Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak memiliki kebutuhan khusus merupakan anak anak istimewa


dibandngkan dengan anak anak lainnya meupakan hal yang tidak bisa dihindari
oleh orang tua manapun. Dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang lebih untuk
merawat mereka.Perawatan diri merupakan hal terpenting karena berkaitan
dengan diri sendiri dan termasuk dalam kebutuhan dasar manusia yang paling
dasar. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri secara mandiri sering
merupakan kunci untuk dapat aktif ke komunitas, sehingga diperlukan perhatian
khusus pada anak dengan retardasi mental, dikarenakan keterbatasannya dalam
melakukan fungsi kemandirian pearawatan diri (Smetzer,2002).

Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0.3% dari


seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Hasil penelitian
Triman Prasedio (1980) mengemukakan angka pravalensi retardasi mental di
Indonesia adalah 3 %, hasil penelitian ini diperkirakan suatu angka yang tinggi.
Sebagai perbandingan di Prancis angka prevalensinya adalah 1,5 8,6 % dan di
Inggris 1 8 % (laporan WHO yang dikutip Triman Prasedio). Statistik
menunjukkan bahwa di Indonesia didapatkan 10 30 dari 1000 penderita yang
mengalami Tuna Grahita (Luwinghewass, Mulyoharjono dan Warsiki, 1988),
terdapat 1.750.000 5.250.000 jiwa menderita Tuna Grahita.Sebagai sumber daya
manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini
memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.
Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi
keluarga dan masyarakat.Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan
pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.Penelitian yang
dilakukan oleh Liu et al,(2009), menunjukkan bahwa anak dengan retardasi
mental akan mengalami keterbatasan fungsi dalam perawatan diri, yaitu sebanyak
39,62% anak denan retardasi mental membutuhkan bantuan alam merawat
kebersihan gigi. Serta terdapat 14,6% yang mengalami retardasi mental dari total
tersebut. Hal ini dikarenakan keluarga dan masyarakat yang mempunyai anggota
2

keluarga dengan kebutuhan khusus sering kali menyembunyikannya sehingga


mereka tidak dapat tersentuh pelayanan, serta kebanyakan orang tua malu oleh
stigma lingkungan. (Dikpora,2012). Sudah banyak sekolah untuk anak-anak
dengan retardasi mental didirikan di negara kita, baik pemerintah maupun swasta,
akan tetapi penanganan masalah ini secara menyeluruh belum ada . Hanya
beberapa dari jumlah anak dengan retardasi mental yang mendapatkan
pembelajaran tentang perawatan diri, dan masih banyak yang belum tersentuh
tindakan tersebut

Untuk itu perlu dilakukan tindakan keperawatan difokuskan pada


membantu klien dalam perawatan diri agar klien meminimalkan klien terjangkit
penyakit lain dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa
khususnya pada penderita retardasi mental serta menggerakkan sumber sumber
yang ada di masyarakat yang dapat digerakkan oleh klien dan keluar. Dari
gambaran tersebut, penulis tertarik untukmengangkat judul ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH KEPERAWATAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI PADA RETARDASI MENTAL

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka penulis ingin mengetahui bagaimana


penerapan asuhan keperawatan anak dengan masalah keperawatan defisit
perawatan diri pada retardasi mental ?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum

Untuk mempelajari dan mempraktikkan asuhan keperawatan


dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri pada anak dengan
retardasi mental (Studi Kasus di SLB Ngudi Hayu Togogan Kec.Srengat
Kab.Blitar)

b. Tujuan Khusus
3

1. Dapat melaksanakan pengkajian untuk menentukan masalah


keperawatananak dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri
pada retardasi mental
2. Dapat menentukan diagnosa keperawatan yang terjadi pada
anakdengan masalah keperawatan defisit perawatan diri pada retardasi
mental
3. Dapat membuat intervensi keperawatan yang ditujukan untuk
mengatasi masalah keperawatan, khususnya pada perawatan diri.
4. Dapat melaksanakan implementasi keperawatan yang beroientasi pada
intervensi keperawatan yang telah dibuat, khususnya pada perawatan
diri.
5. Dapat mengevaluasi implementasi keperawatan yang telah di
laksanakan.

c. Manfaat Penelitian
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan oleh institusi maupun profesi dalam
upaya penyempurnaan asuhan keperawatan pada kasus anak dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri pada retardasi mental.
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan
penyempurnaan penanganan kasus anak dengan masalah keperawatan
defisit perawatan diri pada retardasi mental.
2. Bagi Profesi
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi prefosi keperawatan
asuhan keperawatan pada kasus anak dengan masalah keperawatan
defisit perawatan diri pada retardasi mental.

BAB II
TINJAUAN TEORI
4

A. Konsep Dasar Anak


a. Definisi Anak
Anak merupakan individu yang brada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa
anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai
dari bayi (0-1 tahun) , usia bermain / toddler (2-5 tahun) , pra sekolah
(2,5 -5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja (11-18 tahun,
(Aziz,Alimul,2005:6)

b. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak
dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara
simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan
(retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-
anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda
dengan anak-anak pada umumnya.

c. Insiden Kelainan Anak Berkebutuhan Khusus


Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat
dari waktu kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu
kejadian sebelum kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi lahir.
1. Pre-natal
Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum
proses kelahiran. Penyebab kelainan prenatal dari faktor eksternal dapat
berupa Ibu yang terbentur kandungannya, karena jatuh sewaktu hamil,
atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan
sebagainya.
2. Peri-natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat
proses kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran.
Misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, infeksi karena
ibu mengidap Sepilis dan sebagainya.
3. Pasca-natal
5

Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan


sebelum usia perkembangan selesai ( kurang lebih usia 18 tahun ). Ini
dapat terjadi karena kecelakaan, keracunan dan sebagainya.

d. Peran Orang Tua/Keluarga Dalam Memberikan Asuhan Pada Anak


Retardasi Mental
Peranan menentukan apa yang harus dilaksanakan dan dari siapa
dia mempunyai hak, biasanya juga mengangkut tugas, kewajiban dan hak
dari suatu jabatan. Peranan keluarga adalah seperangkat prilaku
interpersonal. sikap dan kegiatan yang berhubungan dengan individu
dalam posisi dan situasi tertentu. Kegiatan peran individu didasari oleh
harapan dan pola perilaku dari teman-teman, keluarga dan orang lain
(Pusdiknakes, 1994).
Adanya kecenderungan orang tua melimpahkan tugas pelayanan
anak Retardasi Mental pada orang lain atau pada sekolah dan sukarnya
orang tua diajak kerjasama atau diyakinkan bahwa peran mereka dalam
penanganan Retardasi Mental tersebut adalah sangat dominan sangat
mungkin mengalami hambatan ataupun kesulitan dalam kehidupan emosi
dan sosialnya (Soetjiningsih, 1994). Kesulitan tersebut bisa secara
langsung berpengaruh kepada hal lain meliputi (Depdikbud, 1990):
1. Kontak sosialnya dengan orang lain
2. Sikap dan reaksinya terhadap anak Retardasi Mental :
a. Orang tua menjadi malu, sangat perasa dan mudah tersinggung
sehingga cenderung menghindari kontak sosial.
b. Orang tua menjadi agresif dan putus asa sehingga cenderung
bersikap acuh terhadap anaknya atau bahkan menolak anaknya.
c. Orang tua merasa bersalah melihat keadaan anaknya sehingga
untuk menebus kesalahannya ia cenderung memanjakan,
melindungi dan selalu membantu anaknya.
Tercapainya kemampuan anak secara optimal sangat didukung oleh
sikap dari orang tua (Depdikbud, 1990) yaitu :
1. Tahu persis keadaan/batas kemampuan anaknya sehingga tidak
menumpahkan harapan dan tuntutan yang berlebihan pada anaknya.
6

2. Bersikap realistis dengan menerima segala kekurangan dan


ketidakmampuan anaknya.
3. Menunjukkan sikap optimis dengan berusaha melakukan tindakan yang
mengarah pada perkembangan yang masih mungkin dicapai anaknya.
4. Memberikan bantuan, bimbingan, latihan maupun pengetahuan pada
orang tua dalam rangka perkembangan anaknya.
Anak Retardasi Mental bagaimanapun keadaan cacatnya tetap
merupakan bagian keluarga yang mempunyai kebutuhan yang sama
dengan anggota keluarga yang lain. Adapun kebutuhan dasar yang
diperlukan anak dan peran orangtua dalam memenuhinya adalah
(Soetjiningsih, 1994) adalah :
1. Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)
Meliputi :
1) Pangan/gizi merupakan kebutuhan terpenting.
2) Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian
ASI, penimbangan bayi/anak yang teratur, pengobatan kalau
sakit.
3) Papan/pemukiman yang layak.
4) Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan.
5) Sandang.
6) Kesegaran jasmani, rekreasi.
Pola asuh orang tua terhadap anak reterdasi mental menurut
Hurlock (1990) pola asuh oran tua terhadap anak adalah :
1. Melindungi secara berlebihan :
Hal ini menimbulkan ketergantungan yang berlebihan,
ketergantungan pada semua orang bukan pada orang tua saja.
2. Permisivitas
Orang tua membiarkan anak berbuat sesuka hati.
3. Memanjakan
Permisivitas yang berlebihan, memanjakan membuat anak egois
menuntut dan sering tiranik.
4. Penolakan
7

Dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau


dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan
yang terbuka.
5. Penerimaan
Ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak. Orang tua
yang menerima, memperhatikan perkembangan kemampuan anak
dan memperhitungkan minat anak.
6. Dominasi
Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat
jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan
mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sering sensitif.
7. Tunduk pada anak
Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak
mendominasi mereka dan rumah mereka.
8. Favoritisme
Orang tua kadang-kadang mempunyai favorit pada anak lain dalam
keluarga.
9. Ambisi orang tua
Hampir semua orang tua memolunyai ambisi bagi anak mereka,
sering kali sangat tinggi sehingga tidak realistis.
B. Konsep Retardasi Mental
a. Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental yaitu kemampuan mental yang tidak mencukupi
(menurut WHO).
Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak
(sebelum 18 tahun) ditandai dengan fungsi kecerdasan dibawah normal
( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua
area berikut : berbicara dan berbahasa, ketrampilan merawat diri, ADL,
ketrampilan sosial, penggunaan saranamasyarakat, kesehatan dan
keamanan, akademik fungsional, bekerja dan rileks, dll (menurut
American Association on Mental Retardation (AAMR) : 1992)
Retardasi mental yaitu suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi
yang rendah yang menyebabkan ketidak mampuan individu untuk belajar
8

dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang di


anggap normal. (menurut Carter CH)
Seseorang di katakan retardasi mental bila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Fungsi intelektual umum di bawah normal
b. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif social
c. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
(menurut Melly Budhiman)
Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan
inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir
atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang
terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau
sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental. (W.F. Maramis, 2005: 386)
Menurut nilai IQ nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan
sebagai berikut (dikutip dan Swaiman, 1989) : .

Tabel 2.1 Golongan IQ dan nilai

Nilai IQ

Sangat Superior 130 atau lebih

Superior 120 129

Di atas rata-rata 110 119

Rata-rata 90 110

Retardasi Mental Borderline 70 79

Retardasi Mental Ringan (Mampu didik) 52 69

Retardasi Mental Sedang (Mampu latih) 36 51

Retardasi Mental Berat 20 35


9

Retardasi Mental Sangat Berat Di bawah 20

b. Klasifikasi Retardasi Mental


Untuk menentukan berat-ringannya retardasi mental, kriteria yang
dipakai adalah:
1. Intelligence Quotient (IQ)
2. Kemampuan anak untuk dididik dan dilatih
3. Kemampuan sosial dan bekerja (vokasional).
Berdasarkan kriteria tersebut didapat tingkatan / klasifikasi dari
Retardasi mental dikodekan pada Aksis II dalam Klasifikasi DSM-IV(APA
dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994):
1. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun) dengan kode 317
Karakteristik :
a. Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, tetapi terlambat
dalam kemampuan berjalan, bicara, makan sendiri, dll
b. Usia sekolah, dapat melakukan ketrampilan, membaca dan
aritmatik dengan pendidik khusus, diarahkan pada kemampuan
aktivitas sosial.
c. Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional,
diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak.
Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
2. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 55; umur mental 3 7 tahun) dengan
kode 318.0
Karakteristik :
a. Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik,
terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
b. Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar
kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana,
Tidak ada kemampuan membaca dan berhitung.
c. Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi
dlm rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yang
dikenal, tidak bisa membiayai sendiri.
3. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun) dengan kode
318.1
Karakteristik :
10

a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik,


kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon
dalam perawatan diri tingkat dasar seperti makan.
b. Usia sekolah, gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan,
memahami sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila
dilatih sistematis.
c. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang,
perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan
bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.

4. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi) dengan


kode 318.2
Karakteristik :
a. Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi Sensorimotor
minimal, butuh perawatan total.
b. Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan,
memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan
kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental
bayi muda.
c. Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total,
biasanya diikuti dengan kelainan fisik.

c. Etiologi
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-1
(W.F. Maramis, 2005: 386-388) faktor-faktor penyebab retardasi mental
adalah sebagai berikut.
1. Infeksi dan atau intoksinasi
Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada
perkembangan janin, yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan
terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat rusak yang pada
akhirnya menimbulkan retardasi mental.
2. Terjadinya rudapaksa dan / atau sebab fisik lain
Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiper radiasi,
alat kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan
kelainan berupa retardasi mental. Mungkin juga karena terjadi
kekurangan oksigen yang kemudian menyebabkan terjadinya
11

degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak mengakibatkan retardasi


mental.
3. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolism karbohidrat dan
protein), gangguan pertumbuhan, dan gizi buruk termasuk dalam
kelompok ini. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama
sebelum anak berusia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan
otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan seperti itu
dapat diperbaiki dengan memberikan gizi yang mencukupi sebelum
anak berusia 6 tahun, sesudah itu biarpun anak tersebut dibanjiri
dengan makanan yang bergizi, inteligensi yang rendah tersebut sangat
sukar untuk ditingkatkan.
4. Penyakit otak yang nyata
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat beberapa reaksi
sel-sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, radang, dst.
Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat menyebabkan
penderita mengalamai keterbelakangan mental.
5. Penyakit atau pengaruh prenatal.
Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi
tidak diketahui etiologinya, termasuk anomaly cranial primer dan
defek congenital yang tak diketahui sebabnya.
6. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun
bentuknya. Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindroma
down yang dulu sering disebut mongoloid.
7. Prematuritas
Retardasi mental yang termasuk ini termasuk retrdasi mental yang
berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat
badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa kehamilan
kurang dari 38 minggu.
8. Akibat gangguan jiwa yang berat
Retardasi mental juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang
berat pada masa kanak-kanak.
9. Deprivasi psikososial
12

Devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya


kebutuhan psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat
menyebabkan terjadinya retardasi mental pada anak.
10. Psikologis
15 hingga 20 persen kasus retarsdasi mental diakibatkan oleh kurang
stimulasi kasih sayang dan stimulasi, juga stimulasi yang lain, serta
diakibatkan oleh gangguan mental yang berat, seperti autistik
(APA 1994 dalam buku Townsend)

d. Manifestasi Klinik
Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai
beberapa kelainan fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang
kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit
tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering
disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989):
a. Kelainan pada mata
b. Kejang
c. Kelainan kulit
d. Kelainan rambut
e. Kepala
f. Perawakan pendek
g. Distonia
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah
sebagai berikut:
1. Retradasi Mental Ringan
Keterampilan social dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-
tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, deficit kognitif
tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan
egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya.
2. Retradasi Mental Sedang
Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi social
dirinya mungkin dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih
dini jika dibandingkan retradasi mental ringan.

3. Retradasi Mental Berat


Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia
prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin
kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya
buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.
13

4. Retradasi Mental Sangat Berat


Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa
dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri
sendiri secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan
perawatan orang lain.
Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian
dari gangguan retradasi mental , yaitu hiperakivitas, toleransi frustasi yang
rendah, agresi, ketidakstabilan efektif , perilaku motorik stereotipik
berulang, dan perilaku melukai diri sendiri.

e. Simtomatologi
1. Pada tingkat ringan (IQ 50 70), indivdu dapat hidup mandiri, namun
memerlukan bantuan beberapa bantuan. Ia mampu mengerjakan
pekerjaan anak kelas enam sekolah dasar dan dapat belajar keterampilan
kejuruan. Koordinasi mungkin sedikit terganggu.
2. Pada tingkat sedang (1Q 35 49), individu dapat melakukan beberapa
aktivitas secara mandiri, namun memerlukan pengawasan. Keterampilan
akademik dapat dicapai sampai kelas dua sekolah dasar. Perkembangan
motorik kemungkinan terbatas pada kemampuan motorik kasar.
3. Pada tingkat berat (IQ 20 34) memiliki karakteristik kebutuhan
pengawasan penuh. Pelatihan kebiasaan sistematis dapat dicapai, tetapi
individu tidak memiliki kemampuan akademis atau kejuruan.
Keterampilan verbal minimal dan perkembangan psikomotorik buruk.
4. Individu yang mengalami retardasi mental sangat berat (IQ kurang dari
20) tidak memiliki kapasitas untuk hidup mandiri. Tidak memiliki
kemampuan untuk perkembangan kemampuan bisa keterampilan
sosialisasi, dan pergerakan motorik halus dan kasar. Individu
memerlukan pengawasan dan perhatian yang terus menerus.
(Townsend,2010:59)

C. Konsep Defisit Perawatan Diri


a. Definisi Defisit Perawatan Diri
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan
dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
14

terganggu keperawatan dirinya jika tidak mampu melakukan perawatan diri


(Depkes 2000)
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan utnuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan toileting) (Nurjanah,2004)
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memeilhara kebersihan
dan kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Potter.Pery :2005)

b. Jenis Jenis Defisit Perawatan Diri


Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut:
1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran
air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta masuk dan keluar kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian,menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian danmengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka
container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan
dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan,
mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil
cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
4. BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.

c. Etologi
15

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan


diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes
(2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor prediposisi
1. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3. Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4. Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000:59) faktor faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
keungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang utnuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
menderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan anggota
tubuhnya yang terdapat luka.
5. Budaya
16

Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh


dimandikan.
6. Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang yang menggunakan prouk tertentu dalam
perawatan diri seperti menggunakan sabun, sampo dan lain lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Masalah Keperawatan


Defisit Perawatan Diri Pada Retardasi Mental
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorng perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang
dibinanya. Pengumpulan data (informasi) dari keluarga dapat menggunakan
metode wawancara, observasi fasilitas dalam rumah, pemeriksaan fisik
pada setiap anggota keluarga, dengan menggunakan data sekunder
(Suprajitno,2004:29).
Dalam pengumpulan data yang perlu dikaji adalah:
a. Data Umum
1) Identitas
Data ini mencakupnama,panggilan,nama orang tua yang dapat
dihubungi selama jam-jam kerja,tanggal lahir anak,umur
(bulan,tahun), jenis kelamin, suku,bahasa yang diucapkan, bahasa
yang dimengerti., alamat dan telepon, pekerjaan, pendidikan dan
komposisi, selanjutnya komposisi keluarga dibuat genogramnya
(Engel,joyce.1998).
2) Riwayat Keperawatan (Nursing History)
Dari data yang didapat nafsu makan dari klien sedikit menurun
ditandai dengan penurunan BB klien, klien tampak lemah dan
koordinasi gerak kurang stabil.
3) Riwayat kelahiran
a) Termasuk riwayat prenatal
Dari data yang didapat, pada saat kehamilan ibu dari klien sering
sakit dan meminum obat dari toko tanpa memandang ia hamil, ibu
juga kurang mengkonsumsi makanan bergizi,dan sering
mengalami kondisi stres.
17

b) Riwayat neonatal ( distres pernafasan, sianosis, ikterus,


kejang, kemampuan makan buruk).
Pada saat proses kelahiran berjalan dengan lancar.

4) Penyakit operasi atau cidera sebelumnya


Dari data yang didapat, klien tidak pernah masuk rumah sakit untuk
menjalani operasi.
5) Penyakit pada masa anak-anak
Dari data yang didapat klien pernah kontak dengan orang menderita
cacar air(varisela) yaitu ibunya.
6) Imunisasi
Dari data yang didapat, klien pernah di imunisasi campak, polio.
7) Pengobatan saat ini
Dari data yang didapat, saat klien tidak minum obat obat tertentu.
8) Pertumbuhan dan perkembangan fisik
Dari data yang didapat, klien memiliki hambatan pertumbuhan dan
perkembangan, karena untuk tinggi badan klien pada saat ini hanya
120cm dengan berat badan 18kg.
9) Riwayatperkembangan
Pada tahap perkembangan klien mengalami keterlambatan dari usia
merangkah pada umur 1 tahun dan keterlambatan pada berbicara.
10) Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya (generasi diatasnya)
Riwayat kesehatan generasi diatasnya seperti hipertensi diobati jika
kambuh saja dan diminum secara tidak teratur.
11) Riwayat kesehatan keluarga
1) Komposisi Keluarga
Menjelaskan tentang data keturunan yang dibuat dengan
genogram. Retardasi mental ditemukan sekitar 5% merupakan
penyakit keturunan.
2) Karakteristik lingkungan dan komunitasnya
Kontrol masyarakat yang rendah dan cenderung kurang menerima
anak dengan retardasi mental dan sikap acuh tak acuh sebagai
cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor
predisposisi terjadinya kurang perawatan diri pada anak retardasi
mental.

3) Kultur dan keperacayaan


Menurut teori dari Marylin M.Friedman(1998), terdapat variasi
dalam kebudayaan salah satunya yaitu imposisi kebudayaan yang
secara sadar maupun tidak sadar merasa bahwa keyakinan
keyakinan dan praktik praktik mereka lebih hebat dan pantas.
18

4) Fungsi dan hubungan keluarga


Menggambarkan kemampuan keluarga utnuk mempengaruhi dan
mengendalikan anggota keluarga untuk mengubah perilaku yang
berhubungan dengan keehatan (Suprajitno,2004)
Keluarga klien sering mengajari klien untuk merawat diri secara
mandiri seperti halnya mandi,gosok gigi dan mengambil makan
sendiri, namun klien sangat sulit untuk diajari.
5) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Perilaku klien yang dapat mempengaruhi kesehatan adalah
ketidakpatuhan dalam pemenuhan perawatan diri secara mandiri.
6) Persepsi keluarga pada kondisi klien
Keluarga pernah terpukul dengan keadaan anaknya, namun
seiring berjalannya waktu keluarga mulai terbiasa dengan
keadaan klien.

b. Pemeriksaan fisik

- Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali


(bentuk kepala tidak simetris)
- Rambut : Pusar ganda, rambut jarang, halus, Mudah putus
dan cepat berubah
- Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus,
- Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran
kecil, cuping melengkung keatas
- Mulut : bentuk V yang terbalik dari bibir atas, langit-
langit lebar/melengkung tinggi
- Geligi : odontogenesis yang tidak normal
- Telinga : keduanya letak rendah
- Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
- Leher : pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak
sempurna
- Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil
meruncing, ibu jari gemuk dan lebar, klinodaktil
- Dada dan Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll
- Genitalia : mikropenis, testis tidakturun, dll
19

- Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang &


tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar,
besar, gemuk
c. Psikologis
a. Konsep diri
1) Gambaran diri, biasanya klien menyukai semua bagian
tubuhnya, tetapi biasanya tidak.
2) Identitas diri, biasanya tidak puas dengan yang dikerjakan.
3) Peran diri, klien memiliki masalah dalam melaksanakan
perawatan dirinya.
4) Ideal diri, klien memiliki harapan untuk bisa melakukan sendiri
perawatan dirinya.
5) Harga diri, biasanya klien memiliki harga diri yang rendah.
b. Hubungan sosial, klien memiliki teman pada saat di sekolahnya,
namun klien tidak mengikuti kegiatan dimasyarakatnya.
c. Spiritual, klien memiliki keyakinan, tetapi jarang melakukan ibadah
sesuai dengan keyakinannya.
d. Status Mental
a. Penampilan klien rapi tetapi dengan bantuan orang tuanya.
Namun jika ia melakukan sendiri,klien tidak menghiraukan
kerapian dirinya atau mengabaikan perawatan dirinya.
b. Pembicaraan, klien mengalami gangguan pada bicara, bahasa
kurang dimengerti dan biasanya menyimpang.
c. Aktifitas motorik
Klien tampak acuh dan asyik pada dunianya sendiri.

d. Alam perasaan
Klien menunjukan ekspresi ceria.
e. Afek
Biasanya selama berinteraksi emosinya labil. Tetapi biasanya
klien juga menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya.
f. Interaksi selama wawancara
- Menunjukkan sikap bersahabat
- Menjawab pertanyaan dengan cukup baik
g. Persepsi
Klien biasa melihat bayangan bayangan aneh
h. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien cukup baik. Biasanya klien menyadari
dimana ia berada
i. Memori
20

Klien mengalami kesulitan dalam menangkap pelajaran


sekolahnya, namun klien mudah ingat dengan apa yang
dikatakan orang padanya.
j. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mengalami kesulitan dalam penjumlahan dengan nilai
besar.
k. Kemampuan penilaian
Biasanya klien memiliki kemampuan penilaian yang baik,
seperti halnya saat ia disuruh memilih makanan.
l. Daya titik diri
Klien biasanya tidak menyadari kalau dirinya mengalami
keterbelakangan.
d. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah :
1. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada obyek lain
2. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan /
keinginan tidak baik
3. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap / perilaku yang
berlawanan.
4. Reaksi formasi, yang mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
5. Displecement,yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.

e. Masalah psikososial dan lingkungan


Keluarga klien mengungkapkan masalah yang dialami anaknya dan
menginginkan anaknya seperti anak normal lainnya, jika terjadi
hubungan saling percaya maka dapat memberikan solusi terbaik.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual atau
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman, perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah
status kesehatan klien (Carpenito,2000; Gordon,1976 &Herdman,2012).
Masalah keperawatan yang mungkin bias muncul adalah :
21

1. Deficit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya


kematangan perkembangan.

c. Intervensi asuhan keperawatan anak retardasi mental : defisit


perawatan diri
- Deficit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya
kematangan perkembangan.

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Diskusikan Untuk
Tujuan Umum : Setelah
tentang meningkatkan
dilakukan
- Pasien tidak keuntungan pengetahuan klien
pembelajarn
mengalami melakukan tentang perlunya
perawatan
defisit perawatan diri perawatan diri
mandiriklien Diskusikan Untuk
perawatan diri
dapat tentang meningkatkan
melakukan kerugian tidak minat klien dalam
Tujuan Khusus :
perawatandiri: melakuakn melakukan
Klien bisa
- Pasien mampu perawatan diri perawatan diri
melakukan mengerti Dorong dan Untuk
kebersihan diri keuntungan bantu anak meningkatkan
secara mandiri perawatan melakukan minat klien dalam
- Pasien mampu diri perawatan melakukan
melakukan Klien bisa
sendiri perawatan diri
berhias/berdan mengerti apa Beri pujian atas Reinforcement

dan secara kerugian dari keberhasilan positif dapat


baik tidak klien menyenangkan
- Pasien mampu melakukan melakukan hati klien dan
melakukan peerawatan perawatan diri meningkatkan
makan dengan diri minat klien untuk
baik Klien dapat
melakukan
- Pasien mampu melakukan
perawatan diri
melakukan perawatan
BAB/BAK diri secara
secara mandiri
22

mandiri

(Wilkinson,2012)
a. Implementasi
Pada tahap ini perawat yang mengasuh anak sebaiknya tidak
bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan bantuan keluarga.. peran perawat
dilaksanakan sebagai koordinator. Namun perawat juga dapat mengambil
peran sebagai pelaksana asuhan keperawatan.

b. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standar untuk melihat
keberhasilannya.Evaluasi disusun menggunakan SOAP. Pada tahap ini ada
dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat, yaitu evaluasi formatif
yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara terhadap sesuai
dengan kegiatan yang dilakukan implementasi secara bertahap sesuai
dengan kegiatan yang dilakukan sesuai kontrak pelaksanaan. Evaluasi
sumatif yang bertujuan menilai secara keseluruhan terhadap pencapaian
diagnosa keperawatan apakah rencana diteruskan, diteruskan sebagian,
diteruskan degan perubahan intervensi, atau dihentikan.( Nursalam,2007 :
25)
23

E. Pohon Masalah

RETARDASI MENTAL

Ketidakmampuan kognitif (IQ < 70 -75)


Mobilitas fisik tidak seimbang Dalam berbicara dan dalam
berbahasa
Defisit perawatan
diri Perilaku hiperaktif

Resiko cidera Gangguan Gangguan


Gangguan
pertumbuhan dan interaksi
komunikasi
sosial
perkembangan verbal

Ketererangan:

: diagnosa yang diintervensi

BAB III

METODOLOGI

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian
observasional diskriptif dengan pendekatan study kasus yaitu studi kasus yang
dilasanakan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri
dari unit tunggal.
Unittunggal disini dapat berarti satu orang. Unit yang menjadi masalah tersebut
secara mendalam dianalisa baik dari segi yang berhubungan dengan kasusnya sendiri,
faktor resiko, yang mempengaruhi, kejadian yang berhubungan dengan kasus maupun
tindakan, dan reaksi dari kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap
sesuatu perilaku atau pemaparan tertentu. Meskipun yang diteliti dalam kasus
tersebut hanya berbentuk tunggal, namun dianalisis secara mendalam. Tujuan dari
penelitian studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
24

keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok,
lembaga atau masyarakat (Setiadi,2007:131).
Penelitian ini dilakukan untukmempelajari dan mempraktikkan asuhan
keperawatan anak dengan masalah defisit perawatan diri pada anak retardasi
mental.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian studi kasus dilakukan di SLB Ngudi Hayu Togogan Kec.Srengat
pada tanggal 23 Maret 2014 30 Maret 2014.

C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah subyek yang dituju utnuk diteliti oleh peneliti
atau subyek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti
(Arikunto,2006). Subyek dalam penelitian ini adalah An.D dengan masalah
keperawatan defisit perawatan diri pada retardasi mental.

D. Jenis Data
a. Data primer
1. Wawancara
Metode yang dipergunakan utnuk mengumpulkan data secara lisan
dari responden atau bercakap cakap berhadapan muka dengan keluarga
dan anak dengan masalah keperawatan defisit perawatan diri pada kasus
retardasi mental.
2. Pengamatan (observasi)
1) Pengamatan terlibat (observasi partisipasif)
Pengamatan benar benar mengambil bagian dalam kegiatan yang
dilkukan, dengan kata lain pengamat ikut aktif berpartisipasi pada
aktivitas yang telah diselidiki. Pengamatan pada anak dengan kasus
retardasi mental meliputi, pengkajian, pengambilan diagnosa,
membuat intervensi, implementasi tindakan, evaluasi, dan
dokumentasi keperawatan.
2) Pengamatan sistematis
Pengamatan yang mempunyai kerangka atau struktur yang jelas.
Pada umumnya observasi sistematika ini didahului suatu observasi
pendahuluan yakni dengan observasi partisipasif.
3) Observasi eksperimental
25

Dalam observasi ini pengamat tidak menggunakan observasi


eksperimental dalam kondisi dan situasi tertentu (Setiadi, 2007:169
-170)
b. Data Sekunder
Data dari dokumen rekam medik dari rumah sakit, puskesmas atau
instansi terkait tentang terjadinya masalah keperawatan defisit
perawatan diri pada retardasi mental.

E. Teknik Pengambilan Data


Teknik pengambilan data yang digunakan yaitu dengan cara wawancara,
observasi langsung dan studi dokumen rekam medik.

a. Instrumen Penelitian
Adalah alat atau fasilitas yang digunakan penelitian dalam
mengumpulkan data dari penelitan (Arikunto,2006). Dalam
penelitian ini instrumen yang digunakan adalah format asuhan
keperawatan anak yang dikombinasi dengan keperawatan jiwa.
Format yang dimaksud terdiri dari pengkajian, diagnosa,
intervensi,implementasi dan evaluasi.
b. Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data didahului dengan prosedur birokrasi
atau surat perijina dari direktur Akademi Keperawatan Dharma
Husada Kediri ditujukan kepada Kepala SLB Ngudi Hayu Togogan
Kec.Srengat Kab.Blitar. Setelah itu menunggu hasil balasan dari
kepada Kepala SLB Ngudi Hayu Togogan Kec.Srengat dan
ditanggapi oleh Akademi Keperawatan Dharma Husada Kediri dan
selanjutnya surat perijinan diteruskan ke desa yang dituju sebagai
lahan penelitian agar memberi perijinan untuk pengambilan data
yang dibutuhkan oleh peneliti.
c. Cara pengumpulan data dimulai dari peneliti mencari klien yang
sesuai dengan kasus atau judul penelitiannya. Setelah klien yang
sesuai ditemukan, peneliti melakukan tindakan preorientasi atau
memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan pada
klien. Kemudian lebih lanjut peneliti melakukan inform consent
berkaitan dengan meminta kesediaan klien untuk dijadikan subyek
26

penelitian secara sukarela tanpa keterpaksaan. Setelah klien


menyatakan kesediaannya untuk menjadi subyek penelitian maka
peneliti harus meminta bukti kesediaan klien secara tertulis dengan
menandatangani surat persetujuan menjadi subyek penelitian.
Setelah persetujuan didapatkan, peneliti mulai melakukan pengkajian
pada klien kemudian merumuskan diagnosa keperawatan , menyusun
intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan
sesuai intervensi dan mengevaluasi hasil dari implementasi
keperawatan.
d. Jika ada kesulitan saat pengumpulan data misalnya klien tidak
ditemukan pada SLB tersebut,maka peneliti harus mencari klien
yang sesuai di SLB lain atau dirumah.
F. Analisa Data
Analisa data dilakukan secara deskriptif menggunakan prinsip
prinsip manajemen asuhan keperawatan.

G. Etika Penelitian
Etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Inform consent (surat persetujuan)
Sebelum pengambilan data dilakukan, peneliti memperkenalkan
diri, memberikan penjelasan tentang judul studi kasus. Deskripsi tentang
tujuan pencatatan, menjelaskan hak dan kewajiban responden. Setelah
dilakukan penjelasan pada responden penelitiab melakukan persetujuan
sesuai dengan responden tentang dilakukannya penelitian.
2. Anominity (tanpa nama)
Anominity berarti tidak perlu mencantumkan namapada lembar
pengumpulan ata (kuesioner). Penelitian hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data tersebut.
3. Confidentialy (kerahasiaan)
Sub bab menjelaskan masalah masalah responden yang
harusdirahasiakan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan dalam penelitian (Alimul Aziz,2007:93-95).
Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapatkan rekomendasi
dari Akademi Dharma Husada Kediri, kemudian kuesioner diberikan
kepada subjek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang
diteliti.
27

DAFTAR PUSTAKA

Townsend Mary C. 2010. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Edisi 5.


EGC :Jakarta

Isaacs, An .2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikiatrik Edisi 3. EGC


:jakarta

Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1 .FKUI :JAKARTA

Maramis. W.F. 1995, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta : EGC

Stuart. WG, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC
Herdmand T.Heather.2012. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi
2012-2014.EGC:Jakarta

Ahern Nancy R, Wilkinson Judith M.2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan


Edisi 9.EGC: Jakarta

Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Salemba: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai