Anda di halaman 1dari 4

PERTOLONGAN PERTAMA PADA PASIEN DENGAN GIGITAN ULAR

D
I
S
U
S
U
N

OLEH

NAMA : ERIC RICKY PANGGABEAN


NIM : 2018.027
KELAS : II A
MATA KULIAH :KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DOSEN : ASTIKA HANDAYANI S.Kep.,Ns

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM I/BB PEMATANG SIANTAR

T.A 2019/2020
PERTOLONGAN PERTAMA PADA PASIEN DENGAN GIGITAN ULAR

A. DEFENISI

Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat di
bedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada
bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke
dalam tubuh mangsanya.
Gigitan ular adalah salah satu kasus gawat darurat yang terjadi di lingkungan pekerjaan dan
di berbagai belahan dunia khususnya di daerah pedesaan yang disebabkan oleh gigitan ular
berbisa. Bisa ular adalah kumpulan dari protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas dan
bervariasi. Yang mempengaruhi sitem multi organ terutama neurologik, kardiovaskular, dan
sistem pernafasan ( Suzanne Smalter dan Brenda G. Bare. 2001).
Ular berbisa dapat dibagi menurut reaksi bisanya yaitu :
1. Bisa Neurotoksik
a. Kelumpuhan otot pernafasan
b. Kardiovaskular terganggu
c. Kesadaran menurun sampaikoma
2. Bisa haemolytik
a. Luka bekas patukan yang terus berdarah
b. Haematoma pada setiap suntikan IM
c. Haematuria
d. Haemoptisis/haematemesis
e. Kegagalan ginjal

B. PERTOLONGAN PERTAMA DAN PERAWATAN LANJUTAN

1. PERTOLONGAN PERTAMA DITEMPAT KEJADIAN


Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum
korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat di lakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang
ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa,
mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan
medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Metode pertolongan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menenangkan korban yang cemas,
2. Imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat
atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau
kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa kedalam aliran darah dan getah
bening ( WHO,2016).
3. Kenali ular yang menggigit
4. Posisikan bagian yang tergigit lebih rendah dari jantung
5. Bawa ke IGD dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau
kontraksi otot untuk mencegah penyerapan bisa.
2. PENATALAKSANAAN GAWAT DARURAT

a. Primary Survey
1. Nilai tingkat kesadaran
2. Lakukan penilain ABC :
 A (airway) : kaji apakah ada muntah, perdarahan.
 B (breathing) : kaji kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan.
 C (circulation) : nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas gigitan, hematuria,
hematemesis/hemoptysis.

b. Primary Survey
1. Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau perlu
2. Beri O2, bila perlu intubasi
3. kontrol perdarahan, tourniquet dengan pita lebar untuk mencegah aliran getah bening
(pita di lepaskan bila anti bisa telah di berikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi
secepatnya ke tempat di berikannya anti bisa. Catatan : tidak di anjurkan memasang
tourniquet untuk arterial dan insisi luka.
4. Pasang infus

c. Penanganan lanjutan
1. Mencuci tangan
2. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
3. Untuk efek local di anjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar
+ 10 cm, yang di balutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung
jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigita. Bungkus rapat dengan perban seperti
membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikata jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak
terganggu. Penggunaan tourniquet tidak dianjurkankarena dapat mengganggu aliran
darah dan pelepasan tourniquet dapat menyebabkan efek sistematik yang lebih berat.
4. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus.
5. Pemberian suntikan penisilin Kristal secara intramuscular.
6. Pemberian sedasi atau analgesic
7. Kolaborasi pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein,
maka sifatnya adalah antigeniksehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, anti
bisa bersifat polivalen, yang mengandung anti bodi terhadap beberapa bisa ular. Serum
antibisa ini hanya di indikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.

Indikasi SABU (Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya gejala venerasi sistematik dan adema
hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes,
2001) :
 Derajat 0 dan I tidak di perlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka di berikan SABU
 Derajat II : 3-4 vial SABU
 Derajat III : 5-15 vial SABU
 Derajat IV : berikan penambahan 6-8 vial SABU
REFERENSI :

Suzanne Smalter dan Brenda G. Bare. 2001. Standar Perawatan pasien : Proses
Keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi.EGC : Jakarta.
Depkes . 2001.Racun Ular Berbisa
Https : www.academia . edu/11157708/BAB_l_gigitan_ular
Https : www.slideshare.net
World Health Organization.(2016)Penanganan Gigitan Ular .

Anda mungkin juga menyukai