Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS INDONESIA

ALIH FUNGSI BANGUNAN LAWANG SEWU PADA MASA


PENDUDUKAN JEPANG DI SEMARANG




MAKALAH NON-SEMINAR




Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora




DWI ANDHONO MURTI

0906528064




FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI JEPANG UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

Januari 2014

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014



HA LAMAN PENGESAHAN



Karya ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Dwi Andhono Murti
NPM : 0906528064
Program Studi : Jepang
Fakultas : llmu Pengetahuan Budaya
Jenis Karya : Makalah Non Seminar
Nama Mata Kuliah : Sejarah
Judul Karya Ilmiah : Alih fungsi bangunan Lawang Sewu pada masa pendudukan
Jepang di Semarang.



Telah disetujui oleh dosen pengaja r mata kuliah unt uk diunggah di
lib.ui.ac.id/unggah dan d ipublikasika n sebagai karya ilmia h sivitas akadernika
Universitas Indon esia.





Dosen Mata Kuliah : Drs. Ferry Rustam M.Si ( )







Ditetapkan di Depok

Tanggal 20 Januari 2014

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


,
_.




HALAl\1.-\N PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKI-IIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS


Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bc1tandatangan di hawnh ini :

Nama : Dwi Andhono Murti
NPM : 0906535271
Progrnm Studi : J epang
Fakultas : llmu Pengetahuan Budaya
J enisKarya : Skripsi/Tesis/Disertasi/Karyai!miah*: ................... ..

Demi pengembangan ilmu pcngetahuan, menyetujui .untuk mernberikan kepada Universitas
Indonesia Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ( Non-e:.y-c/usive Royalty-Free Right) atas
karya ilmiah saya yang berjudul:

Alih Fungsi bangunan Lawang Sewu pada masa penducfukan Jepang di Scmarang


Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengaRhmedia/forrnatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikjan ,emyataan ini saya buat dengan sebenamya. '


.






Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 20 Januari 2014

Ya_ng menyatakan




- -

( Dwi Andhono Murti )








Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


ALIH FUNGSI BANGUNAN LAWANG SEWU PADA MASA
PENDUDUKAN JEPANG DI SEMARANG

Dwi Andhono Murti

Program Studi Jepang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

despair50@yahoo.com

ABSTRAK

Lawang Sewu merupakan bangunan peninggalan Belanda yang berada di kawasan Tugu Muda Kota Semarang.
Gedung ini dibangun oleh perusahaan kereta api swasta dari Belanda yaitu NIS sebagai kantor pusat administrasi
kereta api di Semarang dan mulai beroperasi pada tahun 1907. Pada masa pendudukan Jepang di Semarang,
Pemerintah Jepang menjadikan gedung ini sebagai kantor djawatan kereta api dengan nama Rikuyu Sokyoku.
Selain memanfaatkan Lawang Sewu sebagai kantor djawatan kereta api, Jepang juga mengubah fungsi ruang
bawah tanah Lawang Sewu yang semula berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan air menjadi penjara. Pada
penulisan jurnal ini, penulis menggunakan metode studi pustaka untuk menjelaskan alih fungsi Lawang Sewu
pada masa pendudukan Jepang.

Kata kunci : Lawang Sewu, alih fungsi, pendudukan Jepang




Alter-function of Lawang Sewu Building in the time of Japanese Occupation in
Semarang

ABSTRACT

Lawang Sewu is a building from the time of Netherlands which located in area of Tugu Muda, Semarang city.
Lawang Sewu was built by a private public company from Netherlands which name was NIS as a central
administration office at Semarang and started to operate in 1907. When The Japanese ruled in Semarang,
Japanese government made this building as a train office which named as Rikuyu Sokyoku. Aside from using
Lawang Sewu as an office, the Japanese also alter the function of Lawang Sewus basement from water storage
into underground prison. In this paper, writer using literature method to explain this change of function during
the occupation of Japan

Keywords : Lawang Sewu, alih fungsi, Japans occupation

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


A. Pendahuluan


Semarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang kaya akan bangunan bersejarah.
Menurut Surat Keputusan Pemerintah Kota Semarang No. 646/50/Tahun 1992, terdapat 101
bangunan bersejarah yang dilindungi di wilayah Kotamadya Dati II Semarang. Salah satu
bangunan bersejarah yang dilindungi oleh surat keputusan ini adalah Lawang Sewu.
Lawang Sewu adalah bangunan peninggalan Belanda yang terletak di kawasan Tugu
Muda, Kota Semarang. Dalam buku Profil Kota Semarang yang diterbitkan oleh Kantor
Komunikasi dan Informasi Kota Semarang, disebutkan bahwa Lawang Sewu adalah salah
satu trademark penting bagi Semarang. Gedung ini dibangun oleh perusahaan kereta api
swasta dari Belanda yaitu NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij).


Gambar 1: Bagian depan Lawang Sewu

Sumber: Koleksi foto pribadi

Pada Saat Jepang menguasai Semarang, Lawang Sewu diubah menjadi kantor pusat
djawatan kereta api Jepang. Selain itu, ruang bawah tanah Lawang Sewu yang semula
digunakan sebagai tempat menyimpan cadangan air untuk sistem pendingin ruangan diubah
1
menjadi sebuah penjara bawah tanah milikKenpetai (} II%)

Alih fungsi bangunan Lawang Sewu ini menimbulkan sejumlah pertanyaan menarik bagi
penulis. Pada jumal ini penulis merumuskan beberapa pertanyaan penelitian. Bagaimana alih
fungsi Lawang Sewu pada masa pendudukan Jepang? Apa akibat dari alih fungsi Lawang
Sewu tersebut?

1
Polisi militer, sumber: Suseno, 1976:74

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


Dengan adanya perumusan masalah di atas, penulis membuat tujuan penelitian dalam
penulisan jurnal ini. Penulisan jurnal ini memiliki tujuan, yaitu untuk menjelaskan alih fungsi
bangunan Lawang Sewu pada masa pendudukan Jepang, dan menjelaskan akibat yang
ditimbulkan secara umum.


B. Metodologi

Pada penulisan jurnal ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Data yang
dikumpulkan berasal dari buku, artikel, jurnal, internet, dan juga arsip-arsip dari Museum.
Data yang dikumpulkan bersifat kualitatif.


C. Pembahasan


Sejarah Pendirian Lawang Sewu


Lawang Sewu merupakan bangunan yang berlokasi di kawasan Tugu Muda Kota
Semarang. Disebutkan dalam buku Selayang Pandang Kota Semarang yang diterbitkan
Kantor Komunikasi dan Informasi pemerintah Kota Semarang (2008:6) nama Lawang Sewu
merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat kota Semarang kepada bangunan ini yang
berarti seribu pintu dalam bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan bangunan yang memiliki luas
sekitar 1,8 hektar ini memiliki sangat banyak pintu dan jendela meskipun total jumlahnya
tidak sampai seribu.
Menurut arsip museum Lawang Sewu, gedung ini didirikan oleh NIS di Semarang pada
tahun 1904 dan diresmikan pada tahun 1907 sebagai kantor pusat administrasi perkeretaapian
di Jawa Tengah atau Het Hoofdkantoop van Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij
yaitu kantor pusat administrasi NIS. NIS adalah perusahaan kereta api swasta dari Belanda
yang memperoleh konsesi dari Pemerintah Hindia Belanda untuk membangun jalur kereta api
yang menghubungkan Semarang dengan daerah subur di wilayah Surakarta dan Yogyakarta
atau yang disebut sebagai Vorstenlanden (Jongkie Tio:2000).
Arsitek yang merancang pembangunan gedung ini adalah Prof Jacob F Klinkhamer dan
BJ Queendag dari Amsterdam dengan gaya Romanisque Revival 2 . Gaya bangunan ini
memiliki ciri bangunan banyak memiliki pintu dan jendela. Pembangunan Lawang Sewu


2
Langgam arsitektur yang berkembang pada abad 11 dan 12 setelah masa bizantium berkembang. Sumber:
www.encarta.msn.com

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


dilaksanakan dengan mempertimbangkan iklim panas di Wilayah Semarang. Karena itu pada
bangunan Lawang Sewu dibuat memiliki banyak pintu dan jendela, dan juga ruang bawah
tanah yang diisi air. Ruang bawah tanah ini pada musim hujan digunakan sebagai penampung
air agar air hujan tidak menggenangi halaman gedung. Selain sebagai penampung air hujan,
ruang bawah tanah ini juga berfungsi sebagai sistem pendingin ruangan yang ada di bagian
atas. Setelah beroperasi sejak tahun 1907, pembangunan Gedung NIS ini dilanjutkan dengan
pembangunan gedung dan fasilitas tambahan yang seluruhnya selesai pada tahun 1932.




















Bagian luar gedung Lawang sewu yang memiliki banyak pintu danjendela

Sumber: koleksi foto pribadi





Selain digunakan sebagai kantor pusat administrasi kereta api NIS, Lawang Sewu juga
sering digunakan sebagai tempat perayaan hari besar di Semarang. Hal ini didukung oleh
luasnya gedung Lawang Sewu dan lokasi gedung yang berada di Wilhelminaplein atau taman
Wilhelmina, berhadapan dengan kediaman residen Semarang pada masa itu.

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


Foto Lawang Sewu pada saat perayaan ulang tahun Ratu Belanda

Sumber: Buku Semarang tempo doeloe: meretas masa



Masuknya Jepang ke Semarang

Pada 1 Maret 1942, pasukan Jepang mendarat di tiga tempat di Pulau Jawa yaitu di
Merak, Indramayu, dan Kragan. Pendaratan pasukan Jepang ini tidak mendapat
perlawanan berarti dari pasukan Belanda. Jepang kemudian masuk ke daerah pedalaman
Pulau Jawa, dan mengepung Belanda yang memusatkan pertahanan terakhirnya di
Bandung. Satu-satunya perlawanan berat yang dihadapi pasukan Jepang saat berusaha
menguasai Pulau Jawa terjadi di Banten. Pada pertempuran ini, kapal angkut Jepang
dapat ditenggelamkan oleh angkatan perang Belanda (Moehkardi,2012:50).
Penguasaan Jepang atas wilayah Hindia Belanda merupakan bagian dari upaya
"ekspansi ke selatan" yang dilakukan oleh pemerintah Jepang (Ken'Ichi Goto,1998:17).
Hal ini merupakan realisasi dari hasil konferensi kekaisaran Jepang pada tanggal 2 Juli
1941 yang merumuskan tiga hal pokok, yaitu:

1. Pemerintah kemaharajaan Jepang bertekad untuk mengikuti suatu kebijaksanaan

yang akan menghasilkan pembentukan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia


Timur Raya dan Perdamaian Dunia, serta perkembangan intemasional.
2. Pemerintah Kemaharajaan akan melanjutkan usahanya untuk mencapai

penyelesaian terhadap insiden Cina dan berusaha membangun dasar yang kukuh
bagi keamanan dan pengamanan bangsa. Hal ini akan meliputi suatu gerak maju
ke daerah-daerah selatan dan sesuai dengan perkembangan masa depan, juga
untuk menyelesaikan masalah soviet.
3. Pemerintah Kemaharajaan Jepang akan melaksanakan program tersebut di atas
meskipun akan menghadapi halangan apapun.
4

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014



Pada 8 Maret 1942, Belanda secara resmi menyerahkan kekuasaan atas Hindia
Belanda kepada Jepang melalui perundingan di Kalijati. Pasca penyerahan kekuasaan ini,
pasukan Jepang kemudian mulai bergerak memasuki kota kota lain di Indonesia.
Penyerahan kekuasaan ini menandai berakhirnya kekuasaan Belanda atas Indonesia
sekaligus menandai mulainya babak baru perkembangan sejarah Indonesia di bawah
pendudukan Jepang (Ricklefs,2008:418).
Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 menyebutkan bahwa
selama berkuasa, Jepang membagi wilayah Hindia Belanda menjadi tiga wilayah besar
yang diawasi oleh militer Jepang. Sumatera berada dibawah pengawasan Angkatan darat
atau Rikugun ( ) divisi ke-25, sedangkan Jawa dan Madura berada dalam

pengawasan Angkatan darat divisi ke-16. Kedua divisi berada dibawah Angkatan Darat
wilayah ke-7 yang bermarkas di Singapura. Kalimantan dan Indonesia Bagian Timur
berada dalam pengawasan Angkatan Laut atau Kaigun ().

Dalam hal pemerintahan, Panglima Angkatan darat ke-16 membuat undang-undang


no.1 yang memiliki beberapa poin:
1. Balatentara Jepang melangsungkan pemerintahan militer sementara
waktu di daerah-daerah yang telah diduduki agar supaya mendatangkan
keamanan dan sentosa dengan segera;
2. Pembesar balatentara Jepang memegang kekuasaan yang dahulu berada
di tangan Gubernur Jenderal Hindia Belanda;
3. Semua badan pemerintah dan kekuasaan hukum dan undang-undang
dari pemerintahan sebelumnya tetap diakui sah untuk sementara waktu,
asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.
4. Bahwa balatentara Jepang akan menghormati kedudukan dan kekuasaan
pegawai-pegawai yang setia pada Jepang (Kan po, 1942:6-7)
Tidak begitu berbeda dengan kota-kota lain yang diduduki oleh Jepang, Semarang
juga berada dalam undang-undang pemerintahan militer Jepang. Semarang merupakan
kota penting yang berfungsi untuk mengangkut berbagai hasil bumi dari daerah
pedalaman Jawa Tengah untuk kemudian diangkut menggunakan kereta, dan berlanjut
menuju pelabuhan Semarang. Berbagai komoditi itu dikirim oleh Jepang ke wilayah-
wilayah lain di Asia sebagai kebutuhan perang.

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


Semarang merupakan kota yang termasuk dalam keresidenan pada masa pendudukan
Jepang. Jepang membagi Pulau Jawa dan Madura dalam 17 wilayah kerasidenan atau
yang disebut shi dan 2 kochi atau yang berarti daerah istimewa yang terdiri dari
Yogyakarta dan Surakarta. Selama Jepang menduduki kota Semarang, yang ditugaskan
menjadi Shicho Semarang adalah Hikokichi Arima (Taryati, Nurhajarini, Albiladiyah
2007:77).



Alih fungsi Lawang Sewu pada masa pendudukan Jepang

Pada saat Jepang menguasai kota Semarang, mereka mengambil alih Lawang Sewu
sebagai kantor pusat perkeretaapian di Semarang. Selama berkuasa di Indonesia, seluruh
perusahaan kereta api di Indonesia disatukan di bawah pengawasan angkatan darat Jepang
dengan menggunakan nama Rikuyu Sokyoku ( ) . Rikuyu Sokyoku membagi
wilayah pengelolaan kereta api di Pulau Jawa menjadi tiga distrik yaitu Seibu Kyoku (

) yang mencakup wilayah operasi kereta api di Jawa Barat, Chubu Kyoku ()

yang mencakup wilayah Jawa Tengah, dan Tobu Kyoku () yang mencakup wilayah

Jawa Timur (Arsip Museum Mandala Bakti: sejarah gedung eks-NIS).



Letak Lawang Sewu berada di wilayah Taman Wilhelmina yang berhadapan dengan
kediaman Residen Semarang dan gedung pengadilan (sekarang Museum Mandhala
Bakti). Gedung pengadilan milik Belanda ini diubah menjadi markas Kenpetai ketika
Jepang menguasai Semarang. Lokasi Lawang Sewu yang tepat berada di depan markas
Kenpetai ini membuat mereka mengubah fungsi Lawang Sewu tidak hanya sebagai
perkantoran Rikuyu Sokyoku, tetapi juga penjara tahanan Kenpetai yang berhasil
ditangkap. Hal ini juga didukung oleh luasnya bangunan Lawang Sewu.
Suseno, dalam bukunya Gelora semangat merdeka atau mati, era pertempuran lima
hari Semarang (1976) menjelaskan bahwa selama pendudukan Jepang berlangsung,
Kenpetai memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam menjaga keamanan daerah daerah
pendudukan di Indonesia termasuk Semarang. Dalam menjalankan tugasnya, tidak jarang
Kenpetai melakukan pemukulan dan penangkapan terhadap orang yang dicurigai sebagai
mata-mata musuh atau dianggap memusuhi pemerintahan Jepang. Meskipun orang orang
yang ditangkap ini tidak sepenuhnya bersalah atau sekedar tidak sengaja melakukan hal
yang tidak disenangi Kenpetai, penangkapan tetap dilakukan, dan biasanya orang yang
ditangkap akan mendapat penyiksaan atas kesalahan yang mereka perbuat, dan tidak

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


Jarang pula tewas akibat disiksa. Hal ini adalah salah satu strategi Jepang untuk
mencegah timbulnya benih benih pemberontakan sekecil apapun dan mengamankan
jalannya pemerintahan militer Jepang di wilayahjajahannya.
Berdasarkan arsip Museum Lawang Sewu dan fisik bangunan yang masih ada hingga
sekarang, selama menduduki gedung, Jepang melakukan beberapa modifikasi terhadap
gedung Lawang Sewu. Modifikasi ini dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan Jepang
yang menjadikan Lawang Sewu sebagai penjara.


Pengurangan volume air di ruang bawah tanah

Ruang bawah tanah Lawang Sewu memiliki tinggi ruangan sekitar 2 meter. Pada
zaman Belanda, ruang bawah tanah ini dipenuhi oleh air. Pada saat dikuasai Jepang, air
yang ada di ruang bawah tanah ini dikurangi.




Lorong ruang bawah tanah Lawang Sewu

Sumber: Koleksi foto pribadi


Penambahan penjara jongkok di ruang bawah tanah

Setelah mengurangi volume air pada ruang bawah tanah, Jepang menambahkan
beberapa penjara jongkok yang berupa sekat berpetak-petak di ruang bawah tanah.
Petak-petak ini berukuran 2x3 meter. Petak-petak ini sudah ada sejak zaman Belanda
7

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


dan Jepang hanya menambahkan tralis besi pada petak-petak ini agar tidak ada tahanan
yang bisa berdiri. Satu petak ini bisa diisi oleh 5-6 orang dewasa yang berada dalam
kondisi jongkok. Petak ini diisi oleh air sehingga tahanan yang berada di dalamnya
terendam sampai sebatas kepala.


Bekas penjara jongkok di ruang bawah tanah Lawang Sewu

Sumber: Koleksi Foto Pribadi


Penambahan penjara berdiri di ruang bawah tanah

Selain menggunakan penjara jongkok, Jepang juga membuat penjara berdiri di ruang
bawah tanah ini. Penjara berdiri ini berupa sel-sel yang berukuran sekitar lxl meter.
Berbeda dengan penjara jongkok yang memanfaatkan sekat-sekat peninggalan Belanda,
bagian penjara berdiri ini dibangun sendiri oleh Jepang. Dinding yang dibangun
kemudian dilengkapi dengan tralis besi yang menjaga agar tahanan tidak bisa keluar. Sel
ini juga biasa digunakan untuk menampung 5 hingga 6 orang dewasa sekaligus. Karena
ukurannya lebih kecil dari penjara jongkok, tahanan yang dimasukkan dalam sel ini
harus berhimpitan satu sama lain dan tidak bisa mengubah posisi mereka selain posisi
berdiri.

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014






Penjara berdiri di ruang bawah tanah Lawang Sewu

Sumber: Koleksi foto pribadi


Penambahan meja eksekusi di ruang bawah tanah



Jepang menambahkan beberapa meJa yang digunakan untuk memenggal kepala
tahanan di ruang bawah tanah ini. Meja-meja ini terbuat dari besi yang disemen ke dalam
lantai bangunan dan biasa digunakan untuk meletakkan kepala tahanan yang akan
dieksekusi untuk kemudian dipenggal menggunakan katana. Meja yang dahulu
digunakan untuk eksekusi tersebut saat ini sudah tidak ada lagi di Lawang Sewu, yang
tersisa hanya bagian kaki dari meja tersebut yang masih tertancap di lantai ruang bawah
tanah.

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014



Bagian tersisa dari kaki mej a besi yang biasa digunakan untuk eksekusi

Sumber: Koleksi foto pribadi


Penambahan lubang pembuangan di bagian belakang gedung

Pada bagian belakang gedung Lawang Sewu, terdapat sebuah lubang pembuangan yang
menghubungkan ruang bawah tanah dengan halaman belakang gedung. Lubang pembuangan
ini dibuat pada masa pendudukan Jepang. Jepang menggunakan lubang pembuangan ini untuk
membuangjenazah-jenazah tahanan yang tewas di dalam penjara.


Lubang pembuangan yang menghubungkan ruang bawah tanah dan halaman belakang gedung

Sumber: koleksi foto pribadi

10

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014





Akibat alih fungsi Lawang Sewu

Alih fungsi Lawang Sewu menjadi penjara merupakan salah satu upaya Kenpetai
dalam menjaga keamanan di wilayah Semarang. Dengan tindakan pencegahan terhadap
bibit-bibit masalah sekecil apapun, mereka telah mengambil tindakan-tindakan yang
dianggap perlu untuk mengamankan jalannya pemerintahan militer Jepang. Menurut
Ricklefs dalam bukunya, tindakan-tindakan Kenpetai ini justru menghambat propaganda-
propaganda yang dilakukan pemerintah Jepang (2008:427).
Ricklefs menyebutkan bahwa kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat Indonesia ada dua,
yaitu menghapus pengaruh barat, dan memobilisasi rakyat demi kepentingan perang
Jepang. Dalam menghapuskan pengaruh barat, tindakan yang dilakukan Jepang antara
lain melakukan pelarangan pemakaian bahasa Belanda dan bahasa Inggris, mengganti
nama-nama jalan, mengganti nama Hindia Belanda menjadi Indonesia, dan Batavia
menjadi Jakarta. Dalam hal memobilisasi rakyat demi kepentingan perang, Jepang
banyak membentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan maupun militer seperti sendenbu
( ), PETA (pembela tanah air), Gerakan 3A, dan lain-lain (2008:433). Namun

usaha-usaha Jepang ini gagal dan salah satu faktor yang menyebabkannya adalah
ketidaksukaan rakyat pada cara-cara yang dilakukan Kenpetai dalam melaksanakan
tugasnya.
Pengawasan di Kota Semarang saat itu sangat ketat karena seluruh organisasi legal
baik yang dibentuk oleh orang Indonesia maupun bentukan Jepang selalu diawasi oleh
Jepang. Hal ini membuat munculnya banyak gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh
orang-orang Indonesia agar tidak ditangkap oleh Kenpetai (Suseno,1976:46) .
Gerakan bawah tanah ini bentuknya hanya berupa tukar-menukar informasi. Pihak-
pihak yang menentang pendudukan Jepang banyak yang bekerja di dinas-dinas milik
Jepang untuk sekedar memperoleh informasi. Di antara mereka ada yang bekerja untuk
Kenpetai untuk memperoleh informasi tentang orang-orang yang dicurigai oleh Jepang.
Orang yang dicurigai tersebut kemudian dianjurkan untuk tidak begerak secara aktif atau
berdiam diri. Mereka yang bekerja pada kantor komunikasi Jepang yang menggunakan
telepon berhasil memperoleh banyak informasi-informasi penting tentang pembicaraan-
pembicaraan pasukan Jepang. Selain itu mereka juga memberi informasi jika ada pejabat
atau tokoh yang disadap oleh Jepang untuk selanjutnya diambil langkah. Mereka yang

11

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


bekerja di kantor radio bisa melaporkan informasi yang tidak boleh disiarkan oleh
Jepang secara luas. Para pemuda yang bekerja di Riyuku Kyoku juga melaporkan tentang
angkutan barang dan tentara Jepang yang menggunakan transportasi kereta api
(Suseno,1976:60).
Gerakan tukar-menukar informasi ini membuat pemuda-pemuda pergerakan di
Semarang kemudian mengetahui perkembangan-perkembangan terakhir yang ada di
wilayah lain.


D. Kesimpulan



Lawang Sewu adalah gedung yang didirikan oleh perusahaan kereta api NIS sebagai
kantor pusat administrasi kereta api. Untuk menyesuaikan gedung dengan iklim
Semarang yang panas dan berada di dataran rendah, gedung Lawang Sewu dibuat dengan
memiliki banyak pintu dan jendela, dan ruang bawah tanah. Ruang bawah tanah Lawang
Sewu berfungsi sebagai penampung air agar halaman gedung Lawang Sewu tidak banjir
saat hujan. Selain itu, ruang bawah tanah ini juga berfungsi sebagai tempat menyimpan
air untuk mendinginkan ruangan di atasnya.
Saat Jepang menguasai Lawang Sewu, ruang bawah tanah ini mengalami alih fungsi
menjadi penjara bawah tanah. Untuk menjadikan ruang bawah tanah ini sebagai penjara,
Jepang melakukan beberapa modifikasi. Modifikasi yang dilakukan oleh Jepang antara
lain, mengurangi volume air, membuat penjara jongkok dan penjara berdiri,
menambahkan meja eksekusi, dan membuat lubang pembuangan. Alih fungsi Lawang
Sewu ini merupakan upaya dari Kenpetai untuk menjaga keamanan berlangsungnya
pemerintahan Jepang di Semarang.
Akibat dari alih fungsi Lawang Sewu antara lain adalah masyarakat Semarang menjadi
tidak suka pada sikap Kenpetai sehingga berbagai upaya Jepang dalam menarik simpati
rakyat mengalami kegagalan. Selain itu, pengawasan ketat dan penangkapan-
penangkapan yang sering dilakukan Kenpetai membuat rakyat Semarang banyak
membentuk gerakan-gerakan bawah tanah untuk menghindari Kenpetai.

12

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


Daftar Referensi



Buku

Dwi Ratna Nurhajarini M. Hum, dan tim. Kabupaten Semarang dalam Perjalanan
Sejarah. Eja Publisher. Yogyakarta 2007.

Edy Muspriyanto dan tim. Semarang Tempo Doeloe: Meretas Masa. Terang
Publishing. Semarang. 2006

Goto, Kenichi. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta. Yayasan Obor
Indonesia.1998.

Hadipoerwono dkk. Sedjarah perdjoangan pegawai kereta api Djawa tengah. Arsip
museum Mandhala Bakti. Semarang. 1986.

Jongkie Tio. Kota Semarang Dalam Kenangan. Sinar Indonesia. Semarang. 2000

Kantor Komunikasi dan Informasi kota Semarang. Profil Kota Semarang. Pemerintah
Kota Semarang. Semarang. 2008.

Kantor Komunikasi dan Informasi kota Semarang. Selayang pandang kota Semarang.
Pemerintah Kota Semarang. Semarang. 2008

Liem Thian Joe. Riwayat Semarang. Penerbit Boekhandel Ho Kim Joe-Semarang-
Batavia (cetakan pertama) (1931).Hasta Wahana (cetakan kedua). Jakarta.2004.

Moehkardi, Revolusi Nasional 1945 di Semarang. Kementrian Koordinator
kesejahteraan rakyat. Jakarta. 2012.

Syukur Suseno. Gelora semangat merdeka atau mati, era pertempuran lima hari
Semarang.Arsip Museum Mandhala Bakti. Semarang. 1976

Tim penulis daerah Kodam VII Diponegoro. Pertempuran 5 hari di Semarang.Arsip
Museum Mandhala Bakti. 1982

M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Serambi. Jakarta.2008 hal. 242



Skripsi dan Tesis



G. Ambar Wulan.Peranan dan Perkembangan Kereta Api di Jalur Semarang-Solo
pada tahun 1864-1870. Skripsi. Program Studi Sejarah. Universitas Indonesia.1985

13

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014


Nurdiana. Pengajaran Bahasa Jepang Sebagai Bentuk Propaganda Jepang Pada
Masa Pendudukan Jepang di Indonesia 1942-1945. Skripsi. Program Studi Jepang.
Universitas Indonesia. 2009.

Suryaning Dewanti, Revitalisasi Lawang Sewu Sebagai Hotel. Tesis. Magister
Pascasarjana Arkeologi. Universitas Indonesia. 2005.



Surat kabar dan majalah



Buana Minggu. 1982. Hal. 10 kolom 4-5-6

Kan po (berita pemerintah), 1943. No. Istimewa, boelan 3 2603 hlm. 6-7



Sumber Internet
www.encarta.msn.com
www.tembi.org
www.seputarsemarang.go.id

14

Alih fungsi ..., Dwi Andhono Murti, FIB UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai