PENDAHULUAN
1.1.Tujuan
1.1.1. Tujuan Instruksional Umum
Memahami sifat fisik dan kimiawi gel yang terbentuk dari agar-agar,
karagenan dari rumput laut dan daun cincau
1.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
- Mengenal morfologi dan sifat fisik rumput laut dan cincau
- Mengetahui cara ekstraksi senyawa pembentuk gel dari rumput laut dan
daun cincau
- Menjelaskan faktor-faktor penentu pembentukan gel dan tingkat
kekerasan gel
- Menjelaskan peristiwa sineresis dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
1.2.2. Karagenan
Karagenan adalah suatu kelompok polimer linier tersulfasi dari D-galaktosa
dan 3, 6-anhidro-D galaktosa (Prihastuti dan Marline, 2019). Karagenan berasal
dari kelompok rumput laut merah (Rhodophyceae). Kebanyakan karagenan
diekstrak secara komersial dari Kappaphicus alvarezii yang kandungan utamanya
adalah kappa karagenan, Euchema spinosum dan Euchema cottoni yang kandungan
utamanya adalah iota karagenan (Noviendri dan Reno, 2012).
Ada enam jenis dari karagenan yaitu kappa (κ), iota (ι), dan lamda (λ), Theta
(θ), Nu (ν), dan Mu (µ) (Prihastuti dan Marline, 2019). Perbedaan tiga tipe dasar
karagenan seperti kappa (κ), iota (ι), dan lamda (λ) didasarkan oleh perbedaan
jumlah dan posisi gugus sulfat ester yang dimilikinya. Struktur dari kappa dan iota
karaginan hampir identik, yang berbeda adalah jumlah gugus sulfat. Iota karaginan
memiliki tambahan gugus sulfat pada atom karbon ke-2 (C-2) yang posisinya
berlawanan dengan unit galaktosa-4-sulfat dari pengulangan disakarida. Lamda
karagenan memiliki posisi gugus sulfat yang berbeda dari kappa karagenan dan iota
karagenan. Semakin tinggi level sulfat ester yang dimilikinya, semakin rendah suhu
solubilitasnya dan semakin rendah kekuatan pembentuk gelnya (gel strength).
Kandungan sulfat pada lamda karagenan sangat tinggi dibandingkan kappa dan iota
karagenan sehingga kurang mampu untuk membentuk suatu gel. Sifat-sifat dari tiga
tipe dasar karagenan ini disajikan dalam tabel 1.1.
Tabel 1.1. Sifat-sifat lamda karagenan, iota karagenan, dan kappa karagenan
Kappa
Lamda karagenan Iota karagenan
karagenan
Solubilitas
Air panas (800C) Larut Larut Larut
Larut dalam
Larut dalam
garam Na+,
garam Na+,
Semua larut garam Ca2+
Air dingin (200C) Dibatasi oleh
dalam air memberikan
swelling garam
thixotrophic
K+ dan Ca2+
sol
Susu panas (800C) Larut Larut Larut
Susu dingin (200C) Mengental Tidak larut Tidak larut
Larut bila
50% larutan gula Larut Tidak larut
panas
Larut bila
10% larutan garam Larut bila panas Tidak larut
panas
Gelasi
Gel paling kuat Gel paling kuat
Efek dari kation-kation Non-gelling
dengan Ca2+ dengan K+
Tekstur gel - Elastis Rapuh
Shear reversible gel - Ya Tidak
Syneresis Tidak Tidak Ya
0
Hysteresis - 5-10 C 10-200C
Stabil freeze thaw Ya Ya Tidak
Hidrolisis dari larutan
Stabilitas dengan asam Hidrolisis diakselerasi dengan panas. Gel
adalah stabil
Interaksi Bereaksi
Reaktivitas protein meningkat pada - spesifik dengan
pH asam kappa kasein
Sumber: Noviendri dan Reno (2012)
1.2.3. Agar-agar
Agar-agar adalah bentuk koloid dari polisakarida kompleks dan merupakan
hasil ekstraksi dari rumput laut yang tergolong dalam kelas ganggang merah
(Rhodophyceae). Agar-agar kaya akan karbohidrat, tetapi sedikit mengandung
lemak dan protein. Agar-agar mampu membentuk koloid hidrofilik, secara praktis
tidak dapat larut dalam air pada suhu 25°C, sedikit larut dalam air hangat, tetapi
larut sempurna pada suhu 97-100°C. Gel bersifat thermoreversible, bila gel agar
dapat dipanaskan melewati titik cairnya, maka terbentuk gel kembali.
Salah satu faktor yang menentukan suhu pembentukan dan pelelehan gel
adalah kandungan sulfat dalam bahan. Agar-agar mengandung komponen agarose
dan agaropektin. Agarose merupakan komponen agar-agar yang bertanggung jawab
terhadap daya gelasi agar-agar karena memiliki kelarutan yang tinggi terhadap air
sehingga mudah mengikat air. Agaropektin merupakan komponen agar-agar yang
mengandung sulfat. Semakin tinggi kandungan sulfat dalam agar-agar, maka
semakin rendah kemampuan gelasi agar-agar karena sulfat memiliki kelarutan yang
rendah terhadap air sehingga gel semakin sulit terbentuk dan semakin mudah
meleleh. Dengan demikian, semakin besar kandungan agaropektin, pembentukan
gel akan semakin sulit dan gel yang terbentuk semakin mudah meleleh. Sebaliknya,
apabila kandungan agarosa semakin tinggi, gel akan mudah terbentuk dan semakin
sulit meleleh (Murdinah,2012).
BAB II
METODE
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat
- Gelas piala - Pipet tetes
- Pisau dan talenan - Blender
- Penangas air - Pengaduk
- Termometer - Plat kaca
- Tabung reaksi - Color reader
- IR Moisture tester - Water jug
- Kain saring - Pressure cooker
2.1.2. Bahan
- Akuades - Serbuk cincau
- CaCl2 3% - Serbuk agar-agar
- Daun cincau - Aluminium foil
- Batu didih - Etanol 96%
- Rumput laut
Pembuatan gambar
Gambar 2.1. Diagram Alir Pengamatan Sifat Fisik Daun Cincau, Rumput Laut,
dan Bubuk Agar-Agar
2.2.2. Pengukuran Kadar Air Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk Agar-
Agar
Diagram alir pengukuran kadar air daun cincau, rumput laut, dan bubuk agar-agar
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk Agar-Agar
Penimbangan 5 gr sampel
Gambar 2.2. Diagram Alir Pengukuran Kadar Air Daun Cincau, Rumput Laut,
dan Bubuk Agar-Agar
Daun cincau 17 g
Pencucian
A
A
Penirisan
Pengukuran filtrat
Penambahan CaCl2 (meja 1 (3%;1,38 mL), meja 2 (4%;1,84 mL), meja 3 (5%;2,3 mL))
Pengambilan 10 mL untuk pengujian titik pembekuan gel dan titik leleh gel
Perendaman
Air 1:22,5
Pemasakan (pressure cooker)
Penyaringan
B
B
Hasil penyaringan Hasil penyaringan
1944 g 648 g
Thawing Karagenan
x gram
Penyaringan
Karagenan
x gram
Penimbangan 1
gram
Penambahan akuades ± 50
mL
Pemanasan hingga
mendidih
Pengambilan 10 ml
larutan sampel
Pemasukan ke dalam tabung
reaksi
Pengukuran suhu leleh gel tepat saat batu berada 1 cm dari dasar
tabung
Gambar 2.6. Diagram Alir Suhu Pelelehan Gel (melting point)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengamatan Secara Fisik Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk
Agar-Agar
Tabel 3.1. Karakteristrik Warna Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk
Agar-Agar
Warna
No Bahan
L* a* b* c h
1 Daun cincau 94,8 -7,3 18,6 20 111,6
2 Rumput laut 48,3 0,7 12,1 12,1 86,7
3.2. Kadar Air Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk Agar-Agar
Tabel 3.2. Kadar Air Daun Cincau, Rumput Laut, dan Bubuk Agar-Agar
Bahan Kadar Air (%)
Daun Cincau 65,94
Rumput Laut 45,48
Bubuk Agar-Agar 16,48
Berdasarkan pengukuran kadar air menggunakan alat Infra Red (IR)
Moisture Tester, diketahui kadar air dari daun cincau adalah 65,94%. Kandungan
air berpengaruh terhadap kualitas daun cincau. Daun yang baik apabila
mengandung kadar air yang tinggi sehingga daun tersebut dapat dikatakan masih
segar. Daun yang kehilangan air akan menghasilkan kualitas gel cincau yang
kurang baik (Pitojo, 2008).
Perhitungan % Rendemen
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑟𝑎𝑔𝑒𝑛𝑎𝑛 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑢𝑏𝑢𝑟 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡 (𝑔𝑟)
× ×
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑏𝑢𝑟 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟)
× 100%
(1 − 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟)𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡(𝑔𝑟)
3.5. Agar-agar
Dari hasil pengamatan, kadar air agar-agar bubuk adalah 16,48%.
Remdahnya ladar air tersebut dikarenakan sebagian besar air telah membentuk
sistem hidrokoloid dengan bantuan agar-agar bubuk. Saat dipanaskan di air,
molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul
agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang
mengurung molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Kadar air
yang rendah juga menunjukan bahwa air yang keluar akibat peristiwa sineresis
rendah.
Pada pengamatan, warna dari agar-agar adalah tidak berwarna. Agar-agar
bubuk mayoritas diproduksi dari kelas ganggang merah (Rhodophycaea) yang
memiliki pigmen fikoeritrin berwarna merah. Akan tetapi, pigmen tersebut hilang
karena proses ekstraksi menjadi agar-agar bubuk. Hal ini menyebabkan agar-agar
menjadi tidak berwarna.
Pada praktikum pembentukan dan pelelehan hidrokoloid, digunakan dua
macam sampel yaitu agar-agar dan cincau, namun selama proses praktikum, cincau
yang digunakan untuk uji ini tidak dapat set pada suhu yang seharusnya, sehingga
yang diamati hanyalah sampel agar-agar. Sampel agar-agar di timbang sebanyak 10
gram kemudian dilarutkan dalam 50 mL aquadest dan dipanaskan hingga mendidih
agar dapat meleleh sempurna (Schrieber dkk., 2007). Pada percobaan ini, suhu
setting point ditunjukkan dengan menempelnya gel pada termometer ketika
termometer diangkat dari tabung reaksi dan suhu melting point ditunjukkan dengan
jatuhnya batu didih yang diletakkan di atas gel. Jatuhnya batu didih ini menandakan
bahwa gel sudah mencair.. Hasil praktikum kali ini, agar-agar membentuk gel pada
suhu 31℃ dan meleleh pada suhu 76,3℃. Agar-agar yang digunakan adalah agar-
agar bubuk yang memiliki kemungkinan berjenis “fast dissolving” sehingga dapat
meleleh pada suhu diantara 60°C sampai dengan 80°C. Pada umumnya agar-agar
membentuk gel pada suhu 30°C dan meleleh pada 85°C (Schrieber dkk., 2007).
Perbedaan suhu setting point dan melting point dipengaruhi oleh bahan
dasar karagenan itu sendiri, selain itu setting dan melting point dipengaruhi oleh
jenis dan konsentrasi ion dalam karagenan serta kondungan sulfat dalam bahan
(Nussinovitch, 2012).
BAB IV
KESIMPULAN
Agustin, A., Aprillia I.S., dan Harianingsih. 2017. Optimasi Pembuatan Karagenan
dari Rumput Laut dan Aplikasinya untuk Perenyah Biskuit, Jurnal Inovasi
Teknik Kimia 2(2): 42.
Diharmi, A. 2016. Karakteristik Fisikokimia Karagenan Rumput Laut Merah
Euchema spinosum dari Perairan Nusa Penida, Sumenep, dan Takalar,
Thesis S-2, Institut Pertanian Bogor.
Glicksman, M. 2019. Food Hydrocolloids Volume II. US: CRC Press.
Noviendri, D., dan Reno F.H. 2012. Pangan Biofungsional Hidrokoloid dari
Rumput Laut dan Aplikasinya dalam Industri Pangan, Journal of Agro-
Based Industry 29(1): 44-46.
Nurwidanti, O., Wignyanto, dan Nur H. 2016. Teknologi Dekolorisasi Limbah Cair
Batik dengan Menggunakan Zeolit dan Arang Termodifikasi Pada Sistem
Kontinyu, J-PAL 7(2): 99.
Nussinovitch, A. 2012. Hydrocolloid Applications: Gum Technology in the Food
and Other Industries. UK: Champman&Hall.
Pitojo, S. 2008. Khasiat Cincau Perdu. Yogyakarta: Kanisius.
Pitojo, S. dan Sumiati. 2012. Cincau: Cara Pembuatan & Variasi Olahannya.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Prihastuti, D., dan Marline A. 2019. Karagenan dan Aplikasinya dalam Bidang
Farmasetik, Majalah Farmasetika 4(5): 147-149.
Ramayulis, R. 2015. Green Smoothie. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Schrieber, Reinhard dan Gareis, H. 2007. Gelatine Handbook : Theory and
Industrial Practice. Berlin: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. Germany.
Widyaningsih, T. D. 2007. Cincau Hitam. Surabaya: Trubus Agrisarana.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN
HIDROKOLOID
Oleh:
KELOMPOK D-2
Vincentia Wilhelmina (6103018009)
Theresia Evelyn (6103018012)
Cynthia Christianto (6103018020)
Magdalena Christabel (6103018074)
Vincent (6103018099)