Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis ini. Sehingga perlu adanya pembahasan
yang lebih terperinci.

Secara anatomi ,Testis adalah organ genitalia pria yang teletak di skrotum. Ukuran tetstis pada orang dewasa
adalah 4 x 3 x 2.5 cm. dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan
tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albugine terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas
lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan
testis untuk dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperature testis agar
tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam
tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli, sedang di antara tubuli seminiferi terdapat
sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel-sel spermatozoa. Sel-sel
Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial
testis berfungsi dalam menghasilkan hormone testosterone.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan/maturasi
di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas
deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari
epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis, serta cairan prostate, membentuk cairan semen atau mani.
Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang merupakan cabang
dari aorta, arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan arteri kremasterika yang merupakan
cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul meninggalkan testis berkumpul
membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai
varikokel. (2)

BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada
testis. Keadaan ini diderita oleh I diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, paling banyak diderita
oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Disamping itu, tak jarang janin yang masih berada dalam uterus
atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis
baik unilateral maupun bilateral.(2)
Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat menyebabkan terjadinya strangulasi dari
pembuluh darah, terjadi pada pria yang jaringan di sekitar testisnya tidak melekat dengan baik ke scrotum.
Testis dapat infark dan mengalami atrophy jika tidak mendapatkan aliran darah lebih dari enam jam. (5)

II. ETIOLOGI

Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas. Pergerakan yang bebas tersebut ditemukan
pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1.
Mesorchium yang panjang.
2.
Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal.
3.
Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis. (3)

Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga dapat menyebabkan terjadinya torsio
testis. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pergerakan berlebihan itu antara lain ; perubahan suhu
yang mendadak (seperti saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat,
defekasi atau trauma yang mengenai scrotum.

Pada masa janin dan neonatus, lapisan yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan
penyangganya sehingga testis, epididimis dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan
untuk terpeluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio
testisekstravaginal. (2)
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyangga testis. Tunika
vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada
keadaan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding
skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika
vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Keadaan ini dikenal sebagai anomali bell clapper.
Keadaan ini menyebabkan testis mudah mengalami torsio intravaginal. (2)

III. GAMBARAN KLINIS/ sign and sympton

Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala sebagai berikut :


1.
Nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor predisposisi
2.
Scrotum yang membengkak pada salah satu sisi
3.
Mual atau muntah
4.
Sakit kepala ringan (7)

Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark dapat menyebabkan
perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan bengkak. Pasien sering mengalami
kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman. (6)

Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga ditemukan nyeri alih di daerah inguinal atau
abdominal. Jika testis yang mengalami torsio merupakan undesendensus testis, maka gejala yang yang timbul
menyerupai hernia strangulata.(3)

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Dalam phisical examination, Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada
testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau
penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam. (2)
Testis kanan dan testis kiri seharusnya sama besar. Pembesaran asimetris, terutama jika terjadi secara akut,
menandakan kemungkinan adanya keadaan patologis di satu testis. Perubahan warna kulit scrotum, juga dapat
menandakan adanya suatu masalah. Hal terakhir yang perlu diwaspadai yaitu adanya nyeri atau perasaan
tidak nyaman pada testis. (6)Reflex cremaster secara umum hilang pada torsio testis. Tidak adanya reflex
kremaster, 100% sensitif dan 66% spesifik pada torsio testis. Pada beberapa anak laki-laki, reflex kremaster
dapat menurun atau tidak ada sejak awal, dan reflex kremaster masih dapat ditemukan pada kasus-kasus
torsio testis, oleh karena itu, ada atau tidak adanya reflex kremaster tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya
acuan mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis torsio testis. (5)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut scrotum yang lain
adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis, yang kesemuanya
bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis. (2)Sayangnya, stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional
tidak terlalu bermanfaat dalam menilai aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat
membantu, tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat ditangani. Ultrasonografi
Doppler berwarna merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding dengan
pemeriksaan nuclear scanning. Ultrasonografi Doppler berwarna dapat menilai aliran darah, dan dapat
membedakan aliran darah intratestikular dan aliran darah dinding scrotum. Alat ini juga dapat digunakan untuk
memeriksa kondisi patologis lain pada scrotum. (8)

Color Doppler ultrasonogram showing acute torsion affecting the left


testis in a 14-year-old boy who had acute pain for four hours. Note decreased blood flow in the left testis
compared with the right tstis.

Color Doppler ultrasonogram showing late torsion affecting the right testis
in a 16-year-old boy who had pain for 24 hours. Note increased blood flow around the right testis but absence of
flow within the substance of the testis
Color Doppler ultrasonogram showing inflammation (epididymitis) in a 16-
year-old boy who had pain in the left testis for 24 hours. Note increased blood flow in and around the left testis
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan pemeriksaan darah tidak
menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang sudah lama dan mengalami keradangan steril. (2)

VI. DIAGNOSIS (8,9)

Diagnosis torsio testis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Secara
umum, digambarkan pada bagan Alogaritma dan Clinical Pathway Torsio Testis / Testicular Torsion;
Protocol for the diagnosis and treatment of the acute scrotum. (8)
VII. DIAGNOSIS BANDING (1,2,4,5)

1. Epididimitis akut. Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri scrotum akut biasanya
disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra, adanya riwayat coitus suspectus (dugaan
melakukan senggama dengan selain isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada
pemeriksaan, epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehns sign, yaitu jika testis yang terkena
dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehns sign positif), sedangkan pada torsio
testis nyeri tetap ada (Prehns sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun
dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata. Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat keluar masuk ke dalam

scrotum.
3. Hidrokel

4. Tumor testis. Benjolan dirasakan tidak nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis

5. Edema scrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya sumbatan saluran limfe
inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik).
Perbedaan antara torsio testis, torsio appendix testis dan epididimitis dapat dilihat pada tabel di bawah ini. (8)

Diagnosis of Selected Conditions Responsible for the Acute Scrotum

Onset of Cremasteric
Condition symptoms Age Tenderness Urinalysis reflex Treatment

Testicular Surgical
torsion Acute Early puberty Diffuse - + exploration

Bed rest and


Appendice Localized to scrotal
al torsion Subacute Prepubertal upper pole - + elevation

Epididymiti
s Insidious Adolescence Epididymal +/- + Antibiotic

Torsio testis

Torsio appendix testis

Epididimitis

VIII. PENATALAKSANAAN /management

1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat mengembalikan aliran
darah. (5)

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah
berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial, maka dianjurkan untuk memutar testis
ke arah lateral terlebih dahulu, kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah medial.

Metode tersebut dikenal dengan metode open book (untuk testis kanan), Karena gerakannya seperti
membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat menghilang pada kebanyakan pasien. Detorsi manual
merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat
menghindarkan dari prosedur pembedahan. (2,5)

Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat darurat, pada anak dengan
scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak
sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai
tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang
menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat torsio. (5)

2. Operatif

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk mempercepat proses
pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting.
Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang
mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.

Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :

1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis


2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya kemungkinan testis
masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli masih mempertahankan
pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk
membuktikan diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi
pada testis kontralateral. (5)

Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan karena testis
kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu. (3,5,7)
Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul pada testis
kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang tidak diserap pada tiga tempat untuk
mencegah agar testis tidak terpuntir kembali. Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis,
dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah
mengalami nekrosis jika tetap berada di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi antisperma
sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari. (2)

IX. KOMPLIKASI (5)

1. Atropi testis
2. Torsio rekuren
3. Wound infection
4. Subfertility

Nyeri yang dirasakan meluas hingga perut danterasa mulas, selain itu disertai muntah. Hal
ini dikarenakan inervasi dari testis, yaitu plexus testicularis, merupakan percabangan dari
N. Thoracalis X-XII yang merupakan cabang dari ganglion coeliacum, yang juga merupakan
pangkal inervasi dari gaster. Plexus testicularis juga merupakan percabangan dari N.
Lumbal I-II yang merupakan cabang dari nervus genitofemoralis yang mempercabangkan
ganglion mesenterica superior, yang juga menginervasi jejunum dan ileum.

Tidak ada gangguan BAK dan masih bisa kentut memperkuat dugaan torsio testis, karena
gangguan miksi yang terasa panas dan terbakar lebih sering terjadi pada orchio-
epididimitis. Selain itu, tidak adanya gangguan flatus menandakan keluhan yang timbul
tidak berasal dari traktus gastrointestinal.

Hasil dari pemeriksaan fisik semakin memperkuat penegakan diagnosis torsio


testis. Scrotum kiri lebih sering mengalami torsio, karena letak yang lebih rendah dengan
funiculus spermaticus yang lebih panjang, sehingga scrotum kiri terlihat lebih tinggi, posisi
melintang, dan tampak lebih besar dibanding dengan scrotum kanan. Funiculus
spermaticus memuntir, dan bertambah pendek, sehingga scrotum kiri kemudian menjadi
bertambah tinggi, dan berubah posisi menjadi melintang. Warna scrotum kanan dengan
kiri yang sama menunjukkan bahwa gangguan vascularisasi yang terjadi mungkin belum
menunjukkan tanda bahaya akibat iskemia jaringan, misalnya tampak berwarna
biru. Begitu pula dengan adanya nyeri yang menetap saat scrotum diangkat (tanda
dari Prehn). Tidak ada pembengkakan pada daerah inguinal menandakan tidak terdapatnya
infeksi atau metastasis carcinoma di inguinal.

Tindakan operasi yang dimaksud harus cepat dilaksanakan, karena apabila lewat dari 6
jam sejak keluhan nyeri muncul, maka akan terjadi nekrosis dari jaringan testis itu
sendiri, sehingga dapat menyebabkan kemandulan di kemudian hari jika operasi tidak
segera dilaksanakan.
Testis merupakan tempat di mana terjadi proses spermatogenesis. Saluran reproduksi
merupakan jalannya sperma dari testis keluar tubuh. Terdiri atas ductus epdidimis, ductus
deferens, ductus ejaculatorius, serta urethra. Sedangkan galndula ascessoria terdiri atas
glandula prostat, galndula bulbourethralis, dan vesica seminalis. Sedangkan organ genitalia
eksterna meliputi scrotum dan penis.

Testis dan Scrotum


Testis merupakan tempat di mana terjadi spermatogenesis atau pembentukan sperma.
Testis berjumlah dua buah, berbentuk lonjong yang pada facies anterior cenderung cembung
dan pada facies posterior cenderung datar.
Testis dilapisi oleh tunica albuginea dan tunica vaginalis. Tunica vaginalis terdiri atas
dua lapisan yaita pars visceralis yang melapisi testis dan pars parietalis yang berada di
sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat suatu ruang yang disebut cavitas scrotalis. Di
sebelah luar dari lamina parietalis tunica vaginalis terdapat musculus cremasterica.

Scrotum merupakan pembungkus dari testis. Dari dalam ke luar scrotum terdiri atas
fascia scrotalis superficialis, musculus dartos, dan kulit. Fungsi dari musculus dartos adalah
untuk menjaga suhu testis. Suhu testis normal berada pada kisaran 1.1 oC lebih rendah dari
suhu tubuh. Ketika suhu lingkungan panas, musculus dartos akan dilatasi. Dan ketika suhu
lingkungan dingin, musculus dartos akan mengkerut.
Perkembangan testis.
Ketika masih fetus, testis berkembang pada bagian abdomen tubuh, di dekat ginjal.
Suatu kumpulan ikat bernama gubernaculus testis mengikat testis pada tempatnya. Ketika
fetus mulai tumbuh, gubernaculus testis tidak ikut tumbuh. Akibatnya seolah-olah testis
bergerak turun. Penurunan testis karena pertumbuhan fetus ini disebut descencus
terticulorum. Suatu keadaan ketika salah satu atau kedua testis tidak turun ke dalam scrotum
dinamakan undescencus testiculorum, atau cryptorchidismus. Kelainan ini dapat diobati
secara pembedahan.
Saluran yang menghubungkan antara rongga peritoneum dengan rongga testis disebut
canalis inguinalis. Pada canalis inguinalis terdapat struktur yang merupakan kumpulan dari
berbagai macam organ yang disebut corda testicularis. Oragn yang mengisi corda testicularis
ini antara lain adalah arteri deferentialis, arteri cremasterica, plexus pampiniformis, nervus
genitofemoralis, dan ductus deferens.
Saluran Reproduksi (Tractus genitalis)
Saluran reproduksi merupakan suatu saluran sebagai tempat lewatnya sperma dari testis
menuju keluar tubuh. Tractus ini terdiri atas epididimis, ductus deferens, ductus ejaculatorius,
dan urethra. Fungsi dari saluran reproduksi ini adalah sebagai media pamatangan,
penyimpangan, transportasi dari spermatozoa.
Epididimis
ketika spermatozoa keluar dari testis, spermatozoa tersebut telah mature namun belum
cukup fungsional untuk melakukan pembuahan terhadap ovum. Spermatozoa masih bersifat
immobile. Cilia yang berada pada epitel ductuli efferent menggerakan spermatozoa menuju
ke epididimis. Epididimis merupakan suatu saluran berkelok-kelok, awal dari tractus
genitalis. Epididimis terdiri atas tiga bagian, yaitu caput epididimis, corpus epididimis, dan
cauda epididimis.
Ductus Deferens
Merupakan saluran panjang (sekitar 40 cm) yang berasal dari epididimis. Ductus deferens
terdiri atas otot polos yang tebal dengan epitel pseudostratified columnar bersilia. Fungsinya
adalah sebagai upaya kontraksi dan transportasi spermatozoa di sepanjang ductus deferens.
Ketika bersilangan dengan ureter, ductus deferens akan sedikit melebar. Pelebaran dari
ductus deferens ini disebut ampula ductus deferentis. Ampula ductus deferentis akan
bergabung dengan ductus dari vesica seminalis dan membuat saluran pendek bernama ductus
ejaculatorius.
Ductus Ejaculatorius
Merupakan saluran pendek hasil penggabungan ampula ductus deferentis dengan ductus
vesica seminalis. Ductus ejaculatorius kemudian akan menembus lapisan muscular kelenjar
prostat dan bermuara ke urethra pars prostatica.
Urethra
Merupakan saluran panjang dari dinding posterior urethra pars prostatica hingga orificium
urethra eksternum. Yang artinya urethra akan dikeluarkan dari tubuh. Urethra terbagi menjadi
beberapa bagian berdasarkan organ yang dilewatinya.
a. Pars prostatica

Urethra pars prostatica merupakan saluran urethra yang berada di bagian prostat.
b. Pars membranacea

Urethra pars membranacea merupakan saluran urethra yang menembus bagian diafragma urogenital. Memanjang dari bagian apex
prostat ke bagian basis dari bulbus urethra. Pars membranacea dikelilingi oleh Sphincter urethrae membranaceae.
c.

Pars spongiosa
Merupakan bagian urethra yang paling panjang. Urethra pars spongiosa berjalan melewati corpus spongiosum dari penis.

Glandula Ascessoria
Glandula Ascessoria genitalis merupakan glandula yang ada di sekitar tractus genitalis
dan mensekresi sekret akan bercampur dengan cairan yang ada pada tractus genitalis.
Glandula tersebut antara lain Glandula Seminalis, Glandula Prostatica, dan Glandula
Bulbourethralis. Fungsi dari sekret-sekret tersebut antara lain :
1. Mengaktivasi spermatozoa

2. Menyediakan nutrisi yang berguna untuk motilitas spermatozoa

3. Menggerakan spermatozoa selama berada di tractus genitalis utamanya dengan kontraksi peristaltik

4. Menghasilkan buffer sebagai netralisasi keasaman lingkungan vagina

Glandula Seminalis
Glandula seminalis terletak di antara posterior vesica urinaria dan rectum. Terdapat
sepasang glandula dan berbentuk berbenjol-benjol. Dari glandula seminalis akan keluar
sebuah ductus bernama ductus vesicula seminalis, ductus ini kemudian akan bergabung
dengan ampula ductus deferentis membentuk ductus ejaculatorius.
Glandula seminalis merupakan glandula yang sangat aktif. Mensekresi sekitar 60% dari
total semen yang keluar dari OUE. Sekret glandula seminalis mengandung berbagai macam
zat yang penting bagi kelangsungan spermatozoa untuk proses pembuahan.
Kandungan sekret glandula seminalis antara lain
a. Fruktosa

Cairan dengan konsentrasi fruktosa tinggi akan langsung dimanfaatkan oleh sperma untuk motilitas.
b. Prostaglandin

Berfungsi untuk perangsang kontraksi otot polos pasa tractus genitalia maskulina maupun ketika sudah berada pada genitalia
feminima.
c. Fibrinogen

Akan membuat clot sementara setelah cairan semen masuk ke dalam genitalia feminima.
Glandula Prostat
Merupakan organ berbentuk agak bulat yang melingkari urethra. Terletak di sebelah
anterior dari rectum sehingga dapat diraba menggunakan teknik rectal toucher. Glandula ini
menghasilkan cairan prostat yang memiliki sifat pekat. Cairan ini menyumbang 20-30% dari
cairan semen.
Glandula prostat juga menghasilkan seminoplasmin, suatu protein yang mencegah
infeksi pada tractus urinarius.
Glandula Bulbourethralis
Disebut juga glandula cowper, merupakan glandula yang terletak pada bagian basis dari penis
dan dilapisi oleh fascia diafragma urogenital. Berbentuk agak bulat dan mensekresi cairan
alkali yang berfungsi untuk menetralkan pH vagina.

Organa genitalia maskulina eksterna


Organ eksterna dari genitalia maskulina adalah scrotum dan penis. Disebut eksterna
karena memang terletak pada bagian luar. Scrotum sudah terlebih dahulu dibahas. Dan pada
bagian ini akan dibahas mengenai penis.
Penis
Penis biasanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu pars fixa dan pars libera. Pars fixa
merupakan bagian yang melekat pada dinding tubuh dan dilekati oleh ligamnetum jaringan
ikat kuat sehingga tidak bisa bergerak. Pars libera merupakan bagian penis yang leluasa
pergerakannya.
Pars Fixa terdiri atas bulbus penis dan crura penis. Bulbus penis dilapisi oleh musculus
bulbocavernosus. Bentuk dari bulbus penis ini seperti kantung dan akan berubah menjadi
corpus spongiosum pada bagian pars libera. Sedangkan crura penis merupakan salah satu
bagian dari radix penis. Dilapisi oleh musculus ischiocavernosus, crura penis akan berubah
menjadi corpora spongiosa ketika berada pada pars libera.
Bagian-bagian dari penis keseluruhan antara lain adalah radix penis, shaft penis,
collumn penis, dan glands penis. Radix penis merupakan bagian yang terfiksasi dan berfungsi
untuk memfiksasi penis. Shaft penis merupakan tubuh dari penis, memanjang dari basis pars
libera hingga bagian posterior glands penis. Collumn penis merupakan bagian antara shaft
dan glands penis. Glands penis sendiri merupakan bagian dari corpus spongiosum yang
melebar berbentuk seperti payung.
Kulit pada bagian penis hampir sama dengan pada bagian scrotum. Kulit yang khas
pada penis adalah preputium, sejenis kulit yang melingkari ujung penis. Pada daerah ini
terdapat glandula preputial. Galndula ini akan mensekresi zat yang bernama smegma.
Sayangnya, smegma ini merupakan media yang disukai bakteri untuk tumbuh. Sehingga
meningkatkan resiko infeksi dan kanker penis. Cara untuk pencegahannya adalah dengan
selalu membersihkan bagian tersebut atau dilakukan sirkumsisi. Pengertian sirkumsisi adalah
memotong sebagian preputium sehingga bagian glans dari penis terbuka, sehingga smegma
dapat keluar dan bagian tersebut menjadi bersih.
2.2 Histologi Systema Genitalia Masculina
Sistem genitalia maskulina terdiri dari duktus genitalis, kelenjar tambahan dan penis. Dalam
hal ini ada beberapa bangunan penting yang harus diketahui, yaitu :
1. Tubulus Kontortus Seminiferus
Dindingnya terdiri dari 3 lapis : Tunika propia, membrana basalis dan epitel germinativum. Tunika propia tersusun oleh jaringan pengikat
fibroelastis. Membrana basal tipis dan homogen. Epitel germinativum tersusun oleh sel sel secara epiteloid dan berlapis. Ada dua
macam sel disini yaitu : (1) sel sertoli, sel penyokong, sustentakuler. (2) sel spermatogenik.
2. Ductus Ekskretorius
Terdiri atas :
a. Tubuli seminiferi rekti
Penampang 20-25 mikron ke mediastinum testis membentuk rete testis yang memiliki silia
atau flagela
b. Ductus Eferent
Berjumlah 7-15 buah dengan penampang 0,6 mikron dilapisi epitel selapis dengan tinggi yang tidak sama. Sel yang rendah mempunyai
brush border, sel yang tinggi mempunyai silia untuk menggerakkan sperma.
c. Ductus epididimis
Saluran tunggal yang berkelok. Pada bagian proksimal dilapisi epitel pseudokompleks
kolumner dengan stereosilia, pada bagian distal didapatkan sel berbentuk anguler melekat
pada membran basal.
d. Ductus Deferent
Berjalan lurus, lumennya besar, dindingnya tebal. Lamina propia membentuk lipatan longitudinal. Dindingnya dilapisi sel epitel
pseudokompleks kolumner dengan stereosilia.
e. Ductus Ejakulatorius
Epitelnya pseudokompleks kolumner atau kolumner simpleks. Di dekat muara ureter epitelnya berubah menjadi transisional.
Mukosanya membentuk banyak lipatan tipis yang mencapai jauh ke dalam lumen, jaringan pengikatnya didominasi sabut elastic.
3. Urethra Pria
Dibagi menjadi 3 segmen:
a. Pars prostatika
Saat menembus kelenjar prostat, tempat muara ductus ejakulatorius dan kelenjar prostat, epitelnya transisional.
b. Pars membranacea
Mulai dari puncak prostat berakhir pada bulbus kavernosum penis, diliputi epitel pseudokompleks kolumner.
c. Pars kavernosa
Pada saat melalui korpus kavernosum penis bermuara pada ujung gland penis, diliputi oleh epitel kolumner kompleks dan beberapa
dengan epitel skuamos kompleks.
4. Kelenjar Tambahan
a. Kelenjar Prostat
Merupakan kumpulan 30-50 kelenjar tubuloalveolar kompleks. Epitel bervariasi tergantung aktivitas kelenjar ( dapat kolumner simpleks,
kuboid simpleks atau squamos simpleks.
b. Kelenjar Vesikula Seminalis
Epitel pseudokompleks kolumner atau bervariasi tergantung aktivitas kelenjar
2.3 Fisiologi Systema Genitalia Masculina
STRUKTUR
Testis adalah genitalia pria yang terletak di skrotum, ukuran testis pada orang dewasa
adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15 25 ml berbentuk avoid. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea
terdapat tunika vagainalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis serta tunika dartos.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan/maturasi diepididimis. Epididimis
adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput, korpus dan kaudo epididimis korpus epididimis dihubungkan dengan testis
melalui duktuli eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal epididimis
berhubungan dengan vasa deferens.

Vas Deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30 35 cm, dan berakhir
pada duktus ejakulatorius di uretra posterior. Dalam perjalanannya menuju duktus
ejakularius, duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1) pars tunika vaginalis, (2)
pars skrotalis, (3) pars inguinlais, (4) pars palvileum dan (5) pars ampularis.
Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke
ampula vas deferens. Vesikula seminalis serta cairan prostat membentuk cairan semen atau manis.

Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari kelenjar prostat panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk
sakula-sakula. Vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen. Cairan ini diantaranya adalah fruktosa,
berfungsi dalam memberi nutrisi pada sperma. Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di dalam duktus
ejakularius.

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah kandung kencing, di atas diafragma
urogenitale dan meliputi bagian pertama uretra. Terdiri atas 2 lobus lateral dan 1 lobus
medial. Salurannya dilapisi oleh epitel torak dan bermuara pada uretra pars prostatika.
GAMETOGENESIS DAN EJAKULASI
Testis mendapatkan darah dari berbagai cabang arteri yaitu arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, arteri
deferensialis cadang dari arteri epigastika.

Sawar darah. Testis taut kedap (tight junction) antara sel sertoli berdekatan lamina basalis membentuk sawar darah testis yang
mencegah protein dan molekul besar lain berjalan dari jaringan interstisial dan bagian lumen tubulus (ruangan basal) ke daerah dekat
lumen tubulus (ruangan adluminal) dan lumen.

Spermatogenesis (sel benih primitif dekat lamina basalis tubulus seminiferi) matang ke
spermatosit primer. Proses ini dimulai selama adolesen. Spermatosit primer mengalami
pembelahan miosis yang mengurangi spermatosit sekunder dan kemudian ke spermatoid yang
mengandung jumlah haploid 73 kromosom.
Efek suhu. Spermatogenesis memerlukan suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan interior
badan. Testis normalnya dipertahankan pada suhu sekitar 32 C.
Semen. Cairan yang diejakulasikan pada waktu orgasme (semen) mengandung sperma serta
sekresi vesikulo seminalis, prostat, glandula cowper dan mungkin glandula urethra. Volume
rata-rata per ejakulasi 2,5 3,5 ml setelah beberapa hari pantang. Walau ia hanya mengambil
1 sperma untuk memfertilisasi ovum, namun normalnya sekitar 100 juta sperma per mililiter
semen.
Ejakulasi merupakan refleks spinalis 2 bagian yang melibatkan emisi (gerakan semen ke dalam urethra) dan ejakulasi yang sebenarnya
dorongan semen keluar urethra pada waktu orgasme.

Ereksi dimulai dari penglihatan atau dari bau yang dapat menyebabkan dilatasi arteriola penis akibat rangsangan dari hipotalamus yang
menyebabkan jaringan eriktil penis terisi dengan darah, maka vena tertekan, yang menyumbat aliran keluar dan menambah turgor
organ ini. Pusat terpadu di dalam pars lumbalis medula spinalis diaktivasi oleh impuls dalam aferen dari genetalia dan traktus
desendens yang memperantarai ereksi dalam respon terhadap rangsangan psikis erotik. Serabut parasimpatis eferen terletak dalam
nervus splanchnicus pelvis (nervi erigentes). Serabut yang mungkin mengandung asetikolin dan VIP sebagai konstransmiter, serta
pelepasan keduanya menimbulkan vasodilatasi dalam kasus apapun, suntikan VIP lokal menimbulkan ereksi. Impuls vasokontriktor ke
arteriola mengakhiri ereksi.

FUNGSI ENDOKRIN TESTIS


Kimiawi dan biosintesis testosteron (hormon utama testis) merupakan steorid C 19 dengan suatu gugusan OH pada posisi 17, ia
disintesis dari kolesterol dlam sel lydig.

Sekresi, kecepatan sekresi testosteron 4 9 mg/hari (13,9 31,2 n mol/hari) dalam pria dewasa normal.

Transpor dan metabolisme, sembilan puluh persen testosteron dlam plasma terikat ke protein, 40% diikat ke b-globulin yang dinamakan
globulin pengikat steroid gonad (GBG : Gonad Steroid dinding globulin) atau globulin pengikat steroid seks, 40 % ke albumin dan
17% ke protein lain. (Purnomo,2006)

2.4 Macam-macam Kelainan Systema Genitalia Masculina


2.4.1 Torsio Testis
DEFINISI
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis dan
epididymis.1 Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan vaskuler yang murni dan
memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini tidak ditangani dalam waktu
singkat (dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri) dapat menyebabkan infark dari testis, yang
selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis.
Torsio testis juga kadang-kadang disebut sebagai sindrom musim dingin. Hal ini
disebabkan karena torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin.3 Torsio testis juga
merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda,
dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.4 Torsio testis harus
selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut scrotum hingga terbukti tidak, namun
kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan nyeri testis lainnya.
Penyebab dari akut scrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat. Sekitar dua per
tiga pasien, anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Keterlambatan dan kegagalam dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio
yang berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis dan jaringan
disekitarnya.
Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan darurat yang harus segera dilakukan karena
angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun seiring dengan
bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering hilangnya testis
setelah torsio adalah keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam
diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi (13%).
PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan patofisiologinya yaitu intravagina dan
ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika vaginalis dan disebabkan oleh
karena abnormalitas dari tunika pada spermatic cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi
posterior dari epididymis dan investment yang tidak komplet dari epididymis dan testis
posterior oleh tunika vaginalis memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan
fiksasi yang tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk bell-clapper deformitas,
dan keadaan ini menyebabkan testis mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi
torsio. Torsio ini lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh testis dan tunika terpuntir pada axis vertical
sebagai akibat dari fiksasi yang tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap
dinding scrotum, sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini
sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.

Gambar A. Ekstravagina torsio B Intravagina torsio

MANIFESTASI KLINIS
Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa
timbul mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut derajat kelainan.
Riwayat trauma didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari sepertiga pasien mengalami
episode nyeri testis yang berulang sebelumnya.2,10 Derajat nyeri testis umumnya bervariasi
dan tidak berhubungan dengan luasnya serta lamanya kejadian.
Pembengkakan dan eritema pada scrotum berangsur-angsur muncul. Dapat pula
timbul nausea dan vomiting, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala yang jarang
ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang
membedakan dengan orchio-epididymitis.10
Adapun gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :
Nyeri perut bawah
Pembengkakan testis
Darah pada semen

TATALAKSANA
1. Reduksi Manual
Sekali diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan pemulihan aliran
darah ke testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi pembedahan.
Pada waktu yang sama ada kemungkinan untuk melakukan reposisi testis secara manual
sehingga dapat dilakukan operasi elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit
dilakukan oleh karena sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.
Pada umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset timbulnya
nyeri hingga pasien datang. Jika pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka
dapat diupayakan tindakan detorsi manual dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan
terapi non invasif yang dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml
Lidocain atau Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam dan ke arah
midline, sehingga detorsi dilakukan keluar dan ke arah lateral. Selain itu, biasanya torsio
terjadi lebih dari 360o, sehingga diperlukan lebih dari satu rotasi untuk melakukan detorsi
penuh terhadap testis yang mengalami torsio.
Tindakan non operatif ini tidak menggantikan explorasi pembedahan. Jika detorsi
manual berhasil, maka selanjutnya tetap dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam.
Dalam literatur disebutkan bahwa tindakan detorsi manual hanya memberikan angka
keberhasilan 26,5%. Sedangkan penelitian lain menyebutkan angka keberhasilan pada 30-
70% pasien.
2. Pembedahan
Dalam hal detorsi manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual tidak
berhasil dilakukan maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera dilakukan. Pada
pasien-pasien dengan riwayat serangan nyeri testis yang berulang serta dengan pemeriksaan
klinis yang mengarah ke torsio sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan. Hasil yang
baik diperoleh bila operasi dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri. Setelah 4
hingga 6 jam biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis yang mengalami torsio.
Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui insisi scrotal midline untuk melihat testis
secara langsung dan guna menghindari trauma yang mungkin ditimbulkan bila dilakukan
insisi inguinal. Tunika vaginalis dibuka hingga tampak testis yang mengalami torsio.
Selanjutnya testis direposisi dan dievaluasi viabilitasnya. Jika testis masih viabel dilakukan
fiksasi orchidopexy, namun jika testis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy guna
mencegah timbulnya komplikasi infeksi serta potensial autoimmune injury pada testis
kontralateral. Oleh karena abnormalitas anatomi biasanya terjadi bilateral, maka orchidopexy
pada testis kontralateral sebaiknya juga dilakukan untuk mencegah terjadinya torsio di
kemudian hari. (emedicine, 2012)
2.4.2 Hydrocele
DEFINISI
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam
rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh
sistem limfatik di sekitarnya.
ETIOLOGI
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder.
Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang
menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel.
Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.
Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun
obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus
dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel
yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan
pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak
kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1)
hidrokel testis, (2) hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting
karena berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan
koreksi hidrokel.
Gambar 3. Hidrokel komunikans (pada anak)
Gambar 4. Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)
Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis
tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah
kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel.
Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis,
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak
menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam
rongga abdomen.
TATALAKSANA
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan
harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi.
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang
kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah : (1) hidrokel yang
besar sehingga dapat menekan pembuluh darah, (2) indikasi kosmetik, dan (3) hidrokel
permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya
sehari-hari.
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan
herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan scrotal dengan melakukan
eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong
hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in
toto.

2.4.3 Trauma Testis


DEFINISI
Trauma testis didefinisikan sebagai trauma (dapat berupa tumpul dan tajam) yang
menimbulkan pembengkakan pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan
intratestikular(hematocele) dan berbagai macam derajatekimosis pada dinding skrotum.
(Mevorach, 2011)

ETIOLOGI
Berbagai macam jenis trauma yang terjadi pada skrotum berupa:
Avulsi
Trauma tumpul
Trauma tajam (tembus)

PATOFISIOLOGI
Adanya trauma tumpul maupun trauma tajam pada daerah skrotum menimbulkan
cedera pada skrotum.

MANIFESTASI KLINIS
Pada ananmnesis didapatkan riwayat terjadinya trauma, tidak ada demam, dan segera
setelah terjadinya trauma timbul rasa nyeri hebat, disertai mual, muntah dan kadang sinkop.
(Mevorach, 2011)
Pada inspeksi tampak ekimosis, hematom, pembesaran skrotum, luka, dan hilangnya
sebagian kulit (skinavulsi). Pada palpasi, testis dapat tidak teraba atau testis membesar dan
nyeri, didapatkan adanya cairan atau darah di dalam skrotum.(Sjamsuhidayat, 1997)

DIAGNOSIS
Diagnosis definitif trauma testis ditentukan dengan melakukan eksplorasi. Pemeriksaan
urin penting untuk membedakan dengan penyebab pembesaran intraskrotal lainnya, dan
membantu mengetahui ada atau tidaknya hematuria sehingga dapat diketahui adanya trauma
pada urethra dan traktus urinarius. Kultur urin dan cairan luka dilakukan untuk mengetahui
ada atau tidaknya infeksi dan kuman penyebab infeksi. Pemeriksaan ini penting terutama
pada luka tusuk.9,17Ultrasonografi skrotum dapat memberi gambaran akurat kerusakan testis
sehingga dapat dihindari eksplorasi yang tidak perlu.(Sjamsuhidayat, 1997)

TATALAKSANA
Penatalaksanaan trauma testis dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan minimal,
atau pada ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi konservatif terdiri dari
elevasi skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik. Antibiotik diberikan terutama
pada kasus skinavulsion dan luka tusuk pada daerah skrotum.
Tindakan Bedahuntuk menyelamatkan testis, mencegah infeksi, mengontrol perdarahan, dan mempercepat pemulihan.

2.4.4 Orkitis
DEFINISI
Orkitis adalah peradangan testis, yang jika dengan epididimitis menjadi epididimorkitis
dan merupakan komplikasi yang serius dari epididimitis (Price, 2005).
ETIOLOGI

Orkitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling sering
menyebabkan orkitis adalah virus gondongan (mumps). Virus lainnya meliputi Coxsackie
virus, varicella, dan echovirus. Bakteri yang biasanya menyebabkan orkitis antara lain
Neisseriagonorhoeae, Chlamydiatrachomatis, E. coli, Klebsiellapneumoniae,
Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcussp., dan Streptococcussp. Pasien
immunocompromised (memiliki respon imun yang diperlemah dengan imunosupresif)
dilaporkan terkena orkitis dengan agen penyebab Mycobacteriumaviumcomplex,
Crytococcusneoformas, Toxoplasmagondii, Haemophilusparainfluenzae, dan
Candidaalbicans. (Mycyk, 2010)
Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:
Immunisasigondongan yang tidak adekuat

Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)

Infeksi saluran kemih berulang

Kelainan saluran kemih.

Faktor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular seksual adalah:
Berganti-ganti pasangan

Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan

Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya

PATOFISIOLOGI
Kebanyakan penyebab orkitis pada laki-laki yang sudah puber adalah gondongan
(mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak dalam 3 sampai 4 hari setelah
pembengkakan kelenjar parotis (LeMone, 2004).
Virus parotitis juga dapat mengakibatkan orkitis, sekitar 15 % - 20% pria menderita
orkitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra pubertas dengan orkitisparotitika
dapat diharapkan untuk sembuh tanpa disertai disfungsi testis. Pada pria dewasa atau
pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulusseminiferus dan pada beberapa kasus merusak
sel-sel leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada resiko
infertilitas yang bermakna pada pria dewasa dengan orkitisparotitika. Tuberkukosisgenitalia
yang menyebar melalui darah biasanya berawal unilateral pada kutub bawah epididimis.
Dapat terbentuk nodula-nodula yang kemudian mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi
dapat menyebar melalui fenikulusspermatikus menuju testis. Penyebaran lebih lanjut terjadi
pada epididimis dan testis kontralateral, kandung kemih, dan ginjal (Price, 2005).
MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala orkitis dapat berupa demam, semen mengandung darah, keluar nanah
dari penis, pembengkakan skrotum, testis yang terkena terasa berat, membengkak, dan teraba
lunak, serta nyeri ketika berkemih, buang air besar(mengejan), melakukan hubungan seksual.
Selanglangan klien juga dapat membengkak pada sisi testis yang terkena (Mycyk, 2010).
DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Biasanya terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening diselangkangan dan pembengkakan testis yang terkena.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan adalah:
Analisa air kemih

Pembiakan air kemih

Tes penyaringan untuk klamidia dan gonore

Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan kimia darah.

TATALAKSANA
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan obat
pereda nyeri dan anti peradangan.
Terapi penunjang untuk orkitis antara lain:
Tirah Baring
Kompres dingin atau panas untuk analgesia
Skrotum diangkat

2.4.5 Epididymitis
DEFINISI
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang
testis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang matur.
ETIOLOGI
Epididimitis biasanya disebabkan oleh bakteri yang berhubungan dengan:
Infeksi saluran kemih
Penyakit menular seksual (misalnya klamidia dan gonore)
Prostatitis (infeksi prostat).
Epididimitis juga bisa merupakan komplikasi dari:
Pemasangan kateter
Prostatektomi (pengangkatan prostat).
Resiko yang lebih besar ditemukan pada pria yang berganti-ganti pasangan seksual dan tidak menggunakan kondom.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana diperkirakan terjadinya


epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang mengandung bakteri, dari uretra
parsprostatika menuju epididimis melalui duktusejakulatoriusvesikaseminalis, ampula dan
vas deferens. Oleh karena itu, penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra serta adanya
anomali kongenital pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya epididimitis
karena tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun instrumentasi seperti
sistoskopi merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan epididimitis bakterial.
(Sabanegh, 2011; Sjamsuhidayat, 1997)
Infeksi berawal di kaudaepididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu epididimis.
Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak jarang berkembang abses
yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali epididimitis disebabkan oleh
refluks dari jalan kemih akibat tekanan tinggi intra abdomen karena cedera
perut. (Sjamsuhidayat, 1997)

MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya berupa nyeri dan pembengkakan skrotum, yang sifatnya bisa ringan atau
berat. Peradangan yang sangat hebat bisa menyebabkan penderita tidak dapat berjalan karena
sangat nyeri. Infeksi juga bisa menjadi sangat berat dan menyebar ke testis yang berdekatan.
Infeksi hebat bisa menyebabkan demam dan kadang pembentukan abses.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah:
Benjolan di testis
Pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena
Pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena
Nyeri testis ketika buang air besar
Demam
Keluar nanah dari uretra (lubang di ujung penis)
Nyeri ketika berkemih
Nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi
Darah di dalam semen
Nyeri selangkangan.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Testis pada sisi
yang terkena kadang membengkak. Nyeri tekan biasanya terbatas pada daerah tertentu
(tempat melekatnya epididimis). Bisa ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di
selangkangan.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
Analisa dan pembiakan air kemih
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonore
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan kimia darah.

TATALAKSANA
Untuk mengatasi infeksi, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan obat pereda
nyeri dan anti peradangan.
Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti:
Pengurangan aktivitas
Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada
skrotum.
Kompres es
Pemberian analgesik dan NSAID
Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra (Schneck, 2002).

2.4.6 Carsinoma Testis


DEFINISI
Kanker testikular adalah bentuk kanker yang relatif jarang dan merupakan keganasan
padat yang paling sering pada laki-laki muda. Usia puncaknya adalah 15 hingga 35 tahun
dengan insiden puncak setelah usia 40 tahun.
Terdapat dua kelompok besar tumor testikular, yaitu:
a. Tumor Sel Germinal (GCT)

Berasal dari sel-sel yang memproduksi sperma dan dibatasi oleh tubulus seminiferus. Faktor risiko GCT seperti kegagalan
penurunan testis ke dalam skrotum akan meningkatkan risiko berkembangnya kanker testikular.
GCT dibagi dalam dua subtipe seminoma dan nonseminoma berdasarkan rencana pengobatan karena seminoma lebin sensitif
terhadap terapi radiasi. Kira-kira 75% dari seminoma terbatas pada testes ketika didiagnosis, sedangkan nonseminoma telah menyebar
ke kelenjar limfe. Terdapat 4 subtipe nonseminoma, yaitu teratoma, karsinoma embrional, kasinoma yolk sac, koriokarsinoma, dan
variasi campuran sel-sel ini. Teratoma memiliki resiko metastasis paling rendah, sedangkan koriokarsinoma dengan risiko paling tinggi.
Sel-sel ini akan menghasilkan alfa fetoprotein(AFP) dan hCG yang dapat berfungsi sebagai penanda tumor.
b. Sex Cord Tumors

Berasal dari sel-sel penunjang testis (sel nongerminal). Tumor sel Leydig paling sering timbul pada orang dewasa juga pada
anak-anak. Tumor ini biasanya jinak, dan terlhat sebagai pembengkakan testikular. Tumor ini dapat mensekresikan hormon androgen
atau esterogen yang menyebabkan pubertas dini atau ginekomastia pada laki-laki. Tumor sel sertoli dapat timbul pada semua usia,
biasanya jinak, namun kadang-kadang memperlihatkan keganasan. Tumor ini juga dapat mensekresikan hormon androgen dan
estrogen, namun tidak cukup untuk menyebabkan maskulinisasi atau feminisasi dini.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda kanker testikular yang paling sering adalah pembengkakan tanpa rasa nyeri dan
adanya massa dalam satu testis. Tidak jarang juga, didapatkan adanya rasa nyeri yang terus
menerus atau terasa berat pada abdomen bagian bawah, lipat paha, atau daerah skrotum.
DIAGNOSIS
TSE (pemeriksaan testikular sendiri) pada laki-laki diatas 15 tahun sangat disarankan
untuk mengetahui secara dini jika terdapat adanya kelainan pada testis. Ultrasonografi
skrotum dapat membedakan antara massa ekstratestikular (biasanya jinak) dengan massa
testikular (biasanya ganas).
TATALAKSANA
Orkidektomi inguinal radikal adalah prosedur pilihan dalam mengevaluasi diagnosis
massa testikular, serta merupakan langkah pertama dalam mengobati kanker testikular. Biopsi
antar skrotum tidak disarankan karena adanya risiko penyebaran tumor lokal ke dalam
skrotum atau menyebar ke kelenjar limfe inguinalis.
2.4.7 Varicocele
DEFINISI
Varicocele adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis vena yang
mengalirkan darah ke setiap testis.
ETIOLOGI
Varicocele ini lebih sering mengenai testis sinistra dibandingkan dengan testis dextra,
karena vena testicularis sinistra akan bermuara ke vena renalis terlebih dahulu
kemudian bermuara ke vena cava inferior, sedangkan vena testicularis dextra akan langsung
bermuara ke vena cava inferior. Varicocele pada testis dextra dapat merupakan tanda
obstruksi yang disebabkan oleh tumor.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang dirasakan adalah perasaan berat pada sisi yang terkena dan terasa lunak
ketika di palpasi dalam pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan massa
yang teraba sebagai sekantong cacing yang teraba ketika pasien dalam posisi berdiri,
sedangkan kita pasien berbaring, massa dapat mengosongkan isinya dan tidak teraba.
Konsentrasi dan pergerakan sperma akan menurun pada laki-laki dengan varicocele,
sedangkan hubungannya dengan infertilitas belum diketahui. Namun, mungkin berkaitan
dengan peninggian suhu, karena salah satu fungsi pleksus pampiniformis adalah untuk
menjaga suhu testes 1 atau 2oF lebih rendah dari suhu tubuh guna memberikan keadaan yang
optimal untuk memproduksi sperma.
TATALAKSANA
Bedah perbaikan pada varicositas sdengan meligasi vena spermatika internapada cincin
inguinal interna dapat meningkatkan kualitas sperma. Nyeri kronik yang dirasakan dapat
dikurangi dengan penyangga skrotum. (Sylvia, 2005)
BAB III
PEMBAHASAN

Systema genitalia masculina dibagi atas organa genitalina externa et interna. Organa
genitalina externa terdiri dari penis dan scrotum sedangkan organa genitalina interna terdiri
dari testis, epididymis, ductus defferens, ductus ejaculatorius, vesicula seminalis, glandula
prostata dan glandula bulbourethralis. Testis merupakan organ yang menghasilkan
spermatozoa yang akan dialirkan melalui ductus-ductus dan diberikan cairang tambahan oleh
glandula sebelum keluar menjadi semen. Testis dilindungi oleh tunica-tunica yang
menjembatani tuica dengan testis.
Pada skenario penderita berumur 16 tahun, karena pada masa remaja banyak dikaitkan
dengan kelainan sistem penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi
sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika
mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding
scrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak ke
kantung tunica vaginalis dan menggantung pada funiculus spermaticus.
Anak remaja tersebut mengalami nyeri pada buah pelir, hal ini biasanya terjadi biasanya
karena sebelumnya terjadi trauma pada testis sehingga menimbulkan nyeri. Selain karena
trauma adanya pergerakan yang berlebihan dari testis. Dan pergerakan ini disebabkan oleh
perubahan suhu yang mendadak (sepeti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana terlalu ketat, ataupun pada saat defekasi.
Nyeri pada saat istirahat dan secara tiba-tiba bisa jadi disebabkan oleh spasme dan
kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bisa pula menyebabkan nyeri mendadak.
Sedangkan pada saat latihan bisa jadi disebabkan karena latihan yang berlebihan
menyebabkan pergerakan yang berlebihan dari testis dan funiculus spermaticus yang melilit
melalui proses setelah latihan yang terlalu berat.
Nyeri juga menjalar hingga perut dan terasa mulas, selain itu disertai muntah. Hal ini
disebabkan inervasi dari testis, yaitu plexus testicularis, merupakan percabangan dari n.
Thoracalis X-XII yang merupakan cabang dari ganglion coeliacum, yang juga merupakan
pangkal inervasi dari gaster. Plexus testicularis juga merupakan percabangan dari n. Lumbalis
I-II yang merupakan cabang dari nervus genitofemoralis yang mempercabangkan ganglion
mesenterica superior, yang juga menginervasi jejenum dan ileum.
Tidak adanya gangguan BAK merupakan pertanda bahwa penderita tidak mengalami
gangguan atau infeksi atau metastase pada tractus atau organ uropoetica. Sedangkan ,
penderita dapat buang angin menandakan bahwa gejala yang diaalami bukan dari ganguan,
infeksi ataupun metastase pada tractus ataupun organa GIT.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan scrotum kiri lebih besar dibandingkan
panjang dari hal terjadinya edema pada scrotum kiri,sehingga scrotum kiri lebih besar. Selain
itu hydrocele juga dapat menyebabkan scrotum terlihat lebih besar. Dan kemungkinan yang
kami temukan adalah torsio testis.
Dilihat dari segi warna, scrotum terlihat sama. Hal ini masih membingungkan untuk
kami, karena bisa jadi scrotum memiliki warna kemerahan yang sama atau keduanya
memiliki hiperpigmentasi yang sama.
Sedangkan posisi normal dari testis kiri lebih rendah karena funiculus spermaticus kiri
lebih panjang, tapi pada skenario terlihat scrotum kanan lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh
funiculus spermaticus yang terpelintir sehingga panjang dari funiculus spermaticus
berkurang.
Nyeri juga didapatkan untuk menyingkirkan diagnosa banding berupa tumor. Kebanyakan
tumor tidak menimbulkan nyeri.
Pembesaran dari kelenjar inguinal tidak didapatkan pada pasien ketika dilakukan
pemeriksaan fisik. Hal ini membuktikan bahwa gejala yang muncul dan dirasakan oleh pasien
bukan berasal dari infeksi. Karena kelenjar limfonodi di inguinal akan mengalami
pembesaran ketika ada infeksi di daerah yang dia inervasikan, salah satunya adalah bagian
systema genitalia maskulina.
Didalam skenario tertulis bahwa dokter akan melakukan operasi. Hal ini didasari untuk
menghindari adanya jaringan yang mengalami nekrosis bila tidak dilakukan dalam empat
jam. Selain menghindari nekrosis jaringan hal ini juga dilakukan untuk menurunkan kuantitas
dan kualitas dari nyeri itu sendiri. Penyakit-penyakit yang diharuskan segera dilakukan
operasi adalah varicocele, undescensus testiculorum dan penyakit kegawatdaruratan lain
yang diharuskan melakukan tindakan operasi. Operasi ini juga dilakukan bila pengobatan
secara medikamentosa tidak berhasil atau tidak memberikan efek baik pada pasien.
Dari skenario yang ada kami menentukan diagnosa banding sebagai berikut torsio testis,
torsio appendix testis, funicocele, hidrocele, hematocele, epididimitis dan orchitis
epididimitis , varicocele dan tumor testis.
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
1. Pasien mengalami torsio testis intravaginal yang prognosisnya masih cukup baik apabila dilakukan operasi secepatnya.
2. Torsio testis banyak terjadi pada anak remaja.
3. Torsio testis yang tidak ditangani dengan cepat dapat meyebabkan kemandulan.
4.2 Saran
1. Menghindari hal-hal yang menjadi pemicu terjadinya torsio testis seperti bergerak berlebihan, rangsangan seksual, perubahan suhu
mendadak, ketakutan, penggunaan celana ketat, trauma skrotum, dll.
2. Melakukan operasi secepatnya agar tidak menimbulkan penurunan fertilitas di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
L.Moore, Ph D, P.I.A.C., 2006. CLINICALLY ORIENTED ANATOMY, second edition, p.268-287.
Williams&Wilkins Baltimore.
Ganong W.F. 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Jakarta: EGC.
Purnomo B. 2003. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Infomedika.
Rupp.T.J., Department of Emergency Medicine, Thomas Jefferson University. Testicular
Torsion. http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm. (diakses pada 13 Mei 2012)
Mevorach, Robert A. 2011. Scrotal Trauma. http://emedicine.medscape.com/article/441272-
overview. (diakses pada 13 Mei 2012).
Sjamsuhidayat R; Wimde Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi. Jakarta : EGC.
Ching, Christina B; Sabanegh, Edmund S. 2011. Epididymitis. http://emedicine.medscape.
com/article/436154-overview. (diakses pada 13 Mei 2012).
Francis X. Schneck, Mark F. Bellinger. 2002. Abnormalities of the testis and scrotum and their
surgical management on Walsh : Campbells Urology 8th Edition. Philadelphia : Saunders.
Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

DAFTAR PUSTAKA

(1) Blandy, John. Lecture Notes on Urology. Third edition. Oxford : Blackwell Scietific Publication. 1982. 277.

(2) Purnomo, Basuki P. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. 2003. 8,145-148.

(3) Scott, Roy, Deane, R.Fletcher. Urology Ilustrated. London and New York : Churchill Livingstone. 1975. 324-
325.

(4) Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2004. 799.\

Anda mungkin juga menyukai