PENDAHULUAN
Air merupakan komponen utama dalam tubuh, yang dibagi dalam dua
komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstraseluler (CES).
Cairan ekstraseluler dibagi lagi menjadi cairan insterstisial dan intravaskular.
Secara normal, tubuh akan menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh untuk
dapat memenuhi kebutuhan fisiologis. Bila terjadi gangguan pada keseimbangan
cairan dan elektrolit tersebut, maka dapat secara cepat mempengaruhi fungsi
sistem kardiovaskular, neurologi, dan neuromuscular. Oleh karena itu, diperlukan
suatu terapi cairan intravena untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Terapi cairan digunakan untuk mengganti kehilangan cairan, memenuhi
kebutuhan air, elektrolit, dan nutrisi untuk membantu tubuh mendapatkan kembali
keseimbangan normal dan pulihnya perfusi jaringan serta oksigenasi sel, untuk
mencegah terjadinya iskemia jaringan maupun kegagalan fungsi organ. Terapi
cairan tidak hanya digunakan untuk keadaan darurat, namun juga digunakan pada
pasien preoperatif untuk persiapan penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
selama berjalannya operasi.
Secara umum, terapi cairan intravena dapat berupa cairan kristalloid,
koloid, atau kombinasi dari keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan aquos yang
berisi ion anorganik (garam) dengan atau tanpa glukosa dan memiliki molekul
organic kecil, sedangkan cairan koloid mengandung sejumlah substansi dengan
berat molekul yang tinggi seperti protein atau glukosa polimer. Pada prinsipnya,
pemberian cairan intravena ini akan mempengaruhi keadaan hemodinamik
seseorang. Cairan koloid akan mempertahankan tekanan onkotik plasma dan
sebagian besar akan tertinggal di kompartemen intravascular, sedangkan kristaloid
dengan cepat akan terdistribusi ke seluruh ruang cairan ekstraseluler.
Terdapat kontroversi mengenai pemakaian cairan kristaloid dan koloid.
Sebagian ahli berpendapat bahwa dalam hal menjaga tekanan onkotik, koloid
lebih efisien (dibutuhkan volume yang lebih sedikit dibandingkan kristaloid untuk
menghasilkan efek yang sama) untuk memulihkan volume intravascular normal
dan memperbaiki transport oksigen, kontraktilitas miokardial dan kardiak output.
Disisi lain, sebagian berpendapat bahwa kristaloid juga memiliki efektifitas yang
sama ketika diberikan dengan jumlah yang tepat, serta tidak seperti koloid yang
dapat meningkatkan kejadian edema paru pada pasien dengan peningkatan
permeabiitas kapiler paru.
Meskipun terapi cairan sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki
hemodinamik, namun terapi cairan yang terlalu berlebihan ternyata berhubungan
dengan peningkatkan komplikasi, peningkatan lama rawat di ICU dan rumah
sakit, dan dapat meningkatkan mortalitas. Selain itu, studi menunjukkan bahwa
hanya 50% pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil yang respon terhadap
pemberian cairan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pemantauan parameter
hemodinamik yang akurat untuk dapat membantu pemberian terapi cairan yang
optimal.
Pemilihan jenis cairan dan pemantauan hemodinamika dapat
mempengaruhi outcome pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman yang
baik mengenai pengaruh masing-masing cairan terhadap hemodinamika tubuh
untuk mendapatkan outcome pasien yang lebih baik.
Merah : morgan