Arthur C. Graesser
Universitas Memphis
Bab ini memberikan gambaran konseptual, teoritis, empiris dan pedagogis mengenai strategi
dalam membaca. Dimulai dengan memberikan definisi serta klarifikasi mengenai apa manfaat
dari memiliki strategi memahami suatu bacaan. Bagian setelah ini memberikan 3 perbedaan
kerangka teoritis utama untuk menginvestigasi suatu pemahaman dalam bidang ilmu kognitif dan
proses wacana: (a) Model Konstruksi-integrasi, (b) teori konstruksionis, (c) pandangan kognisi
embodiment. Kerangka ini memberikan klaim dan komitmen yang berbeda dengan tetap
mempertimbangkan komputasi arsitektur dan status daripada strategi pemahaman. Sangat
direkomendasikan kepada peneliti untuk mengidentifikasi prediksi kerangka ini dan juga
kerangka teori lainnya ketika peneliti sedang merancang penelitian empiris tentang keefektifan
strategi membaca yang digunakan dalam bidang pendidikan. Bab ini diakhiri dengan sebuah
pembahasan mengenai beberapa tantangan yang harus peneliti hadapi ketika berpindah dari teori
ke intervensi dan untuk menilai strategi memahami suatu bacaan.
Membaca menjadi sebuah pencapaian yang luar biasa ketika seseorang mengetahui level serta
komponen bacaan yang harus dikuasai. Menyadari apa yang harus dilakukan ketika membaca
cerita sederhana. Kata-kata mengandung grafem, fonem, dan morfem. kalimat mempunyai
komposisi sintaksis, proposisi dan gaya penulisan. Pemahaman mendalam dalam memahami
suatu kalimat membutuhkan konstruksi rujukan pada kata benda, fokus wacana, perumpamaan
dan kesimpulan yang masuk akal. Pembaca harus membedakan informasi terbaru baik yang telah
disebutkan di dalam teks maupun secara implisit mengetahui apa yang paling banyak
disampaikan pembaca dalam suatu komunitas ( atau yang disebut dengan common ground).
Dalam level global, pembaca harus mengindentifikasi genre, susunan retorik, alur, perspektif dari
karakter yang berbeda-beda, narator, tema, titik cerita, dan terkadang sikap si pengarang.
Perkodean, penafsiran, dan konstruksi dari semua level ini secara mudah mencapai angka 250
sampai 400 kata per menit oleh pembaca dewasa yang fasih.
Pemahaman tidak selalu mudah dan cepat. Ketika pembaca pemula berusaha membaca
kata secara satu persatu, membaca akan menjadi lambat bahkan hampir terhenti dan level
pemahaman yang mendalam harus dikompromikan secara serius. Hal ini terjadi ketika pembaca
dewasa yang sudah fasih kesulitan saat berusaha menjelaskan teks yang memiliki topik yang
tidak biasa secara teknis, seperti penggadaian sebuah rumah, atau skema sistem operasi
komputer. Strategi kognitif sangat penting ketika ada perincian pada semua level pemahaman.
Pembaca yang sukses menerapkan kehati-hatian, kesadaran, usaha dan strategi yang banyak
memakan-waktu untuk memperbaiki atau mengelakkan komponen bacaan yang tidak utuh. Guru
dan program membaca secara eksplisit mengajarkan strategi membaca untuk mengatasi segala
macam tantangan dan rintangan dalam membaca. Strategi ini merupakan fokus dari seluruh isi
bab ini.
Seseorang mengatakan bahwa strategi membaca ini sangat penting bagi orang dewasa
yang menginginkan dirinya menjadi pembaca yang mahir. Pada dasarnya ada tiga alasan untuk
mendukung pernyataan ini. pertama, banyak pembaca yang tidak tau apakah mereka sudah
cukup memahami suatu teks yang mereka baca. Dalam sebuah penelitian mengenai kalibrasi
pemahaman (Glenberg & Epstein, 1985; Maki, 1998), rating didapatkan dari pembaca mengenai
seberapa banyak mereka percaya bahwa mereka telah memahami teks yang telah mereka baca,
dan rating ini dapat dikorelasikan dengan tes objektif berkaitan dengan pemahaman teks tersebut.
Korelasi kalibrasi pemahaman ini temasuk rendah (r=27), bahkan di antara para mahasiswa.
Perolehan strategi pemahaman membaca yang lebih baik memberi harapan para pembaca dalam
mengembangkan kalibrasi pemahaman mereka.
Kedua, banyak pembaca mengalami ilusi pemahaman ketika mereka membaca teks
karena mereka berada pada level yang rendah dalam menganalisis kriteria pemahaman yang
cukup (Baker, 1985; Otero & Kintsch, 1992). Pembaca level rendah percaya mereka telah cukup
memahami teks jika mereka bisa mengenali isi dalam kata-kata tersebut dan bisa mengerti
maksud dari sebagian besar kalimatnya. Akan tetapi, pemahaman mendalam membutuhkan
penarikan kesimpulan, penggabungan ide-ide secara koheren, memeriksa klaim pengarang
dengan kritis, dan terkadang memahami maksud dari si penulis. Pembaca level rendah percaya
mereka memahami teks padahal faktanya mereka melewatkan sebagian besar kontradiksi dan
pernyataan yang salah. Memiliki strategi membaca yang baik jelas dibutuhkan untuk mengatasi
kebingungan dalam memahami bacaan bagi mereka yang pemahamannya masih rendah. Mereka
perlu memahami dan menerapkan strategi tersebut agar mendapatkan pemahaman yang lebih
dalam.
Ketiga, hampir semua orang dewasa bermasalah dalam memahami teknis teks expositori
secara mendalam bahkan walaupun mereka adalah pembaca yang sudah berpengalaman.
Pemahaman mendalam pada teks teknis merupakan tantangan yang sulit, karena pembaca
memiliki pengetahuan yang sedikit tentang istilah-istilah teknis, konsep utama, mental model,
dan pengetahuan dasar lainnya. Bahkan mereka yang sudah memiliki pengetahuan dasar yang
relevan dan skill membaca pada umumnya juga bisa bermasalah. Peneliti di laboratorium Saya
baru saja mengadakan sebuah ekperimen terhadap mahasiswa jurusan Fisika yang di pilih
sebagai sampel dengan 3 syarat berikut: (a) mengerjakan soal-soal Fisika bersama tutor ahli
(disebut auto tutor), (b) membaca buku teks dengan topik yang sama untuk beberapa waktu juga
menggunakan auto tutor, (c) tidak membaca (Graesser, Jackson, et al. 2003; Van Lehn et al, in
press). Sebelum dan setelah training, ada pre test dan post test dengan pertanyaan multiple choice
sama seperti force concept inventory (Hestenes, Wels, & Swackhamer, 1992), test mnya tentang
pengetahuan fisik secara mendalam. Kita diajarkan bahwa ada pelajaran yang sangat penting
yang kita dapat dari auto tutor, tapi itu bukanlah hal utama dari situasi saat ini. kami terkejut
ketika mengetahui bahwa mahasiswa ternyata tidak belajar dari membaca buku teks dan nilai
post test nya tidak berbeda dari mereka yang tidak membaca sama sekali. Hasil yang sama juga
didapat dari topik komputer literasi (Graeser, Lu et al., 2004). Hasil seperti ini menegaskan
bahwa strategi membaca bagi orang dewasa jauh lebih optimal untuk mendapatkan pemahaman
secara mendalam. Anak mahasiswa tadi tidak mendapatkan pemahaman yang mendalam dari
buku bacaannya tentang fisika dan komputer literasi meski ketika mereka sebenarnya sudah
memiliki pengetahuan yang luas tentang topik ini dan juga mengetahuo strategi membaca yang
membuat mereka bisa masuk ke kampus. Memilki strategi membaca yang baik bisa di anggap
sebagai tujuan sepanjang masa.
Beberapa peneliti tidak selalu setuju kalau mengajarkan strategi membaca sebagai tujuan
yang ekspresif. Beberapa pendapat skeptis menyatakan bahwa strategi memahami bacaan akan
secara natural muncul ketika membaca tulisan yang banyak dan tertarik pada intrinsik isi bacaan.
Masalahnya, pendapat ini gagal untuk menjelaskan hasil penemuan sebelumnya dalam hal
kalibrasi pemahaman, kebingungan dalam pemahaman, dan kurangnya pemahaman secara
mendalam. Pembaca tidak bisa memahami teks secara optimal bahkan setelah bertahun-tahun
berlatih membaca.
Pandangan skeptis lainnya memunculkan kekhawatiran bahwa ada eksploitasi pemikiran
ketika menerapkan strategi tersebut dan eksploitasi ini bisa saja berpengaruh dalam pembelajaran
muatan yang substansif. Ada 2 bantahan terhadap pernyataan tadi. Yang pertama, strategi
membaca tentu akan ada harga yang dibayarkan ketika pertama kali di terapkan, tapi harga ini
akan terbayarkan seiring berjalannya waktu ketika strategi tersebut sudah bisa dilakukan secara
fasih dan otomatis. Seperti halnya mempelajari berbagai skill lainnya, diawalawal pembelajaran
tentu membutuhkan kesadaran, penuh dengan usaha, menghabiskan waktu, dan menguras
pemikiran, tapi, setelah berhasil kebanyakan skill tersebut akan secara otomatis bisa di gunakan
tanpa sadar, tanpa tenaga, cepat dan tidak menguras pikiran (Ackerman, 1988; La Berge &
Samuels, 1974; Perfetti, 1985). Mengenai otomatisasi penggunaan strategi pemahaman membaca
saat ini belum terjawab dalam penelitian yang ada tapi, beberapa meragukan bahwa strategi ini
dapat mengurangi kesulitan membaca. Bantahan yang kedua, strategi memahami bacaan yang
Saya pahami sangatlah terkait dengan muatan yang substansif. Strategi memahami bacaan yang
terdapat di dalam buku ini peka akan perbedaan tingkat kesulitan bacaan dan kadang juga
terhadap jenis topik yang terkait di dalam bacaan. Buku ini tidak mengajukan strategi membaca
yang bisa digunakan untuk semua konten seperti yang biasa di temukan dalam program
membaca komersial, misalnya SQ3R (Survey, Question, Read, Recite and Review; Robinson,
1961/1970). Strategi umum SQ3R secara metode bisa diterapkan ke semua teks dengan sedikit
pertimbangan terhadap muatan dari teks. Sebaliknya, strategi yang diajukan oleh buku ini,
termasuk yang peka terhadap konten
Bab ini terbagi dalam 3 bagian, di bagian selanjutnya Saya akan memberikan definisi dan
klarifikasi mengenai strategi memahami bacaan. Di bagian setelahnya Saya akan memberikan
perbedaan antara 3 kerangka teori tentang pemahaman: (a) Model konstruksi terintegrasi
(Kintsch, 1998), (b) teori konstruksionis (Graesser, Singer, & Trabasso, 1994), dan (c)
pandangan yang mencakup pemikiran (Glenberg & Robertson, 1999). Kerangka teori ini
memberikan perbedaan dalam pengertian dan komitmennya berkaitan dengan bentuk dan strategi
dalam memahami bacaan. Di bagian ketika Saya akan menjelaskan beberapa tantangan yang
dihadapi peneliti ketika berubah dari teori menginterfensi dan menilai strategi memahami
bacaan.
DICTIONARY ARTIFACT
JIKA <kata W tidak lazim atau pembaca tidak mengetahui arti dari kata W> MAKA <(1)
pembaca mencari kamus, (2) pembaca mencari kata W, (3) pembaca membaca artinya, (4)
pembaca membaca ulang kalimat yang mengandung kata W dan kemudian (5) pembaca mencoba
memahami arti kalimat secara utuh> pembuatan aturan seperti ini membantu peneliti (mungkin
juga guru) untuk mengetahui detail dari strategi dan bagaimana strategi itu diterapkan.
Ketidakpahaman akan detail beresiko akan kesalahan dalam penerapan strategi, kejadian itulah
yang seringkali di permasalahkan oleh peneliti ataupun guru. Jadi pembaca bisa saja
menggunakan aturan ini sangat sering (ketika elemen kondisi tidak terlalu spesifik) atau bahkan
sangat jarang (ketika elemen kondisi terlalu sedikit atau tidak ada). Kesesuaian antara elemen
kondisi dan tindakannya sangatlah penting. Pernyataan kondisi bisa di definisikan secara objektif
(misalkan kata itu jarang di pakai dalam bahasa Inggris) maupun secara subjektif (pembaca
belum pernah bertemu dengan kata itu sebelumnya). Maksud dari penggunaan aturan ini adalah
hanya untuk menjelaskan format dan strategi yang peka terhadap konteks, bukan untuk
menciptakan suatu aturan yang sempurna.
Kebanyakan pembaca terlalu malas untuk membuka kamus setiap saat mereka menemui
kata yang sulit. Tapi ada kalanya juga ketika dibutuhkan, kamus tidak berada dalam
jangkauannya. Jadi, strategi alternatif sering juga di sarankan oleh instruktur membaca,
contohnya memahami makna kata berdasarkan konteks atau strategi pemaknaan kontekstual
sebagaimana berikut.
Hipotesis indeksikal dari Glenberg (lihat bab 9 volume berikut; Glenberg dan Robertson,
1999) akan dinaikkan ke status sebagai sebuah model, karena sketsa awal dari model yang
bonafit telah muncul dari program penelitian Glenberg dan dalam sistem pemahaman simbol
milik Barsalou (1999). Posisi teori ini mengambil wujud teori pemahaman bahasa dan wacana.
Klaim teori pusat yang berarti didasarkan oleh bagaimana kita menggunakan tubuh kita seperti
apa yang kita lakukan didunia. Pemahaman sebuah cerita diprediksikan akan meningkat setelah
anak dapat memahami dan memanipulasi karakter dan objek dalam skenario cerita. Ketika orang
dewasa membaca buku manual pemasangat suatu alat, pemahaman mereka diharapkan akan
meningkat ketika mereka dapat melakukan prosedurnya atau paling tidak bisa menggambarkan
secara visual benda dan tindakan yang dilakukannya. Pembaca yang memiliki strategi meta-
kognitif pada wujud dan kejadian yang disebutkan didalam teks diharapkan dapat menunjukkan
keuntungkan dari pemahaman dibandingkan dengan mereka yang tidak mau mengambil langkah
ekstra kognitif.
Poin utama yang dibuat dari posisi saat ini adalah prediksi keefektifan strategi dalam
pemahaman sangat drastis berbeda dengan model konstruksionis dan model indeksikal. Model
indeksikal akan mendorong strategi pemahaman yang melibatkan pembangunan mental image
dari orang, objek, tata ruang spasial, tindakan, dan kejadian yang diungkapkan dalam teks.
Model konstruksionis tidaka kan mendorong strategi ini kecuali apabila dijadikan sebagai
strategi utama dalam membangun penjelasan, menunjukkan koherensi, dan ditujukan untuk
tujuan pembaca tertentu. Memang model teori seperti ini akan menjadi suatu fenomena yang
berulang-ulang tapi dengan jargon yang berbeda. Sementara sebagai gantinya hasil prediksinya
akan sangat berbeda. Konon kedua model memiliki validitas yang sama, tapi untuk jenis teks dan
kondisi pemahaman yang berbeda. Hal ini akan ditentukan oleh penelitian di masa depan.
Namun, presisi teori tidak perlu diterjemahkan dengan baik ke dalam prakteknya. Tidak
mungkin melatih satu generasi guru membaca tentang bagaimana melatih anak untuk ratusan
strategi dengan tepat. Mereka tidak memiliki pengetahuan kognisi, wacana, dan bahasa yang
cukup untuk menjalani latihan sedetil itu. Akan lebih praktikal jika seorang guru dapat
menerapkan 5 sampai 10 strategi yang dijabarkan secara kasar. Sebagai contoh, pelatihan
membaca self-explanation (McNamara, 2004) memiliki stratemi utama bernama self-
explanation, istilah yang meliputi beberapa subtipe penjelasan konten yang bisa dispesifikasi
dalam teori penjelasan analitis yang detil. Self-explanation bertindak sebagai istilah umum bagi
guru yang menerapkan sejumlah konsep penjelasan yang berbeda, yang kebanyakan
perbedaannya tidak tipis secara teori dan tidak diapresiasi oleh ilmuwan. Seseorang mungkin
bertanya bagaimana ukuran butiran yang ideal bagi guru pada titik yang berbeda beda dalam
proses pendidikan. Itu masih merupakan pertanyaan empiris yang belum terjawab.
Gagasan tentang strategi pemahaman telah memicu sesuatu didalam komunitas pendidikan
karena guru secara mekanisme telah menerapkan strategi. Ada tanggung jawab ketika membuat
pembaca menerapkan suatu strategi yang tidak sesuai dengan konteks. Bayangkan konsekuensi
yang akan terjadi apabila anak melakukan perbandingan struktur retorika (bab 8) ke semua teks
yang mereka baca. Ini tidak akan bekerja dengan baik pada cerita dan buku manual peralatan.
Demikian pula, akan tidak adaptif bila menyusun mental image dan struktur hierarki muatan teks
secara sepihak. Pertimbangan ini menggarisbawahi pentingnya mematok ukuran butiran pada
level menengah yang tidak secara kasar mengabaikan perbedaan yang penting tapi tidak juga
memperhalus bahwa perbedaan tersebut telah disalahartikan atau diabaikan oleh guru dan
peneliti.
Bidang psikometrik hanya dapat mengakomodasi tiga sampai lima pembangunan teori
dalam penilaiannya tentang pemahaman verbal (bab 6). Dalam tes bakat skolastik, ada 67 soal
pilihan ganda dan minimal 6 sampai 10 pertanyaan setiap jenis soalnya. Ada banyak bahasan
tentang bagaimana bentuk pertanyaan yang seharusnya dan bagaimana mereka didasarkan pada
teori psikologi (Carrol, 1987; Haladyna, 2004; Mislevy, Steinberg, & Almond, 2003). Di bab 6,
VanderVeen et al. mengkaji upaya mereka memasukkan teori kognitif ke dalam tes bakat
skolastik verbal untuk kampus. Mereka berusaha mengidentifikasi 4 sampai 5 soal yang berbeda
tapi berhubungan: (a) menentukan makna suatu kata; (b) memahami isi, bentuk, dan fungsi
kalimat; (c) memahami situasi yang disiratkan dalam teks; (d) memahami isi, bentuk, dan fungsi
bagian yang lebih besar dari teks; dan (5) menganalisis tujuan dan strategi pengarang. Lima
bentuk soal ini kuang lebih selaras dengan level yang diajukan oleh Kintsch (1998) dan Graesser,
Millis, dan Zwaan (1997), jadi beberapa kemajuan telah dibuat dalam menghubungkan teori
kognitif dan tes psikometrik.
Peneliti kognitif ingin melihat pembeda yang lebih baik dibanding lima macam yang ada di
tes psikometrik. Sayangnya, ada beberapa sifat teori kuantitatif yang mendasari tes psikometrik
tidak mengizinkannya, meskipun jika ada ratusan atau ribuan item tes. Masalah utamanya adalah
soal soal cenderung terkait sangat kuat, jadi sangat sulit atau tidak mungkin mengukur
kontribusi khusus dari masing masing soal. Beberapa peneliti wacana mulai menyusun dengan
hati hati tes buatan yang menjadikan soalnya orthogonal (Hannon & Daneman, 2001), tapi
sayangnya tes dan tugasnya lumayan tidak natural sehingga kritikus mempertanyakan
keterwakilan pemahaman teks yang natural. Satu pertanyaan penting untuk penelitian di masa
depan adalah membangun tes yang lebih baik dengan teks yang bersifat natural yang memiliki
teori kognitif selaras dengan mendekati soal-orthogonal dalam tes psikometrik. Bahkan ketika itu
terjadi, walau bagaimanapun akan ada batasan pada ukuran butiran soal. Akankah nanti ada lebih
dari lima?