Anda di halaman 1dari 24

Strategi Memahami Suatu Bacaan

Teori, intervensi dan teknologi

Pengenalan Strategi dalam Memahami Suatu Bacaan

Arthur C. Graesser
Universitas Memphis

Bab ini memberikan gambaran konseptual, teoritis, empiris dan pedagogis mengenai strategi
dalam membaca. Dimulai dengan memberikan definisi serta klarifikasi mengenai apa manfaat
dari memiliki strategi memahami suatu bacaan. Bagian setelah ini memberikan 3 perbedaan
kerangka teoritis utama untuk menginvestigasi suatu pemahaman dalam bidang ilmu kognitif dan
proses wacana: (a) Model Konstruksi-integrasi, (b) teori konstruksionis, (c) pandangan kognisi
embodiment. Kerangka ini memberikan klaim dan komitmen yang berbeda dengan tetap
mempertimbangkan komputasi arsitektur dan status daripada strategi pemahaman. Sangat
direkomendasikan kepada peneliti untuk mengidentifikasi prediksi kerangka ini dan juga
kerangka teori lainnya ketika peneliti sedang merancang penelitian empiris tentang keefektifan
strategi membaca yang digunakan dalam bidang pendidikan. Bab ini diakhiri dengan sebuah
pembahasan mengenai beberapa tantangan yang harus peneliti hadapi ketika berpindah dari teori
ke intervensi dan untuk menilai strategi memahami suatu bacaan.

Membaca menjadi sebuah pencapaian yang luar biasa ketika seseorang mengetahui level serta
komponen bacaan yang harus dikuasai. Menyadari apa yang harus dilakukan ketika membaca
cerita sederhana. Kata-kata mengandung grafem, fonem, dan morfem. kalimat mempunyai
komposisi sintaksis, proposisi dan gaya penulisan. Pemahaman mendalam dalam memahami
suatu kalimat membutuhkan konstruksi rujukan pada kata benda, fokus wacana, perumpamaan
dan kesimpulan yang masuk akal. Pembaca harus membedakan informasi terbaru baik yang telah
disebutkan di dalam teks maupun secara implisit mengetahui apa yang paling banyak
disampaikan pembaca dalam suatu komunitas ( atau yang disebut dengan common ground).
Dalam level global, pembaca harus mengindentifikasi genre, susunan retorik, alur, perspektif dari
karakter yang berbeda-beda, narator, tema, titik cerita, dan terkadang sikap si pengarang.
Perkodean, penafsiran, dan konstruksi dari semua level ini secara mudah mencapai angka 250
sampai 400 kata per menit oleh pembaca dewasa yang fasih.
Pemahaman tidak selalu mudah dan cepat. Ketika pembaca pemula berusaha membaca
kata secara satu persatu, membaca akan menjadi lambat bahkan hampir terhenti dan level
pemahaman yang mendalam harus dikompromikan secara serius. Hal ini terjadi ketika pembaca
dewasa yang sudah fasih kesulitan saat berusaha menjelaskan teks yang memiliki topik yang
tidak biasa secara teknis, seperti penggadaian sebuah rumah, atau skema sistem operasi
komputer. Strategi kognitif sangat penting ketika ada perincian pada semua level pemahaman.
Pembaca yang sukses menerapkan kehati-hatian, kesadaran, usaha dan strategi yang banyak
memakan-waktu untuk memperbaiki atau mengelakkan komponen bacaan yang tidak utuh. Guru
dan program membaca secara eksplisit mengajarkan strategi membaca untuk mengatasi segala
macam tantangan dan rintangan dalam membaca. Strategi ini merupakan fokus dari seluruh isi
bab ini.
Seseorang mengatakan bahwa strategi membaca ini sangat penting bagi orang dewasa
yang menginginkan dirinya menjadi pembaca yang mahir. Pada dasarnya ada tiga alasan untuk
mendukung pernyataan ini. pertama, banyak pembaca yang tidak tau apakah mereka sudah
cukup memahami suatu teks yang mereka baca. Dalam sebuah penelitian mengenai kalibrasi
pemahaman (Glenberg & Epstein, 1985; Maki, 1998), rating didapatkan dari pembaca mengenai
seberapa banyak mereka percaya bahwa mereka telah memahami teks yang telah mereka baca,
dan rating ini dapat dikorelasikan dengan tes objektif berkaitan dengan pemahaman teks tersebut.
Korelasi kalibrasi pemahaman ini temasuk rendah (r=27), bahkan di antara para mahasiswa.
Perolehan strategi pemahaman membaca yang lebih baik memberi harapan para pembaca dalam
mengembangkan kalibrasi pemahaman mereka.
Kedua, banyak pembaca mengalami ilusi pemahaman ketika mereka membaca teks
karena mereka berada pada level yang rendah dalam menganalisis kriteria pemahaman yang
cukup (Baker, 1985; Otero & Kintsch, 1992). Pembaca level rendah percaya mereka telah cukup
memahami teks jika mereka bisa mengenali isi dalam kata-kata tersebut dan bisa mengerti
maksud dari sebagian besar kalimatnya. Akan tetapi, pemahaman mendalam membutuhkan
penarikan kesimpulan, penggabungan ide-ide secara koheren, memeriksa klaim pengarang
dengan kritis, dan terkadang memahami maksud dari si penulis. Pembaca level rendah percaya
mereka memahami teks padahal faktanya mereka melewatkan sebagian besar kontradiksi dan
pernyataan yang salah. Memiliki strategi membaca yang baik jelas dibutuhkan untuk mengatasi
kebingungan dalam memahami bacaan bagi mereka yang pemahamannya masih rendah. Mereka
perlu memahami dan menerapkan strategi tersebut agar mendapatkan pemahaman yang lebih
dalam.
Ketiga, hampir semua orang dewasa bermasalah dalam memahami teknis teks expositori
secara mendalam bahkan walaupun mereka adalah pembaca yang sudah berpengalaman.
Pemahaman mendalam pada teks teknis merupakan tantangan yang sulit, karena pembaca
memiliki pengetahuan yang sedikit tentang istilah-istilah teknis, konsep utama, mental model,
dan pengetahuan dasar lainnya. Bahkan mereka yang sudah memiliki pengetahuan dasar yang
relevan dan skill membaca pada umumnya juga bisa bermasalah. Peneliti di laboratorium Saya
baru saja mengadakan sebuah ekperimen terhadap mahasiswa jurusan Fisika yang di pilih
sebagai sampel dengan 3 syarat berikut: (a) mengerjakan soal-soal Fisika bersama tutor ahli
(disebut auto tutor), (b) membaca buku teks dengan topik yang sama untuk beberapa waktu juga
menggunakan auto tutor, (c) tidak membaca (Graesser, Jackson, et al. 2003; Van Lehn et al, in
press). Sebelum dan setelah training, ada pre test dan post test dengan pertanyaan multiple choice
sama seperti force concept inventory (Hestenes, Wels, & Swackhamer, 1992), test mnya tentang
pengetahuan fisik secara mendalam. Kita diajarkan bahwa ada pelajaran yang sangat penting
yang kita dapat dari auto tutor, tapi itu bukanlah hal utama dari situasi saat ini. kami terkejut
ketika mengetahui bahwa mahasiswa ternyata tidak belajar dari membaca buku teks dan nilai
post test nya tidak berbeda dari mereka yang tidak membaca sama sekali. Hasil yang sama juga
didapat dari topik komputer literasi (Graeser, Lu et al., 2004). Hasil seperti ini menegaskan
bahwa strategi membaca bagi orang dewasa jauh lebih optimal untuk mendapatkan pemahaman
secara mendalam. Anak mahasiswa tadi tidak mendapatkan pemahaman yang mendalam dari
buku bacaannya tentang fisika dan komputer literasi meski ketika mereka sebenarnya sudah
memiliki pengetahuan yang luas tentang topik ini dan juga mengetahuo strategi membaca yang
membuat mereka bisa masuk ke kampus. Memilki strategi membaca yang baik bisa di anggap
sebagai tujuan sepanjang masa.
Beberapa peneliti tidak selalu setuju kalau mengajarkan strategi membaca sebagai tujuan
yang ekspresif. Beberapa pendapat skeptis menyatakan bahwa strategi memahami bacaan akan
secara natural muncul ketika membaca tulisan yang banyak dan tertarik pada intrinsik isi bacaan.
Masalahnya, pendapat ini gagal untuk menjelaskan hasil penemuan sebelumnya dalam hal
kalibrasi pemahaman, kebingungan dalam pemahaman, dan kurangnya pemahaman secara
mendalam. Pembaca tidak bisa memahami teks secara optimal bahkan setelah bertahun-tahun
berlatih membaca.
Pandangan skeptis lainnya memunculkan kekhawatiran bahwa ada eksploitasi pemikiran
ketika menerapkan strategi tersebut dan eksploitasi ini bisa saja berpengaruh dalam pembelajaran
muatan yang substansif. Ada 2 bantahan terhadap pernyataan tadi. Yang pertama, strategi
membaca tentu akan ada harga yang dibayarkan ketika pertama kali di terapkan, tapi harga ini
akan terbayarkan seiring berjalannya waktu ketika strategi tersebut sudah bisa dilakukan secara
fasih dan otomatis. Seperti halnya mempelajari berbagai skill lainnya, diawalawal pembelajaran
tentu membutuhkan kesadaran, penuh dengan usaha, menghabiskan waktu, dan menguras
pemikiran, tapi, setelah berhasil kebanyakan skill tersebut akan secara otomatis bisa di gunakan
tanpa sadar, tanpa tenaga, cepat dan tidak menguras pikiran (Ackerman, 1988; La Berge &
Samuels, 1974; Perfetti, 1985). Mengenai otomatisasi penggunaan strategi pemahaman membaca
saat ini belum terjawab dalam penelitian yang ada tapi, beberapa meragukan bahwa strategi ini
dapat mengurangi kesulitan membaca. Bantahan yang kedua, strategi memahami bacaan yang
Saya pahami sangatlah terkait dengan muatan yang substansif. Strategi memahami bacaan yang
terdapat di dalam buku ini peka akan perbedaan tingkat kesulitan bacaan dan kadang juga
terhadap jenis topik yang terkait di dalam bacaan. Buku ini tidak mengajukan strategi membaca
yang bisa digunakan untuk semua konten seperti yang biasa di temukan dalam program
membaca komersial, misalnya SQ3R (Survey, Question, Read, Recite and Review; Robinson,
1961/1970). Strategi umum SQ3R secara metode bisa diterapkan ke semua teks dengan sedikit
pertimbangan terhadap muatan dari teks. Sebaliknya, strategi yang diajukan oleh buku ini,
termasuk yang peka terhadap konten
Bab ini terbagi dalam 3 bagian, di bagian selanjutnya Saya akan memberikan definisi dan
klarifikasi mengenai strategi memahami bacaan. Di bagian setelahnya Saya akan memberikan
perbedaan antara 3 kerangka teori tentang pemahaman: (a) Model konstruksi terintegrasi
(Kintsch, 1998), (b) teori konstruksionis (Graesser, Singer, & Trabasso, 1994), dan (c)
pandangan yang mencakup pemikiran (Glenberg & Robertson, 1999). Kerangka teori ini
memberikan perbedaan dalam pengertian dan komitmennya berkaitan dengan bentuk dan strategi
dalam memahami bacaan. Di bagian ketika Saya akan menjelaskan beberapa tantangan yang
dihadapi peneliti ketika berubah dari teori menginterfensi dan menilai strategi memahami
bacaan.

APA ITU STRATEGI MEMAHAMI BACAAN ?


Strategi memahami bacaan merupakan suatu tindakan kognitif atau behavioral yang di
aktifkan pada kondisi kontekstual tertentu, yang bertujuan untuk meningkatkan aspek
pemahaman. Sebagai contoh strategi sederhana yang bertujuan untuk memberikan gambaran.
Guru seringkali menginstruksikan murid untuk mencari arti sebuah kata dalam kamus ketika
mereka menemui kata yang jarang mereka temui. Dalam konteks ini kata tersebut termasuk kata
yang mempunyai frekuensi yang rendah atau bisa disebut tidak ada dalam mental leksikon
pembaca. Tindakan strategi behavioral yang dilakukan untuk hal ini adalah dengan mencari
kamus dan mencari kata itu perhalaman di dalam kamus. Tindakan strategis kognitifnya adalah
dengan membaca definisi dari kata itu, membaca ulang kalimat yang menganduk kata tadi di
dalam teks, lalu memahami kalimat secara utuh. Satu cara untuk mengspesifikasi strategi
dictionary artifact adalah dengan menciptakan aturan yang peka pada konteks dengan pola JIKA
<pernyataan kondisi>, MAKA <tindakan selanjutnya>, seperti aturan yang tertulis di bawah ini.

DICTIONARY ARTIFACT
JIKA <kata W tidak lazim atau pembaca tidak mengetahui arti dari kata W> MAKA <(1)
pembaca mencari kamus, (2) pembaca mencari kata W, (3) pembaca membaca artinya, (4)
pembaca membaca ulang kalimat yang mengandung kata W dan kemudian (5) pembaca mencoba
memahami arti kalimat secara utuh> pembuatan aturan seperti ini membantu peneliti (mungkin
juga guru) untuk mengetahui detail dari strategi dan bagaimana strategi itu diterapkan.
Ketidakpahaman akan detail beresiko akan kesalahan dalam penerapan strategi, kejadian itulah
yang seringkali di permasalahkan oleh peneliti ataupun guru. Jadi pembaca bisa saja
menggunakan aturan ini sangat sering (ketika elemen kondisi tidak terlalu spesifik) atau bahkan
sangat jarang (ketika elemen kondisi terlalu sedikit atau tidak ada). Kesesuaian antara elemen
kondisi dan tindakannya sangatlah penting. Pernyataan kondisi bisa di definisikan secara objektif
(misalkan kata itu jarang di pakai dalam bahasa Inggris) maupun secara subjektif (pembaca
belum pernah bertemu dengan kata itu sebelumnya). Maksud dari penggunaan aturan ini adalah
hanya untuk menjelaskan format dan strategi yang peka terhadap konteks, bukan untuk
menciptakan suatu aturan yang sempurna.
Kebanyakan pembaca terlalu malas untuk membuka kamus setiap saat mereka menemui
kata yang sulit. Tapi ada kalanya juga ketika dibutuhkan, kamus tidak berada dalam
jangkauannya. Jadi, strategi alternatif sering juga di sarankan oleh instruktur membaca,
contohnya memahami makna kata berdasarkan konteks atau strategi pemaknaan kontekstual
sebagaimana berikut.

STRATEGI PEMAKNAAN KONTEKSTUAL


JIKA < kata W tidak lazim ATAU Pembaca tidak mengetahui arti dari kata W> maka <(1)
pembaca harus membaca teks sebelumnya untuk mencari klausa makna, (2) pembaca membaca
teks berikutnya untuk mencari klausa makna, (3) pembaca membaca ulang kalimat yang
mengandung W, dan (4) pembaca mencoba untuk memahami kalimat secara keseluruhan.>
Aturan ini memiliki prediksi yang jelas mengenai pergerakan mata karena pembaca akan bisa
menggerakan matanya dengan cepat ketika mencoba menemukan klausa makna. Strategi ini
mempengaruhi tindakan kognitif dari gerakan mata, sementara itu tidak memerlukan tindakan
behavioral untuk membuka kamus.
Banyak strategi berpotensial lainnya yang melibatkan tindakan kognitif. Contohnya,
pembaca berani untuk menetapkan kata-kata tak lazim ke dalam kategori ontologis (contoh:
seekor binatang) dalam konteks dasar (contoh: X berlari melewati padang rumput menghindari
pepohonan), meskipun pembaca tidak dapat merekonstruksi contoh kata pada subkelas tertentu.
Terkadang teks tersebut menyediakan konteks yang cukup agar dapat menyimpulkan suatu kata
merujuk pada sesuatu yang memiliki beberapa ciri tertentu (cthny, itu adalah seekor binatang
yang memiliki belang belang dan hidup di africa), dengan tambahan ciri khusus yang cukup
bagi pembaca untuk dapat melanjutkan bacaan dan mengambil poin utama dari isi teks.
Memang, pembaca yang baik tahu kapan waktu yang tepat untuk tidak merepotkan diri mencari
makna, rujukan, atau ciri spesifik dari suatu kata secara tepat.
Kata kata tak dikenal bisa juga ditangani dengan mekanisme nonstrategi. Sebagai contoh,
banyak peneliti berpendapat bahwa pembaca menarik kesimpulan makna kata dari co-occurence
dengan kata lainnya dalam korpus besar teks yang mereka baca (Anderson, 1990; Landauer &
Dumais, 1997). Makna kata tidak biasanya datang dari definisi yang eksplisit ataupun bahkan
dari strategi kognitif dengan tujuan khusus selama proses pemahaman. Pembaca menyimpulkan
dari atribut apapun yang mereka mampu baca dari kata kata tak dikenal selama membaca tanpa
mereka menerima treatment sistematis dengan tujuan khusus. Oleh sebab itu, treatment strategis
untuk kata kata tak dikenal ini lebih merupakan sesuatu yang langka atau terjadi secara
interminen bukan suatu mekanisme yang mainstream. Hingga saat ini, para ahli masih mencari
tahu treatment kata tak dikenal yang mana yang bisa ditangani oleh proses kognitif strategis dan
nonstrategis.
Menilik strategi lain yang juga menerima cukup perhatian beberapa tahun belakangan
adalah pembangunan self-explanation selama membaca (Chi, de Leeuw, Chiu, & La Vancher,
1994; McNamara, 2004; bab 16, volume ini; Millis et al, 2004). Ketika pembaca membangun
self-explanation, mereka mengumpulkan wawasan umum dan pengalaman personal mereka
untuk mengerti teks eksplisit dan menghasilkan kesimpulan yang masuk akal. Menurut teori
konstruktivis pemahaman membaca (Graesser et al, 1994; Magliano, Trabasso, & Graesser,
1999), contohnya, para pembaca terdorong untuk menjelaskan makna dari isi teks dengan
menyimpulkan dari penyebab penyebab kejadian, justifikasi klaim, dan konten lainnya yang
menjelaskan mengapa kejadian di dalam teks itu terjadi dan mengapa pengarang repot repot
menyebut sesuatu. Sebagai contoh dalam sebuah cerita, suatu tindakan yang dilakukan seorang
karakter akan memicu aturan produksi strategi motif karakter sebagai berikut:

STRATEGY MOTIF KARAKTER


JIKA <Klausa N menyatakan bahwa karakter C melakukan tindakan A>
MAKA <(1) pembaca mendapatkan kembali memori yang menjelaskan A ATAU (2) pembaca
membaca kembali teks sebelumnya untuk menemukan klausa dengan motif yang menjelaskan A
ATAU (3) pembaca membuat kesimpulan dari pengalaman analog sebelumnya dengan motif
yang menjelaskan A>
Bagian dari penjelasan tindakan yang dilakukan oleh karakter terdiri dari tujuan serta motif yang
mengarahkan pada tindakan. Salah satu karakter dapat melakukan kekerasan terhadap karakter
lain untuk membalas dendam, bertahan hidup, menyelamatkan karakter ke tiga, hiburan, dan
sebagainya. Ada banyak bukti yang menyatakan bahwa pemahaman yang mendalam akan
meningkatkan self-explanation (Chi et al., 1994; Trabasso & Maglino, 1996) dan pemahaman
tersebut dapat meningkat setelah pembelajaran serta pelatihan tentang self-explanations
(McNamara, 2004; Pressley et al., 1992). Namun, peneliti belum mencari tahu waktu relatif self-
explanations yang muncul dari pelaksanaan strategi self-explanation, perolehan kembali memori
dari teks (Komponen 1 pada contoh sebelumnya), membaca ulang teks sebelumnya (Komponen
2), dan membuat kesimpulan yang masuk akal dari pengetahuan sebelumnya (Komponen 3)
ketika mengaplikasikan strategi motif karakter.
Sekali lagi, pertanyaan muncul mengenai apakah strategi dan pelatihan strategi sangat
dibutuhkan untuk menghasilkan motif yang dapat menjelaskan tindakan yang dilakukan oleh
karakter di dalam cerita. Konon pembaca yang memiliki pengalaman yang kaya cukup dapat
membantu memahami maksud dari sebagian besar tindakan yang diperankan oleh karakter di
beberapa cerita pendek atau novel. Wawasan dapat dengan segera berlaku sebagai penyelamat
tanpa perlu dengan sengaja mencari cari motif seperti yang dilakukan oleh pembaca ketika
membaca novel detektif yang dengan cerdiknya menyembunyikan maksud dari karakter tersebut.
Strategi self-explanation dapat menjadi tidak berguna dan menganggu dalam memahami suatu
cerita sederhana. sebaliknya, ketika wawasan sangat minim, beberapa strategi dapat berperan
penting membedakan antara pembaca dengan pemahaman dangkal versus mendalam. Sebagai
contoh, pertanyaan-mengapa dan penjelasannya menjadi penting setelah instruksi untuk
menyusun atau memasang suatu peralatan dibaca. Satu pertanyaan penelitian yang penting
adalah bagaimana latar belakang pengetahuan berinteraksi dengan kemahiran, penerapan dan
kegunaan dari strategi pemahaman yang strategis (McNamara, 2004; Vitale, Romance, & Dolan,
2006).
Bab ini tidak dimaksudkan untuk membahas tentang isu teori dan masalah penelitian
yang mendukung penyelidikan untuk meningkatkan peningkatan ilimiah tentang strategi
pemahaman. Namun sebagian dari isu dan masalah tersebut kami tuliskan dalam daftar berikut
ini.
1. Level representasi seperti apa yang ditangani oleh strategi tersebut ?strategi akan
berbeda ketika menangani level presentasi yang berbeda: makna kata, makna kalimat,
kohesi antar kata, model mental, dan struktur global versus komunikasi pragmatif.
2. Pengetahuan atau skill apa yang di butuhkan untuk menerapkan strategi ? Sebagai
contoh, candaan (joke) yang terdiri dari muatan pragmatis dan komposisi retrorika
dalam menyampaikan humor, tapi anak kecil sering tidak mendapatkan poin dari joke
tersebut karena mereka masih kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang
kehidupan atau skill yang dapat memproses level retrorika seperti itu.
3. Pengetahuan atau skill apa yang akan berguna secara maksimal dari strategi tersebut?
Upaya untuk menghubungkan klausa dalam teks ilmiah dalam gaya kohesif dapat
dicapai apabila ada latar belakang pengetahuan yang cukup tentang bahasan ilmiah
tersebut.
4. Berapa banyak training yang diperlukan untuk menguasai tekhnik tersebut ? 1 sampai
2 sesi training tidaklah cukup untuk menguasai sebagian besar strategi pemahaman.
Tidaklah cukup untuk mengingat artikulasi verbal dari sebagian besar strategi:
normalnya butuh beratus-ratus teks percobaan dan latihan selama berminggu-minggu
dan berbulan-bulan
5. Apakah strategi ini harus eksplisit dan disengaja, atau induksi secara tidak sengaja
pun cukup ? Pertanyaan mengenai apakah kesengajaan itu dibutuhkan ini relevan
untuk penggunaan awal strategi serta pengawasan dalam pelaksanaan strategi
6. Apakah strategi ini di eksekusi sebelum, ketika, atau setelah terikat secara mental
dengan konten dan topik bahasan? Waktu yang relatif dalam eksekusi strategi,
pemahaman konten, dan pembelajaran tentang topik bahasan tak diragukan akan
menarik perhatian para peneliti dimasa depan.
7. Apa genre yang relevan dan domain pengetahuan utnuk strategi ini ? Genre adalah
sebuah kategori teks, seperti cerita rakyat, teks ilmiah atau editorial persuasif dalam
koran. Strategi yang dipakai untuk mendapati maksud dari penulis sangat penting
untuk sebuah editorial persuasif dan kurang penting untuk teks ilmiah. Strategi yang
digunakan untuk membangun mental image akan menjadi penting ketika memahami
sebuah teks tentang tutorial suatu benda, tapi tidak penting ketika untuk memahami
sebuah kontrak pegadaian.
8. Apakah strategi ini paling baik dilakukan oleh manusia atau komputer ? beberapa
strategi itu biasanya terlalu rumit dan kompleks jika akan menggunakan sistem
komputer. Tapi kadang juga akan terlalu membosankan bagi manusia yang akan
menerapkan strategi yang sederhana dan membutuhkan ribuan kali latihan percobaan.
Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini akan bervariasi dari strategi satu ke strategi
yang lainnya. Harapannya para peneliti secepatnya akan mengidentifikasi meta-prinsip setelah
menyelidiki pemahaman membaca yang begitu luas.

STATUS STRATEGI DALAM PEMAHAMAN YANG BERBEDA


Ahli psikologi wacana telah mengembangkan sejumlah model teori pemahaman teks
selama dua dekade belakangan. Model-model ini memiliki komitmen yang berbeda dalam
perannya pada strategi pemahaman saat melakukan pemahaman. Bab ini tidak dimaksudkan
untuk meliputi semua model yang diajukan dalam tahun belakangan ini, melainkan Saya akan
membandingkan tiga model yang mewakili kelasnya masing-masing. Model kontruksi-integrasi
(Kintsch, 1998) mewakili kelas model bottom-up, yang juga akan memasukkan model memory
based ressonance yang dikembangkan oleh Myers dan Obrien dan koleganya (Myres, Obrien,
Albrecht, & Mason, 1994; Obrien, Raney, Albrecht, & Rayner, 1997). Model konstruksionis
oleh Grasser et al. (1994) mewakili kelas model strategi-driven, yang juga akan memasukkan
model event indexing (Zwaan, & Radvansky, 1998). Model indexical oleh Glenberg dan
Robertsen (1999) mewakili kelas model embodied cognition (Glenberg, 1997; Zwaan, Stanfield,
& Yaxley, 2002). Tentu saja ada bermacam-macam model lainnya yang merupakan hybrids
seperti model landscape (Van den broek, Virtue, Everson, Tzang & Sung 2002) dan model
Capacity-constrained Construction-integration (Goldman, Varma, & Cote, 1996). Saya memilih
tiga wakil model ini karena mereka menawarkan perspektif yang agak berbeda dalam
peranannya pada strategi pemahaman dalam membaca

MODEL CONSTRUCTION-INTEGRATION (CI)


Model CI Kintsch (1998) saat ini dilihat sebagai model pemahaman bacaan yang paling
komprehensif. Bentuknya berupa akun arsitektur komputasi sederhana untuk data psikologis
yang besar, termasuklah jumlah banyaknya membaca, aktivasi konsep pada fase pemahaman
yang berbeda, pengenalan kalimat, pengulangkan teks, dan penyimpulan teks. Nyatanya strategi
akan terlaksana dibelakang layar pada model CI ini. Strategi nya ada, tapi mereka tidak bekerja
sebagai mesin pemahamannya. Sementara itu, garis depan dari pemahaman akan bergantung
pada aktivasi pengetahuan secara bottom-up pada memori jangka panjang yang berasal dari input
tekstual (fase construction) dan integrasi dari ide yang teraktivasi dalam memori yang sedang
bekerja (fase integration). Apabila setiap kalimat atau klausa dalam teks sudah dipahami, akan
ada fase construction yang diikuti oleh fase integration. Dalam kasus ini strategi merupakan
sebagian pengetahuan yang ditempatkan pada memori jangka panjang yang dalam periode
tertentu akan teraktivasi dan diintegrasikan. Pengetahuan ini dicampurkan kedalam konsep,
aturan, dan konten yang beratus-ratus bahkan beribuan jumlahnya selama fase construction dan
integration. Hematnya, strategi bukanlah sesuatu yang spesial atau hanya menjadi aturan
tambahan yang nantinya akan diaktivasi dan di integrasikan saja.
Seperti kebanyakan model dalam psikologi wacana, model CI berasumsi bahwa sejumlah
level representasi telah di ciptakan selama proses pemahaman. Empat level yang dimaksud
adalah (a) kode permukaan, (b) teks dasar proposisional, (c) model situasi, dan genre teks. Kode
permukaan menjaga penggunaan kata dan sintaks yang tepat dalam kalimat. Teks dasar
mengandung proposisi yang eksplisit dalam teks secara stripped-down, bentuk logisnya yaitu
menjaga makna namun bukan kode permukaannya. Model situasi (biasanya disebut dengan
model mental) merupakan konten referensi atau dunia kecil yang digambarkan oleh teks. Ini bisa
meliputi orang, objek, setting tempat, tindakan, kejadian, rencana, pemikiran dan emosi
seseorang dan konten referensi lainnya dalam suatu berita, serta pengetahuan umum yang
digunakan untuk interpretasi konten khusus yang kontekstual ini. genre teks merupakan jenis
dari wacana misalnya, berita-berita, cerita rakyat atau artikel ensiklopedia. Ketika pemahaman
berhasil, perwakilan dari semua level ini terintegrasi secara harmonis, namun sebenarnya tidak
ada strategi yang disengaja oleh pembaca saat melakukan ini. ini terjadi secara natural dalam
mekanisme CI.
Model CI menganggap bahwa jaringan koneksionis secara iteratif diciptakan,
dimodifikasi dan di mutahirkan selama pelajaran tentang pemahaman. Ketika teks di baca,
kalimat perkalimat (klausa per klausa), titik kaitan antar kata telah dibangun. Beberapa titik
tersebut sesuai dengan komponen yang eksplisit di dalam teks, sementara yang lainny akan
dibangun dengan menyimpulkan lewat wawasan, kebiasaan dan pengetahuan lainnya dengan
memori jangka panjang. Penghubungan dengan setiap titik kata dalam jarang berfluktuasi secara
sistematis selama proses pemahaman dalam setiap kalimat di baca. Ketika setiap kalimat (klausa)
S di baca, sekumpulan N mengaktifkan kaitannya yang meliputi kaitan eksplisit dan simpulan
terafiliasi dengan S serta kaitan yang terjadi dalam ingatan yang sedang bekerja pada kalimat
sebelumnya (S1) lewat pertemuan diambang aktivasi. Ada beberapa titik kaitan N yang memiliki
tingkat aktivasi bervariasi saat memahami kalimat S. Titik kaitan N ini sepenuhnya terhubung
satu sama lain dengan kuat. Kaitan kuat hasil dari matriks hubungan N x N menjelaskan dibagian
mana setiap kaitan itu mengaktifasi kaitan N. Nilai dari kaitan kuat dalam matriks hubungan
secara teori didasari oleh bahasa dan wacana dengan level yang berlipat ganda, sebagai contoh
jika dua kaitan proposisi (A dan B) berhubungan dengat erat secara semantik mereka akan
memiliki kaitan positif yang kuat, sementara jika dua kaitan proposisi itu saling bertolak
belakang, mereka akn memiliki ikatan kuat yang negatif.
Proses dinamis dalam memahami kalimat S mengalami proses dengan dua tahapan yaitu
konstruksi dan integrasi. Selama proses kontruksi, titik kaitan N diaktivkan pada tingkat yang
bervariasi, ditunjukkan oleh vektor aktifasi awal (a1, a2, ... aN). Matrik hubungan lalu dijalankan
pada vektor aktifasi kaitan awal ini dalam siklus aktifasi ganda hingga ada aktifasi kaitan yang
selesai menjadi sebuah profil aktivasi akhir yang stabil untuk kaitan N. Pada titik tersebut,
integrasi titik kaitan telah berhasil. Secara matematis, ini berhasil dicapai karena vektor aktivasi
awal telah di gandakan oleh matriks hubungan yang sama dalam iterasi ganda sampai vektor
output N dari dua interaksi berturut-turut menunjukkan perbedaan yang sangat begitu kecil
(menandakan pencapaian yang stabil dalam tahap integrasi). Dalam kalimat yang lebih sulit
untuk di pahami agaknya membutuhkan siklus yang lebih banyak.
Penting untuk menegaskan bahwa mekanisme yang mendorong pemahaman adalah
aktivasi kaitan, pencarian dalam ingatan, integrasi kaitan pada memori yang sedang bekerja via
matriks hubungan, titik batas untuk menghubungkan isi dari kaitan antar kalimat, dan mekanisme
dasar tentang memori dan kognisi lainnya. Dimanakah strategi pemahaman ini akan cocok ?
sebuah strategi sederhananya adalah sebuah unit kaitan yang telah diaktivkan, diambil dari
ingatan, dan digabungkan ke dalam matriks hubungan. General atau spesifiknya strategi
tergantung pada sejarah tulisan yang dibaca, sifat dan jumlah instruksi dalam strategi, dan jumlah
latihan dari pelaksanaan strategi. Strategi yang di ajarkan dalam kelas pada hari tertentu bisa saja
hanya sedikit berdampak pada pembaca selama minggu, bulan atau tahun berikutnya. Strategi
pemahaman tidak memiliki status khusus dan tidak dibangun ke dalam model CI dengan gaya
penjelasan yang eksplisit.
Model Konstruksionis
Strategi memainkan peran yang nyata dalam kerangka teori konstruksionis yang di
ajukan oleh Graesser et al 1994. Strategi khusus untuk model ini dicerminkan oleh tiga asumsi
prinsip: (a) tujuan pembaca, (b) koheren, dan (c) penjelasan. Asumsi tujuan pembaca
menyatakan bahwa pembaca memilih teks yang muatannya sesuai dengan tujuannya membaca.
Ketika buku manual dari komputer di baca, sebagai contoh, akan dibaca sangat berbeda oleh
pembaca yang ingin membeli komputer dibandingkan dengan pembaca yang ingin memperbaiki
hard drive yang rusak. Asumsi koheren menyatakan bahwa pembaca berupaya membangun arti
dari makna yang koheren secara lokal maupun global. Oleh karena itu, kesenjangan koherensi
didalam teks akan merangsang pembaca untuk berfikir secara aktiv, membuat kesimpulan, dan
menginterpretasi ulang teks dalam rangka mengisi, memperbaiki, atau membuat catatan tentang
kesenjangan koheren. Asumsi penjelasan menyatakan bahwa pembelajar yang baik cenderung
akan membuat suatu penjelasan mengapa kejadian didalam teks itu terjadi, mengapa pernyataan
itu ada dan mengapa pengarang mengungkapkan suatu ide tertentu. Pertanyaan mengapa itu
dapat mendorong analisis mekanisme dari penyebab dan justifikasi dari claim. Ada juga asumsi
lainnya dari teori konstruksionis yang disampaikan oleh banyak model lainnya, asumsi yang
menyebut tentang simpanan memori, level interpretasi, wawasan dunia, aktivasi titik kaitan,
otomatisasi, dan seterusnya, tapi asumsi terkenalnya adalah yang mengarahkan kepada tujuan
pembaca, koherensi dan penjelasan. Teori konstruksionis telah menghasilkan sejumlah prediksi
tentang jumlah membaca, penarikan kesimpulan, penarika kembali informasi dalam teks, dan
peringkasan; seperti halnya dengan model CI sebagian besar prediksi telah diujikan dan
didukung, meski dukungan untuk model kontruksionis tidak sebanyak model CI.
Pendapat tentang strategi koheren dan penjelasan merupakan tanda dari suatu
pemahaman yang baik memberikan batasan terhadap pemahaman. Strategi ini menentukan
pilihan isi yang dapat diartikan, kesimpulan yang dapat dihasilkan, waktu yang dihabiskan untuk
memproses komponen dalam teks dan seterusnya. Pembaca yang baik berupaya untuk
menjembatani kalimat dengan makna dari kalimat sebelumnya dan dengan latar belakang
pengetahuan ayng dimilikinya. Pembaca lebih banyak diarahkan oleh pertanyaan mengapa
dibandingkan pertanyaan bagaimana, kapan, dimana dan bagaimana jika, kecuali ada tujuan
khusus dalam mencari suatu informasi. Penjelasan tentang motif suatu karakter dan penyebab
dari suatu kejadian tak terduga didalam cerita jauh lebih penting dibandingkan letak spasial
karakter didalam latar tersebut, seperti apa tampang dari karakter itu dan prosedur atau gaya
bagaimana karakter tersebut melakukan tindakan. Detail seperti lokasi, tampilan diri, dan
tindakan itu penting ketika ketiganya berlaku sebagai fungsi penjelasan atau mereka
mengarahkan kepada tujuan pembaca yang spesifik. Ketika pembaca diminta untuk memonitor
pertanyaan mengapa selama proses pemahaman, cara memproses dan mengingat teks sama
dengan proses pemahaman normalnya tanpa berorientasi pada pertanyaan; akan tetapi, ketika
diminta untuk memonitor pertanyaan bagaimana dan apa yang terjadi selanjutnya, proses cara
mengingatnya terlihat terganggu (Magliano et al., 1999). Penjelasan dan pertanyaan mengapa itu
fundamental dalam pembangunan makna menurut model konstruksionis. Penelitian dalam self-
explanation, seperti halnya dalam pelatihan membaca self-explanation (Mc Namara, 2004) dan
iStart (lihat bab 16 volume berikut; Mc Namara, Levinstein, & Boonthum, 2004), cocok untuk
posisi teori seperti ini, meski isi pastinya yang terafiliasi dengan self-explanation tidak perlu di
batasi untuk pertanyaan mengapa.

Hipotesis Indeksikal dan Perwujudan

Hipotesis indeksikal dari Glenberg (lihat bab 9 volume berikut; Glenberg dan Robertson,
1999) akan dinaikkan ke status sebagai sebuah model, karena sketsa awal dari model yang
bonafit telah muncul dari program penelitian Glenberg dan dalam sistem pemahaman simbol
milik Barsalou (1999). Posisi teori ini mengambil wujud teori pemahaman bahasa dan wacana.
Klaim teori pusat yang berarti didasarkan oleh bagaimana kita menggunakan tubuh kita seperti
apa yang kita lakukan didunia. Pemahaman sebuah cerita diprediksikan akan meningkat setelah
anak dapat memahami dan memanipulasi karakter dan objek dalam skenario cerita. Ketika orang
dewasa membaca buku manual pemasangat suatu alat, pemahaman mereka diharapkan akan
meningkat ketika mereka dapat melakukan prosedurnya atau paling tidak bisa menggambarkan
secara visual benda dan tindakan yang dilakukannya. Pembaca yang memiliki strategi meta-
kognitif pada wujud dan kejadian yang disebutkan didalam teks diharapkan dapat menunjukkan
keuntungkan dari pemahaman dibandingkan dengan mereka yang tidak mau mengambil langkah
ekstra kognitif.
Poin utama yang dibuat dari posisi saat ini adalah prediksi keefektifan strategi dalam
pemahaman sangat drastis berbeda dengan model konstruksionis dan model indeksikal. Model
indeksikal akan mendorong strategi pemahaman yang melibatkan pembangunan mental image
dari orang, objek, tata ruang spasial, tindakan, dan kejadian yang diungkapkan dalam teks.
Model konstruksionis tidaka kan mendorong strategi ini kecuali apabila dijadikan sebagai
strategi utama dalam membangun penjelasan, menunjukkan koherensi, dan ditujukan untuk
tujuan pembaca tertentu. Memang model teori seperti ini akan menjadi suatu fenomena yang
berulang-ulang tapi dengan jargon yang berbeda. Sementara sebagai gantinya hasil prediksinya
akan sangat berbeda. Konon kedua model memiliki validitas yang sama, tapi untuk jenis teks dan
kondisi pemahaman yang berbeda. Hal ini akan ditentukan oleh penelitian di masa depan.

TANTANGAN UNTUK BERUBAH DARI TEORI UNTUK MENGINTERVENSI DAN


MENILAI STRATEGI PEMAHAMAN MEMBACA
Kontributor dari buku volume ini telah mengajukan beberapa strategi pemahaman
membaca yang menjanjikan peningkatan pemahaman pada level yang lebih dalam. Strategi dan
intervensi yang diajukan oleh kontributor volume ini dituliskan dalam tabel 1.1 strategi dan
intervensi skala besar yang ada di dalam daftar ini meliputi level yang bervariasi dan komponen
pada tingkat yang lebih dalam. Ada strategi yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman
kalimat dan pengutipan teks lokal; penghubungan komponen dalam teks; mendasarkan teks pada
pengalam pribadi dan aktivitas sehari-hari; penguasaan struktur retorika dan genre teks; interkasi
sosial dengan ahli, tutor dan teman; proses pemberian pertanyaan, menjawab pertanyaan,
refleksi, dan perangkuman; motivasi; dan keterikatan. Para kelompok peneliti hampir tidak bisa
dituduh sempit atau terikat pada paradigma.
Tabel 1.1
Strategi dan Intervensi Strategi
(1) SERT (Latihan membaca self-explanation) dan ISTART (Latihan Strategi Interaktif
untuk Membaca dan Berfikir Aktif) (McNamra, OReilly, Rowe & Levinstein)
(2) Metode pengajaran resiprokal dan mempertanyakan pengarang (Palincsar, Spiro, dan
kolega)
(3) Pemetaan konsep dan strategi pemahaman bacaan yang fokus pada pengetahuan (Vitale
dan Romance)
(4) PALS: Strategi Belajar Berpasangan (Fuchs & Fuchs)
(5) CORI:Pembelajaran Membaca Beriorientasi Konsep (Guthrie; Taboda, & Schuler)
(6) Struktur teks (Williams)
(7) Tutor Strategi Struktur (Meyer dan Wijekumar)
(8) Memberi dan menjawab pertanyaan (King, Guthrie, Johnson-Glenberg)
(9) Pembaca 3d (Johnson Glenberg)
(10) Joke City (Yuill)
(11) Indeks dan perwujudan (Glenberg)
(12) Summary Street (Caccamise, Franzke, Eckhoff, E.Kintsch, & W. Kintsch)

Di sesi ini Saya mengindentifikasikan sejumlah tantangan yang akan dihadapi


sekelompok peneliti ketika mereka menguji pengaruh dari strategi membaca terhadap
peningkatannya. Beberapa tantangan sudah siap untuk diatasi dengan metode dan tekhnologi
yang tersedia, tapi tantangan lainnya masih jauh untuk ditangani dan membutuhkan beberapa
pendekatan yang jauh berbeda sebagai solusinya.

Mengklarifikasi Prediksi Teori


Ada banyak bukti bahwa pemahaman dan pembelajaran dari teks dibantu oleh berbagai
macam strategi pemahaman. Beberapa strategi ini digunakan oleh guru sekolah dasar yang sudah
dikenal efektif dalam belajar membaca (Pressley, Rankin, & Yokoi, 1996). Strategi lainnya
belum biasa digunakan oleh guru tapi telah diajukan oleh para peneliti sebagai strategi yang
berpotensi efektif. Dengan deimikian, ada dukungan yang nyata pada klaim bahwa pemahaman
dapat ditingkatkan oleh pengajaran bagaimana memberi pertanyaan (King, 1992; Rosenshine,
Meister, & Chapman, 1996), mengajar resiprokal (Palincsar & Brown, 1984), self-explanation
(McNamara, 2004), pengajaran membaca berorientasi konsep (Guthrie, Wigfield, & Perencevich,
2004), mempertanyakan pengarang (Beck, McKeown, Hamilton, & Kucan, 1997), dan strategi
lain yang ditawarkan oleh komunitas sains (Panel Membaca Nasional, 2000; Snow, 2002).
Akan tetapi, kadang sulit untuk memastikan relevansi teori dari intervensi tertentu.
Beberapa intervensi cocok dengan teori pemahaman yang mana saja, jadi nilainya lebih
mempunyai misi praktikal dibandingkan misi teorikal. Sebagai contoh, semua teori akan
memprediksi manfaat dari menghubungkan isi teks dengan pengalaman pribadi, jadi status teori
dari prediksi yang seperti itu adalah kosong. Beberapa intervensi mempunyai pendekatan
Kitchen Sink, dengan setumpuk strategi yang menjanjikan, jadi tidak mungkin untuk
memikirkan strategi dan prediksi teori mana yang bertanggung jawab bagi sejumlah pemahaman
yang signifikan. Pendekatan Kitchen Sink secara pragmatis dibutuhkan ketika peneliti
menjalankan sesuatu yang beresiko serius dari intervensi yang tidak efektif. Namun hubungan
dengan teori masih berakhir suram dalam intervensi Kitchen Sink di sisi sebaliknya, teori
seringnya begitu tipis dan kompleks hingga tidak ada syarat intervensi yang jelas untuk
menjalankan tes praktikal dari teori. Sayangnya ada keseimbangan yang inheren antara tes
prediksi teori yang murni dengan kemungkinan-kemungkinannya bahwa interfensi terbukti
efektif.
Kadang-kadang tidak jelas juga apa yang hipotesi, model, atau teori prediksi. Ketika
pengajuan posisi teori mengubah teori mereka atau menambahkan asumsi sementara untuk
mengakomodasi temuan empiris, akan menjadi sulit untuk membangun kembali apa yang
sebenarnya diprediksi. Untuk mendapatkan kejelasan, sangat layak untuk merujuk setiap temuan
empiris atau prediksi kedalam salah satu dari empat kategori berikut: (a) dijelaskan secara
langsung dalam model, (b) secara natural berlanjut dari model tapi tidak dijelaskan secara
langsung (yang merupakan sebuah model eksplanatory yang powerful), (c) membutuhkan asumsi
sementara atau parameter untuk mengakomodasi data atau prediksi, dan (d) tidak mungkin untuk
mengakomodasi atau di luar cakupan model. Sebuah model mempunyai cakupan yang luas
ketika ada dominasi dari kategori (a), (b), dan (c) dan ketegasan yang lebih kuat ketika hanya
sedikit kotak yang berisi nilai 3.
Untuk mengambarkan skema analisis yang diajukan pertimbangkan 1 set prediksi dalam
tabel 1.2. kolom sebelah kiri menuliskan beberapa pertanyaan yang sesuai yang akan
meningkatkan pemahaman lebih dalam sebagai intervensi bagi pembaca yang mempunyai
pemahaman yang dangkal, mengungkap jawaban tentang konten yang dikonstentrasikan oleh
pembaca dengan pemahaman yang baik ketika kontek seperti itu dituliskan secara eksplisit di
dalam teks, atau mengungkap kesimpulan yang biasa di hasilkan oleh pembaca dengan
pemahaman yang mendalam. Untuk tujuan saat ini, 3 tekhnik ini tidak akan dijabarkan. Angka di
dalam kotak menunjukan status teori menurut 4 pembeda. Model-model yang dimaksudkan
adalah model CI, model konstruksionis, dan model indeksikal yang dibahas dalam sesi
sebelumnya. Yang juga dimasukkan dalam tabel 1.2. adalah kerangka teori, yang menginspirasi
intervensi dalam mempertanyakan pengarang yang dikembangkan oleh Beck et al. (1997).
Intervensi ini mendorong pembaca untuk melihat pengarang sebagai individu yang bisa keliru
dan bisa dipertanyakan tentang penulisan kontennya. Jadi, pembaca dengan pemahaman yang
baik akan mempertanyakan pengarang dengan pertanyaan seperti: mengapa pengarang membuat
pernyataan tertentu ? apa bukti yang ada untuk klaim tersebut ?, dan apa relevansi dari
pernyataan yang eksplisit dengan pesan secara menyeluruh?.
Tabel 1.2 menggambarkan bagaimana seberapa bedakah prediksi untuk model teori yang
berbeda. Model CI tidak memberikan prediksi yang tegas tentang sebagian besar kategori dari
pertanyaan tapi dapat mengakomodasi temuan empiris dari parameter yang baik. Isi penjelasan
sebab akibat (jawaban untuk pertanyaan mengapa kejadian E terjadi ?) secara natural keluar dari
matriks hubungan model CI, untuk alasan tertentu tidak dijelaskan disini, sementara isi yang
dihasilkan kategori pertanyaan lainnya akan membutuhkan asumsi sementara dan parameter.
Model konstruksionis dan indeksikal lebih tegas dan eksplisit dengan klaimnya; ada lebih banyak
kotak yang berisi angka 1 dan 4. Sangat menarik karena dua model ini menghasilkan prediksi
teori yang agak berbeda, yang Saya harap akan menginspirasi penelitian empiris untuk melihat
prediksi mana yang benar. Mempertanyakan pengarang juga memberikan prediksi yang sangat
berbeda dari model kontruksionis dan indeksikal.
Perselisihan mungkin terjadi di antara peneliti dalam hal angka yang di tampilkan dalam
kotak-kotak di tabel 1.2. Memang seringkali ada perdebatan mengenai prediksi pasti dari model
tertentu, khususnya ketika model tersebut telah berubah dari penerbitan yang satu ke penerbitan
berikutnya. Poin pentingnya di sini adalah tabel seperti ini sangatlah berharga dalam praktek
pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dalam bidan ilmu pengetahuan, tabel ini akan membantu para
peneliti untuk menentukan apakah suatu kajian akan menghasilkan posisi teori alternatif. Di
bidang praktik pendidikan, tabel ini akan membantu para peneliti memilih intervensi yang akan
diuji, untuk menyiapkan protokal prinsip dari intervensi, dan untuk memberikan kredit pada
intervensi yang berhasil. Kerangka ilmiah menjadi sangat berguna dalam hal tertentu karena akan
memotivasi syarat intervensi yang lebih layak untuk diterapkan oleh guru, tutor, dan tekhnologi.

UKURAN BUTIRAN STRATEGI


Berapa banyak strategi yang seharusnya ada? Bagaimanakah batasan kontekstual suatu strategi
itu? Seberapa spesifikkah suatu strategi dalam menjelaskan tentang prosedur pelaksanaannya?
Jawaban dari pertanyaan mengenai ukuran butiran ini akan sedikit berbeda dalam bidang kajian
yang berbeda. Peneliti dalam bidang kognitif dan psikologi kewacanaan ingin melihat puluhan
atau bahkan mungkin ratusan strategi, yang masing masing disesuaikan dengan parameter
kontekstual yang pas. Sebagi contoh, Strategi S mungkin cocok untuk kelas pembaca tertentu
(cth, orang dewasa dengan pengetahuan pokok yang rendah dan kemampuan membaca pada
umumnya), kategori teks tertentu (cth, teks ekspositori tentang science), dan level representasi
tertentu (cth, model situasi), ketika nantinya diberikan tipe tes tertentu (cthny pilihan ganda).
Investigasi pada interaksi yang lebih tinggi diantara pembaca, teks, tugas, dan representasi
dilanjutkan oleh para peneliti di bidang pemahaman bacaan (McNamara & Kintsch, 1996; Snow,
2002).
Tabel 1.2
Pertanyaan yang mendorong pemahaman menurut posisi teori berbeda
Pertanyaan yang mendorong Construction- Model Perwujudan Mempertanyaka
pemahaman integration konstruksionis Indeksikal n pengarang
Mengapa kejadian E terjadi 2 1 3 3
Bagaimana kejadian E terjadi 3 3 1 3
Mengapa pengarang 3 1 4 1
menyebutkan kejadian E?
Apa bukti bahwa kejadian E itu 3 4 4 1
benar?
Apa yang akan terjadi di dalam 3 3 3 3
teks kemudian?
(1) Dijelakan secara langsung dalam model
(2) Secara natural melanjutkan dari model, tapi tidak dijelaskan secara langsung
(3) Asumsi sementara atau parameter dibutuhkan untuk mengakomodasi data atau prediksi, dan
(4) Tidak mungkin diakomodasi atau diluar cakuoan model

Namun, presisi teori tidak perlu diterjemahkan dengan baik ke dalam prakteknya. Tidak
mungkin melatih satu generasi guru membaca tentang bagaimana melatih anak untuk ratusan
strategi dengan tepat. Mereka tidak memiliki pengetahuan kognisi, wacana, dan bahasa yang
cukup untuk menjalani latihan sedetil itu. Akan lebih praktikal jika seorang guru dapat
menerapkan 5 sampai 10 strategi yang dijabarkan secara kasar. Sebagai contoh, pelatihan
membaca self-explanation (McNamara, 2004) memiliki stratemi utama bernama self-
explanation, istilah yang meliputi beberapa subtipe penjelasan konten yang bisa dispesifikasi
dalam teori penjelasan analitis yang detil. Self-explanation bertindak sebagai istilah umum bagi
guru yang menerapkan sejumlah konsep penjelasan yang berbeda, yang kebanyakan
perbedaannya tidak tipis secara teori dan tidak diapresiasi oleh ilmuwan. Seseorang mungkin
bertanya bagaimana ukuran butiran yang ideal bagi guru pada titik yang berbeda beda dalam
proses pendidikan. Itu masih merupakan pertanyaan empiris yang belum terjawab.
Gagasan tentang strategi pemahaman telah memicu sesuatu didalam komunitas pendidikan
karena guru secara mekanisme telah menerapkan strategi. Ada tanggung jawab ketika membuat
pembaca menerapkan suatu strategi yang tidak sesuai dengan konteks. Bayangkan konsekuensi
yang akan terjadi apabila anak melakukan perbandingan struktur retorika (bab 8) ke semua teks
yang mereka baca. Ini tidak akan bekerja dengan baik pada cerita dan buku manual peralatan.
Demikian pula, akan tidak adaptif bila menyusun mental image dan struktur hierarki muatan teks
secara sepihak. Pertimbangan ini menggarisbawahi pentingnya mematok ukuran butiran pada
level menengah yang tidak secara kasar mengabaikan perbedaan yang penting tapi tidak juga
memperhalus bahwa perbedaan tersebut telah disalahartikan atau diabaikan oleh guru dan
peneliti.
Bidang psikometrik hanya dapat mengakomodasi tiga sampai lima pembangunan teori
dalam penilaiannya tentang pemahaman verbal (bab 6). Dalam tes bakat skolastik, ada 67 soal
pilihan ganda dan minimal 6 sampai 10 pertanyaan setiap jenis soalnya. Ada banyak bahasan
tentang bagaimana bentuk pertanyaan yang seharusnya dan bagaimana mereka didasarkan pada
teori psikologi (Carrol, 1987; Haladyna, 2004; Mislevy, Steinberg, & Almond, 2003). Di bab 6,
VanderVeen et al. mengkaji upaya mereka memasukkan teori kognitif ke dalam tes bakat
skolastik verbal untuk kampus. Mereka berusaha mengidentifikasi 4 sampai 5 soal yang berbeda
tapi berhubungan: (a) menentukan makna suatu kata; (b) memahami isi, bentuk, dan fungsi
kalimat; (c) memahami situasi yang disiratkan dalam teks; (d) memahami isi, bentuk, dan fungsi
bagian yang lebih besar dari teks; dan (5) menganalisis tujuan dan strategi pengarang. Lima
bentuk soal ini kuang lebih selaras dengan level yang diajukan oleh Kintsch (1998) dan Graesser,
Millis, dan Zwaan (1997), jadi beberapa kemajuan telah dibuat dalam menghubungkan teori
kognitif dan tes psikometrik.
Peneliti kognitif ingin melihat pembeda yang lebih baik dibanding lima macam yang ada di
tes psikometrik. Sayangnya, ada beberapa sifat teori kuantitatif yang mendasari tes psikometrik
tidak mengizinkannya, meskipun jika ada ratusan atau ribuan item tes. Masalah utamanya adalah
soal soal cenderung terkait sangat kuat, jadi sangat sulit atau tidak mungkin mengukur
kontribusi khusus dari masing masing soal. Beberapa peneliti wacana mulai menyusun dengan
hati hati tes buatan yang menjadikan soalnya orthogonal (Hannon & Daneman, 2001), tapi
sayangnya tes dan tugasnya lumayan tidak natural sehingga kritikus mempertanyakan
keterwakilan pemahaman teks yang natural. Satu pertanyaan penting untuk penelitian di masa
depan adalah membangun tes yang lebih baik dengan teks yang bersifat natural yang memiliki
teori kognitif selaras dengan mendekati soal-orthogonal dalam tes psikometrik. Bahkan ketika itu
terjadi, walau bagaimanapun akan ada batasan pada ukuran butiran soal. Akankah nanti ada lebih
dari lima?

INTERVENSI DENGAN MANUSIA VS KOMPUTER


Komputer mampu melatih berbagai strategi memahami bacaan dan diperkirakan akan memiliki
peran lebih menonjol dimasa depan. Komputer tidak memiliki keterbatasan seperti yang dimiliki
manusia seperti kelelahan, ingatan, dan kemauan. Mereka bisa mendiagnosa ratusan
permasalahan dalam membaca, menyimpan profil siswa dengan ratusan variabel, menjalankan
strategi dengan tingkat kompleksitas yang tak terbatas, dan menyesuaikan strategi tertentu
dengan profil anak secara fleksibel.
Kritikus komputer tidak ragu ragu mengupas keterbatasan dari komputer. Komputer
bersifat umum dan tidak memiliki pengalaman seperti yang dimiliki oleh manusia dan dapat
digunakan pada waktu dan tempat yang sesuai. Tapi perlu dicatat bahwa dua karakteristik ini bisa
dilihat sebagai kekuatan dalam konteks tertentu. Sebagai contoh, beberapa anak lebih memilih
untuk bekerja bersama komputer dibanding malu akan kekurangannya didepan seorang guru
maupun teman. Kadangkala pengalaman yang diceritakan oleh guru itu terlalu memakan waktu
dan tidak relevan dengan kehidupan anak. Bekerja dengan komputer merupakan pemanfaatan
waktu yang lebih baik, apalagi jika sudah disesuaikan dengan profil si anak. Mencari
keseimbangan antara manusia dan komputer ini perlu lebih didasarkan pada penelitian empiris
dibanding pada opini, ideologi, dan cerita.
Komputer menjadi hal yang jauh lebih canggih dalam mendukung latihan strategi. Latihan
konvensional berbasis komputer selama beberapa dekade memberikan informasi yang mendidik
berupa penjelasan tentang strategi dan contoh penggunaan strategi lewat teks, video, dan
multimedia. Namun lingkungan belajar yang semakin maju saat ini lebih interaktif dan sesuai
dengan kemampuan siswa. Termasuklah disini sistem pembelajaran dan guru yang cerdas yang
melakukan pembicaraan dengan bahasa yang lebih natural dan juga teman berbicara animasi
(Graesser, Lu, et al., 2004; Johnson, 2001). Sebagai contoh, sistem iStart yang dikembangkan
oleh McNamara et al (2004) menggunakan percakapan animasi untuk mencotohkan strategi yang
benar, untuk memudahkan strategi dalam interaksi sesama teman, untuk memberikan feedback
kepada peserta didik yang mencoba menggunakan strategi, dan untuk menumbuhkan
metacomprehension (sejalan dengan pelatihan SERT oleh ahli seorang manusia; McNamara,
2004). Teknik Modeling-scaffolding-fading telah berhasil diintegrasikan ke banyak lingkungan
belajar yang maju. Sistem komputer lebih adaptif dan substansial ketika mereka dapat
mengintepretasi bahasa natural dari penggunanya, memberikan feedback yang relevan, dan
memajukan interaksi dengan cara yang dapat meningkatkan pembelajaran.
Sistem komputer perlu menganalisis aktivitas pembaca jika tujuannya adalah agar menjadi
interaktif dan adaptif. Kontribusi bahasa dari pembaca menjadi satu sumber yang kaya sebagai
input bagi pembaca dan menunjukkan pemahaman yang dalam dari pembaca. Kita beruntung
berada pada titik dalam sejarah manusia dimana sistem komputer telah begitu canggih dalam
menganalisis bahasa secara otomatis. Dalam satu dekade terakhir, telah ada kemajuan yang
revolusioner dalam bidang linguistik komputasional (Jurafsky & Martin, 2000) dan kemajuan
penting dalam pemrosesan wacana (Graesser, Gernsbacher, & Goldman, 2003). Sebagai contoh,
Coh-Metrix merupakan sebuah alat komputer yang tersedia di website yang bisa menganalisis
teks dalam level kohesi dan bahasa yang berlipat ganda (Graesser, McNamara, Louwerse, & Cai,
2004; http://cohmetrix.memphis.edu). Coh-metrix mempunyai potensial untuk menggantikan
formula standar kebisaan untuk dibaca, seperti Flesch-Kincaid Grade Level (Klare, 1974
1975), yang secara eksklusif mengandalkan panjang kata dan panjang kalimat untuk untuk
mengukur tingkat kebisaan untuk dibaca. Coh-metrix memiliki ratusan ukuran kohesi wacana,
sintaksis, semantik, dan karakteristik kata. Coh-metrix berpotensi untuk digunakan dalam
memilih teks bacaan yang cocok dengan profil pembaca. Coh-metrix juga bisa digunakan untuk
menganalisis kontribusi verbal pembaca ketika mereka menjawab pertanyaan pertanyaan atau
merangkum isi teks.
Wawasan umum dibutuhkan untuk mengintepretasi teks eksplisit dan membangun
kesimpulan yang masuk akal. Perlakuan terhadap wawasan umum secara tradisi sangatlah sulit
dalam ilmu komputer, tetapi sudah ada terobosan dalam algoritma statistik berbasis korpus. Satu
contoh statistik yang dapat dilihat, pendekatan berbasis korpus yang merupakan analisis
semantik laten, yang menggunakan metode statistik bernama dekomposisi nilai singular untuk
mengurangi matrix Word x Document co-occurrence yang besar menjadi sekitar 100 hingga 500
dimensi fungsi. Setiap kata, kalimat, atau teks berakhir menjadi vektor yang menguntungkan
pada dimensi K. Kecocokan (cthny kesamaan makna, keterhubungan konseptual) antara dua
kelompok kata kata (kata tunggal, kalimat, atau teks) dihitung sebagai kosinus geometris antara
dua vektor, denga nilai yang membentang dari -1 hingga 1. Teknologi berbasis LSA dan
algoritma yang sama dalam linguistik komputasional saat ini digunakan dalam sejumlah
penggunaan, seperti penilai essay yang menilai essay sama handalnya dengan ahli dalam
komposisi bahasa inggris (Burstein, 2003; Landauer, Laham, & Foltz, 2003) dan tutor otomatis
yang melakukan percakapan dalam bahasa yang natural (seperti AutoTutor; Graesser, Lu et al.,
2004). Dalam volume buku ini, LSA digunakan dalam iSTART (bab 16), Summary Street (bab
15), dan sistem yang dikembangkan oleh Magliano dan Millis (bab 5; Millis et al., 2004).
Prospek dari mengganti pelatih manusia dengan komputer menjadi lebih memungkinkan
dikarenakan komputer yang bisa lebih adaptif kepada pembaca dan mampu secara akurat
menjalankan strategi latihan yang kompleks. Komputer lebih dapat diandalkan, lebih tahan lama,
dan lebih mampu mengakomodasi komplesitas. Sistemnya juga memiliki kapasitas untuk melatih
guru untuk menggunakan beberapa strategi pedagogik yang sangat kompleks. Pertanyaan apakah
komputer akan menggantikan manusia bisa dibilang sesebagai sesuatu yang empiris. Bisakah
kapasitas, kompleksitas, akurasi, biaya, dan kekuatan pelatih otomatis melebihi apa yang bisa
diberikan oleh sekelompok guru manusia?
KOMENTAR PENUTUP
Ini adalah waktu yang menarik bagi semua orang yang berupaya untuk meningkatkan
pemahaman membaca dan untuk memahami pokok dalam mekanisme membaca. Kita berada
ditengah tengah revolusi perbaikan pendidikan, ilmu pembelajaran, ilmu kognitif,
neuroscience, ilmu komputer, dan teknologi informasi. Kebutuhan untuk meningkatkan melek
membaca di US dan negara lainnya sedang dalam pertimbangan masyarakat dan pemerintah.
Peranan strategi dalam meningkatkan kemampuan membaca pada level yang lebih dalam
kemungkinan besar akan mendapat perhatian lebih tinggi dimasa mendatang. Ini akan benar
benar cocok bagi masyarakat yang membutuhkan lebih banyak ahli di bidang science, teknik,
dan teknologi kawasan dimana wawasan umum masih rendah dan kebutuhan akan strategi
pemahaman besar sekali.

Anda mungkin juga menyukai