Anda di halaman 1dari 8

VALIDITAS EMPIRIS DAN VALIDITAS PERWAJAHAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
yang dibina oleh Ibu Dr. Titik Harsiati M.Pd

oleh
Bayu Suryo Kusumo (140211602439)
Dara Arum Army N.M (140211603991)
Ira Putri Mayasari (140211604780)
Nensy Nur Azizah (140211603687)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
Januari 2017

PEMBAHASAN
A. Pengertian Validitas

Validitas adalah suatu derajat ketepatan atau kelayakan instrumen yang


digunakan untuk mengukur apa yang akan diukur (Ariffin, 2012:45). Menurut
Sukardi (2009: 65), validitas adalah derajat yang menunjukkan di mana suatu tes
mengukur apa yang hendak diukur. Berbeda dengan itu, Azwar (2014:50)
menyatakan bahwa validitas mengacu pada sejauh mana akurasi suatu tes atau
skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Dari ketiga pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa validitas adalah derajat ketepatan atau kelayakan
instrumen yang digunakan untuk mengukur apa yang akan diukur serta sejauh
mana instrumen tersebut menjalankan fungsi pengukurannya. Validitas adalah
suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Suatu tes dikatakan
valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Tes memiliki
validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan kriteria, dalam arti memiliki
kesejajaran antara tes dan kriteria (Arikunto, 1997: 65).
Validasi adalah suatu proses yang dilakukan oleh penyusun atau pengguna
instrumen untuk mengumpulkan data secara empiris untuk mendukung
kesimpulan yang dihasilkan oleh skor instrumen, sedangkan validitas adalah
kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur sasaran ukurnya. Dalam mengukur
validitas, perhatian ditujukan pada isi dan kegunaan instrumen. Validitas terdiri
dari validitas isi, validitas konstruk, validitas empiris, dan validitas perwajahan

B. Jenis-jenis Validitas

Ada dua kenyataan pokok yang memperlihatkan taraf validitas suatu ujian,
yaitu yang dipertimbangkan secara rasional dan yang dilihat melalui prosedur
empirik. Analisis secara rasional dapat dilakukan terhadap topik dan bidang yang
diujikan, yaitu isi ujian tersebut. Validitas yang diperolah melalui analisis seperti
ini disebut validitas isi (contens validity). Analisis rasional dapat juga dilakukan
terhadap kegiatan-kegiatan dan proses-proses sesuai dengan konsep tertentu yang
seharusnya menjadi isi dari ujian itu, dan hasilnya disebut validitas konsep atau
konstruksi (concept / contruct validity). Jenis kedua ialah kenyataan validitas yang
bersifat empirik dan statistik. Jenis ini diperoleh dengan memperhatikan hubungan
yang ada antara alat (ujian) yang sedang dipelajari dengan pengukuran atau

2
kenyataan-kenyataan yang lain. Bahan-bahan pembanding ini mungkin diperoleh
bersamaan waktunya dengan waktu penyelenggaraan ujian yang dimaksud
mungkin juga tidak.
Menurut Harsiati (2011:103), validitas empiris sama dengan validitas
bandinga. Sebuah tes dikatakan memiliki kesahihan empiris jika hasilnya sesuai
pengalaman. Begitu pula dengan Djaali dan Muljono (2008:52) yang menyatakan
bahwa validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa
validitas ditentukan berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria
eksternal. Kriteria internal adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi
kriteria, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil ukur instrumen atau tes lain di
luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria. Validitas yang ditentukan
berdasarkan kriteria internal disebut validitas internal, sedangkan validitas yang
ditentukan berdasarkan kriteria eksternal disebut validitas eksternal. Validitas
eksternal dapt dibedakan lagi atas dua macam, yaitu (a) validitas kongkruen
(concurrent validity), dan (b) validitas prediktif (predictive validity).
Validitas internal merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang
menggunakan instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai
kriteria untuk menentukan validitas item atau butir dari instrumen itu. Validitas
butir (validitas internal) diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil ukur butir tersebut
konsisten dengan hasil ukur instrumen secara keseluruhan. Oleh karena itu,
validitas butir tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan
skor total instrumen. Jika koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
instrumen positif dan signifikan, maka butir tersebut dapat dianggap valid
berdasarkan ukuran validitas internal (Djaali dan Muljono, 2008:53).
Apabila koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total instrumen
bernilai positif, makin besar koefisien maka validitas butir juga makin tinggi.
Koefisien korelasi yang tinggi antara skor butir dengan skor total mencerminkan
tingginya konsistensi antara hasil ukur keseluruhan instrumen dengan hasil ukur
butir instrumen, atau dapat dikatakan butir instrumen itu konvergen dengan butir-
butir yang lain dalam mengukur suatu konsep atau konstruk yang hendak diukur.
Untuk menghitung koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
instrumen digunakan rumus statistika yang sesuai dengan jenis skor butir dari

3
instrumen tersebut. Karakteristik internal secara kuantitatif dimaksudkan sebagai
parameter soal tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Salah satu
tujuan dilakukannya analisis adalah untuk meningkatkan kualitas soal, yaitu
apakah suatu soal dapat diterima karena telah didukung oleh data statistik yang
memadai, diperbaiki karena terbukti terdapat beberapa kelemahan atau bahkan
tidak digunakan sama sekali karena terbukti secara empiris tidak berfungsi sama
sekali.
Jika skor butir kontinum, maka untuk menghitung koefisien korelasi antara
skor butir dengan skor total instrumen digunakan koefisien korelasi product
moment (r) yang menggunakan rumus:
XY
X
Y)
(



N
r=

Jika skor butir dikotomi (misalnya 0,1), maka untuk menghitung koefisien
korelasi antara skor butir dengan skor total instrumen digunakan koefisien
korelasi biserial (rbis) yang menggunakan rumus:

r bis(i)=
XiXt
St pi
qi

Keterangan:
rbis = koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor 1 dengan skor total
Xi = rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal nomor 1
Xt = rata-rata skor total semua responden
St = standar deviasi skor total semua responden
pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor 1
qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor 1
Nilai koefisien korelasi yang didapat untuk masing-masing butir, baik butir
yang memiliki skor kontinum maupun dikotomi dibandingkan dengan nilai
koefisien korelasi yang ada di tabel r (rt), pada alpha tertentu misalnya = 0,05.

4
Jika koefisien korelasi skor butir dengan skor total lebih besar dari koefisien
korelasi dari tabel r, koefisien korelasi butir signifikan dan butir tersebut dianggap

valid secara empiris. Untuk menginterpretasikan tingkat validitas, maka koefisien


kolerasi dikategorikan pada kriteria sebagai berikut.

Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan antara


kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di
lapangan. Misalnya isntrumen untuk mengukur kinerja sekelompok pegawai,
maka kriteria kinerja pada instrumne itu dibandingkan dengan catatan-catatan di
lapangan tentang kinerja pegawai yang baik. Bila telah terdapat kesamaan antara
kriteria dalam instrumen dengan fakta di lapangan, maka dapat dinyatakan
instrumen tersebut mempunyai validitas yang tinggi (Sugiyono, 2013:353).
Berbeda dengan itu, Djaali dan Muljono (2008:54) menyatakan bahwa
validitas eksternal adalah validitas yang diukur berdasarkan kriteria eksternal.
Kriteria eksternal itu dapat berupa hasil ukur instrumen baku atau insturmen yang
dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat
dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau variabel yang hendak diukur.
Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil
perhitungan statistika.
Jika kita menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai kriteria,
maka besaran validitas eksternal dapat dikembangkan dengan cara
mengkorelasikan skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor
hasil ukur instrumen baku yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefisien korelasi
yang didapat, maka validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik.
Kriteria yang digunakan untuk menguji validitas eksternal adalah nilai tabel r (r-
tabel). Jika koefisien korelasi antara skor hasil ukur instrumen yang
dikembangkan dengan skor hasil ukur instrumen baku lebih besar daripada r-
tabel, maka instrumen yang dikembangkan dapat valid berdasarkan kriteria

5
eksternal yang dipilih (hasil ukur instrumen baku). Jadi keputusan uji validitas
dalam hal ini adalah mengenai valid atau tidaknya instrumen sebagai suatu
kesatuan, bukan valid atau tidaknya butir instrumen seperti pada instrumen
internal (Djaali dan Muljono, 2008:54).
Ditinjau dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu validitas prediktif dan validitas kongkruen.
Disebut validitas prediktif apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah
ukuran atau penampilan masa yang akan datang. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk
meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Lain daripada
itu, validitas kongkruen adalah validitas yang menggunakan ukuran atau
penampilan saat ini atau saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran
sebagai kriteria eksternal. Jenis validitas pengukuran serentak ini menunjukkan
kenyataan yang diperhitungkan dengan mengkorelasikan hasil ujian yang
dimaksud dengan suatu ukuran lain yang pengukurannya dilaksanakan bersamaan
waktu dengan pelaksanaan ujian itu.
Contoh validitas prediktif (predictive validity) adalah uji validitas tes
masuk suatu perguruan tinggi dengan menggunakan indeks prestasi semester satu
sebagai kriteria eksternal, karena indeks prestasi semester satu merupakan
penampilan masa yang akan datang pada saat pelaksanaan tes masuk. Jika
koefisien korelasi antara skor tes masuk (sebagai instrumen yang akan diuji
validitasnya) dengan indeks prestasi semester satu (sebagai kriteria eksternal)
signifikan, maka tes masuk tersebut dapat dikatakan valid berdasarkan ukuran
validitas prediktif.
Contoh validitas kongkruen (concurrent validity)adalah jika kita hendak
menguji validitas tes sumatif yang dimaksudkan untuk mengukur penguasaan
materi pelajaran selama satu semester dengan menggunakan hasil ulanagan-
ulangan harian semester yang bersamaan sebagai kriteria eksternal, karena nilai
ulangan-ulangan harian tersebut merupakan penampilan pada saat yang
bersamaan dengan penampilan yang akan diukur dengan tes sumatif yang hendak
diuji validitasnya. Jika koefisien korelasi antara skor tes sumatif (sebagai
instrumen yang akan diuji validitasnya) dengan nilai ulangan-ulangan harian

6
(sebagai kriteria eksternal) signifikan, maka tes sumatif tersebut dapat dikatakan
valid berdasarkan ukuran validitas kongkruen.
Menurut Poerwanti & Masduki (2008), validitas perwajahan atau sering
disebut dengan face validity ialah salah satu jenis-jenis validitas yang dapat
digunakan sebagai kriteria dalam menetapkan tingkat kehandalan tes. Validitas
perwajahan juga memiliki nama lain validitas permukaan atau kesahihan
permukaan. Terlihat dari namanya, validitas ini juga disebut sebagai validitas
tampang. Dalam validitas ini, kriteria yang digunakan sangat sederhana, yaitu
hanya dari tampang atau penampakan dari instrumen. Dalam validitas perwajahan
ini, kriteria tes yang digunakan dapat dilihat secara sepintas, tanpa harus
dilakukan pemahaman. Apabila instrumen pengukuran yang digunakan adalah tes,
jika berdasarkan pengamatan sepintas tes tersebut telah menunjukan fenomena
yang akan dicari, maka instrumen tes tersebut sudah memenuhi kriteria validitas
perwajahan, tanpa melakukan pemahaman yang mendalam.

7
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Arikuntoro, Suharsini. 1997. Prosedur Suatu Penelitian Pendekatan. Yogyakarta:


Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2014. Psikologi Inteligensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djaali & Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:


Grasindo

Harsiati, Titik. 2011. Penilaian dalam Pembelajaran:Aplikasi dalam


Pembelajaran Membaca dan Menulis). Malang: UM Press.

Poerwanti Endang & Masduki. 2008. Asesmen Pembelajarn di SD. Jakarta:


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2009. Metodologi penelitian pendidikan:kompetensi dan praktiknya.


Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai