Anda di halaman 1dari 5

Penanganan Nonfarmakologis dan Farmakologis pada Gigitan Ular Berbisa1-7

Ular Berbisa di Indonesia Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke
dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis
dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada
kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada
beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang
sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi
keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan
masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan
terhadap gigitan ular berbisa.1,2

Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia.


Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa
memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat
saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara
subkutan atau intramuskular.1-4

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.4

Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada
spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah
hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang
terjadi.1
Penatalaksanaan keracunan akibat gigitan ular langkah-langkah yang harus
diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:

A. Penanganan Nonfarmakologis2-6
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi
gigitan ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat
dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat
kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat
penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari
komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta
mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa
korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah:
a. Menenangkan korban yang cemas.
b. Imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit
dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak
terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat
meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah
bening.
c. Pertimbangkan Pressure Immobilisation Technique (PIT) pada
gigitan Elapidae (jenis ular tedung). Caranya dengan
membersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air
steril. Kemudian gunakan perban katun elastis dengan lebar
kurang lebih 10 cm, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian
tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang
terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti
membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu
kencang agar aliran darah tidak terganggu. Cara ini digunakan
untuk mencegah penyebaran racun yang cepat.5,6
d. Hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat
meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan
lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara
yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi
otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.

3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian


mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat
dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan
dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang
digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari
karena tidak terbukti manfaatnya.

4. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran


darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang
lebih berat.

5. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi:


a. Penatalaksanaan jalan nafas
b. Penatalaksanaan fungsi pernafasan
c. Penatalaksanaan sirkulasi
d. Penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis
korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan,
kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk
akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat
rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi
nekrosis lokal.
e. Kemudian dapat dilanjutkan dengan penanganan farmakologis

B. Penanganan Farmakologis1-4,7
1. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan
toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus.

2. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara


intramuskular.
3. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat
mati/panik.

4. Pemberian serum antibisa. Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah an-
tisera murni yang dibuat dari plasma kuda yang memberikan kekebalan
terhadap bisa ular yang bersifat neurotoksik (seperti ular dari jenis Naja
sputatrix Ular Kobra, Bungarus fasciatus Ular Belang) dan yang
bersifat hemotoksik (ular Agkistrodon rho- dostoma Ular Tanah) yang
banyak ditemu- kan di Indonesia, serta mengandung fenol sebagai
pengawet. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat
kerusakan jaringan lokal yang luas.7
Jumlah dosis yang digunakan tergantung tingkat keparahan
penderita pada saat akan menerima antisera. Dosis pertama sebanyak 2
vial 5 mL yang bila ditambahkan ke dalam larutan fisiologis menjadi
larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan
40-80 tetes/ menit, diulang 6 jam kemudian.7
Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-gejala tidak
berkurang atau bertambah) Serum Anti Bisa Ular Polivalen dapat terus
diberikan setiap 24 jam sampai mak- simum 80 100 mL.7
Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak diencerkan dapat
diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-
lahan. Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-anak sama
dengan dosis untuk orang dewasa. Lakukan uji kepekaan terlebih
dahulu, bila peka lakukan desensitisasi.7
Referensi :

1. Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM. Penatalaksanaan


Keracunan akibat Gigitan Ular Berbisa [Internet]. 3 Mar 2001 [Cited 22
Mar 2017]. Available from:
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunularberbisa.pdf
2. Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East
Asia Region, World Health Organization, 2005.
3. Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia, 2002.
4. Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News
Vol. 28, Number 3, March, 2001.
5. Australia Wide First Aid. Pressure Immobilisation Technique [Internet]. 6
Mar 2014 [Cited 22 Mar 2017]. Available from:
https://www.australiawidefirstaid.com.au/pressure-immobilisation-
technique/
6. Prough DS, Bidani A. Hyperchloremic metabolic acidosis is a predictable
consequence of intraoperative infusion of 0.9% saline. Anesthesiology.
1999;90(5):12479.
7. Biofarma. Serum Anti Bisa Ular (Kuda) [Internet]. 18 Jul 2012 [Cited 22
Mar 2017]. Available from: http://www.biofarma.co.id/produk/serum-anti-
bisa-ular-kuda-sera-2/

Anda mungkin juga menyukai