Anda di halaman 1dari 31

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES


ABSORBSI

KELOMPOK 1 SL

Ghassan Tsabit Rivai (1406552976)


Irfan Aditya (1406531800)
M. Rizki Ramadhan (1406552843)
Stella F. Loandy (1406607981)
Sheila Nadhifa (kel. 8SL) (1406607905)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017
TABLE OF CONTENTS

TABLE OF CONTENTS.......................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Tujuan Percobaan...........................................................................................3

1.2 Prinsip Kerja..................................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................7
LANDASAN TEORI..............................................................................................7
BAB IV..................................................................................................................23
ANALISIS.............................................................................................................23
BAB V....................................................................................................................29

2 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO 2 dengan larutan NaOH
menggunakan alat analisis gas yang tersedia.
Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO 2 dengan larutan NaOH
menggunakan alat analisis larutan yang tersedia.
1.2 Prinsip Kerja
Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO 2 dengan larutan NaOH
menggunakan alat analisis gas dimana dari alat ini diambil data V 1 (volume CO2
dan udara pada analisis sample keluaran gas sisa absorbsi yang diukur dalam
piston) dan V2 (Volume CO2 yang terlarut dalam NaOH pada analisis sample
keluaran gas sisa absorpsi yang diukur di dalam tabung liquid overspill) yang
kemudian dapat digunakan untuk menghitung kandungan CO 2 dalam sampel gas
dan koefisien transfer massa gas.
Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO 2 dengan larutan NaOH
menggunakan alat analisis larutan yakni titrasi. Absorbsi CO2 dari udara dengan
menggunakan kaustik soda secara umum digambarkan oleh reaksi berikut :

Dengan menggunakan teknik analisis titrasi, asam digunakan untuk menetralisir


kaustik soda dan pada waktu yang bersamaan mengubah semua sodium karbonat
menjadi bikarbonat. Apabila konsentrasi total dari karbonat dapat ditentukan,
maka jumlah CO2 yang terabsorp juga dapat ditentukan.

Pada percobaan absorpsi ini dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan yang
digunakan. Berikut ini adalah daftar dari alat yang dipergunakan serta
kegunaannya.

Tabel Alat dan Fungsi Penggunaan

No. Alat Fungsi

1. Menara Tempat terjadinya proses absorpsi


Absorpsi
3 Universitas Indonesia
2. Tangki Air Wadah pennyimpanan air dengan kapasitas 30 L

3. Tangki CO2 Wadah penampung CO2 yag akan diabsorpsi

4. Labu Wadah untuk melakukan titrasi


Erlenmeyer

5. Pipet Tetes Meneteskan bahan kimia identifikasi seperti PP dan


methyl orange

6. Titrator Wadah larutan penitrasi

7. Labu Ukur 1 L Wadah larutan HCL dan NaOH

8. Stopwatch Mengukur waktu yang digunakan dalam pengambilan


sampel

9. Gelas Ukur Wadah sampel

Sedangkan bahan dan fungsi yang diperlukan dapat dijelaskan melalui tabel
berikut ini.

Tabel Bahan dan Fungsi Penggunaan

No. Bahan Fungsi

1. Larutan HCL 0,2 M Titrator

2. BaCl 5% wt 1 L Pendukung pengujian titrasi

3. NaOH 1 M Larutan absorben

4 Universitas Indonesia
Tabel Bahan dan Fungsi Penggunaan (Lanjutan)

No. Bahan Fungsi

4. Larutan PP Larutan identifikasi yang akan digunakan dalam


proses titrasi

5. Larutan MO (Methyl Larutan identifikasi yang akan digunakan dalam


Orange) proses titrasi

6. Air (H2O) Solvent pada proses absorpsi

7. Gas (CO2) zat yang akan diabsorpsi pada percobaan ini

Tujuan : Menentukan dan mempelajari pola absorpsi


CO2 dengan air menggunakan alat analisis gas yang tersedia.
Prosedur :
1. Mengisi tangki dengan air yang baru sebanyak 30 liter (3/4 penuh).
2. Mengalirkan air (6 liter/menit).
3. Mengalirkan udara (10 liter/menit).
4. Mengalirkan CO2 (15 liter/menit).
5. Menunggu hingga steady selama 15 menit.
6. Mengambil sampel gas (menunggu 1 menit).

Prosedur :
1. Mengisi tangki dengan 30 liter NaOH 0.1 M (3/4 penuh).
2. Mengalirkan larutan (3 liter/menit).
3. Mengalirkan udara (30 liter/menit).
4. Mengalirkan CO2 (3 liter/menit).
5. Menunggu hingga steady selama 15 menit.
6. Mengambil sampel gas tiap 20 menit setelah steady dari S 4 dan S5
sebanyak250 ml.

Prosedur titrasi :
1. Memisahkan larutan sampel S4 dan S5 pada 2 buah erlenmeyer @50 ml.
2. Erlenmeyer 1 :
a) Teteskan PP (1 tetes) dan titrasi hingga warna pink hilang dengan
larutan HCl.
5 Universitas Indonesia
b) Teteskan MO (1 tetes) dan titrasi hingga berubah warna dengan HCl.
3. Erlenmeyer 2 :
a) Tambahkan larutan BaCl2 sebanyak > 10% dari nilai T2 T1.
b) Teteskan PP (2 tetes) dan titrasi hingga titik akhir dengan larutan HCl.

6 Universitas Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI

Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan
cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan
pelarutan. Absorpsi dapat dilakukan pada gas-gas atau cairan yang relatif
berkonsentrasi rendah maupun konsentrat. Prinsip absorpsi adalah dengan
memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu.
Dengan demikian, bahan yang memiliki koefisien partisi hukum Henry (tekanan
uap/kelarutan) rendah sangat disukai dalam proses absorpsi. Pada proses absorpsi,
campuran gas tersebut biasanya terdiri dari gas inert dan gas yang larut dalam
cairan. Cairan yang digunakan juga umumnya ntidak mudah menguap dan larut
dalam gas.
Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya
fisik (pada absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada
absorpsi kimia). Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan
dilarutkan lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi. Karena itu
absorpsi kimia mengungguli absorpsi fisik. Tujuan dari operasi absorpsi dalam
industri adalah untuk meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan cara merubah
fasenya, mengurangi impurities (pemurnian).

Kolom absorpsi adalah suatu kolom atau vessel tempat terjadinya proses
pengabsorpsi (penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di
kolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan dengan melewatkan zat yang
terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke kolom ini
dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut.

7 Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Kolom Absorpsi.

Kolom absorpsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase
mengalir berlawanan arah (counter current) yang dapat menyebabkan komponen
kimia ditransfer dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi hampir pada setiap
reaktor kimia. Proses ini dapat berupa absorpsi gas, distilasi, pelarutan yang
terjadi pada semua reaksi kimia.
Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan kebawah
menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu fasa gas
dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan gas dari
bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian atas
menara. Peristiwa absorpsi ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi packing
dengan dua tingkat. Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan
dari gas yang dimasukkan tadi.
Pada kolom absorpsi ini yang perlu diperhatikan adalah pada dasarnya ini
adalah alat dimana diciptakan bidang (permukaan) kontak antar fasa yang luas.
Makin luas permukaan antar fasanya makin baik. Hal ini dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu:
Penyebaran (dispersi) cairan dalam gas
Penyebaran (dispersi) gas dalam cairan
Struktur dari absorber dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Penjelasannya
adalah sebagai berikut :
Bagian atas:
Sebagai outlet dari gas yang telah mengalami kontak dengan absorben.
inlet dari absorben

8 Universitas Indonesia
Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.
Bagian tengah:
Packed tower untuk memperluas bidang permukaan sentuh sehingga
memudahkan proses absorpsi.
Disini terjadi kontak antara absorben dengan fluida yang akan di absorpsi.
Bagian bawah:
Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor, dan juga sebagai
outlet dari absorben untuk kemudian di-regenerasi.

Gambar 2.2 Struktur Absorber

Secara umum kolom absorber dibagi menjadi tiga, yaitu:


Packed Bed Column

9 Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Packed Bed Column.

Plate Column

Gambar 2.4 Plate Column.

Spray Column

10 Universitas Indonesia
Gambar 2.5 Spray Column.

2.1 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi
pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia. Absorben
sering juga disebut sebagai pelarut. Persyaratan absorben adalah :
Absorben yang digunakan harus sesuai dengan senyawa yang akan
dipisahkan atau dimurnikan.
Absorben yang digunakan harus memiliki kelarutan gas harus tinggi
sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas absorben
yang diperlukan. Umumnya, absorben yang memiliki sifat yang sama dengan
bahan terlarut akan mudah dilarutkan.
Absorben harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang
meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan absorben, maka akan ada banyak
absorben yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan absorben
kedua, yaitu yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas
teruapkan.
Absorben yang digunakan tidak boleh bersifat korosif karena dapat
merusak peralatan kolom absorber.
Penggunaan pelarut yang lebih murah.
Ketersediaan absorben di dalam negeri akan sangat berpengaruh terhadap
stabilitas harga dan biaya operasi secara keseluruhan.

11 Universitas Indonesia
Viskositas absorben yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju
absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam menara, serta
perpindahan kalor yang baik.
Sebaiknya absorben tidak memiliki sifat toksik, flamable, dan sebaliknya
absorben sedapat mungkin harus stabil secara kimiawi dan memiliki titik beku
yang rendah.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya proses absorbsi,


diantaranya :
Luas pemukaan kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi
yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak
yang semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.
Laju alir fluida
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan
pelarut akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas
yang berdifusi.
Konsentrasi gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi
yang terjadi antar dua fluida.
Tekanan operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
Temperatur komponen terlarut dan pelarut
Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
Kelembaban Gas
Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil kalor
laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian, proses
dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber sangat
dianjurkan.

Neraca Massa

12 Universitas Indonesia
Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom
absorber, perhatikan gambar berikut:

Gambar 2.6 Skema neraca massa pada kolom absorber.

Masuk = Keluar

Dimana,
Gm
= Laju alir molar inlet gas
1
Gm
= Laju alir molar outlet gas
2
Lm1 = Laju alir molar outlet liquid
Lm2 = Laju alir molar inlet liquid
x = Fraksi mol gas terlarut dalam liquid murni
y = Fraksi mol gas terlarut dalam inert gas

Koefisien Transfer Massa Gas Menyeluruh


Koefisien transfer massa gas menyeluruh (Overall Mass Transfer Coefficient,
gas concentration) merupakan parameter yang erat kaitannya dengan laju
difusi atau perpindahan massa gas ke liquid. Semakin besar nilai koefisien,
semakin besar pula laju difusi gas. Persamaan yang digunakan untuk
menentukan KOG adalah sebagai berikut:

13 Universitas Indonesia
Dimana,
= koefisien transfer massa gas menyeluruh
KOG
(gr.mol/atm.m2.sekon)
Ga = jumlah gas terlarut dalam liquid
a = luas spesifik (440 m2/m3)
AH = volume kolom
Pi = Fraksi mol inlet tekanan total
Po = Fraksi mol outlet tekanan total

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai koefisien


transfer massa gas, maka jumlah gas yang terlarut dalam liquid akan lebih
banyak. Selain itu, persamaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh tekanan
kolom dalam menentukan nilai koefisien transfer massa gas. Hal ini karena
pengaruh adanya isian pada kolom yang menyebabkan pressure drop yang
selalu harus diperhitungkan dalam kolom isian. Semakin besar pressure drop
maka perpindahan massa gas ke liquid akan semakin kecil.

Proses Pengolahan Gas Alam


Pada proses penghilangan senyawa asam pada gas alam (sweetening) dapat
digunakan proses absorbpsi dengan pelarut. Jenis pelarut yang sering
digunakan dalam industri pengolahan gas alam adalah pelarut amine. Tujuan
proses absorpsi pada gas sweetening adalah untuk :
o Mencegah pembentukan senyawa asam
o Meningkatkan nilai kalor gas alam,
o Mencegah korosi selama transportasi dan distribusinya,
o Mencegah polusi udara oleh SO2, yang dihasilkan selama pembakaran H2S
dalam gas alam, dan
o Mencegah pembekuan air dalam jalur pipa pada pendistribusian gas alam.

14 Universitas Indonesia
Gambar 2.7 Diagram Alir Proses Amine.

Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa feed yang dimasukkan berupa
gas alam yang masih mengandung senyawa asam yaitu CO 2 dan H2S. Feed
masuk melalui bagian bawah kolom absoprsi packed bed. Pelarut amine
dimasukkan ke dalam kolom melalui bagian atas sehingga terjadi kontak antara
feed dengan pelarut. Dalam proses perpindahan massa ini, senyawa asam akan
terlarut ke dalam pelarut amine. Pelarut amine yang telah jenuh dengan
senyawa asam akan dikeluarkan dari bagian bawah kolom absorber dan
kemudian melalui proses regenerasi untuk mendapatkan pelarut amine yang
murni kembali. Sedangkan gas alam yang telah murni dari gas asam, dialirkan
melalui bagian atas kolom absorber yang kemudian akan masuk ke dalam
proses gas dehydration. Dalam proses ini, liquid dessicant dehydrator
berfungsi untuk mengabsorpsi uap air dari aliran gas. Glikol, agen utama dalam
proses ini, memiliki afinitas kimia untuk air. Ini berarti bahwa, ketika glikol
kontak dengan aliran gas alam yang mengandung air, glikol akan berfungsi
untuk mengambil air dari aliran gas.
Pada dasarnya, dehidrasi glikol ini melibatkan penggunaan larutan glikol,
biasanya baik diethylene glycol (DEG) atau triethylene glycol (TEG), yang
dibawa ke dalam kontak dengan aliran wet gas yang disebut dengan kontaktor.
Laruan glikol akan mengabsorpsi air dari wet gas. Setelah air diabsorpsi,
partikel glikol menjadi lebih berat dan tenggelam ke bagian bawah kontaktor di

15 Universitas Indonesia
mana air dimana mereka di-remove. Gas alam yang telah kehilangan sebagian
besar kadar air, kemudian dibawa keluar dari dehydrator tersebut. Larutan
glikol, yang menanggung semua air yang diambil dari gas alam, dimasukkan
ke boiler yang khusus dirancang hanya untuk menguapkan air dari larutan .
Sementara air memiliki titik didih 212oF (100oC), glikol tidak mendidih sampai
400oF (204.4oC). Perbedaan titik didih ini membuatnya relatif mudah untuk
menghilangkan air dari larutan glikol, dan memungkinkan digunakan kembali
dalam proses dehidrasi.

Proses Pembuatan Formalin


Formaldehid sebagai gas input dimasukkan ke dalam reaktor. Output dari
reaktor yang berupa gas yang mempunyai suhu 182 0C didinginkan pada
kondensor hingga suhu 55 0C,dimasukkan ke dalam absorber. Keluaran dari
absorber pada tingkat I mengandung larutan formalin dengan kadar
formaldehid sekitar 37 40%. Bagian terbesar dari metanol, air,dan
formaldehid dikondensasi di bawah air pendingin bagian dari menara, dan
hampir semua removal dari sisa metanol dan formaldehid dari gas terjadi
dibagian atas absorber dengan counter current contact dengan air proses.
Skema proses absorpsi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Proses Absorpsi.

Proses Pembuatan Asam Nitrat


Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom
absorpsi. Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2

16 Universitas Indonesia
dan reaksi absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi
mempunyai empat fluks masuk dan dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu
air umpan absorber, udara pemutih, gas proses, dan asam lemah. Dua fluks
keluar yaitu asam nitrat produk dan gas buang. Kolom absorpsi dirancang
untuk menghasilkan asam nitrat dengan konsentrasi 60 % berat dan kandungan
NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.

Gambar 2.9 Proses Pembuatan Asam Nitrat.

17 Universitas Indonesia
BAB III
HASIL PERCOBAAN
Dari praktikum absorpsi yang telah praktikan lakukan, didapatkan data
percobaan absorpsi CO2 dengan air menggunakan analisis gas dan absorpsi CO 2
dengan laritan NaOH menggunakan analisis larutan untuk menghitung jumlah
CO2 yang terabsorp oleh air atau larutan NaOH sebagai berikut :
Pada percobaan dilakukan pembacaan tekanan dan suhu packed column
yang digunakan untuk menghitung konversi CO2 yang terabsorpsi dengan hasil
pembacaan sebagai berikut:
P : Tekanan Kolom Absorper : 765 mmHg
T : Suhu kolom absorper = 298 K = 25C

Dengan data kolom absorper yang digunakan adalah sebagai berikut:


D : Diameter kolom absorper : 0.075 m
t : Tinggi kolom absorper : 1.4 m
A : Luas spesifik kolom absorper : 440 m2

Data laju alir dan volume titrasi pada absorpsi CO2 dengan air dapat dilihat pada
Tabel berikut:
Laju Alir Volumetrik
Variabel
(L/detik)
F1 3
F2 30
F3 3

Variabel Volume (mL)


V1 30
V2 2

Keterangan :
F1 : laju alir volumetrik air yang masuk kedalam packed column (L/detik)
F2 : Laju alir volumetrik udara yang masuk kedalam packed column (L/detik)
F3 : Laju alir volumetrik CO2 yang masuk kedalam packed column (L/detik)
V1 : Volume CO2 dan udara pada analisis keluaran gas sisa absorpsi (ml)

18 Universitas Indonesia
V2 : Volume CO2 yang larut dalam air pada analisis sampel keluaran gas sisa
absorpsi (ml)

Pada percobaan dilakukan pembacaan tekanan dan suhu packed column


yang digunakan untuk menghitung konversi CO2 yang teradsorbsi dengan hasil
pembacaan sebagai berikut:
P : Tekanan Kolom Absorper : 765 mmHg
T : Suhu kolom absorper = 298 K = 25C

Dengan data kolom absorper yang digunakan adalah sebagai berikut:


D : Diameter kolom absorper : 0.075 m
t : Tinggi kolom absorper : 1.4 m
A : Luas spesifik kolom absorper : 440 m2

Bahan yang digunakan pada percobaan titrasi yaitu


NaOH : 0.25 M
HCl : 0.2 M
BaCl2 : 1 liter 5% berat
Sampel : 10 ml/labu erlenmeyer

Data laju alir dan volume titrasi pada absorpsi CO2 dengan larutan NaOH dapat
dilihat pada tabel berikut:
Laju Alir Volumetrik
Variabel
(L/detik)
F1 3
F2 30
F3 3

Variabel
Parameter
T1 T2 T2-T1 VBaCl T3
Volume S4
8 8.6 0.6 1.11 8.1
(ml)
Volume S5 12.5 12.55 0.05 1.055 12.2

19 Universitas Indonesia
(ml)

Keterangan :
F1 : laju alir volumetrik air yang masuk kedalam packed column (L/detik)
F2 : Laju alir volumetrik udara yang masuk kedalam packed column (L/detik)
F3 : Laju alir volumetrik CO2 yang masuk kedalam packed column (L/detik)
T1 : Volume HCL yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH dan mengubah
karbonat menjadi bikarbonat (ml)
T2 : Total volume HCl yang ditambahkan hingga mencapai end point kedua
untuk menetralkan basa NaOH dan Na2CO3 (ml)
T3 : Volume HCl yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (ml)
T2-T1 : Volume HCl yang ditambahkan untuk menteralkan Na2CO3 (ml)
S4 : Saluran output yang terletak dibawah kolom (output)
S5 : Saluran output yang terletak dibawah tangki (input)
VBaCl : Volume BaCl yang ditambhakan kedalam sampel titrasi (ml)

Tujuan dari pengolahan data ini adalah menghitung jumlah CO 2 yang


terabsorp oleh air sehingga dapat dihitung nilai koefisien perpindahan massa CO 2
dengan air. Tahapan dan hasil pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a) Menghitung Fraksi CO2 Inlet dan Outlet
Dengan mengasumsikan bahwa gas CO2 merupakan gas ideal, maka dapat
dianggap bahwa fraksi mol CO2 sama dengan fraksi volumenya sehingga fraksi
mol CO2 yang masuk dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
V1
Y i=
V2

L
3
F3 detik
Y i= = =0,091
F2 + F 3 L L
30 +3
detik detik

Sedangkan fraksi mol CO2 yang keluar dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:

20 Universitas Indonesia
V 1 2 ml
Y 0= = =0,067
V 2 30 ml

b) Menghitung CO2 yang terabsorpsi


Jumlah gas CO2 yang terabsorpsi dapat dihitung menggunakan persamaan
neraca massa
Out = Accumulation

CO 2F out Y CO2 out =F CO 2Terabsorbsi


F Y

(F2 + F 3) Y i( F 2 + ( F 3F a ) ) Y i=F a

(Y iY 0 )(F 2+ F 3 )
Fa =
(1Y 0)

L L
Fa =
( 0,0910,067 ) 30 (detik
+3
detik )
=0,8489
L
(10,067) detik

Jumlah gas CO2 yang terabsorpsi dapat dinyatakan dalam gmol/detik dengan
konversi pada persamaan pada berikut :
Fa Pkolom mmHg

( )( )( 273
G a=
22,42
L

760 mmHg

T Kolom C +273 )
gmol

( )(
0,8489
detik 765 mmHg 273 gmol
G a=
22,42
L

760 mmHg

25+ 273 )(
=0,0349
detik )
gmol

c) Menghitung Jumlah Persentase CO2 yang Terabsorp/Terambil

CO 2= | |
Y iY o
Yi
100

CO 2= |0,0910,067
0.091 |100
CO 2=26,374

21 Universitas Indonesia
Tujuan dari pengolahan data ini adalah menghitung jumlah CO 2 yang
terabsorp oleh larutan NaOH sehingga dapat dihitung nilai koefisien perpindahan
massa CO2 dengan larutan NaOH.
I) Menghitung Jumlah CO2 Terabsorpsi Berdasarkan Senyawa NaOH Terurai
Konsentrasi NaOH yang masuk dan keluar dapat dihitung dari persamaan
stoikiometri untuk titrasi sebagai berikut:
mol ekuivalen basa=mol ekuivalen asam

( nbasa Cbasa ) V basa= ( nasam C asam ) V asam

( nasam Casam ) V asam


Cbasa =
nbasa V basa

a) Menghitung Konsentrasi NaOH yang masuk dan Keluar


Konsentrasi NaOH pada bagian inlet dan outlet dapat dihitung
meggunakan persamaan diatas. Dalam titrasi ini, senyawa asam yang digunakan
adalah HCl 0,2 M sedangkan senyawa basa yang digunakan adalah NaOH. V HCl
adalah volumme HCl yang ditambahkan untuk mentralkan NaOH yaitu T 3 untuk
sampel outlet (S4) dan inlet (S5) sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
( n HCl C HCl ) V HCl ( 1 0,2 M ) 0,0122l
C NaOH ,inlet = = =0,244 M
n NaOH V NaOH 1 0,01 l

( n HCl C HCl ) V HCl ( 1 0,2 M ) 0,0081l


C NaOH ,outlet = = =0,162 M
nNaOH V NaOH 1 0,01 l

b) Menghitung Jumlah CO2 yang Terabsorpsi


Jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk mengabsorpsi CO2 dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
GNaOH =F1 ( C NaOH ,inlet C NaOH , outlet )

l
GNaOH =3 ( 0,244 M 0,162 M )
detik

mol
GNaOH =0,246
s

Karena untuk mengabsorpsi tiap mol CO2 diperlukan 2 mol NaOH, maka jumlah
CO2 yang terabsorpsi yaitu setengah dari NaOH, yaitu 0,123 mol/detik.

22 Universitas Indonesia
II) Menghitung Jumlah CO2 Terabsorpsi Berdasarkan Senyawa Na2CO3 yang
Terbentuk
a) Menghitung Konsentrasi Na2CO3 yang Masuk dan keluar
Konsentrasi Na2CO3 pada bagian inlet dan outlet dapat dihitng
menggunakan persamaan diatas. Dalam titrasi ini, senyawa asam yang digunakan
adalah HCl 0,2 M sedangkan senyawa basa yang digunakan adalah Na 2CO3.
VHCl adalah volume HCl yang ditambahkan untuk menetralkan Na 2CO3 yaitu T2-
T3 untuk sampel outlet (S4) dan inlet (S5) Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
( nHCl C HCl ) V HCl ( 1 0,2 M ) ( 0,01250,0122 ) l
C Na2 CO3, inlet = = =3 103 M
n NaOH V NaOH 2 0,01 l

( nHCl C HCl ) V HCl (1 0,2 M ) ( 0,00860,0081)l


C Na2 CO3, outlet = = =5 103 M
n NaOH V NaOH 2 0,01l

b) Menghitung Na2CO3 yang Terbentuk dari Absorpsi CO2


Jumlah Na2CO3 yang terbentuk dari proses absorpsi CO 2 dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
GNa 2CO 3=F 3 ( C Na2 CO3,outlet C Na 2CO 3,inlet )

L 3 3
GNa 2CO 3=3 (5 10 M 3 10 M )
s

3 gmol
GNa 2CO 3=6,0 10
detik

c) Menghitung Jumlah Persentase CO2 yang Terabsorp/Terambil

CO 2= | |
Y iY o
Yi
100

CO 2= |0,0910,067
0.091 |100
CO 2=26,374

23 Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISIS
Pada praktikum absorbsi kali ini, diperlukan berbagai peralatan dan bahan
tertentu guna menunjang keberhasilan percobaan. Peralatan yang digunakan
seperti peralatan Hempl dan packed bed column dimana terjadinya proses
absorbsi yang diamati, serta beberapa peralatan standar pada praktikum kimia
seperti pipet tetes yang digunakan untuk memindahkan larutan dalam jumlah
sedikit, erlenmeyer tempat untuk mereaksikan larutan, dan buret yang digunakan
untuk mentitrasi larutan NaOH dengan HCl.
Selain itu, diperlukan juga beberapa bahan, seperti air dan NaOH 1 M yang
digunakan sebagai larutan pengabsorb (absorben) CO2 pada peralatan Hempl. Air
juga digunakan sebagai pelarut NaOH padat. Gas CO2 digunakan sebagai senyawa
yang akan diabsorb (absorbat) oleh larutan NaOH pada kolom absorbsi. HCl 0,2
M digunakan sebagai larutan titran pada saat mentitrasi larutan NaOH sampel.
BaCl2 5% wt ditambahkan ke larutan agar Na 2CO3 yang terbentuk dari reaksi
absorbsi CO2 dalam NaOH dapat mengendap. Indikator PP (phenolphthalein)
digunakan sebagai indikator pH suatu senyawa yang bekerja pada trayek basa
sehingga mengubah larutan basa menjadi berwarna merah muda. Indikator MO
(methyl orange) juga digunakan sebagai indikator pH suatu senyawa yang bekerja
pada trayek asam sehungga dapat mengubah larutan asam menjadi berwarna
merah muda.
Percobaan 1 : Absorbsi CO2 dengan Air Menggunakan Analisis Gas
Percobaan 3 ini bertujuan untuk mengetahui berapa gas karbon dioksida
yang dapat terabsorbsi oleh air dengan menggunakan analisis dari sampel gas
karbon dioksida yang tidak terabsorbsi oleh air. Pada percobaan kali ini, gas
karbon dioksida akan dianalisis dengan peralatan Hempl gas dengan
menggunakan prinsip dasar absorbsi, yaitu perpindahan massa antara senyawa
dengan konsentrasi lebih tinggi ke senyawa dengan konsentrasi lebih rendah,
dalam hal ini konsentrasi karbon dioksida lebih tinggi sehingga akan terabsorb ke
dalam air.
2 = 2 2

24 Universitas Indonesia
Gas karbondioksida yang tidak terabsorbsi akan masuk ke peralatab
Hempl yang telah disebutkan di atas. Namun sebelumnya, kita harus membuang
gas sisa yang berada di sekitar absorbtion globe dengan piston dengan tujuan agar
semua gas yang berada dalam sistem keluar sehingga sistem berada dalam
keadaan vakum. Hal ini dilakukan agar tidak ada gas sisa yang akan bercampur
dengan gas karbon dioksida yang nantinya akan dianalisis dengan alat ini.
Gas akan didorong oleh piston dalam jumlah tertentu. Kemudian piston
akan menarik sampel gas dalam jumlah tertentu. Sampel ini merupakan sampel
karbon dioksida yang tidak diabsrorb oleh air. Selanjutnya, piston didorong untuk
memasukkan sample gas ke dalam absorbsition globe yang sebelumnya telah
berisi NaOH 1M. NaOH berguna untuk mengabsorbsi CO2 Data yang diambil
selanjutnya adalah V2 yang merupakan volume CO2 yang telah terabsorbsi oleh
larutan NaOH yang ditunjukkan oleh skala, yang dalam perhitungan digunakan
sebagai jumlah CO2 pada aliran keluar Kemudian piston ditarik kembali, dengan
tujuan untuk menghilangkan udara yang tidak terabsorbsi oleh NaOH ke atmosfir,
karena NaOH hanya akan mengabsorb CO2.
Percobaan 2 : Absorbsi CO2 dalam Larutan NaOH Menggunakan Analisis
Larutan Cair
Percobaan 5 ini bertujuan untuk menentukan dan mempelajari pola
absorpsi karbondioksida dengan NaOH menggunakan alat analisis larutan yang
tersedia. Langkah pertama yang harus dilakukan pada percobaan ini adalah
mengisi tangki yang telah disediakan dengan NaOH 0.1 M sebanyak 30 liter.
Larutan NaOH dipilih sebagai absorben karena larutan CO2 akan bereaksi dengan
NaOH dan akan membentuk garam natrium karbonat, sesuai dengan persamaan
reaksi berikut:
2 + 2 23 + 2
Langkah selanjutnya adalah mengatur laju alir dari larutan sebesar 3
liter/menit dan laju alir udara sebesar 30 liter/menit serta laju alir karbon dioksida
sebesar 3 liter/menit. Laju alir karbon dioksida dan NaOH yang digunakan
cenderung kecil dengan tujuan agar waktu kontak antara NaOH dan CO2 akan
lebih besar sehingga semakin banyak karbon dioksida yang akan terabsorb oleh
NaOH. Langkah selanjutnya adalah menunggu kurang lebih selama 15 menit

25 Universitas Indonesia
hingga keadaannya steady state atau sudah cukup banyak karbon dioksida yang
telah teradsorbsi oleh NaOH untuk kemudian di titrasi. Cara mengetahui jumlah
CO2 yang terabsorpsi pada larutan NaOH adalah dengan mengetahui jumlah
NaOH dan Na2CO3 dalam sampel. Besarnya jumlah NaOH dan Na 2CO3 dalam
sampel dapat dihitung dengan metode titrasi menggunakan HCl.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah phenolphtalein (PP) dan
metil orange (MO). Sedangkan sampel yang akan di titrasi berjumlah 2, yaitu
sampel keluaran dari S4 dan S5. Langkah pertama adalah mengambil masing-
masing 10 mL larutan pada S4. Lalu larutan tersebut di teteskan larutan PP
sebanyak 3 tetes. Penambahan larutan PP bertujuan untuk menandakan apabila
larutan telah mencapai kesetimbangan dimana larutan ini akan membuat larutan
sampel menjadi bening (larutan berubah menjadi pink setelah ditambahkan PP)
ketika jumlah mol asam tepat sama dengan jumlah mol basa atau telah mencapai
titik akhir titrasi. Selanjutnya, larutan ditambahkan larutan indikator MO
sebanyak 3 tetes dan kemudian di titrasi kembali. Tujuan penambahan larutan MO
ini adalah untuk mendeteksi terbentuknya asam karbonat. Pemilihan indikator MO
berdasarkan pada trayek pH indikatornya yang berada di daerah asam.
Tahapan selanjutnya adalah menitrasi sampel yang telah ditambahkan
dengan BaCl2 dengan volume tertentu. Volume BaCl2 yang ditambahkan
bergantung pada jumlah HCl yang dibutuhkan pada saat titrasi dengan indikator
PP dan titrasi dengan indikator MO. Penambahan BaCl 2 ini dimaksudkan agar
terjadi pengendapan Na2CO3 ketika bereaksi dengan BaCl2 dengan reaksi sebagai
berikut :
23 + 2 3 + 2
Pengendapan Na2CO3 dimaksudkan agar dalam proses titrasi ini volume
HCl yang dibutuhkan hanya untuk menetralkan NaOH sehingga HCl tidak
bereaksi dengan Na2CO3. Setelah ditambahkan BaCl2 kemudian ditambahkan
larutan pp sebagai indikator. Kemudian NaOH dititrasi dengan menggunakan HCl
menurut reaksi :
+ + 2

26 Universitas Indonesia
Volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralkan NaOH disebut dengan
volume T3. Dari volume T3 ini dapat diperoleh konsentrasi NaOH sisa yang tidak
bereaksi membentuk Na2CO3 pada reaksi :
2 + 2 23 + 2
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menghitung jumlah gas CO2 yang
terabsorpsi pada larutan CO2. Untuk mencapai tujuan ini, pertama kita perlu
menentukan jumlah kandungan CO2 pada inlet dan outlet dari kolom absorpsi.
Fraksi CO2 pada inlet sebesar 0,091 dan fraksi CO2 pada outlet sebesar 0,067.
Hasil ini sesuai dengan hukum yang berlaku, di mana fraksi di outlet akan lebih
kecil dari pada fraksi di inlet karena terjadi peristiwa absorpsi. Selisih fraksi CO2
sebesar 0,024 menunjukkan jumlah CO2 yang terserap oleh pelarut, di mana pada
percobaan ini NaOH digunakan sebagai pelarut. CO2 yang terserap sebesar
26,37%.

Fraksi CO2 pada inlet dapat dihitung dengan F3/(F2+F3), yang merupakan
perbandingan antara laju alir volumetrik CO2 yang masuk ke dalam packed
column dengan lajur alir volumetrik total (CO2 dan udara) yang masuk ke dalam
packed column. Fraksi CO2 pada outlet dapat dihitung dengna menggunakan
V1/V2, di mana V1 merupakan volume CO2 yang terabsorpsi dan V2 merupakan
volume terlarutnya.

Banyaknya volume CO2 uang terabsorp oleh air di sepanjang kolom


absorpsi pada waktu tertentu sebesar 0,8489 L/detik. Dengan menggunakan
asumsi bahwa CO2 merupakan gas ideal dengan kondisi STP (1atm, 25 oC), dapat
diperoleh jumlah gas CO2 yang terabsorpsi tiap satuan waktu dalam gmol/detik,
yaitu 0,0349 gmol/detik. Hal ini menunjukan bahwa gas CO2 terserap kedalam
NaOH yang ditandai dengan perubahan volume awal dari NaOH dengan volume
akhir setelah CO2 berkontakan dengan NaOH.

Untuk mengetahui jumlah CO2 yang terabsorpsi juga dapat dilakukan


menggunakan analisis cair. Dengan menggunakan analisis cair, kita melakukan
pendekatan pada tingkat molekular, yang dicapai dengan menggunakan titrasil.
Data yang diperoleh dari percobaan ini adalah volume HCl yang dibutuhkan

27 Universitas Indonesia
untuk menetralisir NaOh dan mengubah karbonat menjadi bikarbonat (T 1), total
volume HCl yang ditambahkan untuk menetralkan basa NaOH dan Na2CO3 (T2)
dan volume asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (T3).

Jumlah gas CO2 yang terabsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan


dua pendekatan, pendekatan NaOH dan pendekatan Na2CO3. Kita dapat
menghitung jumlah CO2 yang terabsorpsi berdasarka senyawa NaOH yang
terurai. Konsentrasi CO2 diperoleh dengan persamaan dasar titrasi, di mana mol
ekuivalen basa = mol ekuivalen asam. Dengan menggunakan data volume HCl
(T3) diperoleh nilai konsentrasi NaOH pada inlet dari sampel S5 sebesar 0,246 M,
dan konsentrasi NaOH pada outlet dari sampet S 4 sebesar 0,162 M. Dari data ini,
diperoleh jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk mengabsorpsi CO2 dengan F1
sebesar 3 L/detik, yaitu 0,246 mol/detik. Karena tiap mol NaOH mengabsorpsi
setengah mol CO2, maka CO2 yang terabsorpsi sebesar 0,123 mol/detik.

Selanjutnya dilakukan pendekatan dengan perhitungan kosentrasi Na2CO3


yang terbentuk. Karbonat ini terbentuk karena adanya CO2 yang terabsorpsi dan
bereaksi dengan NaOH. Dari laju pembentukan karbonat, dapat diperoleh laju
CO2 yang terabsorp yaitu sebesar 0,006 mol/detik. Nilai ini sangat jauh berbeda
dengan nilai yang diperoleh dari pendekatan NaOH. Hal ini diperkirakan dapat
terjadi karena ketika ditambahkan BaCl2, tidak semua karbonat mengendap
sehingga mengganggu konsentrasi pada sampel. Gangguan ini dapat menganggu
konsentrasi yang terukur. Selain itu, dengan menggunakan titrasi, sangat rawan
terjadi kesalahan akibat tidak tepatnya waktu pemberhentian titrasi. Hal-hal ini
akan dibahas lebih lanjut pada analisis kesalahan.

28 Universitas Indonesia
Pada percobaan ini, ada beberapa kesalahan yang terjadi sehingga dapat
mengganggu hasil yang diperoleh. Pada percobaan dengan analisis gas, waktu
tinggal gas CO2 pada globe sangat berpengaruh pada banyaknya gas CO2 yang
tertinggal. Semakin lama gas CO2 berada pada globe, semakin banyak CO2 yang
dapat diabsorp. Pada analisis gas, kita hanya memperhatikan perubahan volume
yang terjadi dan menganggapnya sebagai gas CO2 yang terabsorpsi. Tetapi,
karena udara yang digunakan adalah udara atmosferik, maka tidak menutup
kemungkinan bahwa ada gas-gas selain CO2 yang ikut terabsorpsi pada larutan
sehingga perbedaan volume yang terukur tidak murni menunjukkan absorpsi CO2.

Pada percobaan dengan analisis cair, konsentrasi dari reservoir sangat


berpengaruh. Pada saat melakukan percobaan, praktikan pada awalnya salah
menghitung jumlah NaOH pada yang dibutuhkan agar konsentrasi tanki menjadi
0,2 M sehingga pada saat melakukan titrasi, tidak terjadi perubahan warna seperti
yang seharusnya terjadi. Pada perhitungan modul ini, kita mengabaikan adanya
jatuh tekanan dalam packed column, padahal pada kenyataannya terjadi jatuh
tekanan sehingga dapat mempengaruhi laju alir udara dan juga cairan. Tidak
meratanya aliran pada seluruh bagian packed column juga ikut berpengaruh,
karena hal ini menyebabkan tidak merata dan maksimalnya kontak yang terjadi
antara gas dan cairan yang mengalir. Waktu pengambilan sampel S4 dan S5 juga
seharusnya dilakukan pada saat yang bersamaan, sehingga nilai konsentrasi yang
diperoleh berada pada titik (waktu) yang sama, mengingat bahwa sistem ini
merupakan sistem tak tunak. Selain itu, kesalahan pada saat melakukan titrasi,
juga mempengaruhi perhitungan konsentrasi sampel yang diukur. Adanya
ketidakmurnian dari bahan yang digunakan, serta kesalahan paralaks juga tidak
dapat dihindari pada percobaan ini.

29 Universitas Indonesia
BAB V

30 Universitas Indonesia
31 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai