Muqodimah……
Yang kami hormati ketua PGRI Kabupaten Banyumas, bapak ibu guru serta pemirsa yang
dimuliakan Alloh, SWT,
Pertama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Alloh Swt, dengan ucapan
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, Sehingga pada kesempatan yang baik ini kita dapat
berkumpul bersama walaupun di dalam dunia maya, dalam bulan yang penuh barokah ini.
Mudah-mudahan pertemuan ini akan dicatat di sisi Allah Swt sebagai ziyadah amal sholih
bagi kita semua, Allohumma aamiin.
Kedua, rahmat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, beliau adalah
Sang kekasih Alloh, berpangkat Rosululloh, bertitel Habibulloh, putra Sayyid Abdulloh,
Nabiyyina Muhammad Saw. Sosok manusia sempurna yang menjadi teladan bagi semua
insan.
Dalam menjalani kehidupan ini, tentunya Alloh, SWT sudah menetapkan qodo dan
qodarnya seseorang. Qadha yaitu ketetapan Allah SWT sejak zaman azali (zaman dahulu
sebelum diciptakan alam semesta) sesuai dengan kehendak-Nya tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan mahluknya. Sedangkan Qodar adalah perwujudan dari adanya
Qodo, atau sering kita sebut sebagai taqdir. Hubungan antara qadha dan qadar yaitu
hubungan yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan. Mengapa? Karena
qadha diibaratkan “rencana”, sedangkan qadar sebagai “perwujudan atau kenyataan”
yang terjadi.
Sedangkan Takdir Muallaq adalah ketentuan Allah SWT yang mengikuti sertakan peran
manusia melalui usaha atau ikhitiar.
Tentunya dalam ayat tersebut ada maksud bahwasanya manusia itu harus berusaha agar
mereka dapat merubah keadaan, tentunya yang dapat dirubah adalah yang termasuk
kedalam takdir mualaq. Dengan jalan ikhitiar lahir dan ikhtiar batin.
Ikhtiar batin bisa dikatakan adalah usaha yang dilaksanakan dengan cara berdoa
memohon kepada Allah Swt.
Doa termasuk ibadah yang paling agung. Doa bukan sekedar hanya kalimat-kalimat yang
diucapkan secara lisan. Akan tetapi, terdapat beberapa syarat dan kondisi sehingga doa
kita dikabulkan.
Pertama, hati yang lalai dan berpaling ketika berdoa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana
telah dijelaskan pada poin sebelumnya.
Kedua, dan merupakan penghalang terbesar terkabulnya doa adalah memakan harta atau
barang haram. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
ْ َو َم، َو َم ْط َع ُم` ُه َ`ح َرا ٌم، َي`ا َر ِّب، َي`ا َر ِّب، ِس`مَاء
ُ َو َم ْل َب،ش` َر ُب ُه َ`ح َرا ٌم
،س` ُه َ`ح َرا ٌم َ ش َع َث َأ ْغ َب
َّ َي ُم` ُّد َي َد ْي` ِه ِإلَى ال،`ر ْ س َف َر َأ َّ ُث َّم َذ َك َر
َّ الر ُجل َ ُيطِ يل ُ ال
ُ َفَأ َّنى ُي ْس َت َج،ِي ِبا ْل َح َر ِام
اب ل َِذلِكَ؟ َ َو ُغذ
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang lelaki yang
telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya menjadi kusut dan berdebu. Orang
itu mengangkat kedua tangannya ke langit dan berdoa, ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.’
Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram,
pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah
Allah akan mengabulkan do’anya” (HR. Muslim no. 1015).
Seorang muslim harus menjauhi makanan haram karena merupakan salah satu
penghalang terkabulnya doa dan menjadi penghalang antara dirinya dengan Allah Ta’ala.
Terkadang, kecintaan seseorang terhadap harta mendorongnya untuk memperoleh harta
tersebut dari cara yang haram, seperti melakukan penipuan, memakan harta riba, atau
harta suap, dan cara-cara lainnya yang diharamkan oleh syariat. Demikian pula harus
menjauhi memakan yang diharamkan, seperti babi atau khamr. Wallahu a’lam. [2]