Anda di halaman 1dari 27

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fiil wahhada-yuwahhidu (dengan

huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin berkata: Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu
menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru
menetapkannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

Secara istilah syari, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari
makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh
manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk
Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan saja.

Pembagian Tauhid

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu
hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid
Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-
kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah
Taala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan
mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu
meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini
bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah
yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan
dalam Al Quran:

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan
terang (QS. Al Anam: 1)

Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin,
maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah
kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Quran:

Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), Siapa yang
telah menciptakan mereka?, niscaya mereka akan menjawab Allah . (QS. Az Zukhruf: 87)












Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), Siapa yang
telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?, niscaya
mereka akan menjawab Allah . (QS. Al Ankabut 61)

Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahualaihi wasallam bernama
Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian,
Rasulullah shallallahualaihi wasallam tentunya belum lahir.

Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh
Muhammad bin Jamil Zainu berkata: Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan.
Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang
kafir jahiliyah (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)

Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak
dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka
berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin?
Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid
uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang
zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:

Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan (Al Fatihah: 5)

Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan
maupun perbuatan. Apa maksud yang dicintai Allah? Yaitu segala sesuatu yang telah
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila
melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga
berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan istianah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah
hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain.
Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon,
berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti
dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Taala
berfirman:

Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan:
Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut (QS. An Nahl: 36)

Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan
adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya
kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya
Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan (Lihat
Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).

Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat
menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki
perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah
untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir
tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid
uluhiyyah??

Sedangkan Tauhid Al Asma was Sifat adalah mentauhidkan Allah Taala dalam penetapan
nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Quran
dan Hadits Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah
dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan
menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa tathil
dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Taala berfirman yang artinya:

Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama-Nya (QS. Al Araf: 180)

Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna
zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata istiwa yang artinya
bersemayam dipalingkan menjadi menguasai.

Tathil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian
orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di
mana-mana.

Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa
dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat
wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk
wajah Allah, dan lain-lain.

Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.

Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah
berfirman yang artinya:

Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi
Maha Melihat (QS. Asy Syura: 11)
Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan
maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata Allah Taala memang ber-istiwa di atas
Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah.
Pemahaman ini tidak benar karena Allah Taala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam
Quran dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya
dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama
dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Quran adalah
sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.

Pentingnya mempelajari tauhid

Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid,
bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh
ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja
begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain
seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia
tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa
hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan
benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Waliyydzubillah. Maka sangat penting dan
urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling
utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: Sesungguhnya ilmu tauhid
adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib
mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang
Allah Subhanahu wa Taala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas
hamba-Nya (Syarh Ushulil Iman, 4).

Penulis: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id
Tauhid merupakan kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan Alloh kepada setiap
hamba-Nya. Namun, sangat disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang
ini tidak mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang merupakan
dasar agama kita yang mulia ini. Oleh karena itu sangatlah urgen bagi kita kaum muslimin
untuk mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Hakekat tauhid adalah mengesakan Alloh.
Bentuk pengesaan ini terbagi menjadi tiga, berikut penjelasannya.

Mengesakan Alloh dalam Rububiyah-Nya

Maksudnya adalah kita meyakini keesaan Alloh dalam perbuatan-perbuatan yang hanya dapat
dilakukan oleh Alloh, seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta isinya,
memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang merupakan
kekhususan bagi Alloh. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang
pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada
kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka.
Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini
terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati
mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Alloh Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu
pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi
itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (Ath-Thur: 35-36)

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang
beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi
Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Alloh,
Katakanlah: Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki Arsy yang
besar? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Alloh. Katakanlah: Maka apakah kamu tidak
bertakwa? Katakanlah: Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu
mengetahui? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Alloh. Katakanlah: Maka dari jalan
manakah kamu ditipu?' (Al-Muminun: 86-89). Dan yang amat sangat menyedihkan adalah
kebanyakan kaum muslimin di zaman sekarang menganggap bahwa seseorang sudah
dikatakan beragama Islam jika telah memiliki keyakinan seperti ini. Wallohul mustaan.

Mengesakan Alloh Dalam Uluhiyah-Nya

Maksudnya adalah kita mengesakan Alloh dalam segala macam ibadah yang kita lakukan.
Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai
macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu
hanya kepada Alloh semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan
merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang
difirmankan Alloh mengenai perkataan mereka itu Mengapa ia menjadikan sesembahan-
sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang
sangat mengherankan. (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari
jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Alloh semata. Oleh karena
pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Alloh dan Rosul-Nya walaupun mereka
mengakui bahwa Alloh adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

Mengesakan Alloh Dalam Nama dan Sifat-Nya

Maksudnya adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Alloh yang diterangkan
dalam Al-Quran dan Sunnah Rosululloh. Dan kita juga meyakini bahwa hanya Alloh-lah
yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Al-Quran dan Hadits
tersebut (yang dikenal dengan Asmaul Husna). Sebagaimana firman-Nya Dialah Alloh Yang
Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya bagi Dialah Asmaaul
Husna. (Al-Hasyr: 24)

Seseorang baru dapat dikatakan seorang muslim yang tulen jika telah mengesakan Alloh dan
tidak berbuat syirik dalam ketiga hal tersebut di atas. Barangsiapa yang menyekutukan Alloh
(berbuat syirik) dalam salah satu saja dari ketiga hal tersebut, maka dia bukan muslim tulen
tetapi dia adalah seorang musyrik.

Kedudukan Tauhid

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Pada kesempatan kali ini
kami akan membawakan tentang kedudukan Tauhid Uluhiyah (ibadah), karena hal inilah
yang banyak sekali dilanggar oleh mereka-mereka yang mengaku diri mereka sebagai
seorang muslim namun pada kenyataannya mereka menujukan sebagian bentuk ibadah
mereka kepada selain Alloh, baik itu kepada wali, orang shaleh, nabi, malaikat, jin dan
sebagainya.

Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia

Alloh berfirman, Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah kepada-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah
mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh
Ibnu Abbas rodhiyallohu anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas
menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah
kepada Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk
bermain-main dan bersenang-senang belaka. Sebagaimana firman Alloh Dan tidaklah Kami
ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.
Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi
Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian. (Al Anbiya: 16-17). Maka apakah kamu
mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al-Muminun: 115)

Tauhid Adalah Tujuan Diutusnya Para Rosul

Alloh berfirman, Dan sungguh Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): Sembahlah Alloh, dan jauhilah Thaghut itu. (An-Nahl: 36). Makna dari ayat
ini adalah bahwa para Rosul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad
shollallohu alaihi wa sallam diutus oleh Alloh untuk mengajak kaumnya untuk beribadah
hanya kepada Alloh semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka
pertanyaan bagi kita sekarang adalah Sudahkah kita memenuhi seruan Rosul kita
Muhammad shollallohu alaihi wa sallam untuk beribadah hanya kepada Alloh semata?
ataukah kita bersikap acuh tak acuh terhadap seruan Rosululloh ini? Tanyakanlah hal ini
pada masing-masing kita dan jujurlah

Tauhid Merupakan Perintah Alloh yang Paling Utama dan Pertama

Alloh berfirman, Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36). Dalam ayat ini Alloh
menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah
untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada
berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh
jika seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak
menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya kepada Alloh semata.

Itulah hakekat dan kedudukan tauhid di agama kita, dan setelah kita mengetahui besarnya hal
ini akankah kita tetap bersikap acuh tak acuh untuk mempelajarinya?

***

Penulis: Abu Uzair Boris Tanesia


Artikel www.muslim.or.id
Klasik

Kartu Lipat

Majalah

Mozaik

Bilah Sisi

Cuplikan

Kronologis

1.

Feb

A. Pendahuluan

Semua Muslim percaya bahwa ajaran Islam adalah suatu norma ideal yang
dapat diadaptasi oleh bangsa apa saja dan kapan saja. Ajaran Islam bersifat universal
dan tidak bertentangan dengan rasio. Semua kaum Muslim harus selalu membangun
peradaban yang bertumpu pada pesan-pesan abadi itu. Persoalannya, bagaimana
semestinya mendekati dan mengkaji aspek-aspek peradaban, kesejarahan, politik,
ekonomi dan sosial Islam yang dibangun atas universalitas itu?

Sekian banyak cendikiawan Muslim, dalam arti pemikir, yang memiliki


komitmen cukup baik kepada Islam dan juga keahlian dalam ilmu-ilmu agama Islam,
yang tetap berusaha mengembangkan pemikirannya untuk membangun peradaban
yang didasarkan atas nilai-nilai universalitas Islam tersebut. Salah satu dari
cendikiawan itu adalah Hassan Hanafi, yang berusaha mengambil inisiatif dengan
memunculkan suatu gagasan tentang keharusan bagi Islam untuk mengembangkan
wawasan kehidupan yang progresif dengan dimensi pembebasan. Dengan gagasan
tersebut, baginya, Islam bukan sebagai institusi penyerahan diri yang membuat kaum
Muslimin menjadi tidak berdaya dalam menghadapi kekuatan arus perkembangan
masyarakat, tetapi Islam merupakan sebuah basis gerakan ideologis populistik yang
mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia. Proyek besar itu dia tempuh
dengan gayanya yang revolusioner dan menembus semua dimensi ajaran keagamaan
Islam.

Hassan Hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia lahir
pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah perkampungan
Al-Azhar. Kota ini merupakan tempat bertemunya para mahasiswa muslim dari
seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar. Meskipun
lingkungan sosialnya dapat dikatakan tidak terlalu mendukung, tradisi keilmuan
berkembang di sana sejak lama. Secara historis dan kultural, kota Mesir memang telah
dipengaruhi peradaban-peradaban besar sejak masa Firaun, Romawi, Bizantium,
Arab, Mamluk dan Turki, bahkan sampai dengan Eropa moderen. Hal ini
menunjukkan bahwa Mesir, terutama kota Kairo, mempunyai arti penting bagi
perkembangan awal tradisi keilmuan Hassan Hanafi.

b. pembahasan

Tauhid sebagai pandangan dunia dan pandangan epistemologi relasional

Ketika islam dipersepsikan sebagai agama ang mengatur aspek spiritual, sebagaimana

agam-agama lain, tauhid sering dipahami sebagai keesaan tuhan, sebagimana

argumentasi tandingan atas konsep trinitas dalam agam Kristen, persepsi ini tak

seluruhnya bbenar karena ketika suatu agam di hakimi oleh nilai lain maka yang

erjadi adalah prasangka, oleh karena itu, menganggap Tauhid semata-mata diartikan
keesaan Tuhan, tidak hanya persepsi yang persial, tetapi salah untuk memahami

islam dan Tauhid. Kita mulai dari islam itu sendiri islam adalah norma kehidupan

yang sempurrna beradaptasi dengan setiap bangsa dan setiap waktu. Firaman Allah

adalah abadi dan universal, yang mencakup selurih seuasana kemanusiaan tanpa

perbedaan apakah aktivitas mental atau aktivitas duniawi.

Sepanjang pemahaman kita tentang bagaimana muslim mengartikan islam

diatas maka analisis kita tentang islam dan tauhid tidak bisa hanya sebatas pada tuhan

dan mental saj. Oleh karena itu, jalan yang terbaik untuk memehami Tauhid adalah

dengan mengartikannya sebagai penyatuan 1[1] ketika gagasan itu dikembalikan

pada bidang ketuhanan, ia akan berarti keesaan tuhan akan tetapi, sebagaimana

telah lihat, islam mencakup bidang-bidang keduniwian, mental, sekaligus

ketuhanan.dengan demikian apa yang harus kita analisis disini adalah bagaimana

tauhid berfungsi di dlampemikiran muslim,dalam lembaga-lembaga social politik

Islam dan dalam peradaban.pada titik ini,ada baiknya kita gunakan istilah pandangan

duniadan Tauhid, Murtadha mutahhari . ia mendefinisikan bahwa pandangan dunia

sebagai berikut:

Pandangan dunia tauhid berarti bahwa alam semesta ini unipolar dan uniaxial.

Pandanga dunia tauhid berarti bahwa hakeket alam semesta ini berasal dari Allah dan

akan kembali kepada-Nya. Apa yang dapat dideduksikan dari pandangan dunia ini

adalah bahwa ada dualism yang membagi dunai ini pada materi dan ruh,

Akhirnya,segala sesuatu akankembali kepada Tuhan2[2]. Disinilah kita lihat bahwa

1[1] Tauhid adalah kata benda verbal dari kata wahhada(menyatukan, membuat
jadi satu) oleh karena itu penyatuan secara harfiah adalah benar.

2[2] Kitamilik allah dan kepadanya kita akan kembali (firman allah)
tidak ada superioritas manusia atas mahluk wargadunia yang lain. Bagi muslim

hubungan antara Tuhan dengan dunia adalah hubungan antara Pencipta dan yang

diciptakan, jadi hubungan antara sebab dan akibat penciptaan, bukan hubungan seperti

sinar terhadap lampu atau kesadaran manusia terhadap manusia. Keberadaan manusia

menjadi sangat relative dihadapan Tuhan, dan setiap manusia yang diciptakan

mempunyai hubungan langsung dengan Tuhan. Dalam tauhid secara logis dapat

ditarik pengertian bahwa penciptaan Tuhan adalah esa, ia menolak segala bentuk

diskriminatif berdasarkan ras, warna kulit, kelas, garisketurunan, kekayaan dan

kekuasaan. Ia menempatkan manusia dalamkesamaan. ia juga menyatukan antar

manusia dan alam yang melengkapi penciptaan Tuhan. Keesaan tuhan berarti juga

keesaan kehidupan, yakni tidak ada pemisahan antara spritualitas dan kewadagan,

antara keagamaan dan keduniawian. Dengan memahami seluruh aspek kehidupan

diatur oleh satu hukum, dan tujuan seluruh muslim bersatu dalam kehendak Allah.

Jelaslah bahwa seluruh aspek kehidupan social Islam harus diintegrasikan kedalam

jaringan relasional islam jaringan ini diderivasikan dari pandangan dunia Tauhid

yang mencakup aspek-aspek keagamaan dan keduniawian, spiritual dan material,

sosialdan individual. Kita kemudian akan menguji jaringan relasional islam itu

melalui ibadah( yaitu lima pilar kewajiban Islam ) yang diatur olah syariat islam,

yakni : syahadat, sholat, puasa, haji.

1. Syahadat adalah persaksian seorang muslim. Mereka bersaksi tidak ada tuhan selain

Allah, Tuhan yang esa, dan Muhammad adalah rasul Allah syahadat merupakan

kewajiban yang peling penting dalam islam. Pada panggalan pertama, politheisme

diingkari dan keesaan Tuhan dikukuhkan. Pada permulaan syahadat, muslim

menyatakan Tauhid yang merupakan basis jaringan relasional Islam. Pada panggalan
kedua, muslim mengkui bahwa Al-quran diurunkan oleh Tuhan kepada manusia

melalui Muhammad. Dalam bagian ini, mereka bersaksi atas sebuah bentuk jaringan

relasional islam yang sempurna karean firman Allah adalah abadi dan universal.

Keempat ibadah berikutnya dilandasi oleh pandangan dunias yang saling berkaitan.

2. Shalat. Shalat adalah dialog spritula langsung seorang muslim dengan tuhan . seluruh

musli mempunyai kesempatan yang sama untuk berhubungan dengan tuhan . dalam

perhubungan ini, tampaknya hanya aspek spiritualnya yang ditekankan. Akan tetapi,

shla yang diatur oleah syariat tidak hanya terbatas pada aspek spiritual. Mislanya,

rakah (gerakan dalam sholat) adalah latihan fisik lurus menghadap kiblat, dan tepat

waktu, melatuh solidaritas yang tak terlihat dalam kehidupan muslim, dan semuanya

menyatukan muslim secara simbolik. Whudu dan ghusl tidak hanya menyangkut

badan. Konstruksi masjid dan penyelenggaraan Sholat jumaat mencakup aspek social

dan spiritual. Muslim mendengarkan khotbah, dan mendiskusikan masalah-masalah

mereka bersama-sama di masjid.

3. Puasa. hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu puasa sebagaimana ia

diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu semua takwa. (QS. Al-

Baqarah). Alquran menyebutkan aspek mentalitas dalam puasa, namun metode (cara)

berpuasa itu sendiri melatih solidaritas social, dalam hal merasakan penderitaan

orang-orang yang kelaparan. Puasa dikerjakan pada bulan Rhamadhan. Artinya,

seluruh ummat islam berpartisipasi secara langsung pada puasa ini secara serentak. Ini

juga merupakan gerakan social, dan ini juga menyatukan muslim secara simbolik.

4. Zakat. Alquran menegaskan shadaqoh adalah untuk kaum miskin dan fakir, para amil,

orang-orang yang muallaf, para penaggung utang, sabililla,dan ibnsabil3[3].

3[3] QS, at taubah


Ayat ini menekankan hanya aspek social, akan tetapi, Alquran juga berkata dan

nafkanlah nafkah yang baik untuk dirimu.4[4]

Ini aspek spiritual. Ketika fungsi zakat efektif di dalam masyarakat islam, sudah

barang tentu ia akan mencakup aspek ekonomi.

5. Haji, haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu

mengadakan perjalanan ke baitullah5[5] muslim melaksanakan kewajibannya kepada

tuhan dengan aksi nyata. Tugas-tugas simbolik dilaksakan dengan aksi-aksi konkret,

baik secara indidual maupun social. Dalam islam, haji dilakukan pada bukan

Dzulhijjah atau bulan dua belas dalam kalender islam. Saat ini lebih dari satu juta

orang mengikuti ibadah haji setiap tahunnya. Haji dilakukan muslim setiap tahun

dalam rangka menguji masalah-masalah penting mereka 6[6]. Dalam islam haji

menjadi sebuah peristiwa konfrensi. Inilah interpretasi Haji oleh Hassan hanafi.

Dalam lima kewajiban itu, dapat kita lihat bahwa masalah yang bersifat

spiritual adalah juga bersifat materiil, aksi yang duniawi adalah juga agamawi yang

individual sekaligus social. Dapat pula kita dikatakan bahwa jaringan relasional islam

yang tampak adalah didasarkan pada pandangan dunia Tauhid. Betapapun kehidupan

muslim tidak hanya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban itu, kehidupan muslim

adalah kehidupan yang pasti, dan dalam kehidupan itu di butuhkan lembaga-lembaga

ekonomi, politik social dan cultural islam menggambarkan kehidupan dan setiap

masalahnya dalam sebuah norma yang sempurna. Islam tidak menghadirkan reformasi

4[4] QS, at-Taghabun

5[5] QS. Ali imran

6[6] Hassan hanafi kiri islam hlm 26


yang parsial dan solusi yang kompromistik. Ini merupakan kesimpulan yang logis dari

pandangan dunia Tauhid. Jika demikian halnya maka bagaimana lembaga-lembaga

ekonomi,social, dan politik serta kehidupan muslim menjalin jaringan relasional islam

pada umat?

Sebuah bagian yang penting dalam makalah ini (kiri islam ) adalah diskusi

tentang umat. Secara harfiah ia berarti komunitas islam komunitas di sini tidak

menunujuk secara pasti kelompok manusia yang terintegrasi dalam kategori garis

keturunan, bahasa, kebudayaan, atau geografis. Prinsip integrative umat, ya islam itu,

oleh karena itu, umat islam didefinisikan bahwa u,mat tidak di batasi oleh batas-batas

tertentu, umat mencakup seluruh kawasan di mana muslim hidup pada saat ini, dunia

islaam di bagi-bagi menjadi beberapa Negara-bangsa , betapapun Negara yang dalam

bahasa arab disebut daulah juga bermakna perubahan atau putaran sehuingga

daulah pun di definisikan berada di bawah konsep umat. Tak seorangpun berhak untuk

memrintah suatu bangsa kecuali atas persetujuan dan pengangkatan mereka oleh

karena itu, umat itu sendir mengandung hak dan kuasa untuk mengangkat dan

menolak.hal penting disini adalah orang-orang yang masuk kedalam umat itu tidak

bisa lagi dibedakan berdasarkan ras, nasionalitas, dan bahasa. Pandangan dunia tauhid

berfungsi dalam konsep umat ini. Dimanapun muslim hidup dan dalam kawasan

manapun mereka berada, mereka pasti mereka akan berhungan non muslim di dalam

maupn diluar komunitas. Dalam hal ini, perjanjian madinah yang dibuat di Madinah

pada 622M. menunjukkan bagaimana hubungan antara muslim dan nonmuslim yang

lain akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan.mereka mempunyai

hak yang sama dengan muslim mereka boleh menjalankan agamanya secra bebas

sebgaimana muslim. Sekutu-sekutu mereka akan menikmati kamanan dan kebebasan

yang sama.
Dengan demikian, konsep jaringan relasional Islam itu telah meluas kepada

non muslim, dan baik muslim maupun nonmuslim dirangkum dalam semangat Tauhid

yang meletakkan semua pada tingkatan yang sama.

Kehidupan muslim didalam umat diatur oleh syariat, syariat dibedakan secara

diametral dengan hukum dan konstitusi barat. Empat sumber utama syariat adalah

Alquan, sunnah, qiyas dan ijma. Prioritas pertama adalah firman Allah yaitu

alquran.dengan demikian pusat jaringan relasional islam adalah syariat, bukan di

dalam negera seperti pada bentuk segera bangsa barat.para hakim menyadiar bahwa

negera bukanlah sesuatu yang melegitamasi pemerintahan yang konsulatif, dengan

sengaja dibatsi kekuasaannya dalam kehidupan pibadi maupun social. Hakim secara

total meligetimasi otoritas pemerintah sebagi sumber hukum dalam pengembangan

ushul fiqh, salah satu sayap terpenting pemerintah yaitu legislatifm dipegang oleh

para ulama itu sendiri, idealnya dan secara structural, posisi ulama fiqh itu menduduki

peringkat paling atas dari kedudukan negera atau pemerintah.

Jaringan relasional islam dalam syariat tidak semata-mata merangkum

kemauan rakyat, tetapi kemauan Tuhan yang maha pengasih dan maha penyayang.

Hal ini kerena sumber pertama syariat ialah firman Tuhan, Alquran . pandangan dunia

Tauhid hidup dalam syariat dan dalam komunitas Islam.sebagaimana telah dikatakan

bahwa Tauhid tidak memisahkan antara kehidupan spiritual dan social.

Oleh karena itu syariat tidak dapat dipisahkan dari kehidupan social karena ia

berkaitan erat dengan cita-cita mewujudkan kehendak ketuhanan dan membangun

bumi serta memelihara keadilan di antara manusia. Dalam rangka mewujudkan

keadilan dibumi, atau didalam umar, syariat menentukan seluruh aspek kehidupan

social.
c. penutup

daftar pustaka

Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Telaah Pemikiran Hassan Hanafi Antara


Modernisme dan Postmodernisme, Yogyakarta, LkiS, 1997.

Diposkan 9th February 2014 oleh chamim chairul annas


Keimanan dan Ketakwaan serta Implementasi Iman dan Takwa dalam
Kehidupan Modern

BAB I

Pendahuluan

1.1. Pengertian Iman

Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti


kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti,
atau pokok pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama
Islam.

Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yumanu amanan yang
berarti percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang
terletak dalam hati. Dalam surah al-Baqarah ayat 165

165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-


tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu [106] mengetahui ketika
mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya ( niscaya mereka
menyesal). .

Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan


dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan
amal perbuatan (Al-Immaanu aqdun bil qalbi waigraarun billisaani waamalun bil
arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara
hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan
dan sikap hidup atau gaya hidup.

1.2. Wujud Iman

Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu,


melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan
sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang
dibuktikan dalam perbuatannya.

Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia
merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau
amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada
akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya
akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak
beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun
perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.

Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat


dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur
dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.

1.3. Proses Terbentuknya Iman

Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan


yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan
yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan
benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan
iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga,
masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti
cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.

Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung,


baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman
seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan
contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk
akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila
orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW
bersabda, Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan
menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan


proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal
ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika
seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin
beriman kepada Allah.

Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu


diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci
berubah menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan
apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak
setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran
Allah.

1.4. Tanda-tanda Orang Beriman

Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:


1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah
tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Quran, maka
bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya ( al-Anfal: 2)
. "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka. dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka ( karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah,
diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah
menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120

al-Maidah: 12

[5:12] Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan
telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat
dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu
mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik { 406}
sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan
Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Maka
barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat
dari jalan yang lurus.

at-Taubah: 52

[9:52] Katakanlah: " tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali
salah satu dari dua kebaikan { 646}. Dan Kami menunggu-nunggu bagi kamu
bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab ( yang besar) dari sisi-Nya.
Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu."

Ibrahim: 11

[14:11] Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah
manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami
mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. Dan
hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.

Mujadalah: 10

[58:10] Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya


orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah
memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan
kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.

3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya

al-Anfal: 3

.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya

. Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat
untuk membina kualitas imannya.

4. Menafkahkan rezki yang diterimanya ( al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini


dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah
merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara
yang kaya dengan yang miskin.

5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan ( al-


Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang
berstandar ilmu Allah, yaitu al-Quran menurut Sunnah Rasulullah.

6. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mumin tidak
akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.

7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah
adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta
benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.

8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti
itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang
berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.

1.5. Korelasi antara Keimanan dan Ketaqwaan

Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi
menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah
tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan
Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan
berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau
konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang
ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber
semua wujud.

Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan


dengan amal ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid
teoritis. Kalimat Laa ilaaha illallah ( Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih
menekankan pengertian tauhid praktis ( tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah
ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain
Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya
tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.

Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian


beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat,
Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa
mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat dikatakan seorang yang sudah
bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan
tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam
perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada
kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan
dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.

Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal,


konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan
demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan
percaya kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan
dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang
baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat
tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah
Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

BAB II

ISI

2.1. Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern


Di antara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial-
budaya yang sudah established, sehingga sulit sekali memperbaikinya.

Berbicara tentang masalah sosial budaya berarti berbicara tentang


masalah alam pikiran dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa
Indonesia adalah majemuk ( pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu
dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam maupun orang Islam dengan non-
Islam.

Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dideskripsikan sebagai


masyarakat yang antara satu dengan lainnya saling bermusuhan. Hal itu
digambarkan oleh Ali Imran: 103

[3:103] Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali ( agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

, sebagai kehidupan yang terlibat dalam wujud saling bermusuhan ( idz


kuntum adaaan), yaitu suatu wujud kehidupan yang berada pada ancaman
kehancuran.

Adopsi modernisme ( werternisme), kendatipun tidak secara total, yang


dilakukan bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang semi naturalis. Di sisi lain, diadopsinya idealisme juga
telah menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal. Adanya tarik menarik
antara kekuatan idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia
bersikap tidak menentu. Oleh karena itu, kehidupannya selalu terombang-
ambing oleh isme-isme tersebut.

Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini


karena diadopsinya sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran.
Sedangkan di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin
jauhnya anggota parlemen dengan nilai-nilai qurani, karena pragmatis dan
oportunis.

Di bidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal


sering terjadi dan pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh
anggota masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi adalah tindakan
penyalahgunaan NARKOBA oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, serta
masyarakat. Di samping itu masih terdapat bermacam-macam masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia dalam kehidupan modern.

6
Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu
merupakan roh yang menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi
tantangan yang amat berat dan dapat menimbulkan tekanan kejiwaan, karena
kalau masuk dalam kehidupan seperti itu, maka akan melahirkan risiko yang
besar.

Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas,


perlu diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang
dapat berperan menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern
tersebut.

2.2. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawa Problema dan Tantangan
Kehidupan Modern

Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini


dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan
manusia.

1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda

Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau
Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang
dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka
tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya.
Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan
manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan
kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada
khurat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman
adalah firman Allah surat al-Fatihah ayat 1-7 .

2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut

Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di


antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut
menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di
tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah
firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa):78
[4:78] Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka
memperoleh kebaikan {319}, mereka mengatakan : "Ini adalah dari sisi Allah",
dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan : " Ini
(datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah : "Semuanya (datang) dari
sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan {320} sedikitpun

3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan .

Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan


manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan
penghidupannya. Kadang-kadang manusia tidak segan-segan melepaskan
prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri,
karena kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini ialah firman
Allah dalam QS 11 (Hud):6

[11:6] Dan tidak ada suatu binatang melata {709} pun di bumi melainkan Allah-
lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu
dan tempat penyimpanannya {710}. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata
(Lauh mahfuzh

4. Iman memberikan katentraman jiwa


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti


kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti,
atau pokok pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama
Islam.

Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu,


melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan
sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang
dibuktikan dalam perbuatannya.
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar yaitu iman
melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda, menanamkan semangat
berani menghadapi maut, menanamkan sikap self help dalam kehidupan,
memberikan katentraman jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Yunus, Mohamad. 1997. Pendidikan Agama Islam untuk SLTP. Jakarta. Erlangga

Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta. Departemen Agama RI

Mansoer, Hamdan, dkk. 2004. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi


Umum. Jakarta. Departemen Agama RI

Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Bumi
Aksara

Darajat, Zakiah, dkk. 1986. Dasar Dasar Agama Islam. Jakarta. Departemen
Agama RI

http://tafany.wordpress.com/2008/03/20/keimanan-ketakwaan/

Al quran

Atau buat yang pengen download softcopynya klik aja implementasi iman dan
taqwa

Diposkan oleh Mutiara Hati di 16.54

Anda mungkin juga menyukai