Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Krisis finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia melemah.
Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada
masa orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan
kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya. Terjadi krisis moneter.
Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak
perusahaan yang ditutup sehimgga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan amgka
pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan.
KKN semakin merajarela, ketidak adilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang
otoriter (tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket
UU serta memunculkan demonstrasi yang digerakkan oleh mahsiswa. Tuntutan utama kaum
demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.

Gerakan reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi
kehidupan.Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktor yang mendorong
lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang
menentukan.Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan
karena itu, hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.

Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan


nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan
makmur.Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik,
ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki
kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat. Dalam makalah ini kami akan membahas
tentang Reformasi di Indonesia.

1. RUMUSAN MASALAH

2. Apa pengertian dan tujuan dari sebuah reformasi?

3. Bagaimana sejarah terjadinya reformasi?

4. Bagaimana urutan kronologis reformasi di Indonesia pada tahun 1998?

5. Sejauh mana dampak yang ditimbulkan dari reformasi tahun 1998?

6. Bagaimana kebijakan dan kepemimpian Presiden habibie, Gusdur, Megawati dan SBY?
7. Bagaimana kondisi sosial ekonomi di Indonesia sejak adanya Reformasi tahun 1998?

1. TUJUAN

2. Untuk mengetahui pengertian/definisi serta tujuan reformasi.

3. Untuk mengetahui bagaimana sejarah reformasi di Indonesia.

4. Untuk mengetahui bagaimana urutan kronologis reformasi di Indonesia pada tahun 1998.

5. Untuk mengetahui sejauh mana dampak yang ditimbulkan dari reformasi di Indonesia
tahun 1998.

6. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan dan kepemimpian Presiden habibie, Gusdur,


Megawati dan SBY?

7. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi Indonesia sejak reformasi 1998.

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN DAN TUJUAN REFORMASI

Pengertian Reformasi di Indonesia

Kata reformasi dalam bahasa Inggris reform, yang berarti memperbaiki atau memperbaharui.
Reformation berarti, perubahan ke arah perbaikan sesuatu yang baru. Perubahan ini dapat
meliputi segala hal, berupa sistem, mekanisme, aturan, kebijakan, tingkah laku, kebiasaan, cara-
cara, atau praktik yang selama ini dinilai tidak baik dan diubah menjadi baik.

Kata reformasi yang sering dikumandangkan dalam diskusi maupun dalam perbincangan di
kampus-kampus semakin menjadi jargon populer di kalangan mahasiswa. Satu kata reformasi
mampu mengakumulasikan aspirasi perjuangan mahasiswa dan semakin membahana di seluruh
Indonesia.

Demikian pula halnya dengan gerakan yang diinginkan para mahasiswa Indonesia. Dengan
menyebut satu kata reformasi, mahasiswa sudah dapat mengakumulasikan protes-protesnya
terhadap berbagai kebijakan pemerintah Orde Baru, terutama dalam bidang politik, ekonomi, dan
hukum yang selama ini dipenuhi banyak penyimpangan. Tiga masalah ini merupakan pangkal
dari multi-krisis yang menimpa Indonesia. Term reformasi senantiasa menjadi mainstream
perjuangan kelompok anti-kemapanan di bumi pertiwi ini semenjak era sembilan puluhan. Pada
mulanya, mereka didakwa oleh pemegang kekuasaan sebagai orang-orang musuh
pemerintahan. Sikap kritis mereka atas penyimpangan kebijakan para penyelenggara negara
dianggap melawan negara.

Kata reformasi tidak muncul begitu saja. Kata ini sudah ada jauh sebelumnya dan tidak lagi asing
di telinga mahasiswa dan menjadi penting ketika mahasiswa melihat kondisi politik, ekonomi,
dan hukum mulai dirasakan sebagai penyebab terjadinya puncak krisis yang menimpa bangsa
Indonesia. Gerakan reformasi muncul dari gerakan keagamaan pada abad ke-16, berkembang
dalam lingkungan gereja dan masyarakat Eropa Barat. Pencetusnya, Martin Luther, seorang rahib
di Jerman yang banyak terpengaruh oleh kehidupan lingkungannya, baik pengalaman-
pengalaman yang diperolehnya secara individual maupun pengalaman-pengalaman dan
lingkungan kemasyarakatannya di Eropa.

Tujuan Reformasi

Reformasi merupakan suatu perubahan catatan kehidupan lama catatanan kehidupan baru yang
lebih baik. Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan yang
bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan kehidupan
dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan demikian, reformasi telah memiliki
formulasi atau gagasan tentang tatanan kehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia baru.

Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru
dalam kehidupan berbangsaan bernegara.

2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang
menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa

3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomim sosial


budaya, maupun pertahanan keamanan.

4. Mengapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa
yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-
wenang/otoriter, penyimpangan dan penyelewengan yang lain dan sebagainya.

1. SEJARAH REFORMASI

Reformasi merupakan suatu perubahan dari catatan kehidupan lama menuju catatan kehidupan
baru yang lebih baik. Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu
gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan
kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial. Dengan demikian, reformasi telah
memiliki formulasi atau gagasan tentang tatanan kehidupan baru menuju terwujudnya Indonesia
baru.

Persoalan utama yang menyebabkan lahirnya reformasi adalah kesulitan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pokok. Harga sembilan bahan pokok (sembako) seperti ; beras, terigu,
minyak goreng, minyak tanah, gula, susu, telur, ikan kering, dan garam mengalami kenaikan
tinggi. Sementara itu, situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu dan
tidak terkendali. Harapan masyarakat akan perbaikan politik dan ekonomi semakin jauh dari
kenyataan. Keadaan itu menyebabkan masyarakat Indonesia semakin kritis dan tidak percaya
terhadap pemerintahan Orde Baru.

Pengunduran diri Pak Harto sebagai Presiden RI, tentu saja tak luput dari adanya krisis ekonomi
dan moneter yang terjadi di kawasan Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1997. Dimulai dari
jatuhnya nilai mata uang Bath (Thailand) terhadap Dollar. Efek dominonya merembet pula ke
Indonesia, dimana nilai tukar Rupiah terhadap Dollar melemah secara terus menerus. Akibat dari
krisis moneter, situasi ekonomi tidak terkendali berkembang menjadi krisis multidimensional
yang berkepanjangan di berbagai bidang. Efeknya sangat menyengsarakan rakyat karena harga
barang sandang pangan naik, BBM naik, hingga berbagai unjuk rasa pun bergulir secara
simultan.

Krisis ekonomi kemudian berbuah menjadi krisis politik. Aksi demonstrasi besar-besaran yang
dilakukan berbuah pada pengunduran diri Pak Harto sebagai Presiden RI. Meski legowo turun
tahta secara konstitusional sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998, toh tetap saja Pak Harto
dihujat, diburu, dihina, serta dianggap sebagai koruptor (meski hingga kini tak pernah
terbukti).

Awal terjadinya reformasi ditandai dengan:

1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi

Perjalanan panjang sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga
mendapat kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengawali perjalannya pada dasawarsa 60-an
rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan dalam
pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat dapat dientaskan.
Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang berhasil membangun negara,
Presiden Soeharto diangkat menjadi Bapak Pembangunan . Ternyata keberhasilan
pembangunan tersebut tidak merata, maka kemajuan Indonesia temyata hanya semu belaka.

Ada kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat mengetahui
bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat ditandai dengan
merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan kritik masyarakat seringkali
dilontarkan, namun pemerintah Orba seolah-olah tidak melihat dan mendengar, bahkan
masyarakat yang tidak setuju kepada kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai PKI,
subversi, dan sebagainya. Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-
harga mulai membumbung tinggi sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-
lehih banyak perusahaan yang terpaksa melakukan PHK karyawannya.
Diperburuk lagi dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa,
dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan pemerintah.
Mahasiswa bergabung dengan rakyat dalam mengadakan demonstrasi dan mencapai puncaknya
pada bulan Mei 1998. Dengan berani, mereka meneriakkan reformasi di bidang politik, ekonomi,
dan hukum. Pada tanggal 20 Mei 1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program
Kabinet Pembangunan VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak
mendapat tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan Pasal
8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Presiden
Prof. DR. B.J. Habibie.

2. Krisis Ekonomi

Krisis moneter yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia,
bangunan ekonomi Indonesia temyata belum kuat untuk menghadapi krisis global tersebut.
Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai
tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp. 2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat di
bulan Desember 1997 nilai tukar rupiah terhadap Dollar mencapai R. 5.000,00 per Dollar,
bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 per Dollar pada sekitar Maret 1997. Nilai tukar Rupiah
semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat lesunya ikiim
bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan adanya likudasi 16 bank pada bulan
Maret 1997.

Untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan


Perbankan Nasional (BPPN) dan mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (KLBI). Hal ini
temyata tidak membawa hasil, sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak
dapat dikembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang cukup
besar. Akibatnya, kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis moneter ini akhimya
berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem fundamental perekonomian
Indonesia.

1. Utang Negara Republik Indonesia.

Penyebab krisis diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan Februari
1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri tercatat : utang swasta nasional Rp.
73,962 miliar Dollar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar Dollar AS dan utang seluruhnya
mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang
Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan
Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6
Februari 1998.

Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri (impor) menjadi sangat
mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan
mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima Letter of
Credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat
karena kolusi dan korupsi.
1. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945.

Pemerintah Orde Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang
kurang memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan masih
rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi masyarakat industri. Akibatnya
yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi atas, para orang kaya yang kemudian menjadi
konglomerat.

Meskipun Gross National Product (GNP) pada masa Orba pernah mencapai diatas US$
1.000,00 , tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya. Uang yang
beredar sebagian besar dipegang oleh orang kaya dan konglomerat. Rakyat secara umum masih
miskin dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar. Pengaturan perekonomian pada masa
Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33
ayat (1), (2), dan (3). Yang terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para
konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi.

1. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Masa Orde Baru dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya
perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang merusak
tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa terhadap kerabat dan
kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia. Walaupun praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk negara, tapi tidak dapat dihentikan karena
ada suatu kekuatan dibelakangnya yang tidak tersentuh hukum.

1. Politik Sentralisasi

Pemerintahan Orde Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial,
dan budaya. Peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah daerah tidak
memiliki peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi, sebagian besar kekayaan dari daerah
diangkut ke pusat dan terjadi pembagian yang tidak adil. Inilah yang menimbulkan
ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya, beberapa daerah menuntut berpisah dari
pemerintah pusat, seperti ; Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya (Papua).

Proses sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentris. Terjadinya
banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari pusat. Pola pemberitaan yang
cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama pers.

3. Krisis Politik
Krisis politik pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak partai Golkar (Golongan
Karya) dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan. Golkar satu-satunya
kontestan pemilu yang didukung fmansial maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan
pemilu dengan meraih suara mayoritas. Golkar muncul satu tahun sebelum peristiwa G30S/PKI
tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai
Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-
organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata. Tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir
dari pusat dan dijabarkan sampai ke daerah-daerah. Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas
ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang
lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam Golkar.

Golkar dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk mendukung kekuasaannya selama 32 tahun,
karena tidak ada satupun kritik dari infra struktur politik ini yang berani mempercundangi
dirinya. Kemenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para
peninjau asing dalam pemilu yang tidak jujur dan adil (jurdil), penuh ancaman dan intimidasi
terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Purn.) Soeharto
selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang
umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi
presiden untuk periode 1998-2003.

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa


pemerintahan Orde Baru. Kedaulatan rakyat berada di tangan kelompok tertentu, bahkan lebih
banyak dipegang pihak penguasa/elit. Kedaulatan rakyat yang seharusnya dilakukan oleh MPR
secara de jure , namun secara de facto meleset dari harapan. Anggota MPR sudah diatur dan
direkayasa, seperti; sebagian besar anggota diangkat bukan berdasarkan kualifikasi, melainkan
dengan sistem kekerabatan keluarga (nepotisme). Rasa ketidakpercayaan rakyat kepada
pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum reformis yang dipelopori
mahasiswa, dosen, dan rektornya menuntut pergantian presiden, reshuffle kabinet, Sidang
Istimewa MPR, dan Pemilu secepatnya.

Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang dianggap
penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Gerakan reformasi menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi
sumber ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU No. 1
Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3) UU No. 1 Tahun
1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Referendum;
(5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi masa.

4. Krisis Hukum

Orde Baru banyak terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar
Pasal 24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan
eksekutif, tapi Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Keadilan sulit terwujud bagi rakyat,
sebab hakim harus melayani penguasa, sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi,
ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan
penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.

5. Krisis Kepercayaan

Pemerintahan Orde Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada
bidang parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah
berlangsung lama sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial, rusaknya
system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak percayaan rakyat terhadap
pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia.

1. KRONOLOGIS REFORMASI DI INDONESIA

2. Kronologis Peristiwa Reformasi 1998

Reformasi merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru. Buah perjuangan
reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun membutuhkan proses dan
waktu. Dalam reformasi sendiri, gerakan mahasiswa merupakan fron terdepan yang membawa
kepentingan-kepentingan lain masuk. Termasuk menyeret kelompok kriminal dan penjarah.
Setiap perubahan dan apalagi revolusi, memang selalu terdapat masyarakat lapis paling bawah
yang tidak berdaya dan tidak memiliki apa-apa. Kelompok ini dengan mudah memanfaatkan
situasi kekacauan untuk mendapatkan kebutuhan yang paling dasar dengan melakukan
penjarahan dan perampokan.

Seperti yang dikatakan Arendt (1972: 111) dalam Basuki (2012: 87-88), ketika ada strukutur
kekuasaan yang bertentangan dengan perkembangan ekonomi, akan ada kekuatan politik yang
dengan hal itu kerusuhan muncul.

Krisis finansial Asia yang dimulai sejak tahun 1997 yang menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan
pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan
berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Harga bahan pangan dan
kebutuhan sehari-hari merangkak naik menyebabkan daya beli masyarakat kita menurun.

Tahun 1998 tanda-tanda krisis semakin jelas ketika fundamental ekonomi Orde Baru mulai
goyah dan tidak mampu mengatasi krisis moneter. Ketika krisis ekonomi terjadi di Thailand di
sekitar bulan Mei 1997. Pemerintah Indonesia sangat yakin bahwa krisis baht tidak akan
berpengaruh pada rupiah. Rupiah di pasar uang spot antarbank pada bulan yang sama di kisaran
Rp. 2440-Rp. 2442 per dollar AS. Di bulan Agustus, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS telah
menembus Rp. 3020.

Sementara itu Bank Dunia dalam laporan tambahannya yang berjudul Substaining High Growth
with Equity mengingatkan ancaman memburuknya defisit transaksi berjalan pada 1998 yang
mengundang pelarian modal ke luar negeri. Di samping itu, pinjaman utang luar negeri swasta
yang akan jatuh tempo pada Maret 1998 mencapai 9,6 miliar dollar AS.

Ditinjau dari struktur luar negeri Negara ASEAN yang tercatat pada akhir tahun 1996, utang luar
negeri pemerintah sebesar 109,3 miliar dollar AS yang mencapai 48 persen dari Gross Domestic
Bruto (GDP), jauh lebih besar dari utang pemerintah Thailand yang mencapai 76,5 miliar dollar
AS yang mencapai 43 persen dari GDP pemerintah Thailand.

Akibat krisis ini, sebanyak 786 pengembang yang merupakan anggota Real Estate Indonesia
harus runtuh yang memberikan dampak berlipat bagi sistem perekonomian pemerintah orde baru.
Berbagai proyek strategis mengalami penundaan. Ada 16 bank yang dilikuidiasi, terjadi
pengetatan kebijakan keuangan, dan naiknya harga-harga bahan pokok makanan yang
dibutuhkan masyarakat secara luas. Pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dan bahkan
dalam keadaan negatif. Bersamaan dengan itu, muncul tekanan-tekanan keras baik yang berasal
dari dalam negeri maupun dari pihak-pihak internasional yang berkepentingan.

Kronologi Gejolak Kurs Rupiah Periode Juli-Agustus 1997

No Kronologi Deskripsi Situasi

Kurs rupiah mulai dihantam spekulan, terimbas gejolak baht.


Sebelumnya kurs rupiah berada di antara Rp. 2450-Rp. 2500
1 21 Juli
per dollar AS. Tetapi serangan spekulan 21 Juli menekan
rupiah ke Rp. 2650 per dollar AS.

Kurs rupiah terus bergolak sebagai lanjutan dampak krisis


2 21 Juli-14 Agustus
baht

Puncak serangan spekulan yang dipicu kekalutan masyarakt


domestic, setelah kegagalan Bank Indonesia melakukan
intervensi menjual dollar AS sebesar 1 miliar dollar AS.
3 14 Agustus
Setelah gagal, Bank Indonesia melaps kurs dan
mengembangkan kurs rupiah di pasar. Cadangan devisa
selamat.

Masyarakat panik dan terus menjual rupiah karena


4 15 Agustus kebingungan dengan situasi kurs yang mnegambang baru
pertama kali terjadi dalam sejarah moneter Indonesia

5 16 Agustus Pidato kenegaraan Presiden Soeharto di DPR.


6 18 Agustus Kepanikan masih terus terjadi.

Kurs masih bergejolak dan mencapai puncak. Menteri


7 19 Agustus
Keuangan Marie Muhammad diisukan meninggal.

Isu bank kalah kliring ditiupkan yang ditebarkan oleh para


8 20 Agustus
spekulan.

Kurs rupiah kembali ke kurs sebelaum 14 Agustus, sebagai


dampak dari penyedotan rupiah termasuk penarikan dana
9 21 Agustus
BUMN Rp. 2 triliun dari sistem perbankan sehingga rupiah
langka

Sumber: Kompas, 22 Agustus 1997

Seperti pada tahun 1997, tahun 1998 kerusuhan terjadi dimana-mana, namun intensitasnya lebih
masif dan destruktif. Kerusakan fisik akibat kerusuhan di Jakarta saja mencapai Rp. 2,5 triliun
belum termasuk isinya. Tercatat untuk kerusuhan di Jakarta ada 4.939 bangunan yang rusak.
Sebanyak 4.204 bangunan seperti mal, swalayan, took, bengkel, hotel, dan restoran rusak. Ada
13 unit pasar juga rusak. Sebanyak 535 bangunan bank juga dirusak massa. Belum kantor
swasta, pom bensin, tempat ibadah, rumah penduduk yang dibakar dan dijarah.

Sebelumnya amuk massa di Medan juga terjadi. Kerusakan dan kerugian menjadi sesuatu yang
tidak dapat terhindarkan. Dalam kerusuhan tersebut, setidaknya ada 168 ruko dan 8 unit mobil
dirusak dan dibakar massa. Kejadian-kejadian serupa juga terjadi di Surabaya, Yogyakarta,
Palembang, Solo, dan Makassar.

Tekanan-tekanan lain muncul dari demonstrasi mahasiswa yang juga terjadi dimana-mana.
Seringkali aksi ini berakhir ricuh dengan aparat keamanan karena mahasiswa memaksa turun ke
jalan. Jalinan kejadian dan peristiwa satu dengan peristiwa yang lain membawa situasi kritis
yang sangat kompleks. Terlebih dengan terpilihnya Presiden Soeharto kembali pada Maret 1998
turut menyulut kemarahan rakyat. Melalui serangkaian kegiatan aksi demonstrasi, para
mahasiswa berusaha untuk melengserkan Presiden Soeharto.

Berikut kornologis peristiwa reformasi 1998 di Indonesia secara singkat.


22 Januari 1998

Rupiah tembus 17.000 per dollar AS. IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.

12 Februari

Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.

5 Maret

Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan
penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum
MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI.

10 Maret

Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan Presiden lima tahun yang ketujuh kali dengan
menggandeng B. J. Habibie sebagai Wakil Presiden.

14 Maret

Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII. Bob Hasan dan
anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, terpilih menjadi menteri.

15 April

Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan
ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan berunjuk rasa
menuntut dilakukannya reformasi politik

18 April

Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri
Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun
cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog
tersebut.

1 Mei

Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan
mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.

2 Mei

Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa
dilakukan sejak sekarang (1998).
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak
dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan represif oleh aparat. Di
beberapa kampus terjadi bentrokan.

4 Mei

Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan dengan korban
sedikitnya 6 meninggal

7 Mei

Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus
Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa
dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan
kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas
air mata.

8 Mei

Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.

9 Mei

Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan
lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

12 Mei

Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh.

13 Mei

Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. kerusuhan juga terjadi di kota Solo. Soeharto yang sedang
menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk
kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia
di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.

Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.

14 Mei

Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia, demonstran mengepung
dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
Soeharto, seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat
menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Kerusuhan di Jakarta
berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.

15 Mei

Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke tanah air dan
mendarat di lapangan Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta, subuh dini hari.
Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden B. J. Habibie dan sejumlah
pejabat tinggi negara lainnya.

17 Mei

Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah mengejutkan pada
Minggu, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Soeharto dengan
alasan masalah keluarga, terutama desakan anak-anaknya.

18 Mei

Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang
dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan
bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto
mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua
DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.

Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto di
Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu
untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle.
Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu malu.
Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Akibatnya, usul agar kabinet
dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di
masyarakat.

Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI
menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu
merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif.
Wiranto mengusulkan pembentukan Dewan Reformasi.

Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap
di Gedung DPR/MPR.

19 Mei

Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua
Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur
Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik
Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza
Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta
Achmad Bagdja dan Maruf Amin dari NU. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir
2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi
terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur.
Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi

Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan


VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga membentuk
Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan
membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.

Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan
melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan
dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang
akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan
mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi;
Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto
membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu
mengulur-ulur waktu.

Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta. Amien Rais mengajak massa
mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.

20 Mei

Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara
bersiaga di kawasan Monas. 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan
Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.

Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau
DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru.

Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua
menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat
tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle.
Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada
Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea
pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan
ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali
memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono,
Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno, Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro
Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya,
Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu
kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.

Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah,
Sudharmono, dan Try Sutrisno.

Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra,
Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah
berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.

Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu,
Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. Yusril juga
menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00
WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo
Danandjaya, Syafii Maarif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera
mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta
Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama,
Malik Fadjar. Di sana Cak Nur panggilan akrab Nurcholish Madjid menyusun ketentuan-
ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru.

21 Mei

Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto
kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan
halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol)
Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi
bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR. Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru
Indonesia.

1. DAMPAK REFORMASI

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama
terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul
suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini
menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut.
Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan
yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

Pemerintahan Orde Reformasi yang pada awalnya bercita-cita memangkas semua kesalahan
yang dilakukan pemerintahan Orde Baru ternyata dalam menjalankan pemerintahan tidak jauh
berbeda dengan pola lama Orde Baru. Hal tersebut terlihat dari adanya budaya rangkap jabatan.
Padahal salah satu tuntutan dari agenda reformasi adalah penghapusan rangkap jabatan.
Sebagai era keterbukaan, reformasi banyak dimaknai oleh masyarakat sebagai kebebasan yang
berlebihan. Masyarakat terjebak oleh euforia kebebasan yangtelah menimbulkan bahaya
disintegrasi nasional dan sosial. Peristiwa-peristiwa ini muncul pada masa kemelut akibat transisi
dari masa Orde Baru ke Orde Reformasi dalam pemerintahan Republik Indonesia. Pelaksanaan
Reformasi di Indonesia memberi dampak bagi masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang,
yaitu:

1) Bidang Politik

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik.
Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di
pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Pada dasarnya secara de jore
(secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,
tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).

1. MPR hasil Pemilu 1999 mengeluarkan amandemen terhadap UUD 1945,

-Hasil amandemen UUD 1945 pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 bahwa MPR hasil Reformasi tidak lagi
memiliki wewenang memilih, mengangkat presiden, dan menetapkan GBHN serta MPR hasil
Reformasi hanya terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu legislatif.

-Penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan pendegradasian status DPA sebagai
pembantu presiden.

1. Adanya perangkapan jabatan yang dilakukan oleh beberapa pejabat pemerintahan


sehingga mengakibatkan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan politik.

2. Pelaksanaan otonomi daerah banyak terdapat penyimpangan.

2) Bidang Sosial

1. Munculnya unjuk rasa terhadap kinerja dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbukaan dan kebebasan bagi masyarakat
untuk ikut serta dalam memberikan tanggapan dan kritikan kepada pemerintah.

2. Munculnya aksi unjuk rasa menyebabkan masing-masing kelompok dalam masyarakat


saling menjatuhkan sehingga menimbulkan terjadinya perpecahan bangsa atau
disintegrasi bangsa.

3) Bidang Pertahanan dan Keamanan


Adanya alam kebebasan dan keterbukaan menyebabkan setiap orang berusaha untuk
mengemukakan asprasinya secara bebas tanpa ada tekanan, sehingga di Indonesia muncul
gerakan-gerakan separatisme yang didasarkan pada sifat kesukuan atu etnik, kepentingan partai
politik, dan kepentingan masing-masing kelompok masyarakat. Peristiwa-peristiwa itu antara
lain,

1. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

GAM menuntut kemerdekaan Aceh yang lepas dari pemerintahan Republik Indonesia. Diketuai
Teuku Hasan Tiro, dan bertujuan ingin memerdekakan diri secara hukum lepas dari pemerintahan
RI, dapat diatasi dengan memberlakukan adanya DOM (Daerah Operasi Militer).

1. Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Organisasi Papua Merdeka menuntut agar Irian Jaya merdeka dan lepas dari pemerintahan RI
sehingga melakukan beberapa aksi yang mengancam stabilitas keamanan di Papua. Gerakan ini
dilatarbelakangi oleh kekecewaan rakyat Irian Jaya karena pemerintah tidak memperlakukan
mereka serti penduduk Indonesia lainnya, kekayaan alam mereka hanya untuk mendatangkan
devisa, tetapi kesejahteraan mereka tidak diperhatikan seperi proyek Freeport.

1. Peledakan Bom

Peda masa refprmasi, banyak terjadi peledakan bom di berbagai daerah di Indonesia seperti di
Bali, Jakarta dan gereja-gereja yang dilakukan oleh kelompok teroris. Akibatnya, banyak negara
asing mengeluarkan larangan untuk berkunjung ke Indonesia, sehingga mempengaruhi
kemerosotan pariwisata Indonesia, dll.

Dampak reformasi juga terlihat dari munculnya lembaga-lembaga yang menyuarakan aspirasi
untuk menyelidiki dan mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Indonesia. Banyak
kasus, seperti korupsi dan pelanggaran HAM yang belum terselesaikan pada masa Orde Baru
sampai masa Orde Reformasi. Lembaga-lembaga tersebut, antara lain sebagai berikut.

a) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 Juli 1993 berdasarkan Keputusan Presiden No. 50 Tahun
1993. Fungsi Komnas HAM melaksanakan kajian, penelitian, penyuluhan, penawaran,
investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Tujuan Komnas HAM,
antara lain

Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai
dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi
Mnusia.

Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya


pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai
bidang kehidupan.
b) Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu kekuasaan kehakiman di Indonesia. Hal tersebut sesuai
dengan UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkaman Agung
dan Mahkamah Konstitusi.

Menurut UUD 1945 kewajiban dan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut.

Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus
pembubara partai politik, dan memutus perselisihan tetang hassil pemilu.

Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden
dan atau wakil presiden menurut UUD 1945.

c) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

KPK adalah sebuah komisi yang dibentuk tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang No. 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi.

d) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

DPD adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan
wakil-wakil daerah provinsi dan dipilih melalui pemilihan umum. Anggota DPD dari setiap
provinsi adalah empat orang. Adapun tugas dan wewenang DPD antara lain sebagai berikut,

Mengajukan RUU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah. Pengajuan
meliputi:

1) Hubungan pusat dan daerah

2) Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah

3) Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya

4) Perimbangan keuangan pusat dan daerah

Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan, dan agama

Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa


Keuangan (BPK)
Melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pelaksanaan pengawasan meliputi:

1) Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah

2) Hubungan pusat dan daerah

3) Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya

4) Pelaksanaan APBN, pajak, pendidikanm dan agama

Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan pertimbangan
bagi DPR tentang RUU yang berkaitan dengan APBN.

4) Bidang Ekonomi

Sejak berlangsungnya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia
mengalami keterpurukan. Hal tersebut terlihat dari nilai rupiah yang masih bertahan di Rp 8.000,
00-Rp 9.000,00 per dolar AS, keadaan perekonomian semakin memburuk dan kesejahteraan
rakyat semakin menurun. Pengangguran semakin meluas, karena segala usaha sudah tidak cukup
menguntungkan sehingga dilakukan perampingan dan pemutusan hubungan kerja. Bahkan
investasi dari dalam maupu luar negeri tidak berjalan seperti sebelumnya. Indonesia bukan lagi
tempat investasi yang menarik bagi investor luar negri. Akibatnya pertumbuhan ekonomi
menjadi sangat terbatas dan pendapatan per kapita cenderung memburuk sejak krisis 1997.

1. KEBIJAKAN DAAN KEPEMIMPINAN PRESIDEN BJ. HABIBIE, GUS DUR


(ABDURRAHMAN WAHID), MEGAWATI DAN SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO

2. Masa Pemerintahan Habibie

Pada masa pemrintahan Habibie disebut sebagai masa transisi karema masa inilah merupakan
masa rawan dan penuh gejolak untuk mengantarkan reformasi kea rah kehidupan yang
demokratis. Masa ini juga ditandai dari terobosan-terobosan besar bagi proses demokrasi di
Indonesia meskipun tidak seluruhnya sesuai dengan tuntutan reformasi. Seidaknya, ada tiga
prestasi besar masa pemerintahan BJ. Habibie yakni kebebasan pers, pemilu multipartai dan
penyelenggaraan pemerintah daerah. Berikut beberapa kebijakan yang diterapkan Habibie pada
masapemerintahannya:

1. Bidang politik

1) Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya


Dalam sambutan HAbibie pada peringatan Hari Pers NAsional di Gedung Sata Pesona, Jakarta,
10 Februari 1999 ia mengatakan di era reformasi ini pemerintah telah menghapus ketentuan
tentang Suat Izin Usaha PenerbitanPers (SIUPP). Pemeritah juga telah memberikan kebebasan
kepada wartawan dan pengusaha penerbitan pers untuk embentuk berbagai wadah organisasi.
Denagn berbagia penyempurnaan peraturan dan kebijaksanaan itu, presiden berharap, tidaka
akan ada lagi tuduhan bahwa pemerintah menghalang-halangi kemerdekaan pers. Habibie juga
mengingatkan kemerdekaan pers dengan sendirinya membwa tanggung jawab. BUkan kepada
pemerintah tetapi kepada masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan tanggung jawab kepada
hati nurani ditujukkan kepada Tuhan Yang MAha Kuasa. Oleh karena iu,Habibie menghimbau
kalangan pers harus mampu menarik garis tegas anatara informasi dan agiitasi serta propaganda.
Kemerdekaan pers tidak berarti kebebasan menyiarkan rumor yang tidak jelas sumber beritannya
apalalgi berita dusta dan fitnah yang dapat menimbulkan keresahan dan kekacauan dalam
masyarakat.

Keinginan Habibie untuk mewujudkan kemerdekaan pers di Indonesia semakin kuat dengan
adanya UU yang menjamin perlindungan pers dan wartawan. Pasal tentang perlindungan
wartawan tampak pada pasal 4 ayat 1,2,3 dan 4. Sebagai contoh pasal 4 ayat 2 berbunyi
SIapapun atau lembaga apapun yang bisa merintangi wartawan atau pers bisa dihukum maksimal
dua tahun ata denda maksimal 500 juta rupiah. UU pers ini diharpkan dapat memberikan
kepastian hukum secara proporsional dalam merespons sejumlah tuntutan baru di tengah
masyarakat.

2) Membebaskan narapidana politik (napol)

Sebagai langkah awal pemerintah membebaskan Sri Bintang Pamungkas (Ketua PUDI) dan
Muchtar Pakpahan (Ketua SBSI), Selasa dinihari pekan lalu. Lalu paket berikutnya, 5 orang lagi,
antara lain Nuku Sulaiman (pembuat stiker Soeharto Dalang Segala Bencana -SDSB) dan Andi
Syahputra (pencetak Majalah Suara Independen). Tuntutan dan unjuk rasa agar seluruh tapol dan
napol dibebaskan semakin meruyak. Malah dua hari sebelum Bintang dan Pakpahan bebas, di
Penjara Cipinang, Jakarta Timur diadakan selamatan atas kemenangan reformasi. Para napol juga
diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya yang selama ini terkekang lewat sel-sel besi dan
hanya menggumpal dalam benak. Tapi ada satu kesamaan tuntutan Bebaskan seluruh tapol dan
napol, tanpa kecuali. Selain tujuh orang yang sudah dibebaskan masih ada 179 orang yang
ditahan di 25 penjara di seantero nusantara. Selain itu masih ada 8 orang yang ditahan di rumah
tahanan militer dan 200 orang lebih yang ditahan dan belum diadili, antara lain menyangkut
kasus tanah Belangguan, Jawa Timur, kasus Aceh Merdeka, Timor Timur, dan Irian Jaya.
Diantara para narapidana politik itu, 13 orang yang terkait dalam G30S/PKI, 17 orang kasus
Lampung. Dua diantaranya perempuan, Nurhayati kasus Aceh Merdeka dan Dita Indah Sari
Ketua Umum PPBI (kasus buruh) di penjara perempuan Tanggerang. Berikut Daftar Tahanan
yang dibebaskan oleh Habibie pada Kloter Akhir Desember 1998
Grasi kepada :

a) Sudarsono alias Masdar, pidana penjara 17 tahun dalam kasus Lampung dan dituduh
melakukan tindak pidana subversi, bebas dari kewajiban menjalani sisa penjara yang masih harus
dijalaninya.
b) Tardi Nurdiansyah, kasus Lampung penjara, 17 tahun.

c) Fauzi bin Isman, kasus Lampung 20 tahun penjara

d) Sugeng Yulianto alian Sugimin, kasus Lampung, pidana penjara seumur hidup ditahan di
LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

e) Riyanto alias Yanto, seumur hidup, kasus Lampung, LP Nusakambangan.

f) Hariyanto bin Yusuf, kasus Lampung, seumur hidup, LP Nusakambangan.

g) Fachruddin alias Sukirna, kasus Lampung, seumur hidup, LP Nusakambangan

h) Zamzuri bin Muh Raji, subversi kasus Lampung, seumur hidup, LP Nusakambangan

i) Fadhillah alias Sugito bin Wiryo Perwito, subversi Lampung, seumur hidup, LP
Nusakambangan

j) Abadi Abdullah bin Siswo Martoto, penjara 20 tahun, subversi Lampung

k) Munjaeni alias Munjen, kasus subversi Lampung, 20 tahun penjara

l) Solihin alias Shodikun, kasus subversi Lampung, 13 tahun penjara

m) Arifin bin Kayan, kasus subversi Lampung, 15 tahun penjara

n) Muh.Mushonif bin Ahmad Marzuki, 20 tahun kasus subversi Lampung.

o) Sri Haryadi alias Sofyan bin Sukam, pidana penjara seumur hidup dalam kasus subversi
Lampung.

p) Timzar Zubil alias Sudirman, penjara seumur hidup komando jihad -pengikut Imron, LP
Tanjung Gusta, Medan.

Amnesti untuk :

a) Alipio Pascoal Gusmao, Rutan Bau Cau

b) Paulino Cabral

c) Mario Jose Maria

d) Miguel Da Jesus

e) Agustino Da Costa Belo alias Acai/Agus


f) Eusibio Dos Anjos Marques

g) Alberto Freitas

h) Lamberto Freitas

i) Chlermi Soares

j) Joaquim Carvalho De Araujo alias Lalete, Rutan Ermera

k) Luis Gonzaga

l) Helder Martins

m) Manuel Gomes

n) Matheus Carlos Tilman

o) Lorico Lopes, Rutan Maliana

p) Zakarias Sake

q) Hernani Doelindo De Araujo

r) Rui Laku Mau

s) Basco Da Gama

t) Tito Dos Reis

Abolisi diberikan pada tersangka :

a) Alfonso Manuel alias Matitfei, Lapas Dili

b) Matias Marsal Soares alias Furama

c) Dominggus Pereira alias Timas

d) Matias Guovea alias Hunuk

e) Sesario Freitas, Rutan Bau Cau

f) Aniceto Soares

g) Miguel Correira
Rehabilitasi diberikan kepada :

a) Haji Abdul Gani Masykur

b) Muhammad Noer Husain

c) Achmad Husain

d) Achmad Maman Haji Suaeb

e) M. Ali Wahab

f) Muhammad Nur Djafar

g) Ahsin Jumana

h) Abdullah Yakub

i) Mansyur

j) Yusuf Abdullah

k) Abubakar Mansyur

l) Ahmad Jafar

m) Rusli M.Nur

n) H. Sulaiman M. Ali

o) H.Usman Adam

p) Muhtar Hadiyono

q) Agus Fachry H.Abdul Gani Masykur

r) Anwar bin H.Muhammad

s) Kusjaya Firman Kasa

t) Abdul Hakim

u) Zaenal Arifin alias Too

v) Muhammad Mahmud
w) Abubakar Ismail

x) Ichwanuddin Ibrahim

y) Prof.H.Oesman Al-Hamidy (Anditoaja,2008)

3) Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen

4) Membentuk tiga undang-undang yang demokratis

a) UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik

Saat menerima kunjungan 45 pemimpin ormas Islam dan pengurua majelis Ulama Indonesia
(MUI) yang dipimpinKetua Umum MUI, KH. Hasan Basri di Bina Graha pada 30 Mei 1998,
Habibie lebih jauh mengatakan bagaimana partai- partai baru masuk ke MPR/DPR akan diatur
dengan undang-undang yang berlaku.

Langkah untuk membuka pendirian partai-partai baru merupakan koreksi atas praktik politik
Orde Baru yang menerapkan system tiga partai yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golkar. Penyederhanaan system kepartaian selama Orde
baru pada hakikatnya merupakan kristalisasi system banyak partai yang dianut selama Orde
Lama sampai awal 1970-an yang dinilai tidak menjamin stabilitas politik. PAdahal, stabilitas
merupakan prasyarat penting untuk melakukan pembangunan. (HIDAYAT L MISBAH,2007)

b) UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu

c) UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR

UU No.4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD yang mengatur
susunan, keanggotaan dan pimpinan lembaga tersebut diundangkan pada 1 Februari 1999.

5) Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari
tuntutan reformasi

Habibie juga sangat besar kontribusinya dalam memacu dalam penetapan 12 Ketetapan MPR dan
ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :

a) Tap MPR No. VIII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap No. IV/MPR/1983


tentang Referendum

b) Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai azas tunggal

c) Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki
hak-hak dan Kebijakan di luar batas perundang-undangan
d) Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden maksimal hanya dua kali periode.

Habibie juga dengan cerdas dan progresif ikut memacu dan berkontribusi dalam penetapan 12
Ketetapan MPR antara lain tentang

a) Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka
penyelematan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan Negara

b) Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme

c) Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia

d) Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah

e) Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi

f) Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

g) Tap MPR No. VII/MPR/1998tentang perubahan dan tambahan atas Tap MPR No.
I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR,

h) Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum,

i) Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum,

j) Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN

k) Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang khusus kepada
Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan pengamanan pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila

l) Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman Penghayatan dan


Pengamalan Pancasila (P4).(KOMPASIANA,2013)

1. Bidang ekonomi

1) Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit
Pengelola Aset Negara

2) Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah

3) Menaikkan nilai tukar rupaih terhadap dolarhingga di bawah Rp. 10.000,00


4) Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri

5) Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF

6) Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
yang Tidak Sehat

7) Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

1. Bidang Militer

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sekarang menjasi Tentara Nasional


Inodnesia (TNI) adalah salah satu institusi yang mendapat sorotan paling tajam di era reformasi.
Selama Orde Baru ABRI mendapatkan sejumlah hak istimewa dalam system social, politik dan
ekonomi di tengah masyarakat, khususnya berkaitan dengan peran dwifungsi ABRI. Selain
bertuga untuk menjaga pertahananan dan keamanana Negara, ABRI terlibat dalam berbagai
urusan social politik kemasyarakatan melalui tugas kekaryaan di berbagai instansi sipil
dipemerintahan. ABRI juga sering terlibat dalam praktik bisnis melalui sejumlah yayasan dan
kerap dilibatkan dalam pengamanana usaha sejumlah kelompok bisnis. Sehingga untuk
mengatasi dampak negative dari hak istimewa ABRI Habibie menrapkan bebrapa kebijakan
yaitu:

1) Pemisahan POLRI dari ABRI

2) Perubahan Stat Sosial Politik menjadi Staf Teritorial

3) Likuidasi Staf Karyawan

4) Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II

5) pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar

6) netralitas ABRI dalam Pemilu

7) perubahan Staf Sospol menjadi komsos

8) pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda.

Pamisahan POLRI dari ABRI berhasil dilaksanakan sejak 1 April 1999. NAmun,
MENHANKAM/ Pangab Jenderal TNI Wianto menjelaskan perlu adanya masa transisi selama
dua tahun terhitung mulai dari 1999. Pada masa transisi ini POlri tetap berada di bawah tanggung
jawab DEpartemen Pertahanan dan Keamanan. MAsa transisi ini diperlukan untuk mengubah
struktur dan kultur anggota POLRI sebagai penegak hukum serta menyusun anggaran dan
perundang-undangan.(HIDAYAT L MISBAH,2007)

Anda mungkin juga menyukai