dekat dengan Rusia, sekaligus

209 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm. 109.


108

bersandingan dengan Turki sebagai salah satu anggota NATO. Rusia tentu

tidak menginginkan hegemoni Eropa dan Amerika Serikat di kawasan

Timur Tengah semakin besar. Rusia juga tidak ingin skenario Libya

terulang untuk kedua kalinya. Rusia juga dikenal sebagai Negara eksportir

persenjataan militer, dan Suriah termasuk salah satu Negara importirnya

dalam jumlah besar. Rusia tentu tidak ingin rugi dengan pembatalan

kontrak jual beli senjata oleh Suriah, apalagi di tengah-tengah krisis

ekonomi Eropa. Rusia sebagai Negara yang kebutuhan minyaknya

sebagian besar diimport dari Iran, Rusia berkepentingan menjaga

hubungan diplomatiknya dengan negeri mullah tersebut, yang

merupakan Negara sekutu utama Suriah.210

Rusia pun memiliki hasrat yang tinggi untuk menjadi Polisi

Dunia guna memperluas pengaruh politiknya ke Negara-negara lain,

sehingga keseimbangan kekuasaan (balance of power) di level

internasional dapat terjaga. Inilah sebabnya Rusia dan Cina sering kali

terlibat persaingan politik internasional dengan Negara-negara barat

lainnya, apalagi dengan status keduanya sebagai Negara anggota Dewan

Keamanan PBB yang memiliki hak veto. 211 Sama halnya dengan Cina,

yang kini menjadi kekuatan ekonomi kedua terbesar setelah Amerika

Serikat, Cina tidak ingin pasokan minyak Suriah ke negaranya terganggu,

begitu juga dengan hubungan dagang antara kedua Negara. Cina

210 M. Agastya ABM., Op.cit., hlm. 196.

211 Ibid, hlm. 197.


109

memandang penting Suriah karena Negara itu merupakan salah satu

eksportir utama minyak Cina setelah Arab Saudi dan Iran. Suriah juga

berperan sebagai pintu masuk pasar ekspor komoditas Cina ke Negara-

negara Timur Tengah. Cina juga ingin menjaga hubungan baiknya dengan

Iran sebagai Negara utama pemasok kebutuhan minyak Cina yang sikap

politiknya sangat mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah.212

b) Iran, Irak dan Lebanon


Sementara itu Iran mengancam akan menggunakan kekuatan

geopolitiknya seandainya Barat berani melakukan intervensi militer ke

Suriah. Berbeda dengan tuduhan bahwa pembelaan Iran adalah faktor

religious, sebenarnya pembelaan Iran lebih ke faktor geopolitik. Assad

adalah salah satu benteng penting Iran dalam menghadapi ancaman Israel.

Kebijakan politik luar negeri Iran yang tegas terhadap Israel membuatnya

membutuhkan Assad yang selama ini juga berada di garis depan

perlawanan terhadap Israel. Pembelaan Iran adalah upaya pembelaan

keamanan nasionalnya sendiri. Jika rezim Assad jatuh dan rezim yang pro

barat yang berkuasa, keamanan Iran jelas terancam.213


Muslim syiah di Suriah merupakan komposisi minoritas populasi

Suriah, namun karena geostrategis Suriah bersama Iran dan Irak di bawah

pemerintahan Alwi al-Maliki, maka rezim Suriah akan mendapat

dukungan penuh dari Negara Iran. Kejatuhan rezim Suriah akan berakibat

fatal bagi negara-negara syiah tersebut dan Hizbullah di Lebanon. Oleh

212 Loc.cit.

213 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm. 110.


110

karena itu, Iran mendukung penuh langkah rezim Bashar al-Assad untuk

mempertahankan kekuasaannya.214

2) Pendukung Pemberontak/Oposisi
a) Arab Saudi
Walaupun sesama negara Muslim, namun Arab Saudi mendorong

serangan AS ke Suriah ini. Kalau ditarik ke belakang, sebenarnya

keinginan Arab Saudi ini dapat dipahami karena pada dasarnya Suriah

yang penduduknya mayoritas Sunni sekarang dikuasai rejim Syiah.

Sementara Arab Saudi sendiri merupakan negara Muslim bermahzab

Sunni. Keinginan bagi mahzab untuk unggul di peta regional merupakan

prioritas bagi Arab Saudi. Negara-negara di Timur Tengah terpecah belah,

seperti Iran, Irak, dan Suriah adalah kutub Syiah, sementara Arab Saudi

merupakan kutub utama Sunni dengan negara-negara Afrika Utara yang

berada di belakangnya. Menumbangkan rejim berkuasa Syiah di Suriah

sekarang menjadi prioritas bagi Arab Saudi sekarang ini, mengingat

sebenarnya mayoritas rakyat Suriah adalah Sunni. Dengan menumbangkan

status quo Suriah, Arab Saudi juga memukul Iran yang selama ini semakin

signifikan kekuatannya di kawasan.215

b) Prancis216

214 M. Agastya ABM, Op.cit., hlm 195.

215 http://nasionalis.me/2013/08/serangan-militer-as-ke-suriah-plot-sunni-vs-syiah-
proxy-arab-vs-iran/ diakses pada tanggal 22 Februari 2014.

216 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm. 112.


111

Tujuh puluh tahun berlalu sejak Prancis kehilangan Suriah sebagai

Negara jajahan. Kini, Perancis terlihat sangat berambisi kembali

menancapkan kekuasaan imperialismnya di Suriah dengan Kedok

membantu bangsa Suriah lepas dari kediktatoran Assad. Perancis sangat

aktif dalam menggalang bantuan internasional bagi kelompok oposisi,

termasuk dengan mendorong AS, Inggris, dan NATO mengirimkan

pasukan ke Suriah. Perancis juga meminta agar Uni Eropa membatalkan

embargo senjata atas Suriah agar Perancis dan Negara-begara Barat bebas

mengirimkan senjata kepada pasukan pemberontak. Namun, meski

diembargo, Perancis tetap mengirimkan bantuan senjata dan uang kepada

pemberontak Suriah.

Selain itu, Perancis juga memberikan tekanan diplomatik kepada

pemerintah Suriah dengan secara sepihak mengakui bahwa perwakilan sah

rakyat Suriah adalah SNC. Besarnya keterlibatan Perancis dalam upaya

penggulingan Assad terlihat juga dari bendera yang digunakan kelompok

oposisi. Bendera itu berwarna hijau-putih-hitam dengan tiga bintang di

tengah, persis seperti bendera Suriah saat masih berada di bawah mandate

Perancis. Bendera Republik Arab Suriah yang resmi adalah merah-putih-

hitam dengan dua bintang di tengah.

Upaya Prancis kembali menguasai Suriah dilakukan dengan

bekerja sama dengan tokoh-tokoh muslim. Tahun 1940-an, saat Prancis

masih berkuasa di Suriah, Prancis menjalin hubungan dekat dengan ulama


112

bernama Nurudin Al Khatib. Kini Prancis bekerja sama dengan Moaz Al

Khatib, ulama Suriah yang juga cucu dari Nuruddin Al Khatib.

c) Turki

Ikut campurnya Turki dalam konflik di Suriah sangat berkaitan

dengan ambisi Presiden Erdogan dan Menteri Luar Negerinya, Davutoglu,

untuk menjadi pemain utama di Timur Tengah. Hal ini terlihat dari pidato

Davutoglu yang sangat ambisius: Timur Tengah baru akan segera lahir.

Kita akan menjadi pemilik, pelopor, dan pelayan bagi Timur Tengah baru

ini Bahkan dalam mimpi pun, anda tidak dapat dan tidak akan mencapai

tempat yang dicapai oleh kekuatan kita Turki akan terus memandu

gelombang perubahan di Timur Tengah.217

d) Israel dan Amerika Serikat


The Oded Yinons Plan telah menjelaskan semuanya. Dokumen ini

adalah dokumen yang paling eksplisit, detail, dan jelas terkait strategi

orang-orang Zionis di Timur Tengah. The Oded Yinons Plan dimuat di

Kivunim (Arah), sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Departemen

Informasi Organisasi Zionis Dunia. Dokumen ini kemudian diterjemahkan

dan dipublikasikan oleh Association of Arab-American University

Graduates pada 1982. Publikasi dokumen ini ditujukan untuk orang-orang

Yahudi sedunia agar mereka lebih memahami (dan mendukung) strategi

politik Israel.218

217Ibid, hlm. 106.

218Ibid, hlm. 136.


113

Poin terpenting dalam dokumen ini adalah bahwa untuk

mewujudkan Israel Raya, negara-negara Arab perlu dipecah-pecah ke

dalam negara-negara yang (lebih) kecil. Rencana ini berjalan berdasarkan

dua premis; untuk bisa bertahan, Israel harus (1) menjadi sebuah imperium

kekuatan regional, (2) mempengaruhi pembagian seluruh kawasan ke

dalam negara-negara kecil, dengan cara pembubaran semua negara-negara

Arab yang ada. Negara kecil yang dimaksud ini adalah negara yang

berlandaskan etnis atau mazhab. Negara-negara kecil itu di satu sisi akan

lemah, sehingga akan menjadi satelit Israel dan di sisi lain, menjadi

legitimasi bagi Israel. Bila ada negara lain berdiri atas dasar etnis atau

mazhab, artinya sah pula Israel memegang teguh konsep negara khusus

Yahudi-nya.219
Strategi politik luar negeri AS selama ini, terlihat sejalan dengan isi

dokumen Oded Yinons Plan ini. Atas dasar itu pula, muncul berbagai

konflik di Timur Tengah yang arahnya jelas menuju sektarianisme atau

perpecahan di negara-negara Arab berdasarkan etnis dan mazhab.220


Lobby, itulah jawaban yang diberikan John J. Mearsheimer dan

Stephen M. Walt, akademisi Hubungan Internasional dari Chicago

University dan Harvard University. Dalam sebuah makalah berjudul

Lobby Israel dan Kebijakan Luar Negeri AS, Maersheimer dan Walt

menyodorkan bukti-bukti betapa kelompok-kelompok lobby pro Israel

sangat berhasil mengalihkan kebijakan politik AS menjauh dari

219 Loc.cit.

220 Ibid, hlm. 137.


114

kepentingan nasionalnya sendiri, dan pada saat yang sama, meyakinkan

publik dan politisi AS akan adanya kesamaan kepentingan AS dan Israel.221


Kelompok lobby ini juga melibatkan para pebisnis Zionis.

Demokrasi di AS berbiaya sangat mahal, sehingga seorang kandidat

memerlukan uang sangat besar dalam kampanye. Menurut Center for

Responsive Politics, Obama menerima sumbangan sebesar 213.000 dolar

dari perusahaan minyak dan gas (Big Oil). Hillary mendapatkan lebih

banyak lagi, sekitar 300.000 dolar, sementara John McCain 1,3 juta

dolar.222 Big Oil tidak hanya mengucurkan uang untuk para kandidat

Presiden, tetapi juga kepada para kandidat dan anggota Kongres AS. Tentu

saja, bantuan ini tidak diberikan secara langsung karena dilarang oleh UU

AS. Dengan uangnya, Big Oil mampu mengatur kebijakan pemerintah dan

parlemen AS. Dan karena para pemilik terbesar saham Big Oil adalah

orang-orang zionis (antara lain, Rockefeller), tentu saja kebijakan yang

mereka inginkan adalah yang menguntungkan Israel.223

B. Penyelesaian Sengketa Suriah dalam Perspektif Hukum Internasional

221 Ibid, hlm. 169.

222 http://www.newsweek.com/id/129895 diakses pada tanggal 22 Februari 2014.

223 Dina Y. Sulaeman, Op.cit. hlm. 170.


115

Bab VI Piagam PBB (Penyelesaian Sengketa secara Damai, Pasal

33-38) menguraikan lebih lanjut langkah-langkah damai yang harus

dilakukan oleh negara-negara anggotanya guna penyelesaian secara damai

ini.224 Seperti yang telah diuraikan pada Bab II, Prinsip utama dalam

penyelesaian sengketa internasional diatur didalam Piagam PBB bahwa :

pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika


berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari
penyelesaian dengan jalan perundingan, penyelidikan, dengan mediasi,
konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badan-badan
atau pengaturan-pengaturan regional, atau dengan jalan damai lainnya
yang dipilih mereka sendiri225

Tertulis dengan jelas bahwa didalam menyelesaikan suatu

sengketa, hukum internasional menghendaki supaya diprioritaskan untuk

diselesaikan secara damai dengan cara-cara diantaranya: perundingan

(negosiasi), mediasi, konsiliasi, arbitrasi dan lain-lain. Tentunya dengan

mematuhi juga prinsip-prinsip penyelesaian sengketa secara damai lainnya

yang juga berlaku secara universal yaitu prinsip iktikad baik, prinsip

larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa, prinsip

kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa, prinsip kebebasan

memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa, prinsip

kesepakatan para pihak yang bersengketa, prinsip exhaustion of local

224 Huala Adolf, Op.cit., hlm. 95.

225 Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB (New York: Office of Public Information, United
Nations), hlm. 20.
116

remedies dan prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan,

kemerdekaan dan integritas wilayah Negara-negara.226


Berdasarkan sengketa yang terjadi di Suriah, ternyata tidak semua

mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur didalam hukum

internasional dipakai dalam menyelesaikan sengketa Suriah. Ada 3 (tiga)

mekanisme penyelesaian sengketa utama yang telah ditempuh dunia

internasional didalam menyelesaikan sengketa Suriah, yaitu penyelesaian

melalui organisasi internasional diantaranya penyelesaian dalam kerangka

organisasi PBB dan penyelesaian dalam kerangka organisasi regional

melalui Liga Arab serta penyelesaian melalui Konferensi Internasional

yaitu Konferensi Jenewa. Selain itu didalam ketiga mekanisme

penyelesaian tersebut juga terdapat mekanisme penyelesaian sengketa

lainnya yaitu mediasi yang dilakukan oleh Kofi Annan, jasa-jasa baik yang

dilakukan oleh Lakhdar Brahimi dan enquiry atau penyelidikan yang

dilakukan oleh badan bentukan PBB yaitu the United Nations

Supervision Mission in Syria (UNSMIS).


1. Penyelesaian Sengketa Suriah dalam Kerangka Liga Arab

Pasal 33 Piagam PBB menetapkan bahwa salah satu cara untuk

menyelesaikan sengketa internasional secara damai adalah melalui

pengaturan regional serta campur tangan organisasi-organisasi dan badan-

badan regional, berdasarkan pilihan para pihak sendiri. Selain itu, Bab VIII

Piagam PBB juga menetapkan hal yang sama, khususnya Pasal 52 yang

merujuk pada penyelesaian sengketa internasional melalui regional

226 Lihat Bab II hlm. 6-10.


117

arrangements dan regional agencies. Istilah regional arrangement atau

pengaturan regional memberi pengertian perjanjian yang dibuat secara

bilateral maupun multilateral oleh negara-negara yang terletak dalam suatu

region tertentu sepakat untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka

tanpa melibatkan institusi lainnya yang permanen atau organisasi regional

sebagai badan hukum internasional. Sedangkan istilah regional agencies

atau badan-badan regional justru merujuk pada organisasi-organisasi

regional dan institusi-institusi yang permanen, yang dibentuk berdasarkan

perjanjian multilateral antara negara-negara di dalam suatu region tertentu

sebagai badan hukum internasional untuk melaksanakan fungsinya di

dalam memelihara perdamaian dan keamanan regional, termasuk

penyelesaian sengketa secara damai.227


Peranan Liga Arab dalam menyelesaikan sengketa yang timbul di

antara para negara anggotanya diatur dalam Pasal 5 Pakta Liga Arab 228

yang membentuk Dewan Liga Arab yang terdiri dari wakil-wakil semua

negara anggotanya. Apabila sengketa yang timbul tidak menyangkut

masalah kemerdekaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah salah satu negara

227 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 223.

228 Setiap penggunaan kekerasan untuk menyelesaikan perselisihan antara dua atau lebih
negara-negara anggota Liga dilarang. Apabila timbul di antara mereka perbedaan yang
tidak menyangkut suatu negara kemerdekaan, kedaulatan, atau integritas teritorial, dan
jika pihak yang bersengketa meminta bantuan kepada Dewan untuk penyelesaian
perbedaan ini, keputusan Dewan kemudian akan dilaksanakan dan wajib. (Any resort to
force in order to resolve disputes between two or more member-states of the League is
prohibited. If there should arise among them a difference which does not concern a
state's independence, sovereignty, or territorial integrity, and if the parties to the dispute
have recourse to the Council for the settlement of this difference, the decision of the
Council shall then be enforceable and obligatory).
118

anggotanya atau negara lainnya, maka keputusan Liga Arab akan mengikat

dan wajib dilaksanakan oleh negara anggotanya. Dewan Liga Arab hanya

dapat berfungsi sebagai badan arbitrase untuk menyelesaikan sengketa di

antara para anggotanya berdasarkan : (i) permohonan dari negara anggota

untuk menangani sengketa, dan (ii) permasalahan yang menjadi sengketa.

Negara anggota yang terkait dalam sengketa tidak diperkenankan

berpartisipasi dalam pembahasan dan pengambilan keputusan oleh Dewan.

Dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan di kawasan dan

mencegah terjadinya konflik bersenjata di antara para anggotanya, Dewan

juga dapat melakukan mediasi, jasa-jasa baik, dan konsiliasi tanpa diminta

oleh negara anggota yang terlibat dalam sengketa229.


Berkaitan dengan penyelesaian sengketa di Suriah, Kuwait selaku

ketua Liga Arab, segera mengeluarkan pernyataan kecaman dan segera

mengadakan pertemuan tingkat menteri negara-negara Liga Arab dengan

tujuan untuk mengambil langkah-langkah menghentikan kekejaman

terhadap rakyat Suriah.230 Inilah yang dimaksud Annan, tragedi Taldou

merupakan tipping point, titik puncak. Kejadian ini telah membangkitkan

perhatian dunia internasional yang semula menganggap kebangkitan

Suriah sama saja dengan fenomena Mesir, Tunisia, atau Libya. Tekanan

internasional terhadap Assad semakin besar. Pemimpin berbagai negara

229 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 224.

230 http://www.arabnews.com/middle-east/activists-syrian-troops-shell-central-regions
diakses pada tanggal 24 Februari 2014.
119

menyerukan agar Assad mundur.231 Pemimpin negara-negara Liga Arab

juga menyerukan agar Bashar al-Assad segera mundur dari Jabatannya.

Liga Arab membekukan keanggotaan Suriah pada November 2011. Liga

Arab juga memberlakukan sanksi ekonomi dan politik atas pemerintah

Suriah dan memerintahkan anggotanya agar menarik duta besar mereka

dari Damaskus.232

Pada tanggal 19 Desember 2011, Suriah akhirnya menyepakati

masuknya misi pengamat Liga Arab yang akan memantau kesepakatan

pengakhiran sembilan bulan pertumpahan darah di Suriah. Kesepakatan

dicapai dan ditandatangani oleh Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal

al-Maqdad dan Wakil Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Ben Helli di

kantor pusat Liga di Kairo, Mesir. Pada saat konferensi pers di Damaskus,

Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem mengatakan pemerintah telah

setuju Protokol Misi Pengamat Liga Arab tersebut karena Suriah ingin

solusi politik yang manusiawi dengan bantuan Liga Arab.

"Penandatanganan protokol artinya memulai kerjasama dengan Liga Arab

dan kami akan menyambut misi pengamat dari Liga Arab," katanya.

"Kedaulatan dilindungi dalam teks protokol," tambahnya. Pasal 8 Piagam

Liga Arab melindungi struktur yang ada. Dalam protokol ini dibicarakan

tentang upaya konkret melindungi warga sipil dari kelompok teroris.

Menurut ketentuan kesepakatan, kehadiran pengamat tugasnya mengawasi


231 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm 35.

232 http://prezi.com/yk_xuyhvsy7f/liga-arab/ diakses pada tanggal 27 Februari 2014.


120

penarikan pasukan keamanan Suriah dari kota-kota dan desa-desa ke barak

mereka karena kekejaman yang telah mereka lakukan, seperti dilaporkan

PBB, telah menewaskan 5.000 orang sejak bulan Maret lalu.233 Akan

tetapi, ketika protokol berikutnya menawarkan penyelesaian konflik

dengan menyeru Bashar al-Assad agar menyerahkan kekuasaan kepada

wakilnya, dengan tegas ia menolak tawaran ini. Para pengamat Liga Arab

pun akhirnya keluar, lalu diganti dengan pengutusan pasukan penjaga

keamanan.234

Pemimpin Qatar dan Kuwait secara mendadak melawat Riyadh dan

menggelar pertemuan segitiga dengan Raja Abdullah, pemimpin Arab

Saudi. Perundingan ini digelar Sabtu 23 November 2013 dan memakan

waktu selama beberapa jam. Kemudian Sheikh Tamim bin Hamad al-

Thani, emir Qatar dan Sheikh Sabah, emir Kuwait langsung meninggalkan

Riyadh.235
Walaupun sesama negara Muslim, namun Arab Saudi mendorong

serangan AS ke Suriah ini. Kalau ditarik ke belakang, sebenarnya

keinginan Arab Saudi ini dapat dipahami karena pada dasarnya Suriah

yang penduduknya mayoritas Sunni sekarang dikuasai rejim Syiah.

Sementara Arab Saudi sendiri merupakan negara Muslim bermahzab

233 http://jaringnews.com/internasional/timur-tengah/6994/suriah-setujui-kehadiraan-
misi-pengamat-liga-arab diakses pada tanggal 28 Februari 2014.

234 Ibid, hlm. 177.

235 http://indonesian.irib.ir/headline2/-/asset_publisher/0JAr/content/pertemuan-segitiga-
emir-qatar-kuwait-dan-raja-arab-saudi diakses pada tanggal 24 Februari 2014.
121

Sunni. Arab Saudi cenderung lebih mesra dengan Amerika Serikat dan

bahkan Israel dibandingkan dengan tetangga mereka yang Muslim Syiah.

Lagi-lagi, keinginan untuk bagi mahzab unggul di peta regional

merupakan prioritas bagi Arab Saudi. Bukan rahasia lagi, bahwa di Timur

Tengah sendiri, negara-negara di sana terpecah belah. Seperti peta di

bawah, paling tidak Iran, Irak, dan Suriah adalah kutub Syiah. Sementara

Arab Saudi merupakan kutub utama Sunni dengan negara-negara Afrika

Utara yang berada di belakangnya. Menumbangkan rejim berkuasa Syiah

di Suriah sekarang menjadi prioritas bagi Arab Saudi sekarang ini,

mengingat sebenarnya mayoritas rakyat Suriah adalah Sunni. Dengan

menumbangkan status quo Suriah, Arab Saudi dengan kata lain juga

memukul Iran yang selama ini semakin signifikan kekuatannya di

kawasan.236
Tampaknya keputusan Negara-negara yang tergabung dalam Liga

Arab untuk mendukung oposisi tidak terlepas dari konflik sunni-syiah.

Sebenarnya penduduk mayoritas yang menghuni wilayah Arab adalah

sunni. Sedangkan syiah merupakan penduduk minoritas. Maka sangat

masuk akal jika berdasarkan alasan mazhab inilah sebagian besar Negara-

negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab lebih memilih mendukung

Barat dalam menghancurkan Negara-negara syiah seperti Suriah, Iran, Irak

dan Lebanon. Hal ini berarti penyelesaian sengketa Suriah melalui Liga

Arab mengalami kegagalan sehingga dilanjutkan melalui PBB.

236 http://nasionalis.me/2013/08/serangan-militer-as-ke-suriah-plot-sunni-vs-syiah-
proxy-arab-vs-iran/ diakses pada tanggal 22 Februari 2014.
122

2. Penyelesaian Sengketa Suriah dalam Kerangka Organisasi PBB

Di antara organisasi-organisasi internasional dan regional yang

mempunyai wewenang untuk menyelesaikan sengketa-sengketa

internasional, PBB mempunyai tempat khusus karena kegiatan-

kegiatannya mencakup hampir semua bidang dengan peranan utamanya

yang diberikan masyarakat internasional yaitu : menjaga keamanan dan

perdamaian dunia.237 Agar keamanan dan perdamaian dapat terjamin demi

keselamatan umat manusia, tentu sengketa-sengketa yang terjadi harus

diselesaikan secara damai. Di bidang ini peranan PBB sangat penting.238


PBB sebagai pengganti Liga Bangsa-Bangsa, dibentuk tahun 1945,

telah mengambil alih sebagian besar tanggung jawab untuk menyelesaikan

sengketa-sengketa internasional. Salah satu dari tujuan-tujuan Organisasi

itu adalah penyelesaian perselisihan antara Negara-negara, dan melalui

Pasal 2 Piagam PBB, maka anggota-anggota organisasi harus berusaha

untuk menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara damai

dan untuk menghindarkan ancaman-ancaman perang atau penggunaan

kekerasan.239 Didalam sengketa yang terjadi di Suriah ini, sebenarnya

konflik awal mulanya adalah pertentangan pemerintah dengan rakyatnya

sendiri (oposisi/pemberontak) yang merasa kecewa dengan kepemimpinan

237 Lihat Pasal 1 Piagam PBB (New York: Office of Public Information, United
Nations), hlm. 3.

238Boer Mauna, Op.cit., hlm. 215.

239J.G. Starke, Op.cit, hlm. 676.


123

Bashar al-Assad selama ini. Namun, seiring berjalannya waktu dan

momen yang bersamaan dengan terjadinya Arab Spring di wilayah Timur

Tengah, sengketa internal di Suriah ini menarik Negara-negara adidaya

dunia untuk ikut campur tangan dan berusaha mengambil keuntungannya

masing-masing atas sengketa ini. Keterlibatan Negara-negara asing yang

semakin masif dengan membawa kepentingan-kepentingannya masing-

masing ini membuat situasi di Suriah semakin mencekam dan rawan

terjadinya perang yang dapat melibatkan Negara-negara di dunia yang

menjadi sekutu pemerintah maupun pemberontak Suriah. Hal inilah yang

menjadi legitimasi PBB untuk turun tangan menyelesaikan sengketa

Suriah karena sengketa yang terjadi di Suriah ini dapat mengancam

perdamaian dan keamanan dunia.


Seperti yang tercantum dalam Pasal 33 Piagam PBB, PBB akan

selalu berusaha untuk menyelesaikan sengketa secara damai melalui

negosiasi, penyelidikan, mediasi dan lain-lain. Artinya didalam

menyelesaikan suatu sengketa melalui organ-organnya yaitu Dewan

Keamanan, Majelis Umum dan Sekjen240, PBB dapat mengkombinasikan

langkah-langkah yang diambil dengan cara negosiasi, penyelidikan,

mediasi atau cara lainnya. Hal inilah yang telah dilakukan oleh Kofi

Annan dan Lakhdar Brahimi sebagai Utusan Khusus Gabungan Liga Arab

dan PBB. Sembari dijalankannya mekanisme penyelesaian sengketa

Suriah melalui Kerangka Organisasi PBB dan Liga Arab, mereka juga

melakukan mekanisme mediasi dan jasa-jasa baik.

240 Lihat Bab II hlm. 41-45.


124

Kekuasaan yang lebih luas telah diserahkan kepada Dewan

Keamanan, sehingga badan ini akan menyelenggarakan kebijaksanaan

PBB secara cepat dan tegas. Dewan Keamanan pada umumnya bertindak

terhadap dua jenis sengketa: (i) sengketa-sengketa yang dapat

membahayakan perdamaian dan keamanan internasional, (ii) kasus-kasus

yang mengancam perdamaian, atau melanggar perdamaian, atau tindakan-

tindakan agresi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Piagam PBB, Dewan

pada setiap tahap boleh merekomendasikan prosedur-prosedur atau

metode-metode penyelesaian yang tepat untuk menyelesaikan sengketa-

sengketa demikian. Dewan Keamanan diberi wewenang untuk membuat

rekomendasi-rekomendasi atau memutuskan tindakan-tindakan apa yang

harus diambil untuk memelihara dan memperbaiki perdamaian dan

keamanan internasional dan badan ini dapat meminta para pihak yang

terkait untuk mematuhi beberapa ketentuan tertentu. Tidak ada pembatasan

atau kualifikasi tentang rekomendasi-rekomendasi yang boleh dibuat oleh

Dewan Keamanan, atau mengenai tindakan-tindakan, baik yang sifatnya

final ataupun sementara, yang boleh diputuskan apabila diperlukan.

Dewan Keamanan dapat mengajukan suatu dasar penyelesaian, dapat

mengangkat sebuah komisi penyelidik, dapat memberikan ijin penyerahan

perkara kepada International Court of Justice dan sebagainya. Menurut

Pasal 23 sampai 51 Piagam PBB, Dewan Keamanan dapat memiliki hak

untuk memberlakukan keputusan-keputusannya tidak saja melalui

tindakan-tindakan pemaksaan seperti sanksi-sanksi ekonomi, melainkan


125

juga dengan penggunaan kekuatan senjata terhadap Negara-negara yang

menolak untuk terikat oleh keputusan-keputusan ini.241

Langkah pertama yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB

dalam upayanya menyelesaikan sengketa Suriah adalah dikeluarkannya

resolusi Dewan Keamanan mengenai pengiriman 30 tim pemantau awal

nonmiliter ke Suriah untuk memantau gencatan senjata. Resolusi DK PBB

No. S/RES/2042 (2012) disahkan pada tanggal 14 April 2012 pada

pertemuan ke - 6751 Dewan Keamanan PBB yang mengacu pada resolusi

Majelis Umum No. A/RES/66/253 tanggal 16 Februari 2012 dan resolusi

yang relevan dari Liga Arab. Isi resolusi DK PBB No. S/RES/2042

tersebut adalah pemerintah Suriah setuju untuk melakukan komunikasi

dengan Utusan Khusus Gabungan PBB dan Liga Arab kala itu yaitu Kofi

Annan untuk ( a ) menghentikan pergerakan pasukan menuju pusat

populasi , ( b ) menghentikan semua penggunaan senjata berat di pusat-

pusat tersebut , dan ( c ) mulai mundurnya konsentrasi militer di dalam dan

sekitar pusat-pusat populasi. Selain itu didalam resolusi tersebut juga

terdapat 6 (enam) poin proposal gencatan senjata yang diusulkan oleh

Utusan Khusus Gabungan PBB dan Liga Arab242 :

1. Berkomitmen untuk bekerja sama dengan Utusan Khusus dalam proses

politik inklusif yang dipimpin Suriah untuk mengatasi aspirasi dan

241 J.G. Starke, Op.cit., hlm. 677.

242 http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2042%282012%29
diakses pada tanggal 1 Maret 2014.
126

keprihatinan rakyat Suriah yang sah, dan untuk tujuan ini,

berkomitmen untuk menunjuk seorang wakil untuk menghadiri

undangan dari Utusan Khusus tersebut;

2. Berkomitmen untuk menghentikan pertempuran dan mencapai

penghentian kekerasan bersenjata yang diawasi PBB secara efektif

dalam segala bentuk oleh semua pihak untuk melindungi warga sipil

dan menstabilkan negara;

Pemerintah Suriah harus segera menghentikan pergerakan pasukan,

dan mengakhiri penggunaan senjata berat di pusat-pusat penduduk,

dan mulai memundurkan konsentrasi militer dari dalam dan sekitar

pusat-pusat populasi;

Pemerintah Suriah harus bekerja dengan Utusan untuk membawa

penghentian berkelanjutan kekerasan bersenjata dalam segala bentuk

oleh semua pihak dengan mekanisme pengawasan PBB yang efektif.

Komitmen serupa akan dicari oleh Utusan dari oposisi dan semua

unsur terkait untuk menghentikan pertempuran dan bekerja dengan dia

untuk membawa penghentian berkelanjutan kekerasan bersenjata

dalam segala bentuk oleh semua pihak dengan mekanisme pengawasan

PBB yang efektif;

3. Menjamin penyediaan tepat waktu bantuan kemanusiaan ke semua

daerah yang terkena dampak pertempuran, dan untuk tujuan ini,

sebagai langkah segera, untuk menerima dan menerapkan jeda dua jam

kemanusiaan sehari-hari dan untuk mengkoordinasikan waktu yang


127

tepat dan modalitas jeda sehari-hari melalui mekanisme yang efisien,

termasuk di tingkat lokal;

4. Meningkatkan kecepatan dan skala pelepasan orang yang ditahan

sewenang-wenang, termasuk kategori orang rentan, dan orang yang

terlibat dalam kegiatan politik damai, memberikan tanpa penundaan

melalui jalur yang tepat daftar semua tempat di mana orang-orang

tersebut sedang ditahan, segera mulai mengorganisir akses ke lokasi

tersebut dan melalui jalur yang tepat segera menanggapi semua

permintaan tertulis untuk informasi, akses atau rilis mengenai orang-

orang tersebut;

5. Menjamin kebebasan bergerak di seluruh negeri untuk wartawan dan

kebijakan visa non-diskriminatif bagi mereka;

6. Menghormati kebebasan berserikat dan hak untuk berdemonstrasi

secara damai dijamin secara hukum.

6 (enam) usulan dari Kofi Annan selaku Utusan Khusus Gabungan PBB

dan Liga Arab tersebut menunjukkan bahwa Kofi Annan telah

menjalankan fungsi mediasi dalam menyelesaikan sengketa Suriah.

Sengketa di Suriah masih tetap berlangsung, lalu DK PBB mengeluarkan

Resolusi No. S/RES/2043 (2012) yang disahkan pada pertemuan Dewan

Keamanan ke-6756 pada tanggal 21 April 2012. Resolusi ini memutuskan

untuk mendirikan Misi Pengawasan PBB di Suriah yaitu the United

Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS) di bawah komando

seorang Kepala Pengamat Militer untuk periode awal 90 hari, yang terdiri
128

dari penyebaran awal hingga 300 pengamat militer tak bersenjata serta

komponen sipil yang tepat seperti yang dipersyaratkan oleh Misi untuk

memenuhi mandatnya. Bekerjanya Misi Pengawasan PBB di Suriah

(UNSMIS) menunjukkan bahwa PBB juga melaksanakan mekanisme

inquiry atau penyelidikan terhadap penyelesaian sengketa Suriah. Misi

UNSMIS (the United Nations Supervision Mission in Syria) diperpanjang

dengan dikeluarkannya resolusi DK PBB No. S/RES/2059 (2012).


Kondisi di Suriah semakin memburuk setelah diketahui

keterlibatan teroris dalam sengketa Suriah. Surat Sekjen PBB kepada

Dewan Keamanan PBB 25 Mei 2012 untuk pertama kalinya menyebutkan

adanya kelompok teroris :


Ada peningkatan jumlah pengeboman, yang paling banyak di
Damaskus, Hama, Aleppo, Idlib, dan Deir ez-Zor. Ini termasuk
pengeboman ganda di Damaskus pada 10 Mei 2012, ketika dua
kendaraan yang membawa bom rakitan yang diperkirakan beratnya
masing-masing 1000 kilogram, diledakkan didekat gedung
pemerintah. Ukuran bom ini menunjukkan bahwa bom ini dirakit
oleh ahli tingkat tinggi, yang bisa mengindikasikan keterlibatan
kelompok teroris yang mapan. Pemerintah telah menegaskan
adanya kelompok-kelompok seperti ini di dalam negeri, demikian
pula dinyatakan oleh beberapa kelompok oposisi. Front Al-Nusra
telah mengklaim bertanggungjawab atas minimalnya enam
pengeboman terakhir.243

Laporan PBB yang lebih rinci tentang aksi kekerasan di Suriah

muncul pada tanggal 11 Maret 2013, disusun oleh Independent

243 http://www.securitycouncilreport.org/atf/.../Syria%20S2012%20363.pdf diakses pada


tanggal 24 Februari 2014.
129

International Commission of Inquiry on the Syrian Arab Republic yang

dibentuk oleh Human Right Council, sebuah agen di bawah PBB.244


Sejak tanggal 15 Januari 2013, tercatat tiga peristiwa pengeboman
di Suriah. Pada tanggal 21 Januari, sebuah bom mobil meledak di
Al Salamiyeh, provinsi Hama. Front Al Nusra menyatakan
bertanggung jawab. Laporan awal di media mengklaim bahwa bom
diledakkan di dekat markas milisi propemerintah, membunuh
sekitar 40 orang.

Ketegangan yang semakin tinggi membuat pemberontak,

pemerintah dan teroris semakin meningkatkan penggunaan kekerasan di

Suriah. Bahkan yang lebih buruk adalah ditemukannya penggunaan

senjata kimia di Suriah yaitu pada tanggal 21 Agustus 2013 di Damaskus.

Akhirnya berdasarkan pada Bab VII Piagam PBB, DK PBB mengeluarkan

resolusi No. S/RES/2118 (2013) pada tanggal 27 September 2013

mengenai penghancuran senjata kimia Suriah.


Implikasi dari resolusi tersebut mewajibkan Suriah untuk

memastikan penghancuran program senjata kimia Suriah dalam cara yang

paling cepat dan paling aman. Dan menunjukkan komitmennya terhadap

pengawasan internasional langsung atas senjata kimia dan komponen

mereka di Suriah. Menggarisbawahi bahwa Negara-negara Anggota wajib

berdasarkan Pasal 25 dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk

menerima dan melaksanakan keputusan Dewan. Memutuskan, dalam hal

ketidakpatuhan dengan resolusi ini, termasuk pemindahan tidak sah

senjata kimia, atau penggunaan senjata kimia oleh siapapun di Suriah,

untuk menerapkan tindakan berdasarkan Bab VII dari Piagam PBB.

244 http://www.ohchr.org/.../ColSyria/PeriodicUpdate11March2013_en.pdf diakses pada


tanggal 24 Februari 2014.
130

Panggilan untuk mengadakan, sesegera mungkin, sebuah konferensi

internasional tentang Suriah untuk melaksanakan Geneva Komunike, dan

menyerukan kepada semua pihak Suriah untuk terlibat secara serius dan

konstruktif pada Konferensi Jenewa tentang Suriah, dan menekankan

bahwa mereka harus sepenuhnya mewakili rakyat Suriah dan berkomitmen

untuk pelaksanaan Geneva Komunike dan pencapaian stabilitas dan

rekonsiliasi. Menekankan bahwa satu-satunya solusi untuk krisis saat ini di

Suriah adalah melalui proses politik yang inklusif dan Suriah yang

dipimpin berdasarkan Geneva Komunike 30 Juni 2012, dan menekankan

perlunya untuk mengadakan konferensi internasional mengenai Suriah

secepat mungkin.
Suriah terlihat memiliki iktikad baik terhadap resolusi ini.

Pemerintah mendukung setiap proses penghancuran senjata kimia.

Meskipun penghancuran senjata kimia telah disepakati, namun tidak

begitu saja membuat ketegangan di Suriah berakhir. Aksi kekerasan dan

upaya perebutan kekuasaan oleh oposisi masih saja terjadi. Akhirnya

diselenggarakanlah Konferensi Jenewa II pada 22 Januari 2014. Untuk

lebih meletigimasi hasil konferensi tersebut dikeluarkanlah resolusi DK

PBB No. S/RES/2139 pada tanggal 22 Februari 2014 pada pertemuan

Dewan Keamanan ke-7116 yang merupakan resolusi Dewan Keamanan

terakhir yang dikeluarkan untuk menyelesaikan sengketa Suriah.


Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk mengajukan suatu

sengketa ke Dewan Keamanan tidak diperlukan persetujuan pihak lain.

Jadi suatu negara dapat langsung meminta perhatian Dewan Keamanan


131

dan dalam hal ini persoalan kedaulatan sudah dilewatkan. 245 Menurut

Piagam PBB, setiap anggota PBB (Pasal 35 ayat (1)), Majelis Umum

(Pasal 11 ayat (3)), atau Sekretaris Jenderal (Pasal 99) dapat meminta

perhatian Dewan Keamanan terhadap setiap masalah yang dapat

membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Negara yang

bukan anggota PBB dapat pula membawa suatu sengketa kepada Dewan,

asalkan negara tersebut menerima terlebih dahulu kewajiban-kewajiban

dalam Piagam untuk penyelesaian sengketa secara damai.246


Begitu sulit menyelesaikan sengketa Suriah dalam kerangka PBB

karena kedua Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia dan

China, yang merupakan pemegang hak veto juga memiliki kepentingan

didalam terjadinya sengketa tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang

dikatakan oleh Michael Zacceo, Kepala Perwakilan United Nations

Information Center di Jakarta247 :


The United Nations will not be the United Nations if the five

permanent members of the Security Council is not united (PBB tidak akan

menjadi PBB jika kelima anggota tetap Dewan Keamanan tidak

bersatu).
Dewan Keamanan merupakan ujung tombak dari PBB. Banyak

kewenangan superior yang dimiliki oleh Dewan Keamanan. Maka tidak

245Boer Mauna, Op.cit., hlm. 217. Lihat juga Pasal 35 Piagam PBB.

246 Loc.cit. Lihat juga Pasal 32 Piagam PBB.

247 Dialog penulis dengan Michael Zacceo ketika mengikuti Kuliah Kerja Lapangan di
United Nations Information Center Jakarta pada 24 September 2013.
132

berlebihan jika PBB direpresentasikan oleh Dewan Keamanan. 248 Banyak

keputusan atau resolusi yang telah dikeluarkan PBB yang merupakan

inisiatif dari anggota tetap Dewan Keamanan. Jika kelima anggota tetap

Dewan Keamanan tersebut tidak dapat bersepakat untuk menghasilkan

keputusan atau resolusi, masyarakat dunia akan menganggap PBB belum

dapat berperan banyak dalam sengketa Suriah.


Berkaitan dengan kasus Suriah, PBB juga berupaya menempuh

upaya lain. Melalui Utusan Khusus Gabungan PBB dan Liga Arab untuk

Suriah yang lain, Lakhdar Brahimi, PBB masih berupaya menyelesaikan

sengketa Suriah melalui mekanisme jasa-jasa baik. Hanya saja, sayangnya

usaha yang dilakukan Lakhdar Brahimi sejauh ini belum membuahkan

hasil.

3. Penyelesaian Sengketa Suriah dalam Konferensi Jenewa

Suatu konferensi internasional yang diselenggarakan untuk

menyelesaikan suatu sengketa merupakan suatu hal yang positif dalam

kehidupan masyarakat internasional. Sebagaimana diakui oleh Mahkamah

Internasional, suatu konferensi internasional merupakan salah satu sarana

untuk melaksanakan perundingan-perundingan internasional.249

Penyelesaian sengketa melalui konferensi internasional merupakan

salah satu langkah penyelesaian sengketa secara politik dalam bentuk

negosiasi atau perundingan. Ada keterlibatan seluruh pihak yang memiliki


248 Lihat juga Pasal 24 Piagam PBB.

249Boer Mauna, Op.cit., hlm. 197.


133

keterkaitan dengan suatu sengketa dalam sebuah perundingan bersama.

Jadi dalam Konferensi Jenewa ini baik pihak pemerintah Suriah dan

sekutunya maupun pihak oposisi dan sekutunya serta pihak netral duduk

bersama dalam sebuah perundingan untuk menyelesaikan sengketa Suriah.

Bila sengketa dibawa ke suatu konferensi internasional maka

konferensi itu dapat diadakan atas prakarsa negara-negara yang

bersengketa atau atas prakarsa suatu negara lain maupun atas prakarsa

sekelompok negara-negara.250 Usaha terakhir dunia internasional didalam

menyelesaikan sengketa Suriah adalah dibentuknya gabungan Negara Arab

dan Barat yang terwujud dalam Konferensi Jenewa.

Berdasarkan Pasal 24 Piagam PBB, Dewan Keamanan memiliki

wewenang untuk menyelesaikan sengketa yang mengancam perdamaian

dan keamanan internasional. Maka DK PBB berinisiatif

menyelenggarakan Konferensi Jenewa I. Dalam Konferensi Jenewa I

bertemakan Solusi untuk Konflik Suriah di Jenewa tanggal 30 Juni 2012

lalu, menghasilkan ide pembentukan pemerintahan transisi di Suriah yang

diisi oleh perwakilan masing-masing kelompok yang bertikai, baik dari

rezim Assad maupun Oposisi Suriah. Pemerintahan sementara ini

kemudian diharapkan dapat menyelenggarakan pemilu dalam waktu dekat.

Adapun nasib Basyar Assad, akan ditentukan oleh rakyat Suriah sendiri.

Dengan kata lain, Assad tidak akan disertakan di dalam pemerintahan

transisi maupun dalam pencapresan pemilu mendatang. Konferensi yang

250 Boer Mauna, Op.cit., hlm. 197.


134

kala itu diikuti oleh 5 (lima) negara anggota tetap DK PBB serta beberapa

negara Timur Tengah berakhir buntu; alasannya adalah dua negara

berpengaruh yang berada di dalam anggota tetap DK PBB; Rusia dan Cina

menolak ide dibentuknya pemerintahan transisi tersebut. Dengan

pertimbangan, usulan dari Utusan Internasional, Kofi Annan yang

didukung oleh Amerika ini tidak memposisikan Basyar Assad sebagai

pihak yang dilibatkan dalam pembentukan pemerintahan transisi. Dan

lebih menggantungkan nasib Assad kepada rakyat Suriah.251

Kegagalan dalam Konferensi Jenewa I diperbaiki dalam

Konferensi Jenewa II dengan menghadirkan kubu oposisi Suriah dan pihak

rezim Assad dalam satu meja perundingan. Konferensi Jenewa II ini

diselenggarakan atas undangan Sekjen PBB pada tanggal 22 Januari 2014

di Montreux, Swiss, dan dihadiri oleh 39 negara yang secara khusus

diundang, termasuk Indonesia. Negara-negara yang diundang adalah

negara-negara kawasan di sekitar Suriah dan negara-negara lain yang

dianggap dapat memberikan kontribusi penting terhadap penyelesaian

konflik Suriah. Konferensi ini ditujukan untuk menggalang dukungan

masyarakat internasional terhadap proses negosiasi yang konstruktif

diantara pihak-pihak yang bertikai di Suriah untuk mencapai penyelesaian

yang komprehensif.252

251 http://m.dakwatuna.com/2014/01/24/45229/konferensi-jenewa-ii-dan-impian-
perdamaian-suriah/ diakses pada 24 Februari 2014.

252 http://nrmnews.com/2014/01/23/menlu-ri-diplomasi-dan-negosiasi-harus-
diutamakan-dalam-penyelesaian-konflik-di-suriah/ diakses pada 24 Februari 2014.
135

Konferensi Jenewa II berakhir tanpa hasil signifikan setelah

sepekan berunding secara langsung untuk pertama kalinya di markas besar

PBB di Jenewa Swiss. Kesenjangan antara kedua pihak yang berseteru di

Suriah masih sangat besar terutama ihwal transisi kekuasaan Kedua pihak

bersedia melanjutkan pembicaraan tapi kesenjangan antara keduanya

cukup besar '' kata Utusan Khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah

Lakhdar Brahimi.253 Pasalnya, menurut laporan Agence France-Presse

(AFP), delegasi oposisi telah menolak untuk duduk di ruangan yang sama

dengan delegasi Pemerintah Suriah, kecuali rezim menerima perlunya

pemerintah transisi tanpa kehadiran Bashar al-Assad.254


Sementara Iran tetap pada pendiriannya agar Bashar al-Assad

dilibatkan dalam pemerintahan transisi. Iran tidak mengirimkan utusannya

dalam pertemuan, karena menolak prasyarat yang ditentukan oleh AS dan

sekutunya serta sejumlah Negara Arab. Menteri Luar Negeri Inggris

mengakui peran Iran sangat penting dalam transformasi Suriah.255 Dengan

kondisi yang seperti ini, hal ini berarti penyelesaian sengketa Suriah masih

memerlukan waktu yang lebih lama lagi.

C. Faktor yang Mendukung dan Menghambat Penyelesaian Sengketa Suriah

253 http://koran.tempo.co/konten/2014/02/01/333701/Konferensi-Jenewa-II-Berakhir-
tanpa-Hasil diakses pada tanggal 24 Februari 2014.

254 http://international.sindonews.com/read/2014/01/24/43/829845/rezim-suriah-ancam-
mundur-dari-konferensi-jenewa-ii diakses pada tanggal 24 Februari 2014.

255 http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/konferensi-jenewa-2-
optimisme-yang-membentur-dinding diakses pada tanggal 24 Februari 2014.
136

1. Faktor yang Mendukung Penyelesaian Sengketa Suriah

Sengketa yang terjadi di Suriah sangat kompleks, sehingga sangat

sulit untuk mencari faktor pendukung dari luar. Artinya faktor pendukung

yang dapat membantu penyelesaian sengketa di Suriah seharusnya terdapat

pada latar belakang dari Suriah itu sendiri. Berdasarkan sejarahnya, Suriah

adalah sebuah Negara yang sering dijajah atau didiami oleh berbagai

bangsa. Hingga akhirnya pada tahun 634 M kaum muslim Arab berhasil

menaklukkan Suriah dan memberikan ciri peninggalan yang begitu kuat

hingga saat ini, yaitu bahasa Arab dan agama Islam. Bahkan pada tahun

661 M, ibukota Suriah, Damaskus, menjadi pusat berkembangnya Islam.256

Hal ini berarti terdapat 2 (dua) hal yang telah mengakar berabad-

abad di Suriah yaitu budaya Arab dan agama Islam. Kedua faktor inilah

yang dapat mendukung diselesaikannya sengketa Suriah. Bagaimana

bangsa-bangsa Arab dan Negara-negara Islam melihat dan menyikapi

sengketa Suriah seharusnya menjadi indikasi yang baik bagi penyelesaian

sengketa Suriah. Suriah sebagai salah satu Negara di kawasan Arab dan

salah satu Negara Islam seharusnya menghormati dan menghargai

bagaimana Negara-negara Arab dan Islam lainnya inginkan agar

kedamaian tercipta di kawasan mereka. Dengan adanya tekanan moral dan

politik dari Negara-negara Islam di wilayah Arab seharusnya membuat

Bashar al-Assad menunjukkan niat baiknya dengan segera mengakhiri

sengketa Suriah.

256 Lihat Bab IV sub A tentang Sejarah Suriah hlm. 79-82.


137

Dibawah ini akan diuraikan bagaimana Negara-negara yang

tergabung dalam Liga Arab dan 6 (enam) organisasi Islam dunia didalam

melihat dan mengusulkan penyelesaian sengketa Suriah :

a. Sikap Liga Arab

Merrils berpendapat, penyelesaian sengketa melalui organisasi

regional memiliki nilai lebih (dibandingkan dengan cara penyelesaian

sengketa misalnya melalui organisasi multilateral). Penyelesaian secara

regional memungkinkan organisasi regional memberi dorongan, bantuan

atau bahkan tekanan kepada para pihak di region tersebut untuk

menyelesaikan sengketanya secara damai.257 Hal inilah yang telah

dilakukan oleh negara-negara Arab dalam upayanya menyelesaikan

sengketa Suriah. Pemimpin Qatar dan Kuwait secara mendadak melawat

Riyadh dan menggelar pertemuan segitiga dengan Raja Abdullah,

pemimpin Arab Saudi. Perundingan ini memakan waktu selama beberapa

jam. Kemudian Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, emir Qatar dan Sheikh

Sabah, emir Kuwait langsung meninggalkan Riyadh.258


Kuwait, yang mengetuai Liga Arab, juga segera mengeluarkan

pernyataan kecaman dan segera mengadakan pertemuan tingkat menteri

negera-negara Liga Arab dengan tujuan untuk mengambil langkah-langkah

257 J.G. Merrills, International Disputes Settlement (Cambridge: Cambridge U.P., 1998),
hlm. 259.

258 http://indonesian.irib.ir/headline2/-/asset_publisher/0JAr/content/pertemuan-segitiga-
emir-qatar-kuwait-dan-raja-arab-saudi diakses pada tanggal 24 Februari 2014.
138

menghentikan kekejaman terhadap rakyat Suriah.259 Inilah yang dimaksud

Annan, tragedi Taldou merupakan tipping point, titik puncak. Kejadian ini

telah membangkitkan perhatian dunia internasional yang semula

menganggap kebangkitan Suriah sama saja dengan fenomena Mesir,

Tunisia, atau Libya. Tekanan internasional terhadap Assad semakin besar.

Pemimpin berbagai negara menyerukan agar Assad mundur.260 Termasuk

pemimpin negara-negara Liga Arab juga menyerukan agar Bashar al-

Assad segera mundur dari Jabatannya.

Organisasi regional Arab ini mengutus para pengamatnya ke

Suriah. Mereka menawarkan protokol pengamat Arab yang menjadi

bagian dari resolusi Liga Arab. Pada mulanya, Suriah bersedia

menandatangani protokol tersebut. Akan tetapi, ketika protokol berikutnya

menawarkan penyelesaian konflik dengan menyeru Bashar al-Assad agar

menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, dengan tegas ia menolak

tawaran ini.261 Inilah yang harus tetap dilakukan oleh Liga Arab. Walaupun

seruan agar Bashar al-Assad mundur sempat ditolak, tetapi tidak menutup

kemungkinan jika tekanan terus diberikan oleh Negara-negara di wilayah

Arab maka Bashar al-Assad mau menghormatinya dan turun dari

jabatannya. Sehingga kedamaian di Suriah dapat terwujud.

259 http://www.arabnews.com/middle-east/activists-syrian-troops-shell-central-regions
diakses pada tanggal 24 Februari 2014.

260 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm 35.

261 M. Agastya ABM, Op.cit., hlm. 177.


139

b. Pernyataan Enam Organisasi Islam


Dunia Terkait Revolusi Suriah262

Mengutip dari laporan arrahmah.com, International Islamic

Coordination Council (IICC) sukses menggelar muktamar mengenai sikap

ulama umat terhadap konflik Suriah. Acara yang berlangsung di Kairo,

Mesir, ini pada 4 Syaban 1434 H/13 Juni 2013 M, dihadiri oleh lebih dari

500 tokoh dan ulama Ahlus Sunnah dari 50 negara yang masing-masing

berafiliasi kepada 65 organisasi dan yayasan Islam di dunia. Hadir dalam

muktamar ini juga perwakilan dari Indonesia. Selain Harman Tajang

(Wahdah Islamiyah), turut juga Ketua Majelis Fatwa DDII Pusat, Dr. Zain

an-Najah, dan inisiator MIUMI, Farid Okbah, M.A.

1) Syekh Dr. Yusuf al-Qardhawi, Ketua IUMS (Persatuan Ulama


Muslim Sedunia)
Perang di Suriah sebagai perang terhadap umat Islam secara

keseluruhan, bukan saja terbatas pada rakyat Suriah, jelas Syekh Dr.

Yusuf al-Qardhawi.

Diakhir sambutannya, Syekh Dr. Yusuf al-Qardhawi juga

meminta Dewan Keamanan PBB, serta dunia Barat agar mengambil

sikap yang tegas terhadap negara-negara yang jelas-jelas

mempersenjatai pemerintah Suriah untuk membunuh kaum muslimin

di sana.

262 Ibid., hlm. 177-181.


140

Seharusnya, dunia barat juga menegakkan kebebasan dan

keadilan di Suriah, pinta Syekh Dr. Yusuf al-Qardhawi.

2) Syekh Dr. Mohammad Areefi, Ittihad Alami Lidhuat (Ikatan Dai


Internasional)
Dengan sangat tegas, Syekh Dr. Mohammad Areefi menyebut

Bashar al-Assad sebagai anjing dalam baris-baris bait syair yang

dibacakannya. Syekh Dr. Mohammad Areefi juga mengingatkan

bahwa terdapat sekitar 900 sahabat Rasulullah Saw. yang pernah hidup

di bumi Syam (Suriah). Oleh karena itu, anak-anak yang mati

terbunuh, serta para wanita yang diculik dan diperkosa adalah cucu-

cucu para sahabat Rasulullah Saw.

3) Syekh Dr. Shofwat Hijazi, Wakil Ketua Ikatan Ulama Ahli Sunnah
Mereka meminta supaya negara-negara Arab mengusir para

Dubes Suriah yang masih berada di negara-negara mereka. Syekh Dr.

Shofwat Hijazi menilai bahwa pemerintah Bashar al-Assad sebagai

pemerintahan yang kafir.

4) Syekh Usama Rifai, Ketua Ikatan Ulama Muslimin Suriah


Syekh Usama Rifai menyimpulkan bahwa pada hakikatnya,

perang di Suriah dinahkodai oleh Iran (Syiah). Ambisi Iran di Suriah

bukanlah akhir segalanya, melainkan langkah awal untuk memuluskan

proyek dan kepentingannya Syiah di kawasan Timur Tengah secara

umum.

5) Syekh al-Amin el-Hajj, Ketua Ikatan Ulama Muslimin


141

Konflik Suriah merupakan persoalan kaum muslimin, karena

para mujahid yang berperang melawan rezim Bashar al-Assad di sana

(pada hakikatnya) demi kepentingan Islam. Yang paling penting dari

sekedar memberi bantuan kepada saudara-saudara muslim disana

adalah kembali kepada al-Quran dan sunnah yang merupakan sebab

utama kemenangan kaum muslimin, serta berhati sekaligus

meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan kebidahan yang

merupakan sebab kehinaan dan kekalahan.

6) Dr. Sholah Sultan, Sekjen Majlis Ala Syuun Islamiyah Mesir


Pada akhir sambutannya, Dr. Sholah Sultan meminta kepada

Dr. Yusuf al-Qardhawi sebagai Ketua Persatuan Ulama Muslim Dunia

untuk mengeluarkan orang-orang syiah dari institusi yang

dipimpinnya. Hal ini langsung mendapatkan respons dan dukungan

dari peserta muktamar.

Demikianlah keenam sikap organisasi Islam dunia terhadap

Revolusi Suriah. Dari pernyataan para pemimpin organisasi Islam besar

dunia itu, dapat diketahui bahwa umat Islam di dunia sangat mendorong

dan mendukung penggulingan rezim Bashar al-Assad di Suriah, yang

dilakukan oleh rakyat Suriah dalam sebuah demonstrasi massa yang

disebut Revolusi Suriah. Sebagai salah seorang penganut islam seharusnya

Bashar al-Assad menghormati sikap dari keenam organisasi islam dunia

tersebut, dengan menghentikan perseteruan yang terjadi, dan menaatinya


142

dengan mundur dari jabatannya. Jika Bashar al-Assad mengindahkannya

niscaya kedamaian akan terwujud di Suriah.

2. Faktor yang Menghambat Penyelesaian Sengketa Suriah

Berbeda dengan faktor pendukung, faktor penghambat

penyelesaian sengketa Suriah lebih banyak dan merupakan faktor dari luar.

Artinya faktor penghambat ini disebabkan oleh keterlibatan pihak-pihak

asing dalam sengketa Suriah. Mereka tidak benar-benar tulus

menginginkan selesainya sengketa Suriah dan perdamaian disana, tetapi

keterlibatan mereka lebih karena masing-masing pihak memiliki

kepentingannya masing-masing untuk mengambil keuntungan dalam

sengketa Suriah. Hal itulah yang menyebabkan sengketa Suriah seperti

menemui tembok penghalang yang sangat tebal. Berikut akan diuraikan

kepentingan-kepentingan apa saja yang dimiliki oleh pihak-pihak asing

yang terlibat dalam sengketa Suriah, sehingga sengketa tersebut tidak

kunjung usai.

a) Rusia dan China

Revolusi di Suriah tak jauh berbeda dengan Libya. Sama seperti di

Libya, pemberontak bersenjata Suriah juga mengandalkan bantuan dari

barat (dan Negara-negara monarki arab), serta menyerukan adanya

intervensi militer dari The North Atlantic Treaty Organization (NATO).

Namun, berbeda dengan rezim Qaddafi yang berdiri sendirian, rezim

Assad memiliki banyak pembela, dengan alasan mereka masing-masing.

China dan Rusia berkeras menghalangi segala bentuk intervensi militer


143

NATO di Suriah, karena merasa mengkhawatirkan semakin luasnya

pengaruh Barat di Timur Tengah. Kedua Negara pemegang hak veto di

PBB itu melihat Barat sebagai saingan dalam berebut pengaruh (dan tentu

saja, minyak dan gas) di Timur Tengah.263

Rusia dan Cina tidak ingin kepentingan mereka di Suriah

terganggu. Suriah sangat berarti bagi Rusia. Di kota Latakia dan Tartus,

Rusia menempatkan basis angkatan laut terakhir mereka dan satu-satunya

di kawasan. Letak geografis Suriah cukup dekat dengan Rusia, sekaligus

bersandingan dengan Turki sebagai salah satu anggota NATO. Rusia tentu

tidak menginginkan hegemoni Eropa dan Amerika Serikat di kawasan

Timur Tengah semakin besar. Rusia juga tidak ingin skenario Libya

terulang untuk kedua kalinya. Rusia juga dikenal sebagai Negara eksportir

persenjataan militer, dan Suriah termasuk salah satu Negara importirnya

dalam jumlah besar. Rusia tentu tidak ingin rugi dengan pembatalan

kontrak jual beli senjata oleh Suriah, apalagi di tengah-tengah krisis

ekonomi Eropa. Rusia sebagai Negara yang kebutuhan minyaknya

sebagian besar diimport dari Iran, Rusia berkepentingan menjaga

hubungan diplomatiknya dengan negeri mullah tersebut, yang

merupakan Negara sekutu utama Suriah.264

Rusia mengetahui bahwa tumbangnya rezim nushairiyah Suriah

akan menyebabkan Rusia dan pihak timur kehilangan sekutu besar, serta

263 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm. 109.

264 M. Agastya ABM., Op.cit., hlm. 196.


144

sebagai pasar senjata terbesar bagi mereka di kawasan timur tengah. Rusia

dan kekuatan timur akan kehilangan salah satu kartu penting untuk

menekan barat. Sebab, rezim Suriah selama ini menguasai bagian kawasan

yang terpisah dan menjamin keamanan eksistensi Negara zionis Yahudi.265

Rusia pun memiliki hasrat yang tinggi untuk menjadi Polisi

Dunia guna memperluas pengaruh politiknya ke Negara-negara lain,

sehingga keseimbangan kekuasaan (balance of power) di level

internasional dapat terjaga. Inilah sebabnya Rusia dan Cina sering kali

terlibat persaingan politik internasional dengan Negara-negara barat

lainnya, apalagi dengan status keduanya sebagai Negara anggota Dewan

Keamanan PBB yang memiliki hak veto. 266 Sama halnya dengan Cina,

yang kini menjadi kekuatan ekonomi kedua terbesar setelah Amerika

Serikat, Cina tidak ingin pasokan minyak Suriah ke negaranya terganggu,

begitu juga dengan hubungan dagang antara kedua Negara. Cina

memandang penting Suriah karena Negara itu merupakan salah satu

eksportir utama minyak Cina setelah Arab Saudi dan Iran. Suriah juga

berperan sebagai pintu masuk pasar ekspor komoditas Cina ke Negara-

negara Timur Tengah. Cina juga ingin menjaga hubungan baiknya dengan

Iran sebagai Negara utama pemasok kebutuhan minyak Cina yang sikap

politiknya sangat mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah.267

265 Ibid, hlm. 200.

266 Ibid, hlm. 197.

267 Loc.cit.
145

Arti penting dari kedua Negara ini adalah karena mereka

merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Kedua Negara tersebut

memiliki hak veto. Hak veto yang melekat pada kedua Negara inilah yang

membuat penyelesaikan sengketa Suriah selalu terhambat. Dengan adanya

hak veto tersebut mereka manfaatkan untuk mengamankan kepentingan

mereka terhadap Suriah. Jika ada resolusi Dewan Keamanan untuk

mengintervensi penyelesaian sengketa Suriah, mereka pasti memveto

resolusi tersebut karena mengancam kepentingan mereka. Jika resolusi

Dewan Keamanan yang selama ini dikeluarkan tidak mereka veto tentu

sengketa Suriah sudah menemui titik terang.

b) The Oded Yinons Plan (Israel dan Amerika Serikat)

The Oded Yinons Plan telah menjelaskan semuanya. Dokumen ini

adalah dokumen yang paling eksplisit, detail, dan jelas terkait strategi

orang-orang Zionis di Timur Tengah. The Oded Yinons Plan dimuat di

Kivunim (Arah), sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Departemen

Informasi Organisasi Zionis Dunia. Dokumen ini kemudian diterjemahkan

dan dipublikasikan oleh Association of Arab-American University

Graduates pada tahun 1982. Publikasi dokumen ini ditujukan untuk orang-

orang Yahudi sedunia agar mereka lebih memahami (dan mendukung)

strategi politik Israel.268


Poin terpenting dalam dokumen ini adalah bahwa untuk

mewujudkan Israel Raya, negara-negara Arab perlu dipecah-pecah ke

dalam negara-negara yang (lebih) kecil. Rencana ini berjalan berdasarkan

268Dina Y. Sulaeman, Op.Cit., hlm. 136.


146

dua premis; untuk bisa bertahan, Israel harus 1) menjadi sebuah imperium

kekuatan regional, 2) mempengaruhi pembagian seluruh kawasan ke

dalam negara-negara kecil, dengan cara pembubaran semua negara-negara

Arab yang ada. Negara kecil yang dimaksud ini adalah negara yang

berlandaskan etnis atau mazhab. Negara-negara kecil itu di satu sisi akan

lemah, sehingga akan menjadi satelit Israel dan di sisi lain, menjadi

legitimasi bagi Israel. Bila ada negara lain berdiri atas dasar etnis atau

mazhab, artinya sah pula Israel memegang teguh konsep negara khusus

Yahudi-nya.269
Strategi politik luar negeri AS selama ini, terlihat sejalan dengan isi

dokumen Oded Yinons Plan ini. Atas dasar itu pula, muncul berbagai

konflik di Timur Tengah yang arahnya jelas menuju sektarianisme atau

perpecahan di negara-negara Arab berdasarkan etnis dan mazhab. 270

Lantas, mengapa para Presiden AS sedemikian menghabiskan energi dan

dana untuk mengatur perang di negara-negara lain demi kepentingan

Israel?
Lobby, itulah jawaban yang diberikan John J. Mearsheimer dan

Stephen M. Walt, akademisi Hubungan Internasional dari Chicago

University dan Harvard University. Dalam sebuah makalah berjudul

Lobby Israel dan Kebijakan Luar Negeri AS, Maersheimer dan Walt

menyodorkan bukti-bukti betapa kelompok-kelompok lobby pro Israel

sangat berhasil mengalihkan kebijakan politik AS menjauh dari

269 Loc.cit.

270 Ibid, hlm. 137.


147

kepentingan nasionalnya sendiri, dan pada saat yang sama, meyakinkan

publik dan politisi AS akan adanya kesamaan kepentingan AS dan Israel.271

Kelompok lobby ini juga melibatkan para pebisnis Zionis.

Demokrasi di AS berbiaya sangat mahal, sehingga seorang kandidat

memerlukan uang sangat besar dalam kampanye. Menurut Center for

Responsive Politics, Obama menerima sumbangan sebesar 213.000 dolar

dari perusahaan minyak dan gas (Big Oil). Hillary mendapatkan lebih

banyak lagi, sekitar 300.000 dolar, sementara John McCain 1,3 juta

dolar.272 Big Oil tidak hanya mengucurkan uang untuk para kandidat

Presiden, tetapi juga kepada para kandidat dan anggota Kongres AS. Tentu

saja, bantuan ini tidak diberikan secara langsung karena dilarang oleh UU

AS. Dengan uangnya, Big Oil mampu mengatur kebijakan pemerintah dan

parlemen AS. Dan karena para pemilik terbesar saham Big Oil adalah

orang-orang zionis (antara lain, Rockefeller), tentu saja kebijakan yang

mereka inginkan adalah yang menguntungkan Israel.273

Dengan adanya kepentingan dari Israel dan Amerika Serikat untuk

mensukseskan the Oded Yinons Plan membuat penyelesaian sengketa

Suriah menjadi buntu. Israel dan Amerika Serikat tentu tak akan tinggal

diam sampai rencananya memecah Suriah menjadi negara-negara kecil

271 Ibid, hlm. 169.

272 http://www.newsweek.com/id/129895 diakses pada tanggal 22 Februari 2014.

273 Dina Y. Sulaeman, Op.cit. hlm. 170.


148

terwujud. Hal inilah yang membuat penyelesaian sengketa Suriah sampai

sekarang tidak menemui titik terang.

c) Deklarasi Khilafah

Pada tanggal 24 Januari 2012, kelompok Jabhah Al Nusrah merilis

video yang disebarluaskan melalui Youtube berisi pernyataan akan

membawa hukum Allah kembali ke tanah-Nya. Dalam video itu, mereka

mengutip hadits bahwa pusat kaum muslimin pada hari kebangkitan

adalah di Damaskus. Jabhah Al Nusrah meyakini bahwa revolusi Suriah

adalah kesempatan emas untuk merealisasikan hadits-hadits Nabi terkait

kebangkitan muslim di Damaskus.274

Pada tanggal 20 November 2012, mereka bersama sejumlah

kelompok pemberontak mendeklarasikan Brigade Koalisi Pendukung

Khilafah. Konsep khilafah, siapa pun tahu, menginginkan berdirinya

pemerintahan Islam dan sangat menentang demokrasi ala Barat. Dalam

video itu mereka mengatakan275:

kami mendeklarasikan pembentukan brigade koalisi pendukung


khilafah (Al Liwaa Ansharul Khilafah) di daerah Aleppo bagian barat.
Sungguh, kami menyeru saudara-saudara kami para mukhlisin dari
berbagai brigade pejuang pejuang pembebasan Suriah untuk menyatukan
visi dengan kami, dan mendeklarasikan diri untuk melepaskan diri dengan
agen-agen baru Negara kolonialis. Kami juga memperingatkan mereka
dari tawaran kompromi dalam hal agama untuk ditukar dengan uang dan
persenjataan, karena sangat jelas, disanalah terbentang kehancuran.

274 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm 114.

275 http://www.youtube.com/watch?v=ev0w89tvN1Y&feature=player_embedded
149

Pada tanggal 11 Desember 2012, juru bicara gedung putih, Victoria

Nuland, menyatakan bahwa Jabhah Al Nusrah (JN) adalah alias (nama

lain) dari Al Qaeda Irak dan karenanya AS melarang segala bentuk

bantuan terhadap kelompok ini. Alasan AS, sejak bulan November 2011,

JN telah mengaku bertanggung jawab atas 600 serangan, termasuk lebih

dari 400 serangan bunuh diri dan peledakan dengan bom rakitan di kota-

kota Damaskus, Aleppo, Hamah, Dara, Homs, Idlib, dan Dayr Al-Zawr.276

Sebelumnya, komandan FSA pun mengakui adanya Al Qaeda di

Suriah. Mustafa Al Syeikh (Ketua Dewan Tinggi Militer FSA) saat

diwawancarai Mona Mahmoud (The Guardian) mengatakan :

Al Qaeda saat ini ada di berbagai penjuru Suriah. Mereka bekerja


terpisah. Mereka bahkan berada di Aleppo. Kami tidak bekerjasama
dengan mereka. Mereka memiliki pasukan Suriah dan Arab (non-Suriah)
dan mereka memiliki target tersendiri, serta memiliki senjata sendiri.
Mereka kelompok garis keras yang berbeda. Kami tidak berhubungan
dengan mereka tetapi kami tidak berkeberatan dengan aksi mereka dimana
pun di Suriah.277

Keberadaan pihak ekstrimis (teroris) di Suriah membuat sengketa

semakin rumit. Terlihat jelas bahwa tujuan mereka berbeda dengan para

pemberontak (oposisi) yang selama ini memperjuangkan kebebasan dari

kediktatoran Bashar al-Assad. Pihak ekstrimis ini mempunyai tujuan

mendirikan Khilafah (Negara Islam). Kepentingan yang beragam dan

276 http://www.state.gov/r/pa/prs/ps/2012/12/201759.htm diakses pada tanggal 26


Februari 2014.

277 http://www.guardian.co.uk/world/middle-east-live/2012/aug/01/syria-crisis-aircraft-
attack-aleppo-live diakses pada tanggal 26 Februari 2014.
150

cenderung menggunakan kekerasan dan kekejaman ini membuat

penyelesaian sengketa Suriah menemui titik buntu.

d) Kepentingan Negara-Negara Syiah

Berbeda dengan tuduhan bahwa pembelaan Iran adalah faktor

religious, sebenarnya pembelaan Iran lebih ke faktor geopolitik. Assad

adalah salah satu benteng penting Iran dalam menghadapi ancaman Israel.

Kebijakan politik luar negeri Iran yang tegas terhadap Israel membuatnya

membutuhkan Assad yang selama ini juga berada di garis depan

perlawanan terhadap Israel. Pembelaan Iran adalah upaya pembelaan

keamanan nasionalnya sendiri. Jika rezim Assad jatuh dan rezim yang pro

barat yang berkuasa, keamanan Iran jelas terancam.278

Meskipun muslim syiah di Suriah merupakan komposisi minoritas

populasi Suriah, namun karena geostrategis Suriah bersama Iran dan Irak

di bawah pemerintahan Alwi al-Maliki, maka rezim Suriah akan mendapat

dukungan penuh dari Negara Iran. Kejatuhan rezim Suriah akan berakibat

fatal bagi negara-negara syiah tersebut dan Hizbullah di Lebanon. Oleh

karena itu, Iran mendukung penuh langkah rezim Bashar al-Assad untuk

mempertahankan kekuasaannya.279

Iran memerlukan Suriah agar terus dikuasai oleh rezim

nushairiyah. Rezim nushairiyah Suriah merupakan sayap kekuatan Negara

278 Dina Y. Sulaeman, Op.cit., hlm. 110.

279 M. Agastya ABM, Op.cit., hlm 195.


151

syiah Iran guna mengancam keamanan Negara zionis Yahudi. Jika rezim

nushairiyah Suriah tumbang, maka Iran kehilangan sayap untuk

mengancam Negara zionis Yahudi, dan hal itu akan mempercepat serangan

(barat atau zionis Yahudi) terhadap proyek senjata nuklir Iran.280

Selanjutnya sangat mungkin hizbullah Lebanon yang memiliki

faktor-faktor penopang tegaknya Negara melakukan intervensi militer

untuk memihak kepentingan rezim nushairiyah. Belum lagi Iran yang akan

mendorong Irak untuk menerjuni kancah peperangan ini. Keterlibatan Irak

melalui kekuatan militer syiah yang menguasai Negara Irak berarti

terbentuknya front syiah rafidhah bersatu, sejak dari Iran, Irak, rezim

nushairiyah Suriah, sampai hizbullah di Lebanon.281

Terbentuknya Negara syiah dari Irak, Iran, Suriah dan Lebanon

inilah impian Iran selama ini. Dibawah pimpinan Iran mereka ingin

menghidupkan lagi Negara Syam yang menguasai wilayah bulan sabit

subur.282 Impian ini membuat penyelesaian sengketa Suriah selalu

menemui jalan buntu karena Negara-negara tersebut selalu

memperjuangkan agar Bashar al-Assad tetap menguasai Suriah.

3. Resolusi Penyelesaian Sengketa Suriah

Melihat begitu banyaknya kepentingan yang melatarbelakangi

terjadinya sengketa Suriah, sepintas sengketa ini seolah mustahil untuk

280 Ibid, hlm. 200.

281 Ibid, hlm. 203.

282 Lihat Bab IV sub A tentang sejarah Suriah halaman 80-81.


152

diselesaikan. Namun, atas nama kemanusiaan, supaya tidak lagi ada

korban yang berjatuhan, baik yang mendukung pemerintah Bashar al-

Assad maupun pendukung pemberontak (oposisi) ataupun yang memiliki

kepentingan sendiri terlepas dari pemerintah dan pemberontak (ekstrimis

khilafah), nampaknya pembagian wilayah Suriah bagi pihak-pihak yang

berkepentingan merupakan jalan terbaik. Resolusi yang ditawarkan adalah

Suriah dipecah menjadi beberapa wilayah. Tetap melanjutkan pembahasan

dalam Konferensi Jenewa III, diharapkan semua pihak yang

berkepentingan dapat hadir untuk membicarakan pembagian wilayah

Suriah. Dengan demikian Bashar al-Assad tetap mendapatkan wilayah

kekuasaan yang bersatu dengan rencana Iran mendirikan Negara Syam

dari Irak, Iran, sebagian wilayah Suriah hingga Lebanon dan tetap

mengamankan kepentingan Rusia dan China terhadap sebagian wilayah

Suriah tersebut. Sedangkan ekstrimis mendapatkan wilayah untuk

mendirikan khilafah.

Sekilas, resolusi ini menguntungkan Israel dan Amerika Serikat

yang mengharapkan terpecahnya wilayah Suriah demi tercapainya the

Oded Yinons Plan. Namun, sekali lagi demi alasan kemanusiaan, supaya

sengketa segera selesai, tidak ada lagi korban yang berjatuhan dan semua

pihak mendapatkan apa yang diinginkannya, tampaknya resolusi ini

merupakan jalan yang terbaik (win-win solution).


153

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
154

Setelah semua data pada penelitian ini selesai dianalisis secara

kualitatif, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Berdasarkan hasil

penelitian dan analisis pada skripsi yang berjudul Penyelesaian Sengketa

Suriah Dalam Perspektif Hukum Internasional yang telah dilakukan,

maka dapat diambil kesimpulan seperti yang tertera di bawah ini.

1. Penyelesaian Sengketa Suriah dalam Perspektif Hukum Internasional

Berdasarkan sengketa yang terjadi di Suriah, ternyata tidak semua

mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur didalam hukum

internasional dipakai dalam menyelesaikan sengketa Suriah. Ada 3 (tiga)

mekanisme penyelesaian sengketa utama yang telah ditempuh dunia

internasional didalam menyelesaikan sengketa Suriah, yaitu penyelesaian

melalui organisasi internasional diantaranya penyelesaian dalam kerangka

organisasi PBB dan penyelesaian dalam kerangka organisasi regional

melalui Liga Arab serta penyelesaian melalui Konferensi Internasional

yaitu Konferensi Jenewa. Selain itu didalam ketiga mekanisme

penyelesaian tersebut juga terdapat mekanisme penyelesaian sengketa

lainnya yaitu mediasi yang dilakukan oleh Kofi Annan, jasa-jasa baik yang

dilakukan oleh Lakhdar Brahimi dan enquiry atau penyelidikan yang

dilakukan oleh badan bentukan PBB yaitu UNSMIS.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Penyelesaian Sengketa Suriah

Terdapat 2 (dua) hal yang telah mengakar berabad-abad di Suriah

yaitu budaya Arab dan agama Islam. Kedua faktor inilah yang dapat

mendukung diselesaikannya sengketa Suriah. Bagaimana bangsa-bangsa


155

Arab dan Negara-negara Islam melihat dan menyikapi sengketa Suriah

seharusnya menjadi indikasi yang baik bagi penyelesaian sengketa Suriah.

Negara-negara Arab dan organisasi-organisasi Islam dunia menghendaki

agar Bashar al-Assad mundur dari jabatannya. Suriah sebagai salah satu

Negara di kawasan Arab dan salah satu Negara Islam seharusnya

menghormati dan menghargai bagaimana Negara-negara Arab dan Islam

lainnya inginkan agar kedamaian tercipta di kawasan mereka. Dengan

adanya tekanan moral dan politik dari Negara-negara Islam di wilayah

Arab seharusnya membuat Bashar al-Assad menunjukkan niat baiknya

dengan segera mengakhiri sengketa Suriah.

Sedangkan faktor penghambat penyelesaian sengketa Suriah lebih

banyak dan merupakan faktor dari luar. Artinya faktor penghambat ini

disebabkan oleh keterlibatan pihak-pihak asing dalam sengketa Suriah.

Mereka tidak benar-benar tulus menginginkan selesainya sengketa Suriah

dan perdamaian disana, tetapi keterlibatan mereka lebih karena masing-

masing pihak memiliki kepentingannya masing-masing untuk mengambil

keuntungan dalam sengketa Suriah. Kepentingan-kepentingan tersebut

diantaranya dimiliki oleh Rusia dan China, The Oded Yinons Plan dari

Israel dan Amerika Serikat, deklarasi Khilafah oleh kelompok teroris dan

kepentingan Iran, Irak dan Lebanon dalam mendirikan Negara Syiah. Hal

itulah yang menyebabkan sengketa Suriah seperti menemui tembok

penghalang yang sangat tebal.


156

B. Saran

Melihat begitu banyaknya kepentingan yang melatarbelakangi

terjadinya sengketa Suriah, sepintas sengketa ini seolah mustahil untuk

diselesaikan. Namun, atas nama kemanusiaan, supaya tidak lagi ada

korban yang berjatuhan, baik yang mendukung pemerintah Bashar al-

Assad maupun pendukung pemberontak (oposisi) ataupun yang memiliki

kepentingan sendiri terlepas dari pemerintah dan pemberontak (ekstrimis

khilafah), nampaknya pembagian wilayah Suriah bagi pihak-pihak yang

berkepentingan merupakan jalan terbaik. Resolusi yang ditawarkan adalah

Suriah dipecah menjadi beberapa wilayah. Tetap melanjutkan pembahasan

dalam Konferensi Jenewa III, diharapkan semua pihak yang

berkepentingan dapat hadir untuk membicarakan pembagian wilayah

Suriah. Dengan demikian Bashar al-Assad tetap mendapatkan wilayah

kekuasaan yang bersatu dengan rencana Iran mendirikan Negara Syam

dari Irak, Iran, sebagian wilayah Suriah hingga Lebanon dan tetap

mengamankan kepentingan Rusia dan China terhadap sebagian wilayah

Suriah tersebut. Sedangkan ekstrimis mendapatkan wilayah untuk

mendirikan khilafah.

Sekilas, resolusi ini menguntungkan Israel dan Amerika Serikat

yang mengharapkan terpecahnya wilayah Suriah demi tercapainya the

Oded Yinons Plan. Namun, sekali lagi demi alasan kemanusiaan, supaya

sengketa segera selesai, tidak ada lagi korban yang berjatuhan dan semua
157

pihak mendapatkan apa yang diinginkannya, tampaknya resolusi ini

merupakan jalan yang terbaik (win-win solution).

Anda mungkin juga menyukai