PENDAHULUAN
1
dengan studi kasus evaluasi pelatihan dan pengembangan sehingga lebih memperjelas
uraian topik mengenai pelaksanaan dan evaluasi pelatihan dan pengembangan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami pelaksanaan dan evaluasi Training and Development
yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui metode yang digunakan saat pelaksanaan pelatihan dan
pengembangan.
2. Mengetahui evaluasi dari pelaksanaan pelatihan dan pengembangan.
3. Mengetahui contoh studi kasus evaluasi pelaksanaan pelatihan dan
pengembangan.
4. Mengetahui upaya meningkatkan efektifitas pelatihan dan pengembangan
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
3. Pelatihan Lintas Fungsional.
Pelatihan lintas fungsional (cros fungtional training) melibatkan pelatihan
karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dan
pekerjan yang ditugaskan.
4. Pelatihan Tim.
Pelatihan tim merupakan bekerjasarna terdiri dari sekelompok Individu untuk
menyelesaikan pekerjaan demi tujuan bersama dalam sebuah tim kerja.
5. Pelatihan Kreatifitas.
Pelatihan kreatifitas(creativitas training) berlandaskan pada asumsi hahwa
kreativitas dapat dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk
mengeluarkan gagasan sebebas mungkin yang berdasar pada penilaian
rasional dan biaya dan kelaikan.
2.1.3 Metode Pelatihan
Terdapat dua macam metode yaitu on the job training dan off the job training.
1. On the Job Training
a. Pengertian On the Job
On the job adalah metode pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja
yang sebenarnya dan dilakukan sambil bekerja. Metode ini merupakan
metode yang paling banyak dilakukan. Kategori metode on the job
dibedakan dalam 2 cara, yaitu:
1. Informal On The Job
Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta
pelatihan harus memperhatikan dan mencotoh pekerja lain yang
sedang bekerja untuk kemudian melakukan pekerjaan tersebut
sendiri atau mempraktekkannya.
2. Formal On The Job
Peserta mempunyai pembimbing khusus. Pembimbing tersebut
sambil melaksanakan tugasnya, diberi tugas tambahan untuk
membimbing peserta pelatihan yang bekerja di tempat kerjanya atau
supervisor menunjuk seseorang karyawan senior untuk melakukan
pekerjaan tersebut, selanjutnya para peserta latihan melakukan
pekerjaan sesuai dengan cara-cara yang dilakukan karyawan senior
tersebut.
4
b. Kelebihan dan Kekurangan On the Job
Berikut beberapa kelebihan on the job:
1. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas yang
disimulasikan.
2. Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior berpengalaman yang
telah melaksanakan tugas dengan baik.
3. Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya,
dalam kondisi normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.
4. Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.
5. Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara karyawan dan
pelatih.
6. Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi
kinerja tinggi.
Adapun kelemahan on the job adalah :
1. Sering tidak teratur (tidak simetris) dan kurang efektif jika pengawas
kurang pengalaman
2. Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga pelatihan jadi kurang
serius.
3. Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun kurang memiliki
kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan
baik.
4. Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian
menghapus elemen penting dalam proses pelatihan.
5. Karyawan yang tidak terlatih dengan baik dapat memberi dampak negatif
pada pekerjaan dan organisasi.
c. Tujuan On the Job
1. Memperoleh pengalaman langsung (karyawan baru) mengenal jenis-jenis
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
2. Mengamati secara langsung apa yang menjadi tanggung jawabnya, melihat
apa yang harus dikerjakan, mampu menunjukkan apa yang dikerjakan
kemudian mampu menjelaskan tentang apa yang dikerjakan.
5
3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dengan jelas, mengamati,
melihat dan mengerjakan sendiri di bawah bimbingan supervisor.
4. Meningkatkan kecepatan menyelesaikan suatu pekerjaan dengan
mengulang-ulang jenis pekerjaan yang sama disertai kepercayaan diri
5. Meningkatkan diri mulai dari tingkat dasar, terampil dan akhirnya menjadi
mahir.
d. Teknik On the Job
1) Rotation of Assignment / Job Rotation / Planned Progression / Rotasi Kerja
Tujuan rotasi kerja adalah memperluas latar belakang karyawan dalam bisnis.
Karyawan berpindah dalam periode tertentu dan diberi pengetahuan tentang
bagian-bagian organisasi yang berbeda serta praktek berbagai majam
ketrampilan manajerial.
Keuntungan menggunakan metode ini antara lain :
a) Memberi latar belakang umum tentang organisasi, dan memberi sudut
pandang bersifat organisasional.
b) Mendorong kerja sama antar departemen.
c) Memperkenalkan sudut pandang yang segar secara periodik kepada
berbagai unit.
d) Mendorong keluwesan organisasi melalui penciptaan sumber daya
manusia yang fleksibel.
e) Mampu melaksanakan penilaian presentasi secara komparatif dengan
lebih obyektif.
f) Memperoleh keunggulan dalam setiap situasi.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah:
a) Tidak memberikan tanggung jawab penuh terhadap karyawan yang
sedang dirotasi.
b) Waktu kerja singkat.
2) Coaching and Counseling / Bimbingan dan Penyuluhan
Coaching adalah suatu metode pendidikan dengan cara atasan
mengajarkan keahlian dan keterampilan kerja kepada bawahannya. Dalam
metode ini, supervisor diperlakukan sebagai petunjuk untuk
memberitahukan kepada para peserta mengenai tugas yang akan
dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Counseling adalah
suatu cara pendidikan dengan melakukan diskusi antara pekerja dan manjer
6
mengenai hal-hal yag sifatnya pribadi, sepertikeiinginannya, ketakutannya,
dan aspirasinya.
Kelebihan metode ini adalah memudahkan tranfer belajar kepada para
peserta/ karyawan juga dapat menciptakan hubungan langsung antara
karyawan dengan pelatih. Sedangkan kelemahannya adalah tidak
memberikan waktu kerja penuh yang sesungguhnya.
Coaching Counseling
1. Dilakukan untuk pegawai
1. Dilakukan untuk pejabat/manajer
langsung
2. Berhubungan dengan 2. Berhubungan dengan masalah
pekerjaan/jabatan-jabatan pribadi
3. Jangka waktunya panjang 3. Jangka waktu singkat
4. Sering dilakukan 4. Jarang dilakukan
5. Hubungan merupakan 5. Hubungan merupakan hubungan
hubungan lini atau perintah staf atau bukan perintah
6. Ditujukan kepada semua 6. Ditujukan kepada pegawai
pegawai tertentu.
7
kemungkinan kurangnya motivasi dari pemangku jabatan tertentu
sehingga tidak menunjukkan pekerjaan yang benar.
4) Demonstration and Example / Demonstrasi dan Pemberian Contoh
Dalam metode ini pelatih harus memberi contoh/memperagakan
cara melakukan pekerjaan/cara bekerja suatu alat/mesin. Sangat efektif
karena peserta mendapat teori dan praktek secara langsung sehingga
memudahkan transfer belajar. Selain itu metode ini juga tidak
membutuhkan fasiltas yang terpisah. Namun, kelemahan dari metode
demonstrasi dan pemberian contoh adalah peserta/karyawan turut
campur dengan pekerjaan sehingga jika melakukan keslahan dapat
merusak peralatan yang ada dan menghambat pekerjaan. Biasanya
demonstrasi dilengkapi dengan gambar, teks, diskusi, video, dan lain-
lain.
5) Penugasan Sementara
Penempatan peserta/karyawan pada posisi manajerial atau anggota
panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan. Peserta terlibat
dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah
organisasional nyata. Kelebihan dari metode penugasan sementara
adalah peserta/karyawan diberikan tanggung jawab secara langsung
sehingga peserta/karyawan bekerja dengan serius. Kelemahannya
adalah tentang pemberian waktu yang relatif singkat.
6) Job Intruction Training
Adalah salah satu teknik dalam on the job di mana pelatih (trainer)
diberikan pelatihan terlebih dahulu sebelum trainer tersebut itu
memberikan pelatihan kepada staff. Kelebihan dari metode ini adalah
pelatih telah mendapatkan keahlian tentang cara melatih sehingga
pelatihan dapat dilakukan dengan lebih maksimal. Kelemahan dari
metode ini adalah adanya tambahan biaya untuk melatih para pelatih.
2. Off the JobTraining
a. Pengertian Off the Job
Metodeoff the job training adalah metode pelatihan dengan
menggunakan situasi di luar pekerjaan. Umumnya digunakan apabila
target yang perlu dicapai banyak. Ciri off the job training menurut
Sulastri (2009) yaitu dilaksanakan dalam suatu ruangan/kelas,
8
dilaksanakan terpisah pada lokasi terpisah dengan tempat kerja,
dilaksanakan pada karyawan yang bekerja tetap untuk mengembangkan diri
dan mengembangkan karir, dipergunakan apabila banyak pekerja yang
harus dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan,
pengetahuan atau keterampilan berupa konsep atau teori, biaya relative
besar.
Sedangkan tujuan dari off the job training, menurut Sulastri (2009)
adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan, lebih focus
pada pengalaman belajar, mempunyai kesempatan untuk bertukar
pengalaman dengan karyawan lainnya dari lur lingkungan unit kerjanya,
mendapatkan ide-ide baru yang dapat dibawa kembali ke tempat kerjanya,
serta memperoleh wawasan yang lebih luas.
b. Kelebihan dan Kekurangan Off the Job
1) Kelebihan
a) Pelatihan tidak akan mengganggu proses pekerjaan
b) Metode tertentu dapat digunakan secara jarak jauh
c) Peserta pelatihan dapat saling berinteraksi, bertukar pengalaman dan
saling memahami
d) Lebih efektif untuk target peserta pelatihan dalam jumlah banyak
dan cepat
2) Kekurangan
a) Karyawan tidak melakukan pekerjaan yang sesungguhnya
b) Pelatihan tidak dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang
sesungguhnya
c) Pelatihan dilaksanakan dalam kondisi buatan dan membutuhkan
fasilitas pelatihan khusus.
d) Beberapa metode membutuhkan biaya yang mahal
c. Tujuan Off the Job
1) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan
2) Lebih memfokuskan kepada pengalaman belajar
3) Mempunyai kesempatan untuk bertukar pengalaman dengan
karyawan lainnya dari luar lingkungan unit kerja
4) Mendapat ide-ide baru yang dapat dibawa kembali ke tempat
kerjanya
9
5) Memperoleh wawasan yang lebih luas
d. Jenis-jenis Pelaksanaan Off the Job
Macam macam metode off the job training diantaranya:
1) Lecture
Adalah metode pelatihan dengan menggunakan system kuliah
ceramah untuk menyampaikan informasi tertentu kepada pegawai.
Kelebihan metode ini adalah biaya yang diperlukan relatif murah,
waktu pelatihan cepat, materi yang diberikan relatif lengkap dan dapat
digunakan untuk melatih banyak orang sekaligus. Namun metode
kuliah ini kurang efektif untuk peserta pelatihan yang tingkat minatnya
kecil dan pemahamannya rendah karena kurangnya penerapan prinsip-
prinsip belajar seperti partisipasi, repetisi, pengalihan dan umpan balik,
dan terkadang membuat peserta pelatihan menjadi jenuh dan malas
untuk mengikuti pelatihan secara total.
2) Video Presentation
Adalah metode pelatihan yang hampir mirip dengan lecture, hanya
saja dalam prosesnya menggunakan video dan atau slide presentasi.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa video presentation adalah
bagian dari lecture, beberapa yang lain tidak, karena beranggapan
bahwa lecture adalah metode yang hanya mengandalkan kuliah
ceramah tanpa bantuan media presentasi. Kekuatan dari metode ini
adalah adanya variasi dalam tampilan kuliah ceramah. Peserta
pelatihan dapat dibuat lebih tertarik dengan apa yang disajikan oleh
presentator, serta membantu peningkatan pemahaman karena biasanya
dalam video dan atau slide presentasi ditambahkan animasi-animasi
tertentu sebagai gambaran materi yang dijelaskan. Sedangkan
kelemahan dari metode ini hampir sama juga dengan metode lecture,
yaitu kemungkinan kurangnya penerapan prinsip-prinsip belajar seperti
partisipasi, repetisi, dan umpan balik.
3) Vestibule Training
Adalah metode pelatihan untuk meningkatkan keterampilan,
terutama yang bersifat teknikal, di tempat pekerjaan, akan tetapi tanpa
10
mengganggu aktivitas kerja sehari-hari. Scenario penggunaannya
adalah sebagai berikut: Misalkan sebuah organisasi akan melakukan
vestibule training. Organisasi akan menyediakan lokasi tertentu dalam
organisasi untuk meniru kegitan-kegiatan yang berlangsung dalam
organisasi yang bersangkutan. Akan tetapi, karena lokasi meniru itu
disediakan di tempat khusus, kegiatan-kegiatan sebenarnya tidak
terganggu sama sekali.
Kelebihan dari metode ini adanya penerapan partisipasi,
pengalihan keterampilan, dan repetisi sebagai prinsip belajar.
Disamping itu, peserta pelatihan dapat segera menerima umpan balik
tentang hasil pelatihan yang baru saja diikutinya. Melalui metode ini,
peserta dapat terhindar dari tekanan dan kebingungan sehingga dapat
lebih berkonsentrasi pada materi. Manfaat lain yang tidak kalah
penting ialah bahwa jika pegawai yang sedang mengikuti pelatihan
berbuat kesalahan dalam pelaksanaan tugas, kesalahan itu dapat
segera diperbaiki tanpa merusak citra organisasi. Sehingga organisasi
dapat terhindar dari kerugian akibat kesalahan yang mungkin
dilakukan pekerja dalam pekerjaan yang sebenarnya. Sayangnya,
kelemahan dari metode ini adalah perlunya ketersediaan
perusahaan/organisasi dalam menyiapkan ruangan khusus sebagai
sarana pelatihan yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak
sedikit.
4) Role Playing
Adalah metode pelatihan dengan teknik memainkan peran tertentu
dalam suatu situasi kerja. Pegawai kemudian diminta untuk
memberikan response terhadap peran yang lain, memberikan sejumlah
tanggapan berupa kritikan atau pujian yang membangun. Metode ini
biasanya digunakan untuk sensivity job, dengan sasaran pelatihan
terutama bukan untuk meningkatkan keterampilan, melainkan yang
menyangkut keperilakuan, terutama yang berwujud kemampuan
menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari kacamata
orang lain. Teknik penggunaannya ialah dengan mengharuskan peserta
pelatihan terlibat dalam suatu permainan dimana seseorang
memainkan peranan pihak lain tertentu. Misalnya, agar seorang
11
pegawai memahami pandangan dan cara kerja manajernya, maka
pegawai tersebut melakukan role play sebagai manajer dan
menyelesaikan masalah tertentu dengan orang lain yang berperan
sebagai pegawai/bawahannya. Teknik ini sering pula digunakan jika
yang menjadi sasaran ialah peningkatan kemampuan menyelesaikan
konflikdan melakukan interaksi positif dengan orang lain yang
mungkin berbeda dalam berbagai hal, seperti latar belakang social,
pendidikan, daerah asal, dan lain-lain.
Kekuatan dari metode ini adalah dapat membentuk rasa toleransi
antar pegawai karena telah mengetahui persamaan dan perbedaan dari
masing masing individu serta mengembangkan kreativitas yang
potensial dari pegawai, karena telah mengetahui karakteristik dari
pekerjaannya. Kelebihan lainnya, metode ini memberikan kesempatan
kepada peserta untuk berlatih kemampuan verbal, belajar memberikan
pandangan terhadap tingkah laku dan nilai-nilai yang berhubungan
dengan hubungan antar manusia, mengembangkan kepercayaan diri
dan keberanian peserta dalam membuat suatu keputusan.
Kelemahannya adalah pengalaman pelatihan kadang tidak sesuai
dengan kondisi di lapangan, terkadang metode ini ditangkap sebagai
hiburan semata sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai, dan juga
memerlukan banyak waktu.
5) Case Study
Adalah metode pelatihan dengan prinsip penyelesaian kasus
tertulis. Penggunaan studi kasus sebagai instrument pelatihan dapat
mempunyai dua makna. Pertama, peserta pelatihan mempelajari situasi
problematic tertentu dengan proses penyelesaian dari orang lain.
Kedua, peserta pelatihan menganalisis situasi problematic sendiri dan
menemukan solusi terbaik penyelesaian masalah.
Penggunaan metode studi kasus sering diberikan kepada manajer
atau calon manajer untuk mengasah kemampuan dalam mengambil
keputusan dan atau menyelesaikan masalah. Adapun kekuatan dari
metode ini adalah adanya kesempatan berlatih untuk memunculkan
skill dalam menginterpretasikan data dan daya nalar yang digunakan.
Sedangkan kelemahannya adalah terkadang beberapa orang
12
menyepelekan dan tidak menyukai latihan dengan teknik tertulis yang
dirasa kurang riil dengan situasi pekerjaan sesungguhnya.
6) Simulation
Pengertian simulation menurut Sondang (1999), adalah suatu
bentuk pelatihan dengan menggunakan suatu alat mekanikal yang
identik betul dengan alat yang akan digunakan oleh peserta pelatihan
dalam tugasnya.
Metode simulasi berbeda dengan vestibule training karena metode
simulasi lebih menekankan pada penguasaan penggunaan alat
mekanikal yang persis sama dengan yang akan digunakan saat bekerja,
sedangkan vestibule training memusatkan tujuan pelatihan pada
peningkatan keterampilan yang bersifat teknikal.
Contoh dari penerapan metode simulasi ini adalah pelatihan yang
ditujukan bagi seorang pilot. Salah satu bagian penting dari pelatihan,
misalnya adalah bagaimana cara menerbangkan pesawat dalam
ruangan simulasi. Hal-hal yang harus dipahami contohnya tentang
bagaimana cara menghidupkan mesin, meminta ijin meninggalkan
apron menuju landasan pacu, tinggal landas, terbang dalam berbagai
cuaca dan segala bentuk situasi yang nantinya mungkin akan dihadapi
saat bekerja.
Kekuatan dari metode ini adalah peserta pelatihan dapat menguasai
dan menyelesaikan masalah dalam berbagai keadaan, karena
sebelumnya pernah mengalami hal sama, meskipun dalam keadaan
simulasi. Sedangkan kelemahannya, karena mekanikal yang digunakan
untuk pelatihan identik dengan yang ada pada lapangan kerja, tentu
saja membutuhkan biaya yang lebih mahal.
7) Self Study
Inti dari metode ini adalah pembelajaran terhadap informasi kerja
yang dilakukan secara mandiri oleh pegawai. Banyak organisasi yang
mendorong pegawainya untuk belajar sendiri, akan tetapi terkendali
melalui proses belajar yang terprogram. Organisasi dapat menyediakan
bahan pelajaran yang beraneka ragam bentuknya, seperti buku
pedoman, buku petunjuk, rekaman video, slide presentasi atau yang
13
lainnya yang kesemuanya mengandung bahan-bahan pelajaran yang
dianggap penting dikuasai oleh pegawai.
Kekuatan dari metode pelatihan ini adalah penyesuaian kecepatan
belajar dapat disesuaikan dengan kecepatan pemahaman masing-
masing pegawai, serta penghematan biaya untuk perusahaan yang
memiliki jumlah pekerja yang banyak dan tersebar di beberapa daerah
yang berbeda. Kelemahannya, dalam metode ini susah dilakukan
pemantauan secara merata dan umpan balik secara konsisten antara
penyelia dengan pegawai yang diberikan pelatihan.
8) Programmed Learning
Inti dari metode ini adalah penggunaan prinsip memberikan
pertanyaan kepada peserta pelatihan. Metode ini dilakukan secara
otomatis dengan membuat program khusus pada computer yang
memungkinkan adanya umpan balik penyelesaian secara langsung
pada setiap pertanyaan yang telah dijawab.
Kekuatan dari program ini adalah adanya pengetahuan lebih yang
dimiliki pegawai terkait informasi-informasi perusahaan, atau
pemecahan masalah tertentu yang terdapat dalam pelatihan. Biaya
yang dikeluarkan juga relative lebih murah, karena sarana yang
digunakan dapat ditekan seminimal mungkin, dengan hanya
menyediakan program khusus dalam computer. Kelemahannya, tidak
semua peserta pelaihan dapat menggunakan computer atau memiliki
skill yang tinggi dalam pengoperasian IT. Kejenuhan juga dapat terjadi
karena efek melihat layar monitor yang terlalu lama.
9) Laboratory Training
Metode ini dikembangkan dalam bentuk latihan kelompok.
Latihan ini dapat digunakan untuk mengembangkan sensitivitas antar
anggota kelompok yang nantinya dapat diterapkan pada lingkungan
kerja. Metode ini hampir sama dengan role playing, hanya saja dalam
laboratory training dilakukan dengan jumlah orang yang lebih banyak
(berkelompok). Kekuatan dari metode ini adalah timbulnya rasa saling
memahami antar anggota kelompok, sedangkan kelemahannyaadalah
lamanya proses pelatihan yang tidak dapat diprediksi akurat
14
penyelesaian targetnya, karena setiap individu memiliki tingkat
penyesuaian diri dan pemahaman akan orang lain yang berbeda-beda.
Metode yang telah dipaparkan diatas memiliki karakteristik
tersendiri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing
sehingga pemilihan penggunaan metode yang paling baik adalah
dengan memilih metode yang paling sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi sebuah organisasi.
2.1.4 Proses Penentuan dan Pelaksanaan Pelatihan
Penerapan yang efektif membutuhkan sebuah proses pelatihan yang
sistematis. Menurut Robert L. Mathis & John H. Jackson (2003), proses pelatihan
dan pengembangan meliputi analisis (assessment), perancangan (design),
penyampaian (delivery), dan evaluasi (evaluation). Runtutan proses tersebut
bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya usaha pelatihan yang tidak
terencana, tidak terkoordinasi, dan serampangan sehingga biaya pengeluaran
organisasi menjadi sia-sia.
Berikut gambar proses pelatihan:
Gambar 2.3 Proses Pelatihan Robert L. Mathis & John H. Jackson (2003)
1. Analysis
15
Analysis (Analisis) merupakan tahap awal yang digunakan dalam desain
pembelajaran. Tahap ini merupakan suatu tahapan yang menjelaskan mengenai
hal-hal yang harus dipelajari oleh peserta didik. Analisis ini juga digunakan untuk
mengklarifikasi apakah ada masalah yang akan dihadapi sehingga nantinya dapat
menemukan solusi yang tepat untuk menghadapi masalah dalam penyelenggaraan
program pembelajaran. Tahap analisis merupakan suatu proses
mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta belajar, yaitu
menganalisis kebutuhan, mengidentifikasi masalah, dan melakukan analisis
tugas. (Muhammad Afandi dan Badarudin, 2011:24). Sehingga hasil yang
diharapkan dapat sesuai dengan hal-hal yang diharapkan sebelumnya.
1. Analisis Organisasi
Analisis organisasi menentukan di mana pelatihan dapat dilakukan dan
di mana seharusnya dilakukan. Analisis ini memfokuskan pada organisasi
secara keseluruhan mencakup analisis tujuan organisasi, sumber daya,
iklim organisasi, serta analisis lingkungan eksternal dan internal
organisasi
Langkah-langkah dalam Analisis Organisasi :
a. Indeks Efektivitas Organisasional, meliputi : ukuran-ukuran seperti biaya
tenaga kerja, efisiensi produksi, kualitas kerja, kecelakaan kerja, perputaran
karyawan dan kemangkiran.
b. Perencanaan Suksesi personalia, meliputi : perencanaan suksesi personalia,
lowongan jabatan, sumber TK pengisian lowongan.
c. Analisis Iklim Organisasional, meliputi : pemeriksaan terhadap perasaan,
opini, kepercayaan dan sikap yang dimiliki anggota terhadap organisasi.
Contoh Kasus : Petugas Rumah Sakit melakukan sebuah survey kepuasan
pelayanan tentang komunikasi karyawan Rumah Sakit terhadap pasien dengan
cara memberikan kuesioner kepada setiap pasien yang sudah selesai
melakukan pemeriksaan, dari hasil survey pihak Rumah Sakit mendapatkan
hasil bahwa sebagian besar pasien merasa kurang puas dengan cara karyawan
berkomunikasi pada saat pelayanan di Rumah Sakit. Sebagai seorang manajer
Rumah Sakit, melihat hasil yang demikian kemudian menentukan pelatihan
yang dibutuhkan leh karyawan-karyawannya yaitu berupa pelatihan Public
Speaking atau Komunikasi dalam Pelayanan kesehatan.
2. Analisis Tugas
16
Analisis tugas mengidentifikasi pelatihan apa saja yang harus diberikan
kepada karyawan terkait dengan pekerjaannya. Tujuan analisis ini adalah
mengetahui tentang tugas yang harus dilakukan karyawan, penentuan standar
kinerja untuk suatu pekerjaan, penentuan pengetahuan, kemampuan dan
perilaku yang diperlukan dalam suatu pekerjaan. Analisis ini meliputi :
a. Suatu pengumpulan informasi yang menggambarkan secara rinci
bagaimana pekerjaan dilaksanakan.
b. Penentuan standar-standar kinerja untuk pekerjaan tersebut dapat
ditentukan.
c. Bagaimana tugas-tugas akan dilaksanakan untuk mencapai standar tersebut.
d. Pengetahuan, keahlian, kemampuan dan karakteristik lainnya yang
diperlukan bagi pelaksanaan tugas yang efektif.
Contoh Kasus : Rumah Sakit B melakukan evaluasi kerja karyawan melalui
penilaian hasil kinerja yang dilakukan oleh supervisor di lapangan apakah
karyawan sudah melaksanakan kinerjanya sesuai dengan tugas yang diberikan,
dari hasil penilaian diketahui ternyata para kepala ruang dinilai belum
melaksanakan tugas dan tanggung jawab nya dengan baik sehingga koordinasi
ruang di rumah sakit masih belum maksimal, melihat keadaan ini sebagai
kepala RS merencanakan untuk memberikan pelatihan kepemimpinan atau
leadership untuk semua kepala ruang RS.
3. Analisis Individu
Analisis individu mengidentifikasi siapa atau karyawan mana yang
membutuhkan pelatihan dan pelatihan apa saja yang perlu diberikan.
Analisis yang perlu dilakukan yaitu meliputi :
a. Penentuan metode pengukuran kemampuan
b. Penyusunan instrumen pengukuran kemampuan
c. Pengukuran kemampuan di lapangan
d. Pengolahan hasil pengukuran kemampuan
e. Gambaran hasil pengukuran kemampuan
Contoh Kasus : Puskesmas A baru saja menerima 5 pegawai baru dalam bidang
KIA 1 tahun yang lalu, kepala Puskesmas baru saja melihat hasil laporan kerja
masing-masing pegawai baru bidang KIA selama 1 bulan terakhir, dalam
laporan ditemukan bahwa kinerja mereka tergolong masih rendah dalam
bidang pemasangan dan pelepasan KB IUD dan Implan, untuk meningkatkan
17
kemampuan kerja mereka, kepala puskesmas memutuskan untuk memberikan
pelatihan CTU kepada mereka agar kemampuan dalam bidang pemasangan
dan pelepasan KB bisa meningkat.
2. Design
Design (Desain) merupakan tahap setelah proses analisis dimana tahap ini
adalah tidak lanjut atau kegiatan inti dari langkah analisis. Desain pembelajaran
juga dikatakan sebagai rancangan dalam proses pembelajaran. Desain
disusun dengan mempelajari masalah, kemudian mencari solusi melalui
identifikasi dari tahap analisis kebutuhan pada proses sebelumnya. Salah satu
tujuan dari tahap ini adalah menentukan strategi pembelajaran yang tepat agar
peserta didik dapat mencapai tujuan dalam proses pendidikan, khususnya dalam
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan dalam proses pembelajaran.
3. Development
4. Implementation
Suatu rencana pembelajaran yang telah dibuat tidak akan kita ketahui
hasilnya apabila tidak ada suatu tindakan yang dilakukan. Adanya tindakan
18
tersebut sangat berarti karena pembelajaran akan memunculkan hal baru berupa
dampak yang dapat dijadikan pengalaman atau bahkan acuan apabila telah
membuahkan hasil, untuk itulah perlu adanya implementasi yang berarti
pelaksanaan atau penerapan dari suatu rencana dimana ini merupakan salah satu
model ADDIE yang menjadi satu kesatuan dengan tahap-tahap sebelumnya sebagai
penyempurna dan cukup berpengaruh dalam pelaksanaan pembelajaran.
5. Evaluation
19
manajer personalia dan atau suatu tim. Dalam program pengembangan telah
ditetapkan sasaran, proses, waktu, dan metode pelaksanaannya. Supaya lebih baik
program ini hendaknya disusun oleh manajer personalia dan atau suatu tim serta
mendapat saran, ide maupun kritik yang bersifat kontruksif. Metode-metode
pengembangan harus didasarkan kepada sasaran yang ingin dicapai. Sasaran
pengembangan karyawan adalah :
1. Meningkatkan kemampuan dan keteramilan teknis mengerakan pekerjan atau
technical skills.
2. Meningkatkan keahlian atau kecakapan memimpin serta mengambil
keputusan atau managerial skills danconceptual skill.
20
Under Study adalah teknik pengembangan yang dilakukan dengan
praktek langsung bagi seseorang yang dipersiapkan untuk menggantikan
jabatan atasannya. Di sini calon disiapkan untuk mengisi jabatan tempat ia
berlatih apabila pimpinannya berhenti. Jadi, merupakan on the job training,
tetapi under study biasanya untuk jabatan kepemimpinan.
21
2) Mempermudah mendapatkan pengalaman praktis
e. Committee Assignment
f. Business games
g. Sensitivity Training
22
2.2.3 Berbagai Pendekatan Pengembangan Karyawan
Menurut Noe,Hollenbeck, Gerhart, Wright (2010:526) terdapat empat
pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan karyawan: pendidikan
formal, penilaian, berbagai pengalaman kerja, dan hubungan pribadi.
1. Pendidikan Formal
Program-program pendidikan formal (formal education programs)
meliputi program-program di luar dan di dalam perusahaan yang dirancang
khusus bagi para karyawan perusahaan, kursus-kursus singkat yang
ditawarkan para konsultan atau universitas, program-program M.B.A
eksekutif, dan program-program universitas dimana para peserta benar-benar
berada di universitas ketika mengikuti kelas. Program-program tersebut
mungkin meliputi ceramah oleh para ahli bisnis, berbagai permainan dan
simulasi bisnis, petualangan belajar, serta pertemuan dengan para pelanggan.
Banyak perusahaan mengandalkan pada program-program pengembangan
dalam perusahaan yang ditawarkan oleh pusat-pusat pelatihan dan
pengembangan atau universitas perusahaan, daripada mengirim para karyawan
untuk program-program yang ditawarkan universitas. Berbagai perusahaan
mengandalkan program-program dalam perusahaan karena perushaan tersebut
dapat dikaitkan langsung dengan kebutuhankebutuhan bisnis, dapat mudah
dievaluasi dengan menggunakan metrik-metrik perusahaan dan bisa
mendapatkan tingkat keterlibatan manajemen senior.
2. Penilaian
Penilaian (Assesment) meliputi mengumpulkan informasi dan
memberikan umpan balik kepada karyawan tentang perilaku, gaya
komunikasi, atau berbagai keterampilannya. Para karyawan, rekan kerjanya,
para manajer, dan para pelanggan dapat memberikan informasi. Penilaian
paling sering digunakan untuk mengidentifikasi para karyawan dengan potensi
manajerial serta mengukur berbagai kekuatan dan kelemahan para manajer
saat ini. Penilaian juga digunakan untuk mengidentifikasi para manajer dengan
potensi untuk pindah ke posisi-posisi eksekutif yang lebih tinggi serta dapat
digunakan oleh tim-tim kerja untuk mengidentifikasi berbagai kekuatan dan
kelemahan dari para anggota tim individu dan proses-proses pengambilan
keputusan atau gaya-gaya komunikasi yang menghambat produktivitas.
Penentuan Tolak Ukur merupakan alat yang dirancang untuk mengukur faktor-
23
faktor penting agar menjadi manajer yang berhasil. Berbagai hal yang diukur
oleh penentuan tolak ukur didasarkan pada penelitian yang menelaah pelajaran
dari para eksekutif yang belajar pada berbagai peristiwa yang sangat penting
dalam kariernya.
3. Berbagi pengalaman kerja
Sebagian besar pengembangan karyawan terjadi melalui pengalaman
kerja (job experiences). Hubungan, masalah, tuntutan, tugas, atau ciri lain yang
dihadapi para karyawan pada pekerjaanya. Asumsi utama dari menggunakan
pengalaman pekerjaan untuk pengembangan karyawan adalah pengembangan
paling mungkin terjadi ketika ada ketidakcocokan antara keterampilan
karyawan dengan pengalaman di masa lalu serta keterampilan yang
dibutuhkan pada pekerjaan. Agar dapat berhasil pada pekerjaanya, para
karyawan harus merentangkan keterampilannya, yaitu dipaksa belajar
keterampilan baru, menerapkan keterampilannya dan pengetahuan dengan cara
baru, serta pengalaman baru yang utama.
4. Memperluas pekerjaan saat ini
Perluasan pekerjaan (job enlargement) mengacu pada menambahkan
tantangan atau tanggung jawab baru untuk pekerjaan karyawan saat ini. Hal ini
meliputi tugas proyek khusus, beralih peran pada tim kerja, atau meneliti cara
baru melayani para klien dan pelanggan.
5. Perputaran pekerjaan
Perputaran pekerjaan merupakan proses memindahkan individu secara
sistematis dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain selama waktu berjalan. Tugas
pekerjaan mungkin ada pada bidang fungsional perusahaan atau gerakan yang
mungkin ada antara pekerjaanpekerjaan pada bidang fungsional atau
Departemen. Karyawan yang berputar pada posisi-posisi baru diperlukan
untuk mendokumentasikan berbagai pengalaman dan pembelajaran, terutama
menekankan cara posisi agar membantunya lebih memahami perusahaan.
6. Peralihan, promosi, dan gerakan ke bawah
Gerakan ke atas, horizontal, dan kebawah tersedia untuk tujuan-tujuan
pengembangan pada kebanayakan perusahaan. Pada proses peralihan,
karyawan ditugaskan pekerjaan pada bidang perusahaan yang berbeda-beda.
Peralihan tidak harus meningkatkan berbagai tanggung jawab pekerjaan atau
kompensasi. Peralihan cenderung bergerak horizontal ( pindah ke pekerjaan
24
dengan tanggung jawab yang sama). Promosi merupakan pengangkatan ke
dalam posisi-posisi dengan tantangan yang lebih besar, tanggung jawab yang
lebih banyak, dan kewenangan yang lebih banyak dari pekerjaan sebelumnya.
Promosi biasanya termasuk kenaikan gaji. Gerakan ke bawah (downward
move) terjadi ketika seorang karyawan kurang diberikan tanggung jawab dan
kewenangan. Hal ini mungkin melibatkan pindah pada posisi lain pada tingkat
yang sama (penurunan pangkat secara horizontal), gerakan lintas fungsi
sementara, atau penurunan pangkat karena lemahnya kinerja.
7. Magang di luar perusahaan
Magang di luar perusahaan mengacu pada perusahaan yang mengizinkan
para karyawan untuk mengambil peran operasi purna waktu pada perusahaan
lain.
b. Pembinaan
Pembina (coach) adalah rekan kerja atau manajer yang bekerja
dengan karyawan untuk memotivasinya, membantunya mengembangkan
berbagai keterampilan, serta memberikan penguatan dan umpan balik.
Ada tiga peran yang dapat dimainkan Pembina. Sebagian Pembina
mungkin dilakukan satu per satu dengan karyawan (seperti memberikan
umpan balik). Peran lain adalah membantu para karyawan belajar untuk
dirinya sendiri. Hal ini membantunya menemukan para ahli yang dapat
membantunya dengan berbagai kekhawatiran dan mengajarkannya cara
mendapatkan umpan balik dari orang lain. Ketiga, pembinaan mungkin
meliputi menyediakan sumber daya, seperti para pembimbing, kursus,
atau pengalaman kerja di mana karyawan tidak mampu memperoleh akses
tanpa bantuan dari Pembina.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelatihan dan Pengembangan
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh pelatihan
dan pengembangan.
a. Dukungan manajemen puncak
Agar program-program pelatihan dan pengembangan berhasil, dibutuhkan
dukungan kepemimpinn dari atas. Tanpa dukungan manajemen puncak, program
pelatihan dan pengembangan tidak akan berhasil. Cara paling efektif untuk
26
mencapai kesuksesan adalah para eksekutif harus aktif mengambil bagian
dalam pelatihan dan memberikan sumber daya yang dibutuhkan.
b. Komitmen para spesialis dan generalis
Disamping manajemen puncak, seluruh manajer baik itu spesialis ataupun
generalis, harus berkomitmen dan terlibat dalam proses pelatihan dan
pengembangan. Tanggung jawab utama untuk pelatihan dan pengembangan
melekat pada para manajer lini, dari mulai presiden dan chairman of the board ke
bawah. Para profesional pelatihan dan pengembangan semata-mata hanya
memberikan keahlian teknis.
c. Kemajuan teknologi
Tidak ada faktor selain teknologi yang memberi pengaruh lebih besar pada
pelatihan dan pengembangan. Teknologi telah memainkanperan besar dalam
mengubah cara pengetahuan yang disampaikan kepada para karyawan, dan
perubahan ini terus berlanjut.
d. Kompleksitas organisasi
Perubahan-perubahan yang semakin cepat dalam teknologi, produk,
sistem, dan metode telah memberikan pengaruh signifikan pada persyaratan-
persyaratan kerja. Dengan demikian, para karyawan sukses secara terus
menerus meningkatkan ketrampilan mereka dan mengembangkan sikap yang
memungkinkan mereka tidak hanya beradaptasi terhadap perubahan, namun
juga menerima bahkan mencari perubahan tersebut. Banyak organisasi telah
berubah secara dramatis sebagai akibat perampingan, inovasi teknologi dan
permintaan pelanggan akan produk-produk dan jasa-jasa baru yang lebih baik.
Para supervisor dan karyawan yang bekerja dalam tim-tim yang mengarahkan diri
mereka sendiri (self directed teams) mengambil alih banyak beban kerja yang
diwariskan tingkatan manajemen menengah yang telah dihapuskan. Seluruh
perubahan ini diterjemahkan menjadi kebutuhan yang lebih besar akan pelatihan
dan pengembangan.
2.4 Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan SDM
2.4.1 Definisi Evaluasi
Philips (1991) mendefinisikan evaluasi sebagai proses sistematis untuk
menentukan nilai atau makna sesuatu. Holli dan Colabrese (1998) mendefinisikan
evaluasi sebagai proses pembentukan penilaian tentang kualitas program, produk
dan tujuan. Boulmetis dan Dulwin (2000) mendefinisikan evaluasi sebagai proses
27
sistematis mengumpulkan dan menganalisis data untuk menentukan apakah dan
sejauh mana tujuan akan atau sedang dicapai. Schalok (2011) mendefinisikan
evaluasi efektifitas sebagai penentuan sejauh mana suatu program telah memenuhi
tujuan kinerja yang ditetapkan Hamblin (1974) evaluasi merupakan segala upaya
untuk memperoleh informasi (umpan balik) tentang pengaruh program pelatihan
dan umtuk mengukur nilai pelatihan berdasarkan informasi tersebut.
Ada beberapa definisi tentang evaluasi seperti yang dikemukakan para ahli
dalam tulisan yang mereka buat. Tayibnapis (2000) mengumpulkan pendapat-
pendapat dari Tyler (1950), Cronbach (1963), Stufflebeam (1971), Alkin (1969),
Provus (1971) yang mencestukan Discrepancy Evaluation, dan Sriven (1967). Dari
pendapat-pendapat mereka yang saling melengkapi itu, evaluasi didefinisikan
sebagai berikut, Evaluasi merupakan suatu proses untuk menyediakan informasi
tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan
pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih
diantara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila
dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh.
Penjelasan definisi :
....sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai bagaimana perbedaan
pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih
diantara keduanya,..., berarti bahwa evaluasi yang dimaksudkan untuk
membandingkan suatu kegiatan yang telah diselesaikan dengan yang seharusnya
diselesaikan. Hasilnya, apakah sesuai, dibawah standar, atau diatas standar yang
telah ditentukan, hal ini membutuhkan tolok ukur tertentu. Misalkan, prakiraan
suatu proyek rumah sakit yang sedang dikerjakan pada waktu 3 bulan akan selesai
75% dan pengeluaran anggaran sebesar 1 miliar, kenyataannya proyek baru
diselesaikan sebesar 65% dan pengeluaran anggaran telah habis 1,1 miliar. Lalu,
diputuskan hasil evaluasi terhadap terjadinya perbedaan ini.
Jadi evaluasi adalah suatu proses untuk mencaritahu bagaimana proses
pengembangan pelatihan telah berhasil mempengaruhi indiviu, tim dan organisasi.
Secara umum evaluasi adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan efisiensi suatu program.
2.4.2 Desain Evaluasi
Desain Evaluasi Desain evaluasi pelatihan digunakan untuk menjawab dua
pertanyaan pokok, yaitu :
28
1. Apakah tujuan mengalami perubahan atau tidak dalam kriteria (misalnya
belajar, perilaku, hasil-hasil organisasional)
2. Apakah perubahan tersebut dapat dihubungkan dengan program pelatihan atau
tidak.
Terdapat dua strategi untuk menentukan perubahan.
1. Membandingkan cara para partisipan setelah pelatihan dengan cara mereka
sebelum menjalani program pelatihan
2. Membandingan belajar,perilaku atau hasil-hasil dari kelompok yang terlatih
dengan belajar, perilaku atau hasil-hasil dari kelompok yang terlatih dengan
belajar, perilaku atau hasil-hasil dari kelompok yang tidak terlatih. Desain-
desain evaluasi ditarik dari kedua strategi tersebut.
a. Proses One Shot Post Test Only Design
Ukuran evaluasi pelatihan dikumpulkan hanya dari kelompok yang
terlatih, setelah mengikuti pelatihan.
Melatih Mengukur
Gambar 2.5 Proses One Group Pre Test Post Test Design
c. Multiple Baseline Design
Dalam design ini, pelatih mengukur kelompok beberapa kali
sebelum dan setelah pelatihan. Pelatih sebaik-baiknya tidak menggunakan
ukuran yang menonjol seperti kuisioner atau tes belajar. Multiple
Baseline Design memungkinkan pelatih mengamati trend-trend kinerja dan
melihat apakah terdapat perubahan dalam trend segera setelah pelatihan.
Sebagai contoh, pelatih menemukan karyawan-karyawan yang sulit
meningkatkan kinerjanya namun melakukan lompatan jauh segera setelah
mendapatkan pelatihan.
29
Jika desain ini digunakan, pelatih dapat lebih yakin bahwa
pelatihan disebabkan perubahan yang diamati. Desain ini sangat baik jika
karyawan dilatih scara simultan.
Mengukur Mengukur Mengukur Mengukur Mengukur
Kelompok 2
Mengukur Tidak ada pelatihan Mengukur
Penerapan model evaluasi empat level dari Kirkpatrick dalam pelatihan dapat
diuraikan dengan persyaratan yang diperlukan sebagai berikut.
1. Level 1: Reaksi
33
Evaluasi reaksi ini sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan peserta
pelatihan. Komponen-komponen yang termasuk dalam level reaksi ini yang
merupakan acuan untuk dijadikan ukuran. Berikut indikator-indikator dari
komponen-komponen tersebut:
a. Instruktur/ pelatih
Dalam komponen ini terdapat hal yang lebih spesifik lagi yang dapat diukur
yang disebut juga dengan indikator. Indikator-indikatornya adalah kesesuaian
keahlian pelatih dengan bidang materi, kemampuan komunikasi dan
ketermapilan pelatih dalam mengikut sertakan peserta pelatihan untuk
berpartisipasi.
b. Fasilitas pelatihan
Dalam komponen ini, yang termasuk dalam indikator-indikatornya adalah
ruang kelas, pengaturan suhu di dalam ruangan dan bahan dan alat yang
digunakan.
c. Jadwal pelatihan
Yang termasuk indikator-indikator dalam komponen ini adalah ketepatan
waktu dan kesesuaian waktu dengan peserta pelatihan, atasan para peserta dan
kondisi belajar.
d. Media pelatihan
Dalam komponen ini, indikator-indikatornya adalah kesesuaian media
dengan bidang materi yang akan diajarkan yang mampu berkomunikasi
dengan peserta dan menyokong instruktur/ pelatihan dalam memberikan
materi pelatihan.
e. Materi Pelatihan
Yang termasuk indikator dalam komponen ini adalah kesesuaian materi
dengan tujuan pelatihan, kesesuaian materi dengan topik pelatihan yang
diselenggarakan.
f. Konsumsi selama pelatihan berlangsung
Yang termasuk indikator di dalamnya adalah jumlah dan kualitas dari makanan
tersebut.
g. Pemberian latihan atau tugas
Indikatornya adalah peserta diberikan soal.
h. Studi kasus
Indikatornya adalah memberikan kasus kepada peserta untuk dipecahkan.
i. Handouts
Dalam komponen ini indikatornya adalah berapa jumlah handouts yang
diperoleh, apakah membantu atau tidak.
34
2. Level 2: Pembelajaran
Pada level evaluasi ini untuk mengetahui sejauh mana daya serap peserta
program pelatihan pada materi pelatihan yang telah diberikan, dan juga dapat
mengetahui dampak dari program pelatihan yang diikuti para peserta dalam
hal peningkatan knowledge, skill dan attitude mengenai suatu hal yang
dipelajari dalam pelatihan. Pandangan yang sama menurut Kirkpatrick, bahwa
evaluasi pembelajaran ini untuk mengetahui peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diperoleh dari materi pelatihan. Oleh karena itu
diperlukan tes guna untuk mengetahui kesungguhan apakah para peserta
megikuti dan memperhatikan materi pelatihan yang diberikan. Dan biasanya
data evaluasi diperoleh dengan membandingkan hasil dari pengukuran
sebelum pelatihan atau tes awal (pre-test) dan sesudah pelatihan atau tes akhir
(post-test) dari setiap peserta. Pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa
sehingga mencakup semua isi materi dari pelatihan.
3. Level 3: Perilaku
Pada level ini, diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan
tingkah laku peserta (karyawan) dalam melakukan pekerjaan. Dan juga untuk
mengetahui apakah pengetahuan, keahlian dan sikap yang baru sebagai
dampak dari program pelatihan, benar-benar dimanfaatkan dan diaplikasikan
di dalam perilaku kerja sehari-hari dan berpengaruh secara signifikan terhadap
peningkatan kinerja/ kompetensi di unit kerjanya masing-masing.
4. Level 4: Hasil
Hasil akhir tersebut meliputi, peningkatan hasil produksi dan kualitas,
penurunan harga, peningkatan penjualan. Tujuan dari pengumpulan informasi
pada level ini adalah untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok
kerja atau organisasi secara keseluruhan. Sasaran pelaksanaan program
pelatihan adalah hasil yang nyata yang akan disumbangkan kepada perusahaan
sebagai pihak yang berkepentingan. Walaupun tidak memberikan hasil yang
nyata bagi perusahan dalam jangka pendek, bukan berarti program pelatihan
tersebut tidak berhasil. Ada kemungkinan berbagai faktor yang mempengaruhi
hal tersebut, dan sesungguhnya hal tersebut dapat dengan segera diketahui
penyebabnya, sehingga dapat pula sesegera mungkin diperbaiki.
b. Return on Investment (ROI)
35
ROI paling sulit dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi nilai balik
modal dari pelaksanaan pelatihan. Dibutuhkan waktu, biaya dan analisa data
yang akurat untuk keberhasilan evaluasi ini.
a. Pengukuran ROI
1) Menghitung Biaya Pelatihan
a) Desain dan Pengembangan
Pada tahap ini, tidak jarang para (training koordinator/manager)
membutuhkan bantuan konsultasi dengan pihak lain (konsultan). Selain
itu, untuk mengembangkan materi pelatihan dibutuhkan serangkaian
penelitian atau observasi. Semua itu membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Biaya pelatihan dalam desain dan pengembangan antara
misalnya,pembelian video, dan lain-lain
b) Promosi
Suatu pelatihan membutuhkan waktu untuk diterima oleh karyawan atau
pihak manajemen. Sebelum dilaksanakan, pelatihan terlebih dahulu
diperkenalkan atau disosialisasikan pada seluruh karyawan yang ada
dalam organisasi atau perusahaan, untuk melaksanakan hal ini,
seringkali pihak penyelenggara pelatihan (divisi pelatihan dan
pengembangan) harus mengadakan pertemuan dengan manager dari
divisi lain atau biaya perjalanan keluar kota. Tentu saja biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut harus dihitung dengan
seksama.
c) Administrasi
Termasuk dalam biaya administrasi adalah semua biaya yang dikeluarkan
untuk kegiatan surat-menyurat, telepon,pembuatan formulir, buku
absen dan biaya yang dibebankan kepada peserta (jika diperlukan)
d) Material
Pada umumnya dalam setiap pelatihan, materi telah disusun sedemikian
rupa dalam satu buku atau bundel sehingga lebih memudahkan peserta
dalam mengikuti pelatihan. Materi pelatihan bisa berupa buku panduan
(manual) atau buku kerja (worksheet)
e) Fasilitas
36
Fasilitas yang digunakan dalam pelatihan dapat berupa sewa ruangan,
media pelatihan (alat peraga, peralatan audio-
video,OHP/LCD,proyektor) ataupun fasilitas lain yang secara khusus
disediakan untuk kelancaran jalannya pelatihan.
f) Fakultatif
Termasuk dalam katagori biaya adalah semua biaya yang berhubungan
dengan pelaksanaan pelatihan, baik yang dilaksanakan dengan bantuan
instruktur, pelatih atau fasilitator. Untuk dapat menghitung biaya
tersebut, maka harus didapatkan informasi berikut ini:
(1) Jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan
(2) Durasi pelatihan (berapa jam / hari)
(3) Honor untuk instruktur, pelatih dan fasilitator
(4) Biaya transport, akomodasi, konsumsi dan sebagainya
(5) Durasi waktu yang digunakan peserta pelatihan untuk belajar
sendiri
g) Peserta
Ketika karyawan harus mengikuti pelatihan pada jam-jam kerja maka hal
itu harus dikalkulasikan dengan seksama. Jika pelatihan dilaksanakan
ditempat lain (bukan dalam perusahaan), biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh peserta, seperti transportasi, akomodasi dan lain-lain juga tetap
dihitung.
h) Evaluasi
Untuk melakukan evaluasi pelatihan digunakan berbagai cara sehingga
membutuhkan dana. Dana harus ditung secara jelas mulai dari
persiapan evaluasi sampai pembuatan laporan.
2) Menghitung Keuntungan
Sebagai dasar dalam mengitung keuntungan finasial, seorang training manager
harus dapat menggunakan salah satu indikator dibawah ini:
a) Peningkatan Produktifitas
Beberapa hal yang menjadi indikator adanaya peningkatan produktifitas :
(1) Perbaikan metode atau prosedur kerja agar lebih efisien
(2) Peningkatan keterampilan agar pekerjaan diselesaikan dengan cepat
(3) Peningkatan motivasi kerja agar karyawan melakukan berbagai upaya
untuk mencapai keberhasilan.
37
b) Penghematan biaya
Penghematan biaya suatu pelatihan dihitung dari beberapa hal :
(1) Berkurangnya alat-alat kerja atau mesin yang rusak sehingga bisa
menghemat biaya pemeliharaan
(2) Berkurangnya biaya kerja (pengurangan jumlah karyawan karena satu
karyawan dapat mengerjakan tugas secara efisien, akses informasi
menjadi lebih mudah dan cepat sehingga usaha yang harus dukeluarkan
untuk menyelesaikan suatu tugas relatif sedikit), sehingga dana yang
harus dikeluarkan menjadi lebih kecil
c) Pendapatan
Peningkatan pendapatan dapat dilihat dari hal-hal berikut ini:
(1) Keberhasilan memenangkan tender sehingga berpengaruh pada
peningkatan penjualan
(2) Peningkatan jumlah penjualan yang merupakan hasil referal dari
karyawan non-sales
(3) Gagasan-gagasan baru yang akhirnya melahirkan produk baru yang
dapat membawa kesuksesan perusahaan.
3) Menghitung ROI
Return on Investemen (pengembalian keuntungan investasi) dinyatakan dalam
bentuk prosentase. Prosentase tersebut menunjukkan pengembalian
investasi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil dari
pelatihan. Dari informasi tentang biaya dan keuntungan yang didapat dari
suatu pelatihan, maka diperoleh rumus perhitungan prosentase ROI sebagai
berikut :
ROI (%) = keuntungan bersih program x 100%
Biaya program
Cara lain menghitung ROI adalah dengan menghitung berapa lama (bulan)
jangka waktu yang dibutuhkan agar biaya yang telah di investasikan untuk
pelatihan menjadi impas. Artinya biaya tersebut berhasil ditutup dengan
keuntungan yang diperoleh. Dengan cara ini, pihak manajemen akan lebih
mudah melihat berapa lama dana yang di investasikan untuk pelatihan akan
kembali dengan menghasilkan keuntungan, sehingga kemungkinan untuk
menerima pengadaan program pelatihan menjadi besar.
Rumus untuk menghitung jangka waktu pengembalian investasi adalah :
38
Jangka waktu pengembalian = Biaya program
Keuntungan bulanan
Contoh menghitung ROI
CV X bergerak dalam bidang penerbitan dan percetakan buku kesehatan
akan mengadakan suatu pelatihan bagi para customer service dengan durasi
pelatihan selama 48jam, jumlah peserta 50 orang dan jangka waktu
perhitungan keuntungan adalah 12 bulan. Berapakah Return of Infestemen
(ROI) dan jangka waktu pengembalian biaya dari pelatihan tersebut?
Penghitungan ROI
Durasi pelatihan 48 jam
Perkiraan jumlah peserta 50 peserta
Jangka waktu penghiungan keuntungan 12 bulan
Biaya-biaya
Desain dan pengembangan Rp 10.000.000
Promosi Rp 5.000.000
Administrasi Rp 3.000.000
Material Rp 5.000.000
Fasilitas Rp 10.000.000
Fakultatif Rp 7.500.000
Peserta Rp 15.000.000
Evaluasi Rp 2.500.000
Total biaya Rp 58.000.000
Keuntungan (bersih)
Produktifitas Rp 50.000.000
Penghematan Rp 40.000.000
Pendatapan Rp 0 +
Total keuntungan Rp 90.000.000
Return on infestemen* 155%
Jangka waktu pengembalian biaya 7 bulan
Penghitungan
*ROI = Rp 90.000.000 x 100% = 155%
39
Rp 58.000.000
** kentungan perbulan Rp 90.000.000 = Rp 7.500.000
12 bulan
Jangka waktu ROI = Rp 58.000.000 = 7,73 = 7 bulan
Rp 7.500.000
Dengan melihat perhitungan diatas, para training manager / training
coordinator akan sulit jika tidak bekerjasama dengan divisi atau departemen
lain. Oleh karena itu, seorang training manager hendaknya memiliki
kemampuan interpersonal relathionship selain memahami masalah-masalah
finansial.
Dengan memandang bawa pelatihan merupakan suatu investasi dan bukan
sekedar pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara rutin
(dalam kondisi ekstrim bahkan hanya sebagai sarana untuk menghabiskan
dana yang telah dianggarkan), diharapkan pihak manajeme dan rekan kerja
dari devisi lain akan mudah memahami hubungan antara pelatihan dan
keuntungan yang akan diperoleh.
Dengan menggunakan teknik ROI, diharapkan pandangan-pandangan
negatif dari sebagian orang (manager) bahwa pelatihan merupakan suatu
kegiatan yang tidak signifikan (lebih sebagai pelengkap dalam perencanaan
anggaran) akan berubah.
c. ROTI (Return on Training Investment)
ROTI (Return on Training Investment) yaitu pengukuran pengembalian
investasi dalam training itu sendiri. Alat ukur ini mencoba menghitung benefit
dari sebuah training dari kontek finansial, karena Training merupakan sebuah
investasi perusahaan melalui pengembangan SDM-nya yang pada akhirnya
bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu profit. Sehingga dengan
ROTI perusahaan dapat menghitung benefit yang didapat dari diadakannya
training tersebut.
Isolasi efek merupakan upaya yang dilakukan untuk menjamin bahwa manfaat
yang diperhitungkan dalam ROTI adalah murni manfaat yang diperoleh dari
pelatihan saja. Untuk mengetahui isolasi efek sebuah pelatihan dapat dilakukan
dengan metode :
a. Control group : karyawan yang tidak mendapat pelatihan.
b. Participant/supervisor estimates dengan cara membuat kuesioner yang
mencantumkan hal-hal yang mempengaruhi kinerja. Kuesioner diberikan
kepada peserta pelatihan.
c. Trend analysis menggunakan analisa proyeksi/asumsi sehingga kita tahu
trendnya peningkatan kinerja antara sebelum dan sesudah pelatihan dalam
kurun waktu 1 tahun.
Pengukuran ROTI untuk Pelatihan Karyawan di Bagian Pendukung
Karyawan di bagian pendukung (SDM,KEU) tidak memiliki dampak langsung
terhadap kinerja perusahaan. Perannya adalah memberian dukungan kepada bagian
inti (produksi, pemasaran) sehingga mereka dapat berkinerja lebih baik dan
memberikan keuntungan menyeluruh bagi perusahaan.
Kendala utama untuk menghitung ROTI pada kasus ini adalah menentukan
dan mengkonversi benefit dalam bentuk finansial. Dalam hal ini, gaji yang diterima
karyawan Bagian Pendukung diasumsikan sebagai benefit.
41
Keterangan :
Employees Pay : nilai uang dari seluruh take home pay karyawan yang mengikuti
pelatihan dalam satu tahun.
Faktor Koreksi (FK) : bias dari rata-rata sesudah dan sebelum pelatihan
Bila karyawan yang mengikuti pelatihan lebih dari satu maka take home pay harus
dikalikan faktor koreksi (FK) yang berasal dari standar deviasi kinerja karyawan
dibagi rerata nilai kinerja.
SD Standar Deviasi
SD = ( - X Nilai kinerja karyawan (dapat diperoleh dari KPI
individu)
XRerata nilai kinerja karyawan
NJumlah karyawan yang mengikuti pelatihan
CONTOH KASUS
Berikut adalah contoh perhitungan ROTI dari Pelatihan ROTI pada tanggal 15-09-2015
Analisa Data
Keterangan :
1 : Sangat Rendah
2 : Rendah
3 : Cukup
4 : Tinggi
5 : Sangat Tinggi
Nilai besarnya pengaruh pada tabel diatas dapat diperoleh dari kuesioner yang
disebarkan pada peserta. Setiap peserta diminta untuk memberikan respon pada
atribut-atribut yang ada dengan memberikan nilai 1 sampai 5.
42
Dari data diketahui bahwa isolation effect dari pelatihan ROTI sebesar 16 % (blok
warna kuning). Isolation Effect adalah upaya yang dilakukan untuk menjamin bahwa
manfaat yang diperhitungkan dalam RoTI adalah murni manfaat yang diperoleh dari
pelatihan saja.
MENGHITUNG NET BENEFIT
Rumus : (Isolation Effect x Benefit) Total Biaya Pelatihan
Perhitungan : (16% x 240.000.000) 32.000.000
= 6.400.000
43
Artinya semakin tinggi nilai prosentase ROTI maka dapat dikatakan bahwa
pelatihan tersebut memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaan. tetapi perlu
diingat pula bahwa jumlah peserta juga sangat berpengaruh terhadap besarnya
prosentase perhitungan ROTI.
2.4.6 Evaluator Program Pelatihan
Keberhasilan kegiatan evaluasi program pelatihan akan sangat ditentukan oleh
siapa yang melakukan evaluasi atau elevator. Elevator adalah oarang yang dipercaya
oleh pemilik program dan orang-orang yang berkepentingan dengan program untuk
melaksanakan evaluasi. Penentuan siapa yang akan menjadi evaluator ini sangat
tergantung kepada pemilik program. Berikut ini disajikan hal-hal yang berkaitan
dengan alternatif evaluator, pertimbangan penentuan dan kompetensi evaluator.
1. Alternatif penentuan elevator
Penentuan tentag siapa yang akan berperan sebgaia evaluator sangat penting dan
menentukan dalam kegiatan evaluasi. Membuat keputusan tentang siapa yang
akan mengambil bagian sebagai evaluator terkadang mengandung konflik pilihan
yang dilematis. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika memikirkan siapa
yang akan berperan sebagai evaluator adalah; Apakah evaluator berasal dari dalam
atau luar organisasi?. Apakah evaluator merupakan sebuah tim atau individu?.
Apakah evaluator merupakan tenaga paruh waktu atau bekerja penuh?. Apakah
evaluator merupakan tenaga profesional atau amatir?. Jawaban atas setiap
pertanyaan tersebut mengarah kepada pemilihan dan penentuan evaluator.
2. Pertimbangan Penentuan Evaluator
Pertimbangan ini berkaitan dengan masalah keuntungan dan kerugiannya.
Pertimbangan anata evaluator orang dalam dan orang luar
Orang dalam adalah orang yang berasal dari bagian atau institusi penyelenggara
program pelatihan, dan biasanya mereka telah ikut dalam proses pengembangan
dan pelaksanaan program pelatihan. Sedangkan yang dimaksud dengan orang luar
adalah mereka yang berperan sebagai evaluator berasal dari luar bagian atau
isntitusi penyelenggara program pelatihan. Kelebihan orang dalam adalah mereka
sudah menegtahui organisasi dengan baik, dapat mengetahui reputasi, status, dan
kredibilitas organisasi tempatnya bekerja. Ia memiliki hubungan yang baik dengan
staf, memahami saluran komunikasi dalam organisasi. Kelemahan orang dari
dalam adalah terjadinya bias, karena konflik kepentingan, mungkin evaluator
tidak memiliki keterampilan evaluasi, atau pekerjaan evaluasi yang
44
dilaksanakannya terganggu oleh tugas lain dan akibatnya ia tidak dapat menepati
waktu. Sebaliknya apabila evaluator ditentukan dari orang luar, maka
kelebihannya mereka dapat bersikap netral, dapat bertindak sebagai pengamat
independent, obyektif sebagai pengamat, dan lebih kompeten dalam teknik
evaluasi. Kekurangan evaluator dari luar adalah mereka kurang akrab dengan
kebiasaan organisasi, tidak mengenal tatacara yang ada diorganisasi yang
dimasuki, dan tidak menutup kemungkinan pemeliharaannya hanya berdasarkan
rekomendasi.
Pertimbangan antara evaluator tim dan individu
Kelebihan evaluator individual atau perorangan adalah adanya kejelasan tentang siapa
yang harus bertanggungjawab, sedangkan kekurangannya adalah keberhasilan
atau kegagalan evaluasi tergantung pada satu orang. Sebenarnya hampir mustahil
pekerjaan evaluasi program pelatihan hanya diselesaikan oleh satu orang tanpa
bantuan orang lain. Apabila evaluator ditentukan oelh tim maka kelebihannya
adalah adanya pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas. Evaluator terdiri
atas gabungan orang dengan berbagai keahlian sehingga bisa saling melengkapi.
Kelemahan evaluator tim adalah perlu waktu untuk pembentukan tim,
membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Pertimbangan antara evaluator part-time dan full-time
Evaluator part-time dan full-time masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan apabila evaluator bekerja penuh waktu adalah pekerjaan terorganisisr
dengan baik, ketepatan dan arus informasi tidak tergantung pada evaluator.
Sedangkan kelemahannya adalah biaya relatif lebih mahal, mengurangi
kesempatan pertisipasi dalam kegiatan evaluasi. Apabila evaluator bekerja paruh
waktu adalah dapat melibatkan berbagai keahlian dalam waktu yang tidak terlalu
lama dan dimungkinkan penggunaan tenaga ahli dari luar. Sementara
kelemahannya adalah waktu kunjungan singkat tidak memungkinkan untuk
mempelajari permasalahan secara menyeluruh dan perlu biaya dan peralatan yang
banyak untuk penjadwalan.
Pertimbangan antara evaluator amatir dan professional
Pengertian evaluator professional di sini adalah mereka yang menjadikan pekerjaan
evaluasi atau penelitian sebagai pekerjaan pokok sehari-hari dan telah menekuni
pekerjaan evaluasi dalam waktu yang lama. Orang-orang diluar kriteria tersebut
dianggap sebagai amatir. Kelebihan evaluator amatir, terutama yang sudah
45
berpengalaman, meskipun amatir evaluator biasanya dapat meemhami isi dari
objek evaluasi dengan baik dan dapat memilih berbagai keterampilan evaluasi
berdasarkan pengalaman. Kelemahan evaluator amatir adalah karena kurangnya
pengetahuan tentang evaluasi akibatnya dapat menurunkan obyektivitas evaluasi,
kemepuan evaluasinya terbatas dan mereka memiliki keterbatasan dalam pilihan
rencana evaluasi. Kelebihan evaluator professional adalah evaluator dapat
melaksanakan evaluasinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan teknis dan
evaluator memiliki berbagai pilihan model evaluasi berdasarkan penegtahuan
maupun pengalamannya. Kelemahan evaluator professional (biasanya orang luar),
tidak selamanya dapat diterima oleh orang dlaam, kecenderungan menggunakan
metode tertentu, dan menghalangi pemilihan metode atau rencana orang lain.
3. Kompetensi Evaluator
Evaluator haruslah dipilih dari orang yang benar-benar memiliki kempetensi di
bidangnya. Ketidakbebasan dalam penentuan evaluator harus dihindari, sebab hal
itu akan berpengaruh negatif terghadap hasil evaluasi. Ketidakbebasan karena
konflik kepentingan atau conflict of interest lebih besar pengaruhnya terhadap
hasil ketimbang ketidakmampuan dalam bidan teknis. Kompetensi evaluator dapat
dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu: kompetensi manajerial, kompetensi teknis,
kompetensi konseptual dan kompetensi bidan studi.
a. Kompetensi Manajerial, merupakan keterampilan dalam mengelola dan
mengendalikan seluruh kegiatan evaluasi sehingga dapat berlangsung dengan
baik. Keterampilan manajerial ini meliputi: keterampilan mengorganisisr,
memimpin, mengkoordinir, mengarahkan, mengawasi, keterampilan
berkomunikasi, keterampilan interpersonal, analisis system, membuat perjanjian
atau kontrak, menjelaskan wawasan politik, keterampilan menerapkan etika
profesi dan sebagainya.
b. Keterampilan teknis, yakni keterampilan melakukan kegiatan evaluasi langkah
demi langkah, dari perencanaan sampai pembuatan laporan evaluasi secara tuntas.
Termasuk keterampilan teknis ini di antaranya adalah; keterampilan
mengembangan instrument, melaksanakan test dan pengukuran, melakukan
analisis statistik. Menguasai berbagai metode pengumpilan data, menguasai
aplikasi komputer, menguasai berbagai soft-ware bidang statistik, menerapkan
emtodolgi penelitian evaluasi, membuat intrepetasi, membuat rekomendasi dan
menulis laporan serta mempresentasikan laporan.
46
c. Kompetensi Konseptual, yaitu keterampilan tingkat tinggi yang berkaitan dengan
kemampuan menganalisis dan pemecahan masalah. Keterampilan konseptual yang
harus dikuasai evaluator diantaranya adalah kemampuan menentukan pilihan,
menyusun rencana awal, mengklarifikasikan dan menganalisis masalah, melihat
dan menunjukkan hubungan antar variabel dan membuat kesimpulan.
d. Kompetensi bidang studi, yaitu kemampuan di bidang disiplin ilmu yang terkait
dengan kegiatan evaluasi. Keahlian ini meliputi: pengalaman kerja di bidang
evaluasi, berpengalaman tentang sumber literatur yang berkaitan dengan objek
yang dievaluasi, menguasai konsep-konsep maupun model evaluasi.
2.4.7 Tujuan Evaluasi Pelatihan
Pelatihan dilakukan untuk memberikn manfaat yang sebesar-besarnya dari
output yang dihasilkan. Beberapa tujuan yang dapat diharapkan dari kegiatan
pelatihan adalah:
1. Untuk memberikan kesempatan bagi segenap karyawan untuk
mempertahankan dan mengembangkan skill yang selama ini dimiliki
karyawan ditempat kerjanya.
2. Memberikan para karyawan skil-skil baru yang sangat dibutuhkan untuk
kemajuan perusahaan.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia di perusahaan.
4. Menemukan dan menganalisa informasi mengenai pencapaian tujuan dalam
jangka pendek dan jangka panjang.
5. Mengetahui pengaruh program pelatihan terhadap kinerja hasil
implementasinya.
6. Mengetahui dengan cepat kemungkinan untuk perbaikan dan sinkronisasi
program pelatihan sesuai dengan perkembangan situasi.
7. Mengetahui reaksi peserta terhadap sebagian atau keseluruhan program
pelatihan;
8. Mengantisipasi tindakan tertentu ketika diperlukan untuk mengambil langkah-
langkah perbaikan
9. Mengetahui hasil pelaksanaan pelatihan dan pengaruhnya terhadap kinerja
serta masalah-masalahnya;
10. Mengetahui opini pemimpin dan bawahan peserta mengenai hasil pelatihan;
11. Mengetahui hubungan hasil pelatihan serta dampaknya bagi organisasi di
tempat peserta bekerja.
47
Jadi tujuan evaluasi pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap karyawan serta meningkatkan kualitas dan produktifitas
organisasi secara keseluruhan sehingga organisasi menjadi lebih kompetitif.
2.4.8 Evaluasi Pengembangan
Evaluasi berkaitan dengan proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh
mana, dalam hal apa, dan bagian mana dari tujuan pengembangan SDM sudah
tercapai. Evaluasi juga dimanfaatkan untuk mengambil keputusan terhadap sebuah
proses secara menyeluruh (input, proses, output) . Walaupun dalam Pengembangan
sumber daya manusia (SDM) evaluasi sering dikritik untuk fungsi terbatas dalam
pengambilan keputusan organisasi (Han,H.& Boulay,D:2013). Sims(2006)
menyatakan mengapa program pengembangan SDM kususnya pelatihan dan
pengembangan perlu dievaluasi. Beberapa alasan pentingnya mengevaluasi program
pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kekuatan dan kelemahan program pelatihan dan pengembangan.
Termasuk menentukan apakah programnya sesuai dengan tujuan pembelajaran,
kualitas lingkungan belajar dan apakah penerapan pengembangan yang telah
dilaksanakan benar-benar terjadi dalam pekerjaan.
2. Menilai apakah isi, organisasi dan administrasi program memberikan kontribusi
dalam pembelajaran dan konten dalam pengembangan SDM digunakan dalam
pekerjaan.
3. Mengetahui apakah program pengembangan ini menguntungkan atau merugikan
bagi peserta.
4. Mendapatkan data pemasaran dengan bertanya pada partisipan apakah mereka akan
merekomendasikan program tersebut dan bagaimana tingkat kepuasan mereka
terhadap program tersebut.
5. Menentukan keuntungan finansial dan biaya program
6. Membandingkan biaya dan keuntungan program pengembangan SDM yang
berbeda untuk memilih program yang terbaik. Hargreaves dan Javis (2000)
mengemukakan beberapa hal yang perlu dievaluasi dalam pengembangan SDM
antara lain; proses pembelajaran, proses pengajaran, media audio visual, isi materi,
produk, lokasi dan tempat akomodasi dan konsumsi, hasil jangka panjang tentang
penerapan keterampilan di tempat kerja, efektivitas biaya. Evaluasi dimulai dengan
identifikasi yang jelas dari tujuan atau hasil yang diharapkan dari pengembangan
program tersebut.Ini diharapkan bahwa program pengembangan didasarkan pada
48
tujuan organisasi dan upaya perbaikan. Namun, korelasi harus langsung
membimbing upaya pengembangan jika hasil pengembangan dihubungkan dengan
langkah-langkah organisasi (Burrow & Berardinelli:2003). Evaluasi dapat
melayani beberapa tujuan dalam organisasi. Menurut Phillips (1996) Evaluasi
dapat membantu untuk melakukan hal berikut:
a) Menentukan apakah program SDM mencapai tujuannya;
b) Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan;
c) Menentukan rasio biaya-manfaat program;
d) Putuskan siapa yang harus berpartisipasi dalam program SDM masa depan;
e) Mengidentifikasi mana peserta yang paling diuntungkan atau setidaknya
diuntungkan dari program;
f) Memperkuat poin utama yang harus dilakukan untuk para peserta;
g) Mengumpulkan data untuk membantu dalam pemasaran program masa depan;
h) Menentukan apakah program tersebut sesuai;
i) Membangun database untuk membantu manajemen dalam membuat
keputusan. Pengembangan SDM bukanlah masalah sistem yang diatur
melainkan masalah pendekatan. Setelah dianalisis dari beberapa para periset
salah satunya adalah Kumpikaite dan Sakalas ( 2008), merumuskan
persyaratan untuk pengembangan SDM dengan membedakan 5 arah evaluasi
sistem pengembangan SDM.
Pendekatan organisasi untuk pengembangan SDM. Agar sistem
pengembangan SDM untuk menjadi efektif, pendekatan organisasi untuk
SDM harus positif, yaitu, harus ada iklim pembelajaran. Strategi organisasi
dan Pengembangan SDM harus sesuai. Organisasi harus fokus pada
perubahan terus-menerus dan terus-menerus belajar dan harus
menggunakan metode kerja tim.
Fungsi pengembangan SDM (kerja karyawan layanan pengembangan SDM
(performer)). Fungsi pengembangan SDM secara konsep meliputi kegiatan
dan proses pengembangan SDM, meskipun yang melakukan mereka.
Keberhasilan aktivitas sistem pengembangan SDM sangat tergantung pada
pendekatan karyawan terhadap pengembangan SDM.
Karya pengembangan SDM dan evaluasi mereka. Ketika mengevaluasi
sistem pengembangan SDM yang diperlukan untuk memperjelas pekerjaan
49
apa yang dilakukan dalam organisasi. Hal ini diperlukan untuk melihat
apakah pengembangan karyawan baru, organisasi dan karir, pengembangan
profesional dan peningkatan skill dilakukan, apakah ada sistem adaptasi
dalam organisasi. Namun, tidak cukup jika ingin operasi yang efektif dari
sistem; maka perlu melakukan evaluasi proses pengembangan SDM dan
mengklarifikasi apakah SDM yang dipromosikan perlu pengembangan.
Karir dan pengorganisasian cadangan. Hal ini sangat berhubungan dengan
pengembangan sumber daya dan evaluasi mereka. Lebih lagi untuk
mengevaluasi cadangan dan organisasi karir. Dua kegiatan bersamaan,
tetapi tidak mungkin untuk mengevaluasi mereka dengan tepat, kita hanya
dapat menyatakan bahwa sistem bertindak atau tidak, dan karyawan serta
organisasi puas dengan ini.
Identifikasi kebutuhan pengembangan dan penghargaan. Sistem
pengembangan SDM akan bertindak secara efektif hanya ketika kebutuhan
untuk pengembangan ini diidentifikasi dengan benar. Konsep fungsi
pengembangan SDM meliputi kegiatan dan proses pengembangan SDM,
meskipun yang melakukan mereka. Keberhasilan aktivitas pengembangan
SDM tergantung pada pengembangan SDM dan pendekatan mereka.
50
ditetapkan. Supaya efektif, pelatihan haru merupakan suatu solusi yang tepat bagi
permasalahan organisasi, yakni bahwa pelatihan tersebut dimaksudkan untuk
memperbaiki kekurangan keterampilan. Untuk meningkatkan usaha belajarnya, para
pekerja harus menyadari perlunya perolehan informasi baru atau mempelajari
keterampilan-keterampilan baru, dan keinginan untuk belajar harus dipertahankan.
Pelatihan dikatakan efektif yaitu apabila pelatihan yang dilakukan telah mencapai
tujuan dari pelatihan tersebut diselenggarakan dan memberikan dampak yang baik
terhadap peserta dan institusi yang melaksanakan pelatihan tersebut.
Menurut Marihot 2007, terdapat beberapa proses/kegiatan yang harus dilakukan
dalam upaya mengembangkan program pelatihan dan pengembangan yang efektif,
yaitu:
1. Menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi, yang sering disebut need analysis atau
need assessement
2. Menentukan sasaran dan materi program pelatihan
3. Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan
4. Mengevaluasi program pelatihan
ANALISIS KEBUTUHAN
Kebutuhan Organisasi
Kebutuhan Tugas
Kebutuhan Pegawai
Prinsip-prinsip belajar
Biaya yang tersedia
Fasilitas yang ada
Waktu
51
Secara teoritis terdapat beberapa prinsip belajar yang dianggap sangat penting untuk
meningkatkan efektivitas pelatihan, yaitu:
a. Participation atau Partisipasi
Merupakan keterlibatan seorang peserta latihan dalam kegiatan pelatihan secara
aktif dan secara langsung. Partisipasi merupakan aspek penting dalam pelatihan
sebab partisipasi dapat meningkatkan pemahaman yang lebih baik dan sukar untuk
dilupakan.
b. Repetition
Adalah melakukan atau mengatakan secara berulang-ulang dalam usaha
menanamkan suatu ide dalam ingatan seseorang. Suatu konsep atau cara
melaksanakan pekerjaan, bilamana dilakukan atau didengar secara berulang-ulang
akan tertanam dalam ingatan seseorang.
c. Relevance
Berarti pelatihan mempunyai arti atau manfaat yang sangat penting pada
seseorang, misalnya seseorang melaksanakan suatu pekerjaan melalui suatu
langkah-langkah tertentu dan ini mempunyai arti penting karena memudahkan dia
dalam pelaksanaan pekerjaan.
d. Transference
Berarti adanya kesesuaian antara pelatihan dan pekerjaan yang dilakukan
sehari-hari oleh pegawai. Transference akan memotivasi seseorang untuk belajar
sebab pelatihan akan dirasakan bermanfaat oleh peserta karena dapat
mempermudah peserta dalam melakukan tugas-tugas sehari-hari.
52
e. Feedback
Merupakan pemberian informasi atas perkembangan kemajuan yang telah
dicapai oleh peserta pelatihan, mana yang perlu diperbaiki dan mana yang perlu
dipertahankan.
Menurut Lambert, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya
untuk meningkatkan efektivitas pelatihan dan pengembangan:
1. Focus your resources (Fokus pada Sumber)
Yaitu merupakan upaya untuk menggunakan sumberdaya secara
efektif dan bijaksana. Sumber daya yang dapat dialokasikan atau digunakan
untuk pelatihan selalu tampak tidak memadai. Tantangannya yaitu bukan
sejauh mana sumberdaya itu dapat dibagi-bagikan, melainkan bagaimana
sumberdaya itu dapat digunakan secara bijaksana dan efektif. Contohnya
yaitu pelatihan sesuai dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan sesuai
program.
2. Define the audience (Identifikasi Peserta)
Yaitu menetapkan siapa yang dapat atau tidak dapat diajak untuk
mengatasi masalah yang dihadapi. Dengan melakukan identifikasi peserta
training yang diperkirakan mempunyai kebutuhan bersama, program dapat
dibuat secara akurat untuk peserta yang memang membutuhkan.
3. Let them Tell you the Problems (Memberikan Kesempatan Menceritakan
Masalah)
Merupakan upaya memberikan kesempatan kepada orang yang
bersangkutan untuk memberikan informasi tentang problem yang mereka
hadapi dengan akurat dan benar. Contoh yaitu memberikan program
konseling pada setiap sumber daya manusia yang ada dalam pelatihan
tersebut.
4. Do Practical Programs (Membuat Program-Program Praktik)
Yaitu dengan membuat program training yang praktis untuk peserta
dan staff pengajar yang hendaknya tepat dan disiplin, hingga menjamin
program yang benar benar praktis dan memungkinkan berlangsungnya
proses alih pengetahuan secara lancar.
5. Make it Real
Merupakan upaya untuk membuat contoh contoh pada saat
pelatihan yang mirip dengan situasi yang biasanya terjadi di lingkungan
53
pekerjaan agar peserta training dapat mudah mengaplikasikan pada saat
peserta berada di dunia kerja. Seperti melakukan simulasi yang
dikondisikan mirip dengan pekerjaan agar sesuai jika di aplikasikan setelah
pelatihan. Ini akan membantu ketika peserta menghadapi problem yang
nyata munculnya jawaban-jawaban yang praktis.
6. Tell it like it is
Merupakan upaya untuk menguji apakah suatu program dapat
dipakai sebagai alat untuk mengontrol perusahaan/pelaksanaan atau tidak.
Sebagai alat perubahan, program training dapat menolong karyawan/peserta
training untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang cukup.
7. Spread the Program Over Time
Yaitu merupakan upaya membagi program dalam satuan-satuan
waktu dengan mempertimbangkan tuntutan dan jadwal kerja peserta.
8. Get the Boss Involved
Merupakan upaya melibatkan boss pada saat penugasan sehingga
manager dapat melihat perubahan yang terjadi. Melibatkan boss/atasan
dalam perencanaan berarti memungkinkan boss mengikuti dan melihat
secara seksama setiap penugasan dan perubahan yang terjadi. Dan di akhir
program, kita bisa mengirimkan laporan berupa memo singkat tentang apa
yang dilakukan dan apa yang diharapkan sebagai hasil program kepada
boss.
9. Use the Program to Sense New Problem and Generate Data
Yaitu upaya untuk mendeteksi problem atau keluhan baik hubungan
antar karyawan maupun dengan atasan. Hubungan antar para peserta maupun
dengan atasan mereka akan mendeteksi problem-problem baru dan apa yang
menjadi keluhan mereka. Dalam hal ini, sebaiknya tidak memakai hanya
seorang pengamat/pendeteksi saja. Gunanya adalah untuk memungkinkan
pertukaran informasi dan mengurangi subyektivitas.
54
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pelatihan dan pengembangan adalah dua hal yang berbeda. Pelatihan (training) adalah
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan,
pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Sedangkan pengembangan
(development) mempunyai ruang lingkup lebih luas.
2. Terdapat dua macam metode yaitu on the job dan off the job. Teknik-teknik dalam on
the job lebih sering digunakan untuk pelatihan. Sedangkan teknik-teknik dalam off the
job lebih sering digunakan untuk pengembangan.
3. Evaluasi pelatihan dan pengembangan adalah suatu usaha untuk menghasilkan data
tentang efek pelatihan tersebut bagi kinerja pegawai yang akan digunakan sebagai
acuan untuk memperoleh hasil kinerja yang diinginkan.
4. Indikator keberhasilan Pelatihan dan Pengembangan dapat dilihat melalui
a. Reaksi peserta terhadap muatan isi dan proses pembelajaran yang telah
dilaksanakan, dari sangat tidak puas sampai sangat puas.
b. Pengetahuan dari pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman pelatihan dan
pengembangan, dari sangat kurang sampai sangat meningkat.
c. Perubahan dalam perilaku, yaitu dari sikap dan keterampilan yang dihasilkan.
d. Hasil atau perbaikan terukur pada individual dan organisasi, seperti menurunnya
perputaran karyawan, kecelakaan kerja dan ketidakhadiran.
e. Perhitungan ROI dan tahap ROTI. Perhitungan ini ditujukan untuk mengevaluasi
nilai balik modal setelah pelatihan. Dalam tahap ROI cenderung menilai
investasi pelatihan secara umum sedangkan dalam tahap ROTI.
5. Menurut Lambert, ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk
meningkatkan efektivitas pelatihan dan pengembangan yaitu Focus your resources,
Define the audience, Let them Tell you the Problems, Do Practical Programs, Make it
Real, Tell it like it is, Spread the Program Over Time, Get the Boss Involved, Use the
Program to Sense New Problem and Generate Data.
3.2 Saran
Sebelum sebuah organisasi merencanakan program pelatihan dan pengembangan sebaiknya
memahami terlebih dahulu metode metode pelatihan dan pengembangan yang ada
sehingga dapat program pelatihan dan pengembangan berjalan secara efektif dan efisien.
55
Selain itu perlu dilakukannya upaya-upaya agar pelatihan dan pengembangan yang
efektif, serta melihat kekurangan dan kelebihan masingmasing agar mendapatkan hasil
yang terbaik dan sesuai dengan rencana di awal.
56
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Prabu mangkunegoro, A.A. (2007).Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika Aditama.
Anwar Prabu mangkunegoro ,A.A. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia , Bandung: Refika Aditama.
Budi Cantika Yuli, Sri. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia, Malang : UMM Press.
Handoko T. Hani, 2000, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi II, Cetakan
Keempat Belas, Penerbit BPFE, Yogyakarta
I Komang Ardana, Ni Wayan Mujiati dan I Wayan Mudiartha Utama. (2012). Manajemen
Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mondy, RW, Noe, RM & Mondy, JB . (2005). Human Resources Management, New Jersey:
Pearson Prentice-Hall.
Patrick, Donal, L. (2008). Evaluating Training Programs. The Four Level. (1sted), San
Fransisco: Berret Koehler Publishers.
Samsudin, Sadili. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia, Badung: Pustaka Setia.
Umar, Husein. (2002). Evaluasi Kinerja Perusahaan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Raja Presentasi (2009). On the job & off the job training [online]. Tersedia :
http://rajapresentasi.com/2009/04/jenis-jenis-training/ [29 September 2015].
Dimohon untuk mengisi lembaran ini dengan sebenar-benarnya, dan jangan lupa
memberikan kritik dan saran anda. Partisipasi anda dalam mengisi lembar ini akan
sangat membantu kami dalam mengevaluasi program ini agar kami dapat menjadikan
program selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
______ Baik
______ Baik
3. Bagaimana anda menilai fasilitas yang disediakan? (nyaman, alat yang bagus, dll)
______ Sempurna Kritik & Saran :
______ Baik
59
4. Bagaimana anda menilai rencana kegiatan program tersebut?
______ Sempurna Kritik & Saran :
______ Baik
60
1. Apabila sebuah perubahan menjadi sukar diterima oleh bawahan anda,
sebaiknya anda mengubahnya secara perlahan-lahan agar dapat diterima
kemudian hari. (Jawaban yang benar adalah setuju).
Pretest 7 18 6 19
Posttest 20 5 7 18
Tambahan +13 +1
1. Apabila anda dipromosikan terhadap sebuah jabatan baru, anda harus menjadikan
` pekerjaan tersebut berbeda daripada pemegang jabatan sebelumnya.
(Jawaban yang benar adalah setuju).
Pretest 5 20 5 20
Posttest 21 4 6 19
Tambahan +16 +1
61
Pola Wawancara
Pewawancara memberitahukan sekilas tentang program tersebut kepada orang yang
diwawancarainya. Setelah itu pewawancara menyampaikan maksud dari wawancara tersebut,
yaitu untuk mengevaluasi kefektifan program dan agar dapat melakukan perbaikan
dikemudian hari. Pewawancara mencari tahu perilaku mana yang disenangi dan tidak, lalu
mencari tahu alasannya sehingga interview mendapatkan informasi yang jujur dan terpercaya.
1. Perubahan perilaku apa yang sudah anda pelajari yang sekiranya cocok dan dapat
anda diterima?
2. Saat anda telah selesai menjalani pelatihan, seberapa kuat keinginan anda untuk
merubah perilaku anda terhadap pekerjaan anda?
3. Seberapa baik anda dapat melakukan perubahan seperti yang kami sarankan?
__ Sangat baik__ Cukup baik __ Tidak Terlalu Baik
__ Sama Sekali Tidak
4. Jika anda tidak melakukan hal yang sebaiknya anda lakukan untuk merubah dan
yang telah anda pelajari, mengapa tidak anda lakukan?
Seberapa Penting?
Sangat Terkadang Tidak
a. Atasan saya tidak menyukai
perubahan saya
b. Saya tidak mempunyai waktu
c. Saya sudah mencobanya, tetapi tidak
berhasil
d. Alasan lain
5. Dalam kesempatan apa anda ingin melakukan sesuatu perubahan atau melakukan
___ Banyak kesempatan ___ Beberapa Kesempatan ___ Tidak Sama sekali
6. Saran apa yang anda berikan untuk membantu memperbaiki program tersebut?
______
62
Lampiran 4. Contoh Kuisioner untuk survei
Instruksi : Kuisioner ini bertujuan untuk menentukan siapa saja peserta yang telah
mempelajari dengan baik hal-hal yang telah diajarkan pada program pelatihan
63
kepemimpinan. Hasil survei ini akan membantu kami untuk menilai keefektifan
program dan agar dapat mengetahui cara yang tepat untuk diberikan kepada peserta
pelatihan. Dimohon untuk mengisi dengan jujur dan sebenar-benarnya . Anda
diperbolehkan untuk mengisi atau tidak nama anda pada bagian bawah kuisioner.
Kritik dan saran anda sangat berarti bagi kami.
belajar 5 4 3 2 1
64
Apa yang sebaiknya disediakan oleh program untuk membantu anda menjadi lebih
baik lagi?
65