Anda di halaman 1dari 51

Dr.

Gina Eva Marsiana 80_46

BCLS/ACLS

Keterangan :
IHCA : In Hospital Cardiac Arrest ED : Emergency
Departement
OHCA : Out Hospital Cardiac Arrest Lab.Kat : Lab. Kateterisasi
EMS : Emrgency Medical system ICU : Intensive Care Unit
Rantai Kelangsungan Hidup Dalam BHD
Pengenalan Kejadian Cardiac Arrest dan Aktivasi Sistem Gawat Darurat
Segera
Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke system gawat darurat
Informasikan segera kondisi penderita sebelum RJP pada orang dewasa
atau sekitar 1 menit setelah memberikan pertolongan RJP pada bayi dan
anak
Penilaian cepat tanda2 potensi cardiac arrest
Identifikasi tanda cardiac arrest atau henti napas
RJP Segera
Defibrilasi Segera
Perawatan Kardiovaskular Lanjutan yang Efektif

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Mencegah terjadinya cardiac Arrest dengan memaksimalkan manajemen


lanjut jalan napas, pemberian napas dan obat-obatan
Terapi pada penderita yg tidak berhasil dengan defibrilasi
Memberikan defibrilasi jika terjadi VF, mencegah fibrilasi berulang dan
menstabilkan penderita setelah resusitasi
Penanganan Pasca Henti Jantung yang Terintegrasi
Irama EKG pada penderita yang mengalami henti jantung: VF, VT tanpa nadi,
PEA dan asistol
Ventrikel Febrilasi :
VF : jantung hanya bergetar tidak memompa
Kompleks QRS tidak dapat ditentukan; tidak ada gelombang P, QRS atau T yg
dapat dikenali. Gelombang pada garis dasar terjadi antara 15-500x/menit
Irama tidak dapat ditentukan
Amplitudo diukur dari puncak ke palung. VF halus (2-<5 mm), medium (5-
<10 mm) kasar (10-15mm) sangat kasar (>15 mm)
Denyut nadi menghilang dengan dimulainya VF(VT yg cepatterjadi sebelum
VF), jatuh pingsan, tdk dapat memberi respon, megap2, sulit napas, mulai
terjadi kematian yg irreversible
Pada PEA irama menunjukkan aktivitas listrik (bukan VF/VT). Dapat berupa
irama dengan QRS sempit (<0,10 detik) atau lebar (>0,12 detik); cepat
(>100x/menit) atau lambat (<60x/menit)
Etiologi PEA : Hipovolemia, Hipoksia, Hydrogen ion (asidosis),
hipo/hyperkalemia, hipotermia, toksin, tamponade jantung, tension
pneumotoraks, thrombosis coroner, thrombosis paru
Asistol gambaran EKG menunjukkan garis datar.
Sinus Takikardi : kecepatan >100x/menit, kompleks QRS normal, PR (<0,20
detik)
Pada Fibrilasi Atrium irama yang sangat tidak teratur. Hanya ada gelombang
fibrilasi atrium yang kacau. Hilangnya kontraksi atrium
Pada Flutter Atrium kecepatan atrium 220-350x/menit. Gel. P tidak terlihat,
interval PR tidak dapat diukur.
Pada SVT : kompleks QRS sempit tanpa gelombang P dengan permulaan atau
penghentian yg tiba2. Kecepatan : melebihi batas atas takikardia sinus (>120-

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

130x/menit), jarang <150x/menit, seringkali hingga mencapai 250x/menit.


Irama : regular. Gel.P jarang terlihat . kompleks QRS sempit (0,10 detik)
Durasi VT monomorfik <30 detik adalah VT yg tidak berkepanjangan dan
tidak butuh intervensi. Durasi >30 detik : VT berkepanjangan
Irama: regular. Kecepatan ventrikel >100x/menit; khususnya 120-250x/menit.
Interval PR tidak ada
Pada VT polomorfik: kecepatan ventrikel >100x/menit, hanya irama ventrikel,
PR interval tidak ada, kompleks QRS bervariasi
Pada torsades de pointes kecepatan atrium tidak dapat ditentukan, kecepatan
ventrikel 150-250x/menit, hanya irama ventrikel regular, gel. P tidak ada
Sinus bradikardi : Gel. P diikuti kompleks QRS regular dengan kecepatan
<60x/menit, irama regular, interval PR <0,20 detik, kompleks QRS sempit
(0,10 detik)
AV Blok derajat 1:
Interval PR >0,20 detik
Interval PR memanjang >0,20 detik
Gel. P normal diikuti kompleks QRS
Kompleks QRS : sempit 0,10 detik
AV Blok derajat 2 Tipe 1:
Terdapat perpanjangan interval PR yg progresif hingga satu gel P tidak
diikuti o/ kompleks QRS
Kecepatan atrium sedikit lebih cepat daripada ventrikel
Irama: kompleks atrium regular, kompleks ventrikel irregular
Interval PR : memanjang progresif dari siklus ke siklus, kemudian 1
gel .P tidak diikuti o/ kompleks QRS
Kompleks QRS: paling sering 0,10 detik, sebuah QRS hilang secara
berkala
AV Blok derajat 2 Tipe 2:
Kecepatan atrium : 60-100x/menit
Kecepatan atrium sedikit lebih cepat daripada ventrikel
Irama: kompleks atrium regular, kompleks ventrikel irregular
Interval PR : konstan dan tetap, tidak ada perpanjangan yg progesif
Kompleks QRS: paling sering 0,10 detik, lebar >0,12 detik
AV Blok derajat 3:

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Kecepatan atrium : 60-100x/menit. Impuls benar2 terpisah dari kecepatan


ventrikel yg lebih lambat
Kecepatan ventrikel : bergantung pada kecepatan denyut pelepasan
ventrikel yg timbul
Irama: regular tetapi independen
Interval PR : tidak ada hub. Antara gel. P dengan kompleks QRS
Kompleks QRS: paling sering 0,10 detik, lebar >0,12 detik
Bradikardi akan jadi masalah bila simtomatik atau sudah timbul gejala dan tanda
akibat denyut jantung yang terlalu lambat, umumnya tanda dan gejala timbul pada
denyut jantung <50x/menit
Hipoksemia sering menyebabkan bradikardia, sehingga evaluasi awal pasien
harus difokuskan. Jika oksigenasi tidak adekuat, berikan O2. Pasang monitor,
pasang jalur IV. Pemeriksaan EKG 12 sadapan
Jika bradikardi sudah mengakibatkan gangguan hemodinamik, usahakan untuk
meningkatkan denyut jantung dengan langkah :
Jika gambaran EKG bukan AV block derajat 2 tipe 2 dan AV blok total/derajat
3 lakukan langkah berikut :
Berikan sulfas atropine (SA) 0,5 mg IV sambal memperhatikan monitor
EKG adakah respon peningkatan denyut jantung. Jika tidak ada ulangi lagi
pemberian SA 0,5 mg sampai ada respon atau total dosis SA 3 mg
Bila dosis SA sudah 3 mg belum ada respon pikirkan pemberian dopamine
2-20ug/KgBB/menit atau epinefrin 2-10ug/menit
Jika belum ada respon, maka pertimbangkan pemasangan pacu jantung
transvena dan konsul ahli
Jika gambaran EKG adalah AV blok derajat 2 tipe 2 dan AV blok total/derajat
3, segera pasang pacu jantung transkutan sambal menunggu pemasangan pacu
jantung transvena
Cari dan tangani penyebab yg mungkin seperti 5H-5T
Obat-obatan :
Atropin : meningkatkan denyut jantung. Dosis SA yang direkomendasikan
adalah 0,5 mg IV, dapat diberikan 3-5 menit dengan dosis max. 3 mg. hati-hati
pemberian <0,5 mg karena mengakibatkan efek paradox berupa penurunan
denyut jantung

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Dopamin : merupakan katekolamin, pada dosis rendah dapat berfungi


inotropic dan meningkatkan denyut jantung dan pada dosis yg tinggi
>10ug/KgBB/menit dapat menyebabkan vasokonstriksi. Untuk itu pemberian
dosis dopamine dapat dititrasi sesuai dengan efek klinis yg diinginkan dengan
rentang dosis mulai dari 2-20 ug/KgBB/menit
Epinefrin merupakan ketokolamin. Infus epinefrin dapat dipertimbangkan
pada pasien dengan bradikardia simtomatik yg disertai hipotensi, setelah
pemberian SA gagal. Dosis infus epinefrin dapat dititrasi mulai dari 2-10
ug/menit sampai denyut jantung meningkat
Isoproterenol : dosis yg direkomendasikan 2-10 ug/menit dapat dititrasi
sampai target denyut jantung tercapai.
Takikardi : kondisi denyut jantung >100x/menit. Takiaritmia yg ekstrim
(>150x/menit).
Takikardia kompleks QRS sempit (<0,12 detik) (SVT) : sinus takikardi, atrial
fibrilasi, atrial flutter, re-entry nodus AV, takikardi dimediasi-jalur aksesoris,
tarikardi atrium, MAT, Junction takikardi.
Takikardia kompleks QRS lebar (>0,12 detik) : VT, VF, SVT dengan aberan,
Takikardia pre-eksitasi (WPW sindrom), irama pacu ventrikel
Takikardia QRS sempit tidak teratur : atrial fibrilasi atau MAT kadang atrial
flutter
Sinus takikardi : denyut jantung >100x/menit. Pada sinus takikardi tidak
diperlukan terapi obat u/mengatasi irama tersebut tetapi lebih diarahkan pada
identifikasi penyebab yg mendasari.
SVT : jika kompleks QRS sempit (<0,12 detik) atau QRS lebar tapi telah
diketahui adanya bundle branch blok atau aberansi sebelumnya.
Atrial Fibrilasi : takikardi yang tidak teratur, baik QRS sempit maupun lebar.
Bentuk paling umum dari takikardi kompleks QRS lebar (>0,12 detik) : VT, SVT,
Takikadi pre eksitasi, irama pacu ventricular.
Takikardia kompleks QRS lebar dapat regular ataupun irregular. Suatu takikardia
kompleks lebar regular kemungkinan besar adalah VT atau SVT dengan aberan.
Takikardi kompleks lebar irregular : atrial fibrilasi dengan aberan, atrial fibrilasi
pre eksitasi atau VT polimorfik/Torsade de points
60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Algoritma Takikardia:
Evaluasi awal dan tatalaksana umun takiaritmia : (1-3)
Identifikasi factor penyebab
Evaluasi jalan napas
Tentukan kondisi takikardi stabil atau tidak stabil
Takikardi tidak stabil (4)
Takikardi dengan hemodinamik tdk stabil memerlukan usaha cepat
mengatasi takikardia dengan terapi listrik
Terapi listrik pilihan pada takikardia tidak stabil adalah kardioversi
tersinkronisasi
Kardioversi adalah pemberian syok listrik yg penghantarannya
disinkronkan dengan kompleks QRS
Pada pasien tidak stabil dengan takikardia QRS sempit teratur, sambal
mempersiapkan kardiovarsi dapat dipertimbangkan pemberian adenosine
terutama bila pasien tidak hipotensi
Pengantaran listrik yg tersinkronisasi ini akan menghindarkan pemberian
listrik pada masa refrakter relative yg dapat menyebabkan VF. Jika
memungkinkan buat akses IV sebelum kardioversi dan berikan sedasi jika
pasien sadar.
Kardioversi dimulai dengan dosis inisial tergantung pada bentuk irama
EKG. Bila irama EKG kompleks QRS sempit teratur, maka dosis inisial
50-100J. dosis inisial untuk QRS sempit tdk teratur 120-200J (bifasik) dan
200J(monofasik). Pada QRS lebar teratur dosis inisial 100J
(monofasik/bifasik). Bila QRS lebar tidak teratur/polimorfik kardioversi
tidak dilakukan.
Takikardia stabil, maka penolong memiliki waktu untuk membuat EKG 12
sadapan, mengevaluasi irama, menentukan lebar QRS dan menentukan pilihan
pengobatan
Takikardi stabil kompleks QRS sempit Teratur (5)
Manuver Vagal :
Pada takikardia kompleks QRS sempit teratur dapat dicoba maneuver
vagal.

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Manuver Vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal untuk


PSVT stabil.
Maneuver vagal yg cukup efektif dan sering dilakukan adalah pijat
sinus karotis

Cara melakukan pijat sinus karotis :


Pasien terpasang EKG, posisi telentang dengan kepala ekstensi dan
sedikit berpaling kea rah kontralateral dari sisi yg akan dipijat
Cari titik disalah satu arteri karotis kiri atau kanan di leher setinggi
mungkin
Pijat arteri karotis dengan gerakan sirkular selama 5-10 detik
sambal terus memperhatikan monitor
Bila tindakan tidak berhasil, bisa dicoba disisi sebelahnya
Kontraindikasi Pijat sinus Karotis :
Riwayat infark miokard
Riwayat TIA atau stroke dalam 3 bulan terakhir
Riwayat VF atau VT
Adanya bruit pada arteri karotis
Adenosin
Jika PSVT tidak respon dengan maneuver vagal, maka berikan
adenosine 6 mg IV secara cepat melalui vena yg besar diikuti dengan
flush cairan NaCl 0,9% 20 ml
Jika irama tidak berubah dalam 1-2 menit, maka berikan adenosine 12
mg IV secara cepat dengan cara yg sama
Pemberian adenosine 12 mg dapat diulang sekali lagi bila irama masih
tidak berubah
Bila yg digunakan adenosine bentuk ATP, dosis yg digunakan adalah
dosis inisial 10 mg IV dan dosis ulangan 20 mg IV
Konversi PSVT menggunakan adenosinataupun calcium canel bloker
memberikan hasil yg sama, tetapi adenosine memiliki efek yg lebih
cepat dan efek samping yg lebih sedikit dibandingkan dengan
verapamil. Amiodaron dapat digunakan untuk terminasi PSVT tetapi

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

awitan kerja amiodarone lebih lambat dibandingkan dengan adenosine


yg memiliki potensi proaritmia.
Adenosin tidak boleh diberikan pada pasien asma. Aman dan efektif
pada kehamilan.
Setelah kardioversi, jika terjadi rekurensi dapat diberikan adenosine
ulang atau diltiazem atau penghambat beta
Penghambat Kanal Kalsium dan Penghambat Beta
Bila PSVT tidak berubah atau rekuren setelah maneuver vagal dan
pemberian adenosine, maka dipertimbangkan pemberian penghambat
kanal kalsium (verapamil atau diltiazem) atau penghambat beta.
Verapamil diberikan dosis 2,5-5 mg IV bolus selama 2 menit (selama 3
menit pada pasien lanju usia). Jika tidak ada respon dosis ulang 5-10
mg dapat diberikan setiap 15-30 menit dengan dosis total 20 mg.
regimen dosis lain 5 mg bolus tiap 15 menit dengan dosis total 30 mg.
Verapamil hanya boleh diberikan pada SVT re entry kompleks sempit
atau aritmia dari supraventricular
Verapamil tidak boleh pada QRS lebar dan gagal jantung
Diltiazem diberikan dosis 15-20 mg (0,25 mg/KgBB) IV selama 2
menit. Jika diperlukan dalam 15 menit kemudian berikan dosis
tambahan 20-25 mg IV (0,35 mg/KgBB). Dosis infus rumatan adalah
5-15 mg/jam, dititrasi sesuai dengan kecepatan denyut jantung.
Penghambat beta yg dapat digunakan : metoprolol, atenolol, esmolol
dan labetalol. Penghambat beta harus diberikan hati2 pada penyakit
paru obstruktif atau gagal jantung kongestif.
Perhatian pada obat2 untuk SVT
Hindari kombinasi agen penghambat nodus AV yang memiliki kerja
panjang.
Pemberian kanal kalsium bersamaan dengan penghambat beta akan
menyebabkan bradikardia berat.
Takikardi QRS sempit tidak teratur
Takikardia QRS sempit tidak teratur disebabkan AF

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Tatalaksana AF difokuskan pada menurunkan irama ventrikel yg cepat,


konversi AF yg tidak stabil menjadi irama sinus
Pasien yg hemodinamik tidak stabil harus mendapatkan kardioversi
elektrik secepatnyaPilihan utama control kecepatan irama aku : diltiazem
Digoksin dan amiodarone dapat digunakan untuk rate control
Takikardi Stabil Kompleks QRS lebar (6)
Adenosin pada takikardia QRS Lebar
QRS lebar biasanya dari VT
Adenosin tidak boleh diberikan pada QRS lebar yg tidak stabil atau
polimorfik, karena dapat menyebabkan perburukan menjadi VF
QRS lebar stabil memiliki irama yg regular dan monomorfik,
adenosine IV relative aman
Defibrilator harus tersedia jika memberikan adenosine dalam kasus
QRS lebar
Obat antiaritmia
Pada VT stabil, obat antiaritmia atau kardioversi elektif adalah talak
pilihan
Procainamide dan sotalol harus dihindari pada pasien dengn interval
QT memanjang dan gagal jantung kongestif
Procainamide dapat diberikan pada kecepatan 20-50 mg/menit hingga
aritmia terterminasi, terjadi hipotensi, durasi QRS meningkat >50%
atau dosis mak. 17 mg/KgBB teah tercapai. Infus rumatan 1-4
mg/menit
Sotalol IV (100 mg IV selama 5 menit) lebih efektif dibandingkan
lidocaine (100 mg IV selama 5 menit) pada kasus VT monomorfik
stabil.
Amiodaron juga efektif mencegah rekurensi VT monomorfik.
Amiodarone diberikan 150 mg IV selama 10 menit dosis dapat diulang
jika diperlukan dengan dosis mak. 2,2 g IV per 24 jam. Dosis lebih
tinggi (300 mg) menyebabkan peningkatan ferekuensi hipotensi
Lidokain kurang efektif dalam terminasi VT dibandingkan
procainamide, sotalol dan amiodarone

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Lidocain dapat diberikan pada dosis 1-1,5 mg/KgBB IV bolus. Infus


rumatan adalah 1-4 mg/menit (30-50 ug/KgBB/menit)
Takikardia QRS Lebar Tidak Teratur
AF dengan konduksi aberan sama dengan tata laksana AF umumnya
AF preeksitasi :
Hindari obat adenosine, penghambat canal calcium, digoksin dan
penghambat beta
AF memerlukan kardioversi secepatnya
Bila kardioversi tidak efektif maka diberikan amiodarone
VT polimorfik :
Memerlukan Defibrilasi secepatnya dengan energy yg sama seperti VF
Jika QT memanjang maka hentikan obat yg memperpanjang interval
QT, perbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan pemicu akut lainnya
Magnesium umumdigunakan pada VT. Isoproterenol atau pacu
ventrikel efektif dalam torsade de points
VT polimorfik akibat dengan sindroma QT memanjang familial dapat
diobati dengan magnesium IV, pacu jantung dan atau penghambat beta
(isoproterenol) harus dihindari.
VT polimorfik tanpa pemanjangan interval QT disebabkan iskemia
miokard. Pada kondisi ini amiodarone IV dan penghambat beta dapat
menurunkan rekurensi aritmia.
Magnesium tidak efektif dalam mencegah VT polimorfik pada pasien
dengan interval QT normal.
Bila penolong mendapatkan penderita tidak sadarkan diri akibat sumbatan jalan
napas, langkah yg harus dilakukan :
Segera aktifkan system layanan gawat darurat, panggil bantuan
Segera baringkan penderita, lakukan kompresi 30 kali. Bila mulut penderita
terbuka segera periksa mulut penderita apakah benda asing sudah bisa
dikeluarkan atau belum. Bila belum bisa dikeluarkan reus lakukan kompresi
jantung . kompresi ini bertujuan untuk mengeluarkan benda asing yg
menyumbat jalan napas dan tujuan sekundernya untuk membantu sirkulasi

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Teknik Blind Finger Sweep tidak direkomendasikan lagi untuk mengeluarkan


benda asing pada sumbatan jalan napas. Bila benda asing yang padat sudah
bisa terlihat, maka benda asing boleh dikeluarkan secara manual.
Penatalaksanaan Pasien sadar
Sumbatan ringan : bila penderita masih bisa berbicara dan hanya mengalami
sumbatan ringan, maka penolong merangsang penderita untuk batuk
Sumbatan berat :lakukan abdominal thrust :
Penolong berdiri di belakang penderita, kemudian lingkarkan kedua
lengan pada bagian atas abdomen
Condongkan penderita ke depan, kepalkan tangan penolong dan letakkan
di antara umbilicus dan iga
Raih kepalan tangan tsb dengan lengan yg lain dan Tarik ke dalam dan
atas secara mendadak sebanyak 5 kali. Bila gagal lakukan abdominal
thrust berulang-ulang sampai berhasil

Tatalaksana Sumbatan Jalan Napas pada dewasa

Tatalaksana Sumbatan Jalan Napas pada bayi dan anak

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Penatalaksanaan sumbatan napas pada bayi dan anak


Pada bayi dan anak tindakan abdominal thrust tidak dianjurkan
Penatalaksanaan pada penderita sadar :
Tindakan back blows bisa dilakukan untuk bayi atau anak. Caranya :
Posisikan bayi atau anak dengan posisi kepala mengarah ke bawah
supaya gaya gravitasi dapat membantu mengeluarkan benda asing
Penolong berlutut atau duduk, dapat menopang bayi dipangkuannya
dengan lebih aman
u/ bayi : topang kepala dengan menggunakan ibu jari di satu sisi
rahang dan rahang yg lain menggunakan satu atau dua jari dari tangan
yg sama. Jgn sampai menekan jaringan lunak di bawah rahang, karena
akan menyebabkan sumbatan jalan napas kembali.
u/ anak diatas 1 tahun, kepala tidak perlu ditopang secara khusus
lakukan 5 hentakan back blows secara kuat dengan menggunakan
telapak tangan di tengah punggung. Tujuan tindakan tsb untuk
mengupayakan sumbatan benda asing terlepas setelah satu hentakan,
bukan karena akumulasi ke 5 hentakan
bila gagal dilakukan tindakan lanjutan, yaitu chest thrust pada bayi dan
abdominal thrust pada anak berusia di atas 1 tahun
Chest thrust :
Tindakan tsb dilakukan dengan memposisikan bayi dengan kepala di
bawah dan posisi terlentang. Tindakan ini akan lebih aman bila
penolong meletakkan punggung bayi di lengan yg bebas serta
menopang ubun-ubun dengan tangan
Topang peletakkan bayi pada lengan dengan menggunakan bantuan
paha penolong
Identifikasi daerah yg akan dilakukan tekanan (bagian bawah sternum)
kemudian lakukan chest trust. Tindakan ini mirip dengan kompresi

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

namun lebih lambat dan lebih menghentak sebanyak 5 kali. Bila gagal
tindakan dapat diulang
Abdominal thrust :
Tindakan ini dilakukan hanya untuk anak di ats usia 1 tahun. Caranya
dengan berdiri atau berlulut dibelakang penderita. Letakkan lengan
penolong di bawah lengan penderita serta mengelilingi pinggangnya
Kepalkan tangan penolong serta letakkan antara umbilicus dan
sternum
Raih kepalan tersebut dgn tangan yang lain serta hentakkan ke arah
atas dan belakang (arah tubuh penderita)
Lakukan sebanyak 5 kali, serta pastikan bahwa tindakan yg dilakukan
tidak mengenai processus xyphoideus atau iga bagian bawah. Bila
gagal tindakan dapat diulang
Karena risiko trauma yg terjadi, setiap penderita yg telah dilakukan
abdominal thrust harus diperiksa dokter
Talak pada penderita tidak sadarkan diri :
Segera aktifkan layanan system gawat darurat, berikan kompresi 30x,
tidak diperlukan untuk memeriksa nadi, dilanjutkan dengan pemberian 2
napas bantuan.
Usahakan u/ memeriksa posisi benda asing setiap kali mulut penderita
terbuka saat dilakukan kompresi. Bila memungkinkan u/ dikeluarkan,
sebaiknya dikeluarkan
Pemberian O2 harus dilakukan secepatnya jika saturasi <94%
Nasal kanul adalah terapi oksigen-rendah, aliran rendah. Kecepatan aliran antara
1-5 ltr/menit
Sungkup sederhana adalah alat terapi O2 oksigen sedang aliran tinggi. O2 dapat
dialirkan 6-10 ltr/menit
Sungkup muka non-rebreathing memiliki kecepatan aliran O2 9-15 ltr/menit
Sungkup muka partial rebreathing merupakan alat system oksigen tinggi aliran
tinggi. Sungkup digunakan pada sakit kritis, dan edema paru akut, asma akut,
PPOK (sebelum ada intubasi)
Sungkup muka venture memiliki kecepatan aliran 10-12 ltr/menit. Sungkup muka
ini berguna pada PPOK. Alat ini termasuk system oksigen terkendali aliran tinggi
60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Untuk memantau keefektifan pemberian O2 dapat dengan pemeriksaan invasive


yaitu analisa gas darah dan secara non invasive dengan pulse oximetry
Pembukaan jalan napas dapat dilakukan dengan teknik head tilt chin lift. Tetapi
pada pasien trauma yg diduga mengalami cedera cervical dilakukan teknik dorong
kepala-tarik dagu bila penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas
Jalan napas orofaring (OPA) tidak boleh digunakan pada pasien sadar atau
setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah.
Nasofaring dapat digunakan pada pasien yg sadar atau setengah sadar.
Bila pernapasan tidak adekuat, maka tindakan yg harus dilakukan adalah
memberikan ventilasi.
Perasat Sellick (takanan krikoid) : untuk mencegah aspirasi regurgitasi isi
lambung ke dalam paru dan membantu visualisasi orifisium trakea. Penekanan
dilakukan sampai pipa endotrakea masuk, balon pipa dikembangkan dan posisi
pipa dipastikan tepat.
Pada henti jantung atau henti napas, pemberian ventilasi dengan memperhatikan
hal-hal :
Volume:
Besarnya volume O2 yg diberikan dengan kantung napas-sungkup muka
secara ideal sesuai dgn volume tidal dan secara fisik sampai dada tampak
terangkat
Pada pasien obesitas diberikan volume yg lebih besar
Setiap pemberian volume lamanya 1 detik
Kecepatan : kecepatan pemberian ventilasi tekanan positif dengan kantung
napas-sungkup muka adalah :
10 x/menit pada RJP
12x/menit pada henti jantung dan henti napas
Siklus kompresi dada-ventilasi : tidak ada sinkronisasi antara kompresi dada
dan pemberian ventilasi
Penghisapan secret jalan napas atas yang tersumbat: umumnya yg dibutuhkan
adalah daya hisap sebesar -80 hingga -120 mmHg. Unit penghisap yg tertanam
pada dinding dapatmemberikan daya hisap hingga lebih dari -300 mmHg
Bila fungsi sirkulasi tidak adekuat, tindakannya ialah optimasi fungsi sirkulasi,
yaitu :

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Melakukan resusitasi cairan : agar volume cairan intravaskular


Mengoptimalkan kontraksi otot jantung : dopamine, dobutamin, adrenalin
Memperbaiki keadaan pembuluh darah : noradrenalin atau golongan nitrat
Memperbaiki irama jantung : obat antiaritmia
Pemantauan terhadap oksigenasi jaringan :
Pemantauan O2 di paru : SaO2 (Sp.O2), FiO2, A-a DO2
Pemantauan O2 didarah : SaO2, PaO2, oxygen content
Pemantauan O2 ditingkat sel : kadar laktat darah, base deficit, saturasi O2
vena sentral
Defibrilasi merupakan suatu proses pemberian sejumlah arus listrik u/ kejut
jantung melalui alat defibrillator.
Defibrilasi dilakukan pada kondisi VT dan VF atau VT polimorfik
Pada defibrilasi bifasik, beasrnya energy awal 150-200J dengan bifasik
eksponensial atau 120 J dengan bifasik rectilinear
Bila menggunakan defibrillator monofasik 360 J
Dosis 4-9J/Kg efektif memberi defibrilasi pada anak. Pada anak usia 1-8 tahun
defibrilasi manual yg direkomendasikan (monofasik atau bifasik) adalah 2J/kg
untuk percobaan pertama dan 4 J/kguntuk percobaan selanjutnya.
RJP tetap dilakukan sebelum dan sesudah kejut dilakukan
Penolong harus menempatkan elektroda pada posisi sternal-apikal. Lempeng dada
kanan (sternal) diletakkan pada dada bagian supero-anterior bagian kanan dan
lempeng apical (kiri) diletakkan pada dada bagian infero-lateral kiri. Peletakan
lempeng pada posisi lain yg masih dapat diterima adalah pada dinding lateral
kanan dan kiri (biaksiler) atau lempeng kiri pada posisi apical standar sedangkan
lempeng lainnya diletakkan pada punggung kanan atau kiri
Dosis awal untuk kardioversi AF adalah 120-200 J. sedangkan kardioversi untuk
AF dan SVT membutuhkan 50-100J. pada anak2 dapat diberikan energy awal 0,5-
1J/Kg untuk SVT dgn dosis mak. 2 J/kg. VT monomorfik yg tidak stabil dgn nadi
diobati dengan kardioversi tersinkronisasi 100-200 J. VT polimorfik dengan atau
tanpa nadi diobati sama kyk VF dengan defibrilasi. Dosis u/ anak 0,5-1 J/Kg dgn
dosis max. 2 J/Kg sama seperti pada SVT
Pacu jantung dapat dilakukan pada pasien2 dengan bradikardia simtomatik dan
tdk direkomendasikan pada asistol

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Alat pacu jantung transkutan adalah alat defibrillator manual yg memiliki fungsi
pacu jantung.
Prosedur tindakan :
Bila mungkin berikan sedasi (midazolam) pada pasien karena dapat
menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman
Pasang pad elektroda. Anjuran pemasangan pad adalah pada posisianterior-
posterior dengan elektroda positif diletakkan di posterior punggung antara
scapula dan tulang vertebra dan elektroda negative diletakkan di anterior di
antara processus xyphoideus dan areola mammae kiri (posisiV2-V3). Pada
perempuan, payudara harus diangkat dulu. Alternative posisi pad adalah posisi
apeks-sternum dengan elektroda negative diletakkan pada apeks jantung dan
elektroda positif pada dada kanan bagian atas
Nyalakan defibrillator dan pilih mode pacing.
Pilih kecepatan laju pacu jantung (60-70x/menit)
Atur output pacu. Bila kondisi hemodinamik pasien tidak baik dapat dimulai
dengan output maksimal terlebih dahulu baru diturunkan dan output dipasang
5-10 mA. Tetapi bila kondisi masih memungkinkan, output disetel rendah ke
tinggi hingga terjadi pacu jantung, output dipasang 5-10 mA
Perhatikan cardiac capture, selalu konfirmasi cardiac capture dengan perabaan
nadi
Ambang pacu biasanya di bawah 80 mA
Alat-alat elektronik dapat mengganggu unit eksternal alat pacu, harus berjarak
min. 2 meter dari alat pacu.
RJP tidak perlu dilaksanakan bila :
Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti
Henti jantung terjadi pada penyakit stadium akhir yang telah mendapat
pengobatan secara optimal
Pada neonates atau bayi dengan kelainan yg memiliki mortalitas tinggi
Tanda2 klinis kematian yg irreversible
Upaya RJP dengan risiko membahayakan penolong
Penderita dengan trauma yang tidak bisa diselamatkan

RJP Dihentikan bila :


Penolong sudah melakukan BHD dan lanjut secara optimal

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Mempertimbangkan terpapar bahan beracun atau overdosis


Cardiac Arrest tidak disaksikan oleh penolong
Asistol yang menetap selama 10 menit
Tidak ada respon setelah dilakukan bantuan Hidup Jantung Lanjut min. 20
menit
Penolong RJP menerima keputusan u/ memperpanjang atau menghentikan
resusitasi
Menurunnya kemungkinan keberhasilan

Tindakan RJP pada asistol bisa lebih lama bila:


Usia muda
Asistol menetap karena toksin atau gangguan elektrolit
Hipotermia
Overdosis Obat
Usaha Bunuh Diri
Permintaan Keluarga
Korban Tenggelam di Air Dingin
Alur Bantuan Hidup Dasar untuk Tenaga Kesehatan

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Pengenalan dan Aktivasi


Menilai respon penderita : dilakukan bila kondisi sudah aman, menepuk2 dan
menggoyangkan sambal memanggil penderita.
Bila ada respon : pertahankan dalam posisi mantap, sambal memantau
tanda vital sampai bantuan datang
Bila tidak ada respon :
aktivasi system gawat darurat dengan memanggil bantuan atau
menghubungi sarana kesehatan
pemeriksaan napas dan nadi secra simultan selama 5-10 detik
Chest Compression (Kompresi Dada)
Pengecekan pulsasi tidak diperlukan apa bila :
Penolong Awam
Penilaian pulsasi nadi dilakukan < 10 detik. Jika dalam 10 detik tidak
teraba pulsasi arteri maka langsung dilakukan compresi
Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :
Penderita dibaringkan di tempat yg datar dank eras
Tentukan lokasi kompresi di dada yaitu di setengah bagian bawah tulang
sternum. Letakkan tumit salah satu tangan di titik kompresi tersebut.
Tangan satunya ditumpangkan di atas tangan yang melakukan kompresi
Posisi lengan lurus dengan siku terkunci, sehingga bahu ada di atas sternum
pasien. Untuk mendapatkan posisi ini biasanya lutut harus dekat dengan
tubuh pasien
Menekan sternum dengan menggunakan BB dan bukan kekuatan tangan
Untuk dewasa, berikan kompresi dada dengan kedalaman 5-6 cm. Pada
anak dan bayi, kedalaman 1/3 diameter dinding anteroposterior dada, atau
4 cm (1,5 inchi) pada bayi dan sekitar 5 cm (2 inchi) pada anak.
Penolong melakukan kompresi 100-120x/menit tanpa interupsi. Penolong
tidak terlatih melakukan kompresi saja. Penolong terlatih melakukan
kompresi dan ventilasi (30:2)
Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali secara sempurna
setiap kali kompresi
Seminimal mungkin melakukan interupsi pada kompresi

Airway

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Head tilt chin lift pada penderita yang tidak mengalami cedera lehe. Posisikan
telapak tangan pada dahi sambal mendorong dahi kebelakang, pada waktu
yang bersamaan, ujung jari tangan yang lain mengangkat dagu. Ibu jari dan
telunjuk harus bebas agar dapat digunakan menutup hidung jika perlu
memberikan napas buatan.
Jaw-thrust maneuver pada penderita yang dicurigai menderita trauma servikal.
Posisikan setiap tangan pada sisi kanan dan kiri korban, dengan siku bersandar
pada permukaan tempat korban telentang dan pegang sudut rahang bawah dan
angkat dengan kedua tangan akan mendorong rahang bawah kedepan.
Breathing
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan bantuan napas :
Berikan bantuan napas dalam waktu 1 detik
Sesuai volume tidal yg cukup u/ mengngkat dinding dada
Diberikan 2 x bantuan napas setelah kompresi 30x
Pada 2 penolong dan telah ada alat bantu napas, maka napas buatan
diberikan setiap 6 detik, sehingga menghasilkan pernapasan dengan
frekuensi 10x/menit
Pemberian bantuan napas yang berlebihan tidak diperlukan
Beberapa cara memberikan bantuan napas :
Pernapasan buatan mulut-mulut
Pertahankan head tilt-chin lift
Jepit hidung dengan ibu jari dan telunjuk serta tangan lain
mempertahankan posisi head tilt chin lift
Buka sedikit mulut korban
Pada saat akan membuang napas, tempelkan rapat bibir penolong
melingkari mulut pasienkemudian tiupkan lambat, setiap tiupan
selama 1 detik dan pastikan sampai dada terangkat
Tetap pertahankan posisi kepala, lepaskan mulut penolong dari mulut
korban, lihat apakah dada korban turun saat ekshalasi.
Pernapasan mulut-hidung
Dilakukan jika pernapasan mulut-mulut sulit
Mengatupkan mulut korban disertai mengngkat dagu kemudian
tiupkan udara

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Buka mulut korban waktu ekshalasi


Pernapasan mulut-sungkup
Letakkan korban pada posisi telentang
Letakkan sungkup pada muka korban dan dipegang dengan ke2
ibu jari
Lakukan head tilt0chin lift, tekan sungkup ke muka korban agar
rapat kemudian tiup melalui lubang sungkup sampai dada
terangkat
Hentikan tiupan dan amati turunnya dada
Pernapasan dengan kantung napas buatan
Bila pemberi napas hanya 1 orang, dengan ibu jari dan jari telunjuk
melingkari pinggir sungkup dan jari2 lainnya mengangkat rahang
bawah (E-C clamp), tangan yg lain memompa kantung napas
sembari melihat dada terangkat
Bila terdapat 2 penolong yg memberikan pernapasan, satu
penolong pada posisi diatas kepala pasien menggunakan ibu jari
dan telunjuk tangan kiri dan kanan untuk mencegah agar tidak
terjadi kebocoran disekitar sungkup dan mulut, jari-jari yang lain
mengangkat rahang bawah dengan mendongakkan kepala sembari
melihat pergerakkan dada. Penolong ke 2 secara perlahan (1 detik)
memompa kantung sampai dada terangkat.
RJP dengan 2 penolong
Jika penolong 1 sedang memberikan napas buatan, penolong 2
mengambil posisi kompresi. Posisi kedua penolong bersebrangan
Penolong kompresi dada melakukan hitungan 30x dengan suara keras,
penolong pemberi napas menghitung banyaknya siklus
Jika penolong ingin berganti tempat, penolong kompresi memberi aba-
aba.
Komplikasi RJP
Aspirasi
Paru tertusuk tulang iga, perdarahan pada paru
Tulang iga patah atau retak
Defibrilasi

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Tindakan defibrilasi sesegera mungkin memegang peranan penting, karena :


Irama dasar jantung yg paling sering didapat pada kasus henti jantung
mendadak yg disaksikan di luar rumah sakit adalah fibrilasi ventrikel
Terapi untuk fibrilasi ventrikel adalah fibrilasi
Kemungkinan keberhasilan tindakan defibrilasi berkurang berkurang
seiring bertambahnya waktu
Perubahan irama dari fibrilasi ventrikel menjadi asistol seiring
berjalannya waktu
Defibrilasi bisa dilakukan dengan defibrillator manual atau automated
external defibrillator (AED)
Penderita dewasa yg mengalami VT tanpa nadi atau VF diberikan defibrilasi
360 J pada defibrillator monofasik dan 200 J pada bifasik.
Pada anak diberikan dengan dosis 2-4 J/kg BB dapat diulang dengan dosis 4-
10 J/KgBB dan tidak melebihi dosis dewasa
Pada neonates penggunaan defibrillator manual lebih dianjurkan
Penggunaan defibrillator diindikasikan untuk VF dan VT, tidak untuk asistol
dan PEA
Protocol penggunaan AED :
Menyalakan AED : menghidupkan alat dengan cara menekan tombol
ON atau cukup dengan membuka tutup AED
Tempelkan elektroda :
Pastikan ukuran sesuaiukuran (dewasa vs anak)
Elektroda 1 diletakkan dibawah tulang belikat kanan, elektroda 2
diletakkan di dada kiri samping bagian bawah
Bersihkan terlebih dahulu dada korban : kalau basah dikeringkan
terlebih dahulu, kalau ada rambut didada cukur dahulu
Jangan sentuh korban dan analisa irama jantung
Pastikan penolong dan orang2 yg berada disekitar u/ menjauh dari
korban
Pastikan tidak ada yang menyentuh korban
Cegah semua gerakan terhadap korban pada saat korban sedang
dianalisis
Analisis irama jantung memerlukan waktu 5-15 detik

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Jika terdapat VT/VF, alat tersebut akan memberi instruksi secara


tertulis atau melalui alarm atau suara yang mengindikasikan u/
dilakukan shock
Jangan menyentuh korban dan tekan tombol shock bila diinstruksikan
Penolong harus mengatakan clear
Setelah shock pertama segera lakukan RJP selama 2 menit atau 5 siklus
(30:2)
Setelah 2 menit, AED akan melakukan analisa irama kembali
Jika VT/VF menetap, shock kembali dan RJP setelah shock. Demikian
seterusnya
Bila instruksi tidak perlu shock pada pasien tanpa tanda sirkulasi
maka lakukan RJP
Bila instruksi tidak perlu shock pada pasien dengan tanda sirkulasi
( pasien bergerak/sadar/bernapas/ada nadi) : jika tidak bernapas beri
bantuan napas dengan kecepatan 10-12x/menit. Jika bernapas letakkan
pada posisi mantap. AED tetap terpasang
AED dalam Ambulans: AED tetap menempel tetapi hasil analisis tidak dapat
dipercaya. Jika perlu penilaian analiasa maka ambulas dihentikan dulu
Integrasi RJP dengan AED :
Langkah yg harus dikerjakan secara simultan:Bila ada 2 penolong langkah
berikut harus dilakukan bersamaan
Menghubungi UGD RS terdekat melalui telepon
Lakukan RJP segera
Mengoperasikan AED
AED dengan 1 penolong :
Menilai respons dan napas
Hubungi UGD RS terdekat. Ambil AED
Jika tidak ada respond an naps (tidak ada tanda2 sirkulasi), pasang AED
Hidupkan AED
Pasang elektroda yang sesuai ukuran. Pastikan kabel elektroda
terpasang pada alat AED
Tekan tombol analisa, penolong dalam posisi menjauh dari korban
Tekan tombol shock, jika mesin memerintahkan shock dan pastikan
penolong tidak menyentuh korban.

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

AED dengan 2 atau lebih penolong :


Menilai respon dan napas
Panggil pertolongan. Penolong yg memanggil pertolongan sekalian
mengambil AED. Penolong yg satunya melakukan RJP sampai
penolong yg membawa AED dating
Bila AED dating, satu penolong mempersiapkan AED, penolong lain
terus RJP
Analisis irama. Pastikan semua penolong dalam posisi bebas (RJP
dihentikan) bila mesin menginstruksikan sedang menganalisis irama
atau sebelum menekan tombol analisa
Bila keluar perintah shock indicated dari AED:
Posisi semua penolong dalam keadaan bebas dari pasien
Tekan tombol shock. Setelah shock lakukan RJP segera selama 5
siklus atau 2 menit
AED akan melakukan analisa irama lagi setelah 2menit RJP, bila
keluar perintah shock lakukan shock dan RJP kembali, demikian
seterusnya
Bila keluar perintah no shock indicated dan tidak ada sirkulasi
lakukan RJP sampai mesin menginstruksikan menganalisa irama atau 2
menit bila penolong harus menekan tombol analisa
Penanganan setelah terdapat tanda sirkulasi
Letakkan korban pada posisi mantap
Terus awasi korban, pernapasan, kesadarandan tanda sirkulasi (tanda
vital)
Rujuk/bawa ke rumah sakit terdekat yang mempunyai fasilitas lebih
lengkap dan AED masih terpasang selama dalam perjalanan
Pemeliharaan Alat AED
Alat AED harus dipelihara dan diperiksa secara berkala dengan baik
Protokol penggunaan alat kejut listrik konvensional (manual defibrillator) :
Pada kasus henti jantung, RJP adalah tindakan yg mutlak dilakukan dan
interupsi terhadap kompresi harus minimal. Prinsip ini tetap berlaku pada
penggunaan defibrillator. Selama persiapan alat dan pengisian tenaga,
korban tetap dilakukan kompresi dada.

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Tekan tombol power ON atau putar saklar kea rah gambar EKG untuk
menghidupkan monitor
Tempelkan kancing elektroda atau gunakan pedal defibrillator untuk
melakukan analisis secara cepat
Lihat irama monitor. Bila akan melakukan kejut listrik, berikan gel di
pedal defibrillator atau dada penderita untuk mencegah luka bakar yang
berat serta memperbaiki hantaran listrik dari pedal ke tubuh penderita
Bila irama yang terlihat pada monitor adalah VF/VT tanpa nadi, maka
lakukan pemberian shock dengan 360 J pada defibrillator monofasik atau
200 J pada bifasik. Lakukan pengisian sampai ke energy yg diinginkan
(biasanya ditandai dengan bunyi alarm). Satu pedal diletakkan diapeks
jantung dan yg lain diletakkan di sternum dengan disertai pemberian
tekanan sebesar 12,5 kg saat ditempelkan ke dinding dada. Listrik
dialirkan dengan menekan tombol discharge (brgambar listrik)yg berada
dikedua gagang.
Segera lakukan RJP selama 2 menit atau 5 siklus. Setelah itu lakukan
evaluasi. Bila masih VF/VT lakukan shock dan RJP kembali. Bila asistol,
periksa apakah benar2 asistol atau masalah pada peralatan. Bila tampak
irama dengan kompleks QRS, maka periksa nadi, bila tidak ada nadi
berarti PEA.
Pada asistol/PEA lakukan RJP 5 siklus
Penilaian pulihnya sirkulasi
RJP (30:2) terus dilakukan sampai ditemukan tanda-tanda sirkulasi pada
korban (mulai bergerak) atau pertolongan diambil alih.
Tahapan BHD pada Anak
Prinsip BHD sama seperti dewasa C-A-B
Untuk anak >8 tahun pertolongan sama seperti dewasa
Penilaian respon : memanggil sambil menepuk atau menggoyangkan sambal
perhatikan tanda trauma
Mengaktifkan system gawat darurat :

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Bila tidak respond an penolong lebih dari 1 org, penolong 1 melakukan


RJP sambal penolong 2 mengaktifkan system gawat darurat dan
mengambil AED
Bila penolong hanya sendiri maka lakukan RJP (30:2) sebanyak 5 siklus
atau 2 menit terlebih dahulu sebelum memanggil bantuan dan mengambil
AED
Kompresi jantung
Pemeriksaan nadi pada bayi dilakukan pada arteri brakhialis atau
femoralis, sedangkan pada anak usia > 1 tahun dapat dilakukan mirip
dewasa
Teknik kompresi pada bayi menggunakan teknik kompresi 2 jari atau 2 ibu
jari.
Jika penolong lebih dari 1 maka gunakan teknik kompresi menggunakan 2
ibu jari menekan thoraks. Dan ke empat jari lainnyamelingkar thoraks,
sedangkan penolong lainyya memberikan ventilasi
Bila penolong 1 org, dilakukan teknik kompresi menggunakan 2 jari
sambal tangan satunya menstabilkan airway.
Pada anak usi <8 tahun dilakukan teknik 1 tangan
Kompresi dada pada anak umur 1-8 tahun :
Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan jari2
pada tulang iga anak
Menekan sternum sedalam 5 cm kemudian lepaskan denganrasio tekan-
lepas adalah dengan kecepatan 100-120x/menit
Setelah 30x kompresi, buka jalan napas dan berikan 2x bantuan napas
sampai dada terangkat(u/ 1 penolong)
Untuk 2 penolong, RJP 15:2
Kompresi dada pada bayi :
Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum, lebar 1 jari
berada di bawah garis intermammary
Menekan sternum sedalam 4 cm kemudian angkat tanpa melepas jari dari
sternum, dengan kecepatan 100-120x/menit
Setelah 30x kompresi, buka jalan napas dan berikan 2x bantuan napas
sampai dada terangkat(u/ 1 penolong)

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Untuk 2 penolong, RJP 15:2


Airway dan Breathing
Setelah kompresi 30x (1 penolong) atau 15x (2 penolong), maka diberikan
2 bantuan napas
Perhatikan pemberian volume pernapasan agar tidak berlebihanjika kita
memberikan bantuan napas dengan kantong pernapasan u/ mencegah
pneumothoraks
Posisi mantap pada anak dan bayi
Untuk anak posisi mantap serupa dewasa

Untuk bayi, langkah yg dilakukan :


Gendong bayi dilengan penolong sambal mensupport perut dan dada
bayi dengan kepala terletak lebih rendah untuk mencegah tersedak
karena lidah bayi tersebut atau aspirasi
Usahakan tidak memblok mulut dan hidung bayi
Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut nadi dan
pernapasan sampai pertolongan medis datang
Kondisi yang menyebabkan sumbatan jalan napas:
Benda asing termasuk darah dan muntahan
Edema laring atau bronkus akibat trauma
Spasme laring atau bronkus akibat radang atau trauma
Tumor
Kondisi paru yang menyebabkan oksigenasi terganggu :
Infeksi
Aspirasi
Edema paru
Kontusio Paru
Keadaan tertentu yg menyebabkan rongga paru tertekan oleh benda asing
seperti pnemotoraks, hematotoraks, dan efusi pleura
Kondisi yang meyebabkan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan :
Miastenia gravis
GBS
Multipel sclerosis
Poliomielitis

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Kiposkoliosis
Distrofi muscular
Penyakit motor neuron

Penyebab henti jantung


Gagal jantung
Tamponade jantung
Miokarditis
Kardiomiopati hipertrofi
VF yg mungkin disebabkan iskemia miokard, infark, tersengat listrik,
gangguan elektrolit, atau obat-obatan
Gambaran henti jantung dapat berupa
VF (ventrikel fibrilasi)
VT tanpa nadi (ventrikel takikardi)
PEA (pulseless ventricular takikardi)
Asistol
Tata laksana henti jantung
Dasar keberhasilan BHD adalah RJP yang berkualitas dan defibrilasi segera
pada VT/VF
Selama alat bantu napas belum terpasang, RJP dilakukan 30x dan 2x ventilasi.
Kecepatan kompresi 100x/menit dan maksimal 120x/menit.
Setelah jalan napas supraglotik atau pipa endocardial terpasang, RJP
dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100-120x/menit dan ventilasi 1x/6
detik atau 10x/menit
Satu2nya terapi pada VF/VT adalah defibrilasi
Pemasangan akses IV, pemberian obat, dan alat bantu napas tidak boleh
menyebabkan ada penundaan atau interupsi terlalu lama terhadap kompresi
dan defibrilasi
VF/VT tanpa nadi
VF : tidak tampak kompleks QRS dan segmen ST
Etiologi : PJK, gangguan elektrolit, gangguan metabolic, toksisitas obat
(digitalis, phenothiazine, antidepresan trisiklik dan tetrasiklik)
VT berubah jadi VF dalam hitungan detik atau menit, kadang torsade de
point berubah menjadi VF
Gambaran klinis : tidak sadar, tidak napas , tidak ada nadi
Tatalaksana :

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Lakukan survei primer untuk menentukan henti jantung


Jika terbukti lakukan RJP sambal menunggu AED
Ketika AED dating, segera pasang sadapan pada tubuh korban tanpa
menghentikan RJP
Setelah monitor terpasang dan siap dibaca, hentikan RJP (10 detik) dan
lihat dimonitor irama yg terlihat
Bila VT/VF lakukan defibrilasi dengan energy mak. 360 J(monofasik)
atau 200J (bifasik). Sebelumnya katakan clear
Lalu lakukan RJP 5 siklus atau 2 menit, sambal pasang jalur intravena
Setelah 5 siklus hentikan RJP dan evaluasi irama pada monitor
Bila masih VT/VF lakukan defibrilasi 360 J dan RJP 5 siklus tanpa
melihat irama dan berikan epinefrin 1mg IV/IO yg dapat diulang 3-5
menit, dilanjutkan intubasi
Setelah RJP 2 menit, lihat monitor. Bila masih VT/VF kemudian lakukan
defibrilasi 360 J dan RJP 5 siklus dan berikan amiodarone 300 mg
Setelah RJP 2 menit, lihat monitor. Bila masih VT/VF kemudian lakukan
defibrilasi 360 J dan RJP 5 siklus dan berikan epinefrin 1 mg
Setelah RJP 2 menit, lihat monitor. Bila masih VT/VF kemudian lakukan
defibrilasi 360 J dan RJP 5 siklus dan berikan amiodarone 150 mg
Setelah RJP 2 menit, lihat monitor. Bila masih VT/VF kemudian lakukan
defibrilasi 360 J dan RJP 5 siklus dan berikan epinefrin 1 mg
Setelah RJP 2 menit, lihat monitor. Bila masih VT/VF kemudian lakukan
defibrilasi 360 J dan RJP 5 siklus (2 menit)
Intubasi dapat dilakukan pada saat pemberian epinefrin ataupun
amiodarone yg pertama. Bila pemberian oksigenasi baik, maka intubasi
dapat ditunda, tapi bila henti jantung tidak disaksikan maka lakukan
intubasi segera
Bila terdapat perubahan irama maka talak sesuai irama saat itu
Lakukan penilaian setelah sirkulasi spontan, nilai kembali ABC,
penambahan obat tergantung kondisi pasien
PEA/Asistol
PEA : adanya gambaran listrik tetapi tidak ada denyut nadi
Asistol : jantung berhenti berkontraksi

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Gambaran EKG PEA : kompleks QRS yg lebar dengan frekuensi rendah


sekitar 20-40x/menit atau <20x/menit
Gambaran EKG asistol : garis lurus tanpa aktivitas ventrikel
Talak PEA :
Lakukan survei primer untuk menentukan henti jantung
Jika terbukti lakukan RJP sambal menunggu AED
Ketika AED dating, segera pasang sadapan pada tubuh korban tanpa
menghentikan RJP
Setelah monitor terpasang dan siap dibaca, hentikan RJP (10 detik) dan
lihat dimonitor irama yg terlihat
Bila ternyata irama terorganisasi bukan VT/VF, bukan asistol lakukan
perabaan karotis
Bila tidak teraba segera RJP
Segera berikan epinefrin 1 mg dan lanjutkan RJP sebanyak 5 siklus (2
menit) pertimbangkan intubasi
Setelah RJP 2 menit, hentikan RJP lihat irama. Bila masih tetap cek nadi
karotis, bila masih tidak teraba lakukan RJP 5 siklus kembali
Setelah RJP 2 menit, hentikan RJP lihat irama. Bila masih tetap cek nadi
karotis, bila masih tidak teraba lakukan RJP 5 siklus kembali dan berikan
efinefrin 1 mg
Setelah RJP 2 menit, hentikan RJP lihat irama. Bila masih tetap cek nadi
karotis, bila masih tidak teraba lakukan RJP 5 siklus kembali
Talak Asistol:
Lakukan survei primer untuk menentukan henti jantung
Jika terbukti lakukan RJP sambal menunggu AED
Ketika AED dating, segera pasang sadapan pada tubuh korban tanpa
menghentikan RJP
Setelah monitor terpasang dan siap dibaca, hentikan RJP (10 detik) dan
lihat dimonitor irama yg terlihat
Bila gambaran asistol, pastikan benar asistol, jika sdh pasti lakukan RJP
Segera berikan efinefrin 1 mg dan lanjut RJP sebanyak 5 siklus (2 menit).
Pertimbangkan intubasi
Setelah RJP 2 menit, hentikan RJP lihat irama. Bila masih tetap asistol
lakukan RJP 5 siklus kembali

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Setelah RJP 2 menit, hentikan RJP lihat irama. Bila masih tetap asistol
lakukan RJP 5 siklus kembali dan berikan efinefrin 1 mg
Evaluasi ulang
Perawatan pasca henti jantung merupakan komponen penting dalam tata laksana
bantuan hidup jantung lanjut
Algoritma perawatan pasca henti jantung
Kembalinya sirkulasi spontan : terabanya nadi atau tampaknya tanda-tanda
sirkulasi
Optimalkan ventrikel dan oksigenasi: untuk menghindari hipoksia pada pasien
pasca henti jantung, gunakan konsentrasi O2 yg paling tinggi yg bisa dicapai
sampai saturasi darah atau tekanan O2 darah dapat diukur
Atasi Hipotensi (TD sistolik <90 mmHg, tekanan arteri rata2 <65 mmHg)
Hipotensi biasanya disebabkan oleh masalah rate atau irama, volume dan
pompa jantung.
Terapi utama pada pasca resusitasi adalah memastikan kecukupan cairan
intravascular, usaha korektif pertama dengan meningkatkan volume
intravascular. Cairan yang diberikan 1-2 liter (20-40 cc/Kg) bolus
larutan Nacl 0,9% atau RL secara bolus IV atau IO
Berbagai obat dapat dipilih dengan tujuan memperbaiki laju jantung,
kontraktilitas miokardium, meningkatkan tekanan arteria tau mengurangi
afterload
Obat-obat adrenergic tidak boleh dicampur dengan sodium bicarbonate
atau larutan alkali. Norepinefrin dan ketokolamin dapat menyebabkan
nekrosis jaringan bila terjadi ekstravasasi, infiltrasikan 5-10 mg
phentolamine yg diencerkan dengan NaCl 0,9% 10-15 mL pada tempat yg
ekstravasasi.
Jenis dan dosis obat2 vasoaktif :
Epineprin : 0,1-0,5 ug/kg/min
Noreepinefrin : 0,1-0,5 ug/kg/min
Phenylephrine : 0,5-2,0 ug/kg/min
Dopamin : 5-10 ug/kg/min
Dobutamine : 5-10 ug/kg/min

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Milrinone : dosis awal 50 ug/kg selama 10 min lalu dilanjutkan infus


0,375 ug/kg/min
EKG 12 sadapan : harus dilakukan segera untuk menentukan adanya STEMI
Reperfusi Koroner : bila pada pasien yg selamat pasca henti jantung di luar
rumah sakit, maka angiografi coroner harus dilakukan segera.
Apakah pasien mengikuti perintah ?
Mulai Targeted Temperature Management (TTM) :
TTM digunakan untuk tindakan menginduksi hipotermia
Induksi hipotermia denga kisaran suhu 32 oC hingga 36oC dan
dipertahankan hingga setidaknya 24 jam untuk kemudian dilakukan
peningkatan suhu secara bertahap (kira-kira 0,25 oC/jam) hingga
normotermia.
Perawatan Intensif lanjutan
Perawatan Neurologis
Pengelolaan Kejang
Pemeriksaan EEG untuk diagnosis kejang pada pasien koma pasca
henti jantung harus segera dilakukan dan diinterpretasi
Pemberian obat antikonvulsan profilaksis tidak dianjurkan
Obat-obat neuroprotektif
Tatalaksana emboli paru setelah RJP : Fibrinolitik dapat dipertimbangkan
pada pasien pasca henti jantung yg disebabkan emboli paru
Sedasi setelah henti jantung
Sedasi/analgetik berkala/kontinyu dengan dosis dititrasi dapat
digunakan pada pasien tsb ataupun juga untuk menekan menggigil
selama dilakukan induksi hipotermia.
Obat opioid, ansiolitik dan obat sedative-hipnosis digunakan untuk
memperbaiki disinkroni antara pasien dan ventilator dan menekan
peningkatan katekolamin endogen
Intervensi Perawatan Kritis Lain
Pengendalian kadar gula darah
Steroid
Hemofiltrasi
Prognostikasi : pemeriksaan klinis dan penunjang yg tepat untuk
memperkirakan prognosis
Waktu untuk memprediksi keluaran
60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Waktu paling tepat u/ prognostikasi menggunakan pemeriksaan klinis


adalah 72 jam setelah suhu kembali normal
TTM waktu prognostikasi biasanya berkisar 4,5 hingga 5 hari setelah
ROSC
Hasil pemeriksaan yang menunjukkan prognosis buruk adalah :
Hilangnya reflex cahaya pupil bilateral pada pasien koma 72 jam atau
lebih setelah henti jantung
Hilangnya reflex kornea bilateral (72-120 jamsetelah henti jantung
pada pasien yg mendapat TTM, dan 24-48 jam pada pasien yg tidak
mendapat TTM)
Sikap tubuh yg ekstensi atau tidak ada respon motoric terhadap
rangsang nyeri
Status mioklonu dalam 72-120 jam pertama pasca henti jantung
Hasil pemeriksaan EEG untuk mempredeksi prognosis buruk :
Pada pasien koma pasca henti jantung yg mendapat TTM, tidak
adanya reaktivitas EEG terhadap rangsang eksternal secara persisten
pada 72 jam setelah henti jantung menunjukkan prognosis buruk
Status epilepticus yg tidak dapat dikontrol dan persisten (lenih dari 72
jam) dan disertai tidak adanya reaktivitas EEG terdapat rangsang
eksternal
Pada pasien koma pasca henti jantung yg tidak mendapat TTM
Evoked potentials untuk mempredeksi prognosis :
Somatosensory evoked potentials (SSEPs) digunakan sebagai alat
prognostic pada pasien pasca henti jantung
Hilangnya SSEP N20 bilateral 24 hingga 72 jam setelah henti jantung
atau setelah dihangatkan menunjukkan prognosis yg buruk
Hasil Pemeriksaan Pencitraan otak yg menunjukkan prognosis yg buruk
adalah :
Terdapatnya penurunan yg besar pada GWR CT otak yg didapat pada
2 jam setelah henti jantung
Restriksi difusi pada MRI otak yg disertai predictor lain yg sudah
lebih akurat dalam 2-6 hari pasca henti jantung
Penanda darah untuk memprediksi prognosis

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Neuron specific enolase (NSE) dan S-100B adalah penanda darah yg


paling banyak diperiksa
Pemeriksaan NSE pada 48-72 jam pasca henti jantung hanya terbatas
sebagai alat konfirmasi saja dan bukan penanda primer untuk
prognosis.
Program pertolongan gadar serangan jantung :
Tak diketahui sakit jantung Diketahui sakit Jantung

Stop aktivitas& duduk/baring Stop aktivitas& duduk/baring

Beri tablet aspilet 160-320 mg Beri tablet nitrogliserin tiap 3-5 menit
Tunggu 5 menit, evaluasi (mak. 3 kali)

Nyeri menetap
Aktifkan the chain of survival

Patofisiologi SKA : Plak tidak stabil, Ruptur plak, Angina tidak stabil,
mikroemboli, thrombus oklusif
Diagnosis SKA :
Gejala umum iskemia dan infark miokard adalah nyeri dada retrosternal, sulit
melokalisir rasa nyeri, rasa berat seperti dihimpit, ditekan, diremas, panas,
dada terasa penuh. Waspadai bila ada keluhan nyeri epigastric, sinkope, atau
sesak napas. Penjalaran ke lengan kiri, bahu, punggung, epigastrium, leher
rasa tercekik atau rahang bawah rasa ngilu. Nyeri berlangsung >20 menit,
tidak hilang dengan istirahat atau nitrat sublingual. Disertai keluhan mual,
muntah atau keringat dingin.
Pemeriksaan Fisik pada SKA umumnya normal. Terkadang terlihat cemas,
keringat dingin, atau didapat tanda komplikasi berupa takipnea, takikardia-
bradikardi, adanya gallop S3, ronki basah halus di paru atau terdengar bising
jantung (murmur)
Berdasarkan gambaran EKG pasien SKA dapat diklasifikasikan dalam 3
kelompok :
Elevasi segmen ST atau LBBB baru/dianggap baru. Didapatkan gambaran
elevasi segmen ST minimal di dua sadapan yg berhubungan

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yg dinamis pada saat pasien


mengeluh nyeri dada
EKG non diagnostic baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal.
Cara menilai deviasi segmen ST di EKG
Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya tanda nekrosis miokard
seperti CKMB, Troponin T dan I serta myoglobin. Troponin lebih sensitive
daripada CKMB
Mioglobin : meningkat setelah jam2 awal terjadinya infark dan mencapai
puncak pada jam 1-4 dan tetap tinggi sampai 24 jam
CKMB : mulai meningkat 3 jam setelah infark dan mencapai puncak 12-
14 jam. CKMB menghilang dalam darah 48-72 jam setelah infark
Troponin ada 2 bentuk, yaitu troponin T dan troponin I. enzim ini
meningkat pada jam 3 hingga 12 jam setelah onset iskemik dan mencapai
puncak pada 12-24 jam serta masih tetap tinggi sampai hari ke 8-21
(Troponin T) dan 7-14 (Troponin I)
Troponin maupun CKMB baru meningkat 3 jam setelah onset iskemik
Komplikasi yg paling sering adalah gangguan irama dan gangguan pompa
jantung. Gangguan irama dapat bersifat fatal bila menyebabkan henti jantung,
misalnya VF atau VT tanpa nadi. Komplikasi gagal jantung pada SKA dengan
infark miokard diklasifikasikan dalam klasifikasi killip
Kelas Killip Mortalitas
(%)
I Tidak ada komplikasi 6
II Gagal Jantung: ronkhi, S3, tanda bendungan paru 17
III Edema paru 38
IV Syok Kardiogenik 81

Tatalaksana :
Pra RS:
Bila dicurigai SKA, segera lakukanpemeriksaan EKG 12 sadapan dan
berikan pemberitahuan ke RS bila ada rencana untuk dilakukan tindakan
fibrinolysis
Tindakan yg dilakukan pada layanan gawat darurat adalah :

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Monitoring, dan amakan ABC. Persiapkan diri untuk melakukan RJP


dan defibrilasi
Berikan aspirin, dan pertimbangkan O2, nitrogliserin dan morfin jika
diperlukan
Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi. Jika ada ST elevasi,
informasikan RS, catat waktu onset dan kontak pertama dgn tim medis
Lakukan pemberitahuan ke RS u/ melakukan persiapan penerimaan
pasien dengan SKA
Bila akan diberikan fibrinolitik pra RS, lakukan check list terapi
fibrinolitik
Aspirin dapat diberikan sesegera mungkin pada pasien dengan kecurigaan
SKA sehingga dapat diberikan pra RS secara dikunyah dengan dosis 160-
325 mg. sebelum memberikan aspirasi pastikan tidak terdapat alergi
aspirasi pada pasien.
Tatalaksana awal di RS
Penilaian awal di IGD (<10 menit)
Cek tanda vital, evaluasi saturasi O2
Pasang akses intravena
Lakukan anamnesis danpemeriksaan fisik yg singkat dan terarah
Lengkapi checklist fibrinolitik, cek kontraindikasi
Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan pembekuan darah
Pemeriksaan foto toraks portable (<30 menit setelah pasien sampai di
IGD)
Tatalaksana awal di IGD
Segera berikan O2 4 lpm dengan kanul nasal bila didapatkan dyspnea,
hipoksemia dan tanda gagal jantung atau saturasi O2 <90%
Berikan Aspirin 160-325 mg dikunyah (bila pra RS belum diberikan)
Nitrogliserin/nitrit sublingual atau spray atau intravena
Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin/nitrat
Modalitas terapi pada SKA:
Pemberian Oksigen diindikasikan pada kondisi
Pasien dgn nyeri dada menetap atau berulang atau hemodinamik
stabil
Pasien dengan tanda bendungan paru (gagal jantung akut)

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Pasien dengan saturasi O2 <90%


Aspirin dan NSAID
Penggunaan aspirin suposituria dapat digunakan pada pasien
dengan mual, muntah, atau ulkus peptic atau gangguan saluran
cerna atas. Dosis pemeliharaan 75-100 mg/hari
Obat NSAID tidak boleh diberikan pada SKA
Nitrogliserin
Tablet nitrogliserin sublingual dapat diberikan sampai 3 kali
dengan interval 3-5 menit jika tdk terdapat kontraindikasi
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hemodinamik
tidak stabil
Nitrogliserin penggunaannya harus hati2 pada keadaan pasien yg
menggunakan Viagra dalam waktu <24 jam, 48 jam pada tadalafil
Analgetik
Analgetik terpilih pada pasien SKA adalah morfin, pemberian
morfin diberikan jika pemberian nitrogliserin sublingual atau
semprot tidak respon.
Morfin merupakan pengobatan yg cukup penting pada SKA
karena:
Menimbulkan efek analgesic pada SSP yg dapat mengurangi
aktivitasi neurohumoral dan menyebabkan pelepasan
katekolamin
Menyebabkan venodilatasi yg akan mengurangi beban
ventrikel kiri dan mengurangi kebutuhan oksigen
Menurunkan tahanan vascular sistemik, sehingga mengurangi
afterload ventrikel kiri,
Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut
ADP/P2Y12 Inhibitor dan antiplatelet
Pemberian ADP Inhibitor dikombinasikan dengan aspirin
direkomendasikan pada SKA
Beberapa jenis ADP inhibitor yg saat ini digunakan pada pasien
SKA antara lain:
Ticagrelor : 180 mg loading dose per oral, 90mg dua kali sehari

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Prasugrel : 60 mg loading dose secara oral, 10 mg 1 kali per


hari
Klopidogrel : 300-600 mg loading dose per oral, 75 mg satu
kali per hari
Kaji EKG 12 sadapan
Berdasarkan hasil EKG, SKA dibagi menjadi :
SKA dengan ST elevasi/STEMI bila terdapat gambaran ST elevasi
atau LBBB baru
Angina Pektoris tidak stabil risiko tinggi bila pada EKGditemukan ST
depresi atau inversi gelombang T
Angina Pektoris tidak stabil risiko rendah/intermediate, bila EKG
normal atau perubahan ST segmen/gelombang T tidak diagnostic
Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST
Pengobatan utama pada STEMI adalah terapi reperfusi segera yg dapat
dilakukan dengan fibrinolitik
Terapi fibrinolitik segera sudah merupakan standart pengobatan pada
IMAEST yg onset serangan masih dalam 12 jam dan tidak terdapat
kontraindikasi
Sebelum melakukan terapi reperfusi harus dilakukan evaluasi sbb:
Langkah I :
Nilai waktu onset serangan
Risiko IMA EST (STEMI)
Risiko Fibrinolisis
Waktu yg diperlukan dari transportasi kepada ahli intervensi
(kateterisasi/IKP) yg tersedia

Langkah II
Pemilihan strategi terapi reperfusi (fibrinolysis atau invasive)
Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)
Onset < 3 jam Onset < 12 jam
Terapi invasive bukan pilihan (tidak Tersedia ahli PCI
Kontak medik-balon atau door to
ada akses kefasilitas PCI atau akses
balloon time <90 menit
vascular sulit) tau akan menimbulkan

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

penundaan Door to balloon time dikurangi door


Kontak medik-balon atau door to
to needle time <1 jam
balloon time >90 menit
Door to balloon time dikurangi
door to needle time >1 jam
Tidak terdapat Kontraindikasi Kontraindikasi fibrinolysis, termasuk
fibrinolisis risiko perdarahan dan perdarahan
intraserebral
STEMI risiko tinggi (CHF, Killip 3)
Diagnosis STEMI diragukan
Terapi Fibrinolisis : sebelum dilakukan tinakan fibrinolysis, pasien
harus dilakukan pemeriksaan ada tidaknya kontraindikasi
fibrinolysis
Kontraindikasi Absolut Kontraindikasi Relatif
Perdarahan intracranial kapanpun Tekanan darah yg tidak terkontrol
Stroke iskemik < 3 bulan dan > 3 Tekanan darah sistolik >180 mmHg
minggu dan Takanan darah diastolic >110
Tumor intracranial mmHg
Adanya kelainan struktur vascular Riwayat stroke iskemik > 3 bulan,
serebral demensia
Kecurigaan diseksi aorta Trauma atau RJP lama (>10 menit)
Perdarahan internal aktif atau atau operasi besar < 3 bulan
gangguan system pembekuan darah Perdarahan internal dalam 2-4 minggu
Cedera kepala tertutup atau cedera Penusukan pembuluh darah yg sulit
wajah dalam 3 bulan terakhir dilakukan penekanan
Hamil
Ulkus peptikum
Sedang menggunakan antikoagulan
dengan INR tinggi

Pengobatan fibrinolysis lebih awal (door-drug < 30 menit) dapat


membatasi luasnya infark
Jenis obat fibrinolysis di bagi menjadi fibrin spesifik (alteplase,
reteplase, tenecteplase) dan non fibrin spesifik (streptokinase).

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Di Indonesia umumnya streptokinase dengan dosis pemberian


sebesar 1,5 juta unit, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau
Dextrose 5 %, diberikan secara infus selama 30-60 menit
Fibrinolisis bermanfaat untuk diberikan pada :
ST Elevasi atau perkiraan LBBB baru
Infark miokard yg luas
Pada usia muda dengan risiko perdarahan intraserebral yg lebih
rendah. Sedangkan pada STEMI dgn onset serangan antara 12-
24 jam atau infark kecil atau pasien >75 tahun , fibrinilosis
kurang bermanfaat
Fibrinolisis berbahaya jika diberikan pada:
Depresi segmen ST
Onset >24 jam
Tekanan darah yg tinggi (>175 mmHg)
Selama dilakukan fibrinolysis, harus dimonitor secara ketat. Tanda
vital dan EKG di evaluasi setiap 5-10 menit u/ mendeteksi risiko
fibrinolysis yaitu perdarahan, alergi, hipotensi dan aritmia
reperfusi
Penilaian keberhasilan fibrinolysis dilakukan 60-90 menit dimuli
dari saat obat fibrinolysis diberikan.

Tanda keberhasilan fibrinolysis :


Resolusi komplit dari nyeri dada
ST elevasi menurun >50%
Adanya aritmia reperfusi
Bila fibrinolysis tidak berhasil maka secepatnya dilakukan rescue
PCI. Setiap pasien yg telah dilakukan fibrinolysis dianjurkan u/
dilakukan angiografi dini dalam 3-6 jam pertama hingga 24 jam
pasca fibrinolysis
PPCI dapat dilakukan bila onset keluhan <12 jam dan waktu PPCI dari
kontak pertama dengan tenaga kesehatan <120 menit
Angina pectoris tidak stabil
Stratifikasi risiko pada SKA tanpa ST elevasi
Kriteria risiko sangat tinggi

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Hemodinamik tidak stabil atau syok kardiogenik


Nyeri dada yg sedang terjadi atau berulang yg refrakter terhadap obat
Aritmia yg mengancam nyawa atau henti jantung
Komplikasi mekanik infark miokard
Gagal jantung akut
Perubahan dinamik ST-T berulang, terutama bila elevasi segmen ST
intermiten
Kriteria Risiko Tinggi
Peningkatan atau penurunan troponin jantung sesuai dengan infark
miokard
Perubahan dinamik ST atau gelombang T (simtomatik atau asimtomatik)
Skor GRACE >140
Kriteria risiko sedang
Diabetes mellitus
Insufisiensi renal (eGFR <60 mL/menit/1,73 m2)
LVEF < 40% atau gagal jantung kongestif
Angina dini pasca infark
Riwayat PCI sebelumnya
Riwayat CABG sebelumnya
Skor GRACE >109 dan <140
Kriteria Risiko Rendah : kriteria yg tdk disebutkan di atas
Pemilihan strategi invasive dini pada SKA tanpa ST Elevasi
Tindakan invasive segera (dalam 2 Angina refrakter
jam) Tanda dan gejala gagal jantung atau
regurgitasi mitral baru atau perburukan
Hemodinamik tidak stabil
Angina atau iskemik rekuren waktu
istirahat meskipun dilakukan terapi intensif
VT menetap atau VF
Strategi dipandu iskemia Skor risiko rendah (missal : TIMI 0 atau 1,
GRACE <109). Pasien perempuan risiko
rendah dengan troponin negative
Pilihan pasien atau klinisi pada pasien
bukan risiko tinggi
Tindakan invasive dini (dalam 24 Bukan salah satu di atas tetapi skor
jam) GRACE >140
Perubahan temporal pada level troponin

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Depresi segmen ST baru atau diperkirakan


baru
Tindakan invasive tertunda (dalam Bukan salah satu di atas tetapi menderita
25-72 jam) DM
Insufisiensi renal (GFR <60
mL/menit/1,73m2)
Penurunan fungsi sistolik LV (EF <0,40)
Angina dini pasca infark
Riwayat PCI dalam 6 bulam terakhir
Riwayat CABG sebelumnya
Skor GRACE 109-140; TIMI 2
Untuk stratifikasi risiko tinggi perlu segera dilakukan revaskularisasi
intervensi. Yang termasuk risiko tinggi dan merupakan indikasi kelas I u/
PCI atau CABG :
Angina yg berulang, angina saat istirahat atau angina yg muncul pada
aktivitas ringan
Angina atau iskemia dengan keluhan gagal jantung, gallop S3, edema
paru, adanya ronki atau adanya regurgitasi mitral baru atau makin
memburuk
Peningkatan troponin T atau I
Terdapat ST depresi baru atau diduga baru
Depresi fungsi sistolik ventrikel kiri (Ejeksi fraksi <40%)
Hemodinamik tdk stabil
Sustained VT
Riwayat PCI 6 bulan sebelumnya
Riwayat CABG
SKA risiko rendah atau sedang
Lakukan pemeriksaan enzim jantung serial
Ulang EKG dan lakukan monitor EKG kontinyu bila memungkinkan
Pertimbangkan pemeriksaan non invasive
Bila kemudian tdk ditemukan bukti iskemia atau infark dgn tes yg
dilakukan, maka pasien dapat dipulangkan dengan tindak lanjut nantinya
Terapi lain pada SKA
Antikoagulan

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Antikoagulan diberikan pada SKA tanpa elevasi segmen ST bersama


antiplatelet baik yg konservatif terapi maupun yg akan dilakukan
intervensi coroner
Enoxaparin atau fondaparinux merupakan pilihan antikoagulan selain
UFH (unfractionated heparin)
Pada SKA tanpa ST elevasi dan gangguan fungsi ginjal maka bivalirudin
atau UFH dapat menjadi pilihan
Pada IMA EST yg mendapat fibrinolysis dapat dilanjutkan dengan
pemberian enozaparin, UFH atau fondaparinux
Pada STEMI yg akan dilakukan intervensi coroner, enoxaparin cukup
efektif dengan tingkat keamanan setara dengan pemberian UFH
Antiaritmia : tidak diberikan sebagai terapi rutin pada SKA yg bertujuan u/
profilaksis
Penyekat Beta IV tidak diberikan secara rutin pada SKA,hanya diberikan bila
terdapat takikardi dan hipertensi
ACE-Inhibitor dan ARB terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas bila
diberikan pada IMA EST
Statin (HMG Co A inhibitor) : pemberian statin intensif diberikan segera
setelah onset SKA untuk menstabilkan plak.
Hipotermia berat: suhu < 30oC
BHD pada hipotermia : RJP segera dilakukanjika terdapat pulseless cardiac arrest
Jika pasien tidak bernapas, berikan napas buatan idealnya dengan bag mask
ventilation dan penghangat udara
Jika tidak ada nadi lakukan RJP segera
JIka penderita hipotermia dalam kondisi henti jantung, maka C-A-B tetap
dilakukan. Defibrilator eksternal otomatis (AED) harus tersedia
Jika VF terdeteksi berikan shock. Jika VF menetap dan suhu tubuh <30oC,
pertimbangkan untuk menunda defibrilasi dan lakukan RJP, penghangatan tubuh,
stabilkan kondisi penderita
Jika suhu tubuh >30oC, bukan tidak mungkin aritmia (bukan VF) dan kembali ke
irama sinus juka kehangatan tubuh telah diperoleh
Tatalaksana BHD untuk Hipotermia :
Angkat semua pakaian basah dari tubuh penderita

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Lindungi tubuh dari udara dingin, gunakan jaket, selimut dan sebagainya
Posisikan penderita dengan letak horizontal
Cegah gerakan maupun aktivitas yg berlebihan
Gunakan waktu 30-45 detik u/ menilai pernapasan dan sirkulasi
Jika tanda ernapasan tidak terdeteksi, berikan napas bantuan dan sebaiknya
menggunakan bag mask, menggunakan oksigen yg memiliki kelembaban baik
(42-46oC) jika memungkinkan
Jika penderita tidak dalam kondisi henti jantung, berikan penghangat tubuh
segera
Jika penderita dalam kondisi henti jantung segera mulai kompresi dada dan
gunakan AED. Jika penderita tidak ada respon lanjutkan RJP dan stabilkan
kondisi klinisnya u/ dapat dilakukan transfer ke RS
Perlakukan semua orang tenggelamseperti penderita cedera tulang belakang,
imobilisasi tulang toraks, juga keamanan diri sendiri
Jika terjadi trauma leher, posisikan leher secara netra. Berikan bantuan napas
dengan maneuver jaw thrust
Yang terpenting untuk penyelamatan orang tenggelam adalah napas bantuan
Tatalaksana BHD pada orang tenggelam :
Jika memungkinkan gunakan perahu atau alat mengapung untuk
menyelamatkan org dari air. Segera berikan bantuan napas secepatnya
Jika terjadi kecelakaan pada penyelaman atau trauma pada kepala, perlakukan
lehir pada posisi netral, cegah leher untuk bergerak dan pindahkan korban dari
air dengan menggunakan papan jika memungkinkan. Jangan melakukan
kompresi dada di dalam air. Jika memungkinkan mulai kompresi dada
sesegera mungkin setelah memindahkan korban dari air. Jgn coba
mengeluarkan air yg mengendap dalam paru, cukup mengeluarkan cairan dan
bahan organic yg terdapat dalam mulut dan faring
Rujuk semua korban tenggelam ke RS untuk mendapatkan pertolongan segera
Perburukan pada henti jantung disebabkan hal-hal :
Trauma saraf pusat dengan akibat kolaps jantung dan pembuluh darah
Hipoksia sekunder dan henti napas menyebabkan trauma pada saraf, obstruksi
jalan napas atau laserasi
Trauma langsung dan berat ke organ vital

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Beberapa masalah medis sebelumnya dapat menyebabkan trauma seperti


sudden VF
Penurunan cardiac output yang berat karena tension pneumothorax
Trauma pada lingkungan dingin
Pada henti jantung akibat perdarahan internal atau tamponade pericardial harus
memerlukan transport secepatnya ke RS
Henti napas ditangani dengan ventilasi secepatnya
VF diterapi dengan defibrillator
Penyebab kematian pada kasus tersambar petir adalah henti jantung yg
disebabkan VF primer atau asistol
Jika tidak terjadi henti jantung mungkin mengalami takikardi
Kasus potensial yang dapat menyebabkan henti jantung pada kehamilan : cairan
emboli dari amnion, eklamsia, keracunan obat
Untuk mencegah henti jantung pada wanita hamil, jika memungkinkan letakkan
penderita pada posisi lateral kiri. Hal ini mengurangi tekanan pada vena kava
inferior dan mungkin menaikkan volume darah menuju ke jantung
Kompresi dada lebih efektif jika penderita dimiringkan ke kiri
Hal yg paling penting pada kondisi alergi adalah membuka jalan napasyg
disebabkan edema atau syok anafilaktik. Setelah mengaktifkan system
emergensi letakkan penderita pada posisi terlentang. Jika henti napas dan
jantung terjadi segera lakukan penyelamatan jalan napas atau RJP
Pada asfiksia lakukan RJP dan jauhkan dari gas beracun. Jika ventilasi
pernapasan adekuat berikan O2 dengan konsentrasi tinggi
Resusitasi pada kondisi khusus :
Pada kondisi2 khusus penolong harus meletakkan mereka pada tempat yang
aman
Dibutuhkan waktu 30-45 detik untuk menilai pernapasan dan nadi pada
penderita dengan hipotermia berat
Jika henti jantung dengan irama VF/VT tanpa nadi terjadi karena hipotermia
dan suhu <30oC berikan satu kali shock. Jika VF/VT tanpa nadi menetap ,
dipertimbangkan menunda defibrilasi dan meneruskan RJP, rewerning dan
stabilkan kondisi penderita untuk di rujuk

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Untuk korban hipotermia penolong harus menghindari gerakan yang


berlebihan untuk mencegah terjadinya VF. Posisi penderita harus horizontal
untuk mencegah perburukan hipotermia
Menyelam pada air yg dangkal dapat menyebabkan fraktur tulang belakang
dan paralisis
Penderita yg tidak bernapas selamtkan jalan napas
Jika pada penderita tenggelam Heimlich maneuver hanya dilakukan jika
terdapat kecurigaan benda asing
Prognosis buruk pada penderita yg mengalami henti jantung akibat trauma
tumpul
Untuk korban tersengat listrik lakukan resusitasi segera
RJP pada wanita hamil sebaiknya dengan posisi miring ke kiri.
Syok adalah kumpulan gejala akibat perfusi selular tidak mencukupi dan pasokan
O2 tidak cukup memenuhi kebutuhan metabolic yg dapat disebabkan o/ beberapa
hal dengan gambaran klinis bervariasi.
Edema paru akut adalah timbunan cairan di pembuluh darah dan parenkim paru
yg pada sebagian besar disebabkan o/ gagal jantung akut.
Hipotensi : tekanan darah rendah (sistolik <100 mmHg)
Tanda dan gejala syok :
Peningkatan tahanan vascular perifer: kulit pucat dan dingin, oliguria
Tonus saraf adrenergic meningkat menyebabkan takikardia untuk
meningkatkan curah jantung, keringat banyak, cemas, mual, muntah atau diare
Hipoperfusi organ vital berupa iskemia miokardium ditandai nyeri dada dana
tau sesak napas, insufisiensi serebral ditandai dgn penurunan kesadaran

Penyebab syok berdasarkan kategori :


Syok kardiogenik : syok yg penyebab primernya adalah gangguan kinerja
jantung. Kinerja jantung ditentukan oleh :
Kemampuan sel miokard u/ memompa dengan cara memanjang pada fase
pengisian (diastolic) dan memendek pada fase pengosongan (sistolik)
Volume darah dan tekanan yg dialami ventrikel pada fase akhir pengisian
(preload)
Tahanan yang harus dilawan ventrikel untuk pengosongan (afterload)

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Frekuensi kontraksi; menentukan jumlah darah yg dapat dipompa dalam


semenit (curah jantung)
Syok Hipovolemik : bisa akibat kekurangan cairan absolut
Syok distributive: total cairan tubuh tidak berkurang, tapi volume
intravascular relative tidak seimbang dengan kapasitas vascular, misalnya
pada syok anafilaksis, syok septik dan syok neurogenic
Obstruksi aliran : missal pada emboli paru, tamponade (efusi prikardium),
stenosis katup
Syok kardiogenik tanda utamanya hipoperfusi, tekanan darah sistolik <90
mmHg atau MAP turun lebih dari 30 mmHg, produksi urin < 0,5
mL/KgBB/jam, nadi >100x/menit, kongesti organ bisa jelas atau tidak jelas,
tampak low output sindrom dan syok
Tanda-tanda dan gejala edema paru akut:
Tanda dan gejala edema paru tergantung berat ringannya gagal jantung. Gejala
sesak terutama saat aktifitas, batuk dgn riak berbuih kemerahan, sesak bila
berbaring disertai kardiomegali, iktus bergeser ke lateral, bradi-takiaritmia,
gallop, bising, ronki basah basal bilateral paru, wheezing (asma cardiale),
akral dingin dan basah, saturasi O2 <90% sebelum pemberian, foto polos dada
tampak bendungan batwing appearance.
Penyebab gagal jantung akut/edema paru akut : penyebab terbanyak adalah
SKA
Triad Kardiovaskular
Masalah Rate Masalah Pump Masalah Volume-
vascular resistance
Bradikardi Primer Volume loss
Sinus bradikardia Infark miokard Perdarahan
AV-blok derajat 2 Kardiomiopati Kehilangan dari
AV-blok derajat 3 Miokarditis saluran cerna
Pacemaker failure Rupture chordae Kehilangan dari
rupture system urinaria
Disfungsi muskulus Insensible loss
papillaris akut Insufisiensi adrenal
Insufisiensi aorta akut (aldosterone)

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Disfungsi katup
prostetik
Rupture septum
ventrikel
Takikardia Sekunder Vascular-resistance
Atrial flutter Drug induced Cedera SSP
Atrial Fibrilation Tamponade jantung Cedera spinal
PSVT Emboli paru 3rd space loss
VT Myxoma Insufisiensi adrenal
Superior vena cava (kortisol)
sindrom Sepsis
Drug induced

Penatalaksanaan hipotensi/syok
Untuk mengatasi hipotensi/syok dalam waktu singkat, tidak lebih dari 30-60
menit pertama
Rate problem :
Tentukan apakah frekuensi cepat atau lambat
Bradi-takikardia dapat segera diketahui dengan meraba nadi dan
melihat monitor EKG.
Pasien hipotensi dgn tanda awal hipoperfusi dan bradikardi harus
diberi obat untuk meningkatkan rate atau pemasangan pacu jantung
sebelum memberikan fluid challenge, inotropic atau vasopressor
Volume Problem :
Berikan cairan infus, transfuse darah, atasi penyebab dan pertimbangkan
vasopressor .
Ada 2 macam problem volume, yakni :
Hipovolemia absolut : kekurangan cairan akibat hilangnya cairan
tubuh, misalnya perdarahan, muntah, diare, poliuri, dehidrasi,
penguapan berlebihan
Hypovolemia relative : volume sirkulasi berkurang relative, tidak ada
kehilangan cairan namun kapasitas vascular meningkat
Bila cairan sdh terpenuhi, baru diberikan vasopressor :
Syok sepsis : norepinefrin, epinefrin, dopamine, fenilefrin, dobutamin
Syok spinal : dopamine, fenilefrin, dobutamin

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Syok anafilaksis : epinefrin, norepinefrin, dopamine, fenilefrin


Keracunan beta blocker : epinefrin, atropine, glucagon, dopamine,
isoproterenol
Keracunan alfa-blocker : epinefrin, norepinefrin
Secara umum prioritas pertama adalah memberikan cairan pengganti,
sedangkan vasopressor memainkan peran sekunder
Pump Problem :
Yang diperlukan pasien gagal pompa :
Pengobatan bersama memperbaiki rate dan volume
Koreksi problem dasar seperti hipoksia, hipoglikemia, overdosis
obat/racun
Memperbaiki kontraksi (dopamine, dobutamin, inotropic lain),
vasodilator, diuretic dan venodilator, alat bantu mekanik atau operasi
koreksi
Pada kasus gawat, pemberian NaCl 0,9 % 2-4 mL/KgBB (diawali 150
mL) dalam waktu singkat
Tekanan darah sitolik <70 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda-tanda
syok sangat jelas
Berikan fluid challenge NaCl 0,9% 150 mL dapat diulangi bila ada
perbaikan sampai 500 mL. pemberian fluid challenge ulang dapat
dikombinasikan dgn pemberian obat simtomimetik (vasokonstriktor)
bila target tekanan darah tercapai
Norepinefrin 0,5-30 ug/menit IV. Bila ada perbaikan dan TD naik antar
70-100 mmHg, norepinefrin segera diganti dopamine 2-20
ug/KgBB/menit dgn tetap mempertahankan TD
Pada SKA harus dipikirkan angiografi intervensi dan pemasangan
IABP bila awal gejala muncul dalam waktu 12-24 jam dan dipikirkan
bedah pintas coroner
Tekanan darah 70-100 mmHg disertai gejala-gelaja dan tanda-tanda syok
Tindakan fluid challenge dilakukan diikuti dopamine 2-20
ug/kgBB/menit merupakan pilihan pertama sampai tanda hipoperfusi
berkurang atau hilang. Bila dosis tinggi dopamine (>20

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

ug/KgBB/menit) belum memberikan perbaikan dapat diganti


norepinefrin dengan dosis disesuaikan
Dibutamin dapat dikombinasi dengan dopam dan tidak boleh diberikan
sebagai obat tunggal pada tekanan darah <90 mmHg disertai gejala
hipoperfus. Hindari pemberian venodilator (nitrogliserin).
Tindakan PCI dan IABP memberikan hasil yg sangat baik

Tekanan darah sistolik 70-100 mmHg tanpa gejala dan tanda syok
Cobalah fluid challenge
Dobutamin merupakan inotropic dan vasoaktif yg baik dengan dosis 2-
20 ug/KgBB/menit
Pada pasien edema paru akut dgn TD kisaran ini tanpa tanda syok
dapat dimulai pemberian nitrogliserin, tetapi awasi efek penurunan TD
Bila TD turunn atau timbul gejala hipoperfusi tambahkan dopamine 2-
20 ug/KgBB/menit atau hentikan dobutamin
Tekanan darah sistolik >100 mmHg
Pilihan terapi pertama adalah nitrogliserin dengan dosis 10-20
ug/menit
Bila TD tinggi dapat diberikan nitroprusside 0,1-5 ug/KgBB/menit
sebagai pilihan cadangan
Bila tidak ada iskemik namundijumpai hipertensi berat, maka
nitroprusside menjadi pilihan utama.
Pada kasus HT berat maka obat antihipertensi per oral yg tepat
(vasodilator, beta blocker) dapat segera diberikan.
Tiga tindakan u/ mengatasi edema paru akut :
Tindakan pertama :
Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume
dan kapasitas vital paru, mengurangi kerja otot pernapasan, dan
menurunkan aliran darah vena balik ke jantung
Pasang sungkup muka non-rebreathing dgn aliran 15 lpm (target SpO2
>90%) berikan bersamaan dengan pemasangan akses IV dan monitor
EKG (O2-IV line-Monitor/O-I-M)

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi.


Dianjurkan untuk pemeriksaan analisa gas darah u/ memantau
oksigenasi ventilasi dan asam basa
Tekanan ekspirasi akhir positif dapat diberikan u/ mencegah kolaps
alveoli dan memperbaiki pertukaran gas
Beri ventilasi positif dgn kantung napas-sungkup muka u/ mengganti
sugkup muka non-rebreathing bila terjadi hipoventilasi
Continuous positif airway pressure diberikan pada pasien bernapas
spontan sungkup muka atau pipa endotrakea
Nitrogliserin/nitrat SL. Nitrogliserin paling efektif mengurangi edema
paru. Berikan tablet atau spray sublingual yg dapat diulangi setiap 5-
10 menit bila TD tetap >90-100 mmHg. Isosorbide semprot oral bisa
diberikan tetapi nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbide oral
kurang dianjurkan karena vasokontriksi perifer tidak memungkinkan
penyerapan yg optimal
Furosemide 0,5-1 mg/KgBB IV. Efek bifasik pertama dicapai dalam 5
menit di mana terjadi venodilatasi. Efek ke dua adalah sebagai diuretic
yg mencapai puncaknya setelah 30-60 menit. Bila furosemide sdh
rutin di minum sebelumnya, maka dosis bisa digandakan. Bila dalam
20 menit belum didapat hasil yg diharapkan, ulangi IV dua kali dosis
awal. Dosis bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan/atau
fungsi ginjal terganggu
Morfin sulfat diencerkan dengan NaCl 0,9% berikan 2-4 mg IV bila
TD sistolik >100 mmHg
Tndakan ke dua
Jika respon pasien baik setelah mendapat tindakan pertama, maka
tidak diperlukan pemeriksaan tambahan. Dilanjutkan pemberian
nitrogliserin IV 10-20 ug/menit dgn tetap memantau TD. Nitroprusside
IV 0,5-5 ug/KgBB/menit diberikan bila edema paru disertai tekanan
darah yg tinggi
Dopamin 2-20ug/KgBB/menit IV bila TD 70-100 mmHg dengan syok

60
Dr. Gina Eva Marsiana 80_46

Dobutamin 2-20 ug/kgBB/menit IV bila hipotensi tanpa syok


Tindakan ketiga
Dipersiapkan bila tindakan pertama dan kedua tidak memberikan hasil
yang memadai atau terdapat komplikasi spesifik
Perlu dilakukan monitor hemodinamik invasive dengan fasilitas
spesialistik
Pertimbangan IABP, dilanjutkan PCI atau bedah pintas coroner.

60

Anda mungkin juga menyukai