Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRATIKUM

TEKNOLOGI PROTEIN DAN ENZIM

DISUSUN OLEH :
DIAN NOVITA SARI (D.131.19.0004)
INDRIT YUDHA PRASMANA (D.131.20.0038)
LESTARI AINUL HAQI (D.131.20.0047)
AJI BAYU LEJAR MAHENDRA (D.131.20.0051)

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS SEMARANG
2023
ACARA I
UJI KELARUTAN
I. TUJUAN
Untuk mengetahui tingkat kelarutan suatu protein dan enzim dari produk hewani dan
nabati.

II. DASAR TEORI


Protein bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam maupun hasa Daya larut
protein berbeda di dalam air, asam, dan basa. Sebagian ada yang mudah larut dan ada pula
yang sukar larut. Namun, semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti eter atau
kloroform. Apabila protein dipanaskan atau ditambah dengan etanol absolute, maka
protein akan menggumpal (terkoagulasi). Hal ini disebabkan etanol menarik mantel air
yang melingkupi molekul-molekul protein.

Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan
dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang
dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibody,
sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji), dan
juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai
sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut.

Uji pengendapan dengan garam, apabila terdapat garam-garam anorganik dalam


konsentrasi tinggi dalam larutan protein (albumin dan gelatin, maka kelarutan protein akan
berkurang sehingga terjadi pengendapan protein.) Uji pengendapan dengan alkohol,
pelarut organik dapat merubah atau mengurangi konstanta dielektrikan dari air sehingga
kelarutan protein berkurang dan alkohol berkompetisi dengan protein terhadap air.

Protein dengan penambahan asam dan pemanasan akan terjadi koagulasi, pada pH
isoelektrik kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Pada temperatur diatas 60°C
kelarutan akan berkurang (koagulasi) karna pada temperautr tinggi energi kinetik
meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur
sekunder, tersier, dan kuartener koagulasi. Salah satu penyebab denaturasi adalah
perubahan temperatur dan juga perubahan pH.

Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kerja enzim dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu substrat, suhu, keasaman, kofaktor, dan inhibitor. Tiap enzim
memerlukan suhu dan pH optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang
dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah diluar suhu dan pH
yang sesuai.
Denaturasi akibat suhu tinggi biasanya irreversible karena gaya-gaya ikatan lemah yang
penting untuk rusak akibat meningkatnya getaran termal komponen atau atom-atomnya
merusak struktur tiga dimensi.

III. ALAT DAN BAHAN


a) Alat
1. Tabung reaksi 12 buah
2. Pengaduk 1 buah
3. Penjepit tabung 1 buah
4. Pembakar Bunsen 1 buah
5. Pipet 6 buah
b) Bahan
1) Pelarut
a. Garam
b. Asam HCl 2%
c. Basa NaOH 0,25 N
d. Alkohol 96%
2) Protein/Enzim
a. Tepung maizena (Zein)
b. Putih telur (Albumin)
c. Terigu (Glutenin)

IV. CARA KERJA


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Disiapkan 12 buah tabung reaksi yang sudah dibersihkan
3. Diisi tabung reaksi dengan sampel protein/enzim secukupnya
4. Ditambahkan bahan pelarut yang berbeda (garam, asam HCl, basa NaOH, dan
alkohol) sebanyak 3 ml ke dalam masing-masing tabung reaksi
5. Diaduk hingga rata dan dikocok tabung reaksi sehingga bahan tercampur sempurna
dengan rata dan baik
6. Diamati endapan dan warna setelah sampel dikocok, kemudian dicatat hasilnya
7. Setelah diamati, tabung rekasi yang berisi sampel dan pelarut dipanaskan dengan api
bunsen
8. Diamati dan dicatat hasilnya setelah dipanaskan

V. HASIL PENGAMATAN

ZEIN Zein+Pelarut
(Maizena) + + + +
Garam Asam HCl Basa NaOH Alkohol
Sebelum - Larut - Larut - Larut - Larut
sempurna sempurna sempurna sempurna
- Tidak ada - Tidak ada - Tidak ada - Tidak ada
endapan endapan endapan endapan
Sesudah - Terbentuk - Terbentuk - Terbentuk - Terbentuk
gel (menjadi sedikit endapan endapan
gel) endapan - Tidak - Tidak
- Terbentuk - Tidak mengental mengental
endapan mengental

Albumin Albumin+Pelarut
(Putih Telur) + + + +
Garam Asam HCl Basa NaOH Alkohol
Sebelum - Larut - Terbentuk - Tidak larut - Terbentuk
sempuna Gumpalan di sempuna Gumpalan
- Terbentuk bagian atas - Terbentuk - Tidak larut
Koloid - Tidak larut Koloid sempuna
sempuna
Sesudah - Terbentuk - Terbentuk - Tidak larut - Kental
gelembung gel sempuna - Mengendap
- mengental - Warna - Terbentuk - Terbentuk
- Warna menjadi koloid gel
menjadi keruh sedikit keruh
- Terbentuk
gumpalan
(masak)

Terigu Terigu+Pelarut
(Glutenin) + + + +
Garam Asam HCl Basa NaOH Alkohol
Sebelum - Larut - Larut - Terbentuk - Larut
sempurna sempurna gumpalan sempurna
- Tidak - Tidak - Tidak larut - Tidak
terbentuk terbentuk sempurna terbentuk
endapan endapan - Mengental endapan
Sesudah - Terbentuk - Terbentuk - Terbentuk - Terbentuk
gumpalan dan endapan gel endapan
endapan - Mengental - Warna
(masak) - Warna menjadi
menjadi putih kuning
kekuningan

VI. PEMBAHASAN
Pada data diatas pengujian kelarutan sampel (zein, albumin, dan terigu (glutenin))
dengan menggunakan pelarut garam, asam HCl, basa NaOH, dan alkohol yang diamati
sebelum dan sesudah dipanaskan didapatkan data sebagai berikut :
Pada Zein yang dilarutkan menggunakan pelarut garam sebelum dipanaskan larutan
zein + pelarut garam dapat larut sempurna dan tidak ditemukan endapan namun, ketika
dipanaskan larutan zein + pelarut garam menjadi berbentuk gel dan terbentuk endapan
(masak). Pada pelarut asam HCl, Zein sebelum dipanaskan dapat larut sempurna dan tidak
terbentuk endapan, ketika setelah dipanaskan larutan zein + HCl membentuk sedikit
endapan namun tidak mengental. Untuk zein yang dilarutkan dengan basa NaOH dan
Alkohol sebelum dipanaskan dapat larut sempuna dan tidak terbentuk endapan, ketika
dipanaskan larutan zein membentuk endapan dan tidak mengalami pengentalan. Dari hasil
yang didapatkan dapat dilihat bahwa zein dapat larut pada seluruh pelarut dengan pH yang
berbeda baik netral (garam), asam, basa, dan alkohol pada kondisi suhu ruang, namun
ketika dipanaskan atau suhunya ditingkatkan zein akan membentuk endapan dan pada pH
netral akan membentuk gel. Hal tersebut dkarenakan perbedaan suhu dan pH optimum dari
zein sehingga zein dapat berubah bentuk ketika suhunya dinaikan (membentuk endapan).
Pada Albumin yang dilarutkan dengan pelarut garam ketika sebelum dipanaskan
albumin dapat larut sempurna namun membentuk koloid seperti bercak minyak, setelah
dipanaskan albumin membentuk gel, mengental, warnanya menjadi keruh dan terbentuk
gumpalan karena efek pemasakan dan suhu yang meningkat. Pada Albumin yang
dilarutkan dengan basa NaOH sebelum dan sesudah dipanaskan albumin tidak dapat larut
sempurna dan membentuk koloid. Sedangkan pada albumin yang dilarutkan dengan asam
HCl dan alcohol sebelum dipanaskan albumin membentuk gumpalan dan tidak dapat larut
sempurna, setelah dipanaskan albumin membentuk gel dan berubah warna pada pelarut
asam. Namun pada pelarut alkohol albumin menjadi kental, mengendap, dan membentuk
gel. Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa albumin hanya dapat larut sempurna
pada pH netral (garam) pada suhu ruang. Namun pada suhu yang tinggi albumin akan
mengental dan membentuk gel pada pelarut garam, asam, dan alkohol. Hal tersebut karena
pH dan suhu sehingga terjadi perubahan bentuk albumin.
Pada terigu (glutenin) pada pelarut garam, asam, dan alcohol sebelum dipanaskan
dapat larut sempurna dan tidak membentuk gumpalan atau endapan, namun setelah
dipanaskan terigu mengental, membentuk endapan, dan mengalami perubahan warna. Pada
pelarut basa NaOH sebelum dipanaskan terigu membentuk gumpalan, mengental, dan tidak
larut sempurna, sedangkan setelah dipanaskan terigu berubah warna dan membentuk gel
karena proses pemasakan sehingga terjadi gelatinisasi. Dari hasil yang didapatkan dapat
dilihat bahwa titik isoelektrik pada terigu (glutenin) berada pada pH diatas 7 atau dalam
kondisi Basa. Serta suhu dapat merubah bentuk terigu dari cair menjadi gel atau padatan
(endapan).

VII. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian diatas dapat disimpulkan bahwa pH dan suhu akan
mempengaruhi kelarutan dan bentuk dari protein/enzim. Pada ketiga sampel dengan semua
jenis pelarut ketika dipanaskan kelarutannya menjadi berkurang dan berubah bentuk
menjadi padatan dalam hal ini membentuk gel atau endapan. Pada zein pH tidak
mempengaruhi kelarutannya, sedangkan pada kedua sampel lainnya (albumin dan terigu)
pH mempengaruhi kelarutan sampel tersebut.

VIII. LAMPIRAN

(sebelum dipanaskan)
(sesudah dipanaskan)
ACARA 2
PEMBENTUKAN DOUGH

I. TUJUAN
Untuk mengetahui kerja enzim pada substrat karbohidrat.

II. DASAR TEORI


Dough atau adonan roti adalah hasil pencampuran bahan-bahan pembuat roti
seperti tepung dengan air, gula, ragi, dan bahan tambahan lainnya. Tepung merupakan
bahan baku utama roti. Tepung jika dicampur dengan air akan menghasilkan glutein.
Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan
sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibut oleh ragi sehingga adonan tidak
mengempis kembali.
Air dalam pembuatan roti berfungsi sebagai pelarut semua bahan menjadi adonan
yang kompak. Air juga berfungsi sebagai pembentuk gluten dimana giladin dan glutenin
jika ditambah air akan membentuk adonan (dough).
Dalam pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang.
Ragi/ycast biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk-aduk
merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Yeast merupakan suatu
mahluk hidup berukuran kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiac yang
digunakan dalam pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan
bagi ycast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas
karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian
ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang dan dapat menjaga tektur roti
(Sukamto, 2013).
Ragi mengubah gula menjadi gas karbondioksida untuk pengembangan adonan
roti. Gula yang diubah dapat berasal dari tepung maupun gula yang sengaja ditambahkan
dalam adonan. Pada ragi terdapat enzim yaitu protcase yang dapat memecah protein, lipase
yang dapat memecah lemak, invertase yang memecah sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa, maltase yang memecah maltosa menjadi glukosa-glukosa. serta zymase yang
memecah
glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida (Koswara, 2009). Gula ditujukan
sebagai sumber karbon pertama dari sel kamir yang mendorong aktifnya fermentasi. Gula
yang dimanfaatkan oleh sel khamir, umumnya hanya gula-gula scde_rhznlna. Glukosa atau
fruktosa yang dihasilkan oleh pemecahan molekul komplek menjadi sederhana, Sukrosa
dan maltosa dapat dipecah menjadi gula sederhana atau heksosa ol_ch enzim yang)ada
pada khamir, sedangkan pati atau dekstrin tidak dapat langsung dipecah oleh ragi. Menurut
Koswara, 2009 gula juga berporan sebagai nutrisi (sumber karbon) ragi dalam proses
fermentasi, sehingga ragi dapat menghasilkan gas CO2 yang berpengaruh terhadap
pengembangan adonan.
III. ALAT DAN BAHAN
a) Alat :
1. Timbangan digital 1 Buah
2. Beaker glass 200 ml 2 Buah
3. Pembakar bunsen 1 Buah
4. Mangkuk 4 Buah
5. Sendok makan 1 Buah

b) Bahan:
1. Fermipan 1 gram dan 1,5 gram
2. Tepung terigu protein rendah 10 gr
3. Gula cair 10 ml

IV. CARA KERJA


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang tepung sebanyak 5 gram menggunakan timbangan digital.
3. Ditimbang fermipan sebanyak 1,5 gram dan 1 gram.
4. Dimasukkan hasil timbangan fermipan dan tepung kedalam masing-masing beaker
glass
5. Ditambahkan air gula ke masing-masing beaker glass, hingga terbentuk adonan
6. Ditutup masing-masing beaker glass dengan menggunakan plastik
7. Diamati dan dicatat ketinggian dough sebanyak 3 kali per 5 menit nya.

V. HASIL

Beaker Glass 1 ( 1 gram Fermipan )


Waktu (menit) Tinggi dough (cm)
Awal (0 menit) 1,5 cm
5 menit 2 cm
10 menit 2,5 cm
15 menit 2,5 cm

Beaker Glass 2 ( 1,5 gram Fermipan )


Waktu (menit) Tinggi dough (cm)
Awal (0 menit) 1 cm
5 menit 1,5 cm
10 menit 2 cm
15 menit 2 cm
VI. PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum uji dough, pembentukan dough atau adonan roti yang
melibatkan kerja enzim pada substrat karbohidrat. Adonan roti dibuat dengan
mencampurkan berbagai bahan seperti tepung, air, gula, ragi, dan bahan tambahan lainnya.
Tepung merupakan bahan utama dalam pembuatan roti. Ketika tepung dicampur
dengan air, glutein terbentuk. Glutein inilah yang memberikan sifat elastis pada adonan
roti, sehingga roti dapat mengembang selama proses pembuatan dan mempertahankan
teksturnya. Air berperan sebagai pelarut untuk semua bahan-bahan pembuat roti dan juga
membantu dalam pembentukan gluten.
Ragi atau yeast digunakan dalam pembuatan roti untuk menyebabkan adonan
mengembang. Ragi adalah mikroorganisme kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces
cerevisiae, yang mengubah gula menjadi gas karbon dioksida dan senyawa beraroma. Ragi
akan tumbuh dan menghasilkan gas karbon dioksida serta aroma tertentu jika diberikan
kondisi yang cukup, seperti adanya air dan makanan, terutama gula. Gas karbon dioksida
yang dihasilkan oleh ragi ditahan oleh adonan roti, sehingga adonan mengembang dan
membantu menjaga struktur roti.
Ragi mengandung beberapa enzim, seperti protease, lipase, invertase, maltase, dan
zymase, yang berperan dalam memecah protein, lemak, sukrosa, maltosa, dan glukosa.
Enzim tersebut berkontribusi dalam mengubah substrat karbohidrat menjadi gas karbon
dioksida dan senyawa lainnya selama fermentasi. Gula dalam adonan roti digunakan
sebagai sumber karbon bagi ragi dalam proses fermentasi, sehingga ragi dapat
menghasilkan gas karbon dioksida yang berpengaruh terhadap pengembangan adonan roti.
Dalam percobaan yang dilakukan, terdapat dua beaker glass yang berisi adonan roti
dengan variasi jumlah fermipan (ragi) yaitu 1 gram dan 1,5 gram. Adonan roti tersebut
diamati selama beberapa waktu dengan mencatat tinggi dough (adonan) setiap 5 menit.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa adonan roti dengan 1 gram fermipan memiliki
ketinggian yang lebih tinggi daripada adonan roti dengan 1,5 gram fermipan pada setiap
interval waktu pengamatan.
Pengamatan tersebut mengindikasikan bahwa jumlah ragi yang lebih banyak (1
gram fermipan) menghasilkan lebih banyak gas karbon dioksida selama fermentasi,
sehingga adonan roti mengembang lebih banyak. Sedangkan adonan roti dengan jumlah
ragi yang lebih sedikit (1,5 gram fermipan) menghasilkan jumlah gas yang lebih sedikit,
sehingga adonan roti mengembang lebih sedikit.
Percobaan ini memberikan pemahaman tentang pengaruh enzim dalam ragi
(fermipan) terhadap pembentukan dough atau adonan roti. Jumlah ragi yang digunakan
dapat mempengaruhi sejauh mana adonan roti dapat mengembang dan mempertahankan
teksturnya.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum uji dough yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut Pembentukan dough atau adonan roti melibatkan kerja enzim pada substrat
karbohidrat. Ragi (yeast) mengandung beberapa enzim, seperti protease, lipase, invertase,
maltase, dan zymase, yang berperan dalam memecah protein, lemak, sukrosa, maltosa, dan
glukosa. Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan roti, dan ketika
dicampur dengan air, glutein terbentuk. Glutein memberikan sifat elastis pada adonan roti,
yang memungkinkan roti mengembang selama proses pembuatan dan mempertahankan
teksturnya. Air berperan sebagai pelarut untuk semua bahan-bahan pembuat roti dan
membantu dalam pembentukan gluten. Ragi (yeast) digunakan dalam pembuatan roti untuk
menyebabkan adonan mengembang. Ragi mengubah gula menjadi gas karbon dioksida dan
senyawa beraroma. Gas karbon dioksida yang dihasilkan ditahan oleh adonan roti,
sehingga adonan mengembang dan membantu menjaga struktur roti. Dalam percobaan
dengan variasi jumlah ragi (fermipan), adonan roti dengan jumlah ragi yang lebih banyak
(1 gram fermipan) menghasilkan lebih banyak gas karbon dioksida selama fermentasi,
sehingga adonan roti mengembang lebih banyak dibandingkan adonan roti dengan jumlah
ragi yang lebih sedikit (1,5 gram fermipan). Jumlah ragi yang digunakan dalam adonan roti
dapat mempengaruhi sejauh mana adonan roti dapat mengembang dan mempertahankan
teksturnya.
Dengan demikian, pemahaman mengenai pengaruh enzim dalam ragi (fermipan) terhadap
pembentukan dough atau adonan roti menjadi lebih jelas melalui hasil praktikum ini.
Pengendalian jumlah ragi dalam adonan roti menjadi penting untuk mencapai hasil yang
diinginkan dalam proses pembuatan roti.

VIII. LAMPIRAN
ACARA III

UJI ENZIM PAPAIN

I. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tingkat kelarutan suatu protein dan enzim dari produk hewani dan
nabati
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian enzim papain pada daging sapi dengan
memperhatikan perubahan tekstur, warna, aroma dan rasa.

II. DASAR TEORI


Enzim adalah protein spesifik yang berfungsi sebagai biokatalisator (mempercepat
proses hidrolisis).sebagai katalisator ,enzim harus bersifat efektif (dibutuhkan dalam
jumlah sangat sedikit dibandingkan jumlah substrat),tidak ikut serta dalam proses
reaksi(sifat dan jumlah tidak berubah ),dapat diperoleh kembali pada akhir reaksi , dan
bersifat spesifik.
Pada percobaan ini digunakan enzim papain .enzim papain merpakan enzim
proteolitik golongan protease yang memerlukan substrat protein dengan titik serangnya
pada bagian ikatan – ikatan peptid. Selain itu apain merupakan enzim protease yang
terkandung dalam grtah pepaya baik dalam buah ,batang ,dan daunnya.enzim papain
digunakan dalam industri pengolahan daging untuk mengempukkan daging ,cara kerja
enzim ini dapat dilakukan dengan cara memecahkan molekul enzim melalui kegiatan
hidrolisis protein.Enzim ini mla- mula akan merusak mukopolisakrida dari matriks
substansi dasar,kemudian secara cepat menurun serat – serat tenunan pengikat dalam
(Lewrie,2003). Selama proses ini kolagen dan Myofibril.terhidrosis Hal ini menyebabkan
hilangnya ikatan atar serat daging dan memecahkan serat fragmen yang lebih pendek
,sehingga meningkatkan keempukan daging. Enzim papain yang ditambahkan baru akan
aktif pada suhu diatas 80 derajat celcius, maka diperlukan proses pemasakan ( Winarno
1993),(Yenny okfrianti dkk,2011).
Enzim papain mempunyai pH dan suhu optimum masing – masing 5 -7 dan 100 C
sampai 700C ( Arief, 1975). Sedangkan keaktifan enzim papain hanya menurun 20 persen
pada pemanasan 700C selama 30 menit pada pH 7 dan menjadi tidak aktif diatas suhu 70
– 850C. Papain cocok digunakan sebagai pengempuk daging karena aktif pada keadaan
pH daging enzim ini memotong protein daging pada sisi karboksil valin, lisin dan arginin.
Faktor yang sangat memengaruhi kerjanya enzim yaitu suhu dan konsentrasi enzim.
Apabila penggunakan enzim papain dalam suhu tinggi, maka enzim tidak dapat berfungsi
karena akan terdenaturasi,juga jika digunakan dalam suhu yang dingin (rendah ) maka
protein lambat ,sebaiknya komsentrasi enzimnya terlalu tinggi maka proses perombakan
cepat tetapi tidak ekonomis.
Daging dapat dideskrpsikan sebagai sekumpulan otot yang melekat pada kerangka.
Daging juga dapat didefinisikan sebagai otot tubuh hewan atau manusia termasuk tenunan
pengikatnya (Syarif dan Dradjat,1977) dalam Dwiari,2010
Daging merupakan hasil pemotongan ternak yang telah melalui fase rigormortis
,dalam proses rigormortid tersebut otot akan mengalami kehilangan glikogen dan
mengakibatkan otot menjadi kaku,,selain itu enzim – enzim proteolitik pada daging akan
bekerja dalam memperbaiki keempukan.jumlah jaringan ikat dalam otot merupakan
komponen terpenting dalam menentukan empuk tidaknya daging, selain itu juga
mempengaruhi tekstur dari pada daging.

III. ALAT DAN BAHAN


a) Alat :
1. Wajan 1 buah
2. Kompor 1 buah
3. Peniris 1 buah
4. Spatula 1 buah
5. Mangkuk 1 buah
6. Timbangan digital 1 buah
7. Piring kecil 1 buah
8. Stopwatch 1 buah
b) Bahan:
1. Daging 3 potong
2. Papain sintetis 2,0 gram
3. Air 20 ml
4. Minyak goreng secukupnya

IV. CARA KERJA


1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diambil 3 potong daging, kemudian masing-masing daging ditimbang
menggunakan timbangan digital, laku dicatat hasilnya
3. Dilakukan 3 perlakuan yang berbeda.
4. Daging pertama diletakkan di suhu ruang tanpa perlakuan
5. Daging yang kedua direndam dengan papain sintesis selama 1 menit
6. Daging yang ketiga dibalur dengan serbuk papain sintesis secukupnya dan didiamkan
selama 10 menit
7. Diangkat / ditiriskan daging yang sudah direndam dengan enzim papain sintetis
8. Diamati warna, aroma, dan tekstur pada 3 perlakuan daging dan dicatat hasilnya
9. Digoreng masing-masing sampel daging (tanpa perlakuan, direndan papain sintesis
dan dibalur serbuk papain sintesis) sampai matang kecoklatan, kemudian diangkat dan
ditiriskan
10. Diamati tekstur, warna, aroma dan rasa daging. Lalu dicatat hasilnya

V. HASIL PENGAMATAN
Sebelum digoreng

Organoleptik Direndam papain Tanpa Perlakuan Dilumuri

Sangat empuk Sedikit empuk,


Tekstur Kenyal,agak keras
(kenyal) kenyal
Merah pucat
Warna Merah Daging Merah pucat
kekuningan

Rasa -- -- -

Aroma - - -
Sesudah digoreng
Organoleptik Direndam papain Tanpa Perlakuan Dilumuri

Tekstur Sedikit alot Alot,Keras Krispi ,empuk

Warna Coklat Pucat Coklat pucat Coklat keemasan

Rasa Gurih Sedikit Asin Asin sangat gurih


,sangat gurih
Aroma Sedikit beraroma Sangat beraroma Daging
khas papain

VI. PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan ini kita dapat mengetahui tekstur, warna rasa aroma pada
sampel percobaan daging sebelum digoreng dan sesudah digoreng. Sebelum digoreng dan
di rendam enzim papain tekstur daging kenyal warna dagingnya merah pucat kekuningan
dan aromanya tidak berbau , sedangkan yang tanpa perlakuan teksturnya kenyal, warnanya
merah daging,aromanya amis, sedangkan yang dibalur tekstur dagingnya kenyal, warna
daging merah keputihan dan aromanya tidak berbau. kemudian setelah digoreng tekstur
daging yang direndam enzim papain teksturnya kenyal, warna dagingnya putih pucat,
rasanya tidak ada rasa dan aroma khas papin, sedangkan yang tanpa perlakuan teksturnya
keras, warna dagingnya putih pucat,Rasa dagingnya tidak ada,dan aroma dagingnya tidak
ada. Dan yang dibalur tekstur dagingnya lengket, warna dagingnya putih pucat, rasanya
agak sedikit asin dan aromanya amis.
Pengempukan daging dengan enzim adalah salah satu metode yang sudah lama
dilakukan. Secara biokimia, pelunakkan daging dapat dianggap sebagai proses degradasi
protein struktur/serat atau berubahnya struktur kuartener menjadi struktur sederhana. Salah
satu cara untuk mengubah struktur ini adalah melalui hidrolisis dengan bantuan enzim
protease. Ikatan peptide dapat dihrolisis dengan perebusan didalam asam kuat atau basa
kuat untuk menghasilkan komponen asam amino dalam bentuk bebas.
Proses pengempukan terjadi karena proteolisis pada berbagai fraksi protein daging
oleh enzim. Proteolisis kolagen menjadi hidroksiprolin mengakibatkan shear force kolagen
berkurang sehingga keempukan daging meningkat. Proteolisis miofibril menghasilkan
fragmen protein dengan rantai peptida lebih pendek. Semakin banyak terjadi proteolisis
pada miofibril, maka semakin banyak protein terlarut dalam larutan garam encer.
Terhidrolisisnya kolagen dan miofibril menyebabkan hilangnya ikatan antarserat dan juga
pemecahan serat menjadi fragmen yang lebih pendek, menjadikan sifat serat otot lebih
mudah terpisah sehingga daging semakin empuk.

VII. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil praktikum percobaan enzim papain kita bisa mengetahui
perbedaan tekstur,warna, rasa, aroma daging sapi sebelum digoreng yang direndam enzim
papain & yang tidak direndam dan setelah digoreng direndam enzim papain dan tidak
direndam.

VIII. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai