Soal UAS HKI 2016 (Desember)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG

FAKULTAS HUKUM
UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2016

MATA KULIAH : HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HUW-309)


HARI/TANGGAL : 15 Desember 2016
SIFAT UJIAN : TAKE HOME
CATATAN : SEBELUM MENJAWAB BACA SOAL DENGAN CERMAT

Soal :
Berikan pendapat hukum Saudara dalam perspektif HKI yang telah Saudara pelajari
dari kuliah (Paten, DI, DTLST, Rahasia Dagang dan PVT) terhadap Kasus 1 dan
kasus 2 di bawah ini dengan diberikan argumentasi hukum Saudara yang bisa
dipertanggungjawabkan.
Pendapat tersebut tidak saja hanya mengadili nama-nama yang terdapat dalam
kasus ini, tetapi harus diberikan argumentasi hukumnya.
Kasus 1
Diambil dari sebuah berita online (tetapi dilakukan editing untuk keperluan UAS di
FH Unpar).
Saat ini (12 Maret 2013), Pengadilan Niaga tengah menangani gugatan M. Rimba
Aritonang terhadap PT. Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero). Rabu (13/3) pekan
lalu, sidang sudah memasuki tahap pembuktian.
Rimba Aritonang dan PGN berseteru gara-gara sock adaptor. Rimba melayangkan
gugatan perbuatan melawan hukum dan tuntutan ganti rugi. Ia menuding PGN telah
menggunakan sock adaptor hasil temuan buatannya tanpa izin. Rimba meyakini
PGN tahu siapa pemegang hak eksklusif atas sock adaptor itu.
Untuk memperguat argumen, Rimba Aritonang menunjukkan bukti pendaftaran di
Ditjen HKI pada Agustus 2006. Ia mendaftarkan penemuannya berupa Sambungan
Pelindung Pipa sock adaptor berdasarkan UU tentang HKI. Sebagai pemegang hak,
Rimba bisa menentukan pemakaian sendiri hak atau mengalihkan kepada orang lain
berdasarkan lisensi. Jangka waktu hak eksklusif normatifnya berlangsung selama 10
tahun.
Poltak Siagian, pengacara Rimba, mengatakan PGN telah menggunakan hak
eksklusif sambungan pelindung pipa sock adaptor buatan kliennya secara tanpa
hak. Karena itu, Rimba melayangkan gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata
juncto pasal yang termuat di dalam UU tentang HKI. Berdasarkan aturan-aturan
yang ada, pemegang hak atau penerima lisensi dapat menggugat siapapun yang
dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, menjual, mengimpor,
mengekspor, atau mengedarkan barang hasil temuannya. Gugatan dapat berupa
gugatan ganti rugi, penghentian perbuatan, atau gabungan keduanya.
Diakui Poltak, sudah ada upaya menyelesaikan sengketa itu sebelum masuk ke
pengadilan. Bahkan PGN sudah membuat konsep kesepakatan dalam bentuk Berita
Acara Serah Terima Hak Kekayaan Intelektual Sambungan Pelindung Pipa (sock
adaptor). Upaya ini tak mencapai titik temu. Alhasil, Rimba meneruskan upayanya ke
pengadilan. Perbuatan PGN telah menimbulkan kerugian kepada Penggugat, baik
materil maupun moril, kata Poltak Siagian, pengacara Rimba.
Digugat untuk membayar ganti rugi materiil lebih dari Rp32 miliar, plus immateriil
Rp100 miliar, PGN tak tinggal diam. Perusahaan Gas Negara ini balik melayangkan
gugatan rekonpensi.
Andreas Nahot, pengacara PGN, menyebut fakta bahwa Rimba Aritonang adalah
eks karyawan yang bekerja di PGN dalam periode 1967-1997. Rimba pernah
menjadi Kepala Pelaksana Teknis Proyek Pemjadig. Sumut. Sebagai Kepala
Pelaksana, Rimba bersama rekannya, Sugihartono diperintahkan Direksi PGN untuk
membuat (sock adaptor). PGN mengklaim yang membuat desain dan gambar alat
itu adalah Sugihartono. Karena produk (sock adaptor) dibuat selama masa
pekerjaan dinas, maka secara hukum, pemegang hak desain industri itu adalah
PGN. PGN selaku pihak yang dalam dinasnya produk (sock adaptor) itu dikerjakan
sesuai dengan UU tentang HKI, tulis kuasa hukum PGN dalam berkas jawabannya.
Sock adaptor yang merupakan sambungan pelindung pipa yang disengketakan
justru sudah diproduksi sejak 1990, ketika Rimba masih bekerja di PGN. Artinya,
ketika didaftarkan pada Agustus 2006, seharusnya tidak ada unsur kebaruan
sebagai syarat pendaftaran HKI. Karena itu, kata Nahot, pendaftaran HKI itu cacat
hukum. Kami punya bukti kok kalau barang itu sudah ada sejak 1990 dan modelnya
sama persis, ujar Nahot kepada hukumonline, Minggu (17/3).
Poltak membenarkan kliennya pernah bekerja di PGN. Tetapi ia mengatakan sock
adaptor kliennya memiliki unsur kebaruan dan perbedaan. Sistem pendaftaran kita
mengatur tentang unsur kebaruan, ujarnya.
Dijelaskan Poltak, sebelum kliennya mendapatkan hak eksklusif, Ditjen Hak
Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM sudah mengumumkan
pendaftaran. Selama masa yang ditentukan, PGN tak pernah menyanggah
pengumuman itu.
Sebaliknya, PGN mengatakan tak tahu ada pengumuman itu karena hanya ada di
papan pengumuman kantor Ditjen HKI. PGN meminta majelis hakim Pengadilan
Niaga menolak gugatan Rimba. Untuk itu, kami meminta kepada majelis hakim
untuk menyatakan Rimba Aritonang beriktikad tidak baik pada saat mengajukan
permintaan pendaftaran produk sock adaptor, tandasnya.

Kasus 2
Kriminalisasi Pak Kunoto Alias Kuncoro 9 Petani Pemulia Benih Jagung di
Kediri)
Pak Kunoto alias Kuncoro adalah petani yang berasal dari Desa Toyo Resmi
Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, salah satu anggota Bina Tani Makmur (BTM)
Kediri. Untuk menghidupi keluarganya yang terdiri dari 1 istri dan tiga anak, 1 orang
duduk di kelas 2 STM dan 2 orang duduk di TK, istrinya adalah seorang buruh di
pabrik rokok Gudang Garam. Selain bertani, untuk menghidupi keluarganya pak
Kunoto/Kuncoro juga berdagang, salah satunya menjual benih jagung curah kepada
petani yang membutuhkan benih di sekitar. Umumnya petani yang membeli benih
pak Kunoto berasal dari sekitar daerah dan sebagian besar sudah mengenal pak
Kunoto sebelumnya.
Benih jagung yang dijual oleh Pak Kunoto/Kuncoro sebagian besar berasal dari
petani di Desa Grogol, Kecamatan Grogol. Petani Grogol mendapatkan benih jagung
dari hasil pemulian dan penyilangan di lahan milik mereka sendiri yang luasnya rata-
rata - 1 Hektar. Selain dari penyilangannya sendiri, petani Grogol mendapatkan
benih jagung dari limbah PT BISI yang dibuang, yang diambil dan diseleksi kembali,
mana yang masih bagus dan mana yang sudah rusak.
Pak Kunoto/Kuncoro biasanya menjual benih jagung pada petani pada musim
penghujan (rendeng). Benih jagung yang di jual oleh pak Kunoto/Kuncoro adalah
benih jagung curah (dijual tanpa merek dan kemasan). Biasanya pak Kuncoro
menjual benih jagung curah tersebut sebesar 5 kwintal s/d 1 ton dengan harga Rp
6.500 7.500 per kilogram setiap musimnya. Dia mulai melakukan penjualan benih
jagung curah tersebut sejak dua tahun yang lalu dan selama ini tidak terjadi masalah
apa-apa terhadap jagung tersebut. Petani yang memakai benih tersebut juga tidak
pernah ada yang komplain.
Sebelum berjualan benih jagung musiman, Pak Kunoto/Kuncoro pernah melakukan
kegiatan usaha produksi rokok seiring dengan mahalnya cukai rokok dan kecilnya
penjualan, perkembangan usaha tersebut tidak berjalan dan akhirnya bangkrut.
Pak Kunoto/Kuncoro sebenarnya mempunyai keterampilan untuk melakukan
budidaya atau melakukan penyilangan benih, akan tetapi dia tidak berani melakukan
penyilangan sendiri. Dia berhenti melakukan penyilangan benih jagung sejak 2 tahun
yang lalu, karena beliau takut ditangkap Polisi dan di pidanakan sebagaimana yang
pernah terjadi pada teman-teman pak Kunoto/Kuncoro (anggota Bina Tani Makmur)
lainnya. Sehingga dia memilih menjual benih jagung yang berasal dari teman-
temannya karena pekerjaan itulah yang bisa dilakukan untuk menghidupi
keluarganya saat ini. Dia tidak menyadari bahwa menjual benih jagung curah
tersebut akan bermasalah (dikriminalkan) di kemudian hari.
Pada tanggal 16 Januari 2010 rumah pak Kuncoro digerebeg Polisi yang berasal
dari Polres Kediri, kemudian pak Kunoto/Kuncoro di tangkap dengan tuduhan
melanggar pasal 60 dan 61 UU No. 12/2000 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Selain menangkap Pak Kunoto/Kuncoro. Polisi juga menyita Jagung yang ditengarai
sebagai benih seberat 1 ton di rumah pak Kunoto sebagai barang bukti.
Penangkapan pak Kunoto berawal dari pengembangan kasus pemalsuan kemasan
(Hologram PT BISI) oleh pak Suwoto dan kawan-kawan. Kronologis kasus
penangkapan pak Kunoto/Kuncoro sebagaimana yang terjadi:
Pak Kunoto/Kuncoro dihubungi oleh seseorang yang belakangan di ketahui
namanya Harianto sekitar tanggal 9 Januari 2010, yang membutuhkan benih
jagung sebanyak 2 ton. Sebelumnya pak Kunoto/Kuncoro tidak mengenal
Harianto (terkait dengan aktitifitas dan pekerjaannya. Komunikasi Pak Kunoto
dengan Harianto awalnya sebatas melalui telephone.
Pada tanggal 14 Januari 2010 Pak Kuncoro ditemui oleh Harianto di rumahnya
yang mencari benih dan ingin membeli benih jagung sebanyak 2 ton. Kemudian
Harianto menawar harga benih jagung curah (tanpa merek dan lebel) ke pak
Kunoto/Kuncoro Rp 6.500/kg tetapi pak Kunoto tidak menyetujui harga tersebut
dan Pak Kunoto mau menjual benih curah tersebut kalau harganya Rp 7.000/kg.
Dari harga tujuh ribu tersebut rencananya pak Kunoto mendapatkan keutungan
Rp 500/kg benih jagung curah.
Kemudian pada hari Jumat, tanggal 15 Januari 2010 Harianto datang lagi ke
rumah pak Kuncoro/Kunoto, yang akhirnya menyetujui harga Rp 7.000/kg,
selanjutnya Harianto memberikan persekot (DP) sebesar Rp 500.000 sebagai
tanda jadi.
Pak Kunoto/Kuncoro hanya mempunyai 1 ton benih Jagung, kemudian dia
menghubungi teman-temannya, salah satunya adalah pak Soli dari Desa
Banyakan Kecamatan Banyakan, untuk memenuhi permintaan dari Harianto.
Pak Soli hanya sanggup memenuhi 1.5 ton benih jagung Gelondongan. Pak Soli
mendapatkan benih jagung Gelondongan tersebut dari teman-teman petaninya.
Pada tanggal 16 Januari 2010 Harianto datang ke rumah pak Kunoto/Kuncoro
yang rencananya untuk melunasi sisa pembayaran dan mengambil benih yang
disepakati sebelumnya. Belum sempat pembayaran dilakukan, pada saat
bersamaan datang rombongan polisi dari Polres Kediri dengan membawa
kendaraan pengangkut, menangkap pak Kunoto/Kuncoro, kemudian jagung dan
uang pembayaran yang belum sempat diterima oleh pak Kunoto/Kuncoro di sita
oleh polisi sebagai barang bukti. Anehnya dua ayam alas milik pak Kunoto ikut
diangkut oleh polisi yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kasus
Penjualan benih.
Penangkapan pak Kunoto/Kuncoro berawal dari penangkapan dan
pengembangan kasus pak Suwoto, karena melakukan pemalsuan Hologram PT
BISI yang berasal dari 2 karyawan PT BISI (Dedi 27 tahun & Suyoto 28 tahun).
Pak Kunoto baru mengetahui pak Suwoto sendiri setelah di tahanan (Penjara).
Baru disadari belakangan setelah dia ditangkap oleh Polisi, bahwa Harianto itu
orang yang disuruh oleh pak Suwoto untuk mencari benih jagung. Yang
belakangan di ketahui digunakan oleh pak Suwoto untuk memalsu benih PT
BISI.
Pak Kunoto/Kuncoro tidak mengetahui maksud pembelian benih jagung oleh
Harianto, karena Harianto tidak pernah menceritakan mau dibuat apa benih
tersebut sebelumnya. Pak Kunoto baru mengetahui benih tersebut digunakan
untuk memalsukan benih milik BISI oleh pak Suwoto setelah dia ditangkap oleh
Polisi.
Dalam proses transaksi Pak Kunoto/Kuncoro tidak bertemu/mengenal pak
Suwoto atau karyawan PT Bisi yang memalsukan Hologram PT BISI, yang
diketahui oleh pak Kunoto hanyalah Harianto.
Karena kasus penangkapan pak Kunoto, banyak petani yang selama ini pekerjaan
sehari-harinya adalah melakukan penyilangan dan budidaya benih jagung, banyak
yang resah dan ketakutan. Bahkan sebagian anggota Bina Tani Makmur sering
didatangi oleh orang yang tidak dikenal yang menanyakan benih sambil melakukan
ancaman kepada Petani.
Sebelum penangkapan pak Kunoto/Kuncoro, sudah pernah terjadi penangkapan
yang dilakukan oleh polisi kepada bapak Misdi dengan tuduhan menyimpan benih
secara ilegal. Sambil menakut-nakuti Pak Misdi, polisi kemudian meminta uang
sebesar 40 juta sebagai jaminan bahwa masalahnya tidak akan diteruskan. Akhirnya
permintaan polisi tersebut dipenuhi oleh pak Misdi.
Penangkapan serupa terjadi pada bapak Jumadi yang dituduh menyimpan dan
mengedarkan benih jagung tanpa ijin. Kemudian polisi meminta kepada pak Jumadi
menyediakan uang sebesar 30 juta agar pak Jumadi di bebaskan, tetapi pak Jumadi
hanya mampu memanuhi sebesar 15 Juta. Selanjutnya pak Jumadi dikenai wajib
lapor oleh polisi.

Selamat Bekerja.....SEMOGA BERHASIL

Anda mungkin juga menyukai