Anda di halaman 1dari 43

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan energi listrik marak diperbincangkan beberapa tahun ini terkait

kesadaran akan keterbatasan sumber energi. Hal ini berkaitan dengan jumlah

penduduk yang terus meningkat serta penggunaan sumber energi yang didominasi

oleh energi yang dihasilkan dari bahan bakar fosil yaitu sebesar 83% dan akan

terus meningkat. Eksplorasi dan pemakaian energi ini tidak hanya berdampak

pada krisis energi, tetapi berdampak pada krisis lingkungan hidup (Purba et al.

2010).
Pencarian sumber energi alternatif mutlak diperlukan menopang

kemandirian energi. Tantangan yang dihadapi adalah wilayah yang memiliki

kecepatan arah arus yang tetap dan alih teknologi yang sesuai dan murah (Purba

et al., 2010). Sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan saat ini adalah

energi arus laut dari samudera. Selain ramah lingkungan, energi ini juga

mempunyai mempunyai intensitas energi kinetik yang besar dibandingkan energi

terbarukan yang lain. Hal ini disebabkan air laut 830 kali lipat densitas udara

sehingga dengan kapasitas yang sama, turbin arus laut akan jauh lebih kecil

dibandingkan dengan turbin angin (Erwandi, 2005).


Kawasan barat Indonesia seperti Pulau Panaitan umumnya berupa selat-selat

sempit diantara dua gugusan pulau, serta penduduknya mayoritas hidup dari hasil

laut yang memerlukan energi. Lokasi penelitian yang dipilih yaitu Selat Panaitan

yang terletak diantara Pulau Panaitan dengan Pulau Jawa yang merupakan

wilayah Kabupaten Pandegelang Pulau Panaitan (Gambar 1), karena

berdasarkan data sekunder dari peta bathimetri regional, peta laut, dan data angin

regional.
2

Potensi energi arus pasang surut sebagai sumber pembangkit listrik,

didukung oleh ketersediaan sumber pembangkit yaitu kecepatan arus yang

optimal. Namun pengukuran arus tidak dapat dilakukan pada semua lokasi di

Perairan Selat Panaitan untuk mengetahui lokasi lokasi yang berpotensi,

pengukuran juga terbatas terhadap waktu yang dibutuhkan untuk melihat fluktuasi

potensi arus pasang surut yang terjadi untuk pembangkit listrik. Hal ini

dikarenakan terbatasnya biaya serta waktu yang diperlukan untuk melakukan

survei dalam suatu kajian analisis potensi energi arus pasang surut.
Karena hal tersebut perpaduan dalam pengkajian pola arus laut dengan

pendekatan komputasional pemodelan numerik dapat mempermudah dalam

perhitungan potensi energi arus pasang surut sebagai pembangkit listrik di Selat

Panaitan, Kabupaten Pandegelang.

a.2 Pendekatan dan Perumusan Masalah


Terdapat dua faktor yang saling terkait satu dengan lainnya dalam penelitian

ini, yaitu pola arus sebagai energi penggerak turbin (kinetik) serta indikasi besaran

energi listrik yang dihasilkan dari konversi, kedua adalah pasang surut pada

daerah perairan Selat Panaitan yang menjadi pemompa besaran arus laut.
Kondisi arus yang dibangkitkan pasang surut akan menjadi arus sebagai

energi kinetik yang menggerakan blade pada turbin, lalu pergerakan ini akan

membuat generator turbin bekerja dan terciptalah arus listrik. Kondisi pasang

surut akan membuat kemudahan dalam memprediksi kehadiran arus laut.


Permasalahan yang terjadi di daerah Selat Panaitan, penggunaan listrik dari

pembakaran fosil yang disediakan oleh PLN memiliki beberapa kekurangan.

Selain mahal, terkadang sering terjadi pemadaman listrik baik diakibatkan

perbaikan maupun pemadaman bergilir akibat pasokan listrik yang kurang. Salah

satu solusi permasalahan enregi adalah dengan mengadakan studi pola arus dan
3

potensi energi dari arus laut. Pembatasan masalah penelitian ini adalah

mengetahui pola arus pasang surut yang ada di perairan Selat Panaitan dan

menghitung potensi energi yang dapat dihasilkan dari kecepatan arus pasang surut

di perairan tersebut. Arus yang terjadi disekitar perairan Selat Panaitan secara

dominan dipengaruhi oleh pasang surut. Hal ini sejalan dengan pernyataan

Poerbandono dan Djunasjah (2005) yang menyatakan bahwa arus pasang surut

terjadi di wilayah teluk, perairan dangkal, kanal-kanal pasang surut dan muara

sungai.
Data kecepatan arus diambil dengan menggunakan 2-D Current Meter

Infinity EM. Data yang diperoleh berupa kecepatan total dan kecepatan arah x dan

y pada titik lokasi pengambilan data yang kemudian diolah untuk mengetahui

karakteristik arus di area tersebut. Kemudian dilakukan simulasi model 2 dimensi

menggunakan software Surface water Modelling System (SMS) dengan metode

elemen hingga (finite element) Advance Circulation Multi Dimensional

Hydrodinamyc Model (ADCIRC). Dari pengolahan data model diperoleh pola

pergerakan arus pada saat pasang, surut, serta pada pergerakan elevasi muka air

baik pada saat pasang dan surut. Kemudian dicari area yang paling berpotensi

untuk dijadikan energi dari arus laut. Area ini akan menjadi rekomendasi untuk

kajian pengembangan energi alternatif lebih lanjut.

a.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang dicapai dalam penelitian di perairan Selat Panaitan adalah

untuk mengetahui pola sirkulasi dan kecepatan arus pasang surut, serta

mengetahui besarnya potensi energi yang dapat dikonversikan dari nilai kecepatan

arus.
4

Tujuan penelitian pasang surut di perairan Selat Panaitan adalah untuk

mengetahui tipe pasang surut serta memastikan jenis arus pasang surut atau arus

non pasang surut didaerah tersebut.


Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi tentang pola sirkulasi arus

pasang surut di perairan Selat Panaitan yang dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan energi listrik dari arus pasang surut. Dengan demikian energi yang

dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kebutuhan energi sehari-hari

bagi masyarakat sekitar perairan Selat Panaitan, Kabupaten Pandegelang.

a.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai :
1. Pustaka untuk mendukung penelitian dan pengembangan mengenai

energi terbarukan dari laut;


2. Pustaka untuk penggunaan numerik berbasis model elemen hingga untuk

kajian pola arus pasang surut.


a.5 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 03-24 Juli 2016 di Perairan Selat

Panaitan, terletak di antara Pulau Panaitan dan Pulau Jawa dengan koordinat 105

14' 7.65" T dan 6 38' 38.75" S (Gambar 1). Sedangkan proses pengolahan dan

analisis data dilaksanakan pada tanggal 25 Agustus 09 September 2016.

Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan survei laut yang diselenggarakan

oleh Dinas Hidro-Oseanogafi (DISHIDROS) Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Laut (TNI AL) dengan judul Update Data ALKI di Perairan Selat

Panaitan. Adapun pengolahan dan analisis data dilakukan di Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang

dan DISHIDROS TNI AL, Jalan Paisr Putih 1 Ancol Timur, Jakarta Utara.
5
6

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena

adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap

massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa

matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh

gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari,

sebaran pasang surut di perairan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2,

sedangkan untuk tipe pasang surut yang ada di Indonesia dapat dilihat pada

Gambar 4 (Triatmodjo, 1996).

Secara umum, pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam

empat tipe, yaitu (Triatmodjo, 1996) :

1. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu dalam satu hari

terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut

adalah 24 jam 50 menit.

2. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), adalah dalam satu

hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang

hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur.

Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

3. Pasang surut campuran condong harian ganda (mixed tide

prevailing semidiurnal), adalah dalam satu hari terjadi dua kali air pasang

dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
8

4. Pasang surut campuran condong harian tunggal (mixed tide

prevailing diurnal), adalah dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan

satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi

dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat

berbeda.

Pada umumnya, sifat pasang surut di suatu perairan ditentukan dengan

menggunakan rumus Formzahl yang berbentuk :

K 1 O1
F
M 2 S2
..................................................................................................(1)

dimana :

F : Nilai Formzahl

K1 dan O1 : Konstanta pasang surut harian utama

M2 dan S2 : Konstanta pasang surut ganda utama.

Klasifikasi pasang surut di lokasi tersebut adalah (Ongkosongo, 1989):

F 0,25
1. Pasang Ganda jika

0,25 F 1,5
2. Campuran condong ganda jika

1,5 F 3
3. Campuran condong tunggal jika

F 3
4. Pasang tunggal jika
9

Gambar 2. Sebaran Pasang Surut di Perairan Indonesia dan Sekitarnya

Amplitudo arus pasang surut (cm/s) pada perputaran arus secara ellips

untuk pasang surut harian ganda dan pasang surut harian tunggal pada kedalaman

yang berbeda disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Amplitudo arus pasang surut (cm/s) pada perputaran arus secara ellips

untuk pasang surut harian ganda dan pasang surut harian tunggal pada

kedalaman yang berbeda.

Kedalaman Pasang surut Semidiurnal Pasang surut Diurnal


25-100 m
5,0 6,5 8,7 10,12 6,0 7,0 8,3 9,3
10,5 12,5 16,4 17,7 9,3 9,7 12,1 13,2
25,6 26,1 35,4 35,4 13,3 13,8 15,5 21,6
36,7
rata-rata : 18,7 rata-rata : 11,6
125-250 m
4,4 4,9 5,5 9,7 5,1 6,1 6,4 9,6
11,4 15,2 16,0 23,3 11,4 12,4 14,9 22,6
26,4 44,2
rata-rata : 16,0 rata-rata : 11,4
300-600 m
3,3 7,0 7,6 13,2 1,8 5,2 5,9 6,2
14,0 18,4 20,9 22,3 6,3 7,8 7,8 9,0
26,0 9,5 11,7 15,0
10

rata-rata :15,8 rata-rata : 8,0


> 600 m
1,6 3,4 8,7 14,7 8,5 10,0 12,4
rata-rata : 7,1 rata-rata : 10,3

a)

b)
Gambar 3. Posisi Bumi, Bulan, Matahari saat a) Spring Tide dan b) Neap Tide

` (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005).


Pasang surut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan

matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang

tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut

purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pasang surut perbani

(neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus.

Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang

tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pada saat bulan dan . Posisi bulan dan

matahri pada saat spring tide dan pada saat neap tide dapat dilihat pada Gambar

3 (Ongkosongo dan Suyarso, 1989).


11

Gambar 4. Tipe pasang surut yang ada di Indonesia.

(Sumber : Triatmodjo, 1996).

Pasang surut adalah faktor utama dalam mempelajari perubahan muka air

laut dan arus pada daerah perairan. Karakteristik pasang surut pada daerah

perairan sangat penting untuk diukur dari muka laut hingga pada dasar (water

depth), di mana nilai ketinggiannya sangatlah bervariasi. Pasang surut adalah gaya

pembangkit eksternal yang menyebabkan arus pada daerah pantai. Arus dekat

pantai dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu (Prawirowardoyo, 1996):

1. Arus pasang surut, yaitu arus yang dibangkitkan oleh pasang surut,

2. Arus samudera, yaitu arus yang mengalir sepanjang lepas pantai, dan

3. Longshore current, yaitu arus yang ditimbulkan oleh gelombang

2.1.1. Tipe- tipe Pasang Surut

Pasang surut merupakan fenomena naik turunnya permukaan air secara

periodik akibat adanya pengaruh gaya tarik benda luar angkasa seperti bulan dan

matahari (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005).

Secara umum, pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam

empat tipe, yaitu (Triatmodjo, 1999) :


12

1. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu dalam satu hari

terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang

surut adalah 24 jam 50 menit.


2. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), adalah dalam satu hari

terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang

hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur.

Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.


3. Pasang surut campuran condong harian ganda (mixed tide prevailing

semi diurnal), adalah dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan

dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.


4. Pasang surut campuran condong harian tunggal (mixed tide

prevailing diurnal), adalah dalam satu hari terjadi satu kali air

pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara

waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan

periode yang sangat berbeda.

Menurut Pariwono (1998), secara kuantitatif, tipe pasang surut perairan

dapat ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo unsur-unsur pasang

surut tunggal utama dengan amplitudo unsur-unsur pasang surut ganda utama.

Nisbah ini dikenal sebagai sebagai bilangan Formzahl yang mempunyai formula

sebagai berikut:
A O 1+ A K 1
F= .... (1)
AM 2+ AS 2

dimana: F : Bilangan Formzahl

AO1 : Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang


disebabkan oleh gaya tarik bulan
13

AK1 : Amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang


disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari

AM2 : Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang


disebabkan oleh gaya tarik bulan

AS2 : Amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang


disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari

Tipe pasang surut (Gambar 5) berdasarkan bilangan Formzahl diklasifikaskan

sebagi berikut (Pariwono, 1998):

< 0,25 : Pasang surut bertipe ganda

0,25 1,25 : Pasang surut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol

1,25 3,00 : Pasang surut bertipe campuran dengan tipe tunggal


yang menonjol

>3,00 : Pasang surut bertipe tunggal

a.)

b.)

c.)
14

Gambar 5. Tipe Pasang Surut: a) Semidiurnal, b) Diurnal, dan c) Campuran


(U.S. Department Of Commerce, 2001) dalam Sukarno ( 2009)

2.2. Arus Laut

Secara sederhana arus dapat diartikan sebagai sirkulasi massa air dari

satu tempat ke tempat lain (Latief, 2002). Arus merupakan gerakan air yang

sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan di dunia. (Hutabarat dan Stewart,

2008).

Menurut Stewart (2002), arus merupakan gerakan air secara horizontal

yang disebabkan oleh sirkulasi air laut karena angin permukaan (arus permukaan)

dan perbedaan densitas (arus laut dalam).

Densitas air merupakan fungsi temperatur dan salinitas. Distribusi

densitas baik secara vertikal maupun horizontal akan berpengaruh terhadap

tekanan sehingga terjadi perpindahan massa air. Distribusi ini menyebabkan

dinamika arus laut (Latief, 2002).

Gunawan (2002), menerangkan dalam arus atau aliran di daerah pantai

dapat dibangkitkan oleh keberadaan angin, masuknya aliran sungai atau dekat

aliran yang dibangkitkan oleh pasang surut. Pada daerah teluk, arus yang

berpengaruh adalah arus pasang surut yaitu gerak horisontal badan air menuju dan

menjauhi pantai seiring dengan naik dan turunnya muka laut yang disebabkan

oleh gaya-gaya pembangkit pasang surut.

Arus laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang banyak

mendapat perhatian tidak hanya dalam masalah kelautan saja tetapi juga mendapat
15

perhatian yang besar dalam masalah atmosfer khususnya yang berkaitan dengan

cuaca dan iklim. Dalam masalah kelautan arus laut mempunyai peranan penting

dalam sistem ekologi laut, pemanfaatan laut sebagai sarana transportasi dan usaha

penanggulangan pencemaran laut. Dalam transportasi pola sirkulasi arus laut

dimanfaatkan untuk mencapai suatu daerah tertentu maupun untuk mempercepat

waktu pelayaran (Martono, 2008).

Menurut Poerbandono dan Djunasjah (2005), sebaran vektor pengamatan

arus pada suatu kawasan pesisir merupakan informasi penting untuk mengetahui

pola pergerakan arus dari waktu ke waktu.

Arus dan temperatur wilayah perairan adalah merupakan salah satu

parameter oseanografi yang berperan dalam menentukan daerah potensi

penangkapan ikan. Informasi tentang wilayah perairan atau perubahan fenomena

laut sangat penting terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya

hayati laut, disamping itu juga dapat memberikan informasi tentang jalur lalu

lintas pelayaran yang sangat bermanfaat bagi kapal nelayan maupun kapal niaga,

khususnya di wilayah perairan Indonesia (Harini, 2004).

Menurut analisis Harini (2004), menyatakan bahwa arus-arus permukaan

yang melintas di Indonesia (Gambar 6) sangat menarik, karena hal ini

menunjukkan pertalian yang erat antar arah dan kekuatan arus dengan kekuatan

dan peralihan musim (monsoon) di Indonesia. Dalam hal ini, arus sangat erat

dengan proses-proses oseanografi lainnya, antara lain terjadinya proses upwelling

dan downwelling yang terjadi di Laut Banda dan tempat-tempat lainnya.


16

Gambar 6. Pola Arus Lintas Indonesia (www.coremap.or.id)

Arus laut memiliki peranan yang besar pada proses morfologi pantai,

berpengaruh dalam keseimbangan ekosistem laut dan sebagainya. Untuk

melakukan pekerjaan perencanaan bangunan pelindung pantai, pengaturan inlet

dan outlet kawasan tambak (Rahman, 2008).

2.2.1. Arus Pasang Surut

Arus pasang surut adalah gerakan keluar masuknya secara horizontal

partikel air bersamaan dengan pasang surut (Latief, 2002). Menurut Poerbandono

dan Djunasjah (2005), arus pasang surut adalah gerak badan air ke arah horisontal

yang disebabkan gerak vertikal (naik dan turunnya) permukaan air laut karena

pasang surut pada wilayah perairan dan interaksinya dengan batas-batas perairan

tempat pasang surut tersebut terjadi. Batas-batas perairan tersebut dapat berupa

pantai dan lantai (dasar) perairan. Fenomena ini sangat terasa pada wilayah

perairan tertutup (teluk), perairan dangkal, kanal-kanal pasang surut dan muara

sungai (delta dan estuari). Dengan kata lain, arus pasang surut adalah gerak

horisontal badan air menuju dan menjauhi pantai seiring dengan naik dan

turunnya muka laut yang disebabkan oleh gaya-gaya pembangkit pasang surut.
17

Gambar 7. Diagram Arus Pasang


Surut (Zimmermann et al., 2000)

Menurut Supangat (2001), arus pasang surut cenderung bergerak secara

elips. Arus pasang surut mempunyai sifat bergerak (Gambar 7) dengan arah yang

saling bertolak belakang atau bi-directional. Arah arus saat pasang biasanya

bertolak belakang dengan arah arus saat surut. Kecepatan arus pasang surut

minimum atau efektif nol terjadi saat pasang atau surut (slack water). Pada saat-

saat tersebut terjadi perubahan arah arus pasang surut. Kecepatan arus pasang

surut maksimum terjadi pada saat-saat antara pasang dan surut. Dengan demikian

periode kecepatan arus pasang surut akan mengikuti periode pasang surut yang

membangkitkannya (Poerbandono dan Djunasjah, 2005). Selanjutnya

Poerbandono dan Djunasjah (2005), menerangkan bahwa pada daerah teluk, arus

yang berpengaruh adalah arus pasang surut yaitu gerak horizontal badan air

menuju dan menjauhi pantai seiring dengan naik dan turunnya muka laut yang

disebabkan oleh gaya-gaya pembangkit pasang surut.


18

Gambar 8.
Ilustrasi
Arus Pasang Surut (Poerbandono dan Djunasjah,

2005).

Arus Pasang surut adalah gerak keluar masuknya secara horizontal

partikel air yang bersama dengan pasang surut (Gambar 8). Fenomena pasang

surut di perairan pantai pada umunya diatur oleh gelombang pasang surut yang

masuk dari laut lepas sebab gaya pembangkit pasang surut hanya mempunyai

suatu gradien horizontal yang kecil diakibatkan oleh skala kecil dari perairan

pantai (Latief, 2002). Arus pasang surut mempunyai periodisitas yang sama

dengan osilasi vertikal, namun cenderung mengikuti pola eliptik dan biasanya

tidak mengandung gerakan depan belakang yang sederhana. Arah rotasi elips

dapat searah atau berlawanan arah jarum jam, namun rotasi cum sole cenderung

lebih disukai bila tidak ada hambatan massa tanah. Pada periaran kecil, pengaruh

rotasi bumi tidak terlalu signifikan, namun pengaruh gesekan dasar laut dan

pengaruh hambatan massa tanah terhadap arus tidak dapat diabaikan. Pada

cekungan besar, pengaruh rotasional lebih penting dari pengaruh gesekan

(Supangat, 2001).
19

2.2.1.1. Gerakan Arus Pasang Surut


Menurut Hadi dan Radjawane (2009), gerakan arus pasang surut dibagi

menjadi 3 tipe menurut gerakannya yaitu :


1. Gerak rotasi
Gerak arus pasang surut seperti ini terjadi dilaut lepas merupakan

gerak yang berbentuk elips dimana arah rotasi adalah searah dengan

jarum jam di bumi bagian utara (BBU) dan berlawanan arah pada

bagian bumi bagian selatan (BBS). Arus pasang surut bergerak secara

kontinu dengan arah yang terus berubah mengikuti arah yang searah

atau berlawanan dengan putaran jarum jam dalam satu periode pasang

surut (Hadi dan Radjawane, 2009).


2. Gerak yang berubah (bolak-balik)
Gerak arus bolak balik pada tipe arus pasang surut, terjadi pada

daerah sungai estuari dan teluk. Dimana pada masing-masing kondisi

pasang surut pola arus pasang surutnya sebagai berikut:


Kondisi pada saat pasang, muka air lebih tinggi dari pada estuari

(teluk), yang mengakibatkan arus laut bergerak memasuki estuari

(teluk), kondisi ini disebut dengan flood. Kondisi pada saat surut,

muka air laut lebih rendah daripada estuari, sehingga arus pasang

surut keluar dari estuari (teluk) dan menuju ke laut, kondisi ini disebut

dengan ebb (Hadi dan Radjawane, 2009).


3. Gerak hidrolik
Selat yang menghubungkan dua perairan yang dipengaruhi pasang

surut secara independen, dipengaruhi oleh gerak arus pasang surut

yang bertipe hidrolik. Umumnya tinggi dan fasa pasang surut dikedua

ujung selat tidak sama. Beda fasa dikedua ujung selat menyebabkan

arus pasang surut yang berasal dari dua perairan yang dihubungkan

oleh selat tersebut bertemu didalam selat. Pada saat spring tide
20

(pasang purnama) dan pada saat bulang paling dekat dengan bumi

moons perigee) terjadi arus yang kuat, sementara pada saat neap tide

dan pada saat bulang yang paling jauh dengan bumi (moons apogee)

terjadi arus yang lemah (Hadi dan Radjawane, 2009).

2.3. Pemodelan
Latief (2002), model dalam pemenuhan sebuah prototipe kedalam alam

yang sebenarnya tujuan yang dicapai merupakan sebuah tujuan dalam berbagai

ilmu bidang dengan pengonsepan yang luas pada keterbatasan keadaan. Lakhan

dan Trenhaile (1989), tujuan dari sebuah model yang dicapai adalah:
1. Kajian kualitatif, dimana kondisinya adalah deskriptif dan

pemahamannya belum terdefinisikan.


2. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang digunakan dalam

memverifikasi hasil teori.


3. Pendekatan teori, sebagai ajang dalam mendapatkan hasil

pengukuran dari suatu fenomena.


Menurut Cahyana (2005), dalam pembentukan perumusan matematika

yang akan dikonversikan dalam bahasa program maka dibutuhkan solusi numerik,

pengelompokan ini terdiri dari data geografi dari kondisi daerah fenomena, data

aliran, kandungan zat dalam air, syarat awal dan batas kondisi, data untuk

menentukan koefisien variabel. Data geografi menggambarkan bentuk sistem

dalam sebuah desain kondisi alam pada fenomena yang terjadi. Data aliran

mendefinisikan batas silang sistem dan kandungan zat mendefisikan masukan

kualitas air.
Cahyana (2005), kondisi sebenarnya yang cukup kompleks menciptakan

rancangan model yang sangat kompleks juga dengan segala pertimbangan maka

model memerlukan perlakuan penyederhanaan sistem sebanyak mungkin dengan

syarat menjaga kestabilan komponen utama dan dapat di representasikan secara


21

penuh sebagai hasil sebuah model dalam konsep ruang dan waktu yang luas.

Pesramaan yang digunakan secara umum adalah waktu transit, tidak linier dan

sangat komplek jika aliran merupakan aliran turbulensi, dan persamaan dapat

lebih komplek karena densitas air dapat bervariasi dalam domain sebuah model.
Dengan kompleksitas dari sebuah rancangan model maka, model

berdasarkan tingkat kerumitan yang dicapai dibagi menjadi 2 jenis yaitu model

homofirik dan isomofirik. Model homofirik merupakan hasil dari penyederhanaan

dan representasi yang kurang sempurna dari keadaan sebenarnya, sedangkan

model isomofirik adalah model yang memiliki interaksi antara setiap elemen

pembangunan yang menunjukan adanya hubungan yang pasti (Lakhan dan

Trenhaile, 1989).
Lakhan dan Trenhaile (1989), pesisir merupakan sistem komplek dengan

skala luas dan tidak dapat dijelaskan dalam suatu lingkup waktu yang pendek, hal

ini disebabkan oleh sistem pesisir akan melibatkan berbagai macam variabel yang

digunakan dan berbagai parameter yang mempengaruhi komponen utama.

2.3.1. Model Numerik Hidrodinamika


Menurut Cahyana (2005), model dalam segi ruang dengan jumlah

komponen yang mempengaruhi muka model dibagi menjadi 2 jenis yaitu model 3

dimensi, dan model 2 dimensi. Dalam permodelan hidrodinamika model numerik

3 dimensi (3D) jauh lebih baik dibandingkan dengan model 2 dimensi (2D), hal

ini disebabkan aliran air yang tidak konstan.


Untuk menentukan mekanisme konseptual yang terjadi, model numerik

digunakan untuk memberikan representasi terbaik untuk kondisi tersebut.

Pengembangan model numerik dengan metode elemen hingga untuk

mensimulasikan keadaan sebenarnya. Metode elemen hingga menggunakan


22

jaring-jaring grid dengan bentuk tidak beraturan (flexible mesh) yang terdiri dari

node (simpul) dan elemen (unsur) (Cahyana, 2005).


Kelebihan dari penggunaan elemen hingga dalam bentuk tidak beraturan

adalah kemudahan untuk mengubah persamaan yang dibentuk dengan deskritasi

seperti beda hingga (finite difference), memungkinkan untuk memperoleh solusi

langsung untuk kasus aliran dengan keadaan tunak, memungkinkan membuat

aproksimasi orde tinggi, uji coba lokal dapat digunakan untuk elevasi terhadap

seluruh jaringan dan jaringan yang telah termodifikasi (Cahyana, 2005).

2.3.2. Metode Penyelesaian Model dalam SMS

Komponen suatu model matematik dalam SMS 8.1 pada prinsipnya dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu (Kurniawan dalam Nugroho,

2005) :

1. Persamaan matematik yang merupakan representasi matematik

fenomena fisik aliran air.

2. Metode penyelesaian persamaan matematik tersebut.

Komponen model matematik adalah metode penyelesaian persamaan

matematik yang telah dipilih. 6 langkah penyelesaian persamaan matematik yaitu:

1. Diskretisasi persamaan matematik. Merupakan metode pendekatan

persamaan diferensial dengan mengubahnya menjadi persamaan

aljabar untuk setiap variabel yang dicari, berlaku di satu diskret

tempat dan waktu dari domain model. Persamaan tersebut

didiskretisasi dengan metode finite element.

2. Sistem koordinat
23

Persamaan kontinuitas dan momentum ditulis dalam sistem koordinat

geografik (longitude latitude). Pemilihan sistem ini dipengaruhi oleh

konfigurasi aliran yang akan dimodelkan.

3. Grid

Lokasi dimana variabel aliran harus dihitung ditentukan dengan grid

numerik. Pada pemodelan arus dengan SMS 8.1. digunakan jenis grid

tak-terstruktur (unstructured grid).

4. Skema penyelesaian persamaan diskret

Dalam metode finite element, diperlukan skema atau pendekatan suku

derivatif di titik hitungan. Pemilihan skema pendekatan berpengaruh

terhadap akurasi hasil model, tingkat kesulitan pemrograman dan

kecepatan hitungan.

5. Metode penyelesaian persamaan aljabar (pemilihan solver)

Karena diskretisasi persamaan kontinuitas dan momentum

menghasilkan ratusan ribu persamaan yang harus diselesaikan dan

bersifat non-linear, maka dalam pemodelan arus dengan SMS 8.1.,

cara iterasi dipakai untuk menyelesaikan sistem persamaan tersebut.

6. Kriteria konvergensi

Kriteria ini dipakai untuk menyatakan kapan iterasi telah sampai pada

penyelesaian sistem persamaan. Dua tingkat iterasi yaitu iterasi untuk

menyelesaiakan persamaan linear dan iterasi untuk menyelesaikan

persamaan non-linear.
24

2.3.3. Syarat Batas Untuk Model Arus Dalam SMS

Syarat batas atau nilai awal (initial conditions) menentukan hasil yang

bersifat unique dari penyelesaian persamaan-persamaan kontinuitas dan

momentum. Syarat batas yang dipakai adalah syarat batas fisik, yaitu kondisi

sesuai dengan atau ditentukan oleh alam. Dalam model matematik, syarat batas

tersebut harus dituangkan dalam formulasi numerik. Jika aliran di alam,

ditentukan oleh syarat batas fisik, maka aliran hasil hitungan dengan model

ditentukan oleh formulasi numerik yang dirancang untuk meniru syarat batas fisik

tersebut (Kurniawan dalam Nugroho, 2005).

2.4. Energi Laut Sebagai Potensi Pembangkit Listrik


2.4.1. Energi Arus Laut
Paramitha (2010), energi laut merupakan potensi yang dimiliki Indonesia

dalam optimisasi energi terbarukan yang belum dioptimalkan oleh Indonesia.

Energi arus laut memiliki banyak keuntungan antara lain dapat diprediksi,

renewable, dan ramah lingkungan.


Energi arus laut yang dibangkitkan pasang surut merupakan energi yang

dihasilkan dari pergerakan massa air yang dipompa oleh pasang surut

(hydropower). Arus yang dibangkitkan pasang surut, menurut pada konsep

ekstrasi yang digunakan dapat dibagi menjadi 2, yaitu ekstraksi energi kinetik,

berdasarkan pergerakan aliran bebas air laut, dan ekstraksi energi potensial, yang

dapat didasarkan durasi kecepatan yang dihasilkan selama terjadi pada menuju

pasang dan menuju surut (Gorlov,1998).


Gorlov (1998) dalam Paramitha (2010), jenis turbin cross-flow atau

Helical Gorlov (Helix Gorlov) merupakan turbin modifikasi baru yang disarankan

untuk perairan dangkal yang memiliki kecepatan arus rendah sekitar 1,5 2 knot
25

atau 0,5 1,02 m/det. Turbin umumnya dipergunakan pada permukaan laut atau

permukaan air.

2.4.2. Arus Laut Sebagai Pembangkit Energi Listrik Alternatif


Perairan Indonesia yang dilewati oleh dua samudera yaitu Samudera

Hindia dan Samudera Pasifik juga menyimpan potensi arus laut sangat besar.

Kemudian perbadaan pasang surut antara siang dan malam juga dimanfaatkan

sebagai pembangkit listrik energi pasang surut laut, selain itu laut Indonesia

bagian selatan juga memiliki dinamika ombak yang menarik, sepanjang tahun

ketinggian ombak bisa beraneka ragam mulai 1 meter sampai 3 meter. Fenomena

ini juga dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik energi ombak (Hasnan,

2010).
Arus laut dilihat dari potensinya lebih besar daripada angin dan solar

(tenaga surya). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menampilkan data rapat

daya yang dihasilkan dari berbagai kecepatan aliran air dibandingkan dengan

rapat daya yang dihasilkan dari kecepatan hembusan angin dan energi yang

dihasilkan oleh tenaga surya. Dapat dilihat bahwa sumber daya arus di lokasi

dengan kecepatan 2 m/det memiliki potensi energi yang lebih terkenal seperti

angin dan surya (Frankel, 2002).

Tabel 2. Rapat Daya Relatif Arus Laur Dibandingkan Dengan Angin dan Tenaga

Surya

Sumber Energi
Arus Laut Angin Solar
Kecepatan (m/det) 1 1,5 2 2,5 3 13 Max di siang hari
Kecepatan (knot) 1,9 2,9 3,9 4,9 5,8 25,3
(Rapat Daya 0,52 1,74 4,12 8,05 13,91 1,37 1,0

(kW/m2)
26

Menurut Frankel (2002) dalam Tabel 2 menjelaskan bahwa pada suatu

lokasi dimana kecepatan arus mencapai 2-3 m/det, rapat daya yang dihasilkan

akan maksimal untuk pengembangan energi alternatif, dimana kecepatan arus

sebesar 2 m/det dapat menghasilkan rapat daya sekitar 4.1 kW/m 2, tetapi

peningkatan kecepatan arus sebesar 3m/det dapat menghasilkan rapat daya

maksimal sebesar 13,9 kW/m2.

2.4.3. Besaran Konversi Energi Arus Laut


Pola kedalaman dan penampang pada suatu morfologi mempengaruhi

bentuk pola aliran arus yang berada didalamnya, dalam konsep ini kecepatan arus

akan bertambah pada saat melewati kanal yang sempit dan dangkal. Hal ini juga

terjadi dalam keadaan sebaliknya, dari sini maka dapat diprediksi bahwa aliran

yang berada ditengah memiliki potensi yang optimal (Hagerman, 2006).


Sebuah asumsi potensi arus terkuat berada pada daerah yang mengalami

penyempitan pada geomorfologinya seperti selat dapat dirumuskan sebagai

berikut (Hagerman, 2006) :


Q = V *A .... (2)
Dimana :
A = h. W .... (3)
Maka
W1 h 1 V1 = W2 h2 V2 .... (4)
Dimana Q adalah debit aliran, V adalah kecepatan arus, A adalah luas

penampang selat, h adalah kedalaman selat, W adalah lebar penampang selat.


Dalam mendapatkan nilai besaran daya yang dihasilkan dalam kasus

aliran arus laut yang mengalir dengan kecepatan arus rat-rata, Moreno (2008)

mendekati dengan persamaan sebagai berikut :


1
P= A V 3 .... (5)
2
27

Dimana P merupakan daya, A merupakan penampang blade turbin

(dalam pendekatan potensi arus dapat diberi nilai 1), merupakan densitas air

laut (dalam kilogram per kubik untuk air laut 1025 kg/ m 3, V adalah kecepatan

arus dalam satuan m/det.


Hagerman (2006), menyatakan bahwa dalam mempraktikan efisiensi dan

performa turbin dapat didekati dengan simulasi numerik di daerah arus yang

didominasi oleh arus pasang surut. Hal yang dilakukan sebelumnya maka dapat

efisiensi kinerja turbin dapat dibagi menjadi kategori dimana keluaran turbin

berdasarkan fungsi kecepatan aliran.


Kecepatan arus berbanding lurus dengan rapat daya yang dihasilkan.

Rapat daya meningnkat pesat terhadap kecepatan arus karena pengaruh densitas

laut. Daya dapat dihasilkan dari kecepatan arus yang melewati cut in speed. Cut in

speed adalah nilai arus minimal yang dapat dimanfaatkan untuk menggerakan

turbin sehingga menghasilkan daya. Kecepatan di bawah nilai cut in speed

sebesar 0,3 m/det pada nilai kecepatan arus maka tidak terjadi kemunculan daya

akibat turbin tidak bergerak. Apabila nilai cut in speed 0,3m/det turbin sudah

memulai bergerak dan menghasilkan daya yang semakin meningkat menuju titik

keseimbangan dari arus laut yang menggerakan blade turbin (Hagerman, 2006).
Chaudhry (2007) menyatakan perbedaan kedalaman dan penampang

pada suatu morfologi perairan akan mempengaruhi bentuk pola arus yang berada

didalamnya, dalam konsep ini kecepatan arus akan bertambah pada saat melewati

kanal yang sempit dan dangkal. Pada kasus ini berlaku persamaan kontuniutas.

Persamaan kontinuitas lahir dari prinsip-prinsip kekelan massa. Untuk aliran

steady, massa fluida yang melalui semua bagian dalam arus fluida persatuan

waktu adalah sama. Dari persamaan kontinuiras dapat diasumsikan bahwa potensi
28

arus terkuat berada pada daerah yang mengalami penyempitan pada

geomorfologinya seperti selat. Jadi aliran air yang melewati penampang adalah

incompressible.
Jika diasumsikan kecepatan adalah V, kedalaman aliran adalah y, densitas

air adalah daerah aliran adalah A, lebar permukaan penampang adalah B,

maka :

Aliran yang melewati area dA1 pada penampang 1 = 1V1dA1 ......

(6)

Aliran yang melewati area dA1 pada penampang 2 = 2V2dA2 ......

(7)

Berdasaran hukum kekekalan massa, aliran arus masuk pada penampang 1 sama

dengan aliran keluar pada penampang 2 seperti persamaan (8) dan (9) berikut:

V1A1 = V2A2..................................................................................... (8)

Chaudhry (2007).
29

III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Penelitian


Materi yang digunakan pada penelitian ini meliputi data lapangan (data

primer) dan data pendukung (data sekunder). Data primer meliputi pengukuran

arus yang dimaksudkan untuk mengetahui pola dan kecepatan arus yang terjadi

didaerah penlitian yang sangat erat kaitannya dengan potensi energi listrik dan

energi arus. Area yang paling potensial untuk pengembangan pembangkit listrik

tenaga arus laut yang disarakan Marine Current Turbine Ltd. adalah yang

mempunyai nilai kecepatan minimum 2-3 m/det (Fraknel, 2002).


30

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka penelitian ini juga dilakukan

dengan studi data sekunder untuk pemahaman tentang kondisi daerah penelitian

secara regional. Data sekunder yang diperlukan berupa Peta Batimetri Perairan

Pulau Panaitan Tahun 2015 dengan skala 1:250.000 dan data pasang surut yang

dikeluarkan oleh DISHIDROS TNI AL.

3.1.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk

memperoleh data dan mempermudah dalam proses pengolahan data sehingga

dalam penelitian ini dapat diketahui besarnya potensi rapat daya yang dihasilkan

untuk dapat membangkitkan energi listrik dari arus laut. Alat dan bahan yang

digunakan tersaji dalam Tabel 3.


Tabel 3. Alat dan Bahan Penelitian

No Nama Alat Ketelitian Satuan Kegunaan


1. 2D Current Meter 0,01 cm/s cm/s Digunakan untuk
Infinity EM (Electro pengukuran arus,
Magnetic) dengan konsep
akustik
2. Peilscale / Palem 1 cm Cm Mengukur ketinggian
Pasang surut elevasi muka air
3. ODOM Hydrotrack 0,01 m M Pemeruman batimetri
o +
4. Echosounder 0,1 m Pemeruman
penentuan letak 2D
Current Meter ,
penentuan koordinat
5. Binokular - M Pengamatan palem
pasang surut
6. Long sheet Pasang - - Mencatat tinggi
surut elevasi muka air
7. SCUBA set - - Alat bantu ketinggian
dibawah air
8. Kapal/ Sopek - - Akomodasi survei
laut
9. NAOtide - - Penentuan elevasi
31

muka pada boundary


model.
10. Microsoft excel - - Pengolahan data
kuantitatif
11. Microsoft word - - Penyusunan
penulisan tulisan
ilmiah
12. Software MIKE 21 - - Perangkat Lunak
modul surface water untuk memodelkan
modelling sistem 8.0 vektor kecepatan dan
dan 8 .1 arah arus laut
13. Software Matlab 2008 - Pengolahan data arus
dan Pasang Surut
0
14. GPS - Menentukan
koordinat lokasi
No Nama Alat Ketelitian Satuan Kegunaan
15. Software ArcGIS 10.0 - - Pengolahan data
spasial
16. Laptop ASUS A 46 C - - Perangkat keras
pengolahan data,
perangkat keras
simulasi numerik

III.2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif yang merupakan metode

ilmiah karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah konkret, obyektif, terukur,

rasional, sistematis. Menurut Sugiyono (2013), metode kuantitatif adalah metode

yang menggunakan data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan

statistika atau model.

Pelaksanaan penelitian ini terbagi dalam tiga tahap yaitu:

1. Tapah Survei yang dilaksanakan pada tanggal 03- 07 Juli 2016


32

2. Tahap pengambilan data yang dilaksanakan pada tanggal 11- 25 Juli

2016. Data yang diambil adalah arah dan kecepatan arus pada kedalaman

7 meter dengan jarak penempatan stasiun 1,7 km dari garis pantai.

3. Tahap pengolahan data, analisa data dan penulisan laporan.

III.3. Metode Penentuan Lokasi


Penentuan ini dilakukan di perairan Selat Panaitan, Pulau Panaitan,

Kabupaten Pandegelang, Ujung Kulon. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 03-

24 Juli 2016 di Perairan Selat Sunda, terletak di antara Pulau Panaitan dan Pulau

Jawa dengan koordinat 105 14' 7.65" T dan 6 38' 38.75" S (Gambar 1).

Sedangkan proses pengolahan dan analisis data dilaksanakan pada tanggal 25

Agustus 09 September 2016. Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan

survei laut yang diselenggarakan oleh Dinas Hidro-Oseanogafi TNI AL dengan

judul Update Data ALKI di Perairan Selat Panaitan. Penentuan titik koordinat

arus menggunakan peralatan Global Positioning System (GPS). Metode penentuan

lokasi metode area sampling. Area Sampling adalah teknik dalam penentuan titik

sampel dengan Coverage Area yang sangat luas (Sugiyono, 2013).


Poerbandono dan Djunasjah (2005) menggunakan bahwa pemilihan lokasi

pengukuran ditentukan berdasarkan pertimbangan kemampuan alat, kondisi

lapangan, dan permintaan ketelitian. Pada penelitian ini, pertimbangan penentuan

lokassi stasiun pengekuran arus antara lain terkait dengan keamanan alat ukur arus

dan lalu lintas kapal. Alat ukur ini harus dipasang didasar perairan namun demi

keamanan pemasangan alat maka pemilihan lokasi harus sesuai. Pemilihan lokasi

juga didasarkan pada topografi perairan yang landai sehingga proses burst
33

(perekaman) data tidak terganggu. Kemudian demi alasan keamanan dan

memudahkan pemantauan alat, dipilih lokasi yang berdekatan dengan Pulau

Panaitan. Pemilihan lokasi juga didasarkan pada aktfitas kapal nelayan yang

minim di lokasi ini sehingga tidak mengganggu badan air pada saat dilakukan

pengukuran arus.

III.4. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang terdapat pada penelitian ini terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini terdiri dari data

pengukuran arus lapangan, sedangkan data sekunder pada penelitian ini terdiri

dari data pasang surut, data batimetri dan data angin.

3.4.1. Data Primer

Pengukuran data primer berupa data arus di perairan Selat Panaitan

dilakukan dengan survei lapangan dengan pendekatan eularian. Pengukuran arus

dilakukan pada titik koordinat 105 14' 7.65" T dan 6 38' 38.75" S dengan

menggunakan alat 2D Current Meter Infinity EM (Electro Magnetic). Pada

prinsipnya, alat ini harus diletakan secara statis pada kolom perairan. Pengukuran

arus dilakukan selama 25 jam dengan interval pengukuran setiap 10 menit yang

dimulai pada hari Senin, 11 Juli 2016 pukul 15.00 WIB s/d hari Selasa, 12 Juli

2016 pukul 16.00 WIB pada kedalaman 7 meter. Pengukuran arus selama 25 jam

sesuai dengan teori Poerbandono dan Djunasjah (2005) yang menyatakan bahwa

untuk pengukuran arus di wilayah yang dipengaruhi pasang surut, maka durasi

pengukuran arus setidak-tidaknya adalah sepanjang perioda pasang surut, maka

durasi pengukuran arus sekurang-kurangnya 25 jam. Sementara untuk daerah


34

dengan sifat pasang surut semi-diurnal, maka pengukuan arus setidak-tidaknya 13

jam.

Sebelum dilakukan pengukuran arus dilapangan, alat harus diatur terlebih

dahulu. Alat 2D Current Meter Infinity EM (Electro Magnetic) merupakan alat

dengan sensitifitas dan frekuensi tinggi. Alat ini menggunakan sensor 2D Current

Meter Velocity yang dapat merekam kecepatan arus hingga kecepatan 0,5 m/det

dengan akurasi 1 cm/det atau -2 % dan dapat di atur dengan menggunakan

batas burst time dan frekuensi pengukuran. Burst time adalag rentang waktu alat

untuk melakukan satu kaliperekaman data. Dalam satu kali burst, perekaman data

aktif dilakukan selama satu menit sedangkan untuk sembilan menit alat tidak

melakukan perekaman. Selain pengukuran arus, alat ini juga bisa merekam data

temperatur dengan sensor Thermistor. Spesifikasi dari 2D Current Meter Infinity

EM (Electro Magnetic) dalam penelitian ini ditampilkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Alat Penelitian Pengambilan Data Primer

No Nama Alat Ketelitian Data yang Dihasilkan


Kegunaan
1. 2D Current Meter -Burst time tiap 10 -300 data tiap burst time
-data dalam cm/det
Infinity EM menit
-Pembacaan aktif 1 (magnitude)
(Electro Magnetic)
-arah arus
menit
-temperatur
-Frekuensi 5Hz
(Sumber : Penelitian, 2015).

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini digunakan sebagai data pendukung.

Pengumpulan data sekunder berupa data pasang surut dan bathimetri. Data pasang
35

surut diperoleh dari stasiun pasang surut yang dioperasikan oleh DISHIDROS

TNI AL.

Data yang digunakan selama 15 hari yaitu pada tangga; 11 Juli 2016 pukul

00.00 WIB hingga 25 Juli 2016 pukul 23.00 WIB. Penggunaan data selama 15

hari didasarkan pada pernyataan Poerbandono dan Djunasjah (2005) yang

menyatakan bahwa rentang waktu pengamatan pasang surut yang lazim dilakukan

untuk keperluan praktis adalah 15 atau 29 piantan (1 piantan = 25 jam). Interval

waktu pencatatan atau perekaman tinggi muka laut biasanya adalah 15, 30 atau

60 menit. Jarak dari stasiun pengkuran pasang surut ke lokasi pengukuran arus

sekitar 22 km. Kondisi ini dianggap masih mewakili kondisi pasang surut

didaerah penelitian karena menurut Triatmodjo (1999) sebaran pasang surut antara

wilayah Pandegelang dan Selat Panaitan merupakan satu tipe pasang surut. Satu

stasiun pengukuran pasang surut dapat mempresentasikan kondisi pasang surut

sekitar 100 km panjang garis pantai.

Peta bathimetri perairan Selat Panaitan diperoleh dari Dinas Hidro-

Oseanogafi DISHIDROS TNI AL. Peta yang digunakanakan yaitu Peta Pulau

Panaitan skala 1:250.000. Peta ini merupakan peta dasar untuk membangun model

hidrodinamika 2 dimensi dimana dapat diketahui onfromasi kedalaman laut pada

daerah survei. Kemudian untuk gambaran lokasi penelitian, peta diambil dari citra

Google Earth tahun 2015 untuk mendapatkan kondisi terkini garis pantai wilayah

perairan Selat Panaitan.

III.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data


36

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan beberapa software. Data

yang diolah terdiri dari data arus laut, data pasang surut, dan peta bathimetri.

Pengolahan data arus laut bertujuan untuk mengetahui besarnya potensi arus laur

di lokasi penelitian, dapat menampilkan arah dan kecepatan arus laut, data pasang

surut bertujuan untuk menentukan komponen pasang surut MS, HHWL, dan

LLWL, dan pengaruh pasang surut terhadap arus pasang surut, serta peta batimetri

bertujuan sebagai peta dasar untuk membangun model, untuk mengetahui simulasi

pergerakan arus laut dan mengetahui besarnya nilai potensi rapat daya, dan

terakhir adalah data angin untuk mengetahui arah arus dan pola pergerakan arus.

3.5.1. Analisis Data Arus

Data arus dilakukan pengolahan menggunakan software Microsoft Excel.

Nilai arus yang terekam di lapangan merupakan komponen arus total dan arus

dalam arah vektor kecepatan U (timur-barat) dan V (utara-selatan). Nilai ini

kemudian digunakan dalam pemisahan arus pasang surut dan arus non pasang

surut untuk melihat arus dominan diperairan Selat Panaitan. Data arus yang

didapat dalam pengambilan data di lapangan disajikan dalam bentuk current rose,

scatter plot, stick diagram, dan grafik pemisah arus menggunakan software MIKE

HDI, CD-Oceanography dan World Current. Data kecepatan dan vektor dari

pengukuran lapangan dapat diplotkan dalam vektor catter dan stick diagram yang

digambarkan per-waktu tempuh yaitu setiap 10 menit.

3.5.2. Analisis Data Pasang Surut


37

Pengolahan data pasang surut dilakukan dengan menggunakan software

Microsoft Excel (Admiralty). Data pasang surut akan menentukan komponen yang

sangat penting bagi daerah penelitian, karena akan digunakan sebagai tempat

pembangkit listrik. Data pasang surut tersebut digunakan untuk mengetahui

komponen pasang surut diantaranya MSL, HHWL dan LLWL. Pengolahan data

pasang surut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di suatu lokasi

penelitian yang akan dimanfaatkan untuk tahap selanjutnya dan untuk mengetahui

pengaruh pasang surat terhadap arusnya.

3.5.3. Simulasi Hidrodinamika 2 Dimensi dengan Model SMS

Pengolahan data arus hingga penyajiannya berkaitan dengan hasil verifikasi

atau validasi model numerik. Data arus yang telah direkam oleh alat pengukur

arus dalam penelitian ini diolah menggunakan software SMS 8.0 & 8.1 dengan

metode elemen hingga (finite element) ADCIRC.


SMS adalah sebuah pemodelan hidrodinamika yang dikomperhensifkan

untuk satu, dua, dan tiga dimensi. Model numerik yang dukung dalam SMS

menghitung berbagai informasi yang berlaku untuk pemodelan permukaan air dan

kecepatan aliran untuk masalah aluran air dangkal, untuk kondisi baik statis

maupun dinamis sehingga dapat mengetahui pola sebaran arus di suatu wilayah.

3.5.4. Verifikasi Data

Verifikasi data dapat dilihat dengan 2 cara yaitu kuantitatif dan kualitatif.

Verifikasi dengan cara kuantitatif, dapat dilakukan dengan menghitung besar

kesalahan (error) yang terjadi dari setiap data dengan menggunakan perhitungan

uji statistik, sedangkan secara kualitatif dapat dilakukan dengan memplottkan data
38

arus hasil pengukuran lapangan dengan data arus hasil model dalam suatu grafik

kemudian membandingkan polanya. Verifikasi dilakukan untuk menghitung besar

kesalahan guna mengetahui koreksi anatara data lapangan dengan data model.

Dengan demikian data dapat dibandingkan kesesuaian antara data lapangan

dengan data model.

3.5.5. Simulasi Potensi Rapat Daya

Simulasi energi dihasilkan dari permodelan hidrodinamika 2 dimensi.

Pengolahannya dilakukan dengan menggunakan software SMS 8.0 dan 8.1, peta

batimetri sebagai peta dasar untuk membangun model. Potensi arus laut ini

berasal dari kecepatan arus laut yang bergerak dalam arah horizontal. Hal ini

dilakukan karena nilai kecepatan arus berbanding lurus dengan besarnya rapat

daya.

Potensi energi arus laut dapat diketahui dengan melakukan perhitungan

menggunakan persamaan matematis dari Frankel. Untuk mendapatkan potensi

energi arus laut data yang dibutuhkan adalah parameter densitas air laut dan

kecepatan arus laut. Kemudian dengan menggunakan software ArcGis 10.0,

dihasilkan sebaran potensi energi arus laut di lokasi penelitian serta dapat

diketahui area yang paling berpotensi untuk pengembangan energi daru arus laut.
39

III.6. Diagram Alir Penelitian (PALING BAWAH)


Mulai

Studi Literatur

Data Primer Data Sekunder

(Arus)

Arus Curren Peta Peta Data


Stick Scatte
Domina t rose Bathime Digitasi Pasang
diagra r plot
tri Surut
Karakteris
Karakteristik Model
tik Pasang
Arus Pola
Surut
Arus
Simulasi
Pemodelan
Arus
Verifikasi
Tidak
Ya

P =1/2 AV3

Potensi Rapat
Daya dari Arus

Hasil dan
Kesimpulan dan
Pembahasan
Saran
(Analisa)
Selesai

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian


40

DAFTAR PUSTAKA

Cahyana, C. 2005. Model Hidrodinamika Laut. Buletin LIMBAH, 9(2): 17-18.

Chaudhry,M.H.2007. Open-Channel Flow Second Edition. University of South


Carolina, Department of Civil and Environmental Engineering, Springer
Publisher, Columbia,60 p.

Erwandi,2005. Sumber Energi Arus : Alternatif Pengganti BBM, Ramah


Lingkungan, dan Terbarukan. Laboratorium Hidrodinamika Indonesia BPP
Teknologi, Jakarta , 5 hlm.

Frankel, P.I. 2002. Power from Marine Currents. Marine Curvents Turbines Ltd. 2
Amherst Avenue, Ealing, London W138NQ, United Kingdom, 14p.

Gorlov, A.M. 1998. Turbines with a twist. In: Kitxinger U and Frankel EG (eds
Macro-Engineering and the Earth: World Projects for the Year 2000 and
Beyond, pp.1 } 36. Chichester. Horwood Publishing.

Gunawan. 2002. Pengaruh Transport Sedimen Terhadap Perubahan Garis Pantai di


Perairan Batang Jawa Tengah. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Jurusan Ilmu
Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Hadi, S dan Radjawane, I. 2009. Arus Laut. Institut Teknologi Bandung Press,
Bandung.

Hagerman, G. 2006. EPRI North American Tidal In Stream Power Feasibility


Demonstration Project : Methodology for Estimating Tidal Curent Energy
Resource and Power Production by Tidal In-Strean Energy Conversion
(TISEC) Devices. EPRI. America.

Harini, W. S. 2004. Pola Arus Permukaan di Wilayah Perairan Indonesia dan


Sekitarnya yang diturunkan Berdasarkan Data Satelit Altimetri
TOPEX/POSEIDON. Thesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Hasnan, A. 2010. Pengenalan Potensi Pemanfaatn Arus Laut sebagai Energi


Terbarukan dan Berkelanjutan di Indonesia. http://oke.or.id/wp-
content/uploads/2010/12/wave-dan-tidal-energy.pdf (Tanggal Akses 01 April
2016 pukul 18.05 WIB).

Hutabarat dan Stewart. 2008. Pengantar Oseanografi. Cetakan Kedua. Universitas


Indonesia Press. Jakarta.

Lakhan, V.C and Trenhaile, A.S. 1989. Applications in Coastal Modelling.


Elsevier Science Publisher, Netherlands.
41

Latief, H. K. 2002. Oseanografi Pantai. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Martono. 2008. Simulasi Pengaruh Angin Terhadap Sirkulasi Permukaan Laut


Berbasis Model (Studi Kasus : Laut Jawa). Seminar Nasional Aplikasi Sains
dan Teknologi 2008 IST AKPRIND Yogyakarta.

Moreno, N., R. Sallent, A. Espi, D. Bao and Y. Teillent. 2009. Ocean Currents
Energy, How To Produce Electrycal Energy. Thanks to Marine Current
Hogskolan I Gavle, 23. p

Nugroho, Y. Hadi. 2005. Kajian Pola Arus Perairan Sumatera Barat dengan
Pendekatan Surface Water Modelling System ( tidak di publikasikan).

Ongkosongo. O.S.R dan Suyarso. 1989. Pasang Surut. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi (P3O) LIPI, Jakarta

Paramitha, N.I. 2010. Potensi Penerapan Turbin Arus Laut sebagai Sumber Daya
Energi Alternatif Di Indonesia. CV. Pelopor Energi Alternatif Indonesia.
Jakarta.

Pariwono, J. 1998. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. NRM


Secretariat: Jakarta, 24 hlm.

Poerbondono, dan E. Djunasjah. 2005. Survei Hidrografi. Refika Aditama,


Bandung.

Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB. Bandung.

Purba, P.N., S. Firman dan R. Wijaya. 2010. Kajian Energi Baru dari Arus Lintas
Indonesia (ARLINDO). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Universitas
Padjajaran, Bandung, 5 hlm.

Rahman, 2008. Efektifitas Pembelajaran Melalui Penerapan Student Center


Learning Pada Mata Kuliah Hidrografi. Lembaga Kajian dan Pengembangan
Pendidikan (LKPP) Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.

Stewart, R. H. 2002. Introduction to Physical Oceanography, Dept. of


Oceanography Texas A & M University.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


Bandung, 372 hlm.

Sukarno, M. 2009. Kondisi Hidrodinamika dan Pengaruhnya pada Sebaran


Parameter Fisika-Kimia Perairan Laut dari Muara Sungai Porong, Sidoarjo.
Skripsi Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro, Semarang, 100 hlm.
42

Supangat, A. 2001. Pengantar Oseanografi. Balai Riset Kelautan dan Perikanan.


Jakarta

Triatmodjo, B. 1996. Teknik Pantai. Penerbit Djambatan. Yogyakarta

Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Penerbit Djambatan. Yogyakarta, 397 hlm.


Zimmermann, Novri., dan Pamungkas. 2000. Analisa Arus PasangSurut Pada
Pelabuhan Sekucing Kendal. Jurnal Sains Indonesia Vol. 2 No. 3, Juni 2000.
43

III.7. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Pembahasan

Survey dan Penelitian Data

Pengolahan Data Pendekatan


Numerik

Data Primer Data Set Up Model MIKE 21 FM


Sekunder Input

Arus Peta Laut -Garis Parameter dan


Flexible
DISHIDROS Pantai Model Control
Pasang Surut mesh
Angin -Batimetri
Batimetri Running Model
-pasang
Surut
Ekstrasi Hasil

Verifikasi Hasil Model


Hasil Pengukuran

Running Model 1
Tahun

Kecepatan Arus Arah


Arus

Pola Arus Pasang Konversi Rapat


surut dan Daya
Musiman

Cut in Speed 0,5 Pola Arus Pasang


surut dan
Musiman
Probabilitas Potensi Energi Arus Laut Tiap
Musim

Kesimpulan

Selesai

Anda mungkin juga menyukai