Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Tujuan
1.1.1. Tujuan Instruksional Umum
Memahami sifat fisik dan kimiawi gel yang terbentuk dari agar-agar,
karagenan dari rumput laut dan daun cincau
1.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
- Mengenal morfologi dan sifat fisik rumput laut dan cincau
- Mengetahui cara ekstraksi senyawa pembentuk gel dari rumput laut dan
daun cincau
- Menjelaskan faktor-faktor penentu pembentukan gel dan tingkat
kekerasan gel
- Menjelaskan peristiwa sineresis dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya

1.2. Dasar Teori


1.2.1. Cincau
Cincau merupakan bahan pangan berbentuk gel yang dihasilkan dari ekstrak
tanaman cincau. Cincau yang banyak dikenal masyarakat yaitu cincau hitam dan
cincau hijau. Bahan baku cincau hijau berupa daun yang berasal dari tanaman
cincau hijau (Cyclea barbata), cincau perdu (Premna serratifolia L atau Premna
integritifolia L), dan cincau minyak (Stephania hermandifolia). Sedangkan cincau
hitam dibuat dari tanaman cincau hitam (Mesona palustris BL), yaitu daun, ranting,
batang, bahkan akar. Cincau hitam maupun cincau hijau memiliki rasa dan aroma
yang spesifik, kenyal, dan hampir serupa dengan agar. Gel cincau hitam dapat
disimpan lebih lama dibandingkan gel cincau hijau (Widyaningsih, 2007). Cincau
merupakan salah satu bahan makanan yang berbentuk gel dan termasuk ke dalam
pangan fungsional.
Kualitas daun cincau yang digunakan sebagai bahan cincau dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis tanaman, pertumbuhan tanaman, dan umur daun
tanaman cincau. Kualitas bahan baku dapat diketahui dari indikator wujud fisik
daun cincau yang akan digunakan untuk membuat cincau. Daun cincau hijau
termasuk daun tunggal berbentuk perisai. Bagian pangkalnya berlekuk dan
ujungnya meruncing, tipis, lemas, dan berbulu. Panjang daun cincau 15 cm dan
bertangkai sekitar 1 cm. Daun muda dan tua berwarna hijau kekuningan hingga
hijau tua. Daun cincau hitam termasuk daun tunggal berbentuk lonjong. Bagian
pangkal tumpul, tepi bergerigi, ujungnya lancip, tipis, dan lemas. Panjang daun
sekitar 10 cm dan bertangkai sekitar 2 cm. Daun muda dan daun tua berwarna hijau
hingga hijau tua (Pitojo, 2012).
Kandungan klorofil pada setiap 100 g daun cincau berkisar 215,4 mg. Selain
klorofil, cincau juga mengandung zat gizi diantaranya karbohidrat, vitamin, dan
mineral serta senyawa fitokimia lainnya seperti polifenol dan flavanoid.
Berdasarkan kandungan gizinya, daun cincau dapat dikatakan sebagai sumber serat
dan kalsium (Ramayulis, 2015).

1.2.2. Karagenan
Karagenan adalah suatu kelompok polimer linier tersulfasi dari D-galaktosa
dan 3, 6-anhidro-D galaktosa (Prihastuti dan Marline, 2019). Karagenan berasal
dari kelompok rumput laut merah (Rhodophyceae). Kebanyakan karagenan
diekstrak secara komersial dari Kappaphicus alvarezii yang kandungan utamanya
adalah kappa karagenan, Euchema spinosum dan Euchema cottoni yang kandungan
utamanya adalah iota karagenan (Noviendri dan Reno, 2012).
Ada enam jenis dari karagenan yaitu kappa (κ), iota (ι), dan lamda (λ), Theta
(θ), Nu (ν), dan Mu (µ) (Prihastuti dan Marline, 2019). Perbedaan tiga tipe dasar
karagenan seperti kappa (κ), iota (ι), dan lamda (λ) didasarkan oleh perbedaan
jumlah dan posisi gugus sulfat ester yang dimilikinya. Struktur dari kappa dan iota
karaginan hampir identik, yang berbeda adalah jumlah gugus sulfat. Iota karaginan
memiliki tambahan gugus sulfat pada atom karbon ke-2 (C-2) yang posisinya
berlawanan dengan unit galaktosa-4-sulfat dari pengulangan disakarida. Lamda
karagenan memiliki posisi gugus sulfat yang berbeda dari kappa karagenan dan iota
karagenan. Semakin tinggi level sulfat ester yang dimilikinya, semakin rendah suhu
solubilitasnya dan semakin rendah kekuatan pembentuk gelnya (gel strength).
Kandungan sulfat pada lamda karagenan sangat tinggi dibandingkan kappa dan iota
karagenan sehingga kurang mampu untuk membentuk suatu gel. Sifat-sifat dari tiga
tipe dasar karagenan ini disajikan dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1. Sifat-sifat lamda karagenan, iota karagenan, dan kappa karagenan
Kappa
Lamda karagenan Iota karagenan
karagenan
Solubilitas
Air panas (800C) Larut Larut Larut
Larut dalam
Larut dalam
garam Na+,
garam Na+,
Semua larut garam Ca2+
Air dingin (200C) Dibatasi oleh
dalam air memberikan
swelling garam
thixotrophic
K+ dan Ca2+
sol
Susu panas (800C) Larut Larut Larut
Susu dingin (200C) Mengental Tidak larut Tidak larut
Larut bila
50% larutan gula Larut Tidak larut
panas
Larut bila
10% larutan garam Larut bila panas Tidak larut
panas
Gelasi
Gel paling kuat Gel paling kuat
Efek dari kation-kation Non-gelling
dengan Ca2+ dengan K+
Tekstur gel - Elastis Rapuh
Shear reversible gel - Ya Tidak
Syneresis Tidak Tidak Ya
0
Hysteresis - 5-10 C 10-200C
Stabil freeze thaw Ya Ya Tidak
Hidrolisis dari larutan
Stabilitas dengan asam Hidrolisis diakselerasi dengan panas. Gel
adalah stabil
Interaksi Bereaksi
Reaktivitas protein meningkat pada - spesifik dengan
pH asam kappa kasein
Sumber: Noviendri dan Reno (2012)
1.2.3. Agar-agar
Agar-agar adalah bentuk koloid dari polisakarida kompleks dan merupakan
hasil ekstraksi dari rumput laut yang tergolong dalam kelas ganggang merah
(Rhodophyceae). Agar-agar kaya akan karbohidrat, tetapi sedikit mengandung
lemak dan protein. Agar-agar mampu membentuk koloid hidrofilik, secara praktis
tidak dapat larut dalam air pada suhu 25°C, sedikit larut dalam air hangat, tetapi
larut sempurna pada suhu 97-100°C. Gel bersifat thermoreversible, bila gel agar
dapat dipanaskan melewati titik cairnya, maka terbentuk gel kembali.
Salah satu faktor yang menentukan suhu pembentukan dan pelelehan gel
adalah kandungan sulfat dalam bahan. Agar-agar mengandung komponen agarose
dan agaropektin. Agarose merupakan komponen agar-agar yang bertanggung jawab
terhadap daya gelasi agar-agar karena memiliki kelarutan yang tinggi terhadap air
sehingga mudah mengikat air. Agaropektin merupakan komponen agar-agar yang
mengandung sulfat. Semakin tinggi kandungan sulfat dalam agar-agar, maka
semakin rendah kemampuan gelasi agar-agar karena sulfat memiliki kelarutan yang
rendah terhadap air sehingga gel semakin sulit terbentuk dan semakin mudah
meleleh. Dengan demikian, semakin besar kandungan agaropektin, pembentukan
gel akan semakin sulit dan gel yang terbentuk semakin mudah meleleh. Sebaliknya,
apabila kandungan agarosa semakin tinggi, gel akan mudah terbentuk dan semakin
sulit meleleh (Murdinah,2012).
BAB II
METODE
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
- Gelas piala - Pipet tetes
- Pisau dan talenan - Blender
- Penangas air - Pengaduk
- Termometer - Plat kaca
- Tabung reaksi - Color reader
- IR Moisture tester - Water jug
- Kain saring - Pressure cooker
2.1.2. Bahan
- Akuades - Serbuk cincau
- CaCl2 3% - Serbuk agar-agar
- Daun cincau - Aluminium foil
- Batu didih - Etanol 96%
- Rumput laut

2.2. Skema Kerja


2.2.1. Pengamatan Secara Fisik
Diagram alir pengamatan sifat fisik rumput laut, daun cincau, dan bubuk agar-
agar dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Rumput laut, daun cincau, dan bubuk agar-agar

Pengamatan sifat fisik (ukuran dan warna)

Pembuatan gambar

Gambar 2.1. Diagram Alir Pengamatan Sifat Fisik Daun Cincau, Rumput Laut,
dan Bubuk Agar-Agar
2.2.2. Pengukuran Kadar Air Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk Agar-
Agar
Diagram alir pengukuran kadar air daun cincau, rumput laut, dan bubuk agar-agar
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk Agar-Agar

Penimbangan 5 gr sampel

Pemasukan 1 gr sampel dalam IR Moisture


Test

Penekanan tombol “start”

Pendiaman hingga muncul tulisan


“over” pada layar

Pembacaan dan pencatatan


kadar air bahan

Gambar 2.2. Diagram Alir Pengukuran Kadar Air Daun Cincau, Rumput Laut,
dan Bubuk Agar-Agar

2.2.3. Pembuatan cincau


Diagram alir pembuatan cincau dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Daun cincau 17 g

Pencucian

Perendaman di penangas (100oC ; 2 menit)

A
A

Penirisan

Penambahan air matang 255 g (15:1)

Pemblenderan hingga halus

Penyaringan dengan kain saring

Pengukuran filtrat

Volume filtrat 277 mL

Pembagian 277 mL filtrat ke 3 meja (92 mL)

Pembagian 92 mL filtrat menjadi 2 (46 mL)


(Penambahan CaCl2 dan uji titik pembekuan gel, titik leleh gel, uji sineresis )

Penambahan CaCl2 (meja 1 (3%;1,38 mL), meja 2 (4%;1,84 mL), meja 3 (5%;2,3 mL))

Pengambilan 10 mL untuk pengujian titik pembekuan gel dan titik leleh gel

Pengambilan 15 gr untuk pengujian sineresis

Gambar 2.3. Diagram Alir Pembuatan Cincau


2.2.4. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut
Diagram alir pengamatan ekstraksi karagenan rumput laut dapat dilihat pada
Gambar 2.4.
Rumput laut 200 g

Perendaman

Air 1:22,5
Pemasakan (pressure cooker)

Bubur Rumput Laut (2317 g) Bubur rumput laut


(500g)

Air 1500 g Penghancuran (blender)

Penyaringan

B
B
Hasil penyaringan Hasil penyaringan
1944 g 648 g

Hasil penyaringan Hasil penyaringan


548 g 100 g

Pembekuan (freezer Alkohol


-6oC, 24 jam) Pencampuran
(1:2 b/v)

Thawing Karagenan
x gram
Penyaringan

Karagenan
x gram

Gambar 2.4. Diagram Alir Ekstraksi Karagenan Rumput Laut


2.2.5. Suhu Pembentukan Gel (setting point)
Diagram alir pembentukan gel (setting point) dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Sampel agar-agar bubuk instant

Penimbangan 1
gram
Penambahan akuades ± 50
mL
Pemanasan hingga
mendidih
Pengambilan 10 ml
larutan sampel
Pemasukan ke dalam tabung
reaksi

Pengamatan suhu sampel dengan


termometer

Pencatatan suhu setting gel,


tepat saat thermometer dapat
mengangkat gel
Gambar 2.5. Diagram Alir Suhu Pembentukan Gel (setting point)

2.2.6. Suhu Pelelehan Gel (Melting point)


Diagram alir suhu pelelehan gel (melting point) dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Sampel gel agar

Pemasukkan batu didih keatas gel

Peletakkan tabung dalam penangas air

Pengukuran suhu leleh gel tepat saat batu berada 1 cm dari dasar
tabung
Gambar 2.6. Diagram Alir Suhu Pelelehan Gel (melting point)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengamatan Secara Fisik Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk
Agar-Agar
Tabel 3.1. Karakteristrik Warna Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk
Agar-Agar
Warna
No Bahan
L* a* b* c h
1 Daun cincau 94,8 -7,3 18,6 20 111,6
2 Rumput laut 48,3 0,7 12,1 12,1 86,7

3 Bubuk agar-agar 34,8 1,5 8,1 8,3 79,9

3.1.1. Pengamatan Warna dengan Color Reader


Segi kenampakan fisik warna bahan hidrokoloid seperti daun cincau,
rumput laut, dan bubuk agar-agar diuji secara objektif. Pengamatan warna
hidrokoloid seperti daun cincau, rumput laut, dan bubuk agar-agar secara objektif
dengan menggunakan alat color reader. Nilai L menyatakan lightness yaitu derajat
kecerahan produk dimana 0 menunjukkan warna hitam dan 100 menunjukkan
warna putih, nilai a* menyatakan gradasi warna dari hijau hingga merah, sementara
nilai b* menyatakan gradasi warna dari biru hingga kuning, nilai c menyatakan
chroma yaitu tingkatan warna berdasarkan ketajamannya, dan nilai h menyatakan
hue yaitu karakteristik warna berdasarkan cahaya yang dipantulkan oleh objek.
Rentang nilai a* dan b* adalah dari negatif hingga positif. Nilai +a (positif) dari 0
sampai +80 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna
hijau, sedangkan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai
–b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Nilai c dinyatakan dalam
persentase dan nilai h dinyatakan dalam sudut (Nurwidanti dkk., 2016).
Berdasarkan hasil pengujian menggunakan alat color reader, didapatkan
data bahwa warna rumput laut yang terbaca pada alat yaitu memiliki nilai L sebesar
48,3 , nilai a* sebesar 0,7 , nilai b* sebesar 12,1 , nilai c sebesar 12,1 , dan nilai h
sebesar 86,7. Berdasarkan pengukuran yang terbaca pada alat tersebut, dapat dilihat
bahwa warna rumput laut menunjukkan intensitas warna kemerahan yang
membuktikan bahwa rumput laut tersebut termasuk dalam divisi Rhodophyta yang
memiliki pigmen warna merah (Agustin dkk., 2017).

3.2. Kadar Air Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk Agar-Agar
Tabel 3.2. Kadar Air Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk Agar-Agar
Bahan Kadar Air (%)
Daun Cincau 65,94
Rumput Laut 45,48
Bubuk Agar-Agar 16,48
Berdasarkan pengukuran kadar air menggunakan alat Infra Red (IR)
Moisture Tester, diketahui kadar air dari daun cincau adalah 65,94%. Kandungan
air berpengaruh terhadap kualitas daun cincau. Daun yang baik apabila
mengandung kadar air yang tinggi sehingga daun tersebut dapat dikatakan masih
segar. Daun yang kehilangan air akan menghasilkan kualitas gel cincau yang
kurang baik (Pitojo, 2008).

3.3. Laju alir Cincau


Karena kualitas daun yang buruk, maka cincau tersebut tidak bisa
membentuk gel sehingga tidak bisa diuji titik pembekuan gel maupun titik leleh gel.
Maka pada praktikum ini pengujian daya alir diperoleh dari sampel kontrol per
meja, penambahan CaCl2 sebanyak 3%, 4%, dan 5%. Laju alir pada masing-masing
sampel itu berbeda dikarenakaan suhu saat cincau diuji alir berbeda sehingga
diperoleh data yang kurang valid. Kandungan CaCl2 nya 4%, laju alirnya lebih
lambat dibandingkan yang 5%. Seharusnya dengan pemberian CaCl2 dengan
konsentrasi yang lebih besar maka daya alir semakin lambat. Pengujian daya alir
gel cincau dengan akuades diperoleh daya alir yang lebih cepat dibandingkan
dengan gel cincau yang telah ditambahi CaCl2.
3.4. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut
3.4.1. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut dengan Alkohol
Tabel 3.4. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut dengan Alkohol
Ekstraksi dengan Alkohol

Berat rumput laut (gr) 200 gr


Berat total bubur rumput laut (gr) 2317 gr

Berat bubur rumput laut sebelum ekstraksi 500 gr


(gr)
Berat filtrat total (gr) 1944 gr
Berat filtrat untuk ekstraksi (gr) 100 gr
Berat ekstrak karagenan (gr) 1. 0,66 gr
2. 1,09 gr
3. 0,68 gr
Rendemen (%) 1. 0,55%
2. 0,90%
3. 0,56%
Perhitungan % rendemen
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑔𝑒𝑛𝑎𝑛 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑢𝑏𝑢𝑟 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡 (𝑔𝑟)
× ×
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑏𝑢𝑟 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟)
× 100%
(1 − 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟)𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡(𝑔𝑟)

Contoh Perhitungan data 1


0,66 1944 2317
× ×
100 100 500 × 100% = 0,55%
(1 − 0,4548)
Rumput laut jeni Eucheuma cottonii merupakan penghasil utama kappa-
karagenan. Ketiga jenis karagenan yaitu kappa, iota, dan lambda tidak larut dalam
pelarut organik, seperti alkohol, sehingga karagenan mengendap seluruhnya
(Glicksman, 2019). Karagenan memiliki kelarutan yang cukup rendah pada alkohol
96% sehingga dapat terbentuk endapan dan dapat dipisahkan dengan cara
penyaringan. Senyawa alkohol sangat mudah untuk diuapkan, sehingga residu
dapat dihilangkan dan aman untuk dikonsumsi.
Berdasarkan data praktikum, % rendemen pada data kedua paling besar
dibandingkan data pertama dan ketiga yang hasilnya berdekatan, hal ini diduga
pada saat pembuatan ekstrak rumput laut pencampuran yang dilakukan kurang rata
sehingga menyebabkan adanya perbedaan hasil % rendemen.

3.4.2. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut Metode Freeze Thaw


Tabel 3.5. Ekstraksi Karagenan Rumput Laut dengan Metode Freeze Thaw
Ekstraksi dengan metode freeze
thaw
Berat rumput laut (gr) 200 gr
Berat total bubur rumput laut (gr) 2317 gr

Berat bubur rumput laut sebelum ekstraksi 500 gr


(gr)
Berat filtrat total (gr) 1944 gr
Berat filtrat untuk ekstraksi (gr) 548 gr
Berat ekstrak karagenan (gr) 1. 118,79 gr
2. 74,78 gr
3. 143,97 gr
Rendemen (%) 1. 3,27%
2. 2,08%
3. 3,91%
Rata-rata rendemen (%) 3,59%

Perhitungan % Rendemen
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑔𝑒𝑛𝑎𝑛 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑢𝑏𝑢𝑟 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡 (𝑔𝑟)
× ×
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑏𝑢𝑟 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟)
× 100%
(1 − 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟)𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡(𝑔𝑟)

Ekstraksi karagenan rumput laut dengan Metode Freeze Thaw:


118,79 1944 2317
× ×
548 548 500 × 100% = 3,27%
(1 − 0,4548)
Metode pemisahan freeze thaw dapat dilakukan untuk memisahkan
karagenan rumput laut Euchema yang menghasilkan iota karagenan (Diharmi,
2016). Berdasarkan percobaan ini, rerata persentase rendemen karagenan basah
yang dihasilkan dari metode freeze thaw memiliki persentase yang lebih besar
dibandingkan dengan rerata persentase rendemen karagenan basah yang dihasilkan
dari metode pengendapan dengan etanol, yaitu sebesar 3,59% yang membuktikan
bahwa pemisahan karagenan dengan metode freeze thaw menghasilkan karagenan
basah yang sangat banyak dan lebih tebal dibandingkan dengan metode
pengendapan menggunakan etanol walaupun karagenan basah yang dihasilkan dari
ekstraksi dengan metode freeze thaw ini memiliki kadar kemurnian karagenan yang
lebih rendah dibandingkan dengan metode pengendapan menggunakan etanol
(Diharmi, 2016).

3.5. Agar-agar
Dari hasil pengamatan, kadar air agar-agar bubuk adalah 16,48%.
Remdahnya ladar air tersebut dikarenakan sebagian besar air telah membentuk
sistem hidrokoloid dengan bantuan agar-agar bubuk. Saat dipanaskan di air,
molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul
agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang
mengurung molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Kadar air
yang rendah juga menunjukan bahwa air yang keluar akibat peristiwa sineresis
rendah.
Pada pengamatan, warna dari agar-agar adalah tidak berwarna. Agar-agar
bubuk mayoritas diproduksi dari kelas ganggang merah (Rhodophycaea) yang
memiliki pigmen fikoeritrin berwarna merah. Akan tetapi, pigmen tersebut hilang
karena proses ekstraksi menjadi agar-agar bubuk. Hal ini menyebabkan agar-agar
menjadi tidak berwarna.
Pada praktikum pembentukan dan pelelehan hidrokoloid, digunakan dua
macam sampel yaitu agar-agar dan cincau, namun selama proses praktikum, cincau
yang digunakan untuk uji ini tidak dapat set pada suhu yang seharusnya, sehingga
yang diamati hanyalah sampel agar-agar. Sampel agar-agar di timbang sebanyak 10
gram kemudian dilarutkan dalam 50 mL aquadest dan dipanaskan hingga mendidih
agar dapat meleleh sempurna (Schrieber dkk., 2007). Pada percobaan ini, suhu
setting point ditunjukkan dengan menempelnya gel pada termometer ketika
termometer diangkat dari tabung reaksi dan suhu melting point ditunjukkan dengan
jatuhnya batu didih yang diletakkan di atas gel. Jatuhnya batu didih ini menandakan
bahwa gel sudah mencair.. Hasil praktikum kali ini, agar-agar membentuk gel pada
suhu 31℃ dan meleleh pada suhu 76,3℃. Agar-agar yang digunakan adalah agar-
agar bubuk yang memiliki kemungkinan berjenis “fast dissolving” sehingga dapat
meleleh pada suhu diantara 60°C sampai dengan 80°C. Pada umumnya agar-agar
membentuk gel pada suhu 30°C dan meleleh pada 85°C (Schrieber dkk., 2007).
Perbedaan suhu setting point dan melting point dipengaruhi oleh bahan
dasar karagenan itu sendiri, selain itu setting dan melting point dipengaruhi oleh
jenis dan konsentrasi ion dalam karagenan serta kondungan sulfat dalam bahan
(Nussinovitch, 2012).
BAB IV
KESIMPULAN

1. Kualitas daun cincau akan mempengaruhi kemampuan cincau dalam


membentuk gel.
2. Karagenan dapat dibuat dari rumput laut dengan metode penambahan alkohol
dan freeze thaw.
3. Hasil % rendemen karagenan dengan penambahan alkohol adalah 0,555%
4. Hasil % rendemen karagenan dengan metode freeze thaw adalah 3,087%
5. Setting point atau suhu terbentuknya gel oleh agar-agar adalah 31℃
6. Melting point atau suhu melelehnya gel oleh agar-agar adalah 76,3℃
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, A., Aprillia I.S., dan Harianingsih. 2017. Optimasi Pembuatan Karagenan
dari Rumput Laut dan Aplikasinya untuk Perenyah Biskuit, Jurnal Inovasi
Teknik Kimia 2(2): 42.
Diharmi, A. 2016. Karakteristik Fisikokimia Karagenan Rumput Laut Merah
Euchema spinosum dari Perairan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar,
Thesis S-2, Institut Pertanian Bogor.
Glicksman, M. 2019. Food Hydrocolloids Volume II. US: CRC Press.
Noviendri, D., dan Reno F.H. 2012. Pangan Biofungsional Hidrokoloid dari
Rumput Laut dan Aplikasinya dalam Industri Pangan, Journal of Agro-
Based Industry 29(1): 44-46.
Nurwidanti, O., Wignyanto, dan Nur H. 2016. Teknologi Dekolorisasi Limbah Cair
Batik dengan Menggunakan Zeolit dan Arang Termodifikasi Pada Sistem
Kontinyu, J-PAL 7(2): 99.
Nussinovitch, A. 2012. Hydrocolloid Applications: Gum Technology in the Food
and Other Industries. UK: Champman&Hall.
Pitojo, S. 2008. Khasiat Cincau Perdu. Yogyakarta: Kanisius.
Pitojo, S. dan Sumiati. 2012. Cincau: Cara Pembuatan & Variasi Olahannya.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Prihastuti, D., dan Marline A. 2019. Karagenan dan Aplikasinya dalam Bidang
Farmasetik, Majalah Farmasetika 4(5): 147-149.
Ramayulis, R. 2015. Green Smoothie. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Schrieber, Reinhard dan Gareis, H. 2007. Gelatine Handbook : Theory and
Industrial Practice. Berlin: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. Germany.
Widyaningsih, T. D. 2007. Cincau Hitam. Surabaya: Trubus Agrisarana.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN
HIDROKOLOID

Oleh:
KELOMPOK D-2
Vincentia Wilhelmina (6103018009)
Theresia Evelyn (6103018012)
Cynthia Christianto (6103018020)
Magdalena Christabel (6103018074)
Vincent (6103018099)

Tanggal Praktikum: 17 September 2019


Asisten: Dr. Ir. Susana Ristiarini, M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2019

Anda mungkin juga menyukai