Anda di halaman 1dari 44

Skrining Kanker Serviks

dengan IVA dan


Model Aplikasi di Lapangan

Divisi Onkologi Ginekologi


Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Diterbitkan pertama kali oleh:


Divisi Onkologi Ginekologi
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta,2011

ISBN 978-602-8367-40-0

ii
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Kata Pengantar

Dengan nama Allah SWT, saya bersyukur karena atas rahmat-


Nya buku Skrining Kanker Serviks dengan IVA dan Model Aplikasi di
Lapangan dapat diterbitkan.
Kanker serviks masih menjadi kanker ginekologi paling sering
diderita oleh perempuan Indonesia dan hal ini masih merupakan beban
bagi bangsa Indonesia. Kanker serviks adalah kanker yang memiliki
perjalanan panjang dan sebenarnya hal ini dapat di cegah dengan
melakukan skrining. Terdapat berbagai metode skrinning untuk deteksi
dini kanker serviks, namun IVA merupakan salah satu cara yang simpel,
tidak invasif, memiliki prosedur yang mudah untuk diterapkan dan
yang terpenting untuk negara berkembang seperti Indonesia adalah
mampu laksana. Deteksi dini dengan IVA tidak terbatas dilakukan oleh
dokter spesialis obstetri dan ginekologi, namun dapat dilakukan pula
oleh dokter umum, bidan maupun perawat terlatih.
Buku ini menyediakan tatacara melakukan IVA yang mudah
dimengerti oleh petugas kesehatan. Dibuku ini menampilkan juga
gambar serviks hasil pemeriksaan IVA untuk mengenali serviks normal
maupun abnormal yang ternyata dapat didokumentasikan dengan
kamera digital, bahkan dengan kamera pada telfon genggam.
Kami berharap buku ini dapat bermanfaat bagi para petugas
kesehatan dan dapat menjadi suatu pegangan dalam melakukan
skrining kanker serviks dengan metode IVA. Pada akhirnya, kami
berharap dengan meningkatkan angka deteksi dini kanker serviks
dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks di Indonesia dan
meningkatkan kesehatan perempuan, serta pada akhirnya berdampak
baik pada kesehatan bangsa Indonesia

Jakarta, Juni 2011

Kepala Divisi Onkologi Ginekologi FKUI/RSCM


Dr.dr.Laila Nuranna, SpOG (K)

iii
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Daftar Kontributor

Dr. dr. Laila Nuranna, SpOG (K)


Dr. Gatot Purwoto, SpOG (K)
Dr. Tricia Dewi Anggraeni, SpOG
Dr. Tofan Widya Utami, SpOG
Prof. Dr. dr. M. Farid Aziz, SpOG (K)
Prof. Dr. dr. Andrijono, SpOG (K)
Dr. Sigit Purbadi, SpOG (K)
Dr. Andi Darma Putra, SpOG (K)
Dr. Hariyono Winarto, SpOG (K)
Dr. Fitriyadi Kusuma, SpOG
Dr. Kartiwa Hadi Nuryanto, SpOG

Tim finishing dan layout

Dr. Christin Wigin Hia, Dr. Uti Nilam Sari

Dan lain-lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu

iv
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Daftar Isi

Kata Pengantar iii


Daftar Kontributor iv
Daftar Isi v
I. Pendahuluan 1
II. Masalah Kanker Serviks 1
III. Beberapa Metode Skrining 3
3.1. Pemeriksaan Tes Pap 3
3.2. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam asetat) 3
3.3. Gineskopi 6
3.4. Servikografi 6
3.5. Kolposkopi 7
3.6. Spekuloskopi 7
3.7. Automated screening cytology 7
3.8. Liquid based cytology Thin Prep 8
3.9. Tes HPV 8
IV. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) 9
4.1. Mengenal anatomi dan histologi serviks 9
4.2. Terminologi pandang serviks 11
4.3. Persiapan alat dan bahan: 13
a. Menyiapkan tempat dan alat 13
b. Menyiapkan larutan asam asetat 3 5% 13
4.4. Prosedur IVA 14
4.5. Hasil temuan IVA 15
4.6. Tindak lanjut IVA positif 18
4.7. Sensitifitas dan spesifisitas skrining IVA 20
4.8. Training IVA Menuju Kompetensi 21
V. Krioterapi 22
VI. Aplikasi skrining IVA di lapangan (Beberapa Gambar Serviks) 25
Lampiran: Formulir Pemeriksaan IVA 33
Daftar Bacaan 34

v
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

vi
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

I. Pendahuluan

Setiap tahun diperkirakan terdapat 466.000 kasus baru


kanker serviks invasif terdiagnosis di seluruh dunia (WHO,
1999), dan terdapat 231 perempuan yang meninggal akibat
kanker serviks. Delapan puluh persen diantaranya terjadi di
negara berkembang. Tingginya insiden kanker serviks di negara
berkembang tersebut disebabkan oleh belum diterapkannya
program skrining kanker serviks sebagai kebijakan massal.
Salah satu metode skrining yang selama ini banyak diterapkan
adalah skrining berbasis sitologi tes pap. Pelaksanaan skrining
berbasis tes pap membutuhkan penyediaan SDM, kemampuan
teknik, sistem komunikasi, dan pengamatan lanjut yang pada
umumnya di luar kemampuan penyediaan sarana negara kurang
berkembang.

II. Masalah Kanker Serviks (di Indonesia)

Di Indonesia, data yang pernah dinyatakan berbasis


populasi, dari Semarang tahun 19851989, angka
kecenderungan insiden kanker serviks adalah 24,40 dari
100.000 penduduk. Untuk insiden kanker, berdasarkan data dari
Semarang tersebut, Komite Penanggulangan Kanker Nasional
memperkirakan insiden minimum kanker di Indonesia 100 per
100.000 penduduk per tahun. Untuk kanker serviks di Indonesia,
angka tersebut tidak berubah, dengan merujuk pada temuan
kanker serviks di komunitas pada beberapa kajian seperti terlihat
di tabel berikut:

Tabel 2.1. Temuan kanker serviks di komunitas berdasarkan kajian

Berbasis Diagnosis IVA, SITOLOGI/HISTOLOGI


Sidoarjo (1995) 11 Cx.Cx/27.512 pasien 49/100.000
Jakarta (2004-2005) 8 Cx.Ca / 8.011 pasien 100/100.000
Bali (2004-2005) 11 Cx. Ca/ 7.223 pasien 152/100.000
Jakarta (Pademangan) (2004) 3 Cx.Ca / 3196 pasien 360/100.000
Jakarta (2007-2010) 19 Cx.Ca/22.989 pasien 86/100.000

1
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Data kanker berbasis data patologi dari 13 Pusat Laboratorium


Patologi menunjukkan bahwa kanker serviks merupakan kanker
dengan peringkat tertinggi di Indonesia.

Kanker serviks menduduki peringkat pertama di Indonesia


(berdasar data patologik) dan peringkat kedua kanker pada
perempuan di Asia Tenggara. Namun, kanker serviks juga
menduduki peringkat pertama di Thailand, Myanmar, Laos, dan
Kamboja. Diperkirakan ada 39.800 kasus baru dan 20,600 angka
kematian per tahun di regional ini pada tahun 1995. Jumlah ini
merupakan 9,8% dari seluruh kanker serviks di seluruh dunia.
Walaupun kematian maternal di regional tersebut (58.300) dua
kali lebih tinggi, di negara Singapore, Thailand, Brunei, dan
Malaysia kematian yang diakibatkan oleh kanker serviks lebih
tinggi daripada kematian maternal sebagai akibat kehamilan.

Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks


perlu upaya-upaya pencegahan. Pencegahan terdiri dari
beberapa tahap, yaitu:
1) Pencegahan Primer, yakni usaha mengurangi atau
menghilangkan kontak dengan karsinogen untuk
mencegah inisiasi dan promosi pada proses karsinogenesis.
Pada tahap ini yang dilakukan adalah promosi dan edukasi,
serta vaksinasi HPV.
2) Pencegahan Sekunder, termasuk upaya skrining dan
deteksi dini, untuk menemukan kasus-kasus dini sehingga
kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Pada
tahap ini juga termasuk upaya terapi dini.
3) Pencegahan Tersier, yakni pengobatan untuk kasus
yang ditemukan pada skrining atau deteksi dini serta
rnencegah komplikasi klinik dan kematian awal. Upaya
paliatif termasuk pada tahap ini.

Dewasa ini telah dikenal beberapa metode skrining dan deteksi


dini lesi prakanker serviks, yaitu tes pap, IVA, pembesaran
IVA dengan gineskopi, kolposkopi, servikografi, tes pap, thin
Prep dan tes HPV. Setiap pemeriksaan memiliki kelebihan
dan kekurangan. Suatu program penapisan yang baik harus
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.

2
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Sensitivitas adalah proporsi populasi dengan fase preklinik


yang dapat terdeteksi, kemudian dinyatakan positif (menderita
penyakit tersebut), sedangkan spesifisitas adalah proporsi
populasi tanpa fase preklinik yang terdeteksi, kemudian
dinyatakan negatif (tidak menderita penyakit). Untuk
memberikan gambaran, berikut diuraikan beberapa metode
skrining secara singkat sebelum bahasan tentang IVA secara
lebih rinci.

III. Beberapa Metode Skrining

3.1. Pemeriksaan Tes Pap

Kebijakan melakukan tes pap berkala direkomendasikan


hampir di semua negara maju dalam pedoman skrining kanker
serviks. Tes pap, yang juga dikenal dengan pemeriksaan
sitologi, pertama kali diperkenalkan sudah pada tahun 1928
oleh Dr. George Papanicolau dan mulai terkenal sejak tahun
1943 setelah Papanicolau mempublikasikan bukunya yang
berjudul The Diagnosis of Uterine Cancer by The Vaginal Smear".
Sejak dilakukannya tes pap, kejadian kanker serviks menurun
dengan drastis. Angka kematian akibat kanker serviks di negara
maju menurun hingga 90%. Pemeriksaan ini merupakan suatu
prosedur pemeriksaan yang mudah, murah, aman, dan non-
invasif. Beberapa penulis melaporkan sensitivitas pemeriksaan
ini berkisar antara 7893%, tetapi pemeriksaan ini tidak luput
dari positif palsu yang berkisar antara 1637% dan negatif
palsu 740%. Sebagian besar kesalahan tersebut disebabkan
oleh pengambilan sediaan, yang tidak adekuat, kesalahan dalam
proses pembuatan sediaan dan kesalahan interprestasi.

3.2. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)


adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan oleh (dokter/
bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam
asetat/asam cuka 35% secara inspekulo dan dilihat dengan
penglihatan mata langsung (mata telanjang).

3
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman


(1925) dengan cara memulas serviks dengan kapas yang
telah dicelupkan ke dalam asam asetat 35%. Pemberian
asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan
juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik
cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan
jarak antarsel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika
permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan
diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga
permukaan epitel abnormal akan berwama putih, disebut
juga epitel putih.

Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan


berwama putih juga setelah pemulasan dengan asam asetat,
tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang.
Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel
putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena asam
asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi
protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin
tinggi derajat kelainan histologiknya. Demikian pula, makin
tajam batasnya, makin tinggi derajat kelainan jaringannya.101
Dibutuhkan satu sampai dengan dua menit untuk dapat melihat
perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi 5%
larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3%
larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 5060 detik
sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil
gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak
putih (mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum
aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih,
tetapi disebut leukoplakia, biasanya disebabkan oleh proses
keratosis.

Perbedaan IVA dan Tes Pap
Pemeriksaan skrining yang pada saat ini lazim digunakan
untuk lesi prakanker serviks adalah tes pap. Sebagai suatu
pemeriksaan skrining altematif, pemeriksaan IVA memiliki
beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji yang sudah
ada, yaitu efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik

4
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

standar), lebih mudah dan murah, peralatan yang dibutuhkan


lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh sehingga tidak
memerlukan kunjungan ulang, cakupannya lebih luas, dan
pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk
memeriksa sediaan sitologi. Informasi hasil dapat diberikan
segera. Keadaan ini lebih memungkinkan dilakukan di negara
berkembang, seperti Indonesia, karena hingga kini tenaga
skriner sitologi masih sangat terbatas. Data pada tahun 2003
tenaga skriner belum mencapai 100 orang. Demikian pula
halnya dengan spesialis patologi, juga masih terbatas. Dengan
IVA, peran spesialis Patologi dalam rangkaian upaya penapisan
kanker serviks dapat didelegasikan sebagian kepada tenaga
kesehatan lain, misalnya bidan.

Tabel 3.1. Perbedaan IVA dan Tes Pap

Uraian / Metode Skrining TES PAP IVA


Petugas kesehatan Sample takers Bidan
(Bidan/perawat/dokter Perawat
umum/Dr. Spesialis ) Dokter umum
Dr. Spesialis

Skrinner / Sitologist /
Patologist
Sensitivitas 70%--80% 65%-- 96%
Spesifisitas 90%-- 95% 54%-- 98%
Hasil 1 hari1 bulan Langsung
Sarana Spekulum Spekulum
Lampu sorot Lampu sorot
Kaca benda Asam asetat
Laboratorium
Biaya Rp30.000,00Rp.100.000,00 Rp5.000,00
Dokumentasi Ada (dapat dinilai ulang) Tidak ada
(dapat diupayakan dengan
Camera Digital)

5
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

3.3. Gineskopi

Gineskopi merupakan teleskop monokuler dengan ukuran


75 gram yang terdiri dari satu buah lensa cembung sebagai lensa
objektif dan lensa cekung sebagai lensa okuler dan disusun
dengan jarak tertentu sehingga menghasilkan pembesaran dua
setengah kali. Alat ini pertama kali dipublikasikan oleh Abrams
pada tahun 1987. Gambaran gineskopi serviks, hal-hal yang
diamati, terminologi maupun sistem pelaporan gineskopi pada
dasarnya sama dengan pemeriksaan kolposkopi.
Penelitian gineskopi juga telah dilakukan oleh Hermawan di
RSCM pada tahun 1993. Pemeriksaan dilakukan terhadap 103
wanita di poliklinik ginekologi RSCM. Berdasarkan analisis yang
dilakukan, didapatkan hasil sensitivitas pemeriksaan gineskopi
terhadap tes pap adalah 77,8%, spesifisitas 73,4%, positif
palsu 26,6% dan negatif palsu 22,2%. Sedangkan sensitivitas
pemeriksaan gineskopi terhadap pemeriksaan histopatologi
adalah 92,8%, spesifisitas 78,6%, positif palsu 7,1%, dan negatif
palsu 21,3%.

3.4. Servikografi

Pemeriksaan servikografi menggunakan kamera khusus


35 mm dengan cincin pelengkap 50 mm dan lensa makro 100
mm. Seorang tenaga paramedis yang sudah dilatih dapat
melakukan pengambilan foto. Hasil pemotretan merupakan
foto slaid berupa suatu servigram. Pembacaan servigram
dilakukan oleh seorang ahli kolposkopi. Kelebihan servikografi
memiliki dokumentasi berupa film/slaid. Kekurangannya,
adalah memerlukan peralatan khusus, biayanya lebih mahal
daripada tes pap, kurang spesifik, dan memerlukan fasilitas
laboratorium untuk mencetak film/slaid. Ferris et al. menilai
bahwa sensitivitas dan spesifisitas servikografi dilakukan
untuk mendeteksi lesi prakanker serviks dari kelompok
pasien dengan hasil sitologi ASCUS dan LISDR. Hasilnya
sensitivitas, spesifisitas, serta nilai prediksi positif, dan negatif
sebanyak 79,3%, 61.0%, 13.4%, dan 97.5%; servikografi untuk
mendeteksi NIS III lebih sensitif (80.8% vs 57.1%), tetapi
kurang spesifik (55.7% vs 81.8%).

6
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

3.5. Kolposkopi

Hinselmann (1925) memperkenalkan kolposkopi sebagai


suatu alat yang disamakan dengan mikroskop bertenaga rendah
dengan sumber cahaya di dalamnya. Alat ini mempunyai daya
pembesar 6 sampai dengan 40 kali. Pada dasarnya kolposkopi
menilai perubahan pola vaskuler serviks yang mencerminkan
perubahan biokimiawi dan metabolik yang terjadi pada jaringan
serviks. Di samping untuk menilai porsio, pemeriksaan kolposkopi
juga dapat digunakan untuk menilai vagina dan vulva.
Penampakan kolposkopi merupakan hasil gabungan dari
beberapa faktor yang berkaitan dengan komposisi stroma dan
konfigurasi epitel. Faktor-faktor ini menjadi dasar bagi metode
pemeriksaan visual serviks.

3.6. Spekuloskopi

Dasar teknik spekuloskopi adalah inspeksi visual dengan


cahaya luminisensi kimia, optik kecil yang dapat digenggam
tangan. Cahaya biru-putih yang melekat pada daun atas
spekulum akan turut menerangi porsio yang telah dipulas
asam asetat 34%. Serviks dan vagina akan diinspeksi dengan
loop yang memberikan pembesaran 46 kali. Lesi abnormal
akan berwarna putih terang. Peran kolposkopi dibandingkan
spekuloskopi memang lebih sensitif untuk deteksi neoplasia
serviks (97% vs 83%, p< .001).

3.7. Automated Screening Cytology

Dasar pemeriksaan ini adalah sitologi. Sel abnormal


diidentifikasi dengan menggunakan komputer dengan monitor
beresolusi tinggi oleh seorang sitoteknologi yang menentukan
slaid yang harus diperiksa ulang di bawah mikroskop kemudian
ditetapkan diagnosis final oleh seorang sito-patologis. Tujuan
pemeriksaan dengan metode ini adalah mengurangi kesalahan
manusia sebagai pemeriksa.

7
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

3.8. Liquid Based Cytology ~ Thin Prep

Liquid based cytology, thin Prep, dikenal sebagai


teknologi liquid-based atau monolayer. Tujuan metode ini
adalah mengurangi hasil negatif palsu dari pemeriksaan
tes pap konvensional dengan cara optimalisasi teknik
koleksi dan preparasi sel. Pada pemeriksaan metode ini sel
dikoleksi dengan sikat khusus yang dicelupkan ke dalam
tabung yang sudah berisi larutan fiksasi. Keuntungan
penggunaan teknik monolayer ini karena sel abnormal
lebih tersebar dan mudah tertangkap dengan fiksasi
monolayer, sehingga memudahkan dikenali. Kerugiannya
pengolahan slaidnya membutuhkan waktu dan secara
keseluruhan biayanya lebih mahal.

3.9. Tes HPV

Pada saat ini terdapat berbagai jenis pemeriksaan untuk


menentukan tipe DNA HPV. Penentuan jenis HPV langsung
ataupun dalam golongan risiko rendah dan tinggi juga tersedia,
tetapi harga pemeriksaannya masih cukup mahal. Deteksi DNA
HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai cara
mulai dari cara Southern Blot yang dianggap sebagai baku
emas, filter insitu, Dot Blot, hibridisasi insitu yang memerlukan
jaringan biopsi, atau dengan cara pembesaran, seperti pada PCR
(Polymerase Chain Reaction) yang amat sensitif.

Dengan teknik biologi molekuler (hibridisasi DNA) telah


berhasil diidentifikasi 70 tipe virus HPV, yang digolongkan
ke dalam HPV risiko rendah yaitu Tipe 6 dan Tipe 11, biasanya
berhubungan dengan lesi jinak, seperti kondiloma akuminata,
yang jarang berkembang menjadi keganasan, HPV risiko tinggi,
yaitu Tipe 16 dan Tipe 18. Lebih dari 95% dari seluruh karsinoma
serviks mengandung HPV risiko tinggi. Penerapan tes HPV
lainnya adalah triage bersamaan dengan pemeriksaan sitologi.
Pada kasus dengan hasil sitologi lesi derajat rendah dan hasil tes
HPV risiko tinggi, tes pap perlu lebih sering dilakukan sehingga
deteksi keganasan dapat lebih dini diketahui.

8
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

IV. Pemeriksaan IVA

4.1. Mengenal Anatomi dan Histologi Serviks



Anatomi
Serviks adalah bagian uterus yang terendah dan menonjol
ke vagina bagian atas; terbagi menjadi dua bagian: bagian atas
disebut bagian supravaginal dan bagian bawah disebut bagian
vaginal (porsio). Serviks merupakan bagian yang terpisah dari
badan uterus dan biasanya berbentuk silinder, dengan panjang
2,53 cm, yang mengarah ke belakang bawah. Bagian luar
serviks disebut ektoserviks dan berwarna merah muda. Di
bagian tengah porsio terdapat satu lubang yang disebut ostium
uteri eksternum, yang berbentuk bundar pada perempuan yang
belum pernah melahirkan dan berbentuk bulan sabit pada yang
sudah melahirkan.
Pembuluh darah serviks berada di bagian kanan kirinya; arteri
utama berasal dari cabang servikovaginalis cabang langsng dari
arteri uterina. Karena otot lebih banyak terdapat di sekitar ostium
uteri internum, inervasi di daerah tersebut lebih banyak daripada
di ostium uteri eksternum. Serat simpatis temyata lebih banyak
ditemu`kan daripada serat parasimpatis. Pada umumnya, biopsi
pada serviks dapat dilakukan tanpa pembiusan, sedangkan
melebarkan endoserviks, terutama daerah ostium uteri internum,
kadang-kadang menimbulkan perasaan nyeri. Penurunan dan
peninggian suhu tidak selalu menimbulkan gangguan hebat,
tetapi menjepit porsio dengan tenakulum akan menimbulkan
perasaan nyeri pada beberapa perempuan.

Histologi Epitel Serviks


Epitel serviks terdiri dari dua macam epitel: bagian
ektoserviks yang dilapisi oleh sel-sel yang sama dengan
sel-sel pada vagina, yaitu epitel skuamosa, yang pada
umumnya berwarna merah muda dan tampak mengkilat.
Bagian endoserviks atau kanalis servikalis dilapisi oleh
epitel kolumner, yang berbentuk kolom atau lajur, tersusun
selapis dan terlihat berwarna kemerahan. Batas kedua
epitel tersebut disebut sambungan skuamokolumner (SSK).

9
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Terjadi perubahan fisiologik epitel serviks, yaitu epitel


kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa. Pada
proses metaplasia terjadi proliferasi sel-sel cadangan
yang terletak di bawah sel epitel kolumnar endoserviks
dan secara perlahan-lahan akan mengalami pematangan
menjadi epitel skuamosa.

Jourdan mengemukakan bahwa terdapat tiga fase proses


metaplasia, yakni sebagai berikut:

1. Fase Pertama
Sel cadangan subkolumnar berproliferasi menjadi
beberapa lapis; sel-sel itu belum berdiferensiasi dan
proses ini biasanya dimulai dari puncak jonjot.

2. Fase Kedua
Pembentukan beberapa lapisan sel yang belum
berdiferensiasi meluas ke bawah dan ke samping sehingga
menjadi satu.

3. Fase Ketiga
Penyatuan beberapa jonjot menjadi lengkap sehingga
didapatkan daerah yang licin permukaannya. Fase
berikutnya adalah fase pematangan atau maturasi; sel-
sel itu akan mengalami pematangan dan stroma jonjot
yang terdahulu akan menghilang sehingga terbentuk
epitel skuamosa metaplastik Sebagai akibat dari proses
metaplasia ini, secara morfogenetik terdapat dua
sambungan skuamokolumnar. Pertama adalah SSK
orisinal dengan epitel skuamosa asli yang menutupi porsio
vaginalis bertemu dengan epitel kolumner endoserviks.

Pertemuan antarkedua epitel ini berbatas jelas. Kedua adalah


SSK fungsional yang merupakan pertemuan epitel skuamosa
metaplastik dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SSK
tersebut disebut daerah transformasi.

10
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

GAMBAR 4.1. SERVIKS NORMAL

Keterangan Gambar:
Epitel Kolumnar
1. SSK Fungsional
2. SSK Orisinal
3. Epitel Skuamosa Orisinal
4. Epitel Kolumnar

Pembentukan daerah transformasi ini sebenarnya tidak saja


melalui proses metaplasia tetapi juga melalui proses pembentukan
langsung dari epitel skuamosa yang berhubungan langsung
dengan epitel kolumnar. Pemeriksaan histopatologi, kolposkopi, dan
mikroskop elektron menunjukkan bahwa lidah-lidah epitel skuamosa
asli tumbuh ke bawah dan menyusup di antara sel-sel epitel kolumnar.
Sel-sel tersebut selanjutnya mengalami maturasi dan secara bertahap
di antaranya akan menggantikan sel-sel epitel kolumnar.

4.2. Terminologi Pandang Serviks

a. Epitel Kolumner
Epitel kolumner adalah epitel yang menghasilkan mukus;
mempunyai permukaan yang iregular dengan papil-papil stroma
yang panjang berwarna merah tua karena pembuluh darah stroma di
bawahnya.

b. SSK Fungsional
SSK fungsional merupakan daerah sambungan pertemuan
epitel skuamosa metaplastik dengan epitel kolumnar yang
terbentuk dari proses metaplasia. Daerah di antara kedua SSK
tersebut disebut daerah transformasi.

11
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

c. SSK Orisinal
SSK orisinal merupakan epitel skuamosa asli yang menutupi
porsio vaginalis, yang bertemu dengan epitel kolumner
endoserviks. Pertemuan antarkedua epitel ini berbatas jelas.

d. Epitel Skuamosa Orisinal


Epitel skuamosa orisinal adalah epitel yang terbentuk dari
hasil evolusi epitel kolumner menjadi epitel skuamosa selama
kehidupan fetal (1820 minggu); warnanya merah, tidak
mempunyai lapisan keratin superfisial, mengandung glikogen.
Pada pemeriksaan histologi tampak bahwa epitel skuamosa
berdiferensiasi baik yang dapat menyerap yodium dan
memberikan warna coklat hitam.

e. Metaplasia Skuamosa
Metaplasia skuamosa adalah proses fisiologik epitel kolumner
yang berubah menjadi epitel skuamosa. Keadaan ini disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain, karena rangsangan hormonal
trauma dan perubahan pH vagina. Secara histologi, pada
permulaan proses ini sel-sel skuamosa imatur mendorong sel-
sel kolunmner.

f. Zona Transformasi
Zona transformasi adalah sambungan skuamokolumner (SSK),
yaitu batas antara epitel skuamosa dan epitel kolumner. Secara
morfologi, terdapat dua jenis SSK. Pertama adalah SSK orisinal
dengan epitel skuamosa asli yang menutupi porsio vaginalis
bertemu dengan epitel kolumner endoserviks. Pertemuan
antarkedua epitel ini berbatas jelas. Kedua adalah SSK fungsional
atau fisiologik dan terletak di antara epitel skuamosa baru pada
zona transformasi dan sel kolumner endoserviks.

12
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

4.3. Persiapan Pemeriksaan IVA

a. Mempersiapkan Tempat dan Alat

GAMBAR 4.2. MEJA TULIS DAPAT UNTUK MEJA PERIKSA DAN KAPAS LIDI
BERKEPALA BESAR DAN BERKEPALA KECIL

Meja ginekologi (atau dapat juga MEJA TULIS yang diberi


matras, seperti Gambar 2)
Sumber cahaya yang cukup
Asam asetat 3 - 5 %
Kapas lidi dengan kepala besar dan disiapkan beberapa
berkepala kecil
Sarung tangan bersih ( lebih baik steril)
Spekulum vagina

b. Mempersiapkan Larutan Asam Asetat


(1) Bahan CUKA DAPUR (mengandung Asam Asetat 25%)
(2) Larutan Asam Asetat 3 5%

Untuk membuat asam asetat 5% dengan


cara mengambil :
1 bagian cuka dapur + 4 bagian air

Untuk membuat asam asetat 3% dengan


cara mengambil :
1 bagian cuka dapur + 7 bagian air
GAMBAR 4.3. Botol cuka
(Cuka dapur) dan Larutan
asam cuka yang sudah di
encerkan

13
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

4.4. Prosedur IVA

Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah


pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis)
mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/asam cuka 35%
secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung
(mata telanjang). Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh
Hinselman (1925) dengan cara memulas serviks dengan kapas
yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat 35%. Pemberian
asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan
juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan
ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari
intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antarsel
akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel
mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma,
tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal
akan berwama putih, disebut juga epitel putih.

Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan


berwama putih juga setelah pemulasan dengan asam asetat,
tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang.
Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel
putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena asam
asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi
protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin
tinggi derajat kelainan histologiknya. Demikian pula, makin tajam
batasnya, makin tinggi derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan
satu sampai dengan dua menit untuk dapat melihat perubahan-
perubahan pada epitel. Serviks yang diberi 5% larutan asam
asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut.
Efek akan menghilang sekitar 5060 detik sehingga dengan
pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks
yang normal (merah homogen) dan bercak putih (mencurigakan
displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam
asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia,
biasanya disebabkan oleh proses keratosis.

14
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan spekulum untuk


menampilkan serviks dengan melakukan pulasan asam asetat
35% pada serviks, kemudian tunggu beberapa saat sampai
satu menit untuk melihat adanya tampilan bercak putih. Cermati
juga kelainan pada serviks, seperti servisitis, cervical wart,
cairan keputihan abnormal, polip, serviks oedema, hipertropi,
pertumbuhan, atau adanya tukak. Temuan dicatat, juga
sebaiknya digambar skematik.

4.5. Hasil temuan IVA


Tabel 4.1. Daftar Kriteria Kategori Temuan IVA

Normal licin , merah muda, bentuk porsio normal


Atipik servisitis (inflamasi, hiperemis)
banyak fluor
ektropion
polip atau polipoid
Abnormal plak putih
tukak
epitel acetowhite (bercak putih)
Kanker serviks pertumbuhan seperti bunga kol,
tukak menggaung
pertumbuhan mudah berdarah

Serviks Sebelum Dipulas Asam Asetat

Serviks Setelah Dipulas Asam Asetat


(Bercak Putih di Porsio atas)

Gambar 4.4. TAMPILAN SERVIKS PADA PEMERIKSAAN IVA

15
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Empat Langkah Pemeriksaan IVA

Langkah 1, porsio tampak


Kanker? Tunjukkan! NO

Langkah 2, SSK (Sambungan


Skuamo Kolumnar) tampak? YES, It is
Tunjukkan!

Langkah 3, jika SSK tampak,


lakukan pemeriksaan IVA dengan IVA Positif
memulas serviks dengan asam
asetat


Langkah 4, jika temuan IVA
positif, apakah kasus tersebut
dapat dilakukan KriOterapi ? Pada serviks diatas Ya,Dapat

Untuk memudahkan memahami, dapat dilakukan singkatan


1. Kanker?
2. SSK
3. IVA
KaSIVO
4. Krioterapi

Gambar 4.5. EMPAT LANGKAH PEMERIKSAAN IVA

16
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Inspekulo

1. Curiga Kanker Tidak Curiga Kanker

Biopsi 2. SSK?

Tidak tampak SSK Tampak SSK

3. IVA

Negatif Positif

4. KRIOTERAPI?

Inspekulo Serviks

Normal Servisitis Positif: Bercak putih Curiga kanker

Rujuk Rujuk

Ulang Terapi Kolposkopi Terapi Biopsi


Berkala sesuai KRIOTERAPI

Semua tahap ini dapat dilakukan oleh Bidan/Perawat terlatih,


Pada tindakan BIOPSI perlu bantuan DOKTER

Gambar 4.6. ALUR PEMERIKSAAN IVA

17
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

4.6. Tindak lanjut IVA positif

Mekanisme tampilan bercak putih ini sesuai dengan


mekanisme tampilan white epitelium pada pandang kolposkopi. Epitel
skuamosa ini tebal dan berlapis-lapis yang berfungsi sebagai filter
yang efektif sehingga serviks tampak merah muda hingga merah
karena pembuluh darah di bawahnya/stroma. Pada daerah peralihan
(zona transformasi) akan ditemukan epitel metaplastik dalam berbagai
derajat perkembangan. Sifatnya lebih tipis daripada epitel skuamosa
normal dan tampak merah. Regenerasi epitel yang sangat cepat,
sebagaimana terlihat pada jaringan metaplastik skuamosa yang
imatur, memperlihatkan gambaran opak. Epitel abnormal prakanker
berbeda dengan epitel normal karena jumlah selnya yang bertambah,
inti lebih besar, sehingga tampilannya tampak opak, kadang-kadang
digambarkan sebagian merah bercampur abu-abu kotor, atau putih
kusam. Pada serviks yang atrofik, pascamenopause, atau sebelum
pubertas, epitel skuamosa tampak lebih tipis daripada yang normal
dan kurang glikogen. Suplai darah stroma berkurang sehingga tampak
khas sebagai merah pucat.

Tampilan porsio berkaitan dengan struktur jaringan:


1) Komposisi Stroma
Jika proses peradangan muncul di dalam stroma, tampilan
epitel porsio dapat berubah dengan hasil akhir kemungkinan
berwarna lebih putih atau kekuningan-kuningan bergantung
pada derajat infiltrasi peradangan pada stroma.
2) Konfigurasi Jaringan Permukaan
Hal ini bergantung pada bentuk permukaan dan variasi
ketebalan epitel. Bentuk permukaan dapat licin atau
papiler, seperti epitel kolumner yang tampak seperti
anggur. Bercak putih pada permukaan epitel yang sudah
tampak pula pada mata telanjang disebut lekoplakia, yang
dihubungkan dengan keratin tebal yang menutupi epitel.

Bayangan yang tampak merupakan hasil dari kombinasi antar


kedua faktor di atas. Epitel berfungsi sebagai filter; cahaya
melewati epitel yang normal dan diubah bergantung pada
sejumlah karakteristik dari epitel seperti ketebalan, struktur, dan
densitas dari epitel.

18
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Sinar Pantul
Merah Muda
Sinar

Epitel

Stroma

Gambar 4.7. SINAR PANTUL MERAH MUDA PADA EPITEL NORMAL

Sinar Pantul
Sinar (Putih Kusam)


Aplikasi Asam Asetat

Epitel

Stroma

Gambar 4.8. SINAR PANTUL PUTIH KUSAM PADA EPITEL ABNORMAL (ATIPIK)

Cahaya yang dipantulkan dari stroma epitel normal akan


tampak merah muda (Gambar 4). Pada epitel yang abnormal
(atipik) didapatkan ketebalan yang bertambah dan perubahan
struktur epitel akan menyebabkan cahaya yang dipantulkan
tampak opak, terutama sesudah pemberian asam asetat (Gambar
5). gambaran opak ini akan tampil sebagai bercak putih.

19
20
4.7 Sensitifitas dan spesifitas skrining IVA
Tabel 4.2. Sensitifitas dan spesifitas skrining IVA

Jumlah
Penulis (Tahun) Negara Sensitivitas Spesifisitas Tingkat Petugas Derajat Lesi
Responden

Ottaviano M., Kolposkopist, postgrad NIS I-II dan


15 Itali 2.400 train
La Torre P (1982) Tidak diuraikan jelas Berat
Belinson et al. Ginekologi NIS II dan
Cina 1,997 71% 74%
(2001) 16 Onkologi Berat
Univ.of Zimbabwe
LISDT dan
JHPIEGO(1999) 17 2,203 77% 64% Perawat, Bidan
Zimbabwe Lebih berat
Denny et al. LISDT dan
Afrika Selatan 2,944 67% 83% Perawat
(2000) 18 Lebih tinggi
90% 92%
Displasia
Sankaranarayanan et Sitoteknisi
India 3,000 sedang,berat atau
al (1998) 14
Lebih berat
Displasia sedang,
Sankaranarayanan et 1,351 96% 68%
India Perawat berat
al (1999) 108
atau lebih berat
India 372 72% 54% Tidak spesifik LISDT atau
Londhe et al.
lebih berat
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Megevand et a.l Afrika LISDT dan lebih


2,426 65% 98% Perawat
(1996) 110 tinggi
Cecchini et al. NIS II dan lebih
Itali 2,105 88% 83% Bidan
(1993) 111 berat
Slawson et al. NIS II dan lebih
USA 2,827 29% 97% Klinikus
(1992) 112 Berat

L Nuranna (2005) Indonesia 1.260 92,31% 98,80% Bidan,Dokter LISDT, LISDR vs Normal

Ocviyanti D (2006) Indonesia 1.250 Nilai prediksi positive 51.5 Bidan LISDT, LISDR
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

4.8 Training IVA menuju kompetensi

Pelatihan pencegahan kanker serviks ini dirancang bagi


petugas kesehatan (dokter ObsGin,dokter umum,bidan) dan
kader kesehatan. Pelatihan ini akan terbagi menjadi beberapa
bagian yaitu :

Pretest teori
Pemaparan teori
- Masalah kanker serviks di Indonesia
Hari I - Mengenai kanker serviks
- Perjalanan alamiah kanker serviks
- Berbagi metode deteksi dini (Pap Smear, IVA, kolposkopi, servikografi, HPV test, dll)
- Manajemen lesi prakanker

Teori pendekatan See and Treat Kader kesehatan*


Pencegahan infeksi Mendapat teori tentang kanker serviks
Post Test teori Mengenai metode deteksi dini, khususnya IVA

Dry Workshop dengan model panggul madame zoe Dry Workshop


Hari II Dokter Umum & Bidan Dokter ObsGin
- Pap Smear - Pap Smear - Servikografi Latihan menyuluh dengan flipchart
- IVA (dg CD interatif) - IVA - LEEP
- Periksa Panggul - Krioterapi - LLETZ
- Krioterapi - Kolposkopi

Hari III Life Workshop


Melakukan pemeriksaan IVA pada klien (yang berasal dari kader kesehatan* yang ikut pelatihan)

Life Workshop di lapangan (di Puskesmas)


- Kader kesehatan* membawa warga untuk pemeriksaan IVA
Hari IV - Pemeriksaan IVA dilakukan oleh dokter umum dan bidan
- Kader kesehatan* membantu mengisi formulir IVA
Dibimbing oleh instruktur yang berpengalaman

Life Workshop
Kasus-kasus yang IVA positif pada hari ke-IV dilakukan krioterapi di klinik pelatihan
Test evaluasi (Dokter Umum & Bidan) Test evaluasi (Dokter ObsGin)
Hari V - Pap Smear - Kolposkopi
- IVA - Servikografi
- Krioterapi - Pap Smear
- IVA

Kembali ke lapangan dengan tugas memeriksa


IVA minimum pada 100 klien dan dicatat dalam
Di lapangan buku log. Peserta diharapkan minimal
mendapatkan 2 atau 3 hasil IVA positif yang akan
diverifikasi oleh supervisor

Gambar 4.9. TRAINING IVA MENUJU KOMPETENSI

21
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Keterangan:
Pelatihan keterampilan klinis didasarkan pada
keterampilan yang telah dikuasai peserta. Para peserta
pertama-tama berlatih pada model anatomi dengan
menggunakan penuntun belajar yang berisi langkah-
langkah penting dalam melakukan pemeriksaan visual
serviks dengan asam asetat (visual inspection of the serviks
with acetic acid - IVA) dan krioterapi. Dengan cara tersebut,
para peserta dapat lebih cepat mempelajari keterampilan
yang dibutuhkan untuk melakukan IVA dan krioterapi
dengan cara yang baku/standar.
Kemajuan dalam mempelajari keterampilan baru dicatat
dengan menggunakan penuntun belajar dan daftar tilik
yang lebih ringkas
Evaluasi kinerja masing-masing peserta dilakukan oleh
pelatih dengan menggunakan daftar tilik keterampilan
berbasis kompetensi.
Pencapaian kompetensi petugas kesehatan akan dicapai
setelah melakukan serangkaian kegiatan di lapangan
dalam supervisi master trainer.
Keberhasilan menyelesaikan pelatihan didasarkan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan, serta
kinerja yang memuaskan dalam memberikan pelayanan
penapisan dan pengobatan kanker serviks kepada klien.

V. Krioterapi

Metode terapi dengan menggunakan krioterapi adalah


prosedur yang relatif mudah dikerjakan untuk manatalaksana lesi
pra-kanker, dengan cara merusak sel pra-kanker serviks dengan
menggunakan gas karbondioksida (CO2) atau nitritoksida (N2O).
Dasar metode krioterapi adalah sel lesi pra-kanker akan dirusak
dan mati pada suhu dibawah -20C, dengan menggunakan gas
CO2 atau N2O selama 5 menit dapat menurunkan suhu serviks
mencapai -60C s/d -80C. Pada serviks ukuran normal, krioterapi
dapat merusak jaringan hingga kedalaman 5mm

22
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Keuntungan dan Kerugian Krioterapi


Metode krioterapi ini dapat dikerjakan di poliklinik
karena tidak memerlukan pembiusan, prosedurnya mudah
dan relatif aman. Dibandingkan dengan metode lain, metode
krioterapi adalah metode yang paling tepat untuk suatu
daerah/wilayah yang mempunyai sumberdaya terbatas, karena
metodenya mudah dan murah, selain itu metode ini tidak
harus dikerjakan oleh dokter tetapi dapat dikerjakan oleh bidan
yang terlatih. Salah satu kelemahan dari krioterapi adalah kita
tidak mendapatkan contoh jaringan serviks untuk dilakukan
pemeriksaan histopatologi untuk kepastian diagnosis.

Tabel 4.3 KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN KRIOTERAPI

Keuntungan Kerugian

- Efektif untuk NIS 1-2 - Untuk NIS 3 diperlukan doubl-freeze


- Teknik mudah - Spesimen PA (-)
- Tidak perlu listrik - Perlu pemahaman SSK
- Tidak perlu pembiusan - Berlendir pasca tindakan

Indikasi
- IVA Positif
- LSIL (NIS 1)
- HSIL (NIS 2, NIS 3)
- NIS 3 dianjurkan untuk melakukan krioterapi doubl-freeze
- Disarankan krioterapi dilakukan hanya pada lesi prakanker
serviks dengan SSK yang dapat ditampakkan.

Teknik Krioterapi
1. Pasien berbaring pada posisi litotomi pada meja ginekologi
2. Pasang spekulum
3. Mengidentifikasi zona transformasi dari serviks
4. Mengidentifikasi kembali lesi dengan teknik IVA
5. Mempersiapkan alat (criogun) dan oleskan probe-nya
dengan jelly

23
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

6. Posisikan criogun pada daerah zona transformasi


7. Tekan tombol untuk mengaktikan criogun
8. Dilakukan krioterapi doubl freeze:

Pertahankan criogun selama 3 menit


Lalu defrost 5 menit
Lalu lakukan freeze lagi 3 menit

9. Kemudian setelah bunga es lepas probe ditarik secara


perlahan

Efek Samping Krioterapi
Penderita akan merasakan ketidaknyamanan yang ringan, nyeri
atau merasa kram kira-kira 2-3 hari pasca tindakan. Kadang-
kadang disertai pusing, gangguan sirkulasi dan rasa panas
selama tindakan atau segera setelah tindakan. Efek samping
yang sering dialami adalah keputihan setelah tindakan kira-kira
selama 4 minggu. Komplikasi dari tindakan krioterapi minimal.
Perdarahan banyak dan PID dilaporkan kurang dari 1%.

Gambar 5.1. Alat krioterapi

24
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

VI. Aplikasi skrining IVA di lapangan


(Beberapa Foto IVA)

Kumpulan foto dari praktek sehari-hari

IVA Normal

Gambar 6.1. Serviks Normal dari Gambar 6.2. Serviks Normal dari
nyonya 39 thn, SSK tampak. nyonya 42 thn, SSK tampak.

Gambar 6.3. Serviks Normal dari Gambar 6.4. Serviks Normal dari
nyonya 46 thn, SSK tampak. nyonya 37 thn, SSK tampak.

25
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Gambar.6.5 Serviks normal Gambar 6.6. Serviks normal


dari nyonya 62 th yang telah
menopause. SSK masih tampak

Gambar 6.7. Serviks normal Gambar 6.8. Serviks normal dengan


lendir di ostium

Gambar 6.9. Serviks normal pada Gambar 6.10. Serviks normal


wanita menopause. SSK sukar dengan ektopi
ditampakkan

26
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

IVA Positif Palsu

Gambar 6.11. IVA positif palsu Gambar 6.12. IVA positif palsu
Metaplasia Metaplasia

Gambar 6.13. IVA positif palsu Gambar 6.14. IVA positif palsu-
Ovula Naboti di jam 12 Tampak cincin metaplasia di SSK.
Cincin yang bewarna putih ini
bukan lesi prakanker

Gambar 6.15. IVA positif palsu Gambar 6.16. IVA positif palsu
Ovula Naboti Ovula Naboti

27
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Gambar 6.17. Serviks sebelum Gambar 6.18. Serviks segera


dipulas asam asetat setelah dipulas asam asetat

Gambar 6.19. Serviks 1 menit


setelah dipulas asam asetat,
menunjukan metaplasia

28
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

IVA POSITIF

*Gambar6.20. IVA Positif. Terdapat *Gambar 6.21. IVA Positif. Terdapat


area acetowhite yang jelas dengan area acetowhite yang jelas dengan
pinggiran regular di bagian pinggiran yang regular di bagian
anterior porsio, berbatasan anterior porsio berbatasan dengan
dengan sambungan SSK SSK. Perhatikan adanya lesi satelit
di bagian bawah porsio

*Gambar 6.22. IVA Positif .Terdapat *Gambar 6.23. IVA Positif. Terdapat
area acetowhite yang jelas dengan area acetowhite yang jelas dengan
pinggiran regular di bagian pinggiran ireguler dan membentuk
anterior porsio, berbatasan dengan jari di bagian anterior dan posterior
SSK. Perhatikan adanya area putih porsio, berbatasan dengan SSK dan
di bagian bawah porsio yang
meluas ke kanalis serviks
terlihat kurang jelas. Lesi ini meluas
sampai ke kanalis serviks

*Di kutip dari :


WHO(World Health Organization) IARC (International Agency for Research on Cancer

29
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

IVA POSITIF

*Gambar 6.24. IVA positif. Serviks Gambar 6.25. IVA positif. Serviks dgn
dgn lesi acetowhite di porsio lesi acetowhite yg tegas
anterior dan posterior yg tegas

Gambar 6.26. IVA positif. Serviks Gambar 6.27. IVA positif. Serviks
dgn plak putih di porsio anterior dgn plak putih di porsio posterior

*Gambar 6.28. IVA positif. Serviks *Gambar 6.29. IVA positif. Serviks
dgn plak putih di porsio posterior dgn lesi acetowhite di porsio
anterior. SSK jelas terlihat.

30
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

IVA POSITIF KANKER SERVIKS

*Gambar 6.30 Serviks dengan Gambar 6.31. Serviks dengan


gambaran porsio exofitik gambaran porsio exofitik dan
masih tampak adanya pembuluh
darah atipik mudah berdarah.
Serviks ini sesuai dengan kanker
serviks

Gambar.6.33 Serviks dengan Gambar.6.32 Serviks dengan


gambaran porsio exofitik gambaran porsio exofitik

*Di kutip dari :


WHO(World Health Organization) IARC (International Agency for Research on Cancer

31
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Kelainan serviks yang harus diwaspadai

Gambar.6.34 Serviks dengan Gambar.6.35 Porsio dengan


tampilan positif di anterior porsio pembuluh darah atipik dengan
dengan gambaran mozaik yang hasil PA : servisitis
terlihat dengan IVA

Gambar.6.36 Pada pemeriksaan Gambar.6.37. Gambaran setelah


serviks tidak dipungkiri dapat vaginal discharge pada gambar
ditemukan vagina dan serviks yang 6.36 dibersihkan. Serviks tampak
ditutupi oleh discharge yang kental peradangan berat

Gambar.6.38. Polip serviks

32
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Formulir Pemeriksaan IVA


I. IDENTITAS
Nama : Ny.................. Umur : ........ Th Nama Suami: .................
Alamat : RT..... RW ..... Kecamatan : ........... Tlp/HP : .........................
Kelurahan : ...................... Kodya/kab : ........... Propinsi : .......................

II. RIWAYAT IDENTITAS


Suku/Keturunan: ................................... Agama : ....................................
Status Kawin : Menikah pertama/sekali Menikah kedua/lebih Janda
Pendidikan : Tdk sekolah Tdk tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA/Dipl/Uni
Pekerjaan saya : PNS/Pensiun Kary Swasta Pedagang/w.usaha Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan suami : PNS/Pensiun Kary Swasta Pedagang/w.usaha Supir Buruh
Dari siapa mendengar adanya pelayanan ini? Peg. Puskesmas Kader Tetangga
Di isi oleh Responden atau Kader

Jarak dari rumah ke tempat periksa: Dekat Sedang Jauh

III. RIWAYAT KESEHATAN REPRODUKSI


Umur pertama menikah : ..... th HPHT (Hari Pertama Haid yg terakhir) Tgl: .../.../.... Menopause ... th
Jumlah melahirkan : ..... x
Riwayat KB : Tidak Pernah Pil Spiral Suntik Steril Kondom Lainnya...........
KB sekarang : Tidak Pil Spiral Suntik Steril Kondom Lainnya...........

IV. RIWAYAT KANKER


Merokok : Ya,...... Batang/hari Tidak Persetujuan Medik (Informed Consent)
Bahwa saya setuju dengan sukarela mengikuti pro-
Pernah Periksa : Pap Smear th..... IVA, th ...... Tidak gram pencegahan kanker rahim See & Treat ini. Dan
Ada saudara kandung sakit kanker : Ya Tidak akan diperiksa leher rahim saya dengan metode IVA.
Siapa yang sakit : ................................................................. Jika ditemukan ada kelainan gejala prakanker leher
rahim, saya dan suami saya setuju untuk dilakukan
Kanker apa : Tidak tahu Kanker .................................. krioterapi (Saat itu juga) dan sudah mengerti dengan
efek samping yang mudah diatasi. Dan bila ditemukan
V. KELUHAN KANDUNGAN kanker leher rahim, maka akan dibantu kemudahan
rujukan ke rumah sakit agar mendapat pengobatan
Ada keluhan Ya Tidak yang sesuai
Keluar banyak cairan dari kemaluan/Keputihan Ya Tidak Jakarta............20...
Sakit di perut bagian bawah/Panggul Ya Tidak
Pendarahan bila bersanggama Ya Tidak Saya (..................) Suami (..................)
Haid/perdarahan tidak teratur Ya Tidak
Lain-lain.................................................................

VI. HASIL PEMERIKSAAN LEHER RAHIM


Pemeriksaan SSK : Tampak Tidak tampak

Hasil IVA 1 menit : Negatif / Serviks Normal


Radang / Servisitis
Positif / ada bercak putih
Kanker
Gambarkan SSK dan kelainan yang ada
(Polip, Kondiloma, Ovula Nabothi dll)

Tempat Periksa : ..................... Tandatangan: ......................


Tanggal Periksa : ......../...../........ Dokter/Bd/Perawat: .....................
Di isi oleh Petugas Medis

VII. KRIOTERAPI
Ya, Oleh: .......................... Tgl.../.../20......, di................... Tidak, alasan..............
Probe yang digunakan : Datar Kerucut superficial Kerucut dalam
Masalah setelah krioterapi : Tidak ada Sakit Perdarahan Pingsan Lainnya............
Pemberian antibiotik profilaksis 7 hr : Tidak Ya, Doxycycline 2dd100mg Lainnya............
Dokter menjelaskan tentang kondisi yang harus dilakukan dan mungkin terjadi setelah krioterapi :
Tidak sanggama 30 hari Keputihan Adanya demam Kapan harus kembali Lain: ........

VIII. TINDAKAN LAIN YANG DILAKUKAN


Pemberian obat lain : Tidak Ya :....................................................
Diberi surat rujukan : Tidak Ya, Tgl/No. Surat: ..........................
Nama Rumah Sakit : ................................... Bagian: ...........................
Diagnosa Klinis : ...................................

IX. FOLLOW UP SETELAH KRIOTERAPI


Tgl.../..../20....
Di.........................
Keterangan.........................
Dokter/Bidan/Perawat .........................

33
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

Daftar Bacaan
1. Alliance for Cervical Cancer Prevention (ACCP). Cervical cancer
prevention fact sheet. http://www.path.org/files/RH_visual
screening. pdf. 2002.
2. Anderson M, Jordan J, Morse A, Sharp F. The normal cervix. In : A text
and atlas of integrated colposcopy. First edition. Chapman & Hall
Medical 1992:9-14.
3. Aziz MF. A Risk Factor case cantrol study in cervical cancer. Dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta. Maret 2001.
4. Belinson J.L, Pretorius R.G, Zhang W.H, Cervical Cancer Screening by
Simple Visual Inspection After Acetic Acid. The American College of
Obstetricians and Gynecologists Vol 98. September 2001, pg 441-444.
5. Blumenthal PD, McIntosh N. Pencegahan kanker serviks. Buku
Acuan JHPIEGO. Baltimore, Maryland, USA. 2005.
6. Brotzman GL, Apgar BS. Abnormal transformation zone. In : Apgar
BS, Brotzman GL, Spitzer M. Colposcopy. Principles and practice. An
integrated textbook and atlas. Second Edition. Saunders Elsevier.
Philadelphia. 2008:149-59.
7. Campion MJ, Ferris DG, diPaola FM, et al. The cervix normal. In :
Modern colposcopy a practical approach. American Society for
Colposcopy and Cervical Pathology 1991;2:1-17.
8. Cox TJ. Management of cervical intraepithelial neoplasia. Lancet
1999; 353(9156):941-3.
9. de Palo G. Colposcopic appearances of benign cervical diseases. In
: Bosze P. EAGC Course Book on Colposcopy. European Academy of
Gynaecological Cancer (EAGC) Book Series. First Edition. Primed X
Press Budapest 2003:66-70.
10. Etherington IJ. Colposcopic appearances of CIN. In: Bosze P. EAGC
Course Book on Colposcopy. European Academy of Gynaecological
Cancer (EAGC) Book Series. First Edition. Primed X Press Budapest
2003:90-7.
11. Kampono N. Zona transformasi atipik. Kursus dasar kolposkopi dan
patologi serviks. 1993:22-6.
12. Kitchener HC, Symonds P. Detection of cervical intraepithelial
neoplasia in developing countries. Lancet 1999;353:856-7.
13. Liekrish GM. Benign vascular patterns of the cervix. In: Wright VC,
Liekrish GM. Basic and advanced colposcopy. A practical handbook
for diagnosis and treatment. Biomedical Communication Inc.
1989:49.

34
SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN IV A DAN MODEL APLIKASI DI LAPANGAN

14. Mandelblatt J, Gopaul I, Wistreich M. Gynecological Care of Elderly


Women. Another Look at Papanicolaou Smear Testing. JAMA vol
256,no 3.July 18,1986. Pg 367-71.
15. Massad LS. High-grade squamous intraepithelial lesions. In: Apgar
BS, Brotzman GL, Spitzer M. Colposcopy. Principles and practice. An
integrated textbook and atlas. Second Edition. Saunders Elsevier
Philadelphia. 2008:231-50.
16. Nuranna L. Penanggulangan Kanker Serviks dengan model proaktif-
VO (Proaktif, koordinatif dengan skrining IVA dan terapi krio).
Fakultas kedokteran universitas Indonesia. Disertasi 2005.
17. Oconnor DM. Normal transformation zone. In: Apgar BS, Brotzman
GL, Spitzer M. Colposcopy. Principles and practice. An integrated
textbook and atlas. Second Edition. Saunders Elsevier Philadelphia
2008:125-35.
18. Ocviyanti D. Tes Pap, Tes HPV dan Servikografi sebagai Pemeriksaan
Triase untuk Tes IVA positif. Fakultas kedokteran universitas
Indonesia. Disertasi 2006.
19. Pan American Health Organization. Regional office of the world
health organization. Visual Inspection of the Uterine Cervix with
Acetic Acid.2003
20. Parkin MD, Bray F, Ferlay J, Paola P. Global cancer statistics. CA Cancer
Clin 2005;55:74-108.
21. Prendiville W, de Camargo MJ. Treatment of cervical intraepithelial
neoplasia. In: Bosze P. EAGC Course Book on Colposcopy. European
Academy of Gynaecological Cancer (EAGC) Book Series. First Edition.
Primed X Press Budapest 2003:106-17.
22. Rubin MM. Cytologic concerns in adolescents : Entering the
transformation zone. Advancer for Nurse Practitioners 1999;7:53-4-6.
23. Sankaranarayanan R, et.al. Visual inspection of the uterine cervix
after the application of acetic acid in the detection of cervical
carcinoma and its precursors. Cancer 1998;83:2150-6.
24. Singer A, Monaghan JM. Colposcopy of the normal cervix. In :
Lower genital tract precancer. First published. Blacwell Scientific
Publication 1994:16-44.
25. University of Zimbabwe/JHPIEGO Cervical Cancer Project. Visual
inspection with acetic acid for cervical cancer screening : Test
qualities in a primary care setting. Lancet 1999;353 (9156):869-73.
26. Waxman AG. Low grade squamous intraepithelial lesions. In: Apgar
BS, Brotzman GL, Spitzer M. Colposcopy. Principles and practice. An
integrated textbook and atlas. Second Edition. Saunders Elsevier
Philadelphia. 2008:201-202.

35

Anda mungkin juga menyukai