Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thyroid disease merupakan salah satu penyakit terbanyak di poli penyakit dalam,
diantaranya yaitu hipertiroid, hipotiroid, goiter atau struma tiroid, nodul tiroid dan
neoplasma tiroid. Studi epidemiologi mendeskripsikan bahwa prevalensi untuk
penyakit tiroid ini masih sangat tinggi, bahkan untuk penduduk di daerah pegunungan
insiden goiters sangat tinggi. Etiologi untuk beberapa penyakit tiroid tidak diketahui
pasti. Dengan latar belakang beberapa gangguan tiroid sebagai salah satu penyakit
terbanyak di poli penyakit dalam dan perlunya pengetahuan serta penjelasan yang baik
kepada pasien yang menderita penyakit tiroid untuk menurunkan angka kejadian
penyakit, insidens dan prevalensi penyakit serta untuk diagnosa yang tepat dan
pemilihan pengobatan yang tepat pula maka referat mengenai thyroid disease ini ditulis
untuk melengkapi pengetahuan mengenai klasifikasi berbagai macam penyakit tiroid,
etiologi, patogenesis, kriteria diagnosa klinis, penatalaksanaan dan pencegahan
terhadap penyakit tiroid.

I.2 Tujuan
Referat tentang penyakit tiroid ini dibuat dengan tujuan :
Menjelaskan mengenai penyakit tiroid secara klinis ilmu kedokteran

Menjadi bahan penjelasan untuk pengetahuan pasien gangguan tiroid di RSUD


Cianjur sehinggga dapat dijadikan edukasi kepada pasien.

Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik stase ilmu penyakit dalam


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Kelenjar tiroid berwarna coklat dan konsistensi padat,


terletak posterior dari otot sternothyroid dan
sternohyoid. Pada orang dewasa kelenjar tiroid yang
normal beratnya sekitar 30 gram, kelenjar tiroid lebih
berat pada wanita daripada laki-laki dan dapat bervariasi
tergantung berat badan dan asupan yodium. Kelenjar
tiroid terdiri dari dua lobus dan terhubung di garis
tengah oleh isthmus yang biasanya terletak lebih rendah
dari tulang rawan krikoid. Kelenjar tiroid berada pada
vertebra servikalis V sampai vertebra toraks I. Kelenjar tiroid memiliki kapsul jaringan ikat
yang membentuk stroma organ. Bagian luar kapsul adalah lapisan yang berkembang dari
fasia pretracheal disebut juga selubung perithyroid atau kapsul bedah. Bagian anterior dan
lateral fasia berkembang dengan baik, bagian posterior tipis dan longgar, memungkinkan
pembesaran kelenjar tiroid posterior.

2.2 Embriologi

Kelenjar tiroid muncul sebagai kantong yang keluar dari foregut primitif pada minggu
ketiga kehamilan, asalnya di dasar lidah di sekitar foramen sekum. sel endoderm di dasar
anlage faring menebal membentuk anlage tiroid medial yang turun di depan leher dengan
struktur yang membentuk tulang hyoid dan laring. Selama perkembangannya, anlage tetap
terhubung ke foramen sekum melalui saluran berlapis epitel yaitu duktus thyroglossal. Sel-sel
epitel yang membentuk anlage merangsang perkembangan sel-sel folikel tiroid. anlages
lateral berasal dari kantong branchial keempat dan menyatu dengan anlage median pada
minggu kelima kehamilan. Anlages lateral berasal dari neuroectodermal dan mengaktivasi
kalsitonin memproduksi sel parafollicular atau C yang terletak di superoposterior kelenjar.
Folikel tiroid berkembang selama 8 minggu dan pembentukan koloid dimulai pada minggu ke
sebelas kehamilan.
2.3 Histologi

Kelenjar tiroid ini dikelilingi oleh kapsul


tiroid yang merupakan lapisan tipis
jaringan ikat. Dari kapsul, beberapa septa
memperluas parenkim tiroid yang dibagi
lagi menjadi beberapa lobulus. Sel epitel
(cuboidal atau skuamosa) membentuk
folikel tiroid, dipisahkan oleh stroma
penghubung tipis yang banyak pembuluh getah bening dan darah. Koloid dikumpulkan di
dalam folikel. Setiap folikel memiliki dua jenis sel yaitu sel folikel dan parafollicular atau C.
Menurut Ross dan Reith, sel folikel berperan dalam sintesis thyroglobulin, iodinasi,
penyimpanan thyroglobulin, resorpsi dari thyroglobulin, hidrolisis thyroglobulin, dan
pelepasan hormon tiroid ke dalam darah dan limfatik. Sel parafollicular atau C dapat
ditemukan di stroma jaringan ikat antara folikel dalam epitel folikel. Khas epitel folikel
memiliki granul-granul sekretori.

2.4 Fisiologi

Sintesis hormon tiroid terdiri dari beberapa tahapan. Langkah pertama, penjeratan
iodida, melibatkan transpor aktif iodida (ATP-dependent) melintasi membran basement
thyrocyte melalui protein membran intrinsik, Na + / I-symporter (NIS). Thyroglobulin (Tg)
adalah glikoprotein (660-kDa) yang besar, masuk dalam folikel tiroid dan memiliki empat
residu tyrosyl. Langkah kedua dalam sintesis hormon tiroid melibatkan oksidasi iodida
untuk yodium dan iodinasi dari residu tirosin pada Tg, untuk membentuk monoiodotyrosines
(MIT) dan diiodotyrosines (DITs). Kedua proses ini dikatalisis oleh peroksidase tiroid.
Langkah ketiga, molekul diiodotyrosines membentuk tetraiodothyronine atau tiroksin (T4),
dan satu molekul diiodotyrosines dengan satu molekul monoiodotyrosines membentuk 3,5,
3'-triiodothyronine (T3). Jika dirangsang oleh TSH, thyrocytes pseudopodia yang
mengelilingi bagian dari membran sel yang mengandung thyroglobulin menyatu dengan
enzim lisosom. Pada langkah keempat, thyroglobulin dihidrolisis untuk melepaskan
iodothyronines bebas (T3 dan T4) dan mono-dan diiodotyrosines. Yang terakhir adalah
deiodinasi pada langkah kelima untuk menghasilkan iodida, yang digunakan kembali dalam
thyrocyte tersebut.
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh hipotalamus-hipofisis-tiroid. Hipotalamus
menghasilkan peptida, maka hormon thyrotropin-releasing (TRH) merangsang pituitari untuk
melepaskan TSH atau thyrotropin. TRH mencapai pituitari melalui sirkulasi portovenous.
TSH, sebuah glycopeptide 28-kDa, menengahi penjeratan iodida, sekresi, dan pelepasan
hormon tiroid, selain untuk meningkatkan cellularity dan vaskularisasi dari kelenjar tiroid.
Reseptor TSH memiliki G-reseptor protein-coupled yang memiliki tujuh domain
transmembran-rentang dan memanfaatkan cAMP dalam jalur transduksi sinyal. sekresi TSH
oleh hipofisis anterior juga diatur melalui umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Karena
pituitari memiliki kemampuan untuk mengubah T4 ke T3, yang terakhir ini dianggap lebih
penting dalam kontrol umpan balik. T3 juga menghambat pelepasan TRH.
Kelenjar tiroid juga mampu
autoregulasi, yang memungkinkan untuk
memodifikasi fungsi independen terhadap
TSH. Sebagai adaptasi terhadap asupan
iodida rendah, kelenjar mensintesis
preferentially T3 daripada T4, sehingga
meningkatkan efisiensi hormon dilepaskan.
Dalam situasi kelebihan yodium,
transportasi iodida, generasi peroksida,
sintesis, dan sekresi hormon-hormon tiroid
terhambat. Dosis besar iodida dapat mengakibatkan peningkatan organification awal, diikuti
dengan penekanan, fenomena yang disebut efek Wolff-Chaikoff. Epinefrin dan
gonadotrophin chorionic manusia (hCG) hormon tiroid merangsang produksi hormon.
Dengan demikian, peningkatan kadar hormon tiroid ditemukan pada kehamilan dan dalam
keganasan ginekologis seperti mola hidatidosa. Sebaliknya, glukokortikoid menghambat
produksi hormon tiroid. Pada pasien sakit parah, hormon tiroid perifer dapat dikurangi, tanpa
kompensasi kenaikan kadar TSH, sindrom sakit-euthyroid T3 rendah. (1)
Fungsi Hormon Tiroid

Hormon tiroid free memasuki membran sel dengan difusi atau oleh reseptor tertentu dan
dibawa ke membran dengan mengikat protein tertentu. T4 deiodinated untuk T3 dan
memasuki inti melalui transpor aktif, di mana ia mengikat ke reseptor hormon tiroid. T3
reseptor mirip dengan reseptor nuklir untuk Glukokortikoid, mineralocorticoids, estrogen,
vitamin D, dan asam retinoat. Pada manusia, dua jenis gen reseptor T3 (dan) terletak pada
kromosom 3 dan 17. ekspresi reseptor Thyroid tergantung pada konsentrasi perangkat
hormon tiroid dan jaringan spesifik-bentuk yang melimpah di sistem saraf pusat, sedangkan
bentuk dominan dalam hati. Setiap produk gen memiliki domain, ligan-independen
aminoterminal, sebuah domain, ligan-mengikat carboxyterminal; dan daerah-mengikat DNA
terletak di pusat. Pengikatan hormon tiroid menyebabkan transkripsi dan translasi dari gen
spesifik hormon-responsif.
Hormon tiroid mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh. Mereka adalah penting
untuk perkembangan otak janin dan pematangan kerangka. T3 meningkatkan konsumsi
oksigen, tingkat metabolisme basal dan produksi panas oleh stimulasi Na + / K + ATPase
dalam berbagai jaringan. Ini juga memiliki efek inotropik dan chronotropic positif pada
jantung dengan meningkatkan transkripsi ATPase + Ca2 dalam retikulum sarkoplasma dan
meningkatkan tingkat reseptor beta-adrenergik dan konsentrasi protein G. reseptor miokard
mengalami penurunan dan tindakan katekolamin diperkuat. Hormon tiroid bertanggung
jawab untuk menjaga hipoksia dan hiperkapnia normal di pusat pernapasan otak. Mereka juga
meningkatkan motilitas gastrointestinal, yang menyebabkan diare pada hipertiroidisme dan
sembelit pada hipotiroidisme. hormon tiroid juga meningkatkan tulang dan pergantian protein
dan kecepatan kontraksi otot dan relaksasi. Mereka juga meningkatkan glikogenolisis,
glukoneogenesis hepatik, penyerapan glukosa usus, dan sintesis kolesterol dan degradasi. (1)
Fungsi Hormon Thyroid
- Meningkatkan basal metabolic rate (BMR) dan pemakaian oksigen
- Meningkatkan sintesis protein, lipolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis
- Meningkatkan heart rate dan kontraktilitas
- Meningkatkan sensitivitas katekolamin
- Stimulasi pelepasan hormon steroid
- Stimulasi erythropoiesis dan produksi 2,3-diphosphoglycerate (DPG)
- Meningkatkan bone turnover

2.5 Struma

2.5.1 Definisi

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang
dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan
sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid
umumnya disebut struma. Struma adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid membesar.
Struma merupakan salah satu penyakit endokrin terbanyak di Indonesia, sehingga struma
cukup banyak ditemukan dalam pelayanan kesehatan di bagian penyakit dalam.

2.5.2 Penyebab
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya
bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah
dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.

1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan
tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).

2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis
Hashimoto.

3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid
dan struma endemik.

4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma sejenis tumor
jinak dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.

Klasifikasi
1. Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid aktivitas kelenjar tiroid normal
b. Hipotiroid aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
Difusa : endemik goiter, gravida
Nodusa : neoplasma
b. Toksik (hipertiroid)
Difus : grave, tirotoksikosis primer
Nodusa : tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
a. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun
relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama
pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar
menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak
untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel
pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga
akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau
kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau
kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b. Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan
tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan,
stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan
kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan
koloid dan ukuran kelenjar membesar.

c. Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari
struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive
yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi
pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan).
Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar
normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan
tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk
memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan
lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel
berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami
hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang
berlebihan/mengecil)

2.6 Struma Difusa Non-Toksik

2.6.1 Goiter

Definisi
Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi
kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi
hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah
depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal.

Klasifikasi Goiter

1. Goiter kongenital

Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi
pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.

2. Goiter endemik dan kretinisme

Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan
hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang
tinggal disepanjang laut.

3. Goiter sporadis

Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada
saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan
hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3
(tiga) bagian yaitu :

Goiter yodium

Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada
beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.

Goiter sederhana (Goiter kollot)

Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan
berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.
Goiter multinodular

Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat
diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.

4. Goiter intratrakea

Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid
ekstratrakea yang terletak secara normal.

Klasifikasi Goiter menurut WHO :

1. Stadium O A: tidak ada goiter.

2. Stadium O B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher
terekstensi penuh.

3. Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh.

4. Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi.

5. Stadium III : goiter yang besar terlihat dari Darun.

Patofisiologi

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk
membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika
tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan
menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke
tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini
merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar
Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga
dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya
dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin
bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine
dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan
sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar
tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis
reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika
sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat,
suatu nodul tiroid dapat berkembang.

Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH
meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar
tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan,
maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan
bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.

Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong
reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis,
adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic
gonadotropin.

Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi
TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan
pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat
tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi
mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan
terjadi pembesaran (hipertrofi).

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah
estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep
diri klien.

Manifestasi klinis

Gejala utama :

1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di
bagian depan leher tepat di bawah Adams apple.

2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.

3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang


tenggorokan).

4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).

5. Suara serak.

6. Distensi vena leher.

7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala

8. Kelainan fisik (asimetris leher)

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

1. Tingkat peningkatan denyut nadi

2. Detak jantung cepat

3. Diare, mual, muntah

4. Berkeringat tanpa latihan

5. Goncangan

6. Agitasi
2.6.2 Gravida

Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia (gonadotropin) dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

1. Tiroiditis

Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid. Hal
ini dapat mengikuti penyakit virus atau kehamilan.

2.7 Struma Difusa Toksik

2.7.1 Grave Disease


Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, adalah penyakit
autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari kelenjar tiroid)
yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga disebut penyakit Basedow.
Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda usia 20 40 tahun terutama wanita,
tetapi penyakit ini dapat terjadi pada segala umur

Etiologi
Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan terjadi
peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), suatu
IgG yang sepertinya mirip reseptor TSH. Predisposisi familial kuat pada sekitar 15%
pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga
pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang berada di darah.
Hipertiroidisme dapat terjadi secara primer maupun sekunder.

Epidemiologi
Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50 tahun.
Laki-laki berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding wanita. Insidens
puncak penyakit ini terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan. Penderita penyakit ini
akan mempunyai tanda-tanda kardiovaskular yang seringkali menutupi gejala-gejala dan
tanda-tanda adrenergik akibat hipertiroidisme.

Patofisiologi struma diffusa toksik


Morbus Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan ters
ebut terdapat beragam antibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap
reseptor TSH, perisoksom tiroid dan tiroglobulin. Dari ketiganya reseptor TSH adalah antigen
terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek antibodi yang terbentuk berbeda-
beda tergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh,
salah satu antibodi yang disebut thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat
reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik yang menyebabkan
peningkatan pembebasan hormon tiroid. Golongan antibodi lain yang juga ditujukan pada
reseptor TSH dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growth-
stimulating
immunoglobulin atau TGI). Ada juga antibodi lain yang disebut TSH-binding inhibitor
immunoglobulin (TBII), yang menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel
epitel tiroid. Dalam prosesnya sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga
terjadi stimulasi aktifitas sel epitel tiroid sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel
tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan
menghambat dalam serum pasien yang sama. Temuan ini menjelaskan mengapa sebagian
pasien dengan morbus Graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme.
Sekresi antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T helper CD4+ banyak di antaranya terdapat di
dalam kelenjar tiroid. Sel T helper intratiroid juga tersentisisasi ke reseptor dan akan
mengeluarkan factor larut seperti interferon- dan faktor nekrosis tumor (TNF). Faktor ini
pada gilirannya akan memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul konstimulatorik sel
T pada sel epitel tiroid yang memungkinkan antigen tersaji ke sel T lain.
Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH berperan dalam timbulnya
oftalmopati infiltrate yang khas untuk morbus Graves. Mekanisme serupa diperkirakan
bekerja pada dermopati Graves dengan fibroblas pretibia yang mengandung reseptor TSH
mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi dan sitokin.

Manifestasi klinik
Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan :
(i) Eksoftalmus (50%)
(ii) Tremor
(iii) Goiter

Gradasi Perez/Derajat pembesaran kelenjar :


Derajat 0-a : kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih besar dari
ukuran normal
Derajat 0-b : kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala dalam
posisi normal
Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi normal,
dan terlihat nodulus
Derajat II : jelas terlihat pembesaran
Derajat III : tampak jelas dari jauh
Derajat IV : sangat besar

(a) Metabolisme energi


Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas,
proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir
mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan
mudah berkeringat. Pada satu sisi, lipolisis akan menyebabkan penurunan berat badan dan
pada sisi yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia dan peningkatan enzim proteolitik
sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan
ekskresi urea. Hal ini menyebabkan penurunan massa otot dan menyebabkan otot melemah.
Pelepasan hormon tiroid berlebihan juga dapat menyebabkan perangsangan glikogenolisis
dan glukoneogenesis sehingga kadar gula darah juga naik, bahkan terkadang menjadi
glukosuria. Sementara itu, kosentrasi VLDL, LDL, dan kolestrol berkurang. Pengaruhnya
pada metabolisme karbohidrat memudahkan pembentukan diabetes mellitus (reversible). Bila
diberikan glukosa (tes toleransi glukosa), konsentrasi glukosa dalam plasma akan meningkat
secara cepat dan lebih nyata daripada orang sehat; peningkatan akan diikuti oleh penurunan
yang cepat.

(b) Sistem saraf


Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh
karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan
sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien
lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus
pada tangan, dan insomnia.

(c) Kardiovaskular
Penderita mengeluh berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat.
Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung
kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer
biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta
insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer
akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus
akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan
dipercepat.

(d) Gastrointestinal
Perangsangan usus halus akan meningkatkan peristaltik usus sehingga terjadi diare. Dengan
demikian banyak kalsium yang dikeluarkan bersama feses. Lagi pula pada hipertiroid terjadi
mobilisasi kalsium tiroid keluar dari tulang akibat meningkatnya metabolisme tulang dan
ditambah dengan faktor diare akan menyebabkan tulang-tulang menjadi osteoporosis.
Kehilangan kalsium ini perlu diperhitungkan, karena pasca tiriodektomi mungkin timbul
tetani akibat terganggunya hormon-hormon paratiroid.
(e) Mata
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala
mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik
(morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di
belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan
peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar
yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan
pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan
peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
Untuk memudahkan pemantauan maupun diagnosis dibuat klasifikasi beberapa klas dengan
singkatan NO SPECS, di mana :
Klas 0 N o physical signs or symptoms
Klas 1 O nly signs, no symptom (hanya stare, lidlag, upper eyelid
retraction
Klas 2 S oft tissue involvement (palpebra bengkak, kemosis dan
lain-lain) 90%
Klas 3 P roptosis (> 3mm dari batas atas normal) 30%
Klas 4 E xtraocular muscle involvement (sering dengan diplopia) 60%
Klas 5 C orneal involvement 9%
Klas 6 S ight loss (karena saraf optikus terlibat) 34%

(f) Kulit
Kulit penderita hipertiroid akan menjadi lebih halus karena perubahan metabolisme dan
hormonal tubuh dan juga basah akibat hipersekresi ke permukaan tubuh.

Komplikasi
Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai
dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan
lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata
yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien
sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.

Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah
(miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat
menebal dan tidak dapat dicubit.

2.7.2 Tirotoksikosis Primer


Definisi
Tirotoksikosis merupakan tampilan klinis hiperfungsi kelenjar tiroid. Keadaan ini
dikarenakan stimulasi tiroid oleh suatu globulin darah yang memiliki aktivitas
TSH. Selain itu disebabkan adanya benjolan kecil didalam kelenjar, yang secara
otanom membentuk hormone berlebih diluar sistem H-H. Biasanya diderita oleh
penderita yang kelebihan minum obat yang mengandung iod / iodide atau makan
makanan dengan kadar iod tinggi, dalam hal ini penyakit tsb disebut iod-struma
atau iod-Basedow.
Penyebab
Penyakit Graves

Gondok multinodul toksik (yang berkembang sebagai respon terhadap keadaan tubuh,
yaitu kehamilan)

Kanker tiroid

Tiroiditis post partum (onset 2 6 bulan post partum) dalam bentuk ringandan jangka
pendek

Gambaran klinis
- Umumnya penderita merasa sukar tidur, gelisah, rasa takut, menurunya berat badan akibat
penggunaan energi, palpitasis, tremor, transpirasi dan diare akibat peningkatan pristaltik.
- Gejala terpenting efek jantung (takikardi, atriumfibrilasi), struma serta bola mata menonjol
secara abnormal, sirkulasi yang hiperkinetik.
- Pemeriksaan laboratorium penunjang yang menunjukkan kadar T3 dan T4
meningkat dan Indeks Tiroksin Bebas.

Diagnosis
Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis tanpa pemeriksaan
laboratorium, namun pemeriksaan ini perlu untuk menilai kemajuan terapi. Ukur TSH (dapat
menurun) dan kadar tiroksin (T4) (mungkin meningkat)

2.8 Struma Nodul Non-Toksik


2.8.1 Neoplasma

Macam-macam neoplasma tiroid


1. Benigna
Penampilan sebagai nodul soliter dari tiroid dengan sisa jaringan palpable.
Teoritis ada adenoma papiler tetapi kebanyakan adenoma folikular. Sangat sukar
dibedakan dengan karsinoma. Oleh karena itu, tindakan selalu pembedahan karena
berdasar morfologi sendiri adenoma selalu tidak dapat dibedakan dengan karsinoma,
diagnosis hanya dikonfirmasikan histologi yang dapat menunjukkan invasi ke kapsula
atau ke pembuluh darah.
2. Maligna
Rosai J. membedakan tumor tiroid atas adenoma folikular, karsinoma papillare,
karsinoma folikular, hurtle cell tumors, clear cell tumors, tumor sel skuamous, tumor
musinus, karsinoma medulare, dan karsinoma anaplastik.
Karsinoma tiroid sering hormone-dependent. Misalnya pada TSH dimana
mengatur sekresi normal dari tiroid. Hormone-dependent maksimal pada Ca papiller dan
praktis nol pada tipe anaplastik dan folikuler bervariasi responnya.

Klasifikasi karsinoma tiroid


1. Klasifikasi karsinoma tiroid menurut WHO :
a. Tumor epitel maligna
Karsinoma folikulare
Karsinoma papilare
Campuran karsinoma folikulare papilare
Karsinoma anaplastik (undifferentiated)
Karsinoma sel skuamosa
Karsinoma tiroid medulare
b. Tumor non-epitel maligna
Fibrosarkoma
Lain-lain
c. Tumor maligna lainnya
Sarcoma
Limfoma maligna
Hemangiotelioma maligna
Teratoma maligna
d. Tumor sekunder dan unclassified tumor
2. Klasifikasi karsinoma tiroid berdasarkan histopatologi mayor, antara lain :
a. Karsinoma papiler
Karsinoma ini merupakan jenis karsinoma yang banyak diderita pada umur
muda. Sebanyak 1/3 penderita umumnya menunjukkan metastase intraglanduler
lymphatic (yang sebelumnya dianggap multisentrik). Metastasis yang paling sering
terutama ke limfonodi servikal, namun karsinoma ini relatif tidak terlalu ganas.
Secara histologis, terciri atas struktur papiler yang sangat bercabang dilapisi
sel-sel yang tersusun tidak teratur dengan inti yang umumnya jernih opaque. Benda-
benda psamoma (konkremen kapur dengan susunan berlapis konsentris) sering
didapatkan. Di samping daerah papiler, sering terdapat campuran dengan bagian
folikuler.
b. Karsinoma folikuler
Karsinoma folikuler biasanya terjadi pada penderita yang lebih tua.
Karsinoma ini bersifat lebih ganas dibandingkan tipe papiler. Selain itu, karsinoma
ini sering merupakan komplikasi dari adenoma benigna soliter ataupun struma
multinoduler. Metastasis jauh sering ditemukan terutama secara hematogen ke dalam
otot dan paru.
Secara histologi, sering menyerupai jaringan kelenjar tiroid normal. sel
berukuran medium dan teratur dalam berkas atau trabekula dengan daerah folikuler
yang teratur. Oleh karena secara mikroskopik terlihat sel teratur dalam bentuk aciner
(sel kolumner rendah atau kuboid), terkadang digambarkan seperti halnya karsinoma
alveolar. Bentuk khusus karsinoma folikular adalah karsinoma sel hurtle, terdiri dari
sel-sel eosinofil, granular halus yang mengandung banyak mitokondria.
c. Karsinoma anaplastik
Karsinoma jenis ini merupakan tumor yang tidak menunjukkan diferensiasi
ke arah folikuler ataupun papiler dan terdiri dari rangkaian sel-sel solid yang tidak
mempunyai aspek khas untuk karsinoma meduler. Biasanya diderita pada usia lanjut.
Penyebaran biasanya secara limfogen ataupun hematogen pada stadium awal.
Secara histologi, terdapat 2 tipe sel yaitu tipe small cell dan giant cell. Kedua
tipe menunjukkan gambaran pleomorphi tetapi tipe giant cell lebih ganas.
d. Karsinoma meduler
Karsinoma ini berasal dari sel parafolikuler C (derivat dari corpus
ultimobranchial) dan beberapa ragu-ragu bahwa ini berasal dari jaringan tiroid. Ada
2 tipe, yaitu familial dan sporadis. Tipe familial sering melibatkan dua lobus dan
dapat berasal multifocal sebagai sel parafolikular pada jaringan interstisial dari
kelenjar tiroid.
Metastasis dengan limfonodi dalam persentase yang tinggi penderita dan
prognosis buruk. Tipe sporadis biasanya unilobar dan kurang malignant.
Histologi menunjukkan karakter undifferentiated terdiri dari berkas-berkas
gel bulat dan dapat menyerupai tumor karsinoid. Karakteristik adanya amiloid baik
mikroskopik maupun makroskopik. Tumor juga menyebabkan kelainan biokimia
karena kenaikan sekresi dari :
Kalsitonin (hipokalsemia, osteoporosis, pembesaran paratiroid, dan sakit
tulang)
5-hidroksitriptamine seperti pada karsinoid (dengan manifestasi diare)
ACTH (nampak cushingoid)
e. Karsinoma epidermoid
Karsinoma ini merupakan kanker sekunder berasal dari luar, biasanya dari
perluasan sekunder kanker esofagus atau faring. Dalam klinik terkadang ditemukan
adenoma maligna (perubahan menjadi ganas dalam adenoma. Karsinoma yang
terjadi awalnya dapat berupa struma nodular soliter. Bisa berupa occult
(tersembunyi) bila yang primer tidak palpabel tetapi pasien biasanya menampilkan
metastasis pada limfonodi di dekatnya (thyroid aberrant lateral).
Klasifikasi TNM Karsinoma Tiroid

T Tumor primer

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak didapatkan tumor primer

T1 Tumor ? 1 cm, terbatas di tiroid

T2 Tumor > 1cm tapi tidak lebih dari 4 cm, masih terbatas di tiroid

T3 Tumor > 4cm, terbatas di tiroid atau tumor ukuran berapapun dengan ekstensi
ekstra tiroid yang minimal (misal ke m. sternocleidomastoideus atau kelenjar
paratiroid

T4a Tumor telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi daerah berikut :
jaringan subkutis, laring, trakea, esophagus, n. laryngeus reccurens

T4b Tumor menginvasi fascia prevertebralis, pembuluh mediastinal atau arteri karotis

T4a* Tumor ukuran berapapun yang masih terbatas pada tiroid

T4b* Tumor ukuran berapapun yang berekstensi keluar kapsul tiroid


*khusus pada karsinoma anaplastik

N Kelenjar limfe regional

Nx Kelenjar limfe tidak dapat dinilai

N0 Tidak didapatkan metastase kelenjar limfe

N1 Terdapat metastase kelenjar limfe

N1a Metastase kelenjar limfe servikal ipsilateral

N1b Metastase kelenjar limfe bilateral, midline, atau cervical kontralateral atau
mediastinum

M Metastase jauh

Mx Metastase tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastase jauh


M1 Terdapat metastase jauh

Stadium Klinis Karsinoma Tiroid


1. Karsinoma tiroid papilare atau folikulare < 45 tahun
Stadium Tumor (T) Nodul (N) Metastasis jauh (M)
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II Tiap T Tiap N M1
2. Karsinoma tiroid papilare dan folikulare umur ? 45 tahun dan medulare
Stadium Tumor (T) Nodul (N) Metastasis jauh (M)
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1, T2, T3 N1a M0
Stadium IVA T1, T2, T3 N1b M0
T4a N0, N1 M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1
3. Karsinoma anaplastik / undifferentiated (semua kasus pada stadium IV)
Stadium Tumor (T) Nodul (N) Metastasis jauh (M)
Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1

2.9 Struma Nodul Toksik

2.9.1 Tirotoksikosis Sekunder


Definisi
Tiroktosikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena
ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiwi yang ditemukan bila suatu
jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

Tirotoksikosis di bagi dalam 2 Kategori:


1. Kelainan yang berhubungan dengan Hipertiroidisme
2. kelainan yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme
hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksitiroid, yang
merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Etiologi tersering dari tirotoksikosis
ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik ( plumer ) dan
adenoma toksik. Penyebab lain adalah tiroiditis, penyakit tropoblastis, pemakaian yodium
yang berlebihan, obat hormon tiroid,dll.

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme ytang paling berat mengancam
jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma
multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat
kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, terapi I
,ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid
terlalu kuat.

Diagnosis
Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas,palpitasi, berat badan turun, nafsu makan
meningkat, tidak tahan panas, banyak karingat, mudah lelah, sering buang air besar,
oligomenore /aminore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus repleksi
meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok dan bruit.

2.9.2 Tiroid Hashimoto


Definisi
Adalah peradangan kronik kelenjar tiroid yang diduga merupakan fenomena oto-imun, nama
lainnya ialah struma limfomatosa.
Tiroiditis autoimun yang terserang terutama wanita berusia antara 30 50 tahun dan dicirikan
dengan adanya kelenjar tiroid yang keras. Membesar difus, tak nyeri. Pasien biasanya
eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Titer antibodi biasanya tinggi dan ada imunitas
yang cell mediated terhadap antigen tiroid.
Kelainan histopatologis dapat bermacam-macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang
difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis.
Diagnosa
Hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis maupun biopsi, tetapi hasil biopsi
sering tidak dapat dipercaya.
Diagnosa Presumtif dapat dibuat atas dasar gambaran klinis dan tingginya titer antibodi lebih
dari 1/32 untuk antibodi mikrosomal atau 1/100 untuk antibodi tiroglobulin.
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil dan asimptomatik. Bila
kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan tindakan pengangkatan, tetapi operasi ini
sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid tersebut dapat mengecil sejalan dengan waktu.
Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut.

2.10 Pemeriksaan Tiroid


1. Anamnesa
a. Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian tengah
b. Usia dan jenis kelamin : nodul tiroid timbul pd usia < 20 tahun atau > 50 tahun dan
jenis kelamin laki-laki resiko malignancy tinggi (20-70%).
c. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak malignancy 33-37%
d. Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas
membesar dengan cepat (minggu/bulan)
e. Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri (akibat penekanan/desakan
dan/atau infiltrasi tumor sebagai pertanda telah terjadi invasi ke jaringan atau organ
di sekitarnya)
f. Asal dan tempat tinggal (pegunungan/pantai)
g. Benjolan pada leher, lama, pembesaran
h. Riwayat penyakit serupa pada keluarga
i. Struma toksik :
Kurus, irritable, keringat banyak
Nervous
Palpitasi
Hipertoni simpatikus (kulit basah dingin & tremor)
j. Struma non-toksik :
Gemuk
Malas dan banyak tidur
Gangguan pertumbuhan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala
sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus
relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.
Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa
komponen berikut :
Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus
Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler
Jumlah : uninodusa atau multinodusa
Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler lokal
Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut
bergerak
Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan
b. Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di
belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal
yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi :
Perluasan dan tepi
Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba
trachea dan kelenjarnya.
Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam
daripada musculus ini.
Limfonodi dan jaringan sekitar
c. Auskultasi
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan
adanya hipertiroid.

2.11 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Pemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total.
Nilai normal pada orang dewasa adalah sebagai berikut :
Iodium bebas : 0,1-0,6 ml/dl

T3 : 0,2-0,3 ml/dl

T4 : 6-12 ml/dl

Nilai normal pada bayi/anak :

T3 : 180-240

2. Radiologi
Thorax adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion (papiler), cloudy
(folikuler).
Leher AP lateral evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah
fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24
jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Nilai normalnya 10-35%. Jika , 10% disebut menurun (hipotiroidisme), jika .35% disebut
meninggi (hipertiroidisme).Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

4. Scintiscan yodium radio aktif dengan teknetium porkeknera, untuk melihat


medulanya.

5. Sidik ultrasoud untuk mendeteksi perubahan-perubahan kistik pada medula tiroid.

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,
tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak.
3. USG
Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis
belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang
padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy
aspirasi jarum halus.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :

Kista

Adenoma

Kemungkinan karsinoma

Tiroiditis

Foto polos leher dan dada atau berguna untuk menunjukan pergeseran trakea dan
esofagus.

Esofagogram untuk menunjukan goiter sebagai penyebab disfagia.

4. Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid)


Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid.
Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area, sedangkan
jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma)
Bila nodul menangkap lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin
(cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila
afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (Hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagai besar adalah nodul dingin. Sekitar 10-17% struma dengan
nodul dingin ternyata adalah suatu keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid,
maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan iodium oleh tiroid harus dihentikan
selama 2-4 minggu sebelumnya.

5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)


Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara
pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna.
Keberhasilan dan ketepatan hasil BAJAH tergantung atas 2 hal yaitu faktor kemampuan
pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka
akurasinya sangat bervariasi. Ketepatan pemeriksaan ini pada karsinoma tiroid anaplastik,
medulare dan papilare hampir mendekati 100%, tetapi jenis folikulare hampir tidak dapat
dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatosus goiter, adenoma folikulare dan adeno
karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasinya ke kapsul dan vaskular
yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.

6. Pemeriksaan histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa, setelah dilakukan tindakan
lobektomi atau isthmolobektomi
Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biosi insisi.
2.12 Penatalaksanaan
Medikamentosa

Obat Antitiroid
Secara umum, terapi dengan obat antitiroid paling berguna pada pasien-pasien muda dengan
kelenjar yang kecil dan penyakit ringan.

> Prophyltiurasil (PTU)


- Dosis awal : 300-600 mg/hari
- Dosis maksimal : 2000 mg/hari
- Mekanisme kerja menghambat konversi T4 menjadi T3
- Bekerja pada extratirodial dan intra tiroidial
- Lebih banyak efek sampaing seperti menekan eritrosit, leukosit, dan trombosit.

> Metimazol
- Dosis awal 20-30 mg/hari
- Indikasi :
(i) Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan sedang dan tirotoksikosis.
(ii) Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif
(iii) Persiapan tiroidektomi
(iv) Pasien hamil dan lanjut usia
(v) Krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Karbimazol 30-60 5-20


Metimazol 30-60 5-20
Propiltourasil 300-600 5-200

Obat golongan Penyekat beta


> Propranolol
Propranolol diberi untuk mengendalikan gejala-gejala adrenegik seperti takikardi dan
hipertensi. Bila hipertensi di mana penyekat beta saja tidak mampu, maka diberikan bersama
kaptopril (ACE inhibitor).
Untuk pengobatan Oftalmopati Graves (OG) yang disebut juga sebagai thyroid associated
opthalmopathy (TAO). Terapi hanya berhasil apabila diberikan pada puncak akivitas
penyakitnya.(10)
Pengobatan OG meliputi :
(i) OG ringan :
- cukup diberikan pengobatan lokal seperti air mata artificial dan salep,
tetes mata obat penghambat beta
(ii) OG yang berat
- pemberian glukokortikoid (oral, intravena, lokal)
- radioterapi supravoltase
- pemberian analog somatostatin (oktreotid, lanreotid) dan immunoglobulin
** keduanya masih dalam tahap pengembangan.

Yodium Radioaktif
Di Amerika Serikat, terapi dengan natrium iodide I131 adalah terapi terpilih untuk
kebanyakan pasien di atas 21 tahun. Komplikasi utama terapi radioaktif adalah
hipotiroidisme, yang akhirnya terjadi pada 80% atau lebih pasien yang diobati secara adekuat.
Hal ini tidak perlu dianggap betul-betul sebagai komplikasi dan bahkan hal inilah yang
merupakan jaminan terbaik bahwa pasien tidak akan mengalami kekambuhan
hipertiroidisme.

Penatalaksanaan bedah
Untuk penatalaksanaan bedah, tiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasien
dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat
antitiroid sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Antara operasi rehabilitatif yang dilakukan
adalah seperti dekompresi orbita, operasi otot mata atau operasi kelopak mata. Dekompresi
orbita biasanya dilakukan dengan mengangkat dinding medial dan inferior melalui
pendekatan etmoidal. Dekompresi apeks orbita perlu dilakukan agar hasil akhir baik.
Dekompresi bedah orbita bertujuan menghilangkan tekanan intraorbita.
Pembedahan pada otot-otot yang menggerakkan bola mata mungkin perlu dilakukan untuk
meluruskan pandangan pada penderita yang sudah lama mengidap diplopia.

Non-Medikamentosa
(i) Diet tinggi protein dan pemberian suplemen vitamin
(ii) Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran
(iii) Tidur dengan posisi kepala terangkat

2.13. Pencegahan

Grave Disese :
(i) Berhenti merokok jika merokok
(ii) Memakai kaca mata hitam untuk menghindari cahaya terang
terutama di siang hari
(iii) Menutup mata di waktu malam
(iv) Menghindari debu

Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti
ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium
dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan
matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.
1. Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko untuk
ketergantungan goiter kongenital.

2. Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung


goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti ubi
kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.

2.14. Prognosis
Prognosis umumnya baik. Kebanyakan pasien tidak memerlukan tindakan pembedahan. Dari
berbagai studi, 101 kasus Oftalmopati Graves, hanya 15% yang memburuk dalam 5 tahun,
sisanya membaik sendirinya. Dari 120 kasus, 74% tidak membutuhkan pengobatan atau
hanya diberikan obat ringan saja.

Anda mungkin juga menyukai