Anda di halaman 1dari 2

Biografi Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra Sultan Abu al-Maali Ahmad (memerintah 1640-1650)
serta cucu dari Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir (memerintah 1605-1640). Pada masa
mudanya, beliau bergelar Pangeran Surya. Kemudian setelah ayahnya wafat, sang kakek
mengangkatnya sebagai Sultan Muda bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Dia diangkat
sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah , setelah kakeknya
meninggal dunia.

Selaku penguasa Banten, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal tegas dan cakap dalam menjalankan
roda pemerintahan. Dia pun berusaha untuk mengembalikan kejayaan Banten. Beliau
memajukan perdagangan Banten dengan meluaskan daerah kekuasaan dan mengusir Belanda
dari Batavia. Berkat kebijakannya itu, dalam waktu tidak terlalu lama, Banten telah menjadi kota
pelabuhan dagang yang penting di Selat Malaka. Kondisi ini tidak disukai VOC. Mereka lantas
memblokade Banten. Banten terpaksa mengadakan perjanjian dengan VOC yang menyatakan
bahwa hak-hak Belanda diakui dan perdagangan Banten dibatasi oleh Belanda. Namun, Sultan
Ageng Tirtayasa beberapa bulan kemudian malah menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.

Pada saat bersamaan,Sultan Ageng Tirtayasa juga berkeinginan mewujudkan Banten menjadi
kerajaan Islam terbesar. Ada dua hal yang ia lakukan. Pertama, di bidang ekonomi, kesejahteraan
rakyat ditingkatkan melalui pencetakan sawah-sawah baru serta irigasi yang sekaligus berfungsi
sebagai sarana perhubungan. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf, seorang ulama
asal Makassar, menjadi mufti kerajaan yang bertugas menyelesaikan urusan keagamaan dan
penasehat sultan dalam bidang pemerintahan.

Tempat/Tgl. Lahir : Banten, 1631

Tempat/Tgl. Wafat : Jakarta, 1692

SK Presiden : Keppres No. 045/TK/1970, Tgl. 1 Agustus 1970

Gelar : Pahlawan Nasional

Sayangnya, saat kedua putra beliau beranjak dewasa justru terjadi pertentangan dan perebutan
kekuasaan di antara mereka yang antara lain disebabkan hasutan Belanda. Sultan Abdul Fathi
yang telah mengundurkan diri kemudian pindah ke daerah Titayasa di Serang dan mendirikan
keratin baru. Dari sini sebutan Sultan Ageng Tirtayasa berasal. Di, sisi lain, Belanda terus
menghasut Sultan Haji (Pangeran Gusti) sebagai putra tertua bahwa kedudukannya sebagal
sultan akan diganti oleh adiknya,Pangeran Purbaya yang didukung Sultan Ageng. Kekhawatiran
ini buat Sultan Haji bersedia mengadakan perjanjian dengan Belanda yang intinya adalah
persekongkolan merebut kekuasaan dan tangan Sultan Ageng Tirtayasa. Tahun 1681, Sultan Haji
mengkudeta ayahnya dan tahta kesultanan. Sultan Ageng segera menyusun kekuatan kembali
guna mengepung Sultan Haji di Sorosowan (Banten). Karena terus terdesak, akhirnya Sultan
Haji meminta bantuan Belanda. Pasukan Sultan Haji dan Belanda pun menyerang benteng
Tirtayasa dan dapat menaklukkannya dengan menderita kerugian besar. Sultan Ageng masih
mengadakan perjuangan secara gerilya. Namun, Belanda terus mendesak ke wilayah selatan.
Hingga kemudian di tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap melalui tipu muslihat
Belanda dan Sultan Haji. Beliau akhirnya dipenjarakan di Batavia sampai meninggal di Jakarta
pada tahun 1692. Atas permintaan pembesar dan rakyat Banten, jenazah Sultan Ageng Tirtayasa
dapat dibawa kembali ke Banten. Sultan Ageng Tirtayasa lantas dimakamkan di sebelah utara
Masjid Agung Banten

Anda mungkin juga menyukai