DISUSUN OLEH :
DIAN NOVITA SARI (D.131.19.0004)
INDRIT YUDHA PRASMANA (D.131.20.0038)
LESTARI AINUL HAQI (D.131.20.0047)
AJI BAYU LEJAR MAHENDRA (D.131.20.0051)
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan
dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang
dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibody,
sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji), dan
juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai
sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut.
Protein dengan penambahan asam dan pemanasan akan terjadi koagulasi, pada pH
isoelektrik kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperatur diatas 60°C
kelarutan akan berkurang (koagulasi) karna pada temperautr tinggi energi kinetik
meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur
sekunder, tersier, dan kuartener koagulasi. Salah satu penyebab denaturasi adalah
perubahan temperatur dan juga perubahan pH.
Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kerja enzim dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu substrat, suhu, keasaman, kofaktor, dan inhibitor. Tiap enzim
memerlukan suhu dan pH optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang
dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah diluar suhu dan pH
yang sesuai.
Denaturasi akibat suhu tinggi biasanya irreversible karena gaya-gaya ikatan lemah yang
penting untuk rusak akibat meningkatnya getaran termal komponen atau atom-atomnya
merusak struktur tiga dimensi.
V. HASIL PENGAMATAN
ZEIN Zein+Pelarut
(Maizena) + + + +
Garam Asam HCl Basa NaOH Alkohol
Sebelum - Larut - Larut - Larut - Larut
sempurna sempurna sempurna sempurna
- Tidak ada - Tidak ada - Tidak ada - Tidak ada
endapan endapan endapan endapan
Sesudah - Terbentuk - Terbentuk - Terbentuk - Terbentuk
gel (menjadi sedikit endapan endapan
gel) endapan - Tidak - Tidak
- Terbentuk - Tidak mengental mengental
endapan mengental
Albumin Albumin+Pelarut
(Putih Telur) + + + +
Garam Asam HCl Basa NaOH Alkohol
Sebelum - Larut - Terbentuk - Tidak larut - Terbentuk
sempuna Gumpalan di sempuna Gumpalan
- Terbentuk bagian atas - Terbentuk - Tidak larut
Koloid - Tidak larut Koloid sempuna
sempuna
Sesudah - Terbentuk - Terbentuk - Tidak larut - Kental
gelembung gel sempuna - Mengendap
- mengental - Warna - Terbentuk - Terbentuk
- Warna menjadi koloid gel
menjadi keruh sedikit keruh
- Terbentuk
gumpalan
(masak)
Terigu Terigu+Pelarut
(Glutenin) + + + +
Garam Asam HCl Basa NaOH Alkohol
Sebelum - Larut - Larut - Terbentuk - Larut
sempurna sempurna gumpalan sempurna
- Tidak - Tidak - Tidak larut - Tidak
terbentuk terbentuk sempurna terbentuk
endapan endapan - Mengental endapan
Sesudah - Terbentuk - Terbentuk - Terbentuk - Terbentuk
gumpalan dan endapan gel endapan
endapan - Mengental - Warna
(masak) - Warna menjadi
menjadi putih kuning
kekuningan
VI. PEMBAHASAN
Pada data diatas pengujian kelarutan sampel (zein, albumin, dan terigu (glutenin))
dengan menggunakan pelarut garam, asam HCl, basa NaOH, dan alkohol yang diamati
sebelum dan sesudah dipanaskan didapatkan data sebagai berikut :
Pada Zein yang dilarutkan menggunakan pelarut garam sebelum dipanaskan larutan
zein + pelarut garam dapat larut sempurna dan tidak ditemukan endapan namun, ketika
dipanaskan larutan zein + pelarut garam menjadi berbentuk gel dan terbentuk endapan
(masak). Pada pelarut asam HCl, Zein sebelum dipanaskan dapat larut sempurna dan tidak
terbentuk endapan, ketika setelah dipanaskan larutan zein + HCl membentuk sedikit
endapan namun tidak mengental. Untuk zein yang dilarutkan dengan basa NaOH dan
Alkohol sebelum dipanaskan dapat larut sempuna dan tidak terbentuk endapan, ketika
dipanaskan larutan zein membentuk endapan dan tidak mengalami pengentalan. Dari hasil
yang didapatkan dapat dilihat bahwa zein dapat larut pada seluruh pelarut dengan pH yang
berbeda baik netral (garam), asam, basa, dan alkohol pada kondisi suhu ruang, namun
ketika dipanaskan atau suhunya ditingkatkan zein akan membentuk endapan dan pada pH
netral akan membentuk gel. Hal tersebut dkarenakan perbedaan suhu dan pH optimum dari
zein sehingga zein dapat berubah bentuk ketika suhunya dinaikan (membentuk endapan).
Pada Albumin yang dilarutkan dengan pelarut garam ketika sebelum dipanaskan
albumin dapat larut sempurna namun membentuk koloid seperti bercak minyak, setelah
dipanaskan albumin membentuk gel, mengental, warnanya menjadi keruh dan terbentuk
gumpalan karena efek pemasakan dan suhu yang meningkat. Pada Albumin yang
dilarutkan dengan basa NaOH sebelum dan sesudah dipanaskan albumin tidak dapat larut
sempurna dan membentuk koloid. Sedangkan pada albumin yang dilarutkan dengan asam
HCl dan alcohol sebelum dipanaskan albumin membentuk gumpalan dan tidak dapat larut
sempurna, setelah dipanaskan albumin membentuk gel dan berubah warna pada pelarut
asam. Namun pada pelarut alkohol albumin menjadi kental, mengendap, dan membentuk
gel. Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa albumin hanya dapat larut sempurna
pada pH netral (garam) pada suhu ruang. Namun pada suhu yang tinggi albumin akan
mengental dan membentuk gel pada pelarut garam, asam, dan alkohol. Hal tersebut karena
pH dan suhu sehingga terjadi perubahan bentuk albumin.
Pada terigu (glutenin) pada pelarut garam, asam, dan alcohol sebelum dipanaskan
dapat larut sempurna dan tidak membentuk gumpalan atau endapan, namun setelah
dipanaskan terigu mengental, membentuk endapan, dan mengalami perubahan warna. Pada
pelarut basa NaOH sebelum dipanaskan terigu membentuk gumpalan, mengental, dan tidak
larut sempurna, sedangkan setelah dipanaskan terigu berubah warna dan membentuk gel
karena proses pemasakan sehingga terjadi gelatinisasi. Dari hasil yang didapatkan dapat
dilihat bahwa titik isoelektrik pada terigu (glutenin) berada pada pH diatas 7 atau dalam
kondisi Basa. Serta suhu dapat merubah bentuk terigu dari cair menjadi gel atau padatan
(endapan).
VII. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian diatas dapat disimpulkan bahwa pH dan suhu akan
mempengaruhi kelarutan dan bentuk dari protein/enzim. Pada ketiga sampel dengan semua
jenis pelarut ketika dipanaskan kelarutannya menjadi berkurang dan berubah bentuk
menjadi padatan dalam hal ini membentuk gel atau endapan. Pada zein pH tidak
mempengaruhi kelarutannya, sedangkan pada kedua sampel lainnya (albumin dan terigu)
pH mempengaruhi kelarutan sampel tersebut.
VIII. LAMPIRAN
(sebelum dipanaskan)
(sesudah dipanaskan)
ACARA 2
PEMBENTUKAN DOUGH
I. TUJUAN
Untuk mengetahui kerja enzim pada substrat karbohidrat.
b) Bahan:
1. Fermipan 1 gram dan 1,5 gram
2. Tepung terigu protein rendah 10 gr
3. Gula cair 10 ml
V. HASIL
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum uji dough yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut Pembentukan dough atau adonan roti melibatkan kerja enzim pada substrat
karbohidrat. Ragi (yeast) mengandung beberapa enzim, seperti protease, lipase, invertase,
maltase, dan zymase, yang berperan dalam memecah protein, lemak, sukrosa, maltosa, dan
glukosa. Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan roti, dan ketika
dicampur dengan air, glutein terbentuk. Glutein memberikan sifat elastis pada adonan roti,
yang memungkinkan roti mengembang selama proses pembuatan dan mempertahankan
teksturnya. Air berperan sebagai pelarut untuk semua bahan-bahan pembuat roti dan
membantu dalam pembentukan gluten. Ragi (yeast) digunakan dalam pembuatan roti untuk
menyebabkan adonan mengembang. Ragi mengubah gula menjadi gas karbon dioksida dan
senyawa beraroma. Gas karbon dioksida yang dihasilkan ditahan oleh adonan roti,
sehingga adonan mengembang dan membantu menjaga struktur roti. Dalam percobaan
dengan variasi jumlah ragi (fermipan), adonan roti dengan jumlah ragi yang lebih banyak
(1 gram fermipan) menghasilkan lebih banyak gas karbon dioksida selama fermentasi,
sehingga adonan roti mengembang lebih banyak dibandingkan adonan roti dengan jumlah
ragi yang lebih sedikit (1,5 gram fermipan). Jumlah ragi yang digunakan dalam adonan roti
dapat mempengaruhi sejauh mana adonan roti dapat mengembang dan mempertahankan
teksturnya.
Dengan demikian, pemahaman mengenai pengaruh enzim dalam ragi (fermipan) terhadap
pembentukan dough atau adonan roti menjadi lebih jelas melalui hasil praktikum ini.
Pengendalian jumlah ragi dalam adonan roti menjadi penting untuk mencapai hasil yang
diinginkan dalam proses pembuatan roti.
VIII. LAMPIRAN
ACARA III
I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tingkat kelarutan suatu protein dan enzim dari produk hewani dan
nabati
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian enzim papain pada daging sapi dengan
memperhatikan perubahan tekstur, warna, aroma dan rasa.
V. HASIL PENGAMATAN
Sebelum digoreng
Rasa -- -- -
Aroma - - -
Sesudah digoreng
Organoleptik Direndam papain Tanpa Perlakuan Dilumuri
VI. PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan ini kita dapat mengetahui tekstur, warna rasa aroma pada
sampel percobaan daging sebelum digoreng dan sesudah digoreng. Sebelum digoreng dan
di rendam enzim papain tekstur daging kenyal warna dagingnya merah pucat kekuningan
dan aromanya tidak berbau , sedangkan yang tanpa perlakuan teksturnya kenyal, warnanya
merah daging,aromanya amis, sedangkan yang dibalur tekstur dagingnya kenyal, warna
daging merah keputihan dan aromanya tidak berbau. kemudian setelah digoreng tekstur
daging yang direndam enzim papain teksturnya kenyal, warna dagingnya putih pucat,
rasanya tidak ada rasa dan aroma khas papin, sedangkan yang tanpa perlakuan teksturnya
keras, warna dagingnya putih pucat,Rasa dagingnya tidak ada,dan aroma dagingnya tidak
ada. Dan yang dibalur tekstur dagingnya lengket, warna dagingnya putih pucat, rasanya
agak sedikit asin dan aromanya amis.
Pengempukan daging dengan enzim adalah salah satu metode yang sudah lama
dilakukan. Secara biokimia, pelunakkan daging dapat dianggap sebagai proses degradasi
protein struktur/serat atau berubahnya struktur kuartener menjadi struktur sederhana. Salah
satu cara untuk mengubah struktur ini adalah melalui hidrolisis dengan bantuan enzim
protease. Ikatan peptide dapat dihrolisis dengan perebusan didalam asam kuat atau basa
kuat untuk menghasilkan komponen asam amino dalam bentuk bebas.
Proses pengempukan terjadi karena proteolisis pada berbagai fraksi protein daging
oleh enzim. Proteolisis kolagen menjadi hidroksiprolin mengakibatkan shear force kolagen
berkurang sehingga keempukan daging meningkat. Proteolisis miofibril menghasilkan
fragmen protein dengan rantai peptida lebih pendek. Semakin banyak terjadi proteolisis
pada miofibril, maka semakin banyak protein terlarut dalam larutan garam encer.
Terhidrolisisnya kolagen dan miofibril menyebabkan hilangnya ikatan antarserat dan juga
pemecahan serat menjadi fragmen yang lebih pendek, menjadikan sifat serat otot lebih
mudah terpisah sehingga daging semakin empuk.
VII. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil praktikum percobaan enzim papain kita bisa mengetahui
perbedaan tekstur,warna, rasa, aroma daging sapi sebelum digoreng yang direndam enzim
papain & yang tidak direndam dan setelah digoreng direndam enzim papain dan tidak
direndam.
VIII. LAMPIRAN