Referat Tiroid
Referat Tiroid
PENDAHULUAN
Thyroid disease merupakan salah satu penyakit terbanyak di poli penyakit dalam,
diantaranya yaitu hipertiroid, hipotiroid, goiter atau struma tiroid, nodul tiroid dan
neoplasma tiroid. Studi epidemiologi mendeskripsikan bahwa prevalensi untuk
penyakit tiroid ini masih sangat tinggi, bahkan untuk penduduk di daerah pegunungan
insiden goiters sangat tinggi. Etiologi untuk beberapa penyakit tiroid tidak diketahui
pasti. Dengan latar belakang beberapa gangguan tiroid sebagai salah satu penyakit
terbanyak di poli penyakit dalam dan perlunya pengetahuan serta penjelasan yang baik
kepada pasien yang menderita penyakit tiroid untuk menurunkan angka kejadian
penyakit, insidens dan prevalensi penyakit serta untuk diagnosa yang tepat dan
pemilihan pengobatan yang tepat pula maka referat mengenai thyroid disease ini ditulis
untuk melengkapi pengetahuan mengenai klasifikasi berbagai macam penyakit tiroid,
etiologi, patogenesis, kriteria diagnosa klinis, penatalaksanaan dan pencegahan
terhadap penyakit tiroid.
I.2 Tujuan
Referat tentang penyakit tiroid ini dibuat dengan tujuan :
Menjelaskan mengenai penyakit tiroid secara klinis ilmu kedokteran
2.1 Anatomi
2.2 Embriologi
Kelenjar tiroid muncul sebagai kantong yang keluar dari foregut primitif pada minggu
ketiga kehamilan, asalnya di dasar lidah di sekitar foramen sekum. sel endoderm di dasar
anlage faring menebal membentuk anlage tiroid medial yang turun di depan leher dengan
struktur yang membentuk tulang hyoid dan laring. Selama perkembangannya, anlage tetap
terhubung ke foramen sekum melalui saluran berlapis epitel yaitu duktus thyroglossal. Sel-sel
epitel yang membentuk anlage merangsang perkembangan sel-sel folikel tiroid. anlages
lateral berasal dari kantong branchial keempat dan menyatu dengan anlage median pada
minggu kelima kehamilan. Anlages lateral berasal dari neuroectodermal dan mengaktivasi
kalsitonin memproduksi sel parafollicular atau C yang terletak di superoposterior kelenjar.
Folikel tiroid berkembang selama 8 minggu dan pembentukan koloid dimulai pada minggu ke
sebelas kehamilan.
2.3 Histologi
2.4 Fisiologi
Sintesis hormon tiroid terdiri dari beberapa tahapan. Langkah pertama, penjeratan
iodida, melibatkan transpor aktif iodida (ATP-dependent) melintasi membran basement
thyrocyte melalui protein membran intrinsik, Na + / I-symporter (NIS). Thyroglobulin (Tg)
adalah glikoprotein (660-kDa) yang besar, masuk dalam folikel tiroid dan memiliki empat
residu tyrosyl. Langkah kedua dalam sintesis hormon tiroid melibatkan oksidasi iodida
untuk yodium dan iodinasi dari residu tirosin pada Tg, untuk membentuk monoiodotyrosines
(MIT) dan diiodotyrosines (DITs). Kedua proses ini dikatalisis oleh peroksidase tiroid.
Langkah ketiga, molekul diiodotyrosines membentuk tetraiodothyronine atau tiroksin (T4),
dan satu molekul diiodotyrosines dengan satu molekul monoiodotyrosines membentuk 3,5,
3'-triiodothyronine (T3). Jika dirangsang oleh TSH, thyrocytes pseudopodia yang
mengelilingi bagian dari membran sel yang mengandung thyroglobulin menyatu dengan
enzim lisosom. Pada langkah keempat, thyroglobulin dihidrolisis untuk melepaskan
iodothyronines bebas (T3 dan T4) dan mono-dan diiodotyrosines. Yang terakhir adalah
deiodinasi pada langkah kelima untuk menghasilkan iodida, yang digunakan kembali dalam
thyrocyte tersebut.
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh hipotalamus-hipofisis-tiroid. Hipotalamus
menghasilkan peptida, maka hormon thyrotropin-releasing (TRH) merangsang pituitari untuk
melepaskan TSH atau thyrotropin. TRH mencapai pituitari melalui sirkulasi portovenous.
TSH, sebuah glycopeptide 28-kDa, menengahi penjeratan iodida, sekresi, dan pelepasan
hormon tiroid, selain untuk meningkatkan cellularity dan vaskularisasi dari kelenjar tiroid.
Reseptor TSH memiliki G-reseptor protein-coupled yang memiliki tujuh domain
transmembran-rentang dan memanfaatkan cAMP dalam jalur transduksi sinyal. sekresi TSH
oleh hipofisis anterior juga diatur melalui umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Karena
pituitari memiliki kemampuan untuk mengubah T4 ke T3, yang terakhir ini dianggap lebih
penting dalam kontrol umpan balik. T3 juga menghambat pelepasan TRH.
Kelenjar tiroid juga mampu
autoregulasi, yang memungkinkan untuk
memodifikasi fungsi independen terhadap
TSH. Sebagai adaptasi terhadap asupan
iodida rendah, kelenjar mensintesis
preferentially T3 daripada T4, sehingga
meningkatkan efisiensi hormon dilepaskan.
Dalam situasi kelebihan yodium,
transportasi iodida, generasi peroksida,
sintesis, dan sekresi hormon-hormon tiroid
terhambat. Dosis besar iodida dapat mengakibatkan peningkatan organification awal, diikuti
dengan penekanan, fenomena yang disebut efek Wolff-Chaikoff. Epinefrin dan
gonadotrophin chorionic manusia (hCG) hormon tiroid merangsang produksi hormon.
Dengan demikian, peningkatan kadar hormon tiroid ditemukan pada kehamilan dan dalam
keganasan ginekologis seperti mola hidatidosa. Sebaliknya, glukokortikoid menghambat
produksi hormon tiroid. Pada pasien sakit parah, hormon tiroid perifer dapat dikurangi, tanpa
kompensasi kenaikan kadar TSH, sindrom sakit-euthyroid T3 rendah. (1)
Fungsi Hormon Tiroid
Hormon tiroid free memasuki membran sel dengan difusi atau oleh reseptor tertentu dan
dibawa ke membran dengan mengikat protein tertentu. T4 deiodinated untuk T3 dan
memasuki inti melalui transpor aktif, di mana ia mengikat ke reseptor hormon tiroid. T3
reseptor mirip dengan reseptor nuklir untuk Glukokortikoid, mineralocorticoids, estrogen,
vitamin D, dan asam retinoat. Pada manusia, dua jenis gen reseptor T3 (dan) terletak pada
kromosom 3 dan 17. ekspresi reseptor Thyroid tergantung pada konsentrasi perangkat
hormon tiroid dan jaringan spesifik-bentuk yang melimpah di sistem saraf pusat, sedangkan
bentuk dominan dalam hati. Setiap produk gen memiliki domain, ligan-independen
aminoterminal, sebuah domain, ligan-mengikat carboxyterminal; dan daerah-mengikat DNA
terletak di pusat. Pengikatan hormon tiroid menyebabkan transkripsi dan translasi dari gen
spesifik hormon-responsif.
Hormon tiroid mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh. Mereka adalah penting
untuk perkembangan otak janin dan pematangan kerangka. T3 meningkatkan konsumsi
oksigen, tingkat metabolisme basal dan produksi panas oleh stimulasi Na + / K + ATPase
dalam berbagai jaringan. Ini juga memiliki efek inotropik dan chronotropic positif pada
jantung dengan meningkatkan transkripsi ATPase + Ca2 dalam retikulum sarkoplasma dan
meningkatkan tingkat reseptor beta-adrenergik dan konsentrasi protein G. reseptor miokard
mengalami penurunan dan tindakan katekolamin diperkuat. Hormon tiroid bertanggung
jawab untuk menjaga hipoksia dan hiperkapnia normal di pusat pernapasan otak. Mereka juga
meningkatkan motilitas gastrointestinal, yang menyebabkan diare pada hipertiroidisme dan
sembelit pada hipotiroidisme. hormon tiroid juga meningkatkan tulang dan pergantian protein
dan kecepatan kontraksi otot dan relaksasi. Mereka juga meningkatkan glikogenolisis,
glukoneogenesis hepatik, penyerapan glukosa usus, dan sintesis kolesterol dan degradasi. (1)
Fungsi Hormon Thyroid
- Meningkatkan basal metabolic rate (BMR) dan pemakaian oksigen
- Meningkatkan sintesis protein, lipolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis
- Meningkatkan heart rate dan kontraktilitas
- Meningkatkan sensitivitas katekolamin
- Stimulasi pelepasan hormon steroid
- Stimulasi erythropoiesis dan produksi 2,3-diphosphoglycerate (DPG)
- Meningkatkan bone turnover
2.5 Struma
2.5.1 Definisi
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan
sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid
umumnya disebut struma. Struma adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid membesar.
Struma merupakan salah satu penyakit endokrin terbanyak di Indonesia, sehingga struma
cukup banyak ditemukan dalam pelayanan kesehatan di bagian penyakit dalam.
2.5.2 Penyebab
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya
bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah
dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan
tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis
Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid
dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma sejenis tumor
jinak dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
Klasifikasi
1. Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid aktivitas kelenjar tiroid normal
b. Hipotiroid aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
Difusa : endemik goiter, gravida
Nodusa : neoplasma
b. Toksik (hipertiroid)
Difus : grave, tirotoksikosis primer
Nodusa : tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
a. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun
relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama
pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar
menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak
untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel
pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga
akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau
kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau
kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b. Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan
tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan,
stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan
kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan
koloid dan ukuran kelenjar membesar.
c. Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari
struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive
yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi
pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan).
Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar
normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan
tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk
memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan
lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel
berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami
hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang
berlebihan/mengecil)
2.6.1 Goiter
Definisi
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi
kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi
hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah
depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal.
Klasifikasi Goiter
1. Goiter kongenital
Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi
pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.
Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan
hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang
tinggal disepanjang laut.
3. Goiter sporadis
Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada
saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan
hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3
(tiga) bagian yaitu :
Goiter yodium
Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada
beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.
Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan
berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.
Goiter multinodular
Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat
diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.
4. Goiter intratrakea
Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid
ekstratrakea yang terletak secara normal.
2. Stadium O B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher
terekstensi penuh.
3. Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh.
Patofisiologi
Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk
membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika
tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan
menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke
tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini
merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar
Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga
dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya
dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin
bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine
dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan
sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar
tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis
reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika
sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat,
suatu nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH
meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar
tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan,
maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan
bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.
Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong
reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis,
adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic
gonadotropin.
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi
TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan
pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat
tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi
mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan
terjadi pembesaran (hipertrofi).
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah
estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep
diri klien.
Manifestasi klinis
Gejala utama :
1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di
bagian depan leher tepat di bawah Adams apple.
5. Suara serak.
5. Goncangan
6. Agitasi
2.6.2 Gravida
Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia (gonadotropin) dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
1. Tiroiditis
Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid. Hal
ini dapat mengikuti penyakit virus atau kehamilan.
Etiologi
Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan terjadi
peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), suatu
IgG yang sepertinya mirip reseptor TSH. Predisposisi familial kuat pada sekitar 15%
pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga
pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang berada di darah.
Hipertiroidisme dapat terjadi secara primer maupun sekunder.
Epidemiologi
Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50 tahun.
Laki-laki berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding wanita. Insidens
puncak penyakit ini terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan. Penderita penyakit ini
akan mempunyai tanda-tanda kardiovaskular yang seringkali menutupi gejala-gejala dan
tanda-tanda adrenergik akibat hipertiroidisme.
Manifestasi klinik
Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan :
(i) Eksoftalmus (50%)
(ii) Tremor
(iii) Goiter
(c) Kardiovaskular
Penderita mengeluh berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat.
Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung
kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer
biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta
insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer
akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus
akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan
dipercepat.
(d) Gastrointestinal
Perangsangan usus halus akan meningkatkan peristaltik usus sehingga terjadi diare. Dengan
demikian banyak kalsium yang dikeluarkan bersama feses. Lagi pula pada hipertiroid terjadi
mobilisasi kalsium tiroid keluar dari tulang akibat meningkatnya metabolisme tulang dan
ditambah dengan faktor diare akan menyebabkan tulang-tulang menjadi osteoporosis.
Kehilangan kalsium ini perlu diperhitungkan, karena pasca tiriodektomi mungkin timbul
tetani akibat terganggunya hormon-hormon paratiroid.
(e) Mata
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala
mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik
(morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di
belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan
peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar
yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan
pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan
peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
Untuk memudahkan pemantauan maupun diagnosis dibuat klasifikasi beberapa klas dengan
singkatan NO SPECS, di mana :
Klas 0 N o physical signs or symptoms
Klas 1 O nly signs, no symptom (hanya stare, lidlag, upper eyelid
retraction
Klas 2 S oft tissue involvement (palpebra bengkak, kemosis dan
lain-lain) 90%
Klas 3 P roptosis (> 3mm dari batas atas normal) 30%
Klas 4 E xtraocular muscle involvement (sering dengan diplopia) 60%
Klas 5 C orneal involvement 9%
Klas 6 S ight loss (karena saraf optikus terlibat) 34%
(f) Kulit
Kulit penderita hipertiroid akan menjadi lebih halus karena perubahan metabolisme dan
hormonal tubuh dan juga basah akibat hipersekresi ke permukaan tubuh.
Komplikasi
Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai
dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan
lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata
yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien
sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah
(miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat
menebal dan tidak dapat dicubit.
Gondok multinodul toksik (yang berkembang sebagai respon terhadap keadaan tubuh,
yaitu kehamilan)
Kanker tiroid
Tiroiditis post partum (onset 2 6 bulan post partum) dalam bentuk ringandan jangka
pendek
Gambaran klinis
- Umumnya penderita merasa sukar tidur, gelisah, rasa takut, menurunya berat badan akibat
penggunaan energi, palpitasis, tremor, transpirasi dan diare akibat peningkatan pristaltik.
- Gejala terpenting efek jantung (takikardi, atriumfibrilasi), struma serta bola mata menonjol
secara abnormal, sirkulasi yang hiperkinetik.
- Pemeriksaan laboratorium penunjang yang menunjukkan kadar T3 dan T4
meningkat dan Indeks Tiroksin Bebas.
Diagnosis
Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis tanpa pemeriksaan
laboratorium, namun pemeriksaan ini perlu untuk menilai kemajuan terapi. Ukur TSH (dapat
menurun) dan kadar tiroksin (T4) (mungkin meningkat)
T Tumor primer
T2 Tumor > 1cm tapi tidak lebih dari 4 cm, masih terbatas di tiroid
T3 Tumor > 4cm, terbatas di tiroid atau tumor ukuran berapapun dengan ekstensi
ekstra tiroid yang minimal (misal ke m. sternocleidomastoideus atau kelenjar
paratiroid
T4a Tumor telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi daerah berikut :
jaringan subkutis, laring, trakea, esophagus, n. laryngeus reccurens
T4b Tumor menginvasi fascia prevertebralis, pembuluh mediastinal atau arteri karotis
N1b Metastase kelenjar limfe bilateral, midline, atau cervical kontralateral atau
mediastinum
M Metastase jauh
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme ytang paling berat mengancam
jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma
multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat
kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, terapi I
,ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid
terlalu kuat.
Diagnosis
Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas,palpitasi, berat badan turun, nafsu makan
meningkat, tidak tahan panas, banyak karingat, mudah lelah, sering buang air besar,
oligomenore /aminore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus repleksi
meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok dan bruit.
1. Laboratorium
Pemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total.
Nilai normal pada orang dewasa adalah sebagai berikut :
Iodium bebas : 0,1-0,6 ml/dl
T3 : 0,2-0,3 ml/dl
T4 : 6-12 ml/dl
T3 : 180-240
2. Radiologi
Thorax adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion (papiler), cloudy
(folikuler).
Leher AP lateral evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah
fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24
jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Nilai normalnya 10-35%. Jika , 10% disebut menurun (hipotiroidisme), jika .35% disebut
meninggi (hipertiroidisme).Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,
tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak.
3. USG
Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis
belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang
padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy
aspirasi jarum halus.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
Kista
Adenoma
Kemungkinan karsinoma
Tiroiditis
Foto polos leher dan dada atau berguna untuk menunjukan pergeseran trakea dan
esofagus.
6. Pemeriksaan histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa, setelah dilakukan tindakan
lobektomi atau isthmolobektomi
Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biosi insisi.
2.12 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Obat Antitiroid
Secara umum, terapi dengan obat antitiroid paling berguna pada pasien-pasien muda dengan
kelenjar yang kecil dan penyakit ringan.
> Metimazol
- Dosis awal 20-30 mg/hari
- Indikasi :
(i) Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan sedang dan tirotoksikosis.
(ii) Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif
(iii) Persiapan tiroidektomi
(iv) Pasien hamil dan lanjut usia
(v) Krisis tiroid
Yodium Radioaktif
Di Amerika Serikat, terapi dengan natrium iodide I131 adalah terapi terpilih untuk
kebanyakan pasien di atas 21 tahun. Komplikasi utama terapi radioaktif adalah
hipotiroidisme, yang akhirnya terjadi pada 80% atau lebih pasien yang diobati secara adekuat.
Hal ini tidak perlu dianggap betul-betul sebagai komplikasi dan bahkan hal inilah yang
merupakan jaminan terbaik bahwa pasien tidak akan mengalami kekambuhan
hipertiroidisme.
Penatalaksanaan bedah
Untuk penatalaksanaan bedah, tiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasien
dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat
antitiroid sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Antara operasi rehabilitatif yang dilakukan
adalah seperti dekompresi orbita, operasi otot mata atau operasi kelopak mata. Dekompresi
orbita biasanya dilakukan dengan mengangkat dinding medial dan inferior melalui
pendekatan etmoidal. Dekompresi apeks orbita perlu dilakukan agar hasil akhir baik.
Dekompresi bedah orbita bertujuan menghilangkan tekanan intraorbita.
Pembedahan pada otot-otot yang menggerakkan bola mata mungkin perlu dilakukan untuk
meluruskan pandangan pada penderita yang sudah lama mengidap diplopia.
Non-Medikamentosa
(i) Diet tinggi protein dan pemberian suplemen vitamin
(ii) Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran
(iii) Tidur dengan posisi kepala terangkat
2.13. Pencegahan
Grave Disese :
(i) Berhenti merokok jika merokok
(ii) Memakai kaca mata hitam untuk menghindari cahaya terang
terutama di siang hari
(iii) Menutup mata di waktu malam
(iv) Menghindari debu
Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti
ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium
dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan
matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.
1. Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko untuk
ketergantungan goiter kongenital.
2.14. Prognosis
Prognosis umumnya baik. Kebanyakan pasien tidak memerlukan tindakan pembedahan. Dari
berbagai studi, 101 kasus Oftalmopati Graves, hanya 15% yang memburuk dalam 5 tahun,
sisanya membaik sendirinya. Dari 120 kasus, 74% tidak membutuhkan pengobatan atau
hanya diberikan obat ringan saja.