2. Analisa Building
Analisa struktur untuk Tower Rooftop ( Tower diatas gedung) ,
menghitung dan menganalisa kekuatan gedung atas
penambahan beban di atasnya.
3. Tower Analisis
Perhitungan kekuatan tower atas penambahan beban ex.
Penambahan antena atau microwave.
Perhitungan menggunakan MS. Tower atau SAP.
----------------------------------------
Pondasi Tower baik SST 42, 52, 62, 72 dan tipe Tower lainnya
( green field) .
Tipe Tower 3L or 4L untuk provider Indosat, Telkomsel, XL,
Telkom Flexi, HCPT, Smart, esia dll
Tipe Pondasi :
1. Foot Plate
2. Raffter
3. Bor Pile ( Strousth)
4. Dll
1. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan
telah selesai atau sedang membangun menaranya sebelum Peraturan
Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
peraturan Bersama ini paling lama 2 tahun terhitung sejak Peraturan
Bersama ini ditetapkan.
2. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan
belum membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan
wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini.
Sumber : Depkominfo...
5/10/2009
Musibah gempa bumi yang terjadi belum lama ini seperti di Sumatra Barat
dan Tasikmalaya, serta beberapa gempa bumi sebelumnya di beberapa
daerah sebelumnya telah berdampak destruktif dalam bentuk terputusnya
layanan telekomunikasi.
Izin dicabut
Gatot menjelaskan salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa
bumi tersebut diatur pada Pasal 11 Ayat 1 di dalam surat keputusan
bersama. Pasat tersebut meminta terpenuhinya persyaratan teknis, selain
persyaratan administratif.
12 November 2008
Tower Telekomunikasi
Kita tidak dapat menyalahkan masyarakat yang menolak pembangunan tower
telekomunikasi, karena memang mereka tidak mendapatkan informasi yang benar
tentang apa dan bagaimana tower serta akibat yang dapat ditimbulkan oleh tower
tersebut.
Tower telekomunikasi baik untuk pemancar Gelombang Micro Digital ( GMD )
maupun untuk BTS ( Base Transceiver System) pemancar HP,
Untuk GMD biasanya memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi 4
sampai 7 Ghz , dimana antara antenna pemancar dengan antenna penerima
berjarak sekitar maksimum 60 Km dan harus LOS ( Line Of Side ) tidak ada
obstackle ( penghalang ) yang menghalangi antara keduanya., biasanya dengan
ketinggian diatas 40 meter dari permukaan tanah. Gelombang yang dipancarkan
adalah gelombang ruang, merambat lurus diudara.
Sementara untuk BTS adalah memancarkan gelombang elektromagnetik dengan
frekuensi rendah berkisar antara 900 s/d 1800 Mhz., yang dipancarkan oleh antenna
sektoral yang nantinya akan ditangkap oleh antenna HP pada masing-masing
pelanggan HP.
Secara teknologi gelombang radio dapat dinyatakan aman untuk kesehatan
manusia dan peralatan listrik di rumah tangga. Sudah lama sekali gelombang radio
dipergunakan manusia untuk komunikasi mulai dari Abraham Bell menemukan
Telegraph, sampai kepada teknologi cellular saat ini.yang dapat memudahkan
manusia untuk berkomunikasi satu dengan lainnya.
Tower Telekomunikasi dapat dibedakan dari bentuk dan konstruksinya, mulai dari
yang sederhana berbentuk segi tiga, yang ditopang dengan tali agar tidak meliuk-
liuk terkena hembusan angin, ini jenisnya adalah Tower Gaymas, yang mempunyai
temberang sebagai suportingnya, keamanan dari tower ini paling bawah secara
konstruksi, kalau bebannya berat maka dikhawatirkan patah dan menimpa
sekitarnya.
Jenis yang kedua adalah SST ( Self Suporting Tower ), dimana tower ini mempunyai
konstruksi baja mempunyai kaki empat buah dengan fondasi tertanam kebawah
tanah dengan kedalaman tertentu, besi rangka tower ini dilapisi dengan galvanis
yang tahan samapai puluhan tahun tidak berkarat, lagi pula tower ini
pemeliharaannya dengan mencat dengan cat khusus anti karat, sehingga
kemungkinan tower ini roboh sangat kecil., tinggi tower berfariasi tergantung kontur
bumi, kalau kontur bumi datar maka diperlukan tower yang lebih tinggi, sementara
kalau didaerah perbukitan, tower dibangun diats puncak bukit dengan ketinggian
yang relative rendah.
Tower Telekomunikasi berbeda dengan tower Listrik , yang ditopangnya adalah
kabel yang dialiri oleh Saluran Umum Tegangan Extra Tinggi ( SUTET ), dimana arus
listrik yang dilewatkannya adalah diatas 20.000 KV, sehingga menimbulkan radiasi
listrik yang cukup besar. Sementara tower Telekomunikasi yang ditopangnya adalah
antenna yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau kita sebut dengan
gelombang radio, yang radiasinya berkisar berordo watt, sehingga belum sampai
ketanah sudah hilang radiasinya itu.jadi boleh dikatakan aman untuk kesehatan
manusia dan peralatan elektrik umah tangga.
Sinyal BTS, tidak akan mengganggu frekuensi radio dan TV karena peralatan BTS
bekerja pada gelombang 900 mhz dan 1.800 mhz. Sementara radio dan TV bekerja
pada 100-600 mhz. Kekuatan tower pun tidak perlu diragukan, karena telah
dirancang mampu menahan angin berkecepatan hingga 120 km/jam dan pondasi
yang sangat kokoh di mana setiap cm2 mampu menahan beban hingga 225 kg.
"Berdasar penelitian WHO dan Fakultas Teknik UGM, BTS tidak terdapat radiasi yang
membahayakan kesehatan manusia.
level batas radiasi yang diperbolehkan menurut standar yang dikeluarkan WHO
masing-masing 4,5 watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frekuensi 900
MHz dan 9 watt/m2 untuk 1.800 MHz. Sementara itu, standar yang dikeluarkan IEEE
C95.1-1991 malah lebih tinggi lagi, yakni 6 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz dan
12 watt/m2 untuk perangkat berfrekuensi 1.800 MHz.
Umumnya, radiasi yang dihasilkan perangkat-perangkat yang digunakan operator
seluler tidak saja di Indonesia, tapi juga seluruh dunia, masih jauh di bawah ambang
batas standar sehingga relatif aman..
Sejauh ini protes dan kekhawatir masyarakat terhadap dampak radiasi gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan perangkat telekomunikasi seluler lebih banyak
datang dari mereka yang tinggal di sekitar tower BTS (base transceiver station).
Sejauh ini belum ada satu pun keluhan atau kekhawatiran akan dampak radiasi itu
yang datang dari para pengguna telefon seluler. Padahal, jika dihitung-hitung,
besarnya daya radiasi yang dihasilkan pesawat telepon seluler jauh lebih besar
daripada radiasi tower BTS. Memang betul, daya dari frekuensi pesawat handphone
sangat kecil, tapi karena jaraknya demikian dekat dengan tubuh kita, dampaknya
juga lebih besar..
Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil perhitungan menggunakan rumus yang
berlaku dalam menghitung besaran radiasi. Misalnya saja, pada tower BTS dengan
frekuensi 1800 MHz daya yang digunakan rata-rata 20 watt dan pada frekuensi 900
MHz 40 watt, sedangkan pesawat handphone dengan frekuensi 1.800 MHz
menggunakan daya sebesar 1 watt dan yang 900 MHz dayanya 2 watt.
Berdasarkan hasil perhitungan, pada jarak 1 meter (jalur pita pancar utama), tower
BTS dengan frekuensi 1.800 MHz mengasilkan total daya radiasi sebesar 9,5 w/m2
dan pada jarak 12 meter akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,55 w/m2. Untuk
kasus tower yang memiliki tinggi 52 meter, berdasarkan hasil perhitungan, akan
menghasilkan total radiasi sebesar 0,029 w/m2. Jadi, kalau melihat hasil
perhitungan demikian, sebenarnya angkanya sangat kecil sehingga orang yang
tinggal di sekitar tower BTS cukup aman. Lagipula kalau tidak aman, bisnis sektor
telekomunikasi pasti akan ditinggalkan konsumen, katanya.
Pada Tower juga dilengkapi dengan grounding atau system pentanahan, yang
gunanya adalah penangkap petir, dimana kalau terjadi petir maka yang duluan
disambar adalah kutub negative yang terdekat dengan awan atau ion positive ,
dimana pada puncak tower dipasang finial dari tembaga dan dialirkan ketanah
dengan kabel BCC, sehingga aliran petir cepat mencapai tanah dan mengamankan
daerah sekitarnya dari sambaran petir, karena sifat dari arus listrik adalah mencari
jalan tependek mencapai tanah, dan hilang di netralisir oleh bumi.( kejarlah daku
kau ku tangkap).
Label: Telakomunikasi
Musibah gempa bumi yang terjadi belum lama ini di Sumatera Barat dan tidak berselang waktu
lama sebelumnya juga terjadi di sekitar Tasikmalaya serta beberapa gempa bumi sebelumnya di
beberapa daerah telah berdampak destruktif di antaranya terhadap gangguan komunikasi dalam
bentuk terputusnya layanan telekomunikasi (walau tidak seluruhnya) untuk beberapa saat
meskipun kemudian dapat normal kembali setelah adanya pemulihan. Kecenderungan umum
yang sering terjadi dan berulang serta belajar dari musibah tsunami di Aceh, gempa bumi di
Yogyakarta, Manokwari, Bengkulu, Tasikmalaya dan Padang serta berbagai musibah gempa
bumi lain di berbagai daerah pada umumnya adalah trafik telekomunikasi yang secara tiba-tiba
melonjak sangat tinggi namun di sisi lain ada kendala terputusnya pasokan catu daya listrik bagi
keberadaan menara telekomunikasi di sejumlah lokasi serta adanya bangunan menara
telekomunikasi yang roboh (meskipun jumlahnya relatif sangat kecil) yang umumnya berada di
bangunan yang runtuh dan hancur akibat gempa bumi. Dengan demikian, problem utamanya
lebih banyak pada kelangkaan suplai energi dibanding kerusakan konstruksi bangunan menara
(terkecuali pada musibah tsunami di Aceh yang telah menimbulkan kerusakan sangat parah pada
infrastruktur telekomunikasi termasuk puluhan BTS di Banda Aceh, Meulaboh, Logna dan lain-
lain di sekitar Aceh yang dialami oleh beberapa penyelenggara telekomunikasi).
Akan tetapi, mengingat potensi terhadinya gempa bumi di Indonesia masih cukup tinggi sebagai
konsekuensi dari letak geografi Indonesia pada salah satu jalur ring of fire atau pertemuan
lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia, maka Departemen Kominfo tidak ingin mengambil
resiko sekecil apapun terhadap dampak destruktif gempa bumi tersebut. Oleh karenanya, Menteri
Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kominfo
Mohammad Nuh dan Kepala BKPM Muhammad Lutfi telah menanda-tangani Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala
BKPM No. 18 Tahun 2009, No. 7/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No.
3/P/2009 yang mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2009, maka Peraturan Bersama tersebut di
antaranya sudah mensyaratkan secara sangat ketat tentang kewajiban pembangunan menara
telekomunikasi yang tahan gempa bumi.
Salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa bumi tersebut diatur pada Pasal 11 ayat
(1) yang menyebutkan, bahwa permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. persyaratan administratif;
dan b. persyaratan teknis. Lebih lanjut disebutkan pada Pasal 11 ayat (3), bahwa persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada SNI atau standar baku yang
berlaku secara internasional serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut: a.
gambar rencana teknis bangunan menara meliputi: situasi, denah, tampak, potongan dan detil
serta perhitungan struktur; b. spesifikasi teknis pondasi menara meliputi data penyelidikan tanah,
jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik tanah sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran Peraturan bersama ini; dan c. spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban
tetap (beban sendiri dan beban tambahan), beban sementara (angin dan gempa), beban khusus,
beban maksimum menara yang diizinkan, sistem konstruksi, ketinggian menara, dan proteksi
terhadap petir.
Lampiran Peraturan Bersama tersebut secara terperinci mengatur tentang persyaratan struktur
bangunan menara. Khusus yang menyangkut antisipasinya terhadap gempa bumi disebutkan
pada butir A sub-butir (3) yang menyebutkan, bahwa dalam perencanaan struktur bangunan
menara terhadap pengaruh gempa , semua unsur struktur bangunan menara, baik bagian dari
sub struktur maupun struktur menara, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa sesuai
dengan zona gempanya . Demikian pula yang tersebut pada butir B sub-butir (1) yang
menyebutkan, bahwa analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap
beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap,
beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.
Sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Bersama tersebut cukup keras, karena sebagaimana
diatur pada Pasal 25, bahwa dalam hal terdapat pelanggaran, Bupati/Walikota atau Gubernur
Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran, peringatan,
pengenaan denda, atau pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sekedar informasi, yang dapat diberikan sanksi ini adalah penyedia menara, yang menurut Pasal
5 merupakan: a. penyelenggara telekomunikasi; atau b. bukan penyelenggara telekomunikasi.
Hanya saja, untuk tidak menimbulkan salah interpretasi, maka perlu dijelaskan mengenai
ketentuan peralihan yang disebutkan pada Pasal 28 yang di antaranya menyebutkan:
1. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan
telah selesai atau sedang membangun menaranya sebelum Peraturan
Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
peraturan Bersama ini paling lama 2 tahun terhitung sejak Peraturan
Bersama ini ditetapkan.
2. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan
belum membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan
wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini.
depkominfo.go.id
POKOK MASALAH :
1. Peningkatan pelanggan telepon nirkabel di Indonesia berkisar 40 %
sampai 53 %, tahun 2006 ada sekitar 40 juta nomor dan tahun 2007
mencapai 73 juta nomor. Namun tingkat penetrasi ponsel di Indonesia masih
jauh lebih rendah dibanding Negara-negara tetangga di kawasan Asia.
Tingkat penetrasi ponsel di Filipina dan Cina saat ini sudah mencapai 20 %,
sementara di Singapura penetrasi ponsel telah mencapai 70 %. Sedang di
Indonesia baru 10 %.
Konstruksi Beton.
Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti :
Konstruksi Baja
Perencanaan konstruksi baja harus mengikuti :
11. Memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan kepada Kepala
Daerah dengan melampirkan persyaratan Administrasi dan persyaratan
Teknis.
13. Persyaratan Teknis mengacu pada SNI atau standar baku yang berlaku
secara internasional sertab tertuang dalam bentuk dokumen teknis,
meliputi :
4. Tower bts berbeda dengan tower sutet listrik PLN dalam hal konstruksi,
maupun resiko yang ditanggung penduduk di bawahnya. Tower sutet, yang
ditopang adalah kabel yang dialiri oleh saluran umum tegangan extra tinggi (
sutet ), dimana arus listrik yang dilewatkannya adalah diatas 20.000 kv,
sehingga menimbulkan radiasi listrik yang cukup besar. Sementara tower bts
yang ditopangnya adalah antenna yang memancarkan gelombang
elektromagnetik atau kita sebut dengan gelombang radio, yang radiasinya
berordo watt, sehingga belum sampai ketanah sudah hilang radiasinya itu.
jadi boleh dikatakan aman untuk kesehatan manusia dan peralatan elektrik
rumah tangga.
7. berdasar penelitian WHO dan FAKULTAS TEKNIK UGM, BTS tidak terdapat
radiasi yang membahayakan kesehatan manusia. level batas radiasi yang
diperbolehkan menurut standar yang dikeluarkan WHO masing-masing
adalah :
sementara itu, standar yang dikeluarkan IEEE C95.1-1991 malah lebih tinggi
lagi, yakni :
tower bts dengan frek. 1800 MHz daya yang digunakan rata-rata 20
watt sedangkan frek. 900 MHz dayanya 40 watt,
pada jarak 1 meter (jalur pita pancar utama), tower bts dengan
frekuensi 1.800 MHz mengasilkan total daya radiasi sebesar 9,5 w/m2
masih sangat jauh dari ambang batas WHO 9 watt/m2. radiasi ini
makin lemah apabila tower makin tinggi.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
Akan tetapi, mengingat potensi terhadinya gempa bumi di Indonesia masih cukup tinggi sebagai
konsekuensi dari letak geografi Indonesia pada salah satu jalur ring of fire atau pertemuan
lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia, maka Departemen Kominfo tidak ingin mengambil
resiko sekecil apapun terhadap dampak destruktif gempa bumi tersebut. Oleh karenanya, Menteri
Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kominfo
Mohammad Nuh dan Kepala BKPM Muhammad Lutfi telah menanda-tangani Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala
BKPM No. 18 Tahun 2009, No. 7/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No.
3/P/2009 yang mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2009, maka Peraturan Bersama tersebut di
antaranya sudah mensyaratkan secara sangat ketat tentang kewajiban pembangunan menara
telekomunikasi yang tahan gempa bumi.
Salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa bumi tersebut diatur pada Pasal 11 ayat
(1) yang menyebutkan, bahwa permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. persyaratan administratif;
dan b. persyaratan teknis. Lebih lanjut disebutkan pada Pasal 11 ayat (3), bahwa persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada SNI atau standar baku yang
berlaku secara internasional serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut: a.
gambar rencana teknis bangunan menara meliputi: situasi, denah, tampak, potongan dan detil
serta perhitungan struktur; b. spesifikasi teknis pondasi menara meliputi data penyelidikan tanah,
jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik tanah sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran Peraturan bersama ini; dan c. spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban
tetap (beban sendiri dan beban tambahan), beban sementara (angin dan gempa), beban khusus,
beban maksimum menara yang diizinkan, sistem konstruksi, ketinggian menara, dan proteksi
terhadap petir.
Lampiran Peraturan Bersama tersebut secara terperinci mengatur tentang persyaratan struktur
bangunan menara. Khusus yang menyangkut antisipasinya terhadap gempa bumi disebutkan
pada butir A sub-butir (3) yang menyebutkan, bahwa dalam perencanaan struktur bangunan
menara terhadap pengaruh gempa , semua unsur struktur bangunan menara, baik bagian dari
sub struktur maupun struktur menara, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa sesuai
dengan zona gempanya . Demikian pula yang tersebut pada butir B sub-butir (1) yang
menyebutkan, bahwa analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap
beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap,
beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.
Sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Bersama tersebut cukup keras, karena sebagaimana
diatur pada Pasal 25, bahwa dalam hal terdapat pelanggaran, Bupati/Walikota atau Gubernur
Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran, peringatan,
pengenaan denda, atau pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sekedar informasi, yang dapat diberikan sanksi ini adalah penyedia menara, yang menurut Pasal
5 merupakan: a. penyelenggara telekomunikasi; atau b. bukan penyelenggara telekomunikasi.
Hanya saja, untuk tidak menimbulkan salah interpretasi, maka perlu dijelaskan mengenai
ketentuan peralihan yang disebutkan pada Pasal 28 yang di antaranya menyebutkan:
1. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan
telah selesai atau sedang membangun menaranya sebelum Peraturan
Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
peraturan Bersama ini paling lama 2 tahun terhitung sejak Peraturan
Bersama ini ditetapkan.
2. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan
belum membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan
wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP:
0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).
CARA MELAKUKAN POINTING Wireless ISP
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan Pointing Wireless, peralatan yang
cukup untuk keperluan dilapangan .
Pemasangan Konektor
1. Kuliti kabel coaxial dengan penampang melintang, spesifikasi kabel minimum adalah RG 8
9913 atau CNT400 dengan perhitungan losses 10 db setiap 30 m
2. Jangan sampai terjadi goresan berlebihan karena perambatan gelombang mikro adalah pada
permukaan kabel
3. Pasang konektor dengan cermat dan memperhatikan penuh masalah kerapian
4. Solder pin ujung konektor dengan cermat dan rapi, pastikan tidak terjadi short
5. Perhatikan urutan pemasangan pin dan kuncian sehingga dudukan kabel dan konektor tidak
mudah bergeser. Test kemungkinan short dengan multimeter
6. Tutup permukaan konektor dengan aluminium foil untuk mencegah kebocoran dan
interferensi, posisi harus menempel pada permukaan konektor
7. Lapisi konektor dengan aluminium foil dan lapisi seluruh permukaan sambungan konektor
dengan isolator TBA (biasa untuk pemasangan pipa saluran air atau kabel listrik instalasi rumah),
atau isolasi 3 M. Lapisi juga dengan silicon gel
8. Tutup seluruh permukaan dengan isolator karet bakar untuk mencegah air
9. Untuk perawatan, ganti semua lapisan pelindung setiap 6 bulan sekali
10. Konektor terbaik adalah model hexa (crimp) tanpa solderan dan drat (screw) sehingga sedikit
melukai permukaan kabel, yang dipasang dengan crimping tools, disertai karet bakar sebagai
pelindung pengganti isolator karet.
Pembuatan POE
Ini hanya optional, kalo sekarang banyak Access Point yang sudah menggunakan POE. Jadi
sudah satu paket dengan Accas Point nya.
1. Power over ethernet diperlukan untuk melakukan injeksi catu daya ke perangkat Wireless In A
Box yang dipasang di atas tower, POE bermanfaat mengurangi kerugian power (losses) akibat
penggunaan kabel dan konektor
2. POE menggunakan 2 pair kabel UTP yang tidak terpakai, 1 pair untuk injeksi + (positif)
power dan 1 pair untuk injeksi (negatif) power, digunakan kabel pair (sepasang) untuk
menghindari penurunan daya karena kabel loss dan gunakan adaptor dengan daya (Ampere)
lebih besar dari standar bawaan perangkat agar mampu mencapai redaman sepanjang kabel UTP
3. Perhatikan bahwa permasalahan paling krusial dalam pembuatan POE adalah bagaimana cara
mencegah terjadinya short, karena kabel dan konektor power penampangnya kecil dan mudah
bergeser atau tertarik, tetesi dengan lilin atau isolator (silicon) gel agar setiap titik sambungan
terlindung dari short
4. Sebelum digunakan uji terlebih dahulu semua sambungan dengan multimeter.
Instalasi Antena
1. Instal PC Card dan Orinoco dengan benar sampai dikenali oleh OS tanpa konflik dan pastikan
semua driver serta utility dapat bekerja sempurna
2. Instalasi pada OS W2K memerlukan driver terbaru dari web site dan ada di CD utility kopian,
tidak diperlukan driver PCMCIA meskipun PNP W2K melakukannya justru deteksi ini
menimbulkan konflik, hapus dirver ini dari Device Manager
3. Instalasi pada NT memerlukan kecermatan alokasi alamat IO, IRQ dan DMA, pada BIOS
lebih baik matikan semua device (COM, LPT dll.) dan peripheral (sound card, mpeg dll.) yang
tidak diperlukan
4. Semua prosedur ini bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 30 menit tidak termasuk
instalasi OS, lebih dari waktu ini segera jalankan prosedur selanjutnya
5. Apabila terus menerus terjadi kesulitan instalasi, untuk sementara demi efisiensi lakukan
instalasi dibawah OS Win98 / ME yang lebih mudah dan sedikit masalah
6. Pada instalasi perangkat radio jenis Wireless In A Box (Mtech, Planet, Micronet dlll.), terlebih
dahulu lakukan update firmware dan utility
7. Kemudian uji coba semua fungsi yang ada (AP, Inter Building, SAI Client, SAA2, SAA Ad
Hoc dll.) termasuk bridging dan IP Addressing dengan menggunakan antena helical, pastikan
semua fungsi berjalan baik dan stabil
8. Pastikan bahwa perangkat Power Over Ethernet (POE) berjalan sempurna.
Pengujian Noise
1. Bila semua telah berjalan normal, install semua utility yang diperlukan dan mulai lakukan
pengujian noise / interferensi, pergunakan setting default
2. Tanpa antena perhatikan apakah ada signal strenght yang tertangkap dari station lain
disekitarnya, bila ada dan mencapai good (sekitar 40 % 60 %) atau bahkan lebih, maka
dipastikan station tersebut beroperasi melebihi EIRP dan potensial menimbulkan gangguan bagi
station yang sedang kita bangun, pertimbangkan untuk berunding dengan operator BTS / station
eksisting tersebut
3. Perhatikan berapa tingkat noise, bila mencapai lebih dari tingkat sensitifitas radio (biasanya
adalah sekitar 83 dbm, baca spesifikasi radio), misalnya 100 dbm maka di titik station
tersebut interferensinya cukup tinggi, tinggal apakah signal strenght yang diterima bisa melebihi
noise
4. Perhitungan standar signal strenght adalah 0 % 40 % poor, 40 % 60 % good, 60 % 100 %
excellent, apabila signal strenght yang diterima adalah 60 % akan tetapi noisenya mencapai 20 %
maka kondisinya adalah poor connection (60 % 20 % 40 % poor), maka sedapat mungkin
signal strenght harus mencapai 80 %
5. Koneksi poor biasanya akan menghasilkan PER (packet error rate bisa dilihat dari persentasi
jumlah RTO dalam continous ping) diatas 3 % 7 % (dilihat dari utility Planet maupun Wave
Rider), good berkisar antara 1 % 3 % dan excellent dibawah 1 %, PER antara BTS dan station
client harus seimbang
6. Perhitungan yang sama bisa dipergunakan untuk memperhatikan station lawan atau BTS kita,
pada prinsipnya signal strenght, tingkat noise, PER harus imbang untuk mendapatkan stabilitas
koneksi yang diharapkan
7. Pertimbangkan alternatif skenario lain bila sejumlah permasalahan di atas tidak bisa diatasi,
misalkan dengan memindahkan station ke tempat lain, memutar arah pointing ke BTS terdekat
lainnya atau dengan metode 3 titik (repeater) dll.
Perakitan Antena
1. Antena microwave jenis grid parabolic dan loop serta yagi perlu dirakit karena terdiri dari
sejumlah komponen, berbeda dengan jenis patch panel, panel sector maupun omni directional
2. Rakit antena sesuai petunjuk (manual) dan gambar konstruksi yang disertakan3
. Kencangkan semua mur dan baut termasuk konektor dan terutama reflektor
4. Perhatikan bahwa antena microwave sangat peka terhadap perubahan fokus, maka pada saat
perakitan antena perhatikan sebaik-baiknya fokus reflektor terhadap horn (driven antena), sedikit
perubahan fokus akan berakibat luas seperti misalnya perubahan gain (db) antena
5. Beberapa tipe antena grid parabolic memiliki batang extender yang bisa merubah letak fokus
reflektor terhadap horn sehingga bisa diset gain yang diperlukan.
Pointing Antena
1. Secara umum antena dipasang dengan polarisasi horizontal
2. Arahkan antena sesuai arah yang ditunjukkan kompas dan GPS, arah ini kita anggap titik
tengah arah (center beam)
3. Geser antena dengan arah yang tetap ke kanan maupun ke kiri center beam, satu per satu pada
setiap tahap dengan perhitungan tidak melebihi spesifikasi beam width antena untuk setiap sisi
(kiri atau kanan), misalkan antena 24 db, biasanya memiliki beam width 12 derajat maka,
maksimum pergeseran ke arah kiri maupun kanan center beam adalah 6 derajat
4. Beri tanda pada setiap perubahan arah dan tentukan skornya, penentuan arah terbaik dilakukan
dengan cara mencari nilai average yang terbaik, parameter utama yang harus diperhatikan adalah
signal strenght, noise dan stabilitas
5. Karena kebanyakan perangkat radio Wireless In A Box tidak memiliki utility grafis untuk
merepresentasikan signal strenght, noise dsb (kecuali statistik dan PER) maka agar lebih praktis,
untuk pointing gunakan perangkat radio standar 802.11b yang memiliki utility grafis seperti
Orinoco atau gunakan Wave Rider
6. Selanjutnya bila diperlukan lakukan penyesuaian elevasi antena dengan klino meter sesuai
sudut antena pada station lawan, hitung berdasarkan perhitungan kelengkungan bumi dan
bandingkan dengan kontur pada peta topografi
7. Ketika arah dan elevasi terbaik yang diperkirakan telah tercapai maka apabila diperlukan dapat
dilakukan pembalikan polarisasi antena dari horizontal ke vertical untuk mempersempit beam
width dan meningkatkan fokus transmisi, syaratnya kedua titik mempergunakan antena yang
sama (grid parabolic) dan di kedua titik polarisasi antena harus sama (artinya di sisi lawan
polarisasi antena juga harus dibalik menjadi vertical)
(Jakarta, 12 Oktober 2009). Musibah gempa bumi yang terjadi belum lama ini di
Sumatera Barat dan tidak berselang waktu lama sebelumnya juga terjadi di sekitar
Tasikmalaya serta beberapa gempa bumi sebelumnya di beberapa daerah telah
berdampak destruktif di antaranya terhadap gangguan komunikasi dalam bentuk
terputusnya layanan telekomunikasi (walau tidak seluruhnya) untuk beberapa saat
meskipun kemudian dapat normal kembali setelah adanya pemulihan.
Kecenderungan umum yang sering terjadi dan berulang serta belajar dari musibah
tsunami di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, Manokwari, Bengkulu, Tasikmalaya dan
Padang serta berbagai musibah gempa bumi lain di berbagai daerah pada
umumnya adalah trafik telekomunikasi yang secara tiba-tiba melonjak sangat tinggi
namun di sisi lain ada kendala terputusnya pasokan catu daya listrik bagi
keberadaan menara telekomunikasi di sejumlah lokasi serta adanya bangunan
menara telekomunikasi yang roboh (meskipun jumlahnya relatif sangat kecil) yang
umumnya berada di bangunan yang runtuh dan hancur akibat gempa bumi. Dengan
demikian, problem utamanya lebih banyak pada kelangkaan suplai energi dibanding
kerusakan konstruksi bangunan menara (terkecuali pada musibah tsunami di Aceh
yang telah menimbulkan kerusakan sangat parah pada infrastruktur telekomunikasi
termasuk puluhan BTS di Banda Aceh, Meulaboh, Logna dan lain-lain di sekitar Aceh
yang dialami oleh beberapa penyelenggara telekomunikasi).
Akan tetapi, mengingat potensi terhadinya gempa bumi di Indonesia masih cukup
tinggi sebagai konsekuensi dari letak geografi Indonesia pada salah satu jalur ring
of fire atau pertemuan lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia, maka
Departemen Kominfo tidak ingin mengambil resiko sekecil apapun terhadap dampak
destruktif gempa bumi tersebut. Oleh karenanya, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto,
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kominfo Mohammad Nuh dan
Kepala BKPM Muhammad Lutfi telah menanda-tangani Peraturan Bersama Menteri
Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM No. 18
Tahun 2009, No. 7/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009
yang mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2009, maka Peraturan Bersama tersebut
di antaranya sudah mensyaratkan secara sangat ketat tentang kewajiban
pembangunan menara telekomunikasi yang tahan gempa bumi.
Salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa bumi tersebut diatur pada
Pasal 11 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa permohonan Izin Mendirikan Bangunan
Menara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan sebagai
berikut: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis. Lebih lanjut
disebutkan pada Pasal 11 ayat (3), bahwa persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada SNI atau standar baku yang berlaku
secara internasional serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut:
a. gambar rencana teknis bangunan menara meliputi: situasi, denah, tampak,
potongan dan detil serta perhitungan struktur; b. spesifikasi teknis pondasi menara
meliputi data penyelidikan tanah, jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk
geoteknik tanah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan bersama ini;
dan c. spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban tetap (beban sendiri
dan beban tambahan), beban sementara (angin dan gempa), beban khusus, beban
maksimum menara yang diizinkan, sistem konstruksi, ketinggian menara, dan
proteksi terhadap petir.
1.
Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan telah
selesai atau sedang membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini
ditetapkan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini
paling lama 2 tahun terhitung sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.
2.
Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan belum
membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan wajib
menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini.