Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

SINDROM NEFROTIK + EFFUSI PLEURA

Oleh:

Tri Ramasari, S.Ked

Pembimbing:

dr. Juspeni Kartika, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2017

1
2
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik merupakan tanda patognomonik penyakit glomerular

yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif lebih dari 3,5 g/hari,

hipoalbuminemia kurang dari 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria.1

Sindrom Nefrotik merupakan perwujudan (manifestasi) glomerulus yang

paling sering ditemukan pada anak. Insidensi Sindrom Nefrotik dalam

kepustakaan di Amerika serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 per

tahun, dengan prevalensi 12-16 kasus per 100.000. Di negara berkembang

insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun.

Perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1.1

Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang cenderung kambuh berulang

kali, perjalanan penyakit ini bersifat secara kebetulan (insidious), dan seringkali

menyebabkan keterlambatan diagnosis. Pasien Sindrom Nefrotik biasanya datang

dengan edema palpebral atau pretibial. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi

pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi,

nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap

kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia. Dalam laporan ISKDC

(International Study for Kidney in Children), pada sindrom nefrotik kelainan

minimal (SNKM) ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopik, 15-20%

disertai hipertensi dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah

yang bersifat sementara.2

3
Etiologi Sindrom Nefrotik secara garis besar dapat dibagi 2, yaitu

glumerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti

pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sistemik. Sindrom

nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6

bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai

prognosis buruk.2

Berikut ini akan dilaporkan sebuah laporan kasus dengan judul Sindrom

Nefrotik dan Effusi Pleura dimana kasus ini diangkat untuk mengetahui diagnosa

dan penatalaksanaan dari kasus ini.

4
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI PASIEN

MR : 07.98.65

9Nama : Sdr. J

Jenis kelamin : Laki - laki

Tempat Tanggal Lahir : Pesawaran, 01-12-1997

Umur : 19 tahun

Status perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMP

Alamat : Dusun III RT 002/ RW 001 Sungai Langka Gd

Tataan

Pesawaran

Masuk IGD RSPBA : Rabu 14 Desember 2016, pukul : 16.00 WIB

Masuk Rawat Inap : Kamis 15 Desember 2016, pukul :

16.50 WIB

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis

pada tanggal 15 Desember 2016.

5
Keluhan utama

Sesak nafas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS.

Keluhan Tambahan

Sembab pada seluruh tubuh sejak 1 bulan yang lalu.

Riwayat perjalanan penyakit

Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit os mengeluhkan sembab

seluruh tubuh. Sembab dirasakan tiba-tiba, pada awalnya os mengeluh sembab

pada kedua kelopak mata saat bangun tidur dan hilang saat posisi duduk lama dan

pada siang atau sore hari. Sembab yang awalnya ringan, dirasakan terus menerus

timbul pada wajah, perut dan kedua tungkai kaki dalam waktu 3 hari setelah

timbul sembab pada kelopak mata. dan perut membesar seperti terisi

air. Sembab seperti ini baru pertama kali dialami. Orang tua pasien menyatakan

pasien kelihatan lebih gemuk dari biasanya. Sembab ini tidak terasa nyeri, nyeri

persendian juga tidak ada. Keluhan seperti demam, nyeri tenggorokan ataupun

batuk sebelum os sembab disangkal oleh os. Os mengaku terdapat mual tapi tidak

muntah. Os mengatakan masih dapat berjalan meskipun sembab pada kaki. Os

juga mengeluh rasa tidak nyaman pada daerah perut sejak 1 bulan terakhir setelah

sembab. Nyeri dada disangkal dan pada awalnya keluhan sesak napas disangkal

oleh pasien. Nafsu makan pasien masih baik. BAK frekuensi 3-4x/hari, warna

kuning jernih, sedikit berbusa, jumlah sekitar satu gelas belimbing tiap kali BAK

dan tidak ada darah. BAB tidak ada keluhan.

Sejak 3 minggu yang lalu os mengeluh sembab semakin

memberat sehingga keluarga os membawa ke praktek dokter

6
pribadi. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik serta penunjang os

didiagnosa adanya gangguan fungsi ginjal oleh dokter. Setelah

berobat keluhan sembab berkurang dan keluarga os mengaku

pengobatan dihentikan. Namun sembab kembali lagi dan Orang

tua os membawa anaknya kembali berobat ke dokter. Selama

pengobatan ini keluhan pasien tidak banyak berubah.

Sejak 2 minggu yang lalu os sering mengkonsumsi air putih

lebih banyak setiap hari. Hal ini dilakukan karena os mengaku

memiliki riwayat kurang minum selama ini dan hanya

mengkonsumsi air putih paling sering 3 gelas ukuran gelas

belimbing setiap hari dan terkadang sehabis makan pun os

sering lupa untuk mengkonsumsi air putih. Karena riwayat inilah,

keluarga os mengira penyebab adanya gangguan fungsi ginjal

karena os selama ini kurang mengkonsumsi air putih. Sehingga

keluarga os menyarankan agar os mengkonsumsi lebih banyak

air putih setiap hari. Namun setelah beberapa hari

mengkonsumsi banyak air putih os malah merasa bagian

tubuhnya semakin bertambah sembab.

Sejak 1 minggu sebelum os masuk rumah sakit, sembab

juga belum ada perbaikan. Pada saat ini, os mengeluhkan sesak

nafas yang dirasakannya hilang timbul. Os juga mengaku masih merasa

nyaman menggunakan 1 bantal saja. Os juga tidak perna terbangun pada saat

7
malam hari karena sesak nafas ini. Keluhan seperti nyeri dada yang menjalar

sampai ke punggung dan tangan kiri juga disangkal oleh pasien.

1 hari sebelum os masuk rumah sakit os mengeluh sesak nafas memberat

dan semakin sering timbul. Os merasakan perut yang membesar seperti terisi air

sehingga membuat os semakin merasa seperti penuh atau mengap. Os

mengeluh kepala sangat berat disertai dengan keluhan mual dan

badan teras lemas dan keluhan ini berlangsung sampai menjelang sore,

sehingga keluarga os memutuskan untuk ke IGD RSPBA, saat dalam

perjalanan os masih merasakan sesak. Kepala terasa pusing,

demam tidak ada, batuk (-). Os mengaku lemas dan nafsu makannya

sedikit menurun. Pasien mengaku BAK frekuensi 3-4x/hari, warna kuning jernih,

sedikit berbusa, jumlah sekitar satu gelas belimbing tiap kali BAK dan tidak ada

darah. Nyeri saat BAK (-). Riwayat kencing batu disangkal. BAB (+), warna

kecoklatan, darah (-), konsistensi keras, frekuensi 2 kali seminggu, Nyeri saat

BAB (-). Riwayat Hipertensi tidak ada, riwayat Diabetes tidak ada,

riwayat asma tidak ada, riwayat alergi makanan dan obat tidak

ada, riwayat konsumsi alkohol (+) dan riwayat merokok sudah

sejak umur os 15 tahun, os mengaku 1 hari dapat habis 1

bungkus rokok.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Batu ginjal/saluran
Cacar air - Malaria -
kemih

8
- Faringitis - Disentri - Burut (hernia)
- Difteri - Hepatitis - Penyakit prostat
Tifus
- Batuk rejan - - Wasir
abdomen
- Campak - Hipotensi - Diabetes
Influenza - Sifilis - Alergi
- Tonsilitis - Gosnore - Tumor
Penyakit Jantung
- Kholera - Hipertensi -
Koroner
Demam Ulkus
- - - Asma Bronkhial
rematik akut ventrikulus
Ulkus
- Pneumonia - - Gagal Ginjal Kronik
duodeni
- Pleuritis - Gastritis - Serosis Hepatis
- Tuberkulosis - Batu empedu Thypoid

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keadaan Penyebab
Hubungan Diagnosa
Kesehatan Meninggal
Kakek - - -
Nenek - - -
Ayah - - -
Ibu - - -
Saudara - - -
Anak-anak - - -

ANAMNESIS SISTEM

Kulit

- Bisul - Rambut - Keringat

9
malam
- Kuku - Kuning - Bintik-bintik
merah
- Lain-lain

Kepala

- Trauma Kepala pusing


- Pingsan - Nyeri rongga hidung

Mata

- Nyeri - Konjungtiva pucat


- Sekret - Gangguan penglihatan
- Kuning - Ketajaman penglihatan

menurun
Sembab pada kelopak

mata

Telinga

- Nyeri - Telinga Berdengung


- Sekret - Gangguan pendengaran
- Kehilangan pendengaran

Hidung

- Trauma - Gejala penyumbatan


- Nyeri - Gangguan penciuman
- Sekret - Pilek
- Mimisan

10
Mulut

- Bibir - Lidah
- Gusi - Gangguan pengecapan
- Selaput - Sariawan

Tenggorokan

- Nyeri tenggorokan - Perubahan suara

Leher

- Benjolan kanan - Nyeri leher

Dada (Jantung/Paru)

- Nyeri dada Sesak nafas


- Berdebar - Batuk darah
- Sesak saat berbaring - Batuk

Abdomen (Lambung/Usus)

- Rasa kembung Perut membesar


Mual - Wasir
- Muntah - Mencret
- Muntah darah - Tinja berdarah
- Sukar menelan - Tinja berwarna dempul
- Nyeri perut - Tinja berwarna hitam

Saluran kemih/ Alat kelamin

- Nyeri saat BAK - Kencing nanah


- BAK sedikit sedikit - Nyeri perut hilang timbul
- BAK sering - BAK kurang
- Frekuensi BAK berlebih - Tidak BAK
- BAK Berdarah - Kemampuan berkemih
yang tidak ada
- Kencing batu - Kencing menetes
- Ngompol - Penyakit prostat

11
Saraf dan Otot

- Hilangnya Sensasi - Sukar menggigit

Perasaan
- Kesemutan - Gangguan koordinasi otot
- Otot lemah - Sensitifitas

menurun/meningkat
- Kejang - Pingsan
- Kesulitan berbicara - Kedutan (tik)
- Hilang ingatan - Pusing (vertigo)
- Lain-lain - Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas

Ekstremitas superior dextra et sinistra

- Sembab - Perubahan bentuk


- Nyeri sendi - Kebiruan
- Bintik-bintik merah

Ekstremitas inferior dextra et sinistra

Sembab - Perubahan bentuk


- Nyeri sendi - Kebiruan
- Bintik-bintik merah

RIWAYAT MAKANAN

Frekuensi/ hari : 3 x/ hari

Jumlah/ hari : satu porsi

12
Variasi/ hari : bervariasi

Nafsu makan : turun

Berat Badan : Tidak diketahui pasti

Tinggi badan (cm) : Tidak diketahui pasti

(bila pasien tidak tahu dengan pasti)

Tetap ( )
Turun ( )
Naik ( )

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Berat Badan : 56

Tinggi badan (cm) : 160

IMT : Tidak dapat dinilai (karena pasien asites)

Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 72 x/menit, reguler, volume cukup

Suhu : 36,6C

Pernapasan : 26 x/menit, reguler

Sianosis : Tidak sianosis

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku :

wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif

13
Alam perasaan :

Biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah

Proses pikir : wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi

Status Generalisata

Kulit

Warna : Sawo matang Efloresensi : Tidak

ada

Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak

ada

Pertumbuhan rambut : Normal Pembuluh darah :

Normal

Suhu raba : Normal Lembab/kering :

Kering

Keringat, umum : Normal Turgor

: Normal

Kepala

Ekspresi wajah : Normal Simetris muka :

Simetris

Rambut : Normal

Mata

Eksolftalmus : Tidak ada Enoftalmus : Tidak ada

Kelopak : Sembab Lensa : Normal

Konjungtiva : Normal Visus : Normal

14
Sklera : Normal Gerakan mata :

Normal

Lap.penglihatan : Normal Tekanan bola mata

: Normal

Deviatio konjungtiva : Tidak ada Nistagmus :

Tidak ada

Telinga

Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran :

Normal

Lubang : Normal Penyumbatan :

Tidak ada

Serumen : Tidak ada Perdarahan :

Tidak ada

Hidung

Trauma : Tidak ada

Nyeri : Tidak ada

Sekret : Tidak ada

Pernafasan cuping hidung : Tidak ada

Mulut

Bibir : Tidak sianonis Tonsil : Normal

Langit-langit : Normal Bau nafas : Tidak berbau

Trismus : Normal Lidah : Normal

Faring : Tidak hiperemis

15
Leher

Tekanan vena jugularis : JVP 5+1 cm H2O (Tidak ada

peningkatan)

Kelenjar tiroid : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar limfe : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar getah bening

Submandibula : Tidak teraba Leher :

Tidak teraba

Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak :

Tidak teraba

Lipat paha : Tidak teraba

Thorax

Bentuk : Simetris

Sela iga : Normal

Paru Depan Belakang


Inspeksi : Bentuk dada normal, statis, dinamis dan

simetris
Palpasi : Massa (-), krepitasi (-), vokal fremitus

menurun pada kedua lapang paru sinistra dan

dextra setinggi ICS IV-V kebawah


Perkusi : Kanan : redup di ICS V
Kiri : redup di ICS IV-V

Batas paru hepar : redup di ICS VI

Batas paru belakang kanan :Setinggi vertebra thorakal IX

Batas paru belakang kiri : Setinggi vertebra thorakal X

16
Auskultasi : Kanan : vesikuler melemah, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Kiri : vesikuler melemah, Rhonki (-/-),

Wheezing (-/-)
Jantung

- Inspeksi : Iktus cordis

tidak tampak

- Palpasi : Iktus cordis

tidak teraba

- Perkusi : Batas jantung

atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri : ICS IV linea midklavikula

sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea

parasternalis sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung S1

dan S2 normal, Heart Rate 72 x/menit,

reguler. Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk cembung, venektasi (-), caput medusa

(-), ikterik (-)

17
Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen tidak ada, Hati dan

Limpa tidak teraba, Nyeri ketok CVA tidak ada,

Ballotement ginjal (-)

Perkusi : Shifting dullnes (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Ekstremitas superior dextra dan sinistra: Oedem (-)

Deformitas (-)

Bengkak (-)

Sianosis (-)

Nyeri sendi (-)

Ptekie (-)

Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: pitting oedem (+)

Ptekie (-)

Deformitas (-) Sianosis (-)

Nyeri sendi (-)

Bengkak (-)

18
19
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium, Tanggal 14-12-2016

HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Lk: 14-18 gr%


Hemoglobin 15,4
Wn: 12-16 gr%

Leukosit 7.200 4500-10.700 ul

Hitung jenis
leukosit

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 0 1-3%

Batang 1 2-6 %

Segmen 61 50-70 %

Limposit 22 20-40 %

Monosit 16 2-8 %

Lk: 4.6- 6.2 ul


Eritrosit 5,9
Wn: 4.2- 5,4 ul

Lk: 40-54 %
Hematokrit 46%
Wn: 38-47 %

Trombosit 362.000 159-400 u\l

MCV 76 80-96

MCH 26 27-31 pg

MCHC 33 32-36 g/dl

20
KIMIA DARAH

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Albumin 2,0 3,8-5,1 g/dl

Cholesterol Total 249 < 220

Urea 27 10-50 mg/dl

Lk 0,6-1,1 mg/dl
Kreatinin 0.9
Wn 0,5-0,9 mg/dl

Laboratorium , Tanggal 17-12-2016

URINE

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Warna Kuning Kuning

Kerjernihan Agak keruh Jernih

Berat jenis 1,010 1,005 - 1,030

pH 5 58

Negatif (<10
Leukosit/lesis Negatif
leuko/ul)

Nitrit Negatif Negatif

Negatif (<30
Protein 100
mg/dl)

Negatif (<30
Glukosa 50
mg/dl)

Negatif (<50
Keton Negatif
mg/dl)

Negatif (<1
Urobilinogen Negatif
mg/dl)

Bilirubin Negatif Negatif (<2

21
mg/dl)

Negatif (<10
Darah samar 50
eyr/dl)

Sedimen

Leukosit 3-6 10/lpb

Erytrosit 15-20 5 / lpb

Epitel Beberapa

Bakteri Negatif

Kristal Negatif

Slinder Negatif

Pemeriksaan Ro. Thorax PA

Kondisi foto simetris

Posisi trakea di tengah


Kondisi tulang-tulang bagus
Sela iga tidak melebar
Diafragma bawah normal, tidak tenting
Sinus costophrenicus kanan tumpul, kiri tertutup perselubungan

22
Jantung tidak membesar (CTR<50%)

Parenkim paru : Tampak corakan bronkovaskuler bertambah

Kesan :

Effusi pleura bilateral terutama kiri


Tidak tampak kardiomegali

RESUME
Pasien J laki-laki, usia 19 tahun, keluhan sesak nafas yang memberat

sejak 1 hari SMRS disertai sembab pada seluruh tubuh sejak lebih kurang 1 bulan

yang lalu. Sembab dimulai dari kelopak mata kemudian perut dan kaki. Os

mengeluh kepala sangat berat disertai dengan keluhan mual dan

badan teras lemas. Pasien mengaku BAK frekuensi 3-4x/hari, warna kuning

jernih, sedikit berbusa, jumlah sekitar satu gelas belimbing tiap kali BAK dan

tidak ada darah. Riwayat konsumsi alkohol (+) dan riwayat merokok

sudah sejak umur os 15 tahun, os mengaku 1 hari dapat habis 1

bungkus rokok.

Pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/100 mmHg, N: 72 x/menit, RR 26

x/menit, suhu 36,7. BB tidak diketahui secara pasti. Wajah os tampak sembab,

sembab palpebra (+/+), Pemeriksaan thorax terdapat vesikuler menurun dan

fremitus menurun. Pemeriksaan abdomen terdapat Shifting dullnes (+).

Pemeriksaan penunjang ditemukan warna urin agak keruh, Darah samar 50

mg/dL, Eritrosit urin 15-20 mg/dL, Protein urin 100 mg/dL, Glukosa 50 mg/dL,

Albumin 2.0 g/dL, Kolesterol total 249, Radiologi: Effusi Pleura (+)

23
DAFTAR MASALAH

1. Sindrom Nefrotik, pada kasus ini ditemukan tanda khas berupa

edema anasarka, hipoalbuminemia, proteinuria dan

hiperkolesterolemia.

2. Asites dan sembab berulang

3. Sesak nafas

4. Hipertensi yang ditemukan pada pasien

DIAGNOSIS KERJA

Sindrom Nefrotik + Effusi Pleura

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Sindrom Nefrotik ec Glomerulonefritis Lesi Minimal + Effusi

Pleura
Sindrom Nefrotik ec Glomerulonefritis Mesangional + Effusi

Pleura
Sindrom Nefrotik ec Glomerulonefritis Focal Segmental + Effusi

Pleura
Sindrom Nefrotik ec Glomerulonefritis Akut + Effusi Pleura ec

Pleuritis eksudativa

24
PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi

- Tirah baring dan kurangi

aktivitas yang tidak perlu


- Posisi berbaring semi fowler
- Retriksi protein dengan diet

protein 0,8 gram/kgBB/hari


- Diet rendah kolesterol < 600

mg/hari
- Diet rendah garam sekitar 2

gr/hari
- Berhenti merokok, minuman

beralkohol
- Retriksi cairan pada edema

Farmakologi

- Pasang Vemplon
- Inj. Furosemid amp/hari dengan

dosis awal 20 40 mg/hari (IV/IM)


- Simvastatin tab 10 mg 1 x 1

dengan dosis awal 10 mg/hari


- Metyl Prednisolon tab 16 mg 2 x

1 dengan dosis 4 48 mg/hari


- Candesartan 1 x 8 mg dengan

dosis 4 mg/har maksimun 16 mg/hari

25
ANJURAN PEMERIKSAAN

- Biopsi Ginjal
- Albumin serum
- Protein urin berkala
- Torakosintesis

PROGNOSIS

- Quo ad vitam : dubia


- Quo ad functionam : dubia
- Quo ad sanationam : dubia

FOLLOW UP

Kamis, 15 Desember 2016 pukul 06.00 WIB


S Bengkak (+), nyeri tekan (-), sesak berkurang, batuk (+), perut terasa penuh dan

kencang, nyeri pinggang kanan belakang sudah hampir 2 bulan yang lalu
O Keadaan umum:

Kesadaran : tampak sakit sedang

Tekanan darah : 150/100 mmHg

Nadi : 98 x/m

Suhu : 36,5OC

Pernapasan : 22 x/m

Kepala:

Wajah oedem (+), oedem palpebra (+), konjungtiva tidak anemis, sklera
ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya -/-
Leher:

JVP (5+1) cm H2O, pembesaran KGB

26
Paru:

I: Bentuk dada simetris statis dan dinamis

P: Vokal fremitus menurun paru kanan dan kiri

P: Redup pada ICS V paru kanan dan ICS IV - V kiri

A: Vesikuler menurun pada paru kanan dan kiri, Ronkhi (-/-), wheezing

(-/-)

Jantung:

I: Iktus kordis tidak terlihat

P: Iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung kanan atas : ICS II linea parasternaslis dextra

Batas jantung kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra

Batas jantung kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri bawah : ICS VI linea midclavikularis sinistra

A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur - gallop

Abdomen:

I: Dinding perut cembung, asites +

A: Bising usus + normal

P: tidak ada nyeri tekan pada bengkak, hepar lien tidak teraba

P: Redup di regio lumbal dextra et sinistra dan tympani pada regio

epigastrium dan

regio umbilicus, Tes undulasi (-), shifting dullness (+), knee chest position (+)

Extremitas:

Extremitas inferior: oedem +/+, pitting oedem

27
Pemeriksaan Penunjang :

Hasil Pemeriksaan Kimia darah :

- Albumin 2,0

- Cholesterol total 249 g/dl


A Suspek Sindrom Nefrotik
P - IVFD RL XX gtt/mnt
- Inj. Furosemid 1 amp/hari
- Asam Folat tab 3x1
- Simvastatin 10 mg tab 0 - 0 - 1
- Rencana USG
Jumat, 16 Desember 2016
S Sesak dirasakan berkurang, bengkak (+) dan keluhan nyeri pinggang

sebelah kanan masih ada


O Keadaan umum:

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 98 x/m

Suhu : 36,5OC

Pernapasan : 22 x/m

Kepala:

Wajah oedem (+), oedem palpebra (+), konjungtiva tidak anemis, sklera
ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya -/-
Leher:

JVP (5+1) cm H2O, pembesaran KGB

Paru:

I: Bentuk dada simetris statis dan dinamis

P: Vokal fremitus menurun paru kanan dan kiri

28
P: Redup pada ICS V paru kanan dan ICS IV - V kiri

A: Vesikuler menurun pada paru kanan dan kiri, Ronkhi (-/-), wheezing

(-/-)

Jantung:

I: Iktus kordis tidak terlihat

P: Iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung kanan atas : ICS II linea parasternaslis dextra

Batas jantung kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra

Batas jantung kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri bawah : ICS VI linea midclavikularis sinistra

A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur - gallop

Abdomen:

I: Dinding perut cembung, asites +

A: Bising usus + normal

P: tidak ada nyeri tekan pada bengkak, hepar lien tidak teraba

P: Redup di regio lumbal dextra et sinistra dan tympani pada regio

epigastrium dan

regio umbilicus, Tes undulasi (-), shifting dullness (+), knee chest position (+)

Extremitas:

Extremitas inferior: oedem +/+, pitting oedem

Pemeriksaan Penunjang :

Hasil Pemeriksaan Kimia darah :

- Albumin 2,0

29
- Cholesterol total 249 g/dl

Hasil USG abdomen : -ascites (+)

-Pembesaran pada Ginjal kanan

Hasil Rontgen : Effusi Pleura bilateral terutama kiri


A Sindrom Nefrotik + Effusi Pleura
P - IVFD RL XX gtt/mnt
- Inj. Furosemid amp/ 3 x 1 IV
- Asam Folat tab 3x1
- Simvastatin 10 mg tab 0 - 0 - 1
- Metyl Prednisolon 2 x 16 mg
Sabtu, 17 Desember 2016
S Sesak sudah tidak lagi tetapi bengkak masih terlihat, keluhan mual

(-), kepala pusing (-)


O Keadaan umum:

Kesadaran : baik

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 85 x/m

Suhu : 36,7OC

Pernapasan : 19 x/m

Kepala:

Wajah oedem (+), oedem palpebra (+), konjungtiva tidak anemis, sklera
ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya -/-
Leher:

JVP (5+1) cm H2O, pembesaran KGB

Paru:

I: Bentuk dada simetris statis dan dinamis

P: Vokal fremitus menurun paru kanan dan kiri

30
P: Redup pada ICS V paru kanan dan ICS IV - V kiri

A: Vesikuler menurun pada paru kanan dan kiri, Ronkhi (-/-), wheezing

(-/-)

Jantung:

I: Iktus kordis tidak terlihat

P: Iktus kordis tidak teraba

P: Batas jantung kanan atas : ICS II linea parasternaslis dextra

Batas jantung kanan bawah : ICS V linea parasternalis dextra

Batas jantung kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri bawah : ICS VI linea midclavikularis sinistra

A: BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur - gallop

Abdomen:

I: Dinding perut cembung, asites +

A: Bising usus + normal

P: tidak ada nyeri tekan pada bengkak, hepar lien tidak teraba

P: Redup di regio lumbal dextra et sinistra dan tympani pada regio

epigastrium dan

regio umbilicus, Tes undulasi (-), shifting dullness (+), knee chest position (+)

Extremitas:

Extremitas inferior: oedem +/+, pitting oedem

Pemeriksaan Penunjang :

Hasil Pemeriksaan Kimia darah :

- Albumin 2,0

31
- Cholesterol total 249 g/dl

Hasil Pemeriksaan Urine Lengkap :

- Protein 100 mg/dl

Hasil USG abdomen : -ascites (+)

-Pembesaran pada Ginjal kanan

Hasil Rontgen : Effusi Pleura bilateral terutama kiri


A Sindrom Nefrotik + Effusi Pleura
P - BLPL
- Up infus vemplon
- Furosemid tab 40 mg 1 1 - 0
- Asam Folat tab 3x1
- Simvastatin 10 mg tab 1 x 1
- Metyl Prednisolon 2 x 16 mg

32
BAB III

ANALISA KASUS

Sindrom nefrotik merupakan tanda patognomonik penyakit glomerular

yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif lebih dari 3,5 g/hari,

hipoalbuminemia kurang dari 3,5 g/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria.1

Sindrom Nefrotik merupakan perwujudan (manifestasi) glomerulus yang

paling sering ditemukan pada anak. Insidensi Sindrom Nefrotik dalam

kepustakaan di Amerika serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 per

tahun, dengan prevalensi 12-16 kasus per 100.000. Di negara berkembang

insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun.

Perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1.1

Pada kasus ini seorang laki -laki berusia 19 tahun di diagnosa dengan

Sindrom nefrotik dan Effusi Pleura, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis didapatkan bahwa Os, jenis kelamin laki-laki datang

dengan keluhan datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak nafas 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit. Os juga merasakan badan terasa sembab pada

seluruh tubuh. Bengkak dirasakan tiba-tiba, pada awalnya os mengeluh bengkak

pada kedua kelopak mata saat bangun tidur dan hilang saat posisi duduk lama dan

pada siang atau sore hari. Hal ini sesuai dengan teori bahwa klinis sembab atau

edema yang dialami pasien disebabkan karena adanya ekstravasasi cairan ke

ruang interstitial akibat dari penurunan tekanan osmotik yang berhubungan

33
dengan terjadinya proteinuria masif (albumin), di mana albumin merupakan

protein yang berperan dalam menjaga cairan untuk tetap berada di dalam vaskular.

Edema pada Sindrom Nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill dan

overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor

kunci terjadinya edema pada Sindrom Nefrotik. Hipoalbuminemia menyebabkan

penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravascular ke

jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma

dan bergesernya cairan plasma, terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan

kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme

kompensasi ini akan memperbaiki volume intravascular tetapi juga akan

mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.1

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal

utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat

sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal

akan menambah retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut

ditemukan secara bersama pada pasien Sindrom Nefrotik. Faktor seperti asupan

natrium, efek diuretic atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi

glomerulus dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan

mekanisme mana yang lebih berperan.1

Bengkak pada mata ini disebabkan karena jaringan pada palpebra

merupakan jaringan ikat longgar sehingga oedem mudah terjadi di daerah ini,

hilangnya oedem berkaitan dengan gaya gravitasi.2 Menurut epidemiologi jenis

34
kelamin laki-laki memiliki angka kejadian sindrom nefrotik lebih banyak dengan

perbandingan 2:1.1

Keluhan sesak yang dialami pada pasien ini dirasakan hilang timbul dan

masih merasa nyaman menggunakan 1 bantal saja. Hal ini sesuai dengan teori

dimana akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang sangat menurun, sehingga

memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan sehingga terjadilah kebocoran

cairan ke dalam rongga pleura. Adanya cairan dalam rongga pleura akan

menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Kalau cairan

tertimbun dengan perlahan-lahan seperti yang sering terjadi pada effusi pleura,

maka jumlah cairan yang masih sedikit akan menimbulkan sedikit gangguan fisik

yang nyata.3

Pada anamnesa juga didapatkan jika os juga memiliki riwayat konsumsi

alkohol sebelum sakit, Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik terhadap

tubuh karena reaksi kimia senyawa ini membentuk nefrotoksin kuat hingga

menyebabkan gangguan fungsi dan kematian sel (nekrosis) pada ginjal. Seperti

sebagian besar organ dalam tubuh ada sejumlah regulasi yang memungkinkan

ginjal untuk berfungsi secara normal dan optimal, etil alkohol dapat mengganggu

kontrol ini. Efek yang tepat tergantung pada jumlah alkohol yang diabsorbsi dan

waktu dikonsumsi. Alkohol telah terlihat dapat mengubah struktur dan fungsi

ginjal serta merusak kemampuannya untuk mengatur volume, komposisi cairan

dan elektrolit dalam tubuh. Perubahan mikroskopis pada ginjal termasuk

perubahan struktur glomerulus, pembengkakan atau pembesaran ginjal dan

35
meningkatnya jumlah sel-sel lemak, protein dan air. Efek ini akan mengubah

kemampuan ginjal untuk berfungsi secara normal.4

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang

dengan kesadaran compos mentis dan tanda vital adanya TD 150/100, N 72

x/mnt, RR 26 x/mnt dan T 36,6C. Hal ini sesuai dengan teori adanya gangguan

fisiologis mayor yang menyebabkan edema dimana terjadi pergeseran cairan ke

dala interstisium yang akan berdampak terjadinya hipovolemia juga

mengakibatkan penurunan aliran plasma ginjal dan GFR, serta mengaktifkan

mekanisme renin-angiotensin di ginjal dengan mengaktifkan angiotensinogen

yang akan diubah menjadi angiotensin I yang selanjutnya dikonversi menjadi

angiotensin II oleh enzim pengkonversi angiotensin (ACE). Angiotensi II adalah

vasokontriksi yang sangat poten dalam sirkulasi menyebabkan peningkatan

tekanan darah.4 Pernapasan pada pasien ini berupa takipnea yang merupakan

akibat dari sesak. Pada Status generalisata ditemukan pada Palpasi paru

kanan dan kiri berupa vokal fremitus menurun pada kedua

lapang paru sinistra dan dextra, Perkusi paru kanan redup di ICS

V dan kiri ditemukan redup di ICS IV-V dan Auskultasi paru kanan dan

kiri ditemukan vesikuler melemah setinggi ICS IV V kebawah. Hal ini sesuai

teori dengan jika fremitus berkurang atau menghilang dan vasikuler melemah

apabila ada gangguan hantaran ke dinding dada seperti pada efusi pleura,

penebalan pleura, tumor dan pneumothoraks.5

Pada pemeriksaan abdomen, Inspeksi tampak besar dan melebar ke sisi

samping atau disebut sagging of the flank, pada Perkusi ditemukan Shifting

36
dullnes (+). Hal ini sesuai dengan teori jika dalam keadaan adanya

cairan bebas didalam rongga abdomen, perkusi diatas dinding perut mungkin

timpani dan disampingnya redup. Dengan memiringkan pasien ke satu sisi, suara

redup ini akan berpindah-pindah (shiffting dullnes). Pemeriksaan shiffting dullnes

sangat patognomosis dan lebih dapat dipercaya dari pada memeriksa adanya

gelombang cairan. Pemeriksaan gelombang cairan atau tes undulasi biasanya

dilakukan pada pasien dengan asites yang cukup banyak dan perut yang agak

tegang. Oedem pada ekstremitas dengan pitting oedem menunjukan adanya

perpindahan cairan ke interstitial.6

Pada pemeriksaan penunjang didapati :

Hipoalbuminemia (2.0 g/dL). Konsentrasi albumin plasma ditentukan

oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein melalui urin.

Pada Sindrom Nefrotik hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin

melalui urin di mana pada pasien ini terjadi proteinuria masif. Kebocoran albumin

pada urin dengan jumlah yang banyak dikarenakan adanya kerusakan glomerulus

akibat kehilangan muatan negatif pada glikoprotein membran basal yang

berfungsi untuk mempertahankan agar protein plasma (albumin) tidak melalui

proses filtrasi. Hipoalbuminemia akan menyebabkan penurunan tekanan onkotik

plasma sehingga terjadi transudasi cairan dari intravaskular ke ruang interstitial.

Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha

meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil

mengkompensasi laju kehilangan albumin yang abnormal (hipoalbuminemia).

Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati, tetapi dapat

37
mendorong peningkatan eksresi albumin melalui urin. Hipoalbuminemia dapat

pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus

proksimal.1

Hiperkolesterolemia ( kolesterol total 249 mg/dL). Pada sebagian besar

pasien Sindrom Nefrotik ditemukan kenaikan kadar total kolesterol. Hal ini terjadi

akibat penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik yang akhirnya

merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau lipogenesis.7

Hiperkolesterolemia terjadi akibat korelasi terbalik antara konsentrasi

albumin serum dan kolesterol. Pada keadaan hipoalbuminemia,

hiperkolesterolemia dapat terjadi karena sintesis dihati yang meningkat atau

karena degradasi yang menurun sehingga mengakibatkan aktivasi lipase

lipoprotein menurun. Meningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan

meningkatnya sintesis albumin.1

Proteinuria (100 mg/dL). Proteinuria disebabkan oleh meningkatnya

filtrasi makromolekul melewati dinding kapiler glomerulus akibat adanya

kerusakan glomerulus. Pada kerusakan glomerulus, terjadi kerusakan pada

membrane basal glomerulus dan sel podosit. Dalam keadaan normal, membrane

basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah

kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul

(size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada

Sindrom Nefrotik, kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu.

Akibatnya, albumin yang bermuatan negative dapat melewati membrane basal

38
glomerulus dan celah-celah yang terbentuk antara sel podosit. Celah antar sel

podosit inilah yang diperkirakan menyebabkan proteinuria masif.1

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan

ukuran molekul protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin,

sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar

seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria dipengaruhi oleh keutuhan struktur

membran basal glomerulus.1

Proteinuria pada penyakit ginjal kronis merupakan tanda penting

kerusakan ginjal. Proteinuria berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena

protein yang melintasi dinding kapiler glomerulus berdampak toksik sehingga

terjadi migrasi monosit/makrofag dan dengan peran berbagai sitokin dan akan

menyebabkan kerusakan ginjal lebih lanjut. Pemeriksaan urin secara mikroskopis

didapatkan eritrosit 15-20 lpb dan Glukosa 50 mg/dL dikarenakan kerusakan

glomerulus yang dimana normalnya hanya plasma darah yang melalui proses

filtrasi, namun pada kerusakan glomerulus eritrosit, leukosit, protein dan zat-zat

lain dalam darah dapat ikut terfiltrasi. Dari pemeriksaan urinalisa didapatkan

warna urin Agak keruh dan berbusa urin berwarna agak keruh timbul karena

adanya proteinuria masif.8


Pada pemeriksaan Foto Thoraks PA didapatkan kesan berupa Efusi Pleura

dimana terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan

protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara

lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena

perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial,

39
kemudian melalui sel mesotelial masuk dalam rongga pleura. Selain itu cairan

pleura dapat melalui pembuluh darah.1


Efusi pleura dapat terbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain

bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,

dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis

konstriktiva, keganasan, atelektasis pru dan pneumothoraks.1


Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial

berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam

rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa tuberkulosa, parasit, jamur,

pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever), keganasan paru, proses imunologik

seperti pleuritis lupus, pluritis reumatoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti

pankreatitis, asbestosis, peluritis uremia dan akibat radiasi.1


Pada Sindrom nefrotik sendiri dikaitkan dengan kadar hipoalbuminemia

dimana efusi pleura terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan

pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi kebanyakan bilateral

dan cairan bersifat transudasi. Namun perlu dipertimbangkan untuk melakukan

pemeriksaan penunjang berupa aspirasi cairan pleura (Torakosintesis) yang

berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.1

Pada kasus ini penyebab sindrom nefrotik di duga pada pasien adalah

idiopatik. Hal ini dapat dilihat dari anamnesis yang menyatakan bahwa pasien

tidak ada riwayat sakit sebelumnya, tidak terdapat riwayat penyakit ginjal pada

keluarga dan penyakit ini baru pertama kali dialami oleh pasien.

Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik dibagi menjadi 2 :

1. Glomerulonefritis Primer

40
Sindrom nefrotik lesi minimal

Glomerulonefritis lesi minimal merupakan lesi khas sindrom

nefrotik ditemukan sekitar 90% pada anak dengan usia dibawah 10 tahun,

dan lebih dari 50% pada anak yang lebih tua. Sebanyak 10-15% terjadi

pada Sindrom Nefrotik dewasa. Pada dewasa dapat terjadi sebagai suatu

kondisi yang idiopatik, berhubungan dengan pemakaian obat anti-

inflamasi non-steroid atau efek dari paraneoplastik dari suatu keganasan.

Pemeriksaan dibawah mikroskop cahaya glomerulus terlihat normal atau

memperlihatkan peningkatan minimal pada sel mesangial dan matriksnya.

Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya negatif, dan

mikroskop elektron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot

processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM

berespon dengan terapi kortikosteroid.3

Glomerulosklerosis fokal segmental

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) merupakan lesi

tersering yang ditemukan pada Sindrom Nefrotik dewasa yang idiopatik.

Pada pemeriksaan mikroskop cahaya GSFS ditandai dengan adanya

beberapa tapi tidak semua glomeruli (sehingga disebut sebagai fokal) dari

area segmental dari mesangeal yang mengalami kolaps dan sklerosis.

GSFS dapat muncul sebagai sindrom idiopatik atau berkaitan dengan

infeksi HIV, nefropati refluk, bekas injuri glomerulus sebelumnya, dll.3

Glomerulopati membranosa (GM)

41
Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan

secara morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG. Jarang

ditemukan pada anak-anak. Mengenai beberapa lobus glomerulus,

sedangkan yang lain masih normal. Perubahan histologik terutama adalah

penebalan membrane basalis yang terlihat baik dengan mikroskop cahaya

maupun elektron.3

Glomerulonefritis membrano proliferative (GNMP)

Ditemukan pada sekitar 5% kasus sindrom nefrotik idiopatik pada

anak-anak (terutama berusia antara 8 hingga 16 tahun) dan agak jarang

terjadi pada orang dewasa. Ditandai dengan penebalan membrane basalis

dan proliferasi seluler (hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN. Dengan

mikroskop cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel

mesangial dan suatu penambahan matriks mesangial. Perluasan

mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler perifer, menyebabkan

reduplikasi membrane basalis (jejak-trem atau kontur lengkap).

Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus

yang progresif dan pada sindrom nefrotik. Ada MPGN tipe I dan tipe II.3

Glomerulonefritis lain

2. Glomerulonefritis Sekunder akibat :

a. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB,

lepra, skistosoma1

42
b. Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara,

colon, myeloma multiple, karsinoma ginjal1

c. Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective

tissue disease)1

d. Metabolik : Diabetes militus, amylodosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf

kronik, refluk vesikoureter, atau sengatan lebah.1

e. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid,

kaptopril, heroin1

Biopsi ginjal direkomendasikan pada Sindrom Nefrotik dewasa yang tidak

diketahui asalnya, untuk menentukan jenis kelainan histopatologi ginjal yang

menentukan biops diagnosis, prognosis dan respon terhadap terapi.9

Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap

penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria,

mengontrol edema, dan mengobati komplikasi.1

Diuretik disertai diit rendah garam (sekitar 2 gram natrium per hari) dan

tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat diberikan

dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon, dan/atau

asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan

mengurangi resiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0,8

1,0 g/kgBB/hari dapat mengurangi proteinuria. Obat penghambat enzim

konversi angiotensin dan antagonis reseptor angiotensin II dapat menurunkan

tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam mengurangi

43
proteinuria. Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan meningkatkan

resiko penyakit kardiovaskular, tetapi Obat penurun lemak golongan statin seperti

simvastatin, pravastin, dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol LDL,

trigliserid, dan meningkatkan kolesterol HDL.1

Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi reaksi peradangan pada ginjal

terutama jika ternyata pasien memiliki penyakit autoimun untuk mengurangi

proteinuria. Kortikosteroid yang direkomendasikan adalah prednisone,

prednisolone, atau metilprednisolon. Steroid lain seperti betametason,

hidrokortison, deksametason, dan tidak dianjurkan karena efek samping lebih

berat.1

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Lydia dkk. Sindrom Nefrotik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

VI. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 2014. Hal: 2080


2. Guyton. Penyakit Ginjal dan Diuretik dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.

Edisi 11. Jakarta: EGC, 2007. Hal 428-429


3. Price A. Gagal ginjal kronik dalam Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC, 2005. Hal: 929 930
4. Gunawan. Toksikologi dalam Buku Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta :

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2011. Hal: 820


5. Bickley L. Toraks dan Paru dalam Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat

Kesehatan Bates. Edisi 5. Jakarta: EGC, 2008. Hal: 107


6. Markum. Pemeriksaan Fisis Abdomen dalam Buku Penuntun Anamnesis dan

Pemeriksaan Fisis. EdisI 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Hal: 125


7. Robbins. Ginjal dan Sistem Penyalurnya dalam Buku Ajar Patologi. Edisi 7.

Volume 2. Jakarta: EGC, 2007. Hal: 579


8. Corwin J. Sistem Genitourinarius dalam Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3.

Jakarta: EGC, 2008. Hal 708


9. Catran. Sistem Ginjal dan Penyakitnya dalam Buku Saku Dasar Patologis

Penyakit. Edisi 7. Jakarta: EGC, 2008. Hal 553

45

Anda mungkin juga menyukai