HADI RUSJANTO TANUWIDJAJA DOSEN FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN UNIVERSITAS TRISAKTI DIREKTUR UTAMA PT HAERTE WIDYA KONSULTAN ENGINEERS JAKARTA
ABSTRAK
Tidak dapat dihindari lagi bahwa di kota-kota besar umumnya kebutuhan akan ruang kantor, bangunan perumahan dan pertokoan akhir-akhir ini meningkat pesat; di lain pihak perolehan lahan sangat terbatas dan makin mahal sehingga pilihannya cenderung untuk mendirikan bangunan kearah vertikal. Perencana arsitektur dituntut untuk mengutamakan effiensi penempatan serta distribusi ruang sehingga dicapai luasan lantai bersih yang optimal, tentunya hal ini hanya bisa dilakukan dengan meningkatkan kualitas beton dan baja tulangan dengan mutu yang lebih tinggi agar supaya ukuran luas penampang kolom atau dinding geser menjadi relatip tidak terlalu besar seiring dengan bertambah tinggi bangunannya. Badan penelitian bangunan negara Jepang sejak tahun 1988 telah melakukan rencana 5 tahunan mengenai pengembangan, peningkatan penggunaan beton dan baja mutu sangat tinggi. Tahapan penelitian bahan beton dan baja tulangan mutu sangat tinggi yang merupakan bagian pertama dari rencana 5 tahunan tersebut telah diselesaikan pada tahun 1993. Saat ini sudah di mulai tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan bangunan beton menggunakan mutu beton f c' 60 MPa , mutu baja tulangan utama
f y 700 MPa dan mutu baja tulangan sengkang f y 1200 MPa. Tulisan ini menguraikan secara garis
besar pro-kontra penggunaan beton dan baja tulangan mutu sangat tinggi serta perubahan strategi untuk perencanaan dan pelaksanaan struktur beton bangunan bertingkat di Indonesia. Kata kunci : beton dan baja mutu sangat tinggi, optimal. The needs of office room spaces, apartments, shopping areas are increasing in almost big cities but on the other hand the land-use spaces are extremely limited and expensive so that the only choice is intending to build the structures vertically. The architecs are requested to optimize the distribution of floor-spaces in order to achieve the highest efficiency of saleable areas, this could be done by using higher strength grades for both steel and concrete since then the cross-section areas of columns and walls are not excessive in line with the increasing number of stories of the building. The Building Research Institute of Japan since 1988 set-up the 5-year plan on the development of implementation of using higher strength grades of steel and concrete. The research on higher strength grades of steel and concrete which was the part of the first 5-year plan had been completed in 1993. Now it is starting into the implementation of using concrete grade of f c' 60 MPa, steel grades of f y 700 MPa and f y 1200 MPa respectively for main and transverse reinforcement bars. This paper elaborates in brief the pros and cons of the using of more brittle higher grades of both conrete and steel; the apropriate strategy in the structural design and construction of earthquake resistant buildings in Indonesia. Key words : higher strength grades of steel and concrete, optimize.
PENDAHULUAN
Sejak tahun 2000 perencanaan dan pembangunan gedung-gedung beton bertulang bertingkat banyak (bervariasi dari 20 sampai 50 lantai) untuk berbagai peruntukan seperti kantor dan hunian khususnya di kota-kota besar di seluruh Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Namun demikian di lain pihak perkembangan penggunaan mutu bahan beton dan baja tulangan relatip tidak banyak berkembang. Mutu beton yang dapat dicapai dalam praktek lapangan pelaksanaan masih berkisar pada mutu beton biasa dengan 25 f c' 60 MPa demikian pula untuk mutu bajanya adalah mutu baja biasa dengan
240 f y 500 MPa sehingga tidak jarang terjadi konflik kepentingan antara perencana arsitektur dan
perencana struktur yang berakibat kepada tidak dapat tercapainya effisiensi perencanaan penggunaan ruang karena tersita oleh penempatan elemen-elemen struktur seperti kolom atau dinding dengan ukuran yang kurang proportional sehubungan adanya keterbatasan dari mutu beton dan baja tulangan tersebut di atas. Peraturan beton bertulang ACI 318-05 dan SNI-03-2847-2002 yang baru untuk Indonesia masih konservatip dengan membatasi penggunaan mutu baja tulangan f y 500 MPa untuk perencanaan terhadap beban gempa dan
Mengenai mutu beton secara spesifik tidak ada pembatasannya terkecuali untuk perencanaan geser, panjang penyaluran dan pengangkuran, tegangan tekan maksimum yang dapat diperhitungkan tidak boleh melebihi f c' = 70 MPa (ACI 318) atau f c' = 100 MPa (penelitian di Jepang). Di Jepang tahapan penelitian mengenai penggunaan mutu beton dan mutu baja tulangan sangat tinggi (tegangan tekan beton f c' 60 MPa dan tegangan leleh f y 700 MPa) sudah dimulai sejak tahun 1988. Akhir tahun 1993 merupakan finalisasi tahapan koordinasi antara semua pihak yang terlibat dari mulai tahapan penelitian dengan pihak peneliti dari berbagai universitas dan institusi terkait, demikian juga pihak pemerintah sehubungan dengan legalisasi peraturan maupun pihak pengguna/kontraktor pelaksana dari industri konstruksi dan pabrik pembuat bahan bangunan. Saat ini perencanaan dan pelaksanaan struktur beton bertulang modern terutama di negara maju seperti Jepang, Amerika, Australia dan New Zealand sudah menuju kearah penggunaan mutu beton dan mutu baja sangat tinggi masing-masing mempunyai tegangan tekan beton f c' 60 MPa dan tegangan leleh baja tulangan f y 700 MPa; bahkan di Jepang dan New Zealand sudah banyak dipakai baja tulangan sengkang dengan tegangan leleh f y = 1200 MPa. Tulisan ini membahas secara garis besar dari mulai teknik-teknik pemilihan bahan dan pembuatan beton dan baja tulangan mutu sangat tinggi, panjang penyaluran dan tegangan lekatan, pro dan kontra masalah daktilitas bahan sampai strategi perencanaan struktur yang tepat.
cakupan lantai meliputi ukuran 10 x 10 m misalnya, untuk beban gravitasi saja sudah harus diperhitungkan kuat untuk memikul beban aksial total kolom tidak terfaktor sebesar kurang lebih 5000 ton. Estimasi ukuran kolom dapat dihitung sesuai persamaan (1b), yang merupakan simplifikasi persamaan (1a) untuk gaya nominal aksial kolom tekan yang dapat dipikul oleh unsur struktur beton bertulang tsb:
Ag =
Pu ...(1b) 0.4 f + t f y
' c
Jika diperhitugkan faktor beban global rata-rata sebesar 1.5, kolom direncanakan dengan anggapan tulangan minimum 1% dan memperhitungkan adanya tambahan tulangan akibat momen lentur, sehingga selanjutnya tulangan total diharapkan akan mencapai batas praktisnya 2-3% yaitu untuk kemudahan pemasangan lapangan dan optimisasi biaya. Kemudian dipakai mutu beton f c' = 50 MPa dan mutu baja
f y = 50 MPa maka dari persamaan (1) akan diperoleh minimal ukuran kolom sebesar 1.8 x 1.8 m. Untuk
mencapai ukuran kolom 1.5 x 1.5 m diperlukan f c' = 65 MPa dan mutu baja
f y = 700 MPa .
Kebutuhan akan mutu beton dan mutu baja super-tinggi merupakan harga mutlak yang harus dibayar untuk setiap perencanaan bangunan bertingkat banyak. Kombinasi penggunaan mutu beton dan baja super tinggi akan memberikan dampak positip dan beberapa keuntungan a.l. sbb : Jumlah tulangan yang dapat dikurangi secara cukup signikan sehingga menghindari kesulitan akibat rapatnya pemasangan baja tulangan dalam pelaksanaan pengecoran di daerah pertemuan balok-kolom-dinding beton; dengan demikian pengendalian kualitas mutu stuktur beton yang lebih baik dan kompak dapat dengan mudah terpenuhi. Penggunaan mutu baja tulangan sengkang untuk pengekangan beton pada struktur kolom, balok dan dinding dapat meningkatkan perilaku bahan beton yang getas menjadi lebih liat (daktail).
Perlu dicatat bahwa dalam hal perencanaan struktur beton lebih ditentukan oleh faktor kekakuan daripada faktor kekuatannya seperti pada struktur pelat dimana retak dan lendutan sangat menentukan, peningkatan mutu bahan, khususnya penggunaan mutu baja supertinggi kurang ada manfaatnya.
Mutu beton tinggi sangat ditentukan oleh penggunaan ratio air semen (W/C), W/C= 0.25 -0.30 adalah yang paling ideal. Dari gambar (1) dapat dipelajari bahwa kuat tekan mortar tidak bergantung dan dipengaruhi oleh jenis dan tipe semen jika W/C < 0.25. Jumlah air per kubik beton dibatasi dalam batas rentang antara 145 175 kg/m3. Kuat tekan beton cenderung akan menurun secara linear berkaitan dengan meningkatnya jumlah aggregate kasar dengan mutu rendah per kubik beton (type K & D), dan relatip konstan jika dipergunakan agregat kasar dengan mutu yang lebih tinggi (type O & T), lihat gambar (2). Secara umum dapat dinyatakan bahwa semua bahan tambahan kimiawi dalam bentuk seperti jenis air entraining dan water-reducing yang banyak dipergunakan secara komersial mengikuti standar dosis pemakaiannya masing-masing disesuaikan dengan rekomendasi dari produksi berbagai pabrik, secara kualitatip memberikan hasil yang relatip sama. Penggunaan bahan tambahan mineral pengganti semen sejenis silica fume dan fly ash fume dalam batas 10 15 % akan menghasilkan kuat tekan beton yang optimal.
Atas dasar pengetahuan yang telah diuraikan di atas selanjutnya dapat direncanakan secara cermat untuk dilakukan serangkaian rancangan adukan beton supaya mendapatkan mutu beton super tinggi. Secara umum prosedur standar yang harus diikuti sebelum membuat rancangan adukan beton super tinggi dapat diikuti sesuai alur kerja yang diberikan dalam gambar (3).
ya
Baja tulangan yang saat ini digunakan masih terbatas kepada mutu baja tulangan yang mempunyai tegangan leleh fy 500 MPa untuk struktur beton bertulang biasa, dan baja tulangan dengan tegangan putus fp 1800 MPa untuk struktur beton prategang yang umumnya terbatas menggunakan tulangan berdiameter kecil 13 mm. Baja tulangan dengan mutu super tinggi dengan tegangan leleh fy 700 MPa secara khusus direncanakan untuk baja tulangan untuk unsur struktur (balok, kolom dan dinding beton bertulang) yang direncanakan akan terjadi sendi-sendi plastis dan fy 1000 MPa untuk unsur struktur yang direncanakan belum mencapai batas regangan lelehnya pada saat sistim struktur keseluruhan mengalami deformasi melampaui batas elastisnya. Baja-baja mutu tersebut di atas saat ini sudah dapat diproduksi secara komersial oleh industri pabrik baja tulangan di Jepang. Baja tulangan prategang tetap dipertahankan dan variasi penggunaanya diperluas untuk baja tulangan sengkang sebagai tulangan pengekang bersamasama dengan produksi baja tulangan baru dengan mutu 800 fy 1300 MPa. Gambar (4) menunjukan perbedaan mendasar mengenai grafik hubungan tegangan-regangan dari mutu baja super-tinggi dengan baja lunak untuk tulangan yang sudah biasa dipakai pada perencanaan beton bertulang saat ini di Indonesia. Tabel 1 memberikan informasi penting yang menyangkut persyaratan teknis dari produksi pabrik untuk mutu baja tulangan super-tinggi tersebut.
Tegangan Leleh (MPa) Tegangan Putus (MPa) Regangan Leleh saat proses pengerasan Regangan Putus Ratio Tegangan Leleh Jari-jari dalam untuk o lengkung 90 Rentang Ukuran Diameter (mm)
>7% < 90 %
>8%
>7%
2 kali diameter
2.5 x diameter
D 10 - 51
diameter 6 - 13
Yang menarik dan perlu dicatat mempelajari Tabel-1 tersebut adalah yang menyangkut hal-hal sbb :
kerusakan total (lokal) untuk setiap komponen yang direncanakan akan mengalami perubahan bentuk pasca-elastis. Batasan kinerja struktur yang diinginkan diberikan dalam Tabel-3
daya layan
keselamantan jiwa
500
0.80
16%
0.015
16%
Implementasi dari kedua hal tersebut di atas secara praktis dapat dilakukan sbb : 1. Tentukan kekuatan kapasitas pasca elastis dari struktur bangunan yang dinyatakan dengan grafik hubungan gaya geser dasar dan perpindahan lateral pada puncak bangunan melalui push-over analisis. Rubah grafik tersebut keformat sistim koordinat ADRS (acceleration-displacement response spectra) seperti terlihat dalam gambar 5, mengikuti persamaaan 2 (a), (b), (c) dan (d).
S ai =
Vi / W
(2a)
S di =
( PFi x 1,roof )
2
(2b)
n ( wii1 ) / g 1 PFi = i = n (w 2 ) / g i i1 i =1
(2c) ;
n ( wii1 ) / g 1 = n i =1 n wi 2 g ( wii1 ) / g i =1 i =1
(2d)
dimana wi berat setiap lantai i; i1 ragam getar pertama dan g, percepatan gravitasi, Vi gaya lateral gempa tiap lantai i; W berat total bangunan dan perpindahan lateral lantai. 2. Mempelajari peta wilayah gempa dan kondisi tanah setempat dari bangunan yang akan didirikan, tentukan respons spectra dari gempa rencana. Rubah respons spectra gempa rencana dari sistim koordinat Sa T keformat sistim koordinat ADRS mengikuti persamaan 3(a), (b) dan (c) seperti terlihat pada gambar. (6).
S di =
Ti 2 Sa g 4 2 i
3(a)
S ai g =
2 Sv Ti
3(b)
S di =
Ti Sv 2 i
3(c)
dimana Sa dan Sd masing-masing respons percepatan dan perpindahan; T adalah waktu getar alamiah.
perfomance point
keselamatan jiwa
stabilitas struktur
Sa
Sa Ta
Sai
Ti
Ta
Ti
Sdi
Sd
(a) Format Sa T
Gambar (6) - Respon Percepatan Gempa 3. Konsep dasar teori ilmu ekonomi yang menyatakan bahwasanya suplai harus lebih besar atau mencukupi daripada kebutuhan dipakai disini; dimana suplai dinyatakan sebagai kekuatan kapasistas maksimum struktur yang masih dapat dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan kekuatan struktur yang harus mengalami perubahan bentuk paca elastis akibat gempa besar rencana. Hal ini diverifikasikan sebagai titik potong dari grafik yang dihasilkan pada langkah (1) dengan grafik pada langkah (2) yaitu respon percepatan elastis dengan 5% faktor redaman histeris o dan yang telah dimodifikasi (diperkecil) karena memperhitungkan faktor redaman SRA dan SRv mengikuti persamaan (4), berkaitan dengan perubahan struktur pasca elastis.
SRa =
2.31 0.41 ln ( eff ) 1 1 3.21 0.68 ln( eff ) (4a) ; SRv = = = Bs 2.12 BL 1.65
(4b)
dimana eff = o + 0.05 dan faktor dan dapat di ambil pada Tabel - 4.
Harga Minimum SR v SR a
0.5
panjang
25 25
Titik ini disebut titik kinerja (performance point). Performance point ini diperoleh dengan mengasumikan pendekatan kurva bi-linear dan menterapkan konsep persamaan enerji setelah melalui beberapa kali proses iterasi dimulai dengan pemilihan estimasi harga awal dari Sapi dan Sdpi seperti yang diilustrasikan dalam gambar (7). Proses iterasi dianggap cukup jika tercapai 5 % toleransi perbedaan antara harga estimasi Sapi dan Sdpi dengan Sap dan Sdp hasil perhitungan.
Sa
Sapi Say
kurva bilinear
performance point
Sdy
Sdpi Sdp
Sd
Gambar 7 Menentukan Performance Point 4. Dari besarnya perubahan bentuk struktur yang diperoleh pada langkah (3), periksa perubahan pasca-elastis setiap komponen struktur dan non-struktur (DMI dan IDI) dari keseluruhan sistim; apakah masih memenuhi batas persyaratan yang telah ditetapkan dalam Tabel - 4. 5. Siapkan dokumen bangunan berupa gambar-gambar rencana detail struktur dan tahapan langkah dari kontrol kualitas pelaksanaan sesuai kebutuhan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan perubahan bentuk pasca elastis pada langkah (3) dan (4).
Perencanaan Kolom
Struktur beton bertulang merupakan gabungan interaksi 2 material yang berbeda yaitu beton dan baja; masing-masing mempunyai prilaku spesifk yang sangat kontras dan bertolak belakang ketika memikul tegangan-lentur. Tegangan lentur tekan dipikulkan oleh beton sedangkan tegangan lentur tarik ditahan oleh baja tulangan melalui transfer gaya atau lekatan antara kedua material tersebut. Tegangan lekatan yang terjadi dipermukaan tulangan selalu berubah dan sangat bervariasi sehingga untuk praktisnya pada setiap peraturan prencanaan beton hal ini cenderung dinyatakan dengan hanya menghitung panjang penyaluran; yang didefinisikan sebagai panjang minimal yang diperlukan supaya di dalam tulangan terjadi peningkatan tegangan mulai dari nol sampai mencapai tegangan lelehnya. Digunakannya mutu baja tulangan supertinggi jelas sangat membutuhkan panjang penyaluran yang lebih panjang karena peningkatan tegangan lekatan beton tidak secara proportional dengan peningkatan mutu kuat tekan betonnya. (tegangan lekatan beton meningkat secara proportional dengan
f c' ).
Panjang penyaluran dalam ACI 318 maupun SNI 2748 ditetapkan mengikuti pers. (4):
ld =
c + K tr d b ; dimana 1 d c + K tr b 10 f c' d b
9 f y
2.50
(4)
penjelasan yang lebih detail tidak diuraikan dalam tulisan ini dan dapat diikuti dengan mudah melalui penjelasan yang terdapat dalam kedua peraturan tersebut. Dalam hal terjadinya retak-retak akibat tegangan tarik yang melampaui tegangan lekatan antara beton dan baja tulangan akan mengakibatkan pemisahan sepanjang tulangan dan terkoyaknya sisi-sisi bagian luar beton seperti yang diperlihatkan dalam gambar (8), dan akan mengikuti pola tegangan yang ditimbulkannya (tegangan akibat momen lentur, geser, aksial tarik dan torsi). Strategi perencanaan untuk mengurangi besarnya panjang penyaluran dapat dilakukan dengan memperbesar sedikit tebal penutup beton atau jarak pusat kepusat antar tulangan ditambah dengan memperhitungkan adanya sumbangan positip dari kehadiran tulangan sengkang yang dinyatakan dengan faktor K tr =
Ah f yh 100 sn
. Ktr yang merupakan fungsi dari mutu baja fyh, jumlah tulangan memanjang n, jarak
sengkang s dan luas total tulangan sengkang yang memotong bidang retak-pemisahan Ah. Gambar (9) memperlihatkan panjang penyaluran l d optimal yang dinyatakan dalam db jika diambil harga maksimal
c + K tr d b
= 2.5 yang umumnya akan selalu terpenuhi untuk setiap persyaratan minimum
tulangan
pengekang dengan berbagai variasi mutu bahan beton dan baja tulangan. Panjang penyaluran normal 30 sampai 40 db masih dapat dicapai dengan menggunakan kombinasi yang tepat antara mutu baja dan beton sangat tinggi, Mengingat penggunaan diameter tulangan utama berukuran besar (db>32 mm) umumnya banyak dipakai karena lebih menguntungkan pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, peraturan Jepang tidak memperbolehkan sistim sambungan sisipan (lap-splice) dan mensyaratkan penggunaan sistim sambungan mekanis pada struktur beton dan baja tulangan mutu super-tinggi.
Untuk mengatasi besarnya momen guling yang ditimbulkan oleh gaya-gaya lateral gempa atau angin, gaya aksial terutama pada kolom-kolom bagian luar sangat dominan sehingga strategi pemasangan tulangan kolom dapat sebagian diletakan pada pusat kolom; dengan demikian sekaligus juga bisa memanfaatkan pengurangan panjang penyaluran untuk sambungan tulangan sehubungan jarak pusat ke pusat tulangan memanjang kolom menjadi relatip lebih longgar seperti terlihat dalam gambar (10); lihat penjelasan sebelumnya mengenai panjang penyaluran.
55
50
fy = 700 M P a
45
40
35
30
fy = 500 M P a
25 20
fy = 400 M P a
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Gambar 10 Variasi Pemasangan Tulangan Kolom Tegangan tekan pengekang yang ditimbulkan dari tulangan sengkang biasa kurang effektip jika dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh tulangan sengkang berupa spiral dikarenakan adanya effek busur sehingga tidak seluruh bagian dalam penampang kolom yang menerima pengekangan. Peningkatan ' dari tulangan sengkang dapat dinyatakan dalam persamaan (5) : kuat tekan beton akibat pengekangan f cc sengkang spiral : sengkang biasa dimana masing-masing: :
' f cc = 0.80 f c' + 4.18 f l sp ' f cc = f c' + 11.5 f l
(5a) (5b)
f l sp =
dan
1 s f y (1 s / 2 Dc ) 2 ; fy 1100 MPa 2
Luas tulangan pengekang lebih sering dinyatakan dalam bentuk s atau h, yang merupakan rasio volume tulangan sengkang terhadap volume betonnya, dan sangat ditentukan oleh mutu baja tulangan sengkang y, jarak sengkang s, diameter tulangan sengkang ds, diameter atau lebar kolom bagian dalam yang dibatasi sengkang Dc dan C adalah jarak pusat ke pusat antara tulangan memanjang yang terikat dalam arah lateral oleh sengkang, kait dll. Memperbandingkan persamaan (5a) dan (5b) dapat ditunjukan bahwa effektifitas pengengkangan tulangan sengkang biasa hanya 30-50 % dari tulangan sengkang berbentuk spiral.
P (KN) 120 0 800
kehancuran tekan
400
Gambar 11 Kapasitas Aksial Tekan Kolom Dengan Tulangan Spiral Tekuk pada tulangan memanjang kolom tidak bergantung kepada jarak sengkang maksimum 8 ds yang masih diperkenankan oleh peraturan. Hasil penelitian lebih lanjut mendapatkan bahwa deformasi axial kolom sangat bergantung lepada jarak sengkangnya. Untuk mengurangi hal tersebut jarak sengkang maksimum ditetapkan sebesar 6 ds. Tegangan leleh sengkang untuk perhitungan memakai pers. (5) harus dibatasi fy 700 MPa; mengingat hasil uji laboratorium menunjukan bahwa pada jenis tulangan sengkang biasa, tegangan dalam tulangan pengekang tidak pernah mencapai tegangan lelehnya ketika gaya aksial pada kolom sudah mencapai kuat hancur tekan betonnya. Hal sebaliknya tegangan leleh tulangan pengekang selalu terjadi pada kolom dengan tulangan sengkang spiral, fy 1100 MPa .
PENUTUP Perlu adanya perubahan paradigma yang harus diterapkan pada perancangan struktur bangunan tahan-gempa berkaitan dengan digunakannya mutu beton dan baja tulangan super-tinggi. Perangkat lunak komersial yang berkembang saat ini untuk perencanaan struktur sudah menyediakan fasilitas dan kesempatan setiap perencana struktur untuk melakukan analisis perhitungan pasca-elastis menggunakan metode push-over sebagai langkah awal perancangan berbasis kinerja.
DAFTAR PUSTAKA
American Concrete Institute (2005), Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-05) and Commentary (ACI318R-05), 430 pp. Aoyama, Hiroyuki (2001), Design of Modern Highrise Reinforced Concrete Structures, Imperial College Press, London., 442 pp. ASCE (2005), Minimum Design Loads for Building and Other Structures, SEI/ASCE 7-05,, American Society of Civil Engineers, Reston, VA, 2000, 376 pp. Bozorgnia, Y. & Bertero, V., (2004), Earthquake Engineering From Engineering Seismology to Performance Based Engineering; CRC Press LLC, Boca Raton, Florida. Ibrahim, H., and MacGregor, J.G. (1996); Test of Eccentrically Loaded High-Strength Concrete Columns, ACI Structural Journal, Vol. 93, No.5, Sept-Oct, pp. 585-594. ICC (2003), International Building Code 2003, International Code Council, Falls Church VA, 632 pp. Li Bing, Park, R, and Tanaka, H., (2001), Stress-Strain Behaviour of High-Strength Confined by UltraHigh and Normal Strength Transverse Rerinforcement, ACI Journal, Vol. 98, No. 3, May-June, pp. 395406. MacGregor J.G., Wight, J.K. (2005), Reinforced Concrete Mechanics and Design; 4th Ed. In SI-Unit, Prentice Hall, Inc, Copyright by Pearson Education, Inc. 1111 pp. Mendis, P.A. (2000), Behaviour of Slender High-Strength Concrete Columns, ACI Structural Journal, V.97, No.6, Nov-Dec., pp. 895-901. Mugurama, H., Watanabe, F. and Komono, T (1989), Applicability of High Strength Concrete to Reinforced Concrete Ductile Column, Proceedings, Japan Concrete Institute, Vol. 11, pp. 309-316. Naeim, F (2001), The Seismic Design Handbook; 2nd Ed. Kluwer Academic Publishers, 830 pp. Sheikh, A.S, Uzumeri, S.M. (1982), Analytical Model for Concrete Confinement in Tied Columns; Journal of the Structural Division, Proceeding ASCE, Vol.108, ST12, December, pp 2703-2722. Sundarajay, P. (1992), High Strength Concrete Column under Eccentric Loads, Masters of Science thesis, Department of Civil Engineering, University of Toronto. Supartono, F.X. (2001), Rumusan Abrams-Fxs untuk Rancang Campuran Beton Bermutu Tinggi Berdasarkan Rasio Air-semen dan Kadar Silica-fume, Jurnal Teknik Sipil Tarumanagara, Juli 2001. Shunsuke Otani (2003), Need and Application of Smart Material and System in Performance Based Engineering, 9th East Asia-Pacific Conference on Structural Engineering and Construction, paper KS-32, 16-18 December , Bali.