Anda di halaman 1dari 6

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

TEA TREE OIL AND SULFUR PP CREAM

OLEH
NUR FITRIA ROHMATUL UMMAH (1401110)
S-1 V B

DOSEN PEMBIMBING
ANITA LUKMAN, M. Farm, Apt

PROGRAM STUDI S-1


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
2016
I. Master of formula

Master of formula Perhitungan 1 tube (20 g)

Tea tree oil 5% 5% x 20 g = 1 g

Sulfur pp 3% 3% x 20 g = 0,6 g

Cetyl alcohol 4% 4 % x 18,36 = 0,73 g

Stearyl alcohol 4% 4 % x 18,36 = 0,73 g

Coco glucoside 4,2% 4,2% x 18,36 = 0,77 g

Gliceryl monostearat 0.7% 0,7% x 18,36 = 0,12 g

TEA 3% 3% x 18,36 = 0,55 g

Gliserin 5% 5 % x 18,36 = 0,9 g

BHT 0,1% 0,1% x 20 g = 0,02 g

Klorkresol 0,1% 0,1% x 20 g = 0,02 g

Fragrance lemon qs qs (3 ggt)

Aquades ad 100% 79,1% x 18,36 = 14.52 ml

Tea tree oil 5%


Sulfur pp 3%
BHT 0,1% Total = 1,64 g
Klorkresol 0,1%
Fragrance lemon qs

Cetyl alcohol 4%
Stearyl alcohol 4%
Coco glucoside 4,2 %
Gliceryl monostearat 0.7% Basis : 20 g 1,64 g = 18,36 g
TEA 3%
Gliserin 5%
Aquades ad 100 %
II. Tujuan

Tujuan pembuatan krim Tea Tree Oil kombinasi sulfur pp ini adalah karena Tea Tree Oil
ini memiliki aktivitas sebagai anti bakteri salah satunya bakteri Propionibacterium acnes
penyebab jerawat, sedangkan sulfur praecipitum (sulfur pp) telah diteliti/diakui memiliki
khasiat sebagai keratolitik agent dan antibakteri, sehingga dengan dibuat sedian krim dapat
mempermudah pemakaian pada wajah.

III. Alasan Pemilihan bahan

Tea tree oil dan sulfur pp digunakan sebagai bahan aktif yang berkhasiat sebagai
antijerawat. Tea tree oil dikombinasikan dengan sulfur pp salah satu alasannya adalah
berdasarkan efek farmakologi, dimana efek antijerawat dari keduanya tersebut berkerja
secara sinergis, tea tree oil adalah antibakteri yang dapat membunuh bakteri yang
terperangkap dibawah pori wajah dan kelenjar minyak sehingga dapat menangani jerawat
yang baru muncul. Sedangkan, sulfur pp diketahui sebagai keratolitik agent dan akan
mengangkat minyak yang terperangkap di pori-pori sehingga jerawat dapat cepat kering,
selain itu menjaga produksi kelenjar minyak.

Penggunaan tea tree oil :


Range konsentrasi yang digunakan topical adalah 3-10% ( Goldsborough, 1939)
namun, konsentrasi yang efektif untuk acne vulgaris adalah 5% ( Personal Care
Formulations For Hair And Skin , 2016)

Penggunaan sulfur pp :
Konsentrasi yang efektif untuk acne vulgaris adalah 2%-3% ( A Formulary Of
Dermatological Preparations ; Peter Bakker dkk, 2012)

a) Stearyl Alcohol dan Cetyl Alcohol

Digunakan sebagai basis krim, Bahan tersebut bersifat memiliki efek samping lebih
aman dibandingkan dengan aliphatic alcohols yang lain (Liebert, 1988). Selain itu kedua
bahan ini merupakan basis golongan alkohol yang halal. Cetyl alkohol dapat meningkatkan
viskositas krim dan meningkatkan kestabilan sediaan pada emulsi minyak dalam air dengan
mengkombinasikannya dengan emulgator yang larut dalam air. (konsentrasi penggunaan
Cetyl Alcohol 2-10%)
b) Coco Glucoside Dan Glyceryl Monostearate

Sebagai surfactant yang tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan memiliki nilai
rentang HLB tinggi 12 (Cosmetic Ingredient Review, 2011). Glyceryl Monostearate
merupakan surfactant non-ionic yang memiliki HLB 5,5 dan meminimalisir adanya iritasi
pada penggunaannya. Kombinasi ini dapat menstabilkan sedian basis krim dan exipien yang
merupakan fase air dan fase minyak.

c) BHT (Butyl hidroxy toluene)

Digunakan sebagai anti oksidan, selain itu dipilih BHT karena BHT adalah
antioksidan yang sering digunakan. BHT ditambahkan untuk menghindari reaksi oksidasi
yang terjadi pada krim, sehingga kerusakan pada krim dapat terhindar.

d) Gliserin

Diharapkan krim anti jerawat yang dibuat dapat bertahan lama dan tidak cepat kering
ketika dipakai maka terdapat penambahan gliserin yang digunakan sebagai humektan,
berguna untuk mempertahankan tingkat kandungan air dalam produk dengan mengurangi
penguapan air selama pemakaian sehingga krim lebih mudah menyebar dan pembentukan
kerak dalam wadah yang dikemas dapat dihindari.

e) TEA ( Trietanolamin)

Ditambahkan Trietanoalmin ini merupakan surfaktan anionic yang juga berfungsi


menstabilkan krim yang terbentuk, hal ini didasarkan beberapa jurnal menyatakan kombinasi
surfaktan anionik dan nonionik dapat meningkatkan kestabilan sedian krim. konsentrasi
penggunaanya 2-4%.

f) Klorkresol

Digunakan sebagai pengawet, dipilih klorkresol karena pengawet lain seperti nipagin
dan nipasol telah dilaporkan memilik efek yang merugikan jika digunakan secara terus
menerus.

g) Fragrance lemon

Alasan ditambahkan pengaroma ini dikarenakan adanya sulfur pp yang digunakan ini
memiliki bau yang kurang nyaman jika dihirup, sehingga adanya penambahan pengaroma
dapat menutupi bau tersebut. Selain itu, untuk menambah estetika dari odoris sedian.
IV. Cara kerja

1) Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, dan timbang bahan bahan yang digunakan.

2) Untuk fase minyak yaitu setyl alkohol, stearyl alkohol, glyceril monostearat, BHT
dilebur pada suhu 70o C dalam cawan penguap, aduk untuk homogenkan peleburan.

3) Lalu untuk fase air yaitu coco glucoside, TEA, gliserin, dan klorkresol, aquades
dipanaskan pada suhu 70o C.

4) Kemudian Fase air dan fase minyak tersebut dicampurkan ke dalam erlenmeyer atau
beker gelas pada suhu 70o C, diaduk dengan menggunakan homogenizer yang diatur
kecepatannya pada 3000 rpm selama 15 menit hingga terbentuk krim, dinginkan
hingga suhu 40-45o C.

5) Lalu tambahkan sulfur pp yang telah digerus halus sedikit demi sedikit ataupun dapat
dilarutkan dengan beberapa tetes alkohol terlebih dahulu, aduk rata. Tambahkan tea
tree oil dan fragrance lemon sedikit demi sedikit, aduk homogen.

6) Setelah homogen masukan dalam wadah krim tertutup rapat dan baik.

V. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan merupakan evaluasi yang lazim dilakukan untuk sedian krim, yaitu
sebagai berikut.

a. Organoleptis, meliputi evaluasi bentuk, warna, dan bau yang dilakukan dengan
bantuan alat indra.

b. Homogenitas, melihat homogen atau tidak dengan cara meletakan sedikit krim
diantara 2 kaca objek. Ketidakhomogenan ditandai dengan adanya partikel kasar
yang tersebar.

c. Penentuan pH, dilakukan dengan cara mengukur sedikit krim yang telah
dilarutkan dalam aquades menggunakan kertas pH.

d. Penentuan tipe emulsi, dapat dilakukan dengan menambahkan metilen blue pada
sedikit krim kemudia homogenkan. Jika warna biru segera terdispersi ke seluruh
emulsi maka tipe emulsinya adalah tipe m/a, dan sebaliknya.(Ermina pakki,2009)

e. Pengukuran viskositas dilakukan terhadap sediaan krim sebelum dan setelah


diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu penyimpanan selang-seling pada
suhu 5oC dan 35oC masing-masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. (Ermina
pakki, 2009)

f. Ukuran partikel, dengan cara melihat dibawah mikroskop. Krim yang baik adalah
tidak boleh ada partikel lebih dari 20 yang berukuran >20 mikrometer, tidak lebih
dari dua berukuran >50 mikrometer.

g. Stabilitas krim, dilakukan dengan memanaskan krim pada berbagai suhu secara
berurutan. Lihat pada suhu ke berapa terjadi pemisahan fisik krim. Semakin tinggi
suhu semakin stabil.

h. Isi minimum, dengan cara mengeluarkan krim dari wadah kemudia ditimbang dan
hasil yang baik jika bobot yang ditmbang tidak kurang dari 90% dari bobot yang
tertera pada etiket.

i. Pelepasan zat aktif.

j. Uji kebocoran wadah

k. Penetapan kadar.

Anda mungkin juga menyukai