Anda di halaman 1dari 7

IMMOBILISASI

2.1 Pengertian Immobiliasasi


Immobilisasi atau tirah baring adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara aktif atau bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas ). Misalnya
mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan
sebagainya. Imobilisasi secara fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2.2 Jenis Imobilisasi
1. Imobilisasi fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya
gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya
untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilisasi intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya piker, seperti pada pasien
yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilisasi emosional
Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan
secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan
karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.

4. Imobilisasi sosial
Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam keadaan sosial.
2.3 Penyebab Immobilisasi
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya immobilisasi, yaitu sebagai contoh :
1. Gangguan sendi dan tulang
Penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulangakan menghambat pergerakan.
2. Penyakit Saraf
Adanya stroke, penyakit parkinson dan gangguan saraf tepi juga menimbulkan gangguan
pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit Jantung atau Pernafasan
Penyakit jantung atau pernafasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak nafas ketika
beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ- organ tersebut akan mengurangi
mobilitasnya.
4. Gangguan Penglihatan
Rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada gangguan penglihatan karena ada
kekhawatiran terpeleset, terbentur atau tersandung.
5. Masa Penyembuhan
Pasien yang masih lemah setelah menjalani operasi atau penyakit berat tertentu memerlukan
bantuan untuk berjalan atau banyak istirahat.

Tirah baring atau immobilisasi berkepanjangan dapat membawa akibat- akibat yang
merugikan bagi fisik maupun psikologis. Konsep immobilisasi merupakan hal yang relatif,
dalam arti tidak saja kehilangan pergerakan total tetapi juga terjadi

2.4 Dampak Immobilisasi Bagi Fisik


Dampak dari immobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti
perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam
kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan, perubahan
krdiovaskular, perubahan sistem muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi ( buang
air besar dan kecil ), vertigo (pusing tujuh keliling), dan perubahan perilaku.

a. Perubahan Metabolisme
Perubahan metabolisme immobiliasasi dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan
katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme.
Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen.
Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima dan
keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, diantaranya adalah pengurangan jumlah
metabolisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.

b. Ketidakseimbangan Cairan Dan Elektrolit


Dampak dari immobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
c. Gangguan pengubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori
dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak
lagi menerima glukosa, asam amino, lemak dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Immobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah
masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri
lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat immobilisasi, kadar heamoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah
otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar
haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat
oleh permukaan paru.
f. Perubahan Kardiovaskuler.
Perubahan sistem kardiovaskuler akibat immobilisasi antara lain dapat berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.terjadinya hipotensi
ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap
dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokonstriksi, kemudian
darah terkumpul pasa vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistem sirkulasi pusat
terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena imobilitas deangan posisi
horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang tekumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan
meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya.
Terjadinya trombus juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan hasil
penurunan kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal.
1) Gangguan Muskular : Menurunnya massa otot sebagai dampak immobilisasi dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot
ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan
otropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu
ukurannya akan lebih kecil selain menunjukan tanda lemah atau lesu.
2) Gangguan Skeletal : Akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiskasi yang disebabkan otropi
dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang
tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena reabsorbsi tulang semakin besar, sehingga yang
menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan
melalui urine semakin besar.
h. Perubahan Eliminasi
Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
i. Terjadi Vertigo
Karena seseorang terlalu lama berbaring, sehingga aliran darah ke otak berkurang dan
menyebabkan pusing tujuh keliling, serta mempengaruhi nervus vestibularis.
j. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya
sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan
adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke
jaringan.
k. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobolitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain.

2.5 Dampak Imobilisasi Bagi Psikologis


Berbagai masalah baik fisik maupun psikologis dapat terjadi akibat keadaan
immobilisasi. Masalah psikologis yang dapat terjadi antara lain: pasien mengalami penurunan
motivasi belajar, yang mana mereka sering tidak memahami pendidikan kesehatan yang
diberikan maupun sulit menerima anjuran- anjuran.
Beberapa pasien mengalami kemunduran dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan
sering kali mengekspresikan emosi dalam berbagai cara misalnya menarik diri, apatis atau
agresif. Pada keadaan lebih lanjut pasien mengalami perubahan konsep diri serta memberikan
reaksi emosi yang sering tidak sesuai dengan situasi.
Terjadinya perubahan prilaku tersebut merupakan dampak immobilisasi karena selama
preses immobilisasi seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan
lain- lain.

2.6 Upaya Pencegahan Akibat Immobilisasi


Beberapa upaya dapat dilakukan pengasuh pasien untuk mencegah timbulnya penyakit
akibat immobilisasi. Bila memungkinkan berkonsultasilah selalu dengan dokter atau perawat.
Hal hal yang dapat dilakukan oleh pengasuh, sebagai berikut :
a. Infeksi saluran kemih
Pada keadaan tersebut pasien harus dimotivasi untuk minum cukup banyak cairan.
b. Sembelit
Mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti sayur dan buah, serta minum cukup dapat
membantu mencegah atau paling tidak mengurangi kemungkinan timbulnya masalah sembelit
akibat immobilisasi.
c. Infeksi Paru
Perubahan posisi dan tepuk-tepuk dada atau punggung secara teratur dapat membantu
memindahkan sputum tersebut sehingga mudah dikeluarkan.
d. Masalah Sirkulasi atau Aliran Darah
Diperlukan fisioterapi dan mungkin kaos kaki khusus.
e. Luka Tekan
Untuk mencegah terjadinya luka tekan ini pasien yang mengalami immobilisasi harus diubah-
ubah posisinya ( miring kanan-kiri ) sekitar setiap dua jam.
2.7 Pengaturan Posisi pada Immobilisasi
Pada kasus immobilisasi ada beberapa posisi yang bisa dilakukan untuk membantu
pasien, yaitu
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat tidur lebih
tinggi atau dinaikkan.. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernafasan pasien.

b. Posisi Sims
Posisi sims adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan memberikan obat supositoria melalui anus.

c. Posisi Trendelenburg
Posisi trendelenburg adalah posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
d. Posisi Dorsal Recumbent
Posisi dorsal recumbent adalah posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
diregangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genitalia
serta proses persalinan.

e. Posisi Lithotomic
Posisi lithotomic adalah posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses
persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.

f. Posisi Genu Pectoral


Posisi genu pectoral adalah posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel
pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rectum.

Anda mungkin juga menyukai