Anda di halaman 1dari 10

Tinjauan Pustaka

Nutrijell
Komposisi yang terkandung dalam nutrijell, yaitu karagenan, konjac (konyaku), dan
glucomannan namun karagenan merupakan komposisi utama pada nutrijell. Karagenan sari
lumput laut yang menjadi komposisi utama
dari Nutrijell. Rumput laut penghasil
Carrageenan memberi banyak manfaat. Salah
satunya, rumput laut kaya akan mineral seperti
iodium, seng dan selenium (Mutiara, 2012).
Konjak adalah serat pangan larut air yang
berasal dari umbi konjak (Amorphophallus
konjac). Umbi konjak segar rata-rata
mengandung bahan kering sebesar 13%
dimana 64% dari bahan kering tersebut adalah
glukomannan dan 30% dari bahan kering
adalah pati (Thomson, 1997). Konjak
merupakan polisakarida berbobot molekul
tinggi antara 200.000 sampai 2.000.000 dalton yang utamanya terdiri atas manosa dan
glukosa. Bobot molekul yang relatif tinggi membuat konjak memiliki karakteristik antara
selulosa dan galaktomanan, yaitu dapat mengkristal dan membentuk struktur serat-serat
halus. Keadaan tersebut menyebabkan konjak dapat dimanfaatkan lebih luas dibandingkan
selulosa dan galaktomanan (Thomson 1997). Selain memiliki bobot molekul tinggi, konjak
yang tergolong sebagai serat pangan memiliki viskositas terkuat dibandingkan serat pangan
lain dan dapat menyerap air hingga 200 kali beratnya. Konjak dapat menghasilkan gel dengan
viskositas yang tinggi dari 20000 hingga 40000 cp. Gel yang dihasilkan oleh konjak dapat
bersifat reversible atau thermoirreversible. (Thomson, 1997).
Menurut Deptan (2010), senyawa konjak mempunyai sifat-sifat khas sebagai berikut:
1. Larut dalam air
Konjak dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat kental. Tetapi,
bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel, maka konjak tidak dapat larut
kembali di dalam air.
2. Membentuk gel
Karena konjak dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan
penambahan air kapur konjak dapat membentuk gel, di mana gel yang terbentuk
mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.
3. Merekat
Konjak mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan penambahan
asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.
4. Mengembang
Konjak mempunyai sifat mengembang yang besar di dalam air dan daya mengembangnya
mencapai 138 200%, sedangkan pati hanya 25%.
5. Transparan (membentuk film)
Larutan konjak dapat membentuk lapisan tipis film yang mempunyai sifat transparan dan
film yang terbentuk dapat larut dalam air, asam lambung dan cairan usus. Tetapi jika film
dari konjak dibuat dengan penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film
yang kedap air.
6. Mencair
Konjak mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam media
pertumbuhan mikroba.
7. Mengendap
Larutan konjak dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi oleh etanol dan kristal yang
terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan asam klorida encer. Bentuk kristal yang terjadi
sama dengan bentuk kristal konjakdi dalam umbi, tetapi bila konjak dicampur dengan
larutan alkali (khususnya Na, K dan Ca) maka akan segera terbentuk kristal baru dan
membentuk massa gel. Kristal baru tersebut tidak dapat larut dalam air walaupun suhu air
mencapai 100C ataupun dengan larutan asam pengencer. Dengan timbal asetat, larutan
konjak akan membentuk endapan putih stabil.

Agar-agar
Agar-agar diekstrak dari rumput laut dan banyak digunakan dalam pengolahan pangan
sebagai gelling agent. Rumput laut penghasil agar disebut agarophyte, misalnya genus
Gracilaria sp. Pembuatan agar dari jenis Gracilaria biasanya membutuhkan KOH untuk
meningkatkan kekuatan dan natrium metabisulfit (Na2S2O5) untuk memutihkan warnanya.
Komponen utama agar adalah -D- galaktopiranosa dan 3,6-anhidro--L-galaktopiranosa
dengan ikatan 1-4 dan 1-3 (Grosch, 1987).
Molekul agar-agar terdiri dari rantai linier galaktan (netral atau terekstraksi dengan
metil atau asam sulfat). Galaktan adalah polimer dari galaktosa. Galaktan yang sebagian
monomer galaktosanya membentuk ester
dengan metil disebut agarose sedangkan
galaktan yang teresterkan dengan metil
disebut agaropektin (Tedjo, 1996). Agarosa
bertanggung jawab terhadap gaya gelasi dan
agaropektin berperan meningkatkan
viskositas. Perbandingan agarosa dengan
agaropektin umumnya adalah 20 : 1. Agar-
agar sebenarnya adalah disakarida dengan berat
molekul tinggi, mengisi dinding sel rumput
laut. Ia tergolong kelompok pektin dan
merupakan suatu polimer yang tersusun atas
D- galaktosa dan 3,6-anhydro-L-galaktosa.
Gel pada agar terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air
bergerak bebas dan pada saat didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat
dan membentuk ruangan-ruangan untuk mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk
sistem koloid padat-cair. Ruang-ruang ini dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa
untuk menghambat pergerakan molekul obyek akibat perbedaan tegangan antara dua kutub.
Karakteristik gel agar-agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk, mempunyai titik cair
tertentu (Glicksman, 1983). Syarat mutu utama agar-agar menurut Winarno (1990) adalah
kadar air maksimal 25%, benda asing maksimal 5%, bau spesifik rumput laut. Viskositas dan
daya gelasi dari agar-agar tergantung pada cara produksi dan jenis ganggang yang digunakan,
serta kandungan sulfat yang terdapat pada agar-agar tersebut. Kenaikan kandungan sulfat
akan mereduksi kapasitas gelasi agar-agar.

Alat Bahan
Alat:
- Beaker glass 100 ml - Neraca analitis (Ohaus)
- Beaker glass 1000 ml - Panci
- Gelas ukur 10 ml - Pengaduk
- Gelas ukur 100 ml - Pipet tetes
- Kain saring - Piring plastik
- Kompor (Covina) - Tabung reaksi
- Neraca kasar (Ohaus) - Rak tabung
- Sendok - Penjepit
- Termometer - Mikrometer
- Wadah plastik - Jangka sorong
- Penetrometer (Sur Berlin PNR 10) - Blender (Philips)
- Cup plastik - Kertas timbang
- Penangas air - Kulkas (Mitsubishi Rotary)
- Kasa
-
- Bahan:
- Rumput Laut - Alkohol 96%
- Daun Cincau - Akuades
- Agar-agar bubuk Swallow Globe - CaCl2 1%
- Jelly bubuk Nutrijell
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Agar-agar bubuk dan jelly bubuk
-
-
-
- Menimbang 0,5 g (1%) Menimbang 1,5 g (3%)

-
-
- Menambahkan 50 ml akuades
-
- Memanaskan hingga mendidih
- Cara Kerja
- Suhu Pembentukan dan Leleh Gel serta Sineresis Gel
-
Masukkan dalam cup (1/2
Memasukkan
bagian) Memasukkan
10 ml ke tabung reaksi 10 ml ke tabung reaksi
-
-
- kulkasMasukkan
Simpan di dalam selama 24tabung
jam reaksi dalam penangas
Mendiamkan hingga memadat
-
-
- Meletakkan batu didih
Mengamati -sineresis yang terjadi
Memasukkan termometer
-
Meletakkan tabung reaksi pada penangas air
- Pengukuran suhu saat termometer dapat mengangkat gel
-
-
-
Setting Point Pengukuran suhu saat batu didih jatuh

Melting Point
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Data Pengamatan
- Suhu Pembentukan dan Leleh Gel serta Sineresis Gel
- B - - - - - B - -
ah B Be S M e B S
an r
a
t

C
u
p

s
a
m
p
e
l
+

a
i
r

(
g
)
- 3 -
- - - - -
- 5 -
2 35 3 7 35
,
-
2
S
- 3 -
- - - - -
- 5 -
2 35 3 6 35
,
1
- 3 -
- - - - -
- 6 0
2 37 3 7 36
,
-
9
N
- 3 -
- - - - -
- 7 0
2 37 3 7 36
,
0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Swallow Swallow Nutrijell Nutrijell
-
3% 1% 3% 1%
-
-
- Pambahasan
- Suhu Pembentukan dan Leleh Gel serta Sineresis Gel
- Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui suhu pembentukan dan suhu
pelelehan gel pada sampel nutrijell dan agar-agar swallow. masing-masing sampel diuji pada
2 konsentrasi yaitu 1% dan 3%. Pertama-tama ditambahkan 0,5 g bubuk agar dan dilarutkan
dalam 50 mL akuades (untuk konsentrasi 1%). Selain itu, dibuat juga larutan dengan
konsentrasi 3% dengan penimbangan 1,5 g dan dilarutkan dalam 50 mL akuades. Melakukan
hal yang ssama untuk sampel nutrijell. Kemudian dipanaskan sampai mendidih yang
bertujuan untuk menghomogenkan larutan agar tersebut. Kemudian amati suhu pembentukan
gelnya. Gelling dari agar-agar memiliki sebuah struktur double helix. Double helix tersebut
beragregasi untuk membentuk kerangka struktur 3 dimensi yang dapat menahan molekul-
molekul air dalam celah-celah kerangka tersebut. Kemudian gel yang bersifat
thermoreversibel tersebut terbentuk, yang dimaksud dengan thermoreversibel adalah gel
dapat kembali lagi menjadi larutan apabila dikondisikan pada suhu yang tinggi. Dibuktikan
dengan meletakkan batu didih di atas gel yang terbentuk yang dipanaskan. Pengamatan suhu
pelelehan gel pada saat batu didih jatuh ke dasar tabung.
- Hasil percobaan menunjukkan suhu pembentukan gel pada agar-agar 1% dan 3
% berturut-turut adalah 30C dan 31C sedangkan pada nutrijell 1% dan 3% beruturut-turut
adalah 31C dan 30C. Sedangkan hasil percobaan suhu pelelehan gel agar-agar 1% yaitu
75C dan 3% yaitu 68C. Pelelehan nutrijell 1% pada suhu 70C dan 3% pada suhu 78C.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel adalah kandungan sulfat. Hal tersebut secara
tidak langsung berhubungan dengan kandungan agarosa dan agaropektin dalam sampel.
merupakan komponen yang dapat mempengaruhi daya gelasi agar-agar karena memiliki
kelarutan yang tinggi terhadap air sehingga memiliki kemampuan untuk mengikat dan
memerangkap air, sedangkan agaropektin merupakan komponen dari agar-agar yang
mengandung sulfat. Semakin tinggi kandungan sulfatnya, maka kapasitas gelasi agar-agar
semakin rendah karena senyawa sulfat memiliki kelarutan yang rendah terhadap air sehingga
gel semakin sulit untuk terbentuk dan semakin mudah untuk meleleh. Dengan demikian,
semakin besar kandungan agaropektin di dalam agar-agar maka pembentukan gel akan
semakin sulit tercapai dan gel yang terbentuk akan semakin mudah meleleh atau dapat
meleleh pada suhu yang relatif rendah, demikian pula sebaliknya.
- Suhu leleh pada nutrijell lebih rendah dibandingkan dengan agar-agar karena
nutrijell lebih mudah larut dibandingkan dengan agar-agar karena kandungan
sulfat di dalam nutrijell lebih banyak dibandingkan dengan agar-agar yang
menyebabkan gel bersifat elastis dibandingkan dengan agar-agar sehingga gel
pada nutrijell lebih mudah dan lebih cepat larut. Pada konsentrasi yang lebih
tinggi diperlukan suhu leleh yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan sampel
nutrijell, namun tidak sejalan dengan percobaan agar-agar. Pada konsentrasi 3%
suhu pelelehan lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi 1%. Hal ini
disebabkan karena mungkin pengamat sulit melihat letak batu didih yang ada di
dalam tabung reaksi sehingga menyebabkan pengamatan suhu leleh yang kurang
tepat.
- Sineresis merupakan keluarnya atau memisahnya cairan dari dalam gel.
Sineresis ini dapat terjadi karena tekanan dari luar, misalnya karena pemotongan
(shearing force) dan dapat pula terjadi sebagai akibat dari pemutusan ikatan pada
benang-benang fibriler atau karena benang-benang fibriler yang tadinya letaknya
berjauhan saling berdekatan dan membentuk ikatan antar fibriler sehingga
cairannya terperas keluar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi sineresis seperti
temperatur, tekanan mekanik, konsentrasi fase dispersi, serta titik isoelektrik.
Semakin sedikit fase terdispersinya maka sineresis akan semakin tinggi (semakin banyak
air yang keluar). Pada pengamatan sineresis nutrijell dan agar-agar, pada agar-agar
tidak terjadi sineresis karena terbentuk struktur double helix yang lebih kuat pada
agar-agar sehingga air tidak ada yang keluar (tidak mengalami sineresis). Pada
konsentrasi nutrijell 3% sineresis yang terjadi lebih banyak dibandingkan dengan
konsentrasi 1% yaitu 0,2 g (untuk 1%) dan 0,8 g (untuk 3%). Seharusnya pada
konsentrasi 1% sineresis yang terjadi lebih banyak dibandingkan dengan
konsentrasi 3% karena fase terdispersi nya lebih sedikit.
-
- Kesimpulan
Suhu pembentukan dan suhu leleh gel pada agar-agar dan nutrijell meningkat seiring
dengan bertambahnya konsentrasi
Semakin sedikit fase terdispersi maka sineresis akan semakin tinggi
-
- Daftar pustaka
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2010. Multifungsi Glukomannan dari Umbi Iles-Iles.
Jakarta: Departemen Pertanian.
Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloid. Florida : C.R.C. Press.Sunanto, H. 1995.
Budidaya Cincau. Yogyakarta : Kanisius
Grosch, H.W. 1987. Food Chemistry. Germany: Springer-Verlag Berlin, Heidelberg.
Mutiara. 2012. Nutrijell. http://razzelara.blogspot.com/2012/01/nutrijell.html (4 Mei
2014)
Tedjo, F. 1996. Seminar Problematik: Kajian Kombinasi Gelatin dan Agar-agar
Sebagai Agensia Pembentuk Gel Pada Pembuatan Permen Jelli. Surabaya:
Universitas Katolik Widya Mandala.
Thomson WR. 1997. Konjac Gum di dalam Thickening and Gelling Agents for Food.
Imerson AP (ed). London: Blackie Academic and Professional.
Winarno, F. G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
-
-
-

Anda mungkin juga menyukai