Referat Arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak
Referat Arif Ketoasidosis Diabetik Pada Anak
1. Pendahuluan
Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila
tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar
insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti
glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes
mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang
terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.1
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada
anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode
KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial
ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak
teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3
Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau
penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk
usia < 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif
anak. Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu:
penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik
intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk
derajat kesadaran).2,3
2.1 Pengertian
Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang
dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan
oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan
sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini
akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan
penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan
hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?-hidroksibutirat dan
asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan
asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11
mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mMol/L). Keadaan
ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.1,2
Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan
bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu
wilayah. Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan
Eropa, angka kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan
IDDM telah diteliti, yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.5
Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4
tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid,
antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu
menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.6
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada
anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode
KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial
ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak
teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3
Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami
episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin
atau pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan,
yaitu 0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan
fasilitas medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian
penderita mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.2
Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. Insidensi
edema serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat 0,87%,
Kanada 0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26% mengalami
morbiditas yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak mengalami
peningkatan morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan edema
serebri.1
Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada KAD
mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, komplikasi susunan saraf pusat,
hematom, trombosis, sepsis, infeksi, pneumonia aspirasi, edem pulmonar, RDS, dan
emfisema. Beberapa sekuele lanjut yang berkaitan dengan edema serebri dan komplikasi
SSP mencakup insufisiensi hipotalamopituitary, defisiensi growth hormone, dan
defisiensi thyroid-stimulating hormone.2
2.3 Patofisiologi
Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai
lanjutan dari kegagalan sel-? secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan
kadar atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan
peningkatan kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan,
perubahan keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik
dari glikogenolisis maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun.
Secara langsung, keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11
mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan
laju filtrasi glomerulus, dan hiperosmolaritas.7
Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan
turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat
(keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH <
7,3). Keadaan ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat
perfusi jaringan yang buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar,
asidosis, dan gangguan elektrolit akan semakin memperberat ketidak-seimbangan
hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut membentuk semacam siklus.
Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan progresif. Manifestasi klinis berupa
poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan dalam, akan menurunkan nilai
pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut menjadi koma. Derajat
keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 7,3),
moderat (pH 7,1 7,2), dan berat (pH < 7,1).7
Pada penelitian in vitro pada hewan coba dan manusia, terjadinya edema serebri dipicu
oleh penyebab lain (misalnya trauma dan stroke) menunjukkan bahwa mekanisme
etiopatologik edema serebri pada KAD cukup kompleks. Sejumlah mekanisme telah
dianalisis, termasuk peranan iskemia/hipoksia serebral dan peningkatan berbagai
mediator inflamasi, yang akan meningkatkan aliran darah ke otak serta mengganggu
transpor ion dan air melalui membran sel. Adanya osmolit organik intraselular
(mioinositol dan taurin) dan ketidakseimbangan osmotik selular juga merupakan faktor
yang penting. Pada pemeriksaan imaging anak dengan KAD menggunakan
ultrasonografi, CT Scan, dan MRI, menunjukkan berbagai derajat edema serebri yang
terjadi meskipun tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang
signifikan.2
2.4 Diagnosis
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11
mmol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mmol/L). Keadaan
ini juga berkaitan dengan glikosuria, ketonuria, dan ketonemia.2 Beberapa pemeriksaan
laboratoris dapat diindikasikan pada pasien KAD, yaitu:1,5
Gula darah
- Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama
terapi dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi.
- Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara
progresif atau bila diberikan infus insulin.
Gas darah
- Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena
dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah
dalam pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak.
- Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH <
7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan berat
(pH < 7,10; bikarbonat < 5,4 mmol/L).
Kalium
- Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar
kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium
intraselular. Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar kalium
mungkin menurun secara cepat selama terapi diberikan.
- Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring
EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi.
Natrium
- Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia
- Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L
natrium untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3
mmol/L glukosa).
- Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi
- Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan
dengan peningkatan risiko edema serebri.
Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa
keton, sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan
ukuran dehidrasi yang terjadi pada KAD.
Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur
ketoasidosis, dimana nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat
dua pengukuran yang dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan
kadar keton kapiler < 1 mmol/L.
Urinalisis: Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton
per 24 jam, terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.
Insulin: Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana
rendahnya kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa analog
insulin yang dapat memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan.
Pada pemeriksaan imaging (radiologis) dapat dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:5
CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah koma,
selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri.
Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis.
Pemeriksaan lainnya yang juga perlu dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:5
EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG akan
terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem.
Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu:
- Interval QT memanjang
- Depresi segmen ST
- Gelombang T mendatar atau difasik
- Gelombang U
- Interval PR memanjang
- Blok SA
2.5 Tatalaksana
Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi berat
dapat diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Namun, untuk
mendapatkan perawatan yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala dan pemeriksaan
sebaiknya dilakukan oleh dokter ahli. Dokter anak yang telah mendapat pelatihan
penanganan KAD harus terlibat langsung. Anak juga dapat dimonitoring dan diterapi
sesuai standar baku, serta dilakukan berbagai pemeriksaan laboratoris secara berkala
untuk mengevaluasi sejumlah parameter biokimia.8 Anak dengan tanda-tanda KAD berat
(durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran) atau
adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus
dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan
prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan
jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes glukosa, dan
pemeriksaan status mental.8 Penanganan pasien anak dengan KAD, antara lain:3
Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airway,
breathing, dan circulation.
Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,
suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.
Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan
laboratorium adalah:
- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang.
- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 300
mg/dL selama rehidrasi.
Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis
dan ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi
glukosa darah pada level 150 - 250 mg/dL.
Monitoring
Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup
medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan.
Monitoring yang dilakukan harus mencakup:2
Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam.
Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat
gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan.
Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil hiperkalemia
atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.
Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa
darah vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau
perfusi perifer yang buruk)
Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus
diulangi setiap 2 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam.
Peningkatan leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan tanda
infeksi.
Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan
adanya tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah
berulang, peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan status
neurologik (gelisah, iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik neurologik
dapat ditemukan kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons pupil.
Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi
peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba
yang dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa pemberian cairan hipotonik, bila
dibandingkan cairan hipertonik, berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada
pemberian cairan isotonik atau yang mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis,
bila diberikan sesuai standar. Namun, penggunaan cairan isotonis 0,9% dalam jumlah
besar juga memiliki risiko lain, yaitu asidosis metabolik hiperkloremik.2
Belum terdapat data yang mendukung penggunaan koloid dibandingkan kristaloid dalam
tatalaksana KAD. Juga belum terdapat data mengenai pemberian cairan yang lebih encer
dari larutan NaCl 0,45%. Penggunaan cairan ini, yang mengandung sejumlah besar cairan
dan elektrolit, dapat menyebabkan perubahan osmolaritas dengan cepat dan memicu
perpindahan cairan ke dalam kompartemen intraselular.2
Insulin Meskipun rehidrasi saja sudah cukup bermanfaat dalam menurunkan konsentrasi
glukosa darah, pemberian insulin juga tidak kalah penting dalam normalisasi kadar
glukosa darah dan mencegah proses lipolisis dan ketogenesis. Meskipun diberikan
dengan dosis dan cara yang berbeda (subkutan, intramuskular, intravena), telah banyak
bukti yang menunjukkan pemberian insulin intravena dosis rendah merupakan standar
terapi efektif. Penelitian fisiologis menunjukkan bahwa insulin pada dosis 0,1
unit/Kg/jam, yang akan mencapai kadar insulin plasma 100 200 unit/mL dalam 60
menit, cukup efektif. Kadar ini cukup potensial karena mampu mengimbangi
kemungkinan resistensi insulin dan yang paling penting menghambat proses lipolisis
dan ketogenesis, menekan produksi glukosa, dan menstimulasi peningkatan ambilan
glukosa di perifer. Pemulihan asidemia bervariasi bergantung normalisasi kadar glukosa
darah.2,3 Adapun pedoman pemberian insulin pada anak dengan KAD, antara lain:5
Insulin tidak diberikan sampai hipokalemia terkoreksi.
Insulin diberikan 0,1 U/Kg secra bolus intravena, dilanjutkan dengan pemberian 0,1
U/Kg/jam intravena secara konstan melalui jalur infus.
Untuk memberikan drip insulin, penambahan setiap unit regular insulin setara dengan
Kg berat badan pasien untuk setiap 100 mL salin. Pengaturan kecepatan infus adalah 10
mL/jam, sehingga didapatkan dosis 0,1 U/Kg/jam.
Untuk menghindari keadaan hipoglikemia, dapat ditambahkan glukosa secara intravena
apabila glukosa plasma menurun hingga 250 300 mg/dL.
Kalium
Pada orang dewasa dengan KAD, terjadi penurunan kalium hingga 3 6 mmol/Kg.
Namun, pada anak, data yang ada masih sedikit. Sebagian besar kehilangan kalium dari
intrasel adalah hipertonisitas, defisiensi insulin, dan buffering ion hidrogen di dalam sel.
Kadar kalium serum pada awal kejadian dapat normal, meningkat, atau menurun.
Hipokalemia yang terjadi berkaitan dengan perjalanan penyakit yang lama, sedangkan
hiperkalemia terjadi akibat penurunan fungsi renal. Pemberian insulin dan koreksi
asidosis akan memfasilitasi kalium masuk ke intrasel sehingga kadar dalam serum
menurun.3,8
Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain:3,7
Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium.
Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.
Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan,
dipertimbangkan pemberian kalium oral (atau melalui NGT) dalam formulasi cair.
Apabila koreksi hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena, kecepatan
pemberian harus dikurangi.
Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena.
Apabila kadar kalium serum 3,5 5,0, tambahkan 30 mEq/L
Apabila kadar kalium serum 5,0 5,5, tambahkan 20 mEq/L
Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan
penambahan preparat kalium ke dalam cairan intravena.
Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai
profil hiperkalemia pada EKG.
Fosfat
Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuresis osmotik. Pada dewasa, penurunan
berkisar antara 0,5 2,5 mmol/Kg, sedangkan pada anak belum ada data yang lengkap.
Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin memburuk dengan
pemberian insulin, karena sejumlah besar fosfat akan masuk ke kompartemen intraselular.
Kadar fosfat plasma yang rendah berhubungan dengan gangguan metabolik dalam skala
yang luas, yaitu penurunan kadar eritrosit 2,3-difosfogliserat dan pengaruhnya terhadap
oksigenasi jaringan. Penurunan kadar fosfat plasma akan terjadi sampai beberapa hari
setelah KAD mengalami resolusi. Namun, beberapa penelitian prospektif menunjukkan
tidak adanya keuntungan klinis yang bermakna pada terapi penggantian fosfat. Meski
demikian, dalam upaya menghindari keadaan hipokalemia berat, kalium fosfat dapat
diberikan secara aman yang dikombinasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk
menghindari hiperkloremia.2
Asidosis
Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian insulin
akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton dimetabolisme.
Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan akan mengoreksi
asidemia secara spontan. Selain itu, penanganan hipovolemia akan memperbaiki perfusi
jaringan dan fungsi renal yang menurun, sehingga akan meningkatkan ekskresi asam
organik dan mencegah asidosis laktat.2
Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah ?-
hidroksibutirat dan asetoasetat.
Anion gap = [Na+] [Cl-] + [HCO3-]
Nilai Normal: 12 2 mmol/L
Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Beberapa penelitian
menelaah pemberian natrium bikarbonat kepada sejumlah anak dan dewasa, namun tidak
menunjukkan adanya manfaat yang bermakna.2
Sebaliknya, terdapat beberapa alasan untuk tidak menggunakan bikarbonat. Hal ini
diperkuat oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP
paradoksikal dan koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan bikarbonat akan
menghasilkan keadaan hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium sehingga
terjadi hipertonisitas serum. Selain itu, terapi alkali dapat meningkatkan produksi badan
keton oleh hepar, sehingga memperlambat pemulihan keadaan ketosis.2,6
Namun, pada pasien tertentu dan pada keadaan tertentu, pemberian terapi alkali justru
memberikan keuntungan, misalnya pada keadaan asidemia sangat berat (pH < 6,9) yang
disertai dengan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer, maka
pemberian terapi alkali ditujukan untuk menangani gangguan perfusi dan hiperkalemia
yang mengancam jiwa.6
Edema Serebri
Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda muncul.
Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol
menunjukkan efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru
menimbulkan efek merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus
dilakukan sesuai keadaan dan setiap keterlambatan pemberian akan mengurangi
efektivitas. Manitol intravena diberikan 0,25 1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien
dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan respirasi. Pemberian ulang
dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons positif setelah pemberian awal.
Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 10 mL/Kg selama 30 menit dapat digunakan
sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu dilakukan sesuai kondisi.
Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema serebri yang terkait dengan
KAD.2,3,7
2.6 Pencegahan
Sebelum Diagnosis
Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak dengan risiko
tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap individu dengan
riwayat keluarga dengan IDDM juga akan membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai
strategi, seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-anak akan
menurunkan komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran dan
pemahaman masyarakat mengenai tanda dan gejala diabetes harus dilakukan agar
diagnosis dini menjadi lebih mudah dan misdiagnosis dapat dicegah.2,3
Sesudah Diagnosis
Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan
edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode
KAD harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain dengan
pemberian insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan
status kesehatan fisik ke pusat pelayanan kesehatan.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan: 2003.hal 1-14
2. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, et al. European Society for Paediatric
Endocrinology / Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society Consensus Statement on
Diabetic Ketoacidosis in Children and Adolescents. Pediatrics 2004;113:133-40.
3. Young GM. Pediatrics Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses
dari website www.eMedicine.com, pada tanggal 28 Juni 2009).
4. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children.
Pediatrics 2001;108:735-40.
5. Lamb WH. Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses dari website
www.eMedicine.com, pada tanggal 28 Juni 2009).
6. Sperling MA. Diabetes Mellitus in Children dalam Nelson Textbook of Pediatrics,
edisi ke-16. editor: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. WB Saunders Company,
2000.hal 1770-1777
7. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and
adolescent: A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes Care
2006;29(5):1050-9.
8. Harris GD, Fiordalisi I. Physiologic management of diabetic ketoacidemia: A 5-year
prospective pediatric experience in 231 episodes. Arch Pediatr Adolesc Med
1994;148:1046-52
Ketoasidosis Diabetes pada Anak
Ketoasidosis diabetes (KAD) adalah suatu keadaan dekompensasi metabolik yang
parah akibat diabetes mellitus. Keadaan ini di tandai dengan produksi badan keton
dan asam keton yang berlebihan menyebabkan terjadinya asidosis metabolik,
biasanya disertai oleh hipoglikemia. KAD adalah gangguan metabolik paling serius
pada DMDI dan merupakan penyebab kematian tersering pada anak diabetes.
4. respirasi asidosis
5. ketonuria berat
Diabetes mellitus tipe 1 (DMDI) merupakan penyakit kronis akibat proses autoimun
yang merusak sel beta pankreas sehingga produksi insulin berkurang bahkan
berhenti sehingga terjadi hiperglikemia kronis. Insidensinya 1,7 kasus per 1000 dan
kira-kira 123.000 anak yang menderita penyakit ini. Manifestasi penyakit berupa
gangguan metabolik dan dapat terjadi komplikasi jangka pendek seperti hipoglikemi
dan ketoasidosis atau komplikasi jangka panjang akibat perubahan makrovaskuler
dan mikrovaskuler. DMDI tidak dapat disembuhkan tetapi kualitas pertumbuhan
dan perkembangan penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan
kontrol metabolik yang baik. Beberapa integrasi untuk mempertahankan kontrol
metabolik yang baik adalah pemberian insulin, olah raga, pengaturan diet serta
pemeliharaan.
Klasifikasi
Menurut American Diabetes Associations Expert Committee pada tahun 1997 dan
di modifikasi tahun 1999 mengenai diagnosis dan klasifikasi Diabetes mellitus
berdasarkan etiologi diklasifikasikan menjadi 4 kategori utama, yaitu :
Diabetes mellitus dependen insulin (DMDI) adalah salah satu penyakit kronik
tersering yang mulai terjadi pada masa kanak-kanak. Di Amerika Serikat, dijumpai
18 kasus baru per 100.000 penduduk umur di bawah 20 tahun, dengan puncak
umur 10-12 tahun perempuan dan 12-14 tahun laki-laki. Insidensi Diabetes
bervariasi di berbagai negara dan secara umum cenderung lebih rendah di daerah
yang beriklim tropis dibandingkan dengan daerah beriklim sedang atau dingin.
Insidensi tahunan diabetes awitan baru pada anak di Jepang adalah kurang dari 1
kasus per 100.000 anak berisiko, sedangkan di Skandinavia angka tersebut jauh
lebih tinggi, yaitu 25 kasus per 100.000 anak berisiko.1,2,3
Suntikan harian tunggal insulin kerja sedang jarang berhasil memperbaiki keadaan
klinis dan menghilangkan gejala pada anak dan remaja yang menderita DMDI.
Pemakaian regimen insulin dosis tetap split mixed sering menyebabkan pasien
terbebas dari gejala, tumbuh dan berkembang secara normal, tetapi jarang
menyebabkan normalnya kadar glukosa darah atau sekedar mendekati normal yang
sebenarnya diperlukan untuk mencegah timbul atau berkembangnya penyulit
diabetes. Walaupun banyak yang memilih untuk memulai terapi insulin dalam
bentuk insulin kerja singkat (regular) dosis multiple untuk menentukan kebutuhan
insulin harian sebelum berubah ke regimen dua sampai tiga kali suntikan perhari,
tidak terlihat adanya keuntungan dari pendekatan ini dan mulai pemberian regimen
tipe split mixed dengan dosis awal 0,6-0,75 unit/kg/hari. Untuk anak pra pubertas
kebutuhan insulin eksogen menjadi 0,6-0,9 unit/kg/hari. Pada masa pubertas
meningkat mencapai 1,0 sampai 1,5 unit/kg/hari. Setelah masa pubertas akan
menurun dibawah 0,1 unit/kg/hari.
Farmakokinetik Insulin
Type of insulin Onset of action Main effect Ends
Short acting
Novolog
Intermediate
Long acting
Premixed
Asupan kalori harian total harus disesuaikan per orang. Digunakan titik awal 1000
kkal plus 100 kkal per tahun usia setiap hari. Komposisi gizi keseluruhan pada
rencana makanan seyogyanya terdiri dari 45-60% karbohidrat, 15-20% protein dan
25-35% lemak. Karbohidrat yang digunakan sebaiknya karbohidrat kompleks dan
bukan gula sederhana, asupan lemak sebaiknya mengikuti petunjuk untuk
membatasi kolesterol (<300 mg/hari) dan lemak jenuh. Nutrisi paling baik apabila
didistribusikan dalam tiga kali makan dan dua atau tiga kali makanan selingan.
Makanan selingan sebelum tidur dianggap sebagai bagian yang penting diperlukan
untuk mencegah terjadinya hipoglikemi malam hari. Dianjurkan berupa protein
karena memberikan perlindungan tambahan terhadap hipoglikemi malam hari
dengan menghasilkan sumber karbohidrat eksogen yang bertahan lama dan
dengan merangsang peningkatan ringan kadar glukagon dalam darah.
c. Olah raga
Pada pasien DMDI olah raga meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan
kebutuhan insulin. Otot yang berolahraga menghilangkan glukosa dari sirkulasi
sehingga meningkatkan kadar glukosa darah setelah makan berkurang. Olahraga
meningkatkan penyerapan insulin dari jaringan subkutis, terutama setelah insulin
disuntikan ke bagian atas atau di dekat otot yang berolahraga. Hal ini bermanfaat
untuk mempercepat penyerapan insulin sehingga waktu puncak kerja insulin
memendek dan peningkatan glukosa setelah makan menjadi sedikit. Perlu
diwaspadai terjadinya hipoglikemia setelah oleh raga. Olah raga sebaiknya ditunda
pada pasien yang memiliki kadar glukosa darah lebih dari 300-350 mg/dL.
Disarankan olahraga berupa aerobik sedikitnya 30 menit dalam sehari.1,8
d. Pemantauan
Pemantauan cermat merupakan hal penting pada pengendalian DMDI. Pemantauan
sendiri kadar glukosa darah setiap hari lazimnya empat kali sehari yaitu sebelum
sarapan, sebelum makan siang, sebelum makan malam dan menjelang tidur. Yang
menjadi kendala adalah mahalnya strip reagen glukosa yang cukup mahal meskipun
alat ukurnya murah menjadi faktor penghambat perawatan yang optimal.
Diagnosis
Apabila tanda dan gejala sudah ada, diagnosis biasanya mudah ditegakkan dengan
mengukur kadar glukosa darah. Dengan adanya gejala klasik, pengukuran glukosa
darah di atas 200 mg/dL (11,1 mM) dianggap bersifat diagnostik untuk diabetes
mellitus pada anak. Pada pemeriksaan analisis urin didapatkan ketonuria dan
glycosuria. Bila meragukan dapat dilakukan tes glukosa darah puasa didapatkan
hasil lebih dari 126 mg/dL (7 mmol/L). Pemeriksaan HbA1c berguna untuk
mendukung diagnosis dan pengawasan.