Anda di halaman 1dari 125

KAJI IMAN ,

TAUHID, ISLAM,
MAKRIFAT

WIHDATUL WUJUD,
MARTABAT TUJUH,
DAN WIRID HIDAYAT
JATI

Disusun oleh:Ki Dalang


Cipta Kawedar(Saraswanto
Abduljabbar)
Daftar Isi

No. Deskripsi Halaman

0 Kata Pengantar .......................................................................................... 3


1 Aku dan wihdatul wujud ......................................................................... 7
2 Jejak Wihdatul Wujud: Dari al-Hallaj hingga Syekh Siti Jenar .......... 7
3 Wihdatul Wujud Sebagai Kesadaran Spiritual ..................................... 14
4 Wihdatul Wujud ........................................................................................ 16
5 Kembali kepada Sumber .......................................................................... 18
6 Hakikat Ilahiyah dan Insaniyah .............................................................. 20
7 Derajat Tauhid ........................................................................................... 23
8 Menjelaskan Wihdatul Wujud ................................................................ 28
9 Perumpamaan dan Penjelasan ................................................................ 30
10 Alif ............................................................................................................... 31
11 Titik dan Cahaya ....................................................................................... 32
12 Penjara Kedirian ........................................................................................ 33
13 Maqam ........................................................................................................ 34
14 Wihdatul Wujud, Ibadah, dan Sosial ..................................................... 38
15 Tauhid dan kaji makrifat dengan ajaran kebatinan martabat tujuh .. 41
16 Asal muasal terciptanya makhluk ...................................................... 47
17 Maqam tauhid dzat ................................................................................... 48
18 Proses tajalli ................................................................................................ 49
19 Dzat allah pemberi cahaya langit dan bumi ......................................... 51
20 Cermin martabat tujuh ............................................................................. 52
21 Mempersembahkan tujuh (7) Martabat alam ....................................... 54
22 5 hal mendasar allah, muhammad, islam, alquran dan shalat .......... 56
23 Petunjuk Adanya Dzat ............................................................................. 58
24 Penjabaran Sarana Dzat. ........................................................................... 67
25 Hayyu Bernama Syajaratul Yaqin ........................................................... 68
26 Cahaya Bernama Nur Muhammad ........................................................ 69
27 Kaca Aran Miratulkayai (Cermin Bernama Miratul Haya) .............. 70
28 Nyawa Aran Roh Ilapi (Nyawa Bernama Ruh Idlafi) ......................... 72
29 Damar Aran Kandhil (Pelita Bernama Kandhil) .................................. 77
30 Sesotya Aran Dharah (Berlian Bernama Darah) ................................... 80

1
No. Deskripsi Halaman

31 Dhingdhing Jalal Aran Kijab (Dinding Agung Hijab) ......................... 81


32 Gelaran Kahananing Dat (Penggelaran Keadaan Dzat) ...................... 87
33 Awal Penataan Mahligai di Baitul Makmur ......................................... 90
34 Awal Penataan Mahligai di Baitul Muharram ..................................... 92
35 Awal Penataan Mahligai di Baitul Muqaddas ..................................... 94
36 Panetep Santosaning Iman (Peneguh Kesentosaan Iman) ................. 100
37 Sasahitan (Kesaksian) ............................................................................... 100
38 Lima Pokok Ilmu Kasempurnaan ........................................................... 102
39 Dzikir nafas ................................................................................................ 103
40 Membangkitkan energi murni ................................................................ 104
41 Menetapkan Hati ...................................................................................... 104
42 Penyatuan Nur Muhammad dengan Al-Fatihah ................................. 105
43 Salat Daim (Shalat Abadi) ........................................................................ 105
44 Anggayuh Daya Roh Ilapi (Menggapai Daya Ruh Idlafi) .................. 107
Anggayuh Daya Makdum Sarpin (Menggapai Daya Madum
45 109
Syarfin) ........................................................................................................
46 Anggayuh Daya Sadulur Papat (Menggapai Daya Empat Saudara) 111
47 Puji Bangsane Napsu (Pujian Nafsu) ..................................................... 112
48 Puji Bangsane Napas (Pujian Napas) ..................................................... 113
49 Puji Bangsane Ati (Pujian Hati) ............................................................... 113
50 Puji Bangsane Wiji Manusa (Pujian Benih Manusia) ........................... 114
51 Puji Anasire Manusa (Pujian Unsur Manusia) ..................................... 114
52 Pepujian Rijalulah Gaib (Pujian Rijalullah Ghaib) ............................... 115
53 Ada daya ilahi di dalam diri anda ......................................................... 117
54 Daya Ilahi itu mencipta dan menyembuhkan. ..................................... 120
55 Daftar Pustaka ........................................................................................... 125

2
Kata Pengantar

Terdorong oleh keprihatinan atas maraknya informasi yang salah tentang berba-
gai ajaran yang pernah tumbuh dan berkembang di Jawa, serta berbagai paham
(aliran) agama yang sudah mengarah kepada perseteruan sehingga mengakibatkan
perpecahan, maka kami menyusun buku ini dengan harapan dapat menjadi pema-
haman kepada orang yang membacanya agar dapat menilai mana yang haq dan
mana yang bathil. Selain itu buku ini juga berisi tentang ajaran batin untuk menum-
buhkan spiritual yang kuat yang dapat menjadi bekal hidup di dunia dan akherat.

Buku ini kami susun berdasarkan buku Wirid Hidayat Jati, susunan Rd. Ngabehi
Ronggo Warsito, dari gurunya Kanjeng Sunan Kalijaga, ditulis oleh Damar Sha-
shangka, serta dari beberapa sumber yang tentunya terbatas untuk disebutkan di
sini. Buku ini masih banyak jauh dari sempurna, walaupun saya sudah berusaha
untuk berhati-hati menyusunnya, karena saya yang masih faqir ilmu dan dhoif ini
mohon dapat diberikan masukan saran untuk kesempurnaan buku ini.

Buku ini tidak diperjual belikan, tetapi jika Anda menghendaki copynya, kira-
nya sudi untuk memberikan sodaqoh sebagai kesempurnaan ilmu yang Anda
amalkan. Teriring doa, semoga rangkuman ibadah dalam buku ini mengandung
manfaat yang positif bagi kita semua dalam rangkan membangun spiritualitas yang
Islamiah dan ilmiah.

Sebaiknya sebelum membaca buku ini Anda berwudhu dulu untuk menghargai
kandungan dari wirid-wirid tersebut.

As-Salam dari saya al-faqir

Ki Dalang Cipta Kawedar

3
Kangjeng Sunan Kalijaga (Jaka Satya/Raden Said/Barandal Lokajaya/Syekh
Malayakusuma), Lahir: Tuban, 1450. Wafat: Kadilangu Demak, 1550).

Rd. Ngabehi Ronggo Warsito (Kiai Ageng Mukamad Sirulah ing


Kedhungkol/Bagus Burham), Lahir: Surakarta, 15 Maret 1802. Wafat: Surakarta, 24
Desember 1874).

4
Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma ing Mataram
(Raden Mas Jatmika/Raden Rangsang, Lahir: Kota Gede, Yogyakarta, 1593. Wafat
Plered, Bantul, 1645).

Saraswanto Abduljabbar (Ki Dalang Cipta Kawedar), Lahir: Klaten, 21 Desember


1963. Tinggal di Cikarang, Kab. Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.

5
KOSONG
.
.
.
.
.

6
AKU DAN WIHDATUL WUJUD1
Uraian Singkat Tanpa Rahasia

Wihdatul wujud merupakan sebuah konsep spiritual yang paling mengge-


gerkan dunia Islam semenjak itu pertama kali dicetuskan oleh seorang sufi Persia
(Iraq), al-Hallaj. Dari istilahnya, Wihdatul Wujud dapat diartikan sebagai sebuah
konsep yang meniscayakan penyatuan antara hamba dengan Tuhan. Hal ini meru-
pakan gagasan yang sangat berbahaya, konon merupakan kesesatan paling besar
yang pernah dihadapi oleh para ahli fiqh. Akan tetapi, hingga saat ini, belum ada
yang mengerti apa sebenarnya Wihdatul Wujud itu sendiri. Para sarjana Islam dan
barat sudah mengemukakan berbagai hasil penelitian mengenai hal tersebut, akan
tetapi apakah Wihdatul Wujud itu bisa dijustifikasi dengan logika. Sementara
penemunya sendiri menemukannya sebagai sebuah pengalaman spiritual. Ini
merupakan sebuah kenyataan yang aneh. Buku yang sedang anda baca ini akan
mengungkap hakikat Wihdatul Wujud yang sebenarnya. Anda jangan mengira anda
sudah cukup memahami Wihdatul Wujud sehingga anda menolaknya; saya akan
dengan segera menggengam pikiran anda dan mengajaknya jalan-jalan di sepanjang
jalan spiritual untuk menemukan kebenaran sejati. Ini bukan sekedar bacaan saja,
anda akan saya ajak mengembara ke alam kesadaran spiritual, untuk menemukan
sebuah alasan bagi anda untuk meng-akui bahwa Wihdatul Wujud merupakan
tujuan anda diciptakan dimuka bumi ini.

Jejak Wihdatul Wujud: Dari al-Hallaj hingga


Syekh Siti Jenar
Al-Hallaj

Nama lengkapnya adalah Abu al-Mughits al-Husain ibn Manshur ibn Muham-
mad al-Badawi. Beliau lahir di kota Thur, sebelah timur laut Baida, Persia atau
sekarang dikenal dengan Iraq. Terlahir pada sekitar tahun 244 H (857 M) dan
meninggal pada tahun 309 H (922 M). Seorang guru, sufi, yang sangat mashyur di
zamannya, yaitu saat al-Hallaj berumur kurang lebih 20 tahun, adalah syeikh Amral
al-Maliki. Dari Syekh ini al-Hallaj mulai mempelajari tasawuf. Beberapa tahun
berguru pada syekh al-Maliki, al-Hallaj memilih untuk melanjutkan penuntutannya
kepada syekh selan-jutnya, yaitu syekh al-Junaid al-Baghdadi. Dari syekh al-Maliki,

1 Zainurrahman, Majelis dzikir Al-Jabbar, Ternate, 2010.

7
al-Hallaj mengenal tasawuf dan zuhud dan kemudian melaksanakan kehidupan
zuhud yang sesung-guhnya, namun pemikiran politik yang berbeda antara al-Hallaj
dan syekh al-Maliki membuat mereka harus berpisah.

Yang memotivasi al-Hallaj hingga menemui syekh al-Baghdadi di Baghdad


adalah rasa kehampaan selama melaksanakan zuhud, al-Hallaj merasakan bahwa
ada sesuatu yang belum dia temukan dan wajib untuk dicari. Melalu syekh al-
Baghdadi, al-Hallaj menemukan jalan untuk melepaskan dahaga rohaninya, al-
Baghdadi menyuruhnya untuk menunaikan ibadah haji. Disaat melaksanakan
ibadah haji, al-Hallaj menemukan sebuah ilham, bukan inspirasi, yang memba-
wanya pada kesadaran penyatuan antara dia dan Allah. Ilham itu sudah tentunya
meru-pakan privasi yang tak tersentuh oleh orang yang tidak mengalaminya.
Intisari dari ilham yang dia temukan itulah yang disebut Wihdatul Wujud, untuk
pertama kalinya. Dengan kata lain, Wihdatul Wujud lahir pertama kali di Tanah
Suci, di saat al-Hallaj menunaikan ibadah haji. Sepulang dari ibadah haji, al-Hallaj
mengemukakan pengalaman spiritualnya, dalam sebuah konsep yang disebut
dengan Hulul. Hulul artinya bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri manusia
ketika manusia itu mengalami Fana, sebuah proses peleburan indrawi basyariyah.

Tanpa pemahaman apa-apa tentang hal ini, tanpa diskusi, golongan Mutazilah
dan Syiah kemudian menggelar klaim akbar bahwa al-Hallaj telah menyebarkan
kesesatan terhadap umat Islam, khususnya tentang ketauhidan. Apa yang disampai-
kan oleh al-Hallaj merupakan apa yang dia ilhami dari proses tafakkurnya. Dan apa
yang ditentang oleh kaum Mutazilah dan Syiah adalah bahwa tidak benar Tuhan
menempati diri manusia; tentu saja, jika manusia masih dengan kesadarannya seba-
gai manusia, dan terutama karena mereka belum paham apa yang dimaksud oleh al-
Hallaj. Lagipula, menurut beberapa literatur, semua ini hanyalah sebuah alasan
untuk mengeliminasi al-Hallaj dari konstelasi politik saat itu. Al-Hallaj dicurigai dan
dituduh bersekongkol dengan sekelompok orang dalam upaya mengkudeta peme-
rintah.

Al-Hallaj merupakan pemerhati moral politik, suatu saat ada sekelompok besar
masa yang melakukan demonstrasi menuntut adanya reformasi moral politik, dan
masa ini mengaku mendapatkan dukungan dari al-Hallaj, dan hal ini menyebabkan
al-Hallaj dipenjara selama kurang lebih sembilan tahun. Al-Hallaj, singkat kata,
dipenjara karena alasan politik, merongrong tatanan pemerintah yang memang
sudah harus ditata ulang, al-Hallaj dianggap narapidana yang paling berbahaya
karena berupaya menggulingkan pemerintahan; anehnya, al-Hallaj sebenarnya
menghabiskan waktunya untuk zuhud dan berdakwah, dan tidak ada keuntungan
baginya untuk menggulingkan kekuasaan siapapun karena dia tidak tergolong
orang yang cinta dunia. Al-Hallaj kemudian dijatuhi hukuman mati, walaupun dari

8
pihak kerajaan sudah meminta ampunan untuk beliau, mengingat jasanya saat
mengobati putra mahkota kerajaan. Pada tahun 922 M, al-Hallaj disalib dan dipukuli
dengan balok hingga darahnya bercucuran dari kepala. Al-Hallaj dibiarkan separuh
mati selama sehari, dan akhirnya al-Hallaj dipenggal.

Ajaran al-Hallaj dikenal dengan kata al-Hulul. Menurut al-Hallaj, diantara


hamba dan Tuhan terdapat garis pemisah yang menegaskan hakikat masing-masing.
Garis pemisah itu sangat dekat, yaitu yang menyembah dan yang disembah (al-Abid
wal Mabud). Pada kondisi dimana ingatan hanya tertuju kepada Allah semata, dan
menolak selain Allah, termasuk diri sendiri, maka al-Abid pun lenyap, dan
tinggallah al-Mabud. Kebaqaan al-Mabud merupakan konsekuensi dari fananya
al-Abid. Pada titik inilah garis pemisah dan pembeda hakikat pun hilang, sehingga
pada hakikatnya yang menyembah dan yang disembah adalah satu. Hanya saja,
orang tidak memahami bahwa yang dimaksud oleh al-Hallaj adalah bahwa al-Abid
melebur masuk kedalam al-Mabud, dan bukan al-Mabud merasuki tubuh al-Abid.
Jika kesadaran al-Abid masih dhahir, maka tidak fanalah dia, dan jika fana maka al-
Mabud lah yang dhahir dan al-Abid menjadi batin atau rahasia yang tersembu-nyi
dibalik kebesaran Allah Swt.

IBNU ARABI

Ibnu Arabi merupakan salah seorang sufi termasyhur dizamannya, di Andalusia


(Spanyol). Beliau lahir di kota Mursiyah pada tahun 560 H (1165 M) dan meninggal
pada tahun 1240 M. Nama aslinya adalah Abu Bakr Muhammad bin Ali, dan
panggilan akrabnya adalah Ibnu Arabi. Hasil pencarian jati diri dan pengalaman
mistiknya menyimpulkan sebuah kesadaran spiritual, yang kelak mendapatkan
tantangan keras sebagaimana yang dialami oleh al-Hallaj, yakni tidak ada yang
maujud selain Allah. Ibnu Arabi menegaskan bahwa Allah adalah kenyataan dari
segala sesuatu. Hal ini kemudian ditafsirkan sebagai kekeliruan mistik, padahal
yang dimaksud dengan Allah adalah kenyataan dari segala sesuatu adalah bahwa
Allah yang menjadikan segala sesuatu itu nyata, sehingga Allah-lah kenyataan
mutlak yang harus dipahami.

Perumpamaan yang bisa diambil dari Wihdatul Wujud Ibnu Arabi adalah
bahwa segala sesuatu ini dapat terindrai karena cahaya dan udara, cahaya membuat
segala sesuatu terlihat dan udara membuat segala sesuatu terdengar. Kita akan
menolak bahwa cahaya dan udara merupakan kenyataan mutlak, namun kita tidak
menolak bahwa keberadaan cahaya dan suara untuk menyatakan segala sesuatu
adalah mutlak sifatnya. Begitu juga dengan Allah Swt, sudah barang tentu Allah
Maha Nyata (Ad-Dhahir), mana kala keberadaan-Nya membuat nyata segala

9
sesuatu (termasuk diri anda) maka apakah anda keberatan untuk menerima panda-
ngan Ibnu Arabi di atas?

Titik Wihdatul Wujud Ibnu Arabi terletak pada kemesraan Allah dan segala
eksistensi yang ada di dunia ini. Hanya saja saya perlu meluruskan pandangan anda
tentang hal ini, bahwa yang dimaksud dengan tidak ada yang maujud kecuali ujud
Allah adalah bahwa Ujud Allah merupakan kemutlakan yang wajib untuk menya-
takan segala yang maujud. Jika Allah tidak ada, maka kita tidak ada. Untuk menga-
takan bahwa pepohonan merupakan Ujud Allah itu sangat naif, kesadaran spiritual
tidak demikian, tetapi sesungguhnya yang membuat pepohonan itu berwujud
adalah adanya eksistensi Allah, sekaligus eksistensi kita yang mengamati dan
menyaksikan kenyataan pepohonan tersebut. Ini bukanlah spekulasi filsafati, ini
merupakan misal-misal bagi anda yang suka salah paham dan salah tuduh. Segala
sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan misal tentang kekuasaan Allah,
bagi orang-orang yang berpikir.

Tidak benar bahwa Ibnu Arabi menemukan bahwa wujud selain Allah adalah
wujud bayangan, karena sesungguhnya dengan Ujud Allah maka wujud selainnya
menjadi berwujud, ber-eksistensi. Bukankah segala sesuatu berasal dari kehendak-
Nya? Sehingga yang ada itu hanya berasal dari kehendak dan kehendak berasal
dari yang Berkehendak. Jika kita hanya wujud bayangan, maka tidak dikenakan
hukum apapun, karena bayangan hanya mengikuti gerak Ujud Allah. Tetapi Wujud
merupakan kenyataan Ujud. Alam semesta, termasuk manusia, merupakan kenyata-
an Ujud Allah; dengan kata lain, Wujud selain Allah merupakan bukti nyata Ujud
Allah.

Ada pergerakan pemahaman Wihdatul Wujud antara al-Hallaj dan Ibnu Arabi,
jika al-Hallaj menemukan bahwa Allah mengambil tempat pada diri manusia ketika
manusia tersebut fana, maka Ibnu Arabi menemukan bahwa bukan hanya manusia,
tetapi alam semesta. Namun Ibnu Arabi menegaskan pada aspek kenyataan dan
bukan penempatan sebagaimana Hulul-nya al-Hallaj. Al-Hallaj menegaskan
kesadaran spiritual internal, yaitu kesadaran seorang hamba dalam keadaan fana
bahwa Allah adalah satu-satunya Ujud; sedangkan Ibnu Arabi menegaskan bahwa
Ujud Allah merupakan kenyataan mutlak bagi Wujud selain Allah.

ABU YAZID AL-BUSTHAMI

Nama beliau adalah Abu Yazid Taifur ibn Isa al-Bustami. Beliau dilahirkan di
Bistam, Persia (Iraq) pada tahun 804 M. Menurut beberapa literatur, Abu Yazid
merupakan pencetus pertama konsep fana dan baqa. Salah satu teorinya adalah al-
Ittihad. Abu Yazid berguru kepada salah seorang Syekh yang bernama Syekh

10
Shaddiq yang mengajarkan beliau prinsip-prinsip dasar tasawuf. Dari Syekh
Shaddiq, Abu Yazid mempelajari bahwa syariat dan hakikat merupakan pasangan
yang tak terpisah antara satu dan yang lain; begitupula sebaliknya, syariat dan
hakikat.

Persoalan fana dan baqa akan saya paparkan pada bagian kemudian secara
gamblang. Ittihad, sebagaimana Hulul-nya al-Hallaj, merupakan kesadaran spiritual
bersatunya hakikat Allah dan hakikat hamba dalam proses fana. Bahkan, penyatu-
an yang dimaksud bukanlah pernyatuan rohani, apalagi jasmani. Penyatuan yang
dimaksud adalah peleburan hakikat hamba kepada hakikat Allah, laksana setetes air
laut terjatuh ke dalam samudra; atau dengan kacamata Ibnu Arabi kenyataan hamba
yang hanya merupakan titik melebur pada kenyataan Allah yang menyamudra.

Pandangan Abu Yazid ini dianggap menyesatkan, karena meniscayakan ada-


nya penyatuan Allah dan hamba. Ini dianggap sebagai degradasi derajat Allah yang
maha Mulia; menganggap Allah sederajat dengan hamba merupakan pelecehan
terhadap Allah. Disinilah kesalah tafsiran para ulama pada saat itu (hingga saat ini).
Yang dimaksud dengan Hulul dan Ittihad bukanlah menyamakan derajat Allah dan
hamba, melainkan justru meniadakan hamba sehingga yang ada hanyalah Allah
semata. Diri sendiri merupakan sesuatu yang bisa menghalangi kita sampai kepada
Allah, sehingga untuk menyatakan Ujud Allah, maka Wujud diri harus melebur,
atau disebut dengan fana.

SYEKH SITI JENAR

Biografi Syekh Siti Jenar masih merupakan kontroversi hingga saat ini, bahkan ada
atau tidaknya beliau masih merupakan misteri. Sebuah literatur menyebutkan
bahwa beliau terlahir pada tahun 1426 M di Cirebon dan meninggal pada tahun 1517
M. Bapak beliau bernama Syekh Datuk Shaleh dan beliau masih tergolong
keturunan Sayidina Ali bin Abi Thalib KW. Syekh Siti Jenar memiliki sejumlah nama
(sebutan), beliau hampir memiliki satu nama di setiap tempat di mana beliau menja-
lankan dakwahnya. Nama yang sangat jelas, selain Siti Jenar, adalah Syekh Abdul
Jalil dan Syekh Lemah Abang. Syekh Siti Jenar tumbuh remaja di sebuah Padepokan
Giri Amparan Jati, milik paman beliau. Padepokan ini berada di atas Gunung Jati.
Pada usia 15 tahun, Syekh Siti Jenar berhasrat untuk turun gunung untuk melihat
keadaan luar. Disinilah perjalanan spiritual Syekh Siti Jenar dimulai.

Syekh Siti Jenar berangkat ke Baghdad (Iraq) untuk memperdalam wawasan


agama Islamnya. Dia berkenalan dengan seorang sufi masyhur, yang kemudian
menjadi gurunya mengenai tasawuf, yakni Syekh Ahmad Tawalud. Syekh Ahmad
memiliki puluhan kitab marifat yang merupakan peninggalan Syekh Abdul Mubdi

11
al-Baghdadi. Syekh Siti Jenar diperbolehkan untuk tinggal di rumah Syekh Ahmad,
dan dari sekian banyak kitab marifat yang ada di rumah itu, beberapa diantaranya
adalah kitab milik al-Hallaj, yang dipelajari secara sangat hati-hati oleh Syekh Siti
Jenar. Bukan hanya itu, kitab-kitab Ibnu Arabi dan al-Ghazali juga dipelajari sama
hati-hatinya.

Syekh Siti Jenar juga melaksanakan perjalanan penuntutan di India, dan


kembali ke Cirebon pada tahun 1463 M. Syekh Siti Jenar menjadikan Wihdatul
Wujud sebagai pedomannya, namun sama sekali bukan sebuah keputusan yang
benar bahwa beliau menistakan syariat. Kembalinya dia ke Cirebon membawa dia
kepada suatu posisi dalam konstelasi Wali Songo, beliau menjadi salah satu
penyebar agama Islam di Jawa, di Indonesia.

Sebagai salah satu anggota penyebar Islam, Syekh Siti Jenar dipercayakan
untuk mengajarkan Syahadat (Persaksian). Pemikiran Syekh Siti jenar yang didomi-
nasi oleh hakikat itu kemudian membawanya kepada sebuah kesadaran musyaha-
dah tertinggi, yang dia sebut Manunggaling Kawula lan Gusti. Beliau kemudian
mengajarkan Manunggaling Kawula lan Gusti kepada para santrinya yang menurut
Sunan Kalijaga belum cukup pegetahuan Syariatnya.

Syekh Siti Jenar juga pernah mempelajari hakikat dari Sunan Giri dan Sunan
Bonang, tetapi ini masih misteri. Ada sebuah mitos menarik, yakni Syekh Siti Jenar
mencuri ilmu Sunan Giri dengan berubah wujud menjadi cacing tanah. Para
pencerita mitos ini mengatakan bahwa Syekh Siti Jenar menguasai ilmu kanuragan,
termasuk ilmu merubah wujud. Tetapi bagi saya tidak demikian, Syekh Siti Jenar
tidak mempelajari kanuragan, karena kanuragan itu hanya dipelajari oleh orang
Buddha pada saat itu, sedangkan Syekh Siti Jenar lahir dalam keluarga Islam yang
fanatik. Lagi pula, Syekh Siti Jenar memiliki guru para sufi tersohor di Iraq dan
India, dan mempelajari kitab langsung dari para sufi-sufi salafusshalih.

Manunggaling kawula lan gusti merupakan penjawaan Hulul dan Ittihad.


Istilahnya diubah ke dalam bahasa Jawa agar mudah dipahami oleh masyarakat.
Bisa dikatakan bahwa Wihdatul Wujud telah mendarah daging pada Syekh Siti
Jenar, dan itulah kebenaran yang beliau temukan. Syekh Siti Jenar mengajarkan
kepada para santrinya bagaimana cara untuk bersaksi, yaitu harus menyaksikan
agar tidak terjadi persaksian palsu. Ini yang tidak diajarkan oleh para wali yang lain
paa saat itu; dan tugas ini bukanlah tugas yang mudah. Syekh Siti Jenar menjelaskan
bahwa kenyataan manusia itu mesra dengan kenyataan Allah, sehingga Allah
senantiasa mengawasi dan senantiasa dekat, bahkan lebih dekat dengan urat nadi;
demikian Syekh Siti Jenar mengutip ayat al-Quran. Akan tetapi Syekh Siti Jenar
tidak serta merta memberikan penjelasan bagaimana mengalami hal tersebut, karena
Syekh Siti Jenar tahu betul bahwa santrinya masih pemula.

12
Ajaran Syekh Siti Jenar memang sangat kental dengan hakikat dan tasawuf
yang pada saat itu bisa dibilang baru, karena para wali, meskipun menguasai hal
yang sama, tetapi sama sekali tidak mengajarkan hal tersebut. Ini bisa dimaklumi,
karena tugas yang diemban berbeda-beda. Apa yang harus diajarkan lagi jika tugas
yang diemban adalah mengajarkan Syahadat?

Sebuah Hadits menyebutkan bahwa Awal dari Agama adalah mengenal


Allah. Dan ini merupakan titik tolak Syekh Siti Jenar, bahwa jika mereka tidak
marifat maka mereka sebenarnya tidak menyembah Allah, melainkan menyembah
budi semata.

Menyadari hal ini, Syekh Siti Jenar kemudian mengajarkan kepada para
santrinya tentang hakikat ketuhanan, baik dari sumber-sumber yang dipelajarinya,
maupun dari hasil perjalanan spiritualnya. Ini diklaim oleh para wali dan
pemerintah setem-pat sebagai upaya penyesatan, namun sekali lagi, ini tidak benar.
Sunan Kalijaga sendiri memahami apa yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar, hanya
saja Sunan Kalijaga keberatan jika manunggaling Kawula lan Gusti diwejang kepada
para santri yang masih bodoh tentang syariat Islam.

Syekh Siti Jenar menolak apa yang disebut-sebut oleh para wali sebagai sesat
itu. Karena dia tahu benar bahwa apa yang dia ajarkan itu penting, demi benarnya
arah peribadatan para santri. Lucunya, apa yang dialami oleh al-Hallaj kembali
terulang, dengan alasan politik, Syekh Siti Jenar akhirnya dihukum penggal. Misteri
kema-tiannya juga sampai saat ini belum terungkap dengan jelas.

Para pejabat kerajaan Demak Bintoro menjadi gelisah, mereka khawatir jika
ajaran Syekh Siti Jenar ini menimbulkan pemberontakan terhadap pemerintah. Salah
satu murid Syekh Siti jenar adalah Ki Ageng Pengging yang merupakan anak istana
Majapahit yang pada saat itu berstatus sederajat dengan Raden Patah. Pemerintah
khawatir jika terjadi bentrokan antara aden Patah dan Ki Ageng Pengging. Raden
Patah pernah memanggil Ki Ageng Pengging untuk menghadap demi klarifikasi
ajaran Manunggaling Kawula lan Gusti, namun Ki Ageng Pengging menolaknya,
karenanya raden Patah dan para Wali menyepakati untuk menyeret Syekh Siti Jenar
di Sidang perwalian. Mereka mengutus Syekh Domba dan pangeran Bayat, tetapi
setelah melewati debat yang ketat dengan Syekh Siti Jenar, Syekh Domba malah
menjadi murid Syekh Siti Jenar. Akhirnya, para Wali sendiri datangi Syekh Siti Jenar
dan menghukumi Syekh Siti Jenar, dengan alasan tidak mematuhi sultan demak
pada saat itu. Belum lagi mereka mengeksekusi Syekh Siti Jenar, beliau telah mele-
pas diri dengan jalan kematian beliau sendiri, dan kemudian diikuti oleh beberapa
santri yang telah menguasai ilmu tersebut.

13
Demikianlah perjalanan Wihdatul Wujud sejak al-Hallaj hingga Syekh Siti
Jenar, yang sampai saat ini mendapatkan tudingan sesat, kafir, zindiq, murtad, dan
sebagainya.

Melalui risalah Aku dan Wihdatul Wujud ini, anda akan menemukan jalan
yang telah ditemukan oleh al-Hallaj, Ibnu Arabi, Abu Yazid al-Butshami, Syekh Siti
Jenar, dan saya sendiri. Upaya yang saya lakukan ini bukan semata-mata untuk
menantang balik tudingan-tudingan tesebut, tetapi juga untuk memurnikan
Wihdatul Wujud, dan mengenang para Sufi termasyhur sepanjang sejarah, yang
dituding-tuding seperti dan dilaknat seperti Firaun. Saya masih tidak mengerti,
mengapa para ulama di dunia ini hampir tidak bisa membedakan Firaun dengan
para Sufi.

Wihdatul Wujud Sebagai Kesadaran Spiritual


dan Bukan Spekulasi Filsafati
Dari apa yang telah dipaparkan secara singkat diatas, sudah barang tentu
Wihdatul Wujud merupakan salah satu kesadaran spiritual yang ditemukan atau
terangkat ke permukaan hati melalui perjalanan spiritual, dan bukan hasil pemi-
kiran semata. Adapun upaya untuk menjabarkannya dengan kata-kata dan pikiran
bukanlah sebuah alasan untuk mengatakan bahwa Wihdatul Wujud adalah speku-
lasi filsafati. Meskipun demikian, memangnya apa yang salah jika para filsuf (baik
muslim maupun yang non-muslim) menemukan sesuatu yang sama melalui pemi-
kiran? Bukankah ilmu dan akal mereka juga merupakan rahmat Allah? Bukankah
Allah memerintahkan kepada manusia untuk merenungi, memikirkan, mentafak-
kuri apa yang ada di langit dan di bumi? Dan Allah tidak mendegradasi mereka
yang non-muslim; surat al-Maidah ayat 69 menyatakan hal tersebut. Hanya saja,
keimanan merupakan faktor yang menyebabkan pertolakan antara kita dan mereka,
tetapi persoalan ilmu lain lagi ceritanya, ilmu, amal dan iman tidak dapat disama-
kan. Mereka memiliki ilmu, namun tidak memiliki iman dan amal, maka ilmunya
tidak bermanfaat.

Penting untuk saya sampaikan bahwa Wihdatul Wujud bukan merupakan


hasil spekulasi para sufi dengan filsafat Yunani tentang eksistensi. Wihdatul Wujud
merupakan hasil atau buah dari perjalanan spiritual, dan bila perlu saya akan
mengatakan bahwa para sufi seperti al-Hallaj, Ibnu Arabi, Abu Yazid al-Busthami,
Syekh Siti Jenar, al-Ghazali, dan lain-lainnya, merupakan para filsuf Islam yang
dalam istilah kita disebut mutakallimin (pakar ilmu kalam). Hasil pemikiran mereka
merupakan ilmu, namun sekali lagi, Wihdatul Wujud bukan ditemukan lewat
berfilsafat tetapi berhakikat dan bertarikat.

14
Adapun istilah yang nantinya dirumuskan seperti Fana, Baqa, Ittihad, Hulul,
Manunggaling kawula lan Gusti, merupakan istilah untuk mengidentifikasi apa
yang mereka alami; pengistilahan dan pengkonsepan itu menjadi penting karena jika
tidak, maka tidak ada cara lain untuk mengajarkannya kepada ummat. Akan tetapi
kenyataan jadi lain, ketika para pembaca dan peneliti Wihdatul Wujud lebih menitik
beratkan pada proses konsepsinya yang terkesan filosofis, mereka tidak
memperhatikan dan tidak menyadari bahwa konsep-konsep tersebut merupakan
upaya untuk mengkristalkan pengalaman spiritual para sufi tersebut. Ibaratnya
mereka tidak melihat plot cerita dengan baik, sehingga mereka hanya menyalahkan
seorang pendakwah dengan filsafatnya tanpa melihat asal-usulnya sebagai sebuah
kesadaran spiritual.

Sangat penting untuk disadari bahwa mula-mula para sufi melakukan apa
yang diistilahkan dengan tahalli atau penyucian jiwa, sebagian menyebutnya
tazkiyatunnafs. Kemudian tahalli, yakni menghiasi diri dengan amal shalih. Tahalli
bagi para sufi adalah zuhud dan tahalli adalah bertarikat. Bertarikat dan berzuhud
merupakan esensi dari dari kehidupan sufi. Mereka berzuhud demi menolak segala
sesuatu selain Allah, dan bertarikat demi mendekatkan diri kepada Allah, dengan
melalui amal shalih tentunya. Akan tetapi tingkatan beramal mereka bukan pada
tataran menggugurkan kewajiban semata, melainkan karena cinta dan kerinduan
kepada Allah. Sebagai hasilnya adalah tahalli, atau marifat.

Apa susahnya bagi Allah untuk mengilhami sebuah pertemuan manis bagi
hamba-Nya yang melakukan pekerjaan berat dan getir ini?

Para sufi Wihdatul Wujud, termasuk saya sendiri, mengalami hal ini dengan
awal lumpuhnya segala ilmu bahkan diri sendiri sirna, dengan kata lain terlempar
pada tataran bawah sadar, lebih ke bawah lagi dimana kesadaran insaniyah sirna
dan kesadaran ilahiyah menjadi nyata. Bagaimana menjelaskannya jika kita tidak
merumuskan apa yang dirasakan dalam sebuah konsep? Celakanya, banyak orang
di dunia ini hanya melihat konsep yang mirip filsafat dan tidak mempertimbangkan
asal-usul dan alasan untuk pengkonsepan tersebut. Memang benar bahwa anda
harus mengalaminya barulah anda memahami konsep tersebut, jika tidak kami
sampaikan maka itu akan menjadi ilmu yang tidak kami amalkan.

Hilangnya kesadaran insaniyah bukan serta merta mengupgrade status kita


dari hamba menjadi Tuhan, tetapi merasa hadirnya Tuhan di dalam diri dan bukan
di luar diri. Ingatlah, bahwa Tuhan memilih hati hamba-Nya sebagai tempat
bersemayam; dengan catatan sudah bersih dari segala sesuatu selain dia.

Akan tetapi persemayaman ini sifatnya time release, atau sistem lepas. Maksud saya
adalah kesadaran ilahiyah ini menjadi nyata saat kesadaran insaniyah lebur, hilang.

15
Ketika sang sufi kembali kepada kesadaran insaniyahnya, maka kesadaran ilahiyah
itupun segera ghaib.

Dengan demikian, Wihdatul Wujud bukanlah hasil spekulasi filsafati, seperti


yang dilakukan oleh para filsuf Yunani yang berpikir keras tentang eksistensi seperti
postulat Cartesian cogito ergo sum, tetapi Wihdatul Wujud merupakan hasil pergumu-
lan upaya hamba dan kasih sayang Tuhan. Tidak selalu sempurna dalam menjelas-
kan fenomena Wihdatul Wujud, karena hanya pengalamanlah yang akan menjadi
penjelas sejati.

Pada bagian ini, saya harap anda sudah memiliki gambaran dan secercah caha-
ya kesiapan untuk melanjutkan pada kajian Wihdatul Wujud yang akan saya
sampaikan. Saya harapkan anda geser sedikit saja pedang anda dan duduk tenang
untuk merenungi apa yang akan saya sampaikan, saya memohon ampunan kepada
Allah dan rahmat-Nya agar kita semua bisa mendapatkan pencerahan sejati.
Kesimpulan akan selalu berada di tangan anda sebagai pembaca.

Wihdatul Wujud
Berawal dari Maksud Allah untuk Dikenal Allah telah menciptakan mahlukNya
dengan beberapa tingkatan niat. Mula-mula Allah menciptakan makhluk dengan
niat sebagaimana tertuang dalam hadits qudsi:
Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi, Aku ingin dikenal, maka
Kucipta-kan makhluk dan denganKu mereka mengenalKu.

Allah merupakan Al-Awwal yang tidak diawali, Dia bersifat Ada Sedia (Wujud).
Kehendak Allah adalah untuk dikenali (untuk dimarifati). Kesendirian Allah
merupakan kebenaran mutlak yang tak bisa ditolak, karena jika ada sesuatu selain
Allah, maka Allah bukanlah Yang Awal. Dalam kitab Daqaaiqul Akhbar disebutkan
bahwa sebelum Allah menciptakan para malaikat yang bertugas untuk menyebut
dan memuji diri-Nya, Allah memuji diri-Nya sendiri yang Maha Indah dan Elok.
Allah ingin dikenal, sebagai Yang Maha Esa dan itulah yang menjadi misi setiap
nabi yang turun dimuka bumi, yaitu memperkenalkan Allah Yang Maha Esa,
misalnya surat Hud ayat 84, yg artinya: Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus)
saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan
bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku
melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat).".

Dengan demikian, mengenal Allah merupakan tugas utama makhluk, terutama


manusia. Mengenal Allah lebih signifikan dari pada mengenal hukum-hukum-Nya.

16
Hal ini saya sebutkan karena dengan mengenal Allah maka kitapun segera mengeta-
hui apa yang diinginkan-Nya dan apa yang tidak diinginkanNya. Mengenal Allah
haruslah secara kaffah, secara totalitas.

Syekh Siti Jenar mengutamakan hal ini dalam persoalan ibadah, dimana dia menya-
takan bahwa ibadah tanpa marifat adalah syirik. Bagaimana bisa anda beribadah
kepada Allah dengan niat lillahi taala, sementara anda belum mengenal siapa
Allah?
Bahkan jika ditanyakan apakah Allah adalah nama-Nya, bagaimana anda menje-
laskannya? Jika anda mengatakan Ya maka bagaimana mungkin anda memanggil-
manggil nama-Nya dengan nama-Nya, sedangkan anda begitu menghormati dosen
anda dang memanggilnya dengan pak atau prof.
Ini adalah tanda bahwa anda melakukan ibadah tanpa marifat. Jika anda bersaksi
Saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah apakah benar anda menyaksikannya?
Atau anda hanya menyebutnya sebagai formalitas masuk Islam saja? Apa benar
anda menyaksikan bahwa Allah adalah Esa?
Jangan-jangan selama ini kita hanya melakukan persaksian palsu semata. Syekh Siti
Jenar menekankan bahwa bisa jadi kita selama ini menyembah akal budi saja,
artinya, pengenalan Tuhan itu tidak bersumber dari kesadaran ruhaniah tetapi
karena spekulasi akal budi saja. Ini sangat berbahaya, karena ini sudah termasuk
syirik.

Yang bisa membawa makhluk (manusia) pada marifatullah secara kaffah


adalah dengan melalui pengalaman ruhani, karena Allah tidak akan pernah bisa
dikenal dengan logika saja. Wihdatul Wujud, jangan hanya dipandang dari segi
terminolo-ginya saja, menyatunya hamba dengan Tuhan. Lihat makna lebih dalam,
hanya dengan menghilangkan diri dan segala sesuatu selain Allah barulah kita
bisa menggapai marifat. Setelah itu, Allah akan senantiasa berada dalam hati, dan
ibadah akan menjadi lebih sejuk. Arti hakiki dari marifat juga bukan semata-mata
mengenal Allah, tetapi Allah memperkenalkan Diri-Nya kepada kita, sebagai
rahmat, buah dari upaya keras kita melakukan perjalanan menuju dia.

Upaya para sufi adalah untuk bisa mengenal diri-Nya secara hakiki, bukan
hanya hasil pemikiran dan logika saja. Karena secara logika, Allah hanya bisa
dikenali perbuatan-Nya saja, tetapi untuk mengenali secara hakiki, maka kita harus
mengenali-Nya dari nama, sifat, perbuatan, hingga dzat. Ini memang hanya bisa
ditemukan dalam tasawuf, dan ini merupakan hasil perjalanan spiritual dan bukan
semata-mata spekulasi filsafat saja.

Untuk bisa marifatullah secara kaffah, seperti yang telah disebutkan, manusia
harus mampu menolak segala sesuatu selain Allah. Ini hanya bisa dilakukan
dengan zuhud, dan kemudian melakukan perjalanan spiritual dengan cara berta-

17
rikat. Tarikat maksudnya jalan, dan ibadah merupakan tarikat. Jalan untuk mende-
katkan diri kepada Allah.

Suatu ketika Sayidina Ali bertanya kepada Rasul tentang jalan dekat menuju
Allah dan Rasul bersabda Dzikir. Ini merupakan landasan sufi untuk bertarikat,
yakni dengan melakukan ritual dzikrullah. Mengingat Allah dengan cara khusus,
sebagaimana yang Rasulullah lakukan selama berada di Gua Hira atau di kamar
khusus yang disebut dengan kamar khalwat; kemudian perjalanan tarikat ini disebut
dengan berkhalwat, yakni bersunyi diri untuk berdzikir kepada Allah.

Bagi anda yang suka menafsirkan kalimat sepotong-potong untuk mencari


kesalahan orang lain, saya ingatkan, khalwat disini bukan hanya duduk dengan
tasbih di tangan, tetapi disertai dengan zuhud, saya sudah menyebutnya di depan.
Bersunyi diri agar tidak terganggu, dan para sufi kebanyakan menjauhi keramaian
sosial bukan untuk mengisolasi diri tetapi mengisolasi hati dari segala sesuatu selain
Allah. Pada tingkatan tertentu, bahkan diri yang mengingat pun sudah dilupakan,
sehingga yang ada hanya yang diingat saja, yakni Allah semata. Mendekat, mende-
kat, lebih dekat, hingga hakikat melebur; inilah fana.

Apakah selamanya seperti itu? Tidak, pengenalan dan penyatuan itu begitu
singkat. Bagaimana bisa kita tahu bahwa itu Allah? Ini tidak mungkin dijelaskan,
karena hanya yang mengalaminya saja yang memahaminya; bisa jadi iblis yang
datang?

Hakikat iblis tidak setara dengan Allah dan hanya Allah tujuan kita. Dengan
demikian, iblis tidak mungkin mampu menembus hijab dzikrullah. Mengapa para
sufi tidak dapat menjelaskan hal tersebut secara rinci sehingga dituduh mengada-
ngada? Itu karena fana diawali dengan lumpuhnya ilmu bahkan diri sendiri. Hanya
Nurullah semata yang dapat menjelaskannya kepada anda. Jika semua yang
dipaparkan benar (dan memang benar), maka sungguh celaka tangan-tangan yang
menuduh para sufi (waliyullah) sesat, bahkan membunuh mereka, karena yang
mereka tuduh dan bunuh adalah para kekasih Allah, para pemegang rahasia
ketuhanan terbesar dan terpenting bagi ummat manusia. Alhasil, korupsi kiri-kanan,
prostitusi kiri-kanan, intimidasi dan peperangan sana-sini, karena kebenaran sudah
diputarbalikkan menjadi kesesatan; manusia tidak lagi menggenggam kebenaran,
karena pemegang kebenaran sudah dibunuh, dari karakter hingga jiwa. Mungkin
kelak saya juga akan dibunuh karena menganut faham Wihdatul Wujud, Alham-
dulillah karena saya juga termasuk daftar orang-orang yang menyampaikan kebe-
naran tersebut.

Kembali kepada Sumber

18
Allah merupakan Sumber segala sesuatu, karena segala sesuatu bersumber dari
kalam kun Nya. Segala sesuatu merupakan kehendak-Nya, tentunya segala sesuatu
juga diberikan kodrat dan iradat agar mampu mempertanggungjawabkan perbuatan
masing-masing. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, ini merupakan dasar dari pernyata-
an bahwa segala sesuatu akan kembali kepada asal masing-masing. Jasad kembali
kepada tanah sebagaimana asalnya diciptakan nabi Adam as, ruh kembali kepada
asalnya di alam arwah, nafas kembali pada asalnya, dan kita pun kembali kepada
Nya sebagai asalnya.

Akan tetapi apakah kita harus menunggu meninggal dunia baru bisa kembali
kepada asal? Atau haruskah kita mendapatkan musibah barulah kita menyebut-
kannya?

Suatu ketika Rasulullah pernah bersabda Matilah engkau sebelum engkau


mati, hadits ini merupakan petunjuk bahwa kita harus kembali kepada Allah,
kepada sumber, untuk mengenal diri-Nya secara kaffah sebelum kita mati. Kematian
sebelum mati diawali dengan matinya cinta kepada dunia, yaitu dengan berzuhud.
Kemudian dilanjutkan dengan matinya sifat-sifat dhalalah, memberantas penyakit
jiwa dengan takhalli. Kemudian mematikan seluruh ingatan terhadap segala sesuatu
selain Allah semata, dan ini dilakukan dengan cara berkhalwat.

Ucapkanlah la ilaha illallah, dan sadarkan diri bahwa ucapan ini mengandung
dua makna. Bahwa segala sesuatu selain Allah adalah ilah, termasuk diri sendiri.
Arti kedua adalah bahwa ilah itu sebenarnyalah ada dan Allah adalah satu-satunya
ilah. Kedua makna ini akan menggiring kesadaran insaniyah menuju ketenggelaman
diri kedalam hakikat Allah, sebagai sumber; laksana secercah cahaya yang kembali
pada matahari, seperti setetes air laut kembali pada samudra yang tak bertepi,
dimana ilah tidak ada, yang ada hanya Allah. Ingatlah, YANG ADA HANYA
ALLAH.

Saat kesadaran insaniyah sudah melebur, tenggelam, dan sirna, maka sesung-
guhnya yang berdzikir dan yang didzikirkan adalah satu. Apa dayanya secerah
cahaya lilin pada matahari? Apa dayanya setetes air laut pada samudra tak bertepi?
Kembalinya kita pada sumber selagi masih hidup membuahkan pengenalan luar
biasa kepada Allah Yang Maha Agung. Ada potensi besar dalam diri manusia,
tetesan air atau secercah cahaya yang kami maksudkan adalah Ruh, yang digambar-
kan dalam surat Shaad ayat 72 yg artinya: Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur
dengan bersujud kepadanya". Setitik ruh yang Allah tiupkan dari diri-Nya sendiri.
Banyak ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kata sebagian dari ruh-
Ku adalah ruh ciptaan-Ku. Tentu saja tidak ada yang tidak diciptakan oleh Allah,
tetapi jika demikian, maka untuk apa para malaikat diharuskan bersujud?

19
Jika manusia itu hanyalah orang-orang seperti anda, yang bahkan tidak mema-
hami bahwa di dalam diri terdapat unsur ilahiyah? Oleh karena itu, kami lebih
memahami ayat tersebut bahwa sebagian diri Allah telah diteteskan pada manusia,
sehingga manusia memiliki naluri untuk kembali pada asalnya (Alam Lahut). Inilah
alasan mengapa Allah ingin dikenal dan dia berkata dan dengan-Ku mereka
mengenal-Ku. Artinya dengan setetes dari diri-Nya itulah yang menyebabkan kita
mampu mengenal-Nya, dengan cara kembali kepada sumber kita.

Selain itu, Allah menciptakan alam semesta dari Nur Muhammad, dan Nur
Muhammad merupakan pancaran Nurullah. Perhatikan sebuah hadits riwayat Jabir
r.a. bahwa sesungguhnya Jabir r.a. bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah,
apakah yang mula-mula Allah ciptakan? kemudian Rasulullah menjawab Mula-
mula Allah menciptakan Nur nabimu, dan dari Nur itulah segala sesuatu dicipta-
kan, termasuk engkau Jabir. Allah Maha Awal, dan telah mengambil bahan baku
penciptaan alam semesta dari diri-Nya sendiri, yaitu dengan beriradah. Terma-
suklah manusia, diciptakan dari Nur Muhammad, dan Nur Muhammad diciptakan
dari cipratan Nurullah yang memancar dari diriNya sendiri.

Terlalu dini untuk menyebutkan ini paham Syiah, karena ini merupakan
Hadits Rasulullah dan bukan perkataan Imam Syiah, bahkan bukan Sayidina Ali,
tetapi langsung dari Rasulullah; artinya, ini harus dipatuhi oleh semua golongan
ummat Islam, bukan Syiah saja.

Wihdatul Wujud merupakan kenyataan kembalinya seorang hamba kepada


Allah sebelum dia mengalami kematian, dan memanglah tidak harus mengalami
mati barulah bertemu dengan Allah; justru bertemu dengan Allah dan kembali
kepada Allah semasa hidup lebih penting; agar segala perilaku lahir dan batin
senantiasa mendapatkan bimbingan dari Allah, dan senantiasa merasa mesra
bersama Allah.

Hakikat Ilahiyah dan Insaniyah


Tidak dapat kita sangkal bahwa tiada daya dan upaya melainkan dari Allah
Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, artinya, Allah merupakan sumber daya dan
upaya. Wihdatul Wujud sesungguhnya membagi bagian-bagian yang menjadi
hakikat (dan hak) ilahiyah dan hakikat insan, sebagai khalifah Allah.

Bagi Allah ada qudrat dan iradat, demikian pula qudrat dan iradat insan.
Qudrat Allah adalah menentukan sedangkan qudrat insan adalah menjalankan
ketentuan; iradah Allah adalah berkehendak dan iradah insan adalah mengingin-

20
kan; disini kita melihat bahwa ada hubungan absolut antara qudrat-iradat ilahiyah
dan qudrat-iradat insaniyah.

Dengan sebuah kesimpulan, bahwa keilahiyahan tidak akan terjadi tanpa


keinsanian, maka Allah menjadi Dzat Maha Mulia, karena terciptanya hamba yang
rendah. Allah, merupakan Tuhan saat Dia menciptakan makhluk karena Dia berke-
hendak seperti itu. Jika tidak ada makhluk maka tidak ada yang mengakui bahwa
Dia adalah Tuhan, apakah Dia mengakui bahwa Dia Tuhan? Ya, Dia mengakuinya,
namun iradah-Nya untuk diketahui dan diakui menyebabkan turunnya insan
dengan hakikatnya. Hakikat insan adalah mengakui, dan hakikat ilahi adalah diakui.
Namun di satu sisi, hakikat insan juga harus diakui, yaitu Allah mengakui bahwa
insan adalah hamba. Pengakuan ini hanya bagi insan yang ingin mengetahui
seberapa jarak antara dia dan Allah, secara tegas disebutkan dalam al-Quran surat
al-Baqarah ayat 186, yang artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran.

Ini merupakan hak-hak insan yang diakui oleh Allah, segaligus penegasan hak-
hak ilahiyah. Apa yang dapat ditarik sebagai kesimpulan adalah adanya hubungan
saling mengakui hakikat masing-masing, dan bahkan saling mengikat antara satu
dan yang lain. Seorang insan ditegaskan untuk beriradah hanya kepada Allah,
memenuhi segala qudrah Allah, beriman kepada Allah, dan akhirnya berada dalam
kebenaran atau terhindar dari kesesatan. Menyadari bahwa hakikat ilahiyah dan
insaniyah adalah dekat, menyebabkan lahirnya bimbingan langsung dari Allah
tanpa perantara, mendapatkan kesadaran diawasi secara langsung dari Allah.
Kedekatan antara Allah dan Hamba adalah sangat dekat, tentunya jika hamba itu
mencintai Allah dan tidak hanya melaksanakan ibadah sebagai rutinitas semata.

Pada akhirnya, tidak semua manusia diakui oleh Allah sebagai hamba-Nya.
Hanya sebagian dari sekian banyak manusia yang diakui sebagai hambaNya. Ini
artinya bahwa hakikat insaniyah dan ilahiyah juga merupakan hubungan kausal
(jika mengakui maka diakui); misalnya yang terdapat dalam ayat berikut:
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali
orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat. (al-Hijr: 42).

Ayat diatas menunjukkan bahwa kata kecuali merupakan penolakan terha-


dap manusia yang sesat. Allah tidak mengakui sebagian manusia sebagai hamba-
Nya, lantaran mereka mengikuti syaithan. Dan bagi Allah, syaithan tidak akan bisa
menggoda hamba-Nya. Ini menunjukkan bahwa derajat hambasangatlah tinggi
untuk ukuran manusia, karena sejauh ini, setiap manusia senantiasa masih dikuasai

21
oleh syaithan. Dan ternyata, hanya sebagian dari manusia di muka bumi ini yang
diakui sebagai hamba Allah, yakni orang-orang yang juga mengakui hakikat Allah
sebagai Sang Ilahi, dengan pengakuan dan persaksian yang sesungguhnya.

Melihat hakikat yang telah dipaparkan, maka insan dan ilahi itu laksana
cahaya dan sifat meneranginya, es dengan dinginnya, pedang dengan tajamnya.
Sebuah misal lain, adanya seorang ayah karena ada anak yang mengakuinya, adanya
seorang suami karena ada isteri yang mengakuinya. Artinya, secara hakikat, Ilahi
dan Insani itu merupakan kausalitas yang tak dapat dilerai satu dan yang lainnya.
Dengan demikian, adanya Allah sebagai kenyataan adanya hamba, dan begitu pula
sebaliknya. Maka, secara hakikat, Allah dan hamba itu tidak terpisah-kan, atau
merupakan rangkaian hakikat yang tak terpisahkan.

Wihdatul Wujud, pada gilirannya, merupakan sebuah paradigma sufistik yang


sarat dengan makna hakikat dan bukan makna syariat. Para ahli syariat, yang sudah
tentu tidak ahli dalam hakikat, langsung saja menghempaskan ajaran al-Hallaj, Ibnu
Arabi, al-Busthami, dan Syekh Siti Jenar dalam kekafiran, padahal mereka tidak
memahami bahwa ajaran Wihdatul Wujud merupakan penyatuan secara hakikat,
dan bukan dzat. Tidakmungkin dzat Allah menyatu dengan dzat hamba, karena
dzat Allah laisa kamistlihi syaiun (tidak serupa dengan apapun) dan Maha Suci.
Sementara dzat manusia adalah kotor dan hina. Seperti yang digambarkan dalam
surat al-Mursalat ayat 20 dan surat as-Sajdah ayat 8; bahwa manusia diciptakan dari
air yang hina. Para sufi yang berilmu tentu saja tidak luput dari perhatian kearah ini.

Tetapi secara hakikat, ruh manusia merupakan tiupan ruh Allah yang juga
suci. Karena yang suci akan berasal dari Yang Maha Suci. Sifat Ilahiyah dan Sifat
Insaniyah Dari segi sifat, manusia mewarisi tiga sifat yang potensial; yakni sifat
ilahiyah, sifat malaikat, dan sifat hewani. Secara jasmaniah, insan mewarisi sifat
hewani seperti makan, minum, kawin, bertumbuh, memiliki rasa marah, dan seba-
gainya. Sifat ini diakomodir oleh hawa nafsu, dan inilah sisi hewani manusia. Jika
manusia lebih condong pada sifat hewani, maka dia lebih rendah dari pada
binatang. Untuk menghindari ini, maka manusia juga diberikan akal dan ilmu. Dari
segi malaikat, manusia memiliki naluri beriman, beribadah, dan taat. Sedangkan
sifat ilahiyah, hampir semua sifat Allah diwarisi oleh manusia, hanya saja sifatnya
tidak memiliki makna Maha.

Jika Allah Maha Esa, maka manusia itu pun esa. Kita hanya terlahir sekali, dan
kita akan mati sekali. Kita tidak pernah ada bandingan dengan segala sesuatu
apapun, atau dengan seorang pun. Esa, unik dan memiliki kekhususan yang tidak
akan pernah sama, walaupun kembar identik. Marifat terhadap sifat-sifat ilahiah
yang terwarisi pada diri merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Ini penting
dalam rangka menuju hakikat insan kamil. Segala sesuatu Allah wariskan kepada

22
kita, namun kita saja yang kemudian membuang satu demi satu. Sedangkan seba-
gian besar lebih mementingkan aspek hewaninya, dan sebagian lagi mementingkan
aspek malaikatnya. Adanya sifat-sifat hewani dalam diri manusia adalah untuk
menguji sifat malaikat. Sedangkan adanya sifat malaikat itu disebabkan karena
manusia diciptakan dengan model ciptaan sebelumnya, yakni malaikat; sifat-sifat
malaikat menjadikan kita beriman dan taat. Sementara sifat-sifat ilahiyah menjadi
penuntun menuju insan kamil.

Apa yang menjadi titik temu antara hakikat ini dengan Wihdatul Wujud?
Kembali kita melihat para sufi yang berzuhud, mereka jarang makan, jarang minum
(puasa), mereka jarang tidur untuk berdzikir kepada Allah diwaktu malam, mereka
menjauhi obrolan yang sia-sia, mereka membenci pembunuhan, dan melatih kesa-
baran untuk melumpuhkan hawa nafsu. Mereka melakukan mujahadah semacam ini
demi menekan sifat hewani dalam diri mereka habis-habisan. Pada saat yang sama,
mereka juga menghiasi diri dengan amalan-amalan ketaatan meniru apa yang
dilakukan oleh para malaikat. Disamping melaksanakan amalan fardhu dan rawatib,
mereka juga melakukan amalan yang dilakukan oleh para malaikat, yaitu berdzikir
memuji Allah. Dengan melakukan ini, mereka sebenarnya melakukan perjalanan
ruhani menuju tingkat tertinggi, yakni tingkat marifatunnafs. Mereka menemukan
diri mereka sebagai hamba yang memiliki sifat-sifat ilahiyah, sebagian sufi menye-
but sifat-sifat rabbaniyah. Sebagai sesuatu yang diwarisi, mereka ingin bertemu
dengan sumbernya, yakni yang mewariskan sifat itu, Allah. Sebelum mereka sampai
pada mengenal Allah, mereka harus mengenal diri sendiri, apa yang disebut
marifatunnafs. Ini tercermin dalam ungkapan man arafa nafsahum faqad arafa
rabbahum (barangsiapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya).

Mereka kemudian mencari jati diri yang sebenarnya, dan ini akan semakin
mudah jika aspek-aspek selain Allah dihilangkan (dilupakan) lebih dahulu. Para sufi
kemudian melakukan perjalanan dengan pendekatan tauhid yang empat. Yaitu
Tauhidul Asma, Tauhidus Sifat, Tauhidul Afal, dan Tauhiduzzat.

Derajat Tauhid
Para sufi, para ahli hakikat, selalu saja ribuan langkah lebih maju dan lebih
depan dari yang bukan sufi dan bukan ahli hakikat. Kata tauhid senantiasa diartikan
dengan menyucikan Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Para sufi, khususnya sufi
Wihdatul Wujud, mendapatkan pemahaman yang lebih tinggi dari itu. Marilah kita
bahas empat derajat tauhid tersebut.

Tauhidul Asma

23
Persoalan nama Allah merupakan persoalan yang sering dibahas asal-usulnya.
Sebagian literatur menyebukan bahwa kata Allah merupakan destinasi terakhir
dari El, Eli, Elah, Ilah, Allah. Semua kata ini, konon, berasal dari bahasa Aram. El
digunakan untuk merujuk pada Dzat Mulia, digunakan oleh Ezra. Sementara itu, Eli
digunakan di zaman nabi Isa a.s. Misalnya di dalam kitab Injil tertulis Yesus ber-
teriak Eli Eli Lama Sabaktani yang artinya Tuhan, Tuhan, mengapa Engkau
tinggalkan daku. Kemudian kata Elah dan Ilah yang digunakan untuk arti yang
sama sampai pada bahasa Arab (ilah artinya Tuhan) dan Allah dengan tujuan yang
sama, Tuhan. Tentang hal ini, sangat terbuka untuk dikritik.

Jika dilihat dengan baik, maka perjalanan sebutan Allah ini melalui proses
panjang namun pada satu konteks, yaitu konteks bahasa lokal yang menderivasi
atau turun-temurun; dari bahasa Aram, Ibrani, ke Arab. Pertanyaannya adalah,
apakah benar Allah adalah nama Tuhan secara dzat?
Hal penting yang harus dicermati adalah bahwa al-Quran turun dengan bahasa
Arab yang mudah dipahami oleh masyarakat Arab sendiri. Misalnya nama Allah
sendiri. Dalam al-Quran surat al-Qashash ayat 30 misalnya, Allah mendeklarasikan
dirinya secara demikian. Allah Maha Mengetahui, hanya kata Allah saja yang
paling relevan bagi bangsa Arab untuk merujuk pada diri-Nya. Bagaimana jika al-
Quran tidak turun dalam bahasa Arab, namun bahasa Inggris, tentu saja kita tidak
akan menyebut nama-Nya Allah, namun dengan kata God.

Jika memang benar Allah adalah nama Tuhan, maka betapa kasar dan tidak
sopannya kita karena menyebut nama-Nya tidak lebih dari seperti memanggil nama
teman kita. Kepada ayah kita tidak memanggil nama, kepada guru kita tidak juga
berlaku demikian, tetapi kepada Allah kita memanggil nama-Nya? Ini suatu hal
yang tidak pernah dipikirkan oleh yang bukan ahli hakikat. Sesungguhnya, ketika
Allah mendeklarasikan ketuhanan-Nya innany Annallah dimaksudkan Sesung-
guhnya Akulah Tuhan dan Tuhan adalah hakikatnya, dan bukan nama dzat-Nya
yang sesungguhnya tidak berhuruf tidak pula bersuara. Sehingga pada tahap nama,
Allah hanyalah sebuah sebutan hakikat sebagai Tuhan dan bukan nama dzat-Nya.
Allah hanya mengajarkan bagaimana mensifati-Nya lewat asmaul husnah, namun
mengenai hakikat dzat-Nya sendiri, Allah adalah Sirr (Rahasia). Oleh karena itu, al-
Hallaj lebih suka menyebut Ana al-Haqq ketimbang innany Annallah. Nama
dzat-Nya tidak tersentuh, dan hanya bisa ditauhidkan dengan marifat, Hu (Dia).
Sebagaimana ketika para sufi telah mengalami fana, kebingungan melanda. Mereka
tidak lagi bisa membedakan mana Allah dan mana Allah dalam sebutan. Insan
Wihdatul Wujud tidak menemukan Tuhan sebagai Allah saat fana namun menemu-
kan Dia sebagai Dia.

Tauhidus Shifat

24
Setelah mentauhidkan asma Allah secara marifat sebagai sirr, maka sesudah
itu mentauhidkan sifat-sifat ilahiyah. Beberapa sifat yang sangat relevan adalah
bahwa Allah itu Wujud. Wujudnya Allah merupakan kenyataan maujud insan.
Mentauhidkan Wujud Allah adalah sekaligus mentauhidkan yang maujud. Allah
hadir dalam maujud insan, baik sebelum, sedang, dan sesudah maujud itu ada. Jika
melihat makhluk, maka itu adalah cerminan Qidam Khaliq.

Kemudian, Allah Qiyamuhu Taala binafsihi, seperti huruf alif yang berdiri
tegak tanpa penyanggah apapun. Allah pun beriradah dan insanpun demikian,
hingga qudrat ilahiyah pun ada pada qudrat insaniyah seperti yang telah dipapar-
kan sebelumnya. Mentauhidkan sifat Allah adalah mengumpulkan segala sifat
kepada Yang Satu dan mengembalikan Yang Satu kepada yang segala. Melihat sifat
Allah pada insan dan semesta, merupakan wujud tauhidus shifat, dan juga sebalik-
nya, melihat sifat insan sebagai wujud sifat Allah. Akan tetapi hal ini hanya berlaku
untuk para sufi yang sudah berzuhud menolak dunia dan akhirat. Bagi anda yang
bukan atau baru akan menuju ke Wihdatul Wujud, hal ini sangat diharamkan bagi
anda; oleh karenanya anda pun mengharamkan hal demikian.

Mengakui bahwa sifat insan merupakan wujud sifat Allah tanpa marifat sebe-
lumnya merupakan pengakuan buta, dan kafir. Bukan hanya kebanyakan para ahli
fiqih mengkafirkan ajaran ini, tetapi para sufi pun akan mengharamkan pengakuan
ini, jika diakui oleh orang yang belum mengalaminya, atau belum melalui jenjang-
jenjang yang sudah ditentukan.

Tauhidul Afal

Perbuatan merupakan wujud sifat, dan begitu pula sebaliknya. Kita melihat
bumi berputar, matahari bergerak, angin bertiup, dan sebagainya, hingga jantung
berdetak, merupakan afal Allah pada alam dan pada insan. Mentauhidkan perbua-
tan Allah maksudnya mengembalikan segala hakikat perbuatan pada qudrat dan
iradat, baik itu hakikat ilahiyah maupun insaniyah. Qudrat Allah adalah bahwa Dia
berkuasa melakukan apapun yang Dia inginkan, dan Iradah Allah adalah bahwa Dia
berkehendak sesuai dengan keinginan-Nya sendiri. Tidak demikian pada perbuatan
insan. Meskipun insan memiliki qudrat (kuasa) untuk melakukan apa yang
diinginkan, tetapi insan memiliki qudrat yang berada dibawah qudrat Allah. Begitu
juga iradah (kehendak), walaupun insan berkehendak pada sesuatu, namun iradah
Allah yang menentukan.

Tauhidul afal adalah mengembalikan segala perbuatan insan yang dilakukan


atas dasar qudrah dan iradah kepada qudrah dan iradah Allah. Artinya, kita tidak
akan berkuasa tanpa izin Allah, dan tidak pula mencapai kehendak tanpa izin Allah.

25
Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua perbuatan akan dihukumkan sebagai
perbuatan Allah. Perlu dipisahkan antara perbuatan Allah dan perbuatan insan
(Afal Allah dan afal insan).

Afal Allah meliputi afal insan, sedangkan afal insan berada di dalam dan di
bawah afal Allah. Sehingga dari segi perbuatan, meskipun insan yang mempertang-
gung jawabkan perbuatannya tanpa didzalimi oleh Allah, tetap saja semua bergerak
pada koridor yang sudah ditentukan oleh Allah sendiri. Inilah mengapa sehingga
para sufi yang perbuatannya sudah terikat zuhud selalu merasa dibimbing oleh
Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam sebuah dalil:
Apa bila Aku sudah mencintai hambaKu, maka Aku menjadi matanya dan denganKu dia
melihat, Aku menjadi telingaNya dan denganKu dia mendengar; Aku menjadi lisannya dan
denganKu dia berkata-kata...

Dalil ini menegaskan bahwa bagi orang yang sudah mentauhidkan perbuatan
(Afal Allah dan insan) akan senantiasa terjaga, karena dia tidak akan melakukan
perbua-tan apapun terkecuali itu diizinkan oleh Allah, dan sesuai dengan ketentuan
Allah sendiri. Inilah Wihdatul Wujud, dan bukan menganggap bahwa perbuatan
manusia merupakan perbuatan Allah. Saya ingatkan, bahwa ini diharamkan bagi
orang-orang yang belum sampai pada tingkatan yang seharusnya; bukan dikafirkan
oleh orang yang belum sampai ilmunya.

Tauhiduzdzat

Tingkat ini adalah tingkat paling tertinggi dari mentauhidkan Allah. Tauhid
bukan semata-mata bertawakkal dan menolak tuhan selain Allah, tetapi juga
menolak segala sesuatu selain Allah. Akan tetapi penolakan ini hanya bermaksud
untuk mendapatkan pengenalan yang murni, tanpa ada distorsi saja. Tauhid bukan
hanya mengumandangkan tahlil dan melaknat latta, uzza, dan manatta. Akan tetapi
tauhid juga mensucikan Allah dari segala sesuatu selain Dia, termasuk diri sendiri.

Jangan mengira diri sendiri tidak bisa menjadi berhala. Jika seseorang telah
melaku-kan shalat selama puluhan tahun, hingga dahinya menghitam sebagai bekas
sujud-nya, dan dia merasa sudah menjadi ahli ibadah, maka perasaan dan dirinya
itu akan menjadi sesuatu selain Allah, yang bisa menghalangi dia dari pengenalan
Allah yang sesungguhnya.

Allah adalah Dzat Yang Maha Tinggi, Mulia, Indah, dan seterusnya. Dia tidak
serupa dengan apapun, dan tidak bisa digambarkan dengan apapun. Wihdatul
Wujud tidak pernah menggambarkan Dzat Allah, apalagi menyamakan Allah
dengan diri sendiri, ini fitnah. Wihdatul Wujud tidak pernah mengklaim bahwa diri
adalah Allah, ini juga fitnah. Wihdatul Wujud tidak pernah menceritakan Dzat

26
Allah, melainkan Wihdatul Wujud adalah sebuah kesadaran mistis bertemunya
dengan Allah tanpa diri sendiri. Allah tidak akan pernah didapati dengan pengliha-
tan, baik dengan mata hati maupun dengan mata kepala. Namun Dzat Allah bisa
disadari hakikat-Nya, tentu saja hal ini tidak akan diterima bagi orang-orang yang
belum melewati tarafnya.

Mentauhidkan Dzat Allah adalah menyadari bahwa Allah memiliki Dzat-Nya


sendiri yang terlepas dari dzat-dzat lain. Di saat yang sama, mentauhidkan Dzat
Allah adalah melupakan dzat-dzat lain, dan hanya Allah satu-satunya Dzat yang
Maha Ada; yang lain hanya diadakan saja.
Di dalam hadits qudsi Allah berfirman, Disaat engkau hadir maka Aku pun ghaib;
dan disaat engkau gaib maka Aku pun hadir. Dalam hadits qudsi lain Sesungguh-nya
Akulah yang maha Nyata, namun kenyataanmu telah merenggut kenyataan-Ku. Dua
hadits qudsi ini menjadi jaminan bahwa kenyataan diri sendiri (maujud) merupakan
penghalang yang menyebabkan kenyataan Allah (Ujud) menjadi gaib.

Untuk mencapai derajat tauhiduzzat, maka insan harus mampu mengingat


hanya Allah dan melupakan selain Allah termasuk melupakan diri sendiri, karena
diri sendiri adalah sesuatu selain Allah. Ketika Dzat Allah menampakkan diri,
maka dzat diri sendiri menjadi luluh lantak, sirna seperti setetes air masuk ke samu-
dra tak bertepi; lebur seperti gunung-gunung hancur dan nabi Musa a.s pun pingsan
(tidak menyadari bahwa dirinya maujud). Proses demikian disebut fana.

Imam Ali menyebutkan bahwa dia pernah mengalami hal ini (dalam kitab
Tanyalah Aku Sebelum Engkau Kehilangan Aku) bahkan Imam Ali (Sayidina Ali
KW) mengalami fana di dalam fana, hingga hanya Allah yang disaksikan, diri
sendiri sudah dilupakan. Fana, menurut para sufi, juga terbagi menjadi fana fil afal,
fana fil asma, fana fis shifat, dan fana fiz dzat. Fana tingkat ini adalah fana tauhid
tertinggi, dan hanya dengan cara ini insan bisa mengenal Allah secara kaffah.

Seluruh penjelasan dari sebelumnya hingga di tahap ini merupakan serang-


kaian yang tidak dapat dikaji secara terpisah. Salah satu penyebab adanya salah
tafsir terhadap Wihdatul Wujud adalah karena tafsiran terpisah. Semua ini juga
tidak mungkin bisa didapati dengan cara berpikir, namun dengan cara melaksa-
nakannya. Oleh sebab itu, sangat rugi orang-orang yang mengkafirkan dan membu-
nuh para auliya Wihdatul Wujud dengan berdasar pada pengetahuan dan kajian
parsial, sudah barang tentu alasannya karena apa yang mereka sampaikan adalah
sebuah kesadaran spiritual yang luar biasa dahsyat. Akan tetapi, juga disadari
bahwa semua ini adalah rahasia Allah yang harus ditutupi. Tetapi sampai kapan?
Jika semakin lama semakin banyak para auliya dikafirkan dan dibunuh? Dan
meskipun rahasia Allah, dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa Innahu Sirri
wa Anaa Sirruhu yang anrtinya Sesungguhnya hambaKu adalah rahasiaKu dan

27
Aku adalah rahasianya. Rahasia Allah ada dalam diri kita sendiri, dan apa yang
kita alami akan selalu menjadi rahasia Allah. Sehingga rahasia ini sebenarnya adalah
rahasia antara kita dan Dia, sangat personal dan oleh karena itu hanya bisa diung-
kap kebenarannya melalui pengalaman dan bukan bacaan semata.

Menjelaskan Wihdatul Wujud


Premis-premis terhadap Wihdatul Wujud Berikut ini akan saya paparkan
beberapa saja dari premis yang dilontarkan kepada para sufi Wihdatul Wujud, dan
saya akan menjelaskan bahwa premis-premis tersebut sangat tidak relevan dengan
Wihdatul Wujud yang sesungguhnya. Kebanyakan diantara premis tersebut
disebabkan oleh kajian parsial yang dilakukan oleh para pakar fiqh, dan tentu saja
setiap orang yang tidak mengalami Wihdatul Wujud pasti akan menganut premis-
premis tersebut juga. Saya ingin menekankan bahwa Wihdatul Wujud itu bisa
menjadi haram jika diakui oleh orang yang belum pernah melewati tahap fana.

Premis pertama adalah Wihdatul Wujud sesat karena tidak ada lagi dikotomi
Pencipta dan ciptaan. Wihdatul Wujud yang sesungguhnya tidak menghapus
adanya ciptaan, tetapi insan sebagai ciptaan telah melupakan dirinya sendiri, sehing-
ga yang ada hanyalah Pencipta dan ini hanya terjadi pada proses fana saja; tentu saja
jika insan telah kembali pada kesadaran insaniyahnya, diapun akan mengakui
bahwa dia hamba dan Allah adalah Tuhan. Wihdatul Wujud mengakui bahwa Allah
adalah Pencipta dan manusia (sufi) hanyalah seorang insan yang berupaya
memahami Allah tanpa ada perantara, termasuk diri sendiri. Ini akan menjawab
pertanyaan jika semua adalah Allah, maka apa fungsi hamba? sebenarnya perta-
nyaan ini keliru, tetapi jika harus dijawab maka akan dijawab (untuk melanjutkan
paparan di atas) bahwa fungsi hamba adalah untuk meniadakan segala sesuatu
selain Dia, termasuk dirinya sendiri.

Premis kedua, bahwa Wihdatul Wujud adalah Pantheisme, yang menggene-


ralisir bahwa segala sesuatu adalah Allah. Ini sebuah kekeliruan, dan kekeliruan ini
bera-wal dari pernyataan Ibnu Arabi. Saya mengakui bahwa Ibnu Arabi terlanjur
meng-ungkapkan kalimat yang mungkin tidak sesuai dengan pengalamannya
sendiri, tetapi setiap sufi punya cara masing-masing. Tidak sepenuhnya benar
bahwa Wihdatul Wujud menyapu rata bahwa segala sesuatu itu Allah; artinya
Wihdatul Wujud bukan Pantheisme. Kesadaran tauhid tingkat tinggi, seperti yang
saya papar-kan sebelumnya, mengangkat sebuah kesimpulan bahwa segala sesuatu
diliputi oleh qudrat dan iradah Allah. Mulai dari sifat sampai perbuatan segala
makhluk merupa-kan kenyataan bahwa Allah beriradah dan Allah berqudrat.

28
Melihat adanya jejak perbuatan Allah pada segala sesuatu itulah Wihdatul Wujud,
jadi bukannya segala sesuatu itu adalah Allah.

Premis ketiga, bahwa Wihdatul Wujud menyamakan antara Pencipta dan


ciptaan. Sebuah misal dilontarkan adalah seorang tukang kayu dan kursi yang
dibuatnya; sudah tentu kursi bukanlah tukang kayu. Wihdatul Wujud tidak akan
juga meng-anggap bahwa kursi adalah tukang kayu, dan juga sebaliknya.

Bukan hanya itu, bahkan seorang anak yang murni (secara jasmani) merupakan
hasil percampuran antara ayah dan ibu sekalipun tidak akan disamakan; anak tetap
anak, ayah tetap ayah, dan ibu tetap ibu. Sangat naif untuk menyamakan semuanya.
Tetapi yang perlu disadari bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan qudrah
dan iradah melalui kalam KUN dan tanpa bahan baku. Sehingga misal diatas
tidak relevan. Adapun yang terdapat dalam Wihdatul Wujud, mengenai hubungan
antara Pencipta dan ciptaan adalah percikan dan Sumber. Pencipta tetap pada haki-
katnya dan ciptaan juga pada hakikatnya. Tetapi khusus untuk manusia, Allah
memberikan kelebihan khusus, yaitu adanya percikan ilahiyah yang merupakan
peta untuk kembali kepada Sumber utama, yaitu Allah sendiri. Dan untuk menelu-
suri peta itu, haruslah dengan jalan yang telah saya ulas diatas, hingga mencapai
tahap fana.

Premis keempat, bahwa Wihdatul Wujud meniscayakan penyatuan wujud


antara Allah dan hamba; ini keliru, dan mungkin istilah Wihdatul Wujud harus
direform menjadi Wihdatul Hakikat. Hakikat ilahiyah dan hakikat insaniyah
memiliki hubungan kausal, dan hubungan itu tidak akan bisa terpisah. Ketidak
terpisahan itu merupakan jembatan yang menghubungan antara kedua hakikat. Ini
sebabnya mengapa kedua hakikat itu berbeda tetapi disatukan, karena adanya
hubungan kausal. Tidak benar bahwa Wihdatul Wujud meniscayakan penyatuan
secara fisik, bahkan ketika seorang sufi fana, pikirannya pun sudah tidak berfungsi;
bagaimana bisa seorang sufi yang dengan kesadaran insaniyahnya berani mengaku
bahwa Allah mengambil tempat dalam wujud fisiknya? Ini mustahil.

Para sufi Wihdatul Wujud mengungkapkan ungkapan-ungkapan seperti Ana


al-Haqq atau Syekh Siti Jenar tidak ada, yang ada adalah Gusti Allah merupakan
kalam qadim yang bersumber dari mabuk marifat atau ekstase sufistik. Ini tidak
bisa disalahkan karena mereka berada pada tataran labil, dan mereka tidak akan
mengungkapkan secara normal. Namun setelah mengalami hal tersebut, kesadaran
spiritual itu sudah menjadi sesuatu yang permanen.

Namun sekali lagi, kesadaran itu hanya dialami pada satu titik fana saja.
Memang benar, bahwa meskipun sufi tersebut sudah kembali pada kesadaran

29
insaniyahnya, tidak akan merubah apa yang telah dia alami. Akan tetapi pada saat
itu pula sang sufi hanya mengetahui bahwa telah terjadi pengenalan (marifatullah)
secara kaffah tanpa penghalang, termasuk diri sendiri. Alhasil, apa saja yang selama
ini menjadi gambaran tentang Wihdatul Wujud tidak pernah menjadi jelas.

Premis keenam, bahwa Wihdatul Wujud adalah hasil spekulasi filsafat (hasil
olah pikir para sufi). Para sufi dengan sangat terpaksa harus menjelaskan apa yang
mereka alami, dan akhirnya penjelasan mereka dituduh sebagai spekulasi. Ini tidak
benar, Wihdatul Wujud bukanlah sebuah hasil spekulasi. Walaupun para sufi
akhrinya harus berfilsafat agar bisa menjelaskan fenomena tersebut, itu hanya
karena filsafat satu-satunya jalan untuk menjelaskan fenomena secara sistematis dan
komprehensif. Wihdatul Wujud-lah fenomena itu, sedangkan dari dulu hingga
sekarang Wihdatul Wujud malah disebut-sebut sebagai hasil olah pikiran. Sekali
lagi, Wihdatul Wujud adalah fenomenanya, dan dijelaskan oleh para sufi dengan
cara (terpaksa) berfilsafat, bukan hasil berfilsafat itu yang menjadi Wihdatul
Wujud. Dimana manusia hidup, disitu pastilah ada proses berpikir, dan Allah senan-
tiasa menekankan bahwa apa yang ada di langit dan di bumi, diantara malam dan
siang, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir (al-Baqarah:
164; Ali Imran: 190; Yunus: 6). Akan tetapi Wihdatul Wujud bukanlah hasil
pemikiran ini, tetapi penjelasan tentang Wihdatul Wujud mengambil perumpamaan-
perumpamaan dengan cara berpikir.

Masih banyak lagi premis yang dilontarkan, tetapi saya pikir beberapa diatas
sudah cukup untuk meluruskan pandangan umum yang miring terhadap Wihdatul
Wujud. Intinya adalah, bahwa Wihdatul Wujud hendaknya dialami, sebaiknya juga
tidak dikaji secara parsial, karena hanya akan menimbulkan kesalahpahaman yang
berujung pada tuding-tudingan.

Perumpamaan dan Penjelasan


Pada bagian ini, saya akan memaparkan simbol dan misal yang digunakan
sebagai perumpamaan dalam Wihdatul Wujud. Saya mengakui bahwa terdapat
misal-misal yang digunakan yang sebenarnya keliru, seperti misal pecahan kaca
dan wajah milik Ibnu Arabi.

Pecahan kaca dan Wajah

Ibnu Arabi menggunakan perumpamaan pecahan kaca, jika ada seribu pecahan
kaca dan satu wajah, maka satu wajah itu akan terlihat di setiap pecahan kaca itu.
Beliau menyatakan bahwa satu wajah itu adalah Allah, sedangkan pecahan kaca itu
adalah makhluk. Kesempatan ini saya ingin meluruskan pandangan tersebut.

30
Adapun pecahan-pecahan kaca itu sudah merupakan makhluk, namun bukan
berarti bahwa Allah ada disetiap diri makhluk. Hanya manusia saja yang
mendapatkan kehorma-tan itu, sehingga diperintahkan segala malaikat untuk
bersujud. Akan tetapi disegala sesuatu itu terdapat jejak-jejak perbuatan Allah,
misalnya pohon tumbuh dengan Hukum-Nya, air mengalir dengan iradah-Nya,
angin bertiup dengan perintah-Nya (al-Baqarah:164, misalnya), dan seterusnya.

Melalui penjejakan ini, maka insan tidak lagi terpaku pada eloknya ciptaan,
tetapi elok dan kuasanya Sang Pencipta. Sehingga yang dimaksud dengan
perumpamaan itu adalah melihat jejak-jejak Afal Allah dibalik segala kenyataan
yang ada. Cincin Kehidupan (Awal adalah akhir, dan akhir adalah awal). Kehidupan
manusia seperti sebuah cincin, dimana temukan awal maka disitu pulalah akhir; dan
akhir itu merupakan awal pula. Jika diperhatikan, orang yang sudah menjelang usia
sangat tua, sikapnya kembali pada sikap kanak-kanak, dan bahkan
ketidakberdayaannya seperti bayi. Ini karena dia kembali pada awal dia
dilahirkan. Cincin tersebut tidak benar-benar berupa cincin, tetapi ada sedikit
potongan yang memisahkan cincin tersebut. Kita berasal dari Allah dan Allah-lah
tempat kita akan dikembalikan.

Awal merupakan akhir, dan akhir itu merupakan awal. Yang dimaksudkan
adalah bahwa manusia dihidupkan dengan tiupan nafas, dan akan berakhir dengan
meng-hembuskan nafas, yaitu nafas yang ditiupkan untuk menghidupkan dan kelak
akan diambil untuk mematikan. Perjalanan kembali kepada awal sebelum waktunya
memang disebut prematur, tetapi itulah yang harus dilakukan agar kehidupan di
dunia ini tidak sia-sia. Jika semasa hidupnya kita tidak pernah menziarahi awal,
yakni berjumpa dengan Allah, maka kita sama saja seperti orang yang buta. Ketika
hidup tidak mengenal Allah, dan ketika menjelang sakaratul maut kita pun tidak
mengenal Allah. Dengan kata lain, kita buta kepada Allah semasa hidup, maka akan
lebih buta lagi di akhirat nanti (al-Isra:72).

Alif
Suatu ketika, Rasulullah ditanyakan tentang hakikat ikhlas. Rasulullah
menjawb Ikhlas itu laksana seekor semut hitam, berada di atas batu hitam, di dalam
goa, di malam hari. Makna yang terkandung adalah bahwa Rasulullah memba-
yangkan keberadaan semut hitam itu yang tidak diketahui oleh siapapun terkecuali
semut hitam itu sendiri dan Allah. Hubungan saling mengetahui itu membentuk
garis vertikal antara Allah Maha Tinggi dan insan yang rendah diri. Garis vertikal
itu kemudian membentuk huruf Alif yang menggambarkan sifat Allah Qiyamuhu
Binafsihi.

31
Kegelapan yang dialami oleh insan merupakan rahasia keberadaannya di alam
jiwa, kegelapan itu hanya diketahui oleh Allah, dan kerahasiaan itulah yang disebut
dengan ikhlas. Alif itu menghubungkan hakikat Allah di satu titik tertinggi, dan
insan di satu titik terendah, tetapi apakah ujung-ujung huruf alif itu terpisah? Allah
menciptakan insan (Adam) dan diturunkan ke bumi; kemudian Allah juga berfirman
bahwa pada akhir sepertiga malam Dia turun ke langit yang dekat dengan bumi,
kedua pernyataan ini menggambarkan bahwa ada posisi atas dan posisi bawah.
Adam diturunkan melalui aliran vertikal Alif dari atas ke bawah, dan Allah turun
dari singgasana-Nya pun menggambarkan gerak vertikal dari atas ke bawah. Ini
menggambarkan posisi Allah sebagai Al-Ala (Yang Maha Tinggi) kedudukan-Nya,
dan insan pada derajat yang rendah karena diciptakan dari air yang hina (secara
jasmaniah). Dalam tasawuf, konsep ini disebut marifatul Alif. Tetapi dalam hal ini,
Alif hanyalah sebuah simbol saja, yang menjelaskan posisi hamba tetap rendah,
posisi Allah tetap tinggi dan tak sederajat, tetapi ujung demi ujung huruf Alif itu
merupakan jalinan rahasia yang menyatukan hamba dan Allah, yakni keikhlasan.

Setetes air dan samudra tak bertepi dan secercah cahaya dan matahari Ini
merupakan perumpamaan yang berulang-ulang digunakan dalam penjelasan-penje-
lasan sebelumnya. Insan merupakan hasil dari qudrat dan iradah Allah, dan oleh
karenanya datang dari Allah kembali kepada Allah. Setetes air yang tertetes ke
samudra tak bertepi tidak akan merubah hakikat samudra itu, tetapi menghilangkan
hakikat insan; bukan berarti insan menjadi Allah, tetapi kesadaran insan lebur dan
hanya Allah Yang Maha Ada. Sesaat saja, ketika tetesan air tadi terhempas kembali
keluar dari samudra tak bertepi, tetesan tersebut tetap mengingat samudra tak
bertepi untuk selamanya.

Seorang insan yang kembali pada kesadaran insaniyahnya, tidak akan pernah
melupakan siapa Tuhan-Nya. Ini memang merupakan kerja keras yang sangat dan
sangat berat, namun ganjarannya pun sangat manis, yaitu bertemu dengan Allah
tanpa perantara, bahkan tanpa diri sendiri. Dengan kata lain, pertemuan manis
antara Allah dan insan merupakan buah dari kerja keras melakukan perjalanan dan
upaya (apapun itu), seperti yang digambarkan dalam al-Quran bahwa perjalanan
itu akan tingkat demi tingkat (al-Insyiqaaq:19) dan akhirnya bertemu dengan Allah
(al-Insyiqaaq:6).

Titik dan Cahaya


Sebagaimana hubungan dengan Allah disimbolkan dengan Alif yang berdiri
tegak tanpa disanggah apapun, insan disimbolkan dengan titik yang merupakan
bayangan dibawah kaki Alif itu. Mengapa bayangan Alif membentuk titik? Hal ini

32
karena cahaya yang menyinari Alif itu berada tepat diatas Alif. Alif itu merupakan
Zaitunatil la syarkiyyah wala gharbiyyah, cahaya itu tidak berada di timur atau di barat,
tidak pula di selatan atau di utara, dan berada tepat di atasnya. Cahaya itulah
Nurullah, yang Allah berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki (an-Nuur:35).

Sesungguhnya Nur itu terdiri atas 3, yakni Nurullah, Nur Muhammad dan Nur
Insan. Ada yang menyebutnya Nur Islam, Nur Iman, dan Nur Ihsan. Inilah yang
dimaksud dalam ayat di surat Annur sebagai cahaya di atas cahaya. Insan hanyalah
titik yang merupakan bayang-bayang Tuhan, yang mendapatkan pancaran
cahaya, hingga cahayanya sendiri memendar seperti tersentuh oleh cahaya yang
lain. Cahaya insan merupakan cahaya pinjaman yang dipantulkan dari cahaya
Muhammad (seperti cahaya bulan meminjam cahaya matahari), dan Nur Muham-
mad itu sendiri merupakan pancaran Nur Ilahiyah, atau Nur Muhammad. Insan
tercipta dari satu titik air yang hina (Yaasin:77), dan titik itu pula awal segala huruf
dan kejadian. Titik mengawali alif, ba, ta, tsa, dan seterusnya. Sehingga ada dua jenis
titik, yaitu titik nuthfah, dan titik nukhtah. Dari titik-titik ini insan dan al-Quran
diciptakan, sehingga insan dapat mengenali Allah dengan dua jalan, yaitu jalan
melalui diri sendiri, dan jalan melalui al-Quran.

Melalui diri sendiri, insan akan menemukan akhir bahwa dia hanyalah titik
yang tidak berdaya, yang berada di dalam samudra tak bertepi, yang lemah berada
di dalam kekuatan dan kebesaran, yang merupakan bayangan dari Alif Qiyamuhu
Taala Binafsihi. Sedangkan melalui al-Quran, dia akan menemukan dirinya adalah
titik di bawah huruf Ba dari ayat Bismillahirrahmanirrahim, ayat pertama surat al-
Fatihah. Artinya, dia berada di bawah awal al-Quran diturunkan, dan dia harus
menjalankan semua perintah karena dia hanyalah titik bayang-bayang semata, yang
tidak berdaya upaya, kecuali bersandar kepada Allah semata. Bertemunya titik dan
Alif kembali yaitu kenyataan bahwa al-Quran diawali dengan huruf Ba, sedangkan
ayat pertama yang turun adalah Iqra, yang diawali dengan huruf Alif. Inilah, Alif,
titik, dan cahaya. Cahaya menyinari Alif, dan menghasilkan bayangan titik. Cahaya
adalah Nurullah, Alif adalah jalinan cinta dan hubungan mesra antara Allah dan
Insan lewat sifat-sifat mereka, dan titik adalah insan yang tak berdaya. Kemudian
titiklah awal dan sekaligus akhir segala-galanya, di dalam al-Quran, titik mengawali
segalanya dan juga mengakhiri segalanya.

Pengalaman spiritual Wihdatul Wujud juga merupakan pengalaman titik


tertentu, sebelum dan sesudah titik itu bukanlah Wihdatul Wujud; dan titik itu
adalah kesadaran spiritual yang tak berhuruf dan tak bersuara, hanya ada Insan dan
Allah, dan insan pun hilang, sehingga hanya ada Allah semata.

Penjara Kedirian

33
Titik (jauhar, nuthfah, nukhtah) adalah hakikat insaniyah, dan ketika hakikat
itu ditiupkan ke dalam jasad, maka terpenjaralah insan di dalam penjara kedirian,
yaitu jasad dan segala keinginannya. Karena jasad maka kita mengantuk, lelah,
lapar, haus, berbirahi, berkeinginan pada dunia. Jasad merupakan penjara yang
mengikat kita kepada dunia, dan menjauhkan kita dari Allah. Kita tertipu dengan
nikmat dunia, dan kita mensyukuri bahwa kita diberikan tangan dan kaki untuk
mendapatkan harta, padahal kita akan lebih bersyukur jika kita tidak menginginkan
semua itu dan tidak pernah dilemparkan ke dunia jasmani dan senantiasa berada di
dekat Allah sediakala.

Karena jasad kita harus melakukan segala sesuatu selain beribadah kepada
Allah, karena jasad kita harus mengingat hal-hal selain Allah, dan karena itulah
jasad kita menjadi terhalang dari Allah. Inilah mengapa setiap anak yang dilahirkan
selalu saja mengeluarkan tangisan, karena setelah terlahir, hakikatnya melihat dunia
yang tidak sama dengan alam kebersamaannya bersama hakikat ilahiyah. Karena
jasad kita juga berpeluang masuk neraka, padahal walaupun tidak masuk syurga,
namun berada disisi Allah kita lebih bahagia. Inilah mengapa sehingga para sufi
senantiasa berzuhud, yakni menepis segala keinginan jasad.

Setelah mengalami Wihdatul Wujud, dimana berhasil menepis, memusnah-


kan jasad, maka kebahagiaan terlahir, sebuah kebahagiaan dahsyat yang menye-
babkan sukr2 dan Syathahat 3. Sekembali pada jasad, maka para sufi tidak lagi merasa
terpenjara, karena Allah pun selalu besertanya (innallaha maana). Segala yang
maujud ternyata merupakan kenyataan bahwa Ujud Allah nyata. Kebahagiaan itu
melahirkan kerinduan untuk kembali, kembali kepada Sumber, kembali pada Awal,
kembali kepada Allah.

Masih banyak lagi sederetan perumpamaan yang menggambarkan kesadaran


spiritual Wihdatul Wujud yang sangat singkat itu. Hanya saja, jika perumpamaan
itu diakui dalam keadaan diluar fana, atau dinilai oleh orang diluar sufi, maka
semua itu terkesan sebagai kekafiran. Sebaliknya, para sufi Wihdatul Wujud sangat
melarang jika terjadi pengakuan diluar fana, apalagi oleh orang-orang yang bukan
termasuk pada tataran tersebut.

Maqam

2
Mabuk
3
"Syathahat dalam bahasa Arab berarti gerak, yakni gerak yang bersumber
dari perasaan, ketika menjadi kuat dan meluap, lalu melahirkan ungkapan
yang terasa asing kedengarannya".

34
Yang dimaksud dengan Maqam adalah tingkatan atau wilayah yang akan (harus)
dilalui oleh seorang sufi Wihdatul Wujud. Yang saya sebutkan dan jelaskan disini
hanyalah Maqam yang inti-inti saja.

Takhalli4

Takhalli merupakan tingkatan dimana insan, karena beriradah kepada ilahi,


melakukan proses penyucian diri, dengan cara bertaubat, berpuasa, menyucikan diri
jasmani, menekankan keinginan jasmani, menjauhkan pikiran dari kesenangan
duniawi, dan membersihkan hati dari sifat-sifat mazmumah (tercela). Di dalam diri
insan terdapat empat belas gudang yang mula-mula berisi kejahatan dan kegela-
pan; tujuh pada jasad dan tujuh pada ruh. Keempat belasnya harus dibersihkan dan
kelak diisi dengan perbuatan suci yang mahmudah (terpuji). Tujuh pada jasad
adalah: mata, telinga, hidung, mulut, tangan, kaki, dan kemaluan. Ketujuh ini
harus disucikan dengan cara bertaubat atas segala perbuatan yang keji dan mung-

4
Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga
tahap : Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan
hati dari keterikatan pada dunia. Hati,sebagai langkah pertama,harus diko-
songkan.Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia, anak, istri,
harta dan segala keinginan duniawi. Dunia dan isinya,oleh para sufi, dipan-
dang rendah. Ia bukan hakekat tujuan manusia. Manakala kita mening-galkan
dunia ini, harta akan sirna dan lenyap. Hati yang sibuk pada dunia, saat
ditinggalkannya,akan dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan pende-
ritaan. Untuk melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para
saleh sufi, seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari
kecintaan pada dunia.

Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah upaya pengisian hati yang
telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu Allah (swt). Pada tahap ini,
hati harus selalu disibukkan dengan dzikir dan mengingat Allah. Dengan
mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan mendatangkan kedamaian. Tidak ada
yang ditakutkan selain lepasnya Allah dari dalam hatinya. Hilangnya dunia,
bagi hati yang telah tahalli, tidak akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya
untuk Allah, bersenandung dalam dzikir. Pada saat tahalli, lantaran kesibu-
kan dengan mengingat dan berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota
tubuh lainnya tergerak dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya
basah dengan lafadz kebesaran Allah yang tidak henti-hentinya didengungkan
setiap saat. Tangannya berdzikir untuk kebesaran Tuhannya dalam berbuat.
Begitu pula, mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap ini, hati
akan merasai ketenangan. Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu.
Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tidak akan menyertai kita saat
maut menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang seringkali mem-
perosokkan pada kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah. Hatinya sedih jika
tidak mengingat Allah dalam setiap detik.

Setelah tahap pengosongan dan pengisian, sebagai tahap ketiga adalah


Tajalli.Yaitu,tahapan dimana kebahagian sejati telah datang.Ia lenyap dalam
wilayah Jalla Jalaluh,Allah subhanahu wataala.Ia lebur bersama Allah dalam
kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia bahagia dalam keridhoan-Nya. Pada
tahap ini, para sufi menyebutnya sebagai marifah, orang yang sempurna
sebagai manusia luhur.

35
kar. Untuk menyucikan ini, setelah bertaubat haruslah menggunakannya di jalan
yang ditentukan oleh syariat Islam. Tujuh pada ruhani adalah titik-titik halus
(lathifah atau lathaif) yakni: lathifatul qalbi, lathifatul khafi, lathifatul akhfa,
lathifatur ruh, lathifatus sirri, lathifatun nafsi, lathifatu kullu jasad. Semua
lathifah ini harus dicuci dan mencucinya harus dengan berzuhud. Dzikir merupakan
pencuci lathifah, khususnya hati, sebagai mana Rasulullah bersabda Segala sesuatu
ada pencucinya, dan pencuci hati adalah dzikir. Dzikir yang diutamakan adalah
istighfar dan tahlil.

Tahalli

Setelah insan bertakhalli, saatnya dia harus bertahalli, yaitu menghiasi diri dengan
amalan-amalan mahmudah (terpuji). Secara jasmani dia harus bersadaqah, baik
kepada orang lain, kepada alam semesta, maupun kepada dirinya sendiri. Semua itu
harus terprogram dalam kehidupan insan secara teratur, terencana, dan bertujuan
yang jelas. Dalam bertahalli ini, seorang insan bukan hanya mencintai amalan
fardhu, tetapi juga amalan sunnah. Allah mencintai insan bukan dengan amalan
fardhu, tetapi amalan sunnah. Insan harus menekan hasrat duniawinya dengan cara
berpuasa dan zuhud lillahitaala. Di waktu siang dan malam hanya mengingat
Allah, bersunyi diri, hanya mencari keridhaan Allah, menyeru dalam hati Ilahi Anta
Maqsuudi, Waridhaka Mathluubi. Hanya Allah yang dimaksudkan dan keridhaan-
Nya yang dicari. Lisannya selalu basah dengan La ilaha illallah, dan hatinya selalu
berdetak Allah-Allah, serta nafasnya naik turun mengikuti irama dzikir Hu.... dan
Allah..., setiap langkah kakinya disertai dengan Syahadatain, pandangan matanya
dijaga dari yang haram, telinganya, lisannya dan segalanya. Kemudian insan juga
melakukan perjalanan spiritual tarikat dengan cara berdzikir dan berdzikir di waktu
dan jangka waktu yang ditetapkan oleh tarikat masing-masing. Namun maqam
dzikirnya secara umum disebut sebagai berikut:

Mahabbah

Awalnya insan harus menghadirkan cinta dan kerinduan kepada Allah. Bagai-
mana mungkin seseorang melakukan perjalanan secara berhasil jika dia melaku-
kannya tanpa kerinduan terhadap apa yang dia cari. Cinta kepada Allah akan
melahirkan cinta Allah kepada insan. Biasanya orang yang menjalani hal ini hanya
sekedar mencari tahu saja, sudah pasti kegagalan yang akan dicapai, bahkan tidak
sedikit yang mengalami gangguan kejiwaan.
Cinta adalah persiapan awal untuk melakukan perjalanan dan kerinduan akan
senantiasa menjadi motif pencarian dari tahap ke tahap. Cinta dan kerinduan
kepada Allah bukan hanya pembuka perjalanan bertahalli, tetapi juga akan senan-

36
tiasa hadir dipertengahan dan di akhir perjalanan insan bertahalli. Pada maqam ini,
insan berdzikir istighfar dan ya Rahman ya Rahim...

Mujahadah

Ini adalah tahapan dimana insan berupaya keras, berjuang melawan segala
sesuatu selain Allah yang menghampiri hati dan pikiran. Biasanya ini adalah penga-
ruh dari semakin banyaknya kesibukan dunia yang menjebak kita. Dalam situasi ini,
kita benar-benar bisa mengukur sedalam apakah kita terjebak dengan dunia, sema-
kin keras pejuangan kita, adalah pertanda bahwa ikatan dunia yang menjebak kita
semakin keras, tebal, dan dalam. Pikiran insan akan seperti seekor burung yang
bertengger dari satu dahan kesibukan dunia ke dahan ingatan dunia yang lain.

Hanya rahmat Allah saja yang bisa membuat insan berhasil melalui maqam ini.
Insan harus senantiasa berusaha untuk menepis segala sesuatu selain Allah, semen-
tara itu Allah pun belum dikenal, maka dengan demikian insan hanya bisa menepis
segala-galanya karena Allah laisa kamistlihi syaiun, tidak serupa dengan apapun jua.
Sang insan menahan lapar, haus, lelah, mengantuk; perjuangan jasad, hati, dan akal.
Insan tetap berjuang sambil berdzikir La ilaha illallah... ketika bayang-bayang
apapun muncul dalam hati dan pikirannya, insan berlindung dengan menyebutkan
audzu billahi minka (aku berlindung kepada Allah dari engkau). Jika seorang insan
telah terlepas dari maqam ini, pertandanya adalah ketika tidak ada sesuatu apapun
yang hadir, dan ini hal ini sangat sulit saya gambarkan dengan kata-kata. Namun
sewaktu-waktu insan bisa saja terjatuh lagi dan harus bermujahadah lagi. Ini
merupakan pintu masuk ke wilayah fana yang paling sulit, sangat sulit. Hal yang
paling sulit untuk dilakukan dalam ber-Wihdatul Wujud, adalah menepis segala
sesuatu dan tinggallah diri sendiri saja, mencari Allah.

Muraqabah

Di maqam ini, insan sudah tidak lagi menyadari hal lain selain dirinya dan
Allah saja, dia berupaya untuk mendekat kepada Allah dengan hakikat-hakikatnya,
dengan ilmu dan marifat yang dia miliki, disertai dengan dzikir Ya Allah Ya
Allah... pada saat ini, insan hanya menyadari bahwa Allah-lah yang dia tuju, hakikat
Allah. Setelah melalui perjalanan yang keras. Cinta dan kerinduan tidaklah boleh
surut, haruslah lebih bersemangat lagi. Hati merasa dituntun oleh Allah dan inilah
jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Inilah jalan yang dicari dan dipilih oleh
insan, untuk memenuhi panggilan Allah dalam surat al-Maidah ayat 35. Dan sebagai
hasil dari upaya kerasnya, insan akan berjumpa dengan Allah (al-Insyiqaaq:6). Akan
tetapi, masih terdapat hijab antara Allah dan insan; hijab inilah merupakan hakikat
yang membedakan antara Allah dan insan.

37
Mukasyafah

Pada tahap ini, hijab tersingkap, Allah membuka hijab itu dengan rahmat-Nya,
sehingga insan dapat (seolah-olah) melihat Allah dengan melalui Nur-Nya. Inilah
ihsan yang Rasulullah maksudkan, seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jika tidak
maka Dia melihat engkau. Cahaya itu semakin lama semakin dekat, besar, dan
terang. Insan melihat Nur. Lisan telah mati, hati dan akal berdzikir tanpa nama,
hanya menunjuk pada Dia (Hu..., atau ada sufi lain mengatakan Hua...).

Musyahadah

Di maqam ini, insan melakukan persaksian (syahadah) yang sesungguhnya,


seperti insan mengakui-Nya ketika berada di Alam Arham, dimana Allah bertanya
Alastu birabbikum, dan insan menjawab Balaa Syahidna... yang saya temukan
adalah Syahidna ala anfusana watsabata indanaa, Anta Khaliiquna, wa Anta
Rabbuna, wa La ilaha illa Anta. Ini adalah persaksian sesungguhnya kepada Allah,
dimana hanya ada Allah dan insan, hamba yang terpilih.

Mukafanah

Pada tahapan ini, saya tidak bisa menjelaskan apa-apa lagi, melainkan
menyebutkan bahwa inilah saatnya lumpuh segala ilmu dan marifat, lumpuhnya
kesadaran insaniyah, dan lebur ke dalam hakikat ilahiyah dan.... (.)
Sekali lagi, tidak ada lagi yang dapat dibicarakan oleh kata-kata disini. Dan inilah
puncak tertinggi perjalanan spiritual, Wihdatul Wujud. Saya memohon ampun
kepada Allah karena telah membuka rahasia-Nya, demi mengembalikan iman pada
tempatnya.

Wihdatul Wujud, Ibadah, dan Sosial


Peran Wihdatul Wujud dalam keseharianku, khususnya dalam menjalankan
syariat sehari-hari (shalat, puasa, shadaqah, tartil, hubungan sosial, dan sebagainya),
sangatlah penting. Saya merasakan adanya pergeseran jarak antara apa yang sedang
saya perbuat dan kepada dan untuk Siapa saya melakukan hal tersebut. Saya
mengambil kesimpulan bahwa kesadaran spiritual yang satu ini benar-benar
berkontribusi positif atas pengamalan syariat sehari-hari saya.

Bermujahadah benar-benar meninggalkan jejak kesungguhan dan keseriusan


dalam beribadah. Kebanyakan orang melakukan ibadah secara tidak serius karena
kesadaran spiritual beribadah bisa dikatakan dangkal, atau setidaknya mereka

38
belum merasakan betapa nikmatnya beribadah tanpa ada segala sesuatu selain yang
beribadah dan Yang Diibadahkan. Misalnya dalam shalat, saya benar-benar merasa-
kan adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah saya memiliki kesadaran
spiritual Wihdatul Wujud. Saya kemudian menganalisa, dengan memohon rahmat
dan petunjuk dari Allah, agar bisa memahami fenomena ini.

Memang benar, kita selama ini beribadah sebagai rutinitas semata. Saya
menyadari adanya tingkat-tingkat beribadah, sesuai dengan tingkat-tingkat orang
yang melak-sanakan ibadah itu, sesuai dengan ayat dalam surat Ali Imran ayat 163,
bahwa Sesungguhnya setiap insan adalah bertingkat-tingkat dihadapan Allah. Ini
juga sejalan dengan hadits bahwa dua orang dari ummat Rasulullah melaksanakan
shalat yang sama, namun perbedaan mereka seperti antara langit dan bumi. Ketika
berdiri menghadap Kiblat untuk melaksanakan shalat, kemampuan kita untuk
menepis segala sesuatu selain Allah adalah sangat penting, dan malah utama. Saya
benar-benar merasakan hal itu, walaupun saya tidak akan bisa membayangkan
seperti apa perasaan itu. Ini merupakan imbas dari mujahadah yang sering
dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Membaca niat, dan kemudian mengangkat tangan untuk takbiratul ihram,


anda tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana shalat yang sesungguhnya.
Bisa jadi, selama ini anda shalat tetapi seperti yang para sufi katakan Sesungguhnya
mereka itu tidak shalat, mereka hanya melakukan gerakan-gerakan yang
menyerupai gerakan shalat saja. Buktinya, shalat tidak selalu mencegah perbuatan
keji dan mungkar bagi sekian banyak orang, saya yakin anda tidak termasuk orang-
orang ini.

Jika ini terjadi, sederhana, karena yang dilakukan bukan shalat. Api itu
membakar, jika tidak membakar maka bukanlah itu api; shalat itu mencegah
perbuatan keji dan mungkar, jika tidak mencegah perbuatan keji dan mungkar,
maka bukanlah itu shalat. Inilah yang selalu disebut-sebut oleh guru saya Syekh
Abdjan Muhyiddin.

Shalat bagi seorang sufi Wihdatul Wujud bukan hanya sekedar penggugur
dosa, tetapi melihat bahwa shalat itu adalah wujud cinta dan kerinduan pada Allah,
dan sebagai sarana untuk mengenal kembali diri insan beserta hakikatnya sendiri.
Shalat bagi seorang sufi Wihdatul Wujud bukan hanya wujud pengabdian saja,
tetapi sebagai wujud yang menyatakan Ujud Allah beserta hakikat ilahiyahnya
sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, karena seorang sufi Wihdatul Wujud mema-
hami bahwa segala sesuatu yang terjadi akan meninggalkan jejak-jejak perbuatan
Allah, maka sang sufi senantiasa berpikiran jernih dan berhati bersih kepada
siapapun, dan kepada apapun; karena sadar bahwa semua ini merupakan hak Allah,
wujud dari qudrah dan iradah-Nya yang harus dinyatakan oleh insan.

39
Tidak benar bahwa sufi Wihdatul Wujud menjadi semena-mena karena merasa
dirinya (atau dalam dirinya ada) Tuhan, justru sebaliknya, kesadaran bertuhan
Wihdatul Wujud merangsang simpati terhadap segenap makhluk yang ada, dan
bahkan tidak merasa lebih mulia dari seekor nyamuk. Terhadap sesama manusia,
seorang sufi tidak pernah merasa suci, walaupun menurut kebanyakan orang mere-
ka disebut orang suci. Para sufi, khususnya Wihdatul Wujud, senantiasa meman-
dang setiap makhluk, khususnya manusia, sama; karena semuanya berasal dari
sumber yang sama.

Hal ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada masyarakat kita, dimana
sebagian dari para ulama (apalagi yang sering masuk TV) memiliki watak berbeda
ketika mereka berdakwah dan setelah berdakwah. Ketika mereka berdakwah,
santun dan senyum menghiasi wajah, kata-kata yang manis mengucur dari bibir
yang tak bosan tersenyum. Tetapi ketika keluar dari masjid, mereka menjadi sangat
kharismatik sehingga sulit untuk berbaur dengan masyarakat sekitar. Pernah bebe-
rapa kali saya mengalami hal demikian. Suatu saat saya berpapasan dengan seorang
ustad yang luar biasa alim (menurut pandangan masyarakat), beliau sering masuk
TV, karena saya sangat mencintai ulama saya kemudian mengucapkan salam
walaupun pada saat itu kami berseberangan sisi jalan. Ustad itu memandang saya
dengan sesuatu di wajahnya. Beliau tidak berhenti, tidak menjawab salam saya,
dan saya yakin salam saya terdengar sangat jelas. Sesuatu itu sebenarnya lebih
cocok berada diwajah seorang yang angkuh, congkak, atau sombong. Hal itu
menunjukkan bahwa ternyata tidak semua seperti yang kita kira.

Sudah pasti jika seorang lebih cenderung memikirkan ibadah lahirnya dari
pada ibadah batinnya, akan merasa diri suci dan tidak layak dipandang sama.
Celakanya, ibadah batin hanya benar-benar ditekankan secara benar di dalam ajaran
tasawuf, dan akhir puncak tertinggi tasawuf adalah marifat, Wihdatul Wujud.
Bagaimana bisa para ulama menuduh Wihdatul Wujud kafir dan dilaknat seperti
Firaun (laknatullah), sedangkan oknum-oknum mereka secara tidak sadar justru
bersikap sombong seperti Firaun? Salah satunya adalah kesombongan khafi, atau
kesom-bongan yang tidak disadari.

Ini merupakan suatu ironi. Sedangkan para sufi sama sekali tidak memiliki apa
yang mereka tuduhkan. Silahkan anda baca literatur tentang al-Hallaj, Ibnu Arabi,
dan lain-lainnya. Hal semacam itu tidak terjadi, karena mereka telah melakukan
tazkiyatunnafs, takhalli, sebagaimana telah saya sampaikan sebelumnya. Lebih lagi,
mereka memiliki kesadaran batiniah yang sangat peka, dan mereka bukanlah
pendakwah komersial yang tidak suka diorbit oleh pemerintah, karena pemerintah
juga tidak menyukai mereka. Mereka tidak berdakwah demi uang, karena mereka

40
berzuhud. Mereka tidak suka membanggakan diri, karena itu akan menyebabkan
kedirian mereka semakin kuat, dan itu bertentangan dengan prinsip mereka sendiri.

Itulah para sufi Wihdatul Wujud dalam kehidupan mereka dan beribadah
mereka. Mereka tidak mengharapkan pahala, karena bagi mereka (kami) pahala itu
hanyalah sebentuk bujukan dari Allah agar manusia beribadah, seperti seorang anak
nakal yang dijanjika permen untuk belajar. Akhirnya, manusia beribadah untuk
pahala, dan semakin banyak dia merasa memiliki pahala, semakin dia memandang
rendah orang lain. Para Sufi, tidak melakukan hal itu, karena dalam hati mereka,
sudah bertajalli Allah Yang Lebih Indah dari Syurga.

TAUHID DAN KAJI MAKRIFAT DENGAN


AJARAN KEBATINAN MARTABAT TUJUH

Aku adalah perbendaharaan (gudang) yang tersembunyi, maka Aku ingin agar
ada yang mengenal-Ku. Maka Aku ciptakanlah mahkluk-Ku. Maka dengan Aku
mereka mengenalku. (Hadist-Qudsi).

Istilah ajaran martabat tujuh, tidak pernah dikenal pada masa Rasulullah,
beliau tidak mengajarkan secara khusus. Ajaran martabat tujuh didalam tasawuf
merupakan perkembangan dari ilmu tauhid yang diajarkan oleh Rasulullah.
Kedudukan ilmu ini sama halnya dengan mempelajari ilmu fiqh, ushul fiqh, filsafat,
ilmu dirayah hadist, riwayah hadist, ilmu Alquran dan ilmu tafsir (ilmu-ilmu ini
tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah secara khusus), akan tetapi ilmu-ilmu ini
merupakan pembahasan yang mengacu kepada dasar yang telah diajarkan oleh
Rasulullah.

Ajaran martabat tujuh di susun oleh Muhammad Ibn Fadhilah Al Burhanpuri


(1620) tokoh sufi daari Gujarat, dalam kitabnya Al Tuhfah al Mursalah ila Ruhin-
Nabi. Dengan tujuan untuk menyatakan diri-Nya sendiri, manusia ditajallikan
mulai dari peringkat Martabat Ahadiyah Wahdah Wahidiyah Arwah
Mitsal Ajsam Insan. wujud yang syahadah ini merupakan pancaran cahaya
yang terus menerus dari Dzat Yang Wajibul Wujud. Pancaran itu terjadi sebanyak
tujuh martabat. Tiga Martabat yang pertama dinamakan Martabat Ilahiyah yaitu
martabat Ahadiyah, Wahdah, dan Wahidiyah, yang bersifat Qadim dan dinamakan
juga juga Ayan Tsabitah. Empat Martabat yang kedua disebut Muhdats atau serba
mungkin (mungkin ada, mungkin tiada), yaitu alam Arwah (Ruh), alam Mitsal,

41
Ajsam dan martabat Insan. Inti ajaran ini adalah tentang ke-Esaan Yang Wajibul
Wujud, tentang penjabaran dan pengenalan, kedekatan hubungan antara Khaliq
dan Makhluk.

Ilmu ini merupakan cara yang sangat praktis dan efektif mem-bangun
kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient), sekaligus menyingkap tabir rahasia alam
bawah sadar (Amrun Dzauqi). Disamping itu akan menumbuh kembangkan
kekuatan bathin, kebersihan hati nurani dan ketenangan jiwa.

Dzatullah
QS. Fushshilhat:54

alaa innahum fii miryatin min liqaa-i rabbihim alaa innahu bikulli syay-in muhiithun

(ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan
Tuhan mereka. Ingatlah bahwa sesung-guhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu).

sebagai aspek bathin segala yang maujud (ada), karena Tuhan meli-puti segala
sesuatu dan untuk bisa memahami wujud Tuhan yang sebenarnya secara transenden
harus setelah bertajalli sebanyak tujuh martabat yakni :

1. Martabat Ahadiyat (Laa Taayyun),

yaitu martabat la Tayun artinya tiada nyata (wujud Muhadh) adalah alam Dzat
Allah, rahasia pada kita (SIRR). Maqom Dzat Allah masih berdiri sendiri-Nya. Ialah
tahap yang belum mengenal individuasi, inilah martabat yang tersembunyi
(kosong), karena belum ada ide-ide, namanya Dzat Mutlak. Hakikat ketuhanan, tak
seorangpun dapat meraih-Nya, bahkan nabi-nabi dan wali-walipun tidak. Para
malaikat yang berdiri dekat Allah tidak dapat meraih hakikat Yang Maha Luhur, tak
seorangpun mengetahui atau merasakan hakikat-Nya. Sifat-sifat dan nama-nama
belum ada, sebuah manifestasi yang jelaspun belum ada. Hanya Dialah yang ada
dan nama-Nya ialah wujud Dzat Yang langgeng, hakikat segala hakikat. Ada-Nya
ialah kesepian atau kekosongan (kosong tapi ADA). Siapakah gerangan yang tahu
akan hal keadaan ini? Diantara semua martabat, tak ada satupun yang melebihi
martabat ini yang bernama Ahadiyyah. Semua martabat lainnya berada dibawah-
nya.

2. Martabat Wahdah (Taayyun Awwal)

42
Adalah alam Sifat Allah dinamakan juga Wujud Amun, adalah nyawa (ROH).
Pada martabat ini Allah sudah mulai mencipta, yaitu berupa Cahaya-Nya (NUR),
yang disebut tajali Dzat pada sifat yaitu Syuun Dzat. Alam Wahdah adalah alam
Sifat Allah yang berkaitan langsung dengan Dzat Allah yang dinamakan Jauhar
Awwal (cahaya atau Nur yang pertama ada), Jauhar awwal ini dinamakan juga
Hakikat Nur Muhammad (hakikat Muhammadiyyah). Hakikat ini dinamakan juga
hakikat dari segala hakikat yang merupakan tajalli pertama dari wujud Allah pada
martabat yang tidak terjangkau oleh akal dan pikiran manusia.
Pada alam wahdah ini kalimat ILAAHA melukiskan, bahwa Allah mulai
mentajallikan diri-Nya sendiri KUN (jadi) FAYAKUN (maka jadi) yang pertama
merupakan NUKTAH GAIB () titik.
Martabat wahdah ini dapat diibaratkan dengan sebutir biji; batang, cabang-cabang
dan daun-daun nya masih tersembunyi di dalam biji itu dan belum terpisah-pisah.
Batang, cabang-cabang dan daun-daun melambangkan engkau, aku, mereka,
sedangkan bijinya tunggal (wahdah).

Inilah permulaan segala sesuatu, sehingga Allah bisa disifati karena Ia Yang
Menciptakan (Al Khaliq), Yang Memelihara (Al hafidz), Yang Perkasa (Al Jabbar),
Yang Maha Kuat (Al qawwiyu), Yang Hidup (Al Hayyu) dst. Sedangkan sifat itu
sendiri bergantung kepada sang Dzat (tidak berdiri sendiri), oleh karena itu Islam
melarang berhenti kepada sifat. Karena sifat itu bukan Dzat itu sendiri. Dan untuk
mengetahui Dzatullah harus meninggalkan sifat-Nya (mengembalikan kepada
martabat per-tama, yaitu keadaaan hakikat Tuhan yang belum ada apa-apa) karena
sifat merupakan sesuatu yang bergantung (membutuhkan sandaran) dan sifat Allah
itu masih bisa dirasakan oleh makhluk-Nya seperti Ar-Rahman (Pengasih) Ar-
Rahiem (Penyayang), Al Qawiyyu (Kuat) sedangkan sifat itu muncul karena persepsi
sang hamba (inna dzanni abdi, Aku tergantung persepsi hamba-hamba-KU).
Sebaliknya Islam menyempurnakannya dengan langsung kepada Dzatullah, tidak
berhenti kepada sifat-Nya, yaitu dengan menafikan (mengabaikan) segala sesuatu
kecuali Allah.

Laa ilaaha illallah atau laa syaiun illallah (tiada sesuatu kecuali Allah) juga terdapat
dalam QS.Thaha:14 (innanii Ana Allah, laa ilaaha illa ANA, fabudnii), sesungguh-
nya AKU ini Allah, tidak ada Tuhan selain AKU maka sembahlah AKU dan dirikan-
lah Shalat untuk Menyembah AKU !!

Jelas dengan tegas bahwa Allah mengarahkan kita untuk menyembah DZAT-NYA
bukan Asma-Nya, bukan Sifat-Nya. Itulah bedanya kaum Hindu dengan Islam.
Islam tidak mengenal perantara, seperti tercantum dalam QS. Al-Anam 79:

Sesungguhnya aku hadapkan diriku kepada wajah Dzat Yang Menciptakan langit dan
bumi dengan lurus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan

43
Tuhan (aku tidak melalui perantara siapapun). orang-orang yang mengekang dan
mengen-dalikan indriya-indriya sepenuhnya dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya
Kepada-KU, dikenal sebagai orang yang mempunyai kesadaran yang mantap !!

3. Martabat Wahidiyyah (Taayyun Tsani/Ayan Tsabitah),

Adalah Alam Asma Allah, dinamakan juga Ayan Tsabitah adalah Hati Nurani
pada kita. Dan apabila telah hapus dan sirna keadaan diri kita, kepada Afal Allah,
kepada Asma Allah, kemudian hapus pula kepada Sifat Allah, maka sampailah
kepada Dzat Allah. Karena hanya Dzat Allah-lah yang kekal dan abadi serta
Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendirinya). Pada Martabat Wahidiyyah ini dinama-
kan juga martabat NUR MUHAMMAD, maka dari Nur Muhammad itulah
terpancar cahaya yang indah yang sangat energik, menjadi empat cahaya yaitu:
Cahaya Merah, Kuning, Putih, dan Hitam, yang memancar menerangi penjuru
alam semesta. Pada alam ini dalam kalimat ILLA

Disebut Hakikat Adam yaitu Ayan Tsabitah yang menampakkan diri (menta-
jallikan) melalui sifat dan Asma. Namun pada ketika itu belum lagi memiliki wujud,
karena wujud yang riel atau nyata hanyalah Tuhan semata. Sebab semuanya ini
merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri Dzat itu sendiri. Alam Wahidiyah
dzikirnya LAA ILAHA ILLALLAH.

4. Martabat alam arwah.

Merupakan aspek lahir yang masih dalam bentuk mujarrad dan murni. Nyawa
(RUH) sudah ada namun belum menerima suratan nasib. Pada ketika itu nyawa
masih merupakan cahaya yang suci (quds) yang akan dijadikan sumber (awal)
kehidupan, sehingga dinamakan nyawa rahmani, karena terbuat dari cahaya yang
merupakan esensi API, ANGIN, AIR dan TANAH. Pada alam Arwah ini sudah
terhimpun pada diri-Nya yaitu Tajalli Dzat, Sifat, Asma dan Afal Allah.

Menurut Sayyid Syeikh Muhyidin Abdul Qadir Al-Jailani r.a. dalam kitabnya Sirrul
Asrar Proses turunnya adalah setelah Ruh diciptakan di Alam Lahut, kemudian
diturunkan ke alam Jabarut. Lalu di sana ia dibalut dengan cahaya Jabarut sebagai
pakaian antara dua haram (dua tempat antara dimensi ketuhanan dan dimensi
mahkluk, di alam Kabir). Ruh dilapisan kedua disebut Ruh Sulthani. Selanjutnya,
diturunkan lagi ke alam Malakut dan dibalut dengan Cahaya Malakut yang
kemudian disebut dengan Ruh Ruhani. Kemudian diturunkan lagi ke Alam Mulki
dibalut dengan cahaya Mulki. Ruh lapisan ke-4 inilah yang disebut Ruh Jismani.
Penjelasan Ruh tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ruh Al-Qudsi.

44
Tempatnya di dalam Sirri (rasa). Ruh Al-Qudsi meru-pakan hakikat manusia
yg sebenar-benar diri yang ter-simpan di lubuk hati yang paling dalam.
Amalannya yaitu: Ilmu Hakikat atau Ilmu Tauhid.

2. Ruh Al-Sulthani.
Ruh ini bertempat di Fuad (mata hati). Amalanya Ilmu Makrifat.

3. Ruh Al-Ruhani
Bertempat di dalam hati. Amalannya adalah Ilmu Thariqat.

4. Ruh Al-Jismani
Bertempat di jasad. Tepatnya adalah di wilayah rongga dada dan menyebar
keseluruh tubuh yang zahir perantaraan urat-urat nadi. Amalannya adalah
Ilmu Syariat.

Allah mentajallikan (menyatakan) diri-Nya sendiri. Bahkan diri-Nya itu bertujuan


pula membentuk satu batang tubuh yang halus (tubuh Rohani). Tubuh yang Rohani
inilah yang dinamakan tubuh yang bathin, yang dilihat tidak nampak, dipegang
tidak terasa. Dan tubuh batin ini adalah merupakan hakikat manusia yang
dinamakan juga Wujud Amun. Karena wujudnya bersandarkan kepada Dzat
Allah dan Ilmu Allah.

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya
ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Al-Hijr :29)

wa-idz akhadza rabbuka min banii aadama min zhuhuurihim dzurriyyatahum wa-
asyhadahum 'alaa anfusihim alastu birabbikum qaaluu balaa syahidnaa an taquuluu
yawma alqiyaamati innaa kunnaa 'an haadzaa ghaafiliina

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukan-kah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi".
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguh-
nya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS.
Al-Araf :172).

Akibat Ruh lupa pada perjanjian awalnya maka ia tidak dapat kembali ke alam
Lahut sebagai negeri asal. Dengan kasih-Nya, maka Allah Swt pun menolong ruh-
ruh itu dengan menurunkan kitab-kitab samawi yang mengingatkan negeri asal.
Dalam rangka makrifat kepada Allah Swt manusia harus mampu mengembalikan
kefitrahan (kesucian) hati nurani, agar mampu merasakan nur-nur rahasia illahiyah
yang terdapat di dalam diri.

45
5. Martabat alam mitsal,

Artinya alam segala rupa, tempat nyata wujud Allah yang bernama MUSHAWWIR
artinya yang membentuk segala rupa. Alam ini tempat penciptaan jasmani alam
semesta, serta jasmani seluruh mahkluk-mahkluk dan jasmani manusia. Alam
Misal alam segala rupa yang dzahir dari padanya dan memerintah-kannya wujud
yang bernama Musyawwir artinya yang membentuk/menjadikan. Merupakan
martabat kezahiran dari Asma Allah dan Afal Allah. Yaitu perkara yang dijadikan
hening, tetapi masih bersifat halus, tidak dapat dipisah-pisahkan (tiada berjarak).
Sebagaimana dalam firmannya QS. Ali Imran: 6

huwa alladzii yushawwirukum fii al-arhaami kayfa yasyaau laa ilaaha illaa huwa
al'aziizu alhakiimu

(Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dike-hendaki-Nya. Tak ada Tuhan
(yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).

Pada Martabat Alam Misal ini, Nyawa Rahmani telah menerima suratan nasib, ia
telah dibebani ketentuan hidup, maka dijadikan baginya jismani yang mempunyai
peranan masing-masing. Martabat nyawa (Ruh) ini mempunyai empat istilah:
Nyawa Rohani, nyawa Nabati, nyawa Hewani, nyawa Jasmani.

6. Martabat alam Ajsam (tubuh)

Yakni ibarat sesuatu dalam keadaan tersusun secara marteriil telah menerima
pemisahan dan dapat dibagi-bagi. Yaitu telah terukur tebal tipisnya, sehingga
disebut Insan Kamil Mukamil sudah lengkap berupa badan jasani dan rohani.
Setelah Ruh diciptakan di alam Lahut, Selanjutnya Allah Swt menciptakan jasad-
jasad sebagaimana firman Allah:
Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepada-nya Kami akan
mengembalikan kamu dan dari padanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.
(QS. Thaha :55).

7. Martabat Insan,

Adalah rupa dan tempat nyata bagi wujud yang bernama Jamiun (himpunan)
Asma, Afal, Sifat. Alam Insan adalah alam segala manusia, yaitu perkara yang
dijadikan, lagi terhimpun (perhimpunan semua martabat), artinya berhimpun antara

46
yang membuat dan yang dibuat, antara yang memakai dan yang dipakai, antara
khuluq dan mahkluq atau jasmani dan rohani itulah yang bernama insan.
Dengan ranjian di atas maka nyatalah bagi kita hendaknya, bahwa manusia ini pada
awalnya dinamakan alam Qudus (Alam Lahuut). Kemudian manusia diturunkan
kedalam pengeta-huan Muhammad, yakni berupa Nuur Hayyat, alamnya dinama-
kan Alam Jabarut (Malakut).

ASAL MUASAL TERCIPTANYA MAKHLUK

QS. Al-Insaan: 1

hal ataa 'alaa al-insaani hiinun mina alddahri lam yakun syay-an madzkuuraan
(Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu
belum merupakan sesuatu yang dapat disebut ?).

Ketika itu Dia (HUA) Dzat yang masih berdiri sendirinya dan belum lagi bernama
Allah, karena belum lagi memulai pen-ciptaan-Nya. Dalam kesendirian-Nya berkata
kepada diri-Nya Aku adalah perbendaharaan (gudang) yang tersembunyi, maka Aku
ingin agar ada yang mengenal-Ku. Maka Aku cipta-kanlah mahkluk-Ku. Maka dengan Aku
mereka mengenalku. (Hadist-Qudsi).

Mahkluk dari kosa kata bahasa Arab yaitu yang diciptakan, yang dibuat, yang
dijadikan. Harus kita hayati dan kita imani bahwa setiap ada yang dibuat tentu ada
yang membuat, setiap ada yang diciptakan pasti ada yang menciptakan.

Apa sajakah yang dinamakan mahkluk?

Jawabnya adalah seluruh alam semesta beserta isinya, baik alam syahadah dan alam
gaibiyah. Alam syahadah adalah yang dilihat tamapak, dipegang terasa. Alam
gaibiyah adalah alam (mahkluk) yang dilihat tidak tampak dipegang tidak terasa,
tetapi pasti adanya. Misalnya Malaikat, Jin, Syaitan, hari Qiyamat, hari berbangkit,
padang Masyar, Yaumil Mizan, Sirathol Mustaqim, Surga dan Neraka.

Perpindahan atau pentajalian (penampakan) dari Dzat Al-Haq dinamakan Alam


Ahadiyyah (Alam Ghaibu al-Ghuyub). Dikala itu belum ada sifat, asma dan afal,
yang ada hanya Dzat yang Qiyamuhu bi nafsihi (berdiri dengan sendirinya). Namun

47
dalam diri-Nya terkandung perbendahraan alam semesta secara keseluruhan,
bagaikan sebuah biji yang di dalamnya tersimpan (tersembunyi) sebatang pohon secara
lengkap, mulai dari akar tunggang sampai akar sera-butnya, batang dan dahannya, cabang
dan rantingnya bahkan daun, bunga dan buahnya.

1. SIRR : Untuk melihat


Allah (Rumah Ruh Qudsi)

2. Qolbu untuk Mahabbah


(mencintai Allah), Rumah
Ruh Rohani. Fuadun:
untuk marifat sifat
Allah

3. Fuadun untuk makrifat


sifat Allah (rumah Ruh
Sulthoni). Hati: untuk
mencintai Allah.

4. Jasad (Rumah Ruh


Jasmani) Untuk beribadah
kepada Allah

MAQAM TAUHID DZAT

QS. Al-Ikhlas: 1 - 4
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".

Maqam Tauhid Dzat ini adalah maqam (martabat) Makrifat yang terakhir.
Yaitu Dia (Dzat Allah) mengetahui dengan Dzat-Nya, berkuasa dengan Dzat-Nya,
hidup dengan Dzat-Nya. Bukan dengan sifatnya seperti: Ilmu, Hayat, Qudrat, Iradat,
Sama, Bashar, Kalam. Semua tingkah polah, tindak laku kita, berasal dari gerak dan
daya yang satu yaitu Allah swt (Dzat Yang Maha Kuasa).

48
PROSES TAJALLI
Menurut kajian Riwayat Nur Muhammad

Dzat Allah

Nur Allah

Nur Muhammad

Ruh Muhammad Merah Putih Kuning Hitam


Api Angin Air Tanah
Alam Arwah Darah Urat Tulang Daging
Adhim Qawiy Muhvi Hakim

Kalau kita perhatikan ajaran martabat tujuh, pada dasarnya adalah


mengungkapkan secara berurutan asal muasal kejadian manusia maupun alam
semesta. Didalam pengurutannya Syekh Muhammad Ibnu Fadhilah menempatkan
Dzat sebagai hakikat dari segala sesuatu. Karena itu Dzat disebut sebagai la tayun
tidak bisa dikenal hakikatnya. Keadaan-Nya tidak kenal penyebutan karena segala
persepsi tidak bisa meng-gambarkan keadaan-Nya. Keadaan yang masih belum ada
apa-apa, masih awang uwung (ithlaq), yang wilayah ini digambarkan oleh Al-Quran
sebagai orang yang pingsan ( suatu keadaan yang di alami oleh Nabi Musa As, QS:
7:143)

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku,
nampakkan-lah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan
berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika
ia tetap ditempatnya (sebagai sedia-kala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala
Tuhannya menam-pakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh
dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci
Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".

49
Inilah objek yang kita tuju, bukan kepada sifat dan Nur-Nya. Kepada Dzat
itulah kita kembali innalillahi wa inna ilaihi raajiuun, kita memuja, bersujud, kita
bergantung !!
Kesadaran ketuhanan ini jarang sekali dipahami masyarakat kita dengan baik,
karena sudah dihambat oleh para pengajar (ustadz), bahwa kita tidak boleh
langsung kepada Tuhan. Karena Tuhan itu suci, maka harus melalui perantaranya,
atau kita hanya sampai kepada cahaya-Nya. Pendapat ini sering bercampur dengan
ajaran Hindu yang memang mengajarkan hal serupa yaitu harus melalui birokrasi
ketuhanan (wasilah). Oleh karena itu, apabila manusia dapat mengembangkan
kehidupan rohaninya, sehingga dapat memperhatikan ke tujuh martabat tersebut,
maka dia akan menjadi manusia sempurna (insan kamil). Sedangkan insan kamil
yang paling tinggi dan yang paling sempurna adalah Nabi Muhammad SAW.

Dasar pandangan yang terdapat pada rumusan martabat tujuh tersebut, adalah
paham pantheisme-monoisme. Menurut Muhammad Ibn Fadhilah, bahwa segala
yang ada ini dari segi hakikat adalah Tuhan, sedangkan dari segi yang kelihatan
secara lahir bukan Tuhan. Sebagai tamsil misalnya uap, air, es, salju dan buih, dari
segi hakikat adalah air. Akan tetapi dari wujud lahir bukan air .

Untuk sedikit memahami ajaran ini, saya akan mengajak anda keluar ruangan
dan memperhatikan sebuah pohon kacang hijau yang baru tumbuh (kecambah),
atau pohon apa saja yang anda lihat di depan rumah anda. Mari kita perhatikan
dengan seksama !!

Berasal dari sebuah biji yang kecil lalu tumbuh bergerak menjadi batang yang
tinggi, menjadi pucuk daun, menjadi ranting, menjadi akar, lalu mati. Biji-biji yang
lainnya akan berlaku sama seperti itu, kemudian anda perhatikan Bumi bergerak,
bulan bergerak, atom-atom bergerak pada aturan yang harmoni kemudian anda
pandangi seluruh alam semesta, pandanglah dengan hening. lihatlah alam itu.
Semuanya bergerak serentak dengan rencana yang baik dan sempurna, ia tidak
berdaya mengikuti kemauan yang tidak bisa dibendung dari dalam, mereka pasrah
terhadap gerak yang Yang menggerakkan, mereka tidak bisa menolaknya, ada
sebuah gerak yang meliputi seluruh alam yang tidak kelihatan, yang tidak bisa
dijangkau oleh mata dan perasaan. Akan tetapi gerak itu tampak sekali dengan jelas
sehingga bumi itu bergerak, matahari bergerak, tumbuhan bergerak, jantung kita
bergerak, atom-atom bergerak. SEMUA MENGIKUTI GERAK HAKIKI, bukan
kehendak kita.

Lihatlah sekali lagi dengan seksama, anda akan melihat Yang Menggerakkan,
Yang Hidup, Yang Nyata (Dhohir), Yang Tersembunyi (Bathin), dan Dialah Yang
tidak bisa dijangkau oleh kata-kata dan sifat. Dan bersujudlah kepada yang Tampak
itu, bukan kepada alam semesta yang fana, yang bergantung kepada Sang Hidup,

50
anda akan melihat semua alam bersujud dengan caranya masing-masing kemu-dian
semuanya bertasbih dengan bahasanya yang khusus .

Kemudian lihatlah yang menggerakkan jantung anda, jangan lihat jantungnya.


tetapi yang menggerakkan itu, yang amat dekat itu, yang hidup itu, yang kuasa itu,
yang lebih dekat dari jantung anda sendiri. Maha Suci Engkau, Maha Suci Engkau,
maha Suci Engkau.

Mudah-mudahan dengan bahasan ini akan mengawali perjalanan kita lebih


baik setelah mengerti Dzat dan arah beragama kita, bukan bergejolak dalam retorika
ilmu tauhid yang tidak ada habisnya. Akan tetapi mari kita jalani sampai memasuki
hakikat yang sebenarnya !

DZAT ALLAH PEMBERI CAHAYA LANGIT DAN


BUMI
Qs. An-Nuur: 35

allaahu nuuru alssamaawaati waal-ardhi matsalu nuurihi kamisykaatin fiihaa


mishbaahun almishbaahu fii zujaajatin alzzujaajatu ka-annahaa kawkabun
durriyyun yuuqadu min syajaratin mubaarakatin zaytuunatin laa syarqiyyatin walaa
gharbiyyatin yakaadu zaytuhaa yudhii-u walaw lam tamsas-hu naarun nuurun 'alaa
nuurin yahdii allaahu linuurihi man yasyaau wayadhribu allaahu al-amtsaala
lilnnaasi waallaahu bikulli syay-in 'aliimun

(Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon
zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat
(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh

51
api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan
bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu). Pada maqom ini dina-
makan juga maqom:
Musyahadah, Mukasyafah, Muqarrabah, dan Mahabbah, dengan alatnya yaitu
Sirr Amrun Dzaugy yang bersumber dari lubuk hati yang paling dalam. Di dalam
kitab Marifat Al-Jurjani, dinamakan Sirr (rahasia) yaitu perasaan yang halus (ghaib)
yang ada dalam hati, seperti Ruh berada dalam badan. Sirr adalah tempat dan alat
untuk Musyahadah, Ruh tempat Mahabbah dan hati tempat Makrifat.

Kesimpulan Apakah di dalam ajaran tasawuf para sufi harus melalui martabat
tujuh?
Tidak wajib. Akan tetapi disarankan memiliki wawasan ketuhanan yang baik agar
kita tidak mudah taqlid kepada orang yang menyelewengkan ajaran ini. Ajaran
Martabat Tujuh ini baik untuk pegangan atau referensi di dalam perjalanan menuju
Tuhan. disamping ilmu-ilmu yang lainnya sebagai pendukung.

Firman Allah: Hai Manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh
menuju Tuhanmu , maka pasti kamu akan menemui-Nya. (QS . Al Insiqaaq:6)

CERMIN MARTABAT TUJUH


Ajaran ini merupakan ajaran yang diterapkan oleh kebanyakan kaum sufi mulai
dari Al Hallaj, Ibnu Arabi, Syeh Siti Jenar, Syeh Abdul Qadir Jaelani, dll. Menurut
sebagian orang, ilmu ini termasuk sesat hehehe. Its OK, namanya juga beda
pendapat. Penganut ajaran martabat 7 ini, terkenal dengan sebutan tasawuf falsafi.

Ada 2 macam jenis tasawuf, menurut pengetahuan saya lho. Ada 2 jenis yaitu
tasawuf sunni dan tasawuf falsafi. Tasawuf sunni dipelopori oleh Al Ghazali,
sedangkan yang falsafi dipelopori oleh Ibnu Arabi.

Sebenarnya inti ajaran martabat tujuh ini menyangkut proses asal kejadian.
Berikut ini tahapannya :

1. Ahadiyyah : DzatNya
2. Wahdah : hakikat Muhammad, Sifatullah
3. Wahidiyyah : hakikat Insan, Asmaullah, Ruhul Qudus
1,2,3 (anniyat-Nya) Qadim/tanpa permulaan, Baqa/kekal.
4. Alam Arwah : hakikat segala nyawa, ruhul hayah
5. Alam Mitsal : hakikat segala rupa

52
6. Alam Ajsam : hakikat segala tubuh
7. Alam Insan : hakikat segala manusia
4,5,6,7 (anniyat makhluk) muhdats, fana

Dasar pandangan yang terdapat pada rumusan martabat tujuh tersebut,


adalah paham pantheisme-monoisme. Bahwa segala yang ada ini dari segi hakikat
adalah Tuhan, sedangkan dari segi yang kelihatan secara lahir bukan Tuhan. Sebagai
perumpamaan misalnya uap, es, salju dan buih, dari segi hakikat adalah air. Akan
tetapi dari wujud lahir bukan air .

Yang saya coba bahas ini urutan 1,2,3 karena ini yang kekal. Sebenarnya
urutan 1,2,3 ini selalu kita baca tiap sholat maupun tiap selesai sholat, namun kita
kurang menyadarinya.

* Coba perhatikan, tiap melaksanakan sholat.

Kita selalu membaca surat Al Fatihah. Ayat 1 menjelaskan tentang Dzatnya.


Ayat 2 menjelaskan tentang Sifat-Nya. Ayat 3 dan 4 menjelaskan tentang Asma-Nya.
Ayat ke 5,6,7 menjelaskan tentang AfalNya. Dzat, Sifat, Asma, dan Afal merupakan
sesuatu yang Esa, yang tunggal. Jadi inti Al Fatihah ini merupakan tauhid. Jalan
menujuNya. Jalan yang dilalui itu sekarang dan saat ini, bukan nanti.

* Coba perhatikan, tiap selesai sholat . Pertama-tama yang kita baca adalah:

Astaghfirullah dzikir permohonan ampun atas segala dosa yang kita lakukan.
Tujuannya supaya kita merasa tentram, merasa dosa telah diampuni, hatipun terasa
suci.
Subhanallah Maha Suci Allah. Yang perlu kita sadari dengan mengucap ini, maka
kita dituntut untuk mensucikan afal kita. Misalnya kita shadaqah, akan tetapi jika
kita merasa bahwa kita yang berbuat baik tsb, berarti afal kita belum suci.

Setelah melalui latihan panjang, apabila afal (perbuatan) kita telah suci, kita akan
merasakan Yang Maha Suci, yaitu Ruhul Qudus. Ruhul Qudus yang ada di dalam
diri kita. Dalam istilah tasawuf, selet kodok telah terbuka. Bukti bahwa Ruhul
Qudus terbuka, kita bisa berhubungan dengan alam ghaib misal lewat mimpi, dll

Alhamdulillah Segala Puji Bagi-Nya. Sebenarnya ini merupakan pujian kepada


hakikat Muhammad yang ada di setiap diri manusia. Hakikat Muhammad ini
merupakan Sifat-Nya. Kalau udah sampai tahap ini, kita akan memiliki kekuatan adi
kodrati.

Allahu Akbar Allah Maha Besar. Ini merupakan pujian kepada Dzat-Nya, yang
tidak serupa dengan apapun juga. Jadi jalan untuk mengenal-Nya harus melalui

53
proses dari bawah, yaitu Afal Asma Sifat Dzat. Namun ada juga yang
mengenal-Nya langsung dari Dzat Sifat Asma Afal, cuman ya orang-orang
pilihan saja, misal nabi, dll. Lha kalau macam kita orang, ya lewat bawah lah
Untuk lebih gampangnya, ada perumpamaan tentang Dzat Sifat Asma Afal.
Contoh :

Dzat Angin siapa yang tahu ???


Sifat Angin bergerak, berhembus
Asma Angin Angin ribut, Angin Topan, Angin Leysus
Afal Angin badai
Dzat Api siapa yang tahu ???
Sifat Api membakar, panas
Asma Api Api asmara, dll
Afal Api kebakaran, dll
Dzat Air siapa yang tahu ???
Sifat Air mengalir dari tempat tinggi ke rendah, dingin, segar
Asma Air Aqua, Air Bersih, dll
Afal Air Banjir

Sedangkan dalam diri manusia


Dzat = Hidup
Sifat = Rahsa
Asma = Si Penyayang, Si Pengasih, dll
Afal = memberi, mencintai, dll

MEMPERSEMBAHKAN TUJUH (7)


MARTABAT ALAM
Mengenai martabat pengwujudan diri rahasia Allah S.W.T atau dikenali juga
Martabat Tujuh, itu terbagi ia kepada 7 Alam;

Ke tujuh martabat atau alam tersebut terkandung ia di dalam surah -Al Ikhlas..

Qulhuwallahu Ahad Alam Ahadiah


Allahushomad Alam Wahdah
Lamyalidd Alam Wahidiah
Walamyuladd Alam Arwah (Roh)
Walamyakullahu Alam Mitsal

54
Kuffuan Alam Ajsam
Ahad Alam Insan

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya


merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams: 9-10)

Dengan menyimak dan menghayati siratan makna yang terkandung di dalam di


dalam surat Al-Ikhlas ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam diri
manusia, terkumpul dan tersimpul, mulai dari: Alam Ahadiyyah, Alam Roh, Alam
Mitsal, Alam Ajsam dan Alam Insan, semua itu merupakan tajalli (penampakan)
diri kita, dari Martabat Ketuhanan yaitu Dzat Yang Wajibul Wujud, sampai terben-
tuknya batang tubuh syahadah (nyata) yang berbentuk aksara:

Dengan ini dapatlah kita jadikan pegangan sebagai modal dasar dalam menjalankan
tugas kehidupan, bahwa sesungguhnya diri kita ini, baik diri yang batin maupun
batang tubuh yang zahir ini, bukanlah milik kita, karena bukan ada dengan
sendirinya, melainkan diri kita ini merupakan tajalli-Nya, sifat Allah semata-mata.
Diri Sifat-Nya yang ditajallikan guna menampakkan diri-Nya (Dzat-Nya) dengan
Sifat-Nya. Allah Swt sebagai Tuhan Semesta Alam menyatakan (penampakan) diri-
Nya (Dzat-Nya) dengan Sifat-Nya adalah pada alam saghir (micro cosmos) adalah
manusia dan alam kabir (macro cosmos) adalah alam semesta.

Perlu kita pahami dengan seksama, tidak mungkin tajalli (nyata) Tuhan pada alam
semesta ini, tanpa zahir (nyata) wujudnya diri kita yang beraksara

Sebaliknyapun demikian tidak mungkin zahir (nyata) wujud kita yang memakai
huruf Muhammad ini tanpa Dia (Wujud Allah). Tujuan indah dan utama dalam
pengkajian ini adalah untuk mengenal tentang diri, dari mana kita berasal dan
kemana kita akan kembali. Kita harus menyadari bahwa wujud diri kita yang zahir
dan batin ini berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Sebagaimana Allah
berfirman pada surat Al-Baqarah: 156 157.

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:


"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"5
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

5Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini
dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu
ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.

55
5 HAL MENDASAR ALLAH, MUHAMMAD,
ISLAM, ALQURAN DAN SHALAT
ALLAH adalah nama, tuhan derajatnya, dan hakekatnya adalah Dzat. Dzat inilah
yang haq, sebelum ada awal dan sebelum ada apa yang namanya tidak ada apa-
apa hanya DIA semata-mata, kemudian ditajallikannya nur Allah ini, dari kata
Allah yaitu Alif, Lam, Lam Ha yang mengartikan Allah, Lillahi, Lahu, Hu semua
kembali kepada DzatuliHaq, Tasjid pada kata Allah mengartikan Nur ala Nur yang
artinya diatas Nur ada Nur inilah Dzatull Haq itu.

Bukankah jelas dikatakan Qul Hu Allahu Ahad = katakan DIA Allah itu Satu? Atau
Bismillahilazi La Illallah Illa HU = Dengan nama Allah tapi Tidak ada Allah
Kecuali DIA, ini semua mengartikan bahwa dengan nama Allah lah maka kalian
mengenal-Ku, bukankah Nama dengan yang punya nama itu berbeda?
Lalu kenapa kita selalu permasalahkan tentang nama ini?
Bisa saja dengan Dzat yang sama tapi orang lain menyebutnya dengan nama yang
berbeda bukan?
Apakah ini salah?

La sautin = Tidak ada nama yang terucap


Wa La Harfun = dan tidak ada huruf yang bisa ditulis, itulah hakekatnya
DZATULLHAQ.

MUHAMMAD itu Insan Kamil yaitu manusia yang sempurna, Muhammad disini
bukanlah Muhammad Bin Abdullah yaitu Muhammad putra Abdullah, tapi
Muhammad yang mempunyai arti yang sangat luas karena dia yang awal dan dia
yang akhir, dia yang buka dan dia yang tutup, bukankah dulu nabi Adam bertobat
dengan menyebutkan nama Muhammad?

Ini menandakan bahwa sebelum ada nabi Adam, Muhammad sudah ada,
seluruh nabi-nabi yang ada hakekatnya adalah Muhammad, jadi salah kalau kita
menyangka bahwa Muhammad sudah mati. karena dia itu Rahmatan Lil Alamin =
Rahmat bagi seluruh alam, tidak mungkin kita yang dirahmati masih hidup
sementara yang memberi-kan rahmat sudah mati bukan?

Walamu ana fikum Rasullullah = Sesungguhnya Muhammad ada dalam diri


setiap manusia, jadi jelas bagi kita bahwa Muhammad bukan jasmani saja tapi ada
Muhammad Ruhani sebagaimana dalam syahadat Rasul, Muhammad bin Abdullah
telah bersaksi: Wa ashadu anna Muhammadarrasullullah bukan Wa ashadu anna
Rasullullah berarti dalam Muhammad ada Muhammad.

56
(QS. At-Taubah: 128 129)
laqad jaa-akum rasuulun min anfusikum 'aziizun 'alayhi maa 'anittum hariishun
'alaykum bialmu/miniina rauufun rahiimun
fa-in tawallaw faqul hasbiya allaahu laa ilaaha illaa huwa 'alayhi tawakkaltu
wahuwa rabbu al'arsyi al'azhiimi

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi-
mu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka
berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada
Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang
memiliki 'Arsy yang agung".

ISLAM itu Universal mencakup seluruh kehidupan umat manusia, Islam


sudah ada sejak permulaan manusia ada dimuka bumi, karena Islam adalah norma-
norma agama yang luhur, tetapi arti islam yang selama ini telah kita berikan sebagai
salah satu agama yang muncul pada abad ke 6 masehi dengan perlambangan dan
tatacara beridahnya sudah mengklasifikasikan umat manusia apalagi dengan
adanya beberapa dalil yang telah diartikan secara Extrem dengan mengkafirkan
orang lain diluar ajaran agama Islam, Apakah adil ketika ada orang yang berahklaq
baik lantaran hanya berbeda ajaran menjadi kafir?

Sesungguhnya Islam tidak sesempit yang mereka pikirkan, dilihat dari kata
ISLAM yaitu, Alif, Syin, Lamalif, Mim artinya Alif melambangkan Anna Allah Hu
Ahad = Dzatull Haq, Syin = Selamat, Lamalif = Laillaha illallah dan Mim =
Muhammad Rasullullah. Jika dirangkum menjadi = Allah menyelamatkan orang
yang menyebut Laillahaillallah Muhammadarrasullullah, (Laillahaillallah = Diri
batin, Muhammad-rasullullah = Diri Lahir). Kalimat ini kita jabarkan lagi menjadi
Allah menyelamat orang yang menjaga dirinya secara lahir dan batin maksud
akhirnya ditujukan bagi semua umat manusia untuk memelihara diri lahir dan
batinnya.

AL-QURAN bukan sebagai kitab suci umat Islam, tapi untuk umat manusia
di muka bumi ini. Al-Quran hanya berupa buku atau benda mati yang berisi
petunjuk untuk menjelaskan tentang Al-quran yang hidup yang ada pada diri
manusia. Sesungguhnya Al-Quran itu diam, yang membuat hidup adalah manu-
sianya (Sayidina Ali bin Abu Thalib KW).

Berbicara tentang manusia = berbicara tentang alam semesta = berbicara


tentang Tuhan, karena ini semua kait terkait, jadi Al-quran yang hiduplah yang
harus kita tanamkan dalam dada bukan al-quran yang berupa buku yang kita
persoalkan. Dalam Al-quran ada Al-quran artinya Alquran tidak bisa di artikan

57
secara harfiahnya saja, ada Al-quran yang tersembunyi yang hanya dapat dipahami
oleh mereka yang mendapatkan hidayah.

Kalau saja ilmu Al-quran ini tertulis dan bisa dibaca maka semua orang
cukup dengan membaca sudah pasti memahami ilmunya, tapi lain teori lain
prakteknya karena dalam praktek kita akan mendapatkan teori yang baru, inilah
yang dimak-sudkan dengan Alquran yang hilang tersebut yang harus kita cari, tidak
terbatas kepada kata-katanya saja. Al-quran telah diartikan sebagai firman tuhan =
kata-kata tuhan. Berarti tuhan berbicara apa yang muncul dipikiran kita ketika
mendengar tuhan berbicara?

SHOLAT bukanlah untuk kita menyembah tuhan seperti apa yang kita
pahami selama ini, karena tuhan tidak butuh disembah, ketika kita menyembah
berarti ada yang kena sembah, sesuatu yang disembah selalu berada dihadapan
orang yang menyembah sama artinya kita mengatakan tuhan itu bertempat, sedang
tuhan tidak bertempat dan tidak ada dimana atau dimana tapi ada dimana-mana
dan berlainan dengan apa-apa yang ada di alam semesta ini.

Sholat mempunyai arti kata hubungan artinya mendekatkan diri dengan


tuhannya, tuhan ingin dikenal oleh karenanya sholat adalah untuk kita mengenal
diri-NYA dengan diri-NYA yaitu diri rahasia tuhan yang ada dalam diri kita,
hubungan dengan tuhan harus terjadi setiap saat dimanapun dan kapanpun karena
setiap detik tuhan menunggu kita bukan hanya dalam lima waktu sholat saja,
bukankah dalam perjalanan menerima perintah sholat ini tuhan menghendaki 50x
dalam sehari?

Apa ini cuma basa-basi tuhan saja? Bahwa inti sholat adalah mengenal diri,
mengenal diri mengenal sholat mengenal sholat mengenal tuhan, kalau sudah
mengenal tuhan apa kita masih perlu sholat juga?

1. Petunjuk Adanya Dzat


Di bawah ini adalah penjabaran wirid berikut murad maksudnya, yang
merupakan pintu hidayah yang menjadi petunjuk untuk memasuki kedalaman
Ngelmu Makripat. Berasal dari dalil, hadis,vijma, dan kiyas.

Dalil adalah firman Allah. Hadis adalah sabda dan ajaran Rasulullah. Ijmak
adalah kesepakatan para wali dan ulama. Kiyas adalah mempersamakan suatu
masalah masa lalu dan mengambil penafsiran hukum atasnya.

58
Ke-empat hal di atas merupakan pintu dari khazanah gaib kesejatian hidup.
Khazanah gaib yang berguna untuk menyadari hakikat hidup manusia, agar
manusia mendapat keselamatan dari awal hingga akhir. Ketika ajal tiba, tiada lagi
yang bisa diandalkan oleh manusia kecuali kejernihan batinnya sendiri. Hanya
dengan kejernihan batin seorang manusia mampu mengetahui dengan sempurna
asal dan tujuan hidupnya. Dan hanya dengan kejernihan batin seorang manusia
mampu memperoleh kemuliaan sejati di zaman keabadian, sehingga ia tidak tersesat
ke alam penasaran.

Sesungguhnya tiada apa pun, sebab ketika masih dalam awang uwung (suwung), belumlah
ada apa pun. Yang ada terdahulu adalah Ingsun (Aku), tiada Pangeran (Tuhan) selain
Ingsun. Sesungguhnya Dzat Yang Mahasuci meliputi Sifat Ingsun, menyertai Asma
Ingsun, menandai Afal Ingsun.

Wejangan pertama adalah Wisikan Ananing Dat (Petunjuk Adanya Dzat).


Wejangan itu merupakan benih Ngelmu Makripat, hasil kiyas dari hadis, sabda
Kangjeng Nabi Muhammad kepada Sayidina Ali ketika beliau menunjukkan adanya
Dzat; juga hasil kiyas dari firman Tuhan Yang Mahasuci, dibisikkan di telinga kiri,
seperti di bawah ini:

Sesungguhnya tiada apa pun, sebab ketika masih dalam awang uwung (suwung), belumlah
ada apa pun. Yang ada terdahulu adalah Ingsun (Aku), tiada Pangeran (Tuhan) selain
Ingsun.

Siapakah yang berkata-kata di sini? Tak lain adalah Tuhan sendiri. Dengan
sesungguh-sungguhnya. Dia menyatakan bahwa tiada apa pun selain diri-Nya.
Semesta ini sejatiny.i kosong belaka. Semesta ini sejatinya awang uwung belaka, Dan
yang ada hanya Diri-Nya. Setiap bentuk kehidupan yang seolah-olah ada, seolah-
olah terpisah dari keberadaan-Nya, tak lain hanya merupakan manifestasi-Nya. Dan
kalaupun manifestasi-Nya dianggap ada, maka keberadaan awal adalah Dia. Dalam
wejangan pertama, Dia menyebut diri-Nya dengan kata ganti orang pertama:
Ingsun (Aku). Dan selanjutnya jika segala manifestasi-Nya dianggap sebagai
ciptaan-Nya, maka Dia pun menyebut: tiada Tuhan selain Ingsun. Tuhan berarti
majikan. Tuhan tak lain adalah Tuan.

Makna yang sama sama dengan kata Pangeran dalam teks wejangan yang asli.
Pangeran bermakna tempat untuk ngenger. Ngenger bermakna menghamba. Pange-
ngeran atau Pangeran: tempat untuk menghamba. Sama persis dengan makna Tuhan.
Siapa yang menghamba atau menjadi hamba? Tak lain adalah segala manifestasi-
Nya.

Ingsun (Aku) seolah-olah menunjuk pada Pribadi Purba yang awal dan menjadi
sumber segala-galanya. Sesungguhnya, jika ingsun dimaknai sebagai pribadi, jelas

59
itu tidak tepat. Pribadi berarti sebuah perwujudan yang eksis dan berdiri terpisah
dari pribadi lain. Sebuah pribadi akan memiliki kecenderungan-kecenderungan
khusus yang kita sebut sifat. Sebuah pribadi pasti membutuhkan nama khusus
untuk membedakan-Nya dengan pribadi lain. Dan sebuah pribadi tentunya
memiliki aktivitas tertentu yang menandakan bahwa pribadi itu eksis. Padahal,
Ingsun di sini sekadar kata tunjuk kepada sesuatu yang tidak bisa digambarkan,
yang melampaui segala-galanya dan adalah segala-galanya. Ingsun tidak serta-
merta dikatakan menunjuk objek tertentu yang terpisah dari mereka yang menun-
juk. Bagaimana bisa dikatakan sebagai objek jika sesuatu tersebut juga subjek itu
sendiri? Dia adalah objek yang ditunjuk, Dia juga subjek yang menunjuk, dan Dia
melampaui objek sekaligus subjek.

Betapa membingungkannya sesuatu yang disebut Ingsun itu. Oleh karenanya


muncul ungkapan dalam bahasa Jawa: Samubarang kang ana kuwi dudu (Segala
sesuatu yang mengada/eksis itu bukan Dia). Bahkan yang mengada di dalam
pikiran kita pun bukan Dia. Ketika kita membayangkan sesosok pribadi yang penuh
kuasa, itu bukanlah Dia. Ketika kita membayangkan sesuatu yang bukan pribadi
dan merupakan sumber dari segala sumber kehidupan, itu pun bukan Dia. Lantas
ungkapan apa yang tepat untuk sekadar menunjuk Dia? Tidak ada ungkapan yang
tepat. Mungkin ungkapan yang bisa sedikit menunjuk kepada Dia adalah Tan kena
kinaya ngapa (Tidak bisa disamakan dengan apa pun). Hayatun bila ruhin, qadirun
bilaalatin (Hidup tanpa Ruh, Berkuasa tanpa alat). Jika demikian, bagaimana
mungkin kita bisa mengenal-Nya? Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Arab yang
tepat untuk menggambarkan bagaimana cara untuk mengenal-Nya:

Man arafa napsahu, faqad arafa Rabbahu.

Siapa saja yang mengetahui pribadinya, maka pasti ia mengetahui Tuhannya.

Ya, Dia yang tan kena kinaya ngapa itu tak jauh dari diri kita ini. Siapa saja yang
benar-benar tahu tentang apa atau siapa sebenarnya pribadinya sendiri, maka dia
akan tahu tentang apa atau siapa Tuhan yang sesungguhnya. Tahu dalam artian
menyadari, bukan tahu dalam artian mengetahui dengan akal pikiran. Tahu
dalam artian mengalami, bukan tahu dalam artian mengetahui secara riil, baik
lewat pengalaman lahiriah maupun batiniah. Menyadari dan mengalami sendiri
tentang apa dan siapa Tuhan. Menyadari dan mengalami sendiri tentang apa dan
siapa sesungguhnya yang disebut Tuhan. Tuhan ada di balik pribadi manusia.
Tuhan adalah generator tunggal pribadi manusia. Tuhan melampaui semua keadaan
yang lahir dan yang batin. Tanda keberadaan-Nya yang bisa dilihat sebagai bukti
nyata adalah Hidup. Tuhan adalah Hidup kita ini. Hidup sesungguhnya adalah
Tuhan. Orang Jawa menyebut Hidup dengan kata Urip atau Hurip.

60
Sang Urip (Sang Hidup), yang tan kena kinaya ngapa, memiliki tiga tingkatan
perwujudan. Tiga tingkat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Urip (Hidup): Keadaan Dzat-Nya. Yang Absolut dan Abadi. Yang tidak terkena
perubahan apa pun. Yang merupakan sumber segala kehidupan. Yang merupakan
asal dan tujuan kehidupan atau Sangkan Paraning Dumadi.

2. Kang Gawe Urip (Yang Membuat Hidup): Roh Kudus atau Ruh Suci, Ruh
Manusia, yang mampu menghidupi manusia. Ruh adalah percikan dari Hidup.

3. Kang Nguripi (Yang Menghidupi): Roh Ilapi/Ruh Idlafi. Idlafi berarti bersan-
dar. Ruh Idlafi berarti Ruh yang telah bersandar karena telah lemah kesadarannya.
Ruh Idlafi adalah Ruh yang menghidupi Napsu/Nafs manusia. Nafsu adalah
keberadaan manusia itu sendiri. Oleh karenanya, Napsu yang telah dihidupi oleh
Roh Ilapi disebut Suksma/Jiwa.

Urip, Kang Gawe Urip, dan Kang Nguripi sesungguhnya adalah tunggal juga.
Dengan demikian Dzat, Roh Kudus, dan Roh Ilapi sesungguhnya tak terpisahkan.
Namun demikian, demi memudahkan manusia untuk mengenal-Nya, maka bukan-
lah suatu kesalahan jika lantas Dia diwujudkan seolah-olah sebagai sesosok yang
berkepribadian, Tentu saja ini sekadar untuk mempermudah, dan tentu saja bukan
berarti Tuhan adalah sesosok pribadi. Sebagaimana anak kecil yang baru belajar
berhitung, maka pada awalnya sang anak mutlak memerlukan alat bantu berupa
batang- batang lidi atau semacamnya. Berangkat dari pemahaman ini, Tuhan lantas
ditunjuk sebagai suatu Pribadi Purba atau Dzat Mutlak yang Wajibul Wujud atau
Yang Wajib Keberadaan- Nya.

Dzat Mutlak ini lantas diberi Watak-Watak (Sifat) khusus yang Cantik serta
Nama-Nama (Asma) khusus yang Perkasa, dan segala apa yang tergelar di dalam
semesta dilekatkan sebagai Perbuatan-Nya (Afal) yang ajaib dan sempurna.
Lahirlah konsep Dat (Dzat), Sipat (Sifat), Asma (Asma) dan Apengal (Afal).
Berlanjut lagi lahir konsep Jalal, Jamal,6 Kahar (Qahhar),7 Kamal.8 Yang Agung
(Jalal) adalah Dat-Nya. Yang Cantik (Jamal) adalah Sipat-Nya. Yang Perkasa (Kahar)
adalah Asma-Nya dan yang Sempurna (Kamal) adalah Afal-Nya.
Wejangan berlanjut seperti di bawah ini:

Sesungguhnya Dzat Yang Mahasuci meliputi Sifat Ingsun, menyertai Asma Ingsun,
menandai Afal Ingsun.

Di sini seolah-olah ada dua oknum yang dinyatakan. Pertama Sang Ingsun (Sang
Aku), kedua Dat Kang Amaha Suci (Dzat Yang Mahasuci). Sebenarnya tidaklah

6 Jamal: Cantik.
7 Qahhar: Perkasa.
8 Kamal: Sempurna.

61
demikian. Ingsun hanya menyatakan bahwa Dzat-Nya sendiri Yang Suci, Yang
Maha Suci; hakikat-Nya sendiri yang sedemikian suci, yang tak dapat dikenali
dengan apapun, yang luput dari segala noda kemenjadian; luput dari noda
kepribadian; luput dari noda perwujudan. Jika harus diwujudkan, maka Dia harus
dijadikan sebuah kepribadian demi sekadar untuk mengenali-Nya. Lalu Dia akan
diberi Sifat-Sifat, diberi Asma-Asma, dan dilekatkan dengan segala Afal. Bagai-
mana mungkin Dia yang tak terbayangkan, yang melampaui segala-galanya, memi-
liki Sifat, Asama, dan Afal layaknya mahkluk fana?

Sifat adalah karakter. Sifat adalah watak. Sifat adalah ciri sebuah kepribadian.
Dia sesungguhnya melampaui segala Sifat. Toh demikian, jikalau Dia harus diberi
Sifat, maka Sifat-Nya tetap terliputi oleh Kemahasucian Dzat-Nya yang tak tergam-
barkan. Itu berarti, ungkapan anglimputi ing Sipat Ingsun sama artinya dengan
ungkapan Sifat-Sifat-Nya tak terbayangkan.

Adapaun sifat-sifat yang sudah disepakati melekat pada Dzat-Nya disebut


Sipat Rongpuluh (sifat dua puluh), yaitu:

1. Wujud: Ada. Adanya Dzat-Nya bukan karena ada yang mengadakan. Dia Ada
dengan Dzat-Nya sendiri.
2. Qidam: Dahulu. Dzat-Nya ada sebelum semuanya mengada.
3. Baqa: Langgeng. Dzat-Nya langgeng, kekal tanpa berkesudahan.
4. Mukhallafatul Lilhawadits: Berbeda dengan segala yang mengada.
5. Qiyamuhu Binafsihi: Berdiri dengan Diri-Nya sendiri, tanpa memerlukan apa
pun untuk bisa membuat Dzat- Nya berdiri.
6. Wahdaniyyah: Tunggal. Tiada kuasa lain lagi selain Dzat-Nya.
7. Qudrat: Berkuasa atas segala sesuatu.
8. Iradat: Berkehendak, tanpa ada yang menghalangi.
9. Ilmu: Mengetahui segala sesuatu.
10. Hayat: Hidup. Dzat-Nya adalah Hidup. Hidup adalah Dzat-Nya.
11. Sama: Mendengar tanpa batas.
12. Bashor: Melihat tanpa penghalang.
13. Kalam: Bicara atau bersuara dengan segala suara.
14. Qadiran: Berkuasa penuh.
15. Muridan: Berkehendak penuh.
16. Aliman: Tahu dengan sepenuhnya akan segala sesuatu.
17. Hayyan: Hidup sebenar-benarnya.
18. Saman: Mendengar segalanya dengan sepenuhnya.
19. Basiran: Melihat segala sesuatu dengan sepenuhnya.
20. Mutakalliman: Berbicara dan bersuara senyata-nyata- nyatanya.

62
Namun demikian, Sajatining Dat Kang Amaha Suci anglimputi in Sipatingsun, Dzat-
Nya yang tak tergambarkan meliputi Sifat-Nya. Dan sekali lagi itu berarti:
Sesungguhnya Sifat-Nya yang sejati tak tergambarkan, apalagi hanya dengan dua
puluh Sifat saja. Dapat disimpulkan dan dimisalkan perbedaan antara Dzat Allah
dengan Sifat Allah. Dzat Allah Yang Maha Hidup, sedangkan Sifat Allah yang
dihidupkan.

Di dalam Kitabullah surat Al-Araaf: 180 menyatakan bahwa Allah Swt,


mempunyai 99 Asmaul Husna. Artinya: Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka
kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

Dan, kalaupun Dzat-Nya harus diberi Asma (Nama), maka Dzat-Nya Yang
Mahasuci senantiasa menyertai Asma-Nya: anartani ing Asmaningsun. Itu pun berarti
Asma yang dilekatkan kepada Dzat-Nya tetap tak tergambarkan. Adapun Asma-
Asma yang sudah disepakati dilekatkan kepada Dzat-Nya adalah sebagai berikut:

No Nama Arti Ada dalam


1 ar-Rahmaan Maha Pemurah Al-Faatihah: 3
2 ar-Rahiim Maha Pengasih Al-Faatihah: 3
3 al-Malik Maha Raja Al-Mu'minuun: 11
4 al-Qudduus Maha Suci Al-Jumu'ah: 1
5 as-Salaam Maha Sejahtera Al-Hasyr: 23
6 al-Mu'min Maha Terpercaya Al-Hasyr: 23
7 al-Muhaimin Maha Memelihara Al-Hasyr: 23
8 al-'Aziiz Maha Perkasa Aali 'Imran: 62
9 al-Jabbaar Kehendak-Nya Tdk Al-Hasyr: 23
Bisa Diingkari
10 al-Mutakabbir Memiliki Kebesaran Al-Hasyr: 23
11 al-Khaaliq Maha Pencipta Ar-Ra'd: 16
12 al-Baari' Mengadakan dari Tiada Al-Hasyr: 24
13 al-Mushawwir Membuat Bentuk Al-Hasyr: 24
14 al-Ghaffaar Maha Pengampun Al-Baqarah: 235
15 al-Qahhaar Maha Perkasa Ar-Ra'd: 16
16 al-Wahhaab Maha Pemberi Aali 'Imran: 8
17 ar-Razzaq Maha Pemberi Rezki Adz-Dzaariyaat: 58
18 al-Fattaah Maha Membuka (Hati) Sabaa': 26
19 al-'Aliim Maha Mengetahui Al-Baqarah: 29
20 al-Qaabidh Maha Pengendali Al-Baqarah: 245
21 al-Baasith Maha Melapangkan Ar-Ra'd: 26
22 al-Khaafidh Merendahkan Hadits at-Tirmizi

63
23 ar-Raafi' Meninggikan Al-An'aam: 83
24 al-Mu'izz Maha Terhormat Ali 'Imran: 26
25 al-Mudzdzill Maha Menghinakan Ali 'Imran: 26
26 as-Samii' Maha Mendengar Al-Israa': 1
27 al-Bashiir Maha Melihat Al-Hadiid: 4
28 al-Hakam Memutuskan Hukum Al-Mu'min: 48
29 al-'Adl Maha Adil Al-An'aam: 115
30 al-Lathiif Maha Lembut Al-Mulk: 14
31 al-Khabiir Maha Mengetahui Al-An'aam: 18
32 al-Haliim Maha Penyantun Al-Baqarah: 235
33 al-'Azhiim Maha Agung Asy-Syuura: 4
34 al-Ghafuur Maha Pengampun Aali 'Imran: 89
35 asy-Syakuur Menerima Syukur Faathir: 30
36 al-'Aliyy Maha Tinggi An-Nisaa': 34
37 al-Kabiir Maha Besar Ar-Ra'd: 9
38 al-Hafiizh Maha Penjaga Huud: 57
39 al-Muqiit Maha Pemelihara An-Nisaa': 85
40 al-Hasiib Maha Pembuat Perhitungan An-Nisaa': 6
41 al-Jaliil Maha Luhur Ar-Rahmaan: 27
42 al-Kariim Maha Mulia An-Naml: 40
43 ar-Raqiib Maha Mengawasi Al-Ahzaab: 52
44 al-Mujiib Maha Mengabulkan Huud: 61
45 al-Waasi' Maha Luas Al-Baqarah: 268
46 al-Hakiim Maha Bijaksana Al-An'aam: 18
47 al-Waduud Maha Mengasihi Al-Buruuj: 14
48 al-Majiid Maha Mulia Al-Buruuj: 15
49 al-Baa'its Membangkitkan Yaasiin: 52
50 asy-Syahiid Maha Menyaksikan Al-Maaidah: 117
51 al-Haqq Maha Benar Thaahaa: 114
52 al-Wakiil Maha Pemelihara Al-An'aam: 102
53 al-Qawiyy Maha Kuat Al-Anfaal: 52
54 al-Matiin Maha Kokoh Adz-Dzaariyaat: 58
55 al-Waliyy Maha Melindungi An-Nisaa': 45
56 al-Hamiid Maha Terpuji An-Nisaa': 131
57 al-Muhshi Maha Menghitung Maryam: 94
58 al-Mubdi' Maha Memulai Al-Buruuj: 13
59 al-Mu'id Maha Mengembalikan Ar-Ruum: 27
60 al-Muhyi Maha Menghidupkan Ar-Ruum: 50
61 al-Mumiit Maha Mematikan Al-Mu'min: 68
62 al-Hayyu Maha Hidup Thaahaa: 111

64
63 al-Qayyuum Maha Mandiri Thaahaa: 11
64 al-Waajid Maha Menemukan Adh-Dhuhaa: 6-8
65 al-Maajid Maha Mulia Huud: 73
66 al-Waahid Maha Tunggal Al-Baqarah: 133
67 al-Ahad Maha Esa Al-Ikhlaas: 1
68 ash-Shamad Maha Dibutuhkan Al-Ikhlaas: 2
69 al-Qaadir Maha Kuat Al-Baqarah: 20
70 al-Muqtadir Maha Berkuasa Al-Qamar: 42
71 al-Muqqadim Mendahulukan Qaaf: 28
72 al-Mu'akhkhir Maha Mengakhirkan Ibraahiim: 42
73 al-Awwal Maha Permulaan Al-Hadiid: 3
74 al-Aakhir Maha Akhir Al-Hadiid: 3
75 azh-Zhaahir Maha Nyata Al-Hadiid: 3
76 al-Baathin Maha Gaib Al-Hadiid: 3
77 al-Waalii Maha Memerintah Ar-Ra'd: 11
78 al-Muta'aalii Maha Tinggi Ar-Ra'd: 9
79 al-Barr Yang Dermawan Ath-Thuur: 28
80 at-Tawwaab Maha Penerima Taubat An-Nisaa': 16
81 al-Muntaqim Maha Penyiksa As-Sajdah: 22
82 al-'Afuww Maha Pemaaf An-Nisaa': 99
83 ar-Ra'uuf Maha Pengasih Al-Baqarah: 207
84 Maalik al-Mulk Mempunyai Kerajaan Aali 'Imran: 26
85 Zuljalaal wa Maha Memiliki Kebesaran Ar-Rahmaan: 27
al-'Ikraam serta Kemuliaan
86 al-Muqsith Maha Adil An-Nuur: 47
87 al-Jaami' Maha Pengumpul Sabaa': 26
88 al-Ghaniyyu Maha Kaya Al-Baqarah: 267
89 al-Mughnii Maha Mencukupi An-Najm: 48
90 al-Maani' Maha Mencegah Hadits at-Tirmizi
91 adh-Dhaarr Maha Pemberi Derita Al-An'aam: 17
92 an-Naafi' Maha Pemberi Manfaat Al-Fath: 11
93 an-Nuur Maha Bercahaya An-Nuur: 35
94 al-Haadii Maha Pemberi Petunjuk Al-Hajj: 54
95 al-Badii' Maha Pencipta Al-Baqarah: 117
96 al-Baaqii Maha Kekal Thaahaa: 73
97 al-Waarits Maha Mewarisi Al-Hijr: 23
98 ar-Rasyiid Maha Pandai Al-Jin: 10
99 ash-Shabuur Maha Sabar Hadits at-Tirmizi

Kalau diperhatikan, yang disebut Asma tak lain adalah Sifat juga. Ini semakin
menjelaskan bahwa sebenarnya Dzat-Nya tak terjelaskan. Kemudian, tertulis dalam

65
wejangan ungkapan amratandhani ing Apengalingsun (memberikan tanda kepada
Afal Ingsun). Dzat-Nya yang tak terkirakan, tak tergambarkan, dan tak terba-
yangkan, memberikan tanda yang nyata kepada segala perbuatan-Nya yang ajaib,
menakjubkan, dan mengagumkan.

Jika manusia mengingat Allah, maka manusia tersebut bisa sampai ke hadirat
Allah, artinya Allah menjadi hadir dalam perenungannya. Sehingga apapun yang
manusia minta, maka permintaan itu secara langsung diterima dan disposisi oleh
Allah dan dikabulkan secara proporsional. Sehingga Allah memerintahkan manusia
untuk berdoa menggunakan Asmaul Husna (99 nama Allah yang baik). Artinya
Asma yang digunakan untuk berdoa itu disesuaikan dengan kebutuhan kita, jika
kita sakit dan minta kesembuhan, maka kita harus prioritaskan menggunakan Asma
ALLAHU SYAFI yang artinya Allah Maha Penyembuh.

Semesta dengan segala bentuk makhluk hidup di dalamnya, yang tak terkirakan
keberadaannya, yang tak terbayangkan jumlahnya, merupakan tanda nyata dari
kehadiran Dzat-Nya yang tak terpikirkan.

Bisa juga dijabarkan demikian: Sajatining Dat Kang Amaha Suci anglimputi ing
Sipatingsun, sesungguhnya Dzat Yang Maha Suci meliputi Sifat Ingsun. Lantas Sifat
anartani ing Asmaningsun, menyertai Asma Ingsun. Selanjutnya, Asma amratandhani

66
ing Apengalingsun, menandai Afal Ingsun.

Dzat Yang Mahasuci, yang tak tergambarkan, meliputi Sifat- Nya. Dengan
demikian, Sifat-Nya pun tak tergambarkan. Sifat-Nya lantas menyertai segala Asma-
Nya, sehingga Asma-Nya pun tak tergambarkan. Asma-Nya menandai semua Afal-
Nya, sehingga Afal-Nya pun tak tergambarkan. Dan Afal-Nya merupakan tanda
keberadaan-Nya.

Dzat yang meliputi Sifat bagaikan madu dengan manisnya, tak terpisahkan. Sifat
yang menyertai Asma bagaikan matahari dengan sinarnya, tidak terbedakan. Asma
yang menandai Afal bagaikan yang bercermin dengan bayangannya di dalam
cermin. Bagaimanapun tingkah yang bercermin, bayangannya akan mengi-kuti juga.
Afal yang menjadi bukti nyata dari Dzat bagaikan samudra dengan ombaknya.
Ombak tak bisa dipisahkan dari samudra. Dan itu berarti Dzat-Nya tetap tak
tergambarkan walau telah diberi Sifat, dilekati Asma, dan telah nyata segala Afal-
Nya.

2. Penjabaran Sarana Dzat.


Sesungguhnya Ingsun (Aku) Dzat Yang Berkuasa sepenuhnya Mahakuasa menitahkan
segenap makhluk, yang menjadi dengan seketika, dan sempurna karena Qudrat Ingsun.
Di sana sudah nyata pertanda dari Afal Ingsun sebagai pembuka Iradah Ingsun. Pada
mula pertama Ingsun menitahkan Hayyu bernama Syajaratul Yaqin, tumbuh pada
Alam Adam Maqdum Azali Abadi; kemudian Cahaya bernama Nur Muhammad;
kemudian kaca bernama Miratul Haya; kemudian Nyawa bernama Ruh Idlafi;
kemudian Damar bernama Kandhil; kemudian sesotya bernama Darah; kemudian
Dinding Agung bernama lijab yang merupakan Selubung Hadlarat Ingsun.

Wejangan ke-dua adalah Wedharan Wahananing Dat (Penjabaran Sarana Dzat)


Penjabaran secara lengkap dari Wejangan ke-dua adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya Ingsun (Aku) Dzat Yang Berkuasa sepenuhnya. Mahakuasa menitahkan


segenap makhluk, yang menjadi dengan seketika, dan sempurna karena Qudrat Ingsun.

Kembali Tuhan menyatakan bahwa Diri-Nya yang tak tergambarkan yang


melampaui segala-galanya, adalah Dzat yang sungguh-sungguh memiliki kuasa
sepenuhnya. Dengan demikian tiada lagi kuasa selain Kuasa-Nya, semuanya ada
dalam genggaman-Nya. Adalah absurd jika masih mempercayai adanya kuasa lain
selain Kuasa-Nya. Adalah aneh jika ada kuasa lain yang bisa mengancam Kuasa-
Nya.

67
Tuhan seperti apa yang bisa diancam dan terancam?
Tuhan seperti apa yang memiliki tandingan dan bisa ditandingi?
Tuhan seperti apa yang butuh ditegakkan eksistensinya?
Tuhan seperti apa yang butuh dibela?

Jika Anda memiliki pemahaman semacam ini, sesungguhnya Anda tidak mem-
percayai Kuasa Tuhan sepenuhnya. Dengan demikian, Anda mempercayai adanya
tandingan Tuhan. Anda telah menduakan Tuhan. Anda telah menjadikan sesuatu
yang sebenarnya tidak ada, sesuatu yang sebenarnya tidak berkuasa apa-apa,
menjadi Tuhan jahat sebagai musuh Tuhan baik Anda.

Purba Wisesa berarti kuasa yang sebenar-benarnya, Amurba Amisesa berarti


berkuasa sepenuhnya. Tiada yang memiliki Purba Wisesa selain Dzat Yang Maha-
suci. Purba Wisesa dari Dzat sungguh tak terbayangkan. Dengan Purba Wisesa ini,
Dia pun memiliki kuasa untuk menjadikan segala sesuatu tanpa tandingan bagi-Nya
dan tiada yang mampu menghalangi-Nya.

Dia adalah Dzat yang dadi padha sanalika sampurna saka ing Kodratingsun, menjadi
dengan seketika, menjadi dengan serta-merta beserta kesempurnaan-Nya, karena
Kuasa-Nya sendiri, karena Qudrat-Nya sendiri, karena Dzat-Nya sendiri.

Di sana sudah nyata pertanda dari Afal Ingsun sebagai pembuka Iradah Ingsun. Pada
mula pertama Ingsun menitahkan Hayyu bernama Syajaratul Yaqin, tumbuh pada
Alam Adam Maqdum Azali Abadi; kemudian Cahaya bernama Nur Muhamnnul,
kemudian Kaca bernama Miratul Haya; kemudian Nyawl bernama Ruh Idlafi;
kemudian Damar bernama Kanilluli kemudian Sesotya bernama Darah; kemudian
Dinding Agung bernama Hijab yang merupakan Selubung Hadlarat Ingsun.
Di sana: Sedang membicarakan apa wejangan di atas? Sedang membicarakan
suatu Kuasa: menitahkan segenap makhluk. Kuasa yang sudah disinggung pada
kalimat sebelumnya. Kuasa untuk menitahkan, Kuasa untuk menjadikan, dan
penjadian tersebut merupakan tanda dan bukti nyata dari Afal-Nya, Perbuatan-
Nya. Sekaligus penjadian tersebut juga merupakan pintu dari iradah-Nya,
Kehendak-Nya.

Hayyu Bernama Syajaratul Yaqin


Pada permulaan, Dia menjadikan Hayyu. Hayyu berarti Urip (Hidup). Hidup
adalah penjadian awal. Hidup tidak diciptakan. Hidup adalah bagian dari Dzat-Nya
sendiri. Dzat-Nya sendiri itu pun Hidup. Dia sendiri adalah Sang Hidup.

68
Penjadian awal ini adalah sumber, intisari, hakikat dari semesta dan seluruh
makhluk yang akan dijadikan-Nya kemudian. Jika Hayyu/Hidup menjadi intisari
semua makhluk, maka ia disebut Ruh. Hayyu/Hidup adalah akar, pohon semesta
yang sebenar-benarnya. Oleh karenanya, Hayyu/Hidup diberi nama Syajaratul
Yaqin. Syajaratul Yaqin sendiri berarti Pohon Yaqin, Pohon Yang Sebenar- benarnya.
Pohon ini berada di dalam sebuah alam yang tidak bisa dikatakan sebagai alam.
Sebuah alam yang disebut Alam Adam Makdum Ajali Abadi. Istilah ini berasal dari
bahasa Arab, Alam Adam Maqdum Azali Abadi, yang berarti: Alam Ketiadaan,
Yang Awal, Nirwaktu, dan Langgeng.

Hayyu disebut juga Hayyun, bermakna Panguripan (Penghidupan). Disebut


Hayyat, bermakna Anguripi (Menghidupi). Disebut lagi Hayyun Daim, bermakna
Urip Kang Tetep (Hidup Yang Ajek). Akan tetapi sejatinya semua tetap satu juga:
Hayyu.

Ketika Hayyu/Hidup ditiupkan kepada calon manusia (yaitu ketika sel-sel


kama/sperma telah bertemu dengan sel telur di dalam rahim ibu) dan lantas
bernama Ruh, dikatakan bahwa saat itulah calon manusia berada pada Alam
Ahadiyyah, Alam Keesaan, yaitu sebuah alam suci yang amat sangat dekat dengan
Dzat Tuhan, alam suci di mana ada sedikit Hijab atau tabir kebodohan yang
tercipta, masuk ke rahim ibu saat usia kandungan baru satu bulan.

Sajaratulyakin inilah hakikat dari Dzat Mutlaqalqadim: Dzat Yang Absolut dan
Yang Awal pada Alam Kabir/Alam Besar/Makrokosmos /alam semesta. Itu berarti
Sajaratulyakin adalah hakikat Tuhan itu sendiri. Disebut pula dengan Dating Atma
(Dzat dari Ruh) pada Alam Shaghir/Alam Kecil/Microcosmos/Manusia. Sehingga
dengan demikian, Dzat Ruh di Alam Saghir dan Dzat Tuhan di Alam Kabir
sesungguhnya satu adanya.

Cahaya Bernama Nur Muhammad


Pada tahapan yang kedua, Dia menjadikan Cahya (Cahaya/Nur) dan diberi
nama Nur Muhammad (Cahaya Terpuji), dengan sarana Cahaya Terpuji inilah
semesta bisa menjadi. Nur Muhammad adalah saran utama dalam menjadikan
semesta berikut makhluk-makhluk-Nya. Nur Muhammad adalah kekuatan-Nya.
Cahaya sesungguhya satu, tetapi mempunyai lima perwujudan, yaitu:
1. Nuriyat (Nuriyyah): Yang Bercahaya. Kemunculannya diringi warna hitam.
2. Nurani (Nur Aini): Cahaya Penglihatanku. Kemunculan diiringi warna merah.
3. Nurmahdi: Cahaya Petunjuk. Kemunculannya diiringi warna kuning.
4. Nurbuat (Nurun Nubuwwah): Cahaya Kenabian. Kemunculannya diiringi

69
warna hijau.
5. Empat sebutan tersebut secara keseluruhan disebut Nurullah yang berarti
cahaya Allah atau Nur Muhammad, yang kemunculannya sendiri diringi
cahaya putih bening gilang-gemilang. Gabungan dari cahaya hitam dari
Nuriyat, cahaya merah sari Nurani, cahaya kuning dari Nurmahdi, dan cahaya
hijau dari Nurbuwat.

Ketika Cahaya Terpuji atau Nur Muhammad ini telah keluar dari Nukat Gaib
(Nuqthah Ghaib: Titik Gaib, yang tak lain adalah Hidup), maka Alam Kabir mulai
tercipta. Untuk penciptaan dalam tataran Alam Sahir, pada mulanya Nur
Muhammad yang ada di Alam Kabir yang bekerja. Begitu calon manusia sudah
berbentuk janin dan telah ditiupkan Ruh ke dalamnya, Nur Muhammad lantas
keluar dari dalam Ruh dan bersiap-siap memulai penciptaan dalam tataran Alam
Sahir. Pada saat itulah calon manusia berada pada Alam Wakdat (Alam Wahdah:
Alam Kesatuan), yaitu sebuah alam suci yang dekat dengan Dzat Tuhan tetapi ada
Hijab atau tabir kebodohan di sana, masuk ke rahim ibu di usia kandungan dua
bulan.

Nur Muhammad adalah hakikat Cahaya yang diakui sebagai Tajalli Dzat,
Penampakan Ilahi pada Alam Kabir. Tajalli adalah penampakan. Itu berarti Nur
Muhammad diakui sebagai penampakan utama dari Dzat Tuhan di alam semesta,
sekaligus diakui sebagai: Sipating Atma (Sifat dari Ruh) pada Alam Saghir. Atma
adalah Ruh, dan Nur Muhammad adalah sifat atau karakter utama Ruh manusia.

Kaca Aran Miratulkayai (Cermin Bernama


Miratul Haya)
Pada tahapan yang ketiga, Dia menjadikan Kaca (Cermin) yang diberi nama
Miratulkayai (Miratul Haya: Cermin Malu). Mir'ah berarti Cermin, dan Haya
berarti Malu. Diterjemahkan dalam bahasa Jawa dengan istilah Kaca Wirangi, yang
bermakna cermin yang bisa membuat malu. Cermin ini adalah cermin yang bening
sebening-beningnya. Siapapun yang berkaca di depannya, maka segalanya akan
jelas menampak, bahkan sampai kepada aib dan dosa yang rapat disembunyikan,
sehingga akan menimbulkan perasaan malu. Itulah mengapa Cermin ini disebut
Kaca Wirangi.

Wirangi berasal dari bahasa Arab, wirai, yang bermakna bersikap hati-hati
dalam menjalankan segala perintah dan larangan Dzat Yang Mahasuci. Bisa juga
diartikan berasa malu berbuat maksiat kepada Dzat Yang Mahasuci. Kata wirai
yang diucapkan wirangi oleh lidah Jawa memiliki kesesuaian makna dengan kata

70
Jawa Kuno dan Jawa Baru, wirang, yang berarti malu. Kaca Wirangi berarti Cermin
Malu atau Miratul Haya. Tentu saja keberadaannya sekadar perlambang belaka.
Tahapan ketiga ini adalah tahapan ketika segala sesuatu masih suci. Debu yang
kotor tidak terdapat di sana. Dosa yang memalukan tidak muncul di sana. Pada
tahap ini seorang manusia yang mencari Tuhannya akan mabuk Cinta Ilahi. Itulah
mengapa Cermin yang sedemikian jernih ini dikatakan penuh dengan Perbenda-
haraan Rahasia/Rasa Sejati Yang Rahasia/Rahsa/Sir (Sirr) yang menimbulkan
gejolak Cinta Agung. Pada tahap inilah seorang sufi wanita, Rabiah Al-
Adawiyyah9 pernah bertutur:

Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut neraka, bukan pula karena berharap
surga. Aku mengabdi karena cintaku kepada-Nya. Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena
berharap surga, campakkanlah aku darinya. Tetapi jika aku menyembah-Mu demi
Engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan Wajah-Mu,
yang abadi kepadaku. Aku mencintai-Mu dengan dua macam cinta, cinta rindu dan
cinta karena Engkau layak dicintai. Dengan cinta rindu kusibukkan diriku mengingat-
Mu selalu dan bukan selain-Mu. Sedangkan cinta karena Engkau layak dicinta, di
sanalah Kau menyingkap Hijab-Mu, agar aku dapat memandang-Mu. Namun tak ada
pujian dalam ini atau itu. Segala pujian hanya untuk-Mu dalam ini atau itu.

Sesungguhnya keberadaan Miratulkayai/Perbendaharaan Rahasia/Rasa Sejati Yang


Rahasia/Rahsa/Sir adalah tunggal, akan tetapi mempunyai enam macam perwuju-
dan, yaitu:

1. Sir Ibtadi (Sirrul Ibtadi): Rahasia Awal. Menjadi tempat keluarnya asmaranala
mring Hyang Agung (hati yang penuh cinta kepada Tuhan).
2. Sir Kahari (Sirrul Qahhar): Rahasia Kuasa. Menjadi tempat keluarnya
asmaratura mring Hyang Agung (kerinduan kepada Tuhan).
3. Sir Kamal (Sirrul Kamal): Rahasia Sempurna. Menjadi tempat keluarnya
asmaraturida mring Hyang Agung (kecintaan kepada Tuhan).
4. Sir Asisi (Sirrul Azizi): Rahasia Mulia. Menjadi tempat keluarnya asmaradhana
mring Hyang Agung (api cinta kepada Tuhan).
5. Sir Hakiki (Sirrul Haqiqi): Rahasia Kebenaran. Menjadi tempat keluarnya
asmaratantra mring Hyang Agung (cinta yang mendasar kepada Tuhan).
6. Sir Wahdi (Sirrul Wahdi): Rahasia Tunggal. Disebut pula Sir Gaibi (Sirrul
Ghaibi), Rahasia Gaib. Menjadi tempat keluarnya asmaragama mring Hyang
Agung (asmara yang tidak berubah kepada Tuhan).

9
Rabiah AlAdawiyyah binti Ismail Al-Adawiyah Al-Bashriyyah. Ia lahir di Basrah
tahun 95 H/174 M dan meninggal sekitar tahun 185 H/801 M.

71
Semua nama di atas secara keseluruhan disebut sebagai Sirrullah (rahasia
Allah). Pada Alam Saghir, ketika Miratulkayai muncul dari Nur Muhammad, pada
saat itu calon berada pada Alam Wahidiyyah: Alam Ketunggalan), sebuah alam suci
yang sangat dekat dengan Dzat Tuhan tetapi sudah ada sedikit Hijab atau tabir
kebodohan yang tercipta, masuk ke rahim ibu di usia kandungan tiga bulan.

Miratukayai adalah hakikat Pramana (Inti Kesadaran) yang diakui sebagai Rahsa-
ning Dzat (Rasa Sejati Yang Rahasia dari Dzat) pada Alam Kabir. Sekaligus diakui
sebagai asmaning Atma (Nama dari Ruh) pada Ngalam Sahir.

Nyawa Aran Roh Ilapi (Nyawa Bernama Ruh


Idlafi)
9 Macam Dan Jenis Roh Pada Manusia Serta Fungsinya10

Roh adalah bagian dari tubuh kita yang tidak dapat dihindari keberadaanya
bahkan Allah SWt pun berfirman pada "surat Al-isra'17 ayat 85 yang artinya dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. katakanlah roh itu termasuk urusanku, dan
tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Dengan pengetahuan ini yang telah dilakuakan pengkajian dari dahulu secara
sangat mendalam oleh nenek moyang kita ternyata memang tubuh manusia itu
terdiri dari 9 jenis roh dan mereka memiliki fungsi dan tugas nya masing masing
berikut 9 Macam Roh Pada Manusia Serta Fungsinya :

1. Roh idlafi atau dalam bahasa kejawen sering disebut dengan roh ilapi/ilopi :

Alam tinggal roh idlafi ini adalah nur (cahaya) yang terang benderang dan
sangat sejuk. roh idhofi adalah roh central atau pusat dalam tubuh manusia roh ini
yang memiliki peranan paling besar/penting dan roh inilay yang memerintah dari
ke 8 roh lainya makadari itu roh idlafi diberi julukan "johar awal suci" roh inilah
yang membuat manusia hidup. roh idlafi adalah roh sumber dari 8 roh lainya bila
mana roh idlafi ini keluar dari raga manusia maka dapat dipastikan roh yang ke 8
akan ikut serta keluar dari raga dan kejadian inilah yang disebut Kematian maka
dari itu roh idlafi disebut "Nyawa" namun bila kebalikanya yaitu ke 8 roh keluar
dari tubuh kita namun 1 roh (Idlafi) tetap tinggal dalam raga dapat dipastikan
manusia masih bisa hidup namun pasti saja memiliki kekurangan dikarenakan 8
fungsi yang mengatur tubuh kita hilang. 'bagi seseorang yang mempunyai tingkat

10
http://munsypedia.blogspot.com/2013/04/9-macam-dan-jenis-roh-pada-
manusia-serta-fungsinya.html

72
ilmu kebatinan tinggi dapat menjumpai wujud dari roh idlafi ini. wujud dari roh
idhofi tidak jauh berbeda dengan tubuh kita dari rupa, suara, tingkah dan segala
sesuatunya persis seperti wujud kita sendiri yang memiliki (tidak ada yang berbeda)
sifat inilah yang membedakan roh idhofi berbeda dengan roh lainya

2. Roh Rabbani : Alam tinggal roh ini dalam nur (cahaya) berwarna kuning diam
tak bergerak.

Sifat roh rabbani ini tidak mempunyai kehendak apa apa. memiliki keten-
traman hati. dan tubuh tidak merasakan apa apa. karena roh ini tidak memiliki
hawa nafsu maka roh ini sering dipergunakan para kaum supranaturalis sebagai
titik acuan dalam semedi / bertapa. untuk mencapai ketenangan dan penyatuan
dengan alam

3. Roh Rohani : roh ini yang mengendalikan hawa nafsu manusia.

Roh ini mimiliki 2 sisi kehendak yang berbeda. Roh yang membuat kita sering
merasakan kadang menyukai sesuatu hal. dan kadang tidak menyukai hal tersebut
(membenci). Roh ini pun yang memiliki pengaruh akan perbuatan baik dan buruk.
Roh ini pun memiliki 4 jenis nafsu yaitu:
1. Nafsu luwama (aluamah)
2. Nafsu Amarah
3. Nafsu Supiyah
4. Nafsu mulamah (mutmainah).

Jika roh ini meninggalkan tubuh manusia maka manusia tidak akan
mempunyai nafsu lagi. Bilamana manusia mampu menguasai roh ini maka ia akan
hidup dalam keilmuan. Roh ini memiliki sifat mengikuti penglihatan. apa yang kita
pandang, apa yang kita lihat disitulah roh rohani berada. untuk melihat/menjum-
pai roh ini kita akan menjumpai terlebih dahulu melihat macam macam nur
(cahaya) seperti kunang kunang. Setelah cahaya tersebut hilang barulah kita dapat
menjumpai roh ini

4. Roh Nurani

RUH Nurani (Ruh Nur Aini): Ruh/Nyawa/Atma yang (Menghidupi peng-


lihatan. Penglihatan di sini adalah Nur Muhamamad. Dengan kata lain, Roh Nurani
adalah Hidup yang menghidupi Nur Muhammad manusia. Karena roh inilah
manusia bisa merasakan suatu petunjuk yang menuntun dan keterangan dalam hati
& pikiran. Bilamana roh nurani meninggalkan tubuh maka orang tersebut akan
merasakan gelap nya hati dan pikiran. Roh Nurani menguasai nafsu mutmainah
yang menonjol yang dapat mengalahkan nafsu lainya sehingga membawa kebaikan
yang terjaga. Hati terasa tentram, prilaku baik dan terpuji, air muka pun akan

73
terlihat bersinar (bercahaya) tidak banyak berbicara, tidak ragu dalam mengambil
keputusan, serta tidak mengeluh jika ditimpa kesusahan/musibah. bagi yang bisa
menguasai roh ini semua perkara, suka, duka akan dipandang sama rata

5. Roh Kudus

ROH Kudus (Ruhul Quddus): Ruh/Nyawa/Atma yang Suci. Inilah sebenar-


benarnya Ruh. Disebut juga Hayyu atau hidup. Dengan kata lain, Roh Kudus adalah
hakikat Hidup manusia. Roh ini membawa pengaruh sifat welas asih pada semua
makhluk. tidak segan memberi pertolongan dan berbuat kebajikan serta mempe-
ngaruhi perbuatan amal ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya

6. Roh Rahmani

Roh diberi nama yang mengambil dari kata "Rahman" yang artinya pemu-
rah. Ruh/Nyawa/Atma yang pengasih, disebut juga Roh Rabani (Ruh Rabbani),
Ruh Tuhan. Ruh ini menghidupi Sir/Rahsa. Dengan kata lain, Ruh Rahmani adalah
Hidup yang menghidupi Sir/Rahsa manusia. Karena roh ini memiliki sifat pemurah
suka memberi dan bersifat sosialitas.

7. Roh Jasmani :

Ruh/Nyawa/Atma yang menghidupi badan fisik. Disebut pula Roh Kewani


(Ruh Hewani), Ruh Hewan, karena Ruh ini juga menghidupi hewan. Dengan kata
lain, Roh Jasmani adalah Hidup yang telah menghidupi badan fisik manusia.
Pemahaman sifat kerja roh ini sering diterapkan dalam ilmu pengobatan
dikarenakan roh inilah yang mengatur seluruh sistem peredaran darah, urat syaraf
pada manusia. Karena roh inilah kita memiliki rasa sakit, cape, segar, roh inipun
memiliki nafsu amarah dan nafsu hewani nafsu inilah yang membuat kita malas,
menyukai hubungan badan, serakah, dan ingin dimengerti sendiri. Salah satu
tantangan seseorang mempelajari ilmu kebatinan untuk mencapai taraf supranatural
yang paling utama adalah menundukan sifat roh jasmani ini dalam tubuh. Karena
tanpa terlebih dahulu menundukan sifat roh ini maka tidak akan mampu menguasai
ilmu kebatinan tingkat tinggi yang selalu terhalang oleh rasa sakit malas dan
sebagainya

8. Roh Nabati

Ruh/Nyawa/Atma yang menghidupi tetumbuhan bulu, kuku, dan segala


yang tumbuh pada badan fisik manusia diibaratkan sebagai tumbuhan. Begitu juga
Kesadaran Jaga atau Budi, juga dihidupi oleh Roh Nabati Dengan kata lain, Roh
Nabati adalah Hidup yang telah menghidupi Kesadaran Jaga manusia. Roh ini yang
mengendalikan perkembangan pertumbuhan pada tubuh.

74
9. Roh Rewani

Roh inilah yang menjaga tubuh kita. bila roh ini keluar dari tubuh maka kita
akan tertidur. Dan apa bila roh ini kembali dari tubuh maka kita akan kembali
terbangun. Jika seseorang tertidur bermimpi dengan arwah seseorang. maka roh
rewani dari orang yang bermimpilah yang menjumpainya. Jadi mimpi tersebut
adalah hasil kerja roh rewani yang mengendalikan otak manusia, pergi dan
keluarnya roh rewani pun yang diatur oleh roh idlafi, begitupun degan roh yang
lainya masih tetap dalam kekuasaan roh idhofi.

Roh Ilapi adalah sasandhaning nyawa (sandaran nyawa). Roh Ilapi adalah
pengucapan lidah Jawa untuk frase Arab: Ruhul Idlafi, yang berarti tempat
bersandar Ruh/Nyawa/ Attma. Bagaimana mungkin Ruh membutuhkan sandaran?
Bukankalh Ruh tak lain adalah percikan dari Dzat atau Hayyu lain adalah percikan
dari Dzat atau Hayyu yang bersifat mutlak dan melampaui segalanya? Dan dengan
demikian bukankah Ruh pun menjadi mutlak dan melampaui segalanya?

Sandaran Ruh/Nyawa/Atma adalah tempat di mana Ruh/Nyawa/Atma mulai


kehilangan sifat aslinya karena sudah tertirai oleh Hijab. Hijab adalah tabir
penghalang yang menyebabkan penglihatan Ruh sudah mulai tertutupi. Ia tidak lagi
mengingat siapa dirinya yang sesungguhnya. Ia sudah mulai terkecoh oleh Hijab. Ia
sudah mulai bersandar pada sesuatu, padahal Ruh tidak butuh tempat bersandar.
Ruh mulai merasa lemah, padahal ia tidak mengenal kelemahan. Ruh yang sudah
bersandar pada sesuatu disebut Roh Ilapi. Pada tahap ini mulai tercipta badan halus
seorang manusia. Bakal badan material dalam unsur-unsurnya yang lebih halus.

Semua nama itu disebut Rohulah (Ruhullah), Ruh/Nyawa/Atma Allah. Ketika


Ruh sudah menyandarkan diri pada sesuatu, sudah menjadi Roh Ilapi, pada saat itu
calonmanusia berada pada Alam Arwah (Alam Arwah: Alam banyak Ruh), yaitu
sebuah alam yang sudah benar-benar diliputi oleh Kijab sehingga Ruh yang tunggal
seolah-olah menjadi terpecah-pecah.

Ruh itu tunggal dan tidak bisa dibagi-bagi. Ruh layaknya udara yang menghi-
dupi seluruh makhluk. Terlihat berbilang hanya ketika Ruh menghidupi individu-
individu yang beraneka rupa. Jika dikatakan banyak Ruh, maka ia adalah Ruh yang
terbagi-bagi, Ruh yang banyak. Dan itu berarti bikan lagi Ruh yang sesungguhnya,
melainkan Ruh yang sudah terliputi Hijab dan sudah mulai melahirkan Napsu atau
Pribadi suatu makhluk. Dengan kata lain, Roh Ilapi adalah hakikat badan halus,
hakikat badan astral calon manusia, dikenal dengan istilah Suksma, masuk ke rahim
ibu di usia kandungan empat bulan.

Ada fenomena menarik ketika Roh Ilapi sudah bersiap untuk menghidupi

75
Napsu atau Pribadi manusia. Diriwayatkan, muncul sebuah bayangan dari Roh
Ilapi. Bayangan ini akan senantiasa mengikuti manusia ke mana pun dia ada.
Bayangan ini disebut Makdum Sarpin,11 yang menandai jatuhnya Ruh ke dalam
Kijab duniawi, ke dalan Warana (Selubung, Penutup) yang penuh ketidaksadaran,
ke dalam kedudukan hilangnya kemuliaan ilahi sang Ruh, Makdum Sarpin inilah
yang kerap disebut Qarin atau pendamping manusia. Dia bukan makhluk yang
berasal dari luar keberadaan manusia, bukan entitas lain, bukan pribadi lain. Dia
adalah bayangan Roh Ilapi.

Jadi salah tolal jika Makdum Sarpin dianggap sebagai makhluk sebangsa jin
yang senantiasa mengikuti dan mendampingi manusia. Sosok bayangan Roh Ilapi
ini juga yang kerap disalahpahami sebagai guardian angel oleh beberapa orang. Dari
anggapan pertama sebagai makhluk rendah sebangsa jin, sekarang meningkat
kedudukannya menjadi sosok malaikat penjaga. Itu juga salah kaprah. Sekali lagi,
tidak ada entitas apa pun yang ikut mencampuri kehidupan manusia.

Lalu, begitu Roh Ilapi sudah menghidupi Napsu (Nafs), maka muncul dua
warna utama. Pertama warna merah, kedua warna putih. Munculnya dua warna ini
menandakan Napsu yang dihidupi oleh Roh Ilapi mulai memiliki karakter awal.
Karakter awal ini adalah limpahan dari Sifat Kamal dan Jamal dari Dzat, yaitu silat
sempurna dan sifat cantik yang mewujud dalam cahaya merah, serta limpahan dari
Sifat Jalal dan Kahar (Qahhar) yang mewujud dalam cahaya putih. Sifat Kamal dan
Jamal mewakili sifat kelembutan seorang manusia, sedangkan seifat Jala dan Kahar
mewakili sifat ketegasan seorang manusia. Bisa dikatakan, warna merah mewakili
kecenderungan feminin seorang anak manusia, warna putih mewakili kecende-
rungan maskulin seorang anak manusia. Orang Jawa lantas menyebut keduanya
dengan sebutan Mar dan Marti. Mar untuk yang maskulin, Marti untuk yang
feminin.

Kata Mar sendiri bermakna menyebar. Apa yang menyebar? Tak lain adalah
Hijab, Warana, tirai ilusi yang telah menyebar rata, menangkupi kesadaran Ruh
dengan sangat perkasa. Sedangkan Marti berasal dari kata warti, yang berarti kabar.
Kata warti itu kemudian berubah menjadi marti, yang berarti memberikan khabar.
Memberikan kabar tentang apa?

Tentang keberadaan sadaran Ruh yang sempurna lagi cantik. Lalu, begitu Roh
Ilapi sdh benar-benar menghidupi Nafsu, maka muncul delapan macam cahaya,
yaitu:
1. Merah

11 Madum Syarfin: Ketiadaan Kemuliaan.

76
2. Hitam.
3. Kuning,
4. Putih.
5. Hijau Muda
6. Hijau Tua atau Biru.
7. Merah muda atau Nila.
8. Ungu.

Delapan macam cahaya itu disebut Cahya Kadim yang berarti Cahaya Awal
ketika Napsu (Nafs) sudah mulai memiliki kehidupan.

Roh Ilapi adalah hakikat Suksma12 yang diakui sebagai kahananing Dat (keadaan
Dzat), Dzat Tuhan yang sudah terjerat oleh keadaan fana. Sekaligus diakui sebagai
afal nya Atma (perbuatan Ruh).

Damar Aran Kandhil (Pelita Bernama Kandhil)


Kandhil sebenarnya adalah tempat pelita berbahan emas murni. Tapi di sini
bermakna pelita tanpa api. Pelita adalah sumber cahaya yang sudah sedemikian
kecil, sehingga untuk menerangi satu ruangan dibutuhkan beberapa pelita. Di Jawa
masa lalu, jajaran pelita yang banyak disebut damar sewu. Pelita tanpa api adalah
simbol dari terciptanya pribadi, terbentuknya individu yang solid, terbentuknya
badan seorang manusia, walaupun masih berupa badan halus.

Ketika Roh Ilapi telah sepenuhnya menghidupi Napsu (Nafs), Roh Ilapi menarik
unsur-unsur halus yaitu Air, Api, Angin, dan Tanah, sehingga terciptalah empat
karakter di bawah ini:

1. Unsur halus Air, dilambangkan dengan warna putih, menciptakan Pribadi yang
tenang, disebut Napsu Mutmainah (Nafsul Muthmainnah).

12 Suksma: diambil dari kosakata Jawa Kuno yang berarti Halus. Pengertian selanjutnya merujuk pada badan halus, badan astraal, jiwa, soul, mind.

77
2. Unsur halus Api, dilambangkan dengan warna merah, menciptakan Pribadi
yang selalu mengajak kepada keburukan dan kemarahan, disebut Napsu
Amarah.
3. Unsur halus Angin, dilambangkan dengan warna kuning, menciptakan Pribadi
yang selalu tertawan kepada kenikmatan, disebut Napsu Supiyah (Nafsus
Sufiyyah).
4. Unsur halus Tanah, dilambangkan dengan warna hitam, menciptakan Pribadi
yang bebal dan suka menyesali, disebut Napsu Luwamah (Nafsul Lawwamah).

Lebih jelasnya seperti ini:

Nafsu Luwamah (Nafsul Lawwamah) bermakna pribadi yang penuh


ketidaktetapan, penuh penyesalan. Menimbulkan lapar, dahaga, rasa kantuk,
kemalasan, dan kebebalan. Juga memiliki daya untuk mengingat segala
sesuatu. Diibaratkan bertempat pada perut dan berpintu pada mulut. Perut
lambang kebutuhan alamiah manusia dan mulut lambang pintu pemenuhan
kebutuhan alamiah manusia. Secara batin menimbulkan sorot cahaya hitam
yang kasar.

Nafsu Amarah (Nafsul Ammarah) bermakna pribadi yang penuh kemara-


han. Menimbulkan daya yang menyebabkan angkara murka dan sifat yang
mudah tersinggung. Diibaratkan bertempat pada amperu (kantong empedu
berpintu pada telinga. Kantong empedu lambang kepahitan dan telinga
lambang pintu masuknya suara-suara mengejutkan yang menimbulkan
keresahan. Secara batin menimbulkan sorot cahaya merah kasar.

Nafsu Supiyah (Nafsus Sufiyyah) bermakna pribadi yang penuh keinginan.


Menimbulkan keserakahan dan keterpikatan pada kenikmatan duniawi.
Diibaratkan bertempat pada lelimpa (limpa) dan berpintu pada mata. Limpa
memproduksi getah putih (darah pulih) yang berguna menyembuhkan luka.
Luka ibarat kesedihan karena tidak terpenuhinya hasrat duniawi. Dengan
demikian limpa adalah lambang pemenuhan hasrat duniawi, sedangkan
mata adalah lambang pintu masuknya hasrat duniawi. Secara batin
menimbulkan sorot cahaya kuning kasar.

Napsu Mutmainah (NafsulMuthmainnah), berarti pribadi yang penuh kete-


nangan. Menimbulkan daya kesabaran. Diibaratkan bertempat pada tulang
dan berpintu pada hidung. Tulang lambang keteguhan dan hidung lambang
untuk menarik udara segar sebagai sarana meredakan kemarahan. Secara
batin memancarkan sorot cahaya putih kasar.

Keempat Napsu/Pribadi di atas sejatinya satu dan tak terpisahkan, namun

78
memiliki ciri yang berbeda. Empat Pribadi itu dikenal orang Jawa dengan sebutan:

1. Kakang Kawah untuk Napsu Mutmainah


2. Getih untuk Napsu Amarah
3. Adhi Ari-Ari untuk Napsu Supiyah
4. Puser untuk Napsu Luwamah

Lantas berkembanglah pemahaman Sadulur Papat Kalima Pancer (Empat


Saudara yang Kelima Pusat). Sadulur Papat (Empat Saudara) tak lain adalah empat
Napsu yang sudah dijabarkan di atas, sedangkan yang disebut Pancer (Pusat)
adalah Ruh.

Jikalau diperhatikan dengan saksama, asal munculnya hawa dari Napsu ini
sesungguhnya dari otak. Hawa adalah daya. Hawa napsu berarti daya atau
kekuatan Napsu. Sesungguhnya empat Pribadi yang telah dipaparkan di atas tak
lain adalah: Kesadaran Jaga dan Kesadaran Kepahaman (Consiousness dan Awareness)
atau Budi untuk Napsu Mutmainah; pikiran (Thought) untuk Napsu Supiyah;
Perasaan (emotion) untuk Napsu Amarah; Ingatan (Memory) untuk napsu
Luwamah. Empat hal itu disebut Mind atau Soul. Dan apakah kita bisa memisah-
kan keempat-empatnya?

Tentu tidak. Karena keempat-empatnya merupakan satu kesatuan utuh.


Sedangkan Pancer (Pusat) tak lain adalah Hidup, Ruh (spirit) itu sendiri. Adalah
salah jika menganggap Sadulur Papat (Empat Saudara) sebagai pribadi lain yang
terpisah dari manusia, yaitu semacam pribadi lain berupa makhluk-mahkluk gaib
yang selalu menjaga setiap individu semenjak mereka dilahirkan. Mirip semacam
bodyguard gaib. Sungguh, masih banyak yang memaha-minya secara salah seperti
ini, dan hal ini perlu diluruskan. Tidak ada pribadi lain, tidak ada mahkluk lain
yang mengikuti manusia, mengatur-atur mengendalikan manusia. Pemahaman
semacam itu, hanya menimbulkan praktik-praktik klenik yang bisa melenceng dari
Ngelmu Kesempurnaan.

Pada bulan kelima ini pula perasaan manusia yang dihasilkan oleh Napsu
Amarah menjadi sangat aktif. Perasaan sebenarnya hanya satu, namun mempunyai
lima perwujudan, yaitu:
1. Hati Manawi: Hati yang sekadar maknawi, bukan hati fisik. Ia
merupakan wahyaning Ati (tempat keluarnya Perasaan).
2. Hati Sanubari: wahananingAti (keberadaan Perasaan).
3. Hati Suwedha: wodingAti (akar Perasaan),
4. Hati Fuad: pramananing Ati (inti kesadar.i Perasaan).
5. Hati Sirr: rahsaningAti (rahasia Perasaan).

79
Keberadaan Napsu juga tidak bisa dilepaskan dari Napas (Nafas). Napas dan
Napsu ibarat satu koin mata uang dengan dua sisi. Ketika Napsu Mutmainah
berkuasa pada Anda, maka napas Anda akan stabil dan tenang. Ketika Napsu
Amarah dan Napsu Supiyah berkuasa pada Anda, maka napas Anda akan menjadi
cepat. Ketika Napsu Luwamah berkuasa pada Anda, maka napas Anda tidak stabil.

Napas sendiri bisa dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Napas (Nafas): udara yang menghidupi seluruh tubuh manusia.


2. Tanapas (Tanafas): udara yang berdiam dalam darah.
3. Anpas (Anfas): udara yang ditarik masuk ke dalam tubuh.
4. Nupus (Nufus): udara yang dikeluarkan dari dalam tubuh.

Pada bulan kelima ini, Napsu manusia mulai terbentuk. Pada akhir bulan kelima
memasuki bulan keenam, sistem pernapasan mulai aktif. Ketika Kandhil atau Badan
Halus atau Nafs manusia sudah terbentuk, pada saat itu calon manusia berada pada
Alam Mitsal (Alam Perumpamaan, Alam Bayangan), yaitu sebuah alam yang sudah
benar-benar terliputi Hijab dan ilusi, masuk ke rahim ibu di usia kandungan lima
bulan. Kandhil adalah hakikat angan-angan yang diakui sebagai wewayanganing Dat
(bayangan Dzat), sekaligus diakui sebagai embananing Atma (wadah Ruh/Nyawa/
Atma).

Sesotya Aran Dharah (Berlian Bernama Darah)

Sesotya berarti berlian yang memancarkan cahaya warna-warni. Berlian ini


mengalir di sekujur tubuh fisik calon manusia yang sudah terbentuk. Berlian ini tak
lain adalah darah. Darah, selain berfungsi untuk menghidupi badan fisisk,
sesungguhnya juga membawa Budi. Budi bisa berarti kesadaran Jaga (Consciousness)
sekaligus bisa berarti Kesadaran Kepahaman (Awareness). Ungkapan Jawa aja budi
wae (jangan bergerak saja) merujuk pada Kesadaran Jaga.

Kesadaran Jaga adalah pengetahuan penuh atas diri, ruang, dan waktu.
Sedangkan ungkapan Jawa luhur buditie (luhur kesadaran pemahamannya) merujuk
pada Kesadaran Kepahaman. Kesadaran Kepahaman adalah kesadaran dari hasil
pengetahuan atau pengalaman hidup. Darah hanya membawa Kesadaran Jaga
(Consciousness) yang berasal dari Napsu Mutmainah. Di dalam Napsu Mutmainah
sendiri terkandung dua kesadaran itu sekaligus: Kesadaran Jaga dan Kesadaran
Kepahaman.

Hubungan Kesadaran Jaga dengan darah memang sangat erat. Kegagalan sistem

80
sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang memadai, atau
berkurangnya suplai darah, mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke
jaringan tubuh dan otak sehingga bisa mempengaruhi turunnya Kesadaran Jaga.
Demikian pula sebaliknya, jika sirkulasi darah lancar dan stabil, suplai darah akan
memadai dan mempengaruhi stabilnya Kesadaran Jaga.

Budi sebenarnya tunggal, tetapi mempunyai tiga per wujudan, yaitu:

1. Karmendriya: purbaning Budi (kuasa dari Budi), yaitu kesadaran penglihatan,


pendengaran, penciuman, dan pengucapan.
2. Antarendriya: antaraning Budi (jarak waktu Budi), yaitu detak jantung dan
napas. Antaraning Budi mengandung arti bahwa Budi tidak menyadari bahwa
hal itu terjadi; atau dengan kata lain terjadi begitu saja tanpa perlu kehadiran
Budi.
3. Jayendriya: wisesaning Budi (wewenang Budi), yailu perabaan tubuh seperti
perabaan kulit, kemaluan, dubur, tangan, dan kaki.

Ketika Darah sudah membawa Budi (Kesadaran Jaga), pada saat itu calon manu-
sia berada pada Alam Ajsam (Alam Ajsam: Alam Jasad/Alam Jisim), masuk ke
rahim ibu di usia kandungan enam bulan. Darah yang membawa Budi (Kesadaran
Jaga) disebut sebagai pepaesaning Dat (hiasan Dzat), disebut juga sebagal wiwaraning
Atma (lubang melingkar dari Ruh). Lubang adalah celah. Di dalam darah manusia
terdapat lubang atau celah Ruh. Jika darah menghilang, keluarlah Ruh dari tubuh
fisik manusia.

Dhingdhing Jalal Aran Kijab


(Dinding Agung Hijab)
Dhindhing Jalal berarti Dinding Agung. Sebuah sekat yang Agung dan Kokoh.
Hijab berarti tabir. Apakah sekat agung yang berfungsi sebagai tabir penghalang
ini? Tak lain adalah Badan Fisik manusia atau Jasad. Dhingdhing Jalal atau Jasad
sebenarnya juga hanya satu, akan tetapi mempunyai dua macam perwujudan:-
1. Jasad Turab: Badan Tanah, yaitu badan yang tercipta dari tanah. Disebut juga
badan Jasmani.
2. Jasad Lathif: Badan Halus, yaitu badan Suksma. Disebut juga badan Ruhani.

Ketika Dhingdhing Jalal sudah tercipta dengan sempurna, calon manusia sudah
bisa disebut sebagai manusia. Pada saat ia berada pada Alam Alam Insan Kamil:
Alam Manusia Sempurna), sebuah alam penuh ilusi namun merupakan alam

81
keberadaan manusia yang benar-benar telah menjadi manusia secara sempurna,
sempurna terliputi tabir kebodohan, masuk ke rahim ibu di usia kandungan tujuh
bulan.

Dhindhing Jalal adalah hakikat Jasad, disebut sebagai warananing Dzat


(Selubung Dzat) sekaligus Sasandhaning Atma (Tempat Bersandar Ruh).

Yang merupakan selubung Hadlarat Ingsun.

Warana (Selubung) Dzat Tuhan telah lengkap berada pada Alam Insan Kamil ini.
Semua yang telah disebut di atas adalah Warana/Tabir dari Kalarat Tuhan. Kalarat
adalah pengucapan lidah Jawa untuk kata Arab, Hadlarat, yang berarti Kehadiran.

Sungguh Dzat Yang Mahasuci bersifat Esa. Esa berarti tidak berbilang. Disebut
pula sebagai Dzat Mutlaq Qadim Azali Abadi, yang berarti Dzat yang absolut,
terdahulu, nirwaktu, dan abadi. Dzat Yang Mahasuci telah membabar Kodrat Iradat
(Qudrat Iradah Kuasa dan Kehendak)-Nya dalam tujuh keadaan. Tujuh keadaan
tersebut diakui sebagai Tabir Penghalang Dzat. Tujuh keadaan tersebut adalah:

1. Hayyu: Urip (Hidup), berada di luar Dat (Dzal)


2. Nur: Cahya (Cahaya), berada di luar Urip (Hidup).
3. Sir (Sirr): Rahsa/Rasa Sejati Yang Rahasia, berada di luar Nur/Cahya.
4. Roh Ilapi (Ruh Idlafi): Ruh yang telah bersandar, disebut Suksma, berada di luar
Sir/Rahsa.
5. Napsu (Nafs): Kepribadian, berada di luar Roh Ilapi/ Suksma.
6. Budi: Kesadaran Jaga, berada di luar Napsu.
7. Jasad: Badan Fisik, berada di luar Budi.

Hayyu mendapat wewenang Dzat untuk menghidupi keberadaan Nur/Cahya,


Sir/Rahsa, Roh Ilapi/ Suksma, Napsu, Budi, Jasad. Merata tanpa satu pun yang
terlewati. Adapun yang tampak nyata dan bisa kita raba dari keberadaan Hayyu,
satu per satu penjelasannya sebagai berikut:

1. Ketika Hayyu menghidupi Nur/Cahya, ia meresap ke mata batin kita. Oleh


karenanya kita memiliki Kesadaran Kepahaman (Awareness). Jika kita
mempunyai Kesadaran kepahaman, itu artinya Penglihatan Dzat memakai mata
batin kita.

2. Ketika Hayyu menghidupi Sir/Rahsa, ia meresap ke hidung batin kita. Oleh


karenanya kita memiliki perasaan. Jika kita mampu merasa, itu artinya
Penciuman Dzat memakai hidung batin kita.

3. Ketika Hayyu menghidupi Roh Ilapi/Suksma, ia meresap ke lidah batin kila.


Oleh karenanya kita mampu berinteraksi. Jika kita mampu berinteraksi, itu

82
artinya Pengucapan Dzat memakai lidah batin kita.

4. Ketika Hayyu menghidupi Napsu, ia meresap ke telinga batin kita. oleh


karenanya kita mampu menerima segala sensasi dari dunia luar. Jika kita
mampu menerima segala sensasi dari dunia luar, itu artinya Pendengaran Dzat
memakai telinga batin kita.

5. Ketika Hayyu menghidupi Budi, ia meresap ke otak dan jantung kita. Oleh
karenanya kita memiliki Kesadaran Jaga (Consciousness). Jika kita mampu
memiliki Kesadaran Jaga, itu artinya Kesadaran Jaga Dzat memakai otak dan
jantung kita.

6. Ketika Hayyu menghidupi Jasad, ia merata pada darah. Oleh karenanya seluruh
Jasad bisa hidup. Jika kita memiliki kehidupan, itu artinya Hidup Dzat memakai
jasad kita. Tidak beda ketika Dzat menghidupi seluruh isi alam: matahari, bulan,
bintang, dan sebagainya.

Bisa juga dijabarkan sebagai berikut:

1. Dzat berkuasa atas Hayyu. Artinya, Dzat adalah witing Urip (akar Kehidupan).
2. Hayyu berkuasa atas Nur/Cahya. Artinya, Hayyu atau Hidup menguasai
keluarnya Nur/Cahya.
3. Nur/Cahya berkuasa atas Sir/Rahsa. Artinya, Nur/Cahya menguasai
hidupnya Sir/Rahsa.
4. Sir/Rahsa berkuasa atas Roh Ilapi/Suksma. Artinyn, Sir/Rahsa menguasai
hidupnya Roh Ilapi/Suksma.
5. Roh Ilapi/Suksma berkuasa atas Napsu. Artinya, Roh Ilapi/Suksma
menguasai hidupnya Napsu.
6. Napsu berkuasa atas Budi. Artinya, Napsu menguasai hidupnya Budi.
7. Budi berkuasa atas Jasad. Artinya, Budi menguasai hidupnya Jasad.

Apabila dibalik urut-urutannya, maka urutannya sebaj berikut:

Jasad dalam wewenang Budi; Budi dalam wewenang Napsu; Napsu dalam wewenang
Suksma; Suksma dalam wewenang Rahsa; Rahsa dalam wewenang Cahya; Cahya dalam
wewenang Urip (Hidup); Urip sepenuhnya dikuasai Dzat. Oleh karenanya keberadaan
Urip tidak bisa dibatasi dengan keberadaan Dzat. Sesungguhnyalah Urip kita inilah
Dzat Tuhan Yang Mahasuci Sejati. Jangan ada keraguan lagi di dalam hati,

Di bawah ini adalah penjabaran dari urut-urutan sarana atau peranti Dzat:

1. Dzat Mutlaq Qadim Azali Abadi: Dzat yang mutlak, terdahulu, nirwaktu, dan
abadi.

83
Dzat tidak bisa ditunjuk. Ia merata dan melipiti hidup kita. Dikatakan
tidak berjaman atau berwaktu, tidak bermaqam atau berkedudukan, tidak dapat
ditunjuk, tidak bertempat, tidak berwujud, tidak berupa, tidak berwarna, bukan
lelaki, bukan perempuan, bukan wandu. Diberi perumpamaan kumbang
memiliki persembunyian di awang-awang. Kumbang adalah binatang yang
kehadirannya ditandai dengan dengungan. Awan-awang adalah tempat kosong
yang tak dapat ditemui apapun di sana. Awang-awang adalah suatu tempat
yang tak beruang dan waktu.

Sebenarnya melambangkan getaran kehendak Dzat Yang Maha Suci yang


muncul dari suatu tempat yang sebenarnya bukan tempat; tempat yang tak
beruang dan waktu; yang qadim, azali, dan abadi. Dalam ajaran tasawuf
Martabat Tujuh disebut La tayun, tidak nyata, karena belum nyata keberada-
annya.

2. Hayyu: Hidup, disebut Atma/Ruh.

Hayyu adalah tajalli (penampakan) dari Dzat, sebab ia tersorot oleh kuasa Dzat
Sejati. Diberi perumpamaan kusuma anjrah ing tawang (Bunga yang tumbuh di
langit). Maksudnya, keindahan yang tumbuh di langit dan tanpa memiliki akar
apapun karena dirinya sendiri adalah akar yang sesungguhnya. Dalam ajaran
Martabat Tujuh disebut takyun awal (at-tayun al-awwal, perwujudan pertama),
karena sudah mulai menyata keberadaannya.

3. Nur/Cahya, disebut pranawa (inti penglihatan).

Nur adalah tajalli dari Hayyu, menjadi sandaran dari hidup, sebab tersorot
wewenang Atma Sejati. Diberi perumpamaan tunjung tanpa talaga (teratai tanpa
telaga) Maksudnya, keindahan dan kecantikan yang tumbuh tanpa butuh
media, karena keberadaannya sendiri adalah media utama dari terciptanya
seluruh semesta berikut isi di dalamnya. Dalam ajaran Martabat Tujuh disebut
takyun sani (at-tayun ats-tsani, perwujudan kedua), karena sudah menyata
keberadannya.

4. Sir (Sirr): Rahsa, disebut pramana (inti kesadaran).

Sir (Sirr) adalah tajalli dari Nur/Cahya, sebab tersorot wewenang Pranawa Sejati
(inti penglihatan sejati). Diberi perumpamaan isining wuluh wungwang (isi bum-
bungan). Bumbungan adalah benda berbentuk bulat tanpa isi (kosong). Namun
kita lupa, di dalam bumbungan terdapat udara yang mengisinya. Perumpamaan

84
ini adalnl ingin menunjukkan sesuatu yang seolah-olah tidak ada namun
sejatinya ada. Dalam ajaran Martabat Tujuh disebut akyan sabita (al-ayan ats-
tsabitah, perwujudan yang tetap), karena sudah menyata dan sudah tetap
keberadaannya.

5. Roh Ilapi (Ruh Idlafi): Suksma.

Roh Ilapi adalah tajalli dari Sir/Rahsa, sebab tersorot wewenang Pramana Sejati
(takaran sejati). Diberi Humpamaan tapaking kuntul anglayang (jejak burung
bangau yang melayang). Maksudnya, Roh Ilapi sangat samar keberadaannya,
bagaikan jejak burung bangau yang terbang. Walau Roh Ilapi tidak bisa
diketahui dengan Panca indra, namun nyata keberadaannya. Dalam ajaran
Martabat Tujuh disebut akyan karijiyah (al-ayan al-kharijiyyah, perwujudan
eksternal), karena sudah benar-benar menyata keberadaannya.

6. Napsu (Nafs): Pribadi.

Napsu adalah tajalli dari Roh Ilapi, sebab tersorot wewenang Suksma Sejati.
Diberi perumpamaan geni murub Ing teleng samudra (api berkobar di tengah
samodra) Samudra adalah lambang dunia. Api yang berkobar di tengah
samudra adalah lambang watak dari Napsu yang serupa api. Napsu dipenuhi
keinginan serta ambisi. Napsu inilah yang mewarnai kehidupan dunia. Maka
sudah tepat jika Napsu diibaratkan api yang berkobar di tengah samudra alias
dunia. Dalam ajaran Martabat Tujuh disebut akyan mukawiyah (al-ayan al-
Mukhawiyyah, perwujudan tersembunyi), karena tidak dapat dilihat mata
keberadaannya.

7. Budi: disebut kaelingan (Kesadaran Jaga).

Budi adalah tajalli dari Napsu, sebab tersorot wewenang Pribadi Sejati. Diberi
perumpamaan kuda ngerap ing pandhegan (kuda berlari di tempat pemberhen-
tiannya atau lumpuh angideri jagad (si lumpuh mengelilingi dunia). Kuda adalah
lambang Kesadaran Jaga manusia yang aktif tanpa kenal lelah. Kuda yang
berlari di tempat pemberhentiannya melambangkan Kesadaran Jaga yang terus
aktif pada diri manusia semenjak awal membuka mata di pagi hari hingga
malam ketika manusia tidur. Sepanjang waktu Kesadaran Jaga akan senantiasa
aktif bagaikan seekor kuda yang terus berlari di tempat pemberhentiannya.
Tempat pemberhentian kuda tersebut tak lain adalah diri kita sendiri. Sedang-
kan si lumpuh mengelilingi dunia adalah lambang dari kehadiran Kesadaran
Jaga yang membuat aktivitas batin manusia muncul. Batin manusia penuh
dengan pikiran, ingatan dan keinginan. Batin manusia suka merangkai-rangkai

85
apa saja yang kadang terlalu muluk untuk dijalani. Ibarat seorang lumpuh yang
seolah-olah mengelilingi dunlia. Si lumpuh adalah lambang keterbatasan kita
sebagai manusia, mengelilingi dunia adalah lambang dari gejolak batin yang
terlalu muluk. Dalam ajaran Martabat Tujuh disebut akyan maknawiyah (al-ayan
al-manawiyyah, perwujudan maknawi), karena sudah nyata mampu
berinteraksi.

8. Jasad: Badan Fisik.

Jasad adalah tajalli dari Sifat-Nya, menjadi wadah para Mudah yang sudah
tersebut di atas semuanya. Jasad terkena berbagai sorotan. Diberi perumpamaan
kodhok kinemulan ing leng (katak yang terselimuti liang persembunyiannya).
Katak adalah Mudah, sedangkan liang persembunyiannya adalah Jasad. Itu
berarti, Mudah di- selimuti jasad. Jika ia mampu melebur dengan Dzat, Itu
diberi perumpamaan kodhok angemuli leng (Katak yang menyelimuti liang per-
sembunyiannya). Itu berarti Mudah menyelimuti Jasad. Jasad adalah Warana/
Hijab yang sesungguhnya.

Gambar 1: Dunia - Akherat

Janganlah ragu-ragu lagi, sebab keberadaan Bale Aras Kursi (Arasy Kursyi: Singga-
sana Tuhan), Lauhul Mahfudz (Kitab catatan Semesta), Tarazu (Mizan, alat penim-
bang amal). Jembatan Shirathal Mustaqim (titian rambut dibelah tujuh), Surga,
Neraka, Bumi, Langit, berserta seluruh isinya, sudah tercakup di dalam Wanara.

86
3. Gelaran Kahananing Dat (Penggelaran
Keadaan Dzat)
Sesungguhnya manusia itu Rahsa Ingsun dan Ingsun itu Rahsa manusia. Sebab
Ingsun menitahkan Adam berasal dari anasir empat macam: pertama Bumi, kedua
Api, ketiga Angin, keempat Air. Itu semua menjadi perwujudan Sifat Ingsun. Di
sana Ingsun masuki Mudah lima macam: pertama Nur, kedua Rahsa, ketiga Ruh,
keempat Nafs, kelima Budi. Itulah Selubung Wajah Ingsun Yang Mahasuci.

Ini adalah wejangan ketiga. Disebut Gelaran Kahananing Dat (Penggelaran


Keadaan Dzat). Apa yang hendak digelar? Yaitu Keadaan Dzat Tuhan yang sudah
tertutupi oleh Hijab.

Sajatine manusa iku Rahsaningsun, lan Ingsun iki Rahsaning manusa. Karana
Ingsun anitahake Adam asal saking ing anasir patang prakara: siji Bumi, loro Geni,
telu Angin, papat Banyu. Iku dadi kawujudaning Sipatingsun.

(Sesungguhnya manusia itu Rahsa Ingsun dan Ingsun itu Rahsa manusia. Sebab
Ingsun menitahkan Adam berasal dari anasir empat macam: pertama Bumi, kedua
Api, ketiga Angin, keempat Air. Itu semua menjadi perwujudan Sifat Ingsun).

Manusia adalah Rahsa Tuhan dan Tuhan adalah Rahsa manusia. Apakah yang
dimaksud Rahsa? Rahsa adalah esensi dari Rasa. Rahsa adalah akar dari Rasa,
sumber dari Rasa. Rahsa sangat rahasia keberadaannya. Orang Jawa menyebutnya
Sir. Sir berasal dari bahasa Arab, Sirr, yang berarti rahasia. Hubungan Tuhan dan
manusia bisa diibaratkan seperti samudra dengan ombaknya, matahari dengan
sinarnya.

Badan fisik Adam, manusia pertama, tercipta dari empat anasir atau unsur
semesta yang lebih kasar dari anasir yang menciptakan Napsu dan diakui sebagai
perwujudan dari Sifat Tuhan. Empat anasir semesta yang lebih kasar tersebut
adalah:

1. Bumi.
Bumi diakui sebagai perwujudan Sifat Tuhan karena Bumi memiliki sifat-sifat agung
yang mampu menerima segala hal dengan legowo. Siapa pun yang berdiri di
atasnya, apa pun yang ditaruh di atasnya, akan diterimanya dengan legowo.

2. Geni (Api).
Api memiliki sifat menghanguskan dan senantiasa tegak ke atas. Diakui sebagai
perwujudan Sifat Tuhan karena api bisa menghanguskan segala kotoran dan
senantiasa berdiri tegak di mana pun dia berada.

87
3. Angin
Angin memiliki sifat memenuhi segalanya. Diakui sebagai perwujudan Sifat Tuhan
karena angin bisa bergerak ke mana pun dan menghidupi apa pun.

4. Banyu (Air).
Air memiliki sifat senantiasa bergerak ke bawah, menghidupkan dan mendinginkan.
Diakui sebagal perwujudan Sifat Tuhan karena air adalah unsur yang sangat
dibutuhkan makhluk hidup, menunjukkan sikap merendahkan diri sekaligus
mampu mendinginkan apa saja yang bersifat panas.

Ing kono Ingsun panjingi Mudah limang prakara: siji Nur, loro Rahsa, telu Roh,
papat Napsu, lima Budi. Iya iku minangka Warananing Wajahingsun Kang Amaha
Suci.

(Di sana Ingsun masuki Mudah lima macam: pertama Nur, kedua Rahsa, ketiga
Ruh, ke-empat Nafs, kelima Budi. Itulah Selubung Wajah Ingsun Yang Mahasuci).

Mudah adalah keberadaan manusia selain badan fisik. Sedangkan Wajah adalah
keberadaan Tuhan. Dalam wejangan jelas dinyatakan bahwa setelah badan fisik
Adam tercipta dari empat anasir semesta dan diakui sebagi perwujudan dari Sifat-
Nya, Mudah kemudian dinyatakan telah diliputi oleh Keberadaan Tuhan. Dengan
kata lain, lahir-batin manusia adalah manifestasi Tuhan.

Keberadaan manusia selain badan fisik, yang disebut Mudah, terdiri dari lima
lapisan, yaitu:

1. Nur.
Nur berarti Cahaya. Tak lain adalah Cahaya Terpuji/ Nur Muhammad.

2. Rahsa.
Rahsa berarti Rasa Sejati Yang Rahasia/Sir. Tak lain adalah Cermin Malu/
Miratulkayai (Miratul Haya).

3. Roh.
Yang dimaksud Roh (Ruh) bukanlah Ruh yang sesungguhnya atau Hayyu
Syajaratul Yaqin, melainkan Ruh yang telah bersandar atau Roh Ilapi (Ruh
Idlafi).

4. Napsu.
Napsu berarti Pribadi. Tak lain adalah Damar Aran Kandhil (Nafs).

5. Budi.
Budi berarti Kesadaran Jaga (Consciousness). Tak lain adalah Sesotya Aran
Dharah.

88
Badan fisik manusia yang tercipta dari empat anasir, berikut keberadaan
manusia selain badan fisik atau Mudah, dinyatakan sebagai Warana atau tabir
penghalang bagi Wajah- Nya Yang Mahasuci.

Kita harus tetap waspada terhadap godaan dari empat saudara kita, yang tak
lain adalah Napsu (Nafs) kita, sebagaimana diuraikan di bawah ini:

Dajjallaknat13. Sesungguhnya adalah napsu Luwammah atau puser, terlihat


sebagai celeng atau anjing hitam.

Kelabang Kures.14 Sesungguhnya adalah napsu Amarah atau Getih, terlihat


sebagai Kelabang Merah.

Dabat Ardli.15 Sesungguhnya adalah napsu Supiyah atau Adhi Ari-ari,


terlihat sebagai ular naga kuning.

Yajuj wa Majuj.16 Sesungguhnya adalah napsu Mutmainah atau Kakang


Kawah, terlihat sebagai raksasa putih.

Harutawamaruta.17 Sesungguhnya adalah Mar dan Marti atau Cahaya Roh


Ilapi, terlihat sebagai dua sosok manusia, lelaki dan perempuan, memakai
busana hijau.

Cara menolaknya tak lain adalah dengan menyingkirkan segala hasrat sehingga
tercipta Budi Santosa (kesadaran yang teguh). Dapat dipastikan segala godaan
yang menghadang akan hilang dengan sendirinya. Kemudian, untuk menyem-
purnakannya, bacalah dalam bati seperti di bawah ini:

Ingsun (Aku) membersihkan empat saudara Ingsun beserta yang kelima yaitu
pusat, yang berada pada Badan Ingsun sendiri. Mar Marti, Kakang Kawah,
Adhi Ari-ari, Getih, Puser, seluruh saudara Ingsun yang tidak terlihat dan
tidak terawat, juga saudara ingsun yang keluar dari marga hina serta yang
tidak keluar dari marga hina, serta saudara Ingsun yang keluar bersamaan
dalam sehari. Semua menjadi sempurna, tidak bercacat dan penuh kesembu-
han dalam Keadaan Sejati oleh karena Qudrat Ingsun.

13
Dajjal: Mahkluk penyesat yg akan muncul menjelang kiamat.
14
Kelabang Quraisy: Kelabang yg penuh amarah, simbol dari suku Quraisy yg
menentang Nabi Muhammad.
15
Dabbatu Ardli: binatang melata
16
Yajuj wa Majuj: dua mahkluk perusak yang akan keluar menjelang kiamat.
17
Harut wa Marut: dua Malaikat yg menguasai ilmu sihir sebagai ujian
kepada manusia.

89
4. Awal Penataan Mahligai di Baitul Makmur
Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Makmur. Di sanalah rumah
tempat keramaian Ingsun. Bertempat di Kepala Adam. Yang ada di dalam Kepala
itu Dimag, yaitu otak; yang ada di antara otak itu Manik; di dalam Manik itu Budi;
di dalam Budi itu Nafs; di dalam Nafs itu Suksma; di dalam Suksma itu Rahsa; di
dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi
Keadaan Sejati.

Wejangan ke-empat adalah Awal Penataan Mahligai di Baitul Makmur. Sudah


jelas disebutkan bahwa wejangan ini hendak menguraikan awal penataan Mahligai
Dzat yang ada di Baitul Makmur. Bait berarti rumah, Makmur berarti ramai. Rumah
yang ramai atau diramaikan. Apa yang dimaksud dengan rumah yang ramai? Dan
apa yang dimaksud dengan Mahligai Dzat?

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Makmur. Di sanalah rumah


tempat keramaian Ingsun. Bertempat di Kepala Adam.

Mahligai adalah singgasana kebesaran. Mahligai biasanya tersusun dari emas,


berlian, dan batu permata mutu manikam. Dzat Tuhan sedang memulai menata
Mahligai-Nya; di sana nantinya Dia akan bersemayam dengan segala kebesaran-
Nya. Mula pertama dia menata Mahligai ada di Baitul Makmur. Sebuah rumah yang
ramai oleh kegiatan Napsu, terutama Napsu Mutmainah atau Kesadaran, Napsu
Supiyah atau Pikiran, Napsu Luwamah atau Ingatan, dan Napsu Amarah atau
Perasaan. Rumah tersebut letaknya di Kepala Adam. Adam adalah representasi dari
seluruh manusia, baik lelaki maupun perempuan. Kepala Adam inilah yang disebut
sebagai Baitul Makmur.

Yang ada di dalam Kepala itu Dimag, yaitu otak; yang ada di antara otak itu
Manik;
Yang ada di dalam kepala manusia adalah sebuah jaringan pusat sistem syaraf
yang disebut otak. Otak dalam bahasa Arab adalah Dimag. Otak adalah peranti fisik
yang sangat penting. Otak bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan
fisik dan badan halus manusia. Otak adalah media tunggal badan halus untuk
berinteraksi dengan dunia fisik. Jika keadaan otak sehat, maka interaksi yang terjadi
akan normal. Jika keadaan otak sakit, maka interaksi yang terjadi tidak akan berjalan
normal. Oleh karena itu, tepat pula jika otak disebut sebagai Mahligai-Nya.

Kemudian disebutkan, yang ada di antara otak adalah Manik. Apakah Manik
itu? Manik adalah inti mata, inti penglihatan manusia. Dengan demikian, apakah
Manik terletak pada mata fisik? Tidak. Manik terletak di dalam otak manusia.

90
Manik sebenarnya adalah kelenjar pineal18. Ia terletak di dekat pusat otak. Warna-
nya abu-abu. Besarnya tak lebih besar dari sebutir kacang polong. Sudah benar jika
kelenjar pineal ini kerap disebut sebagai mata ketiga oleh sebagian orang. Karena di
dalamnya, Mahligai Dzat yang sesungguhnya berada.

Di dalam MANIK itu BUDI. Di dalam manik terdapat Kesadaran Jaga


(Consciousness) atau Budi, dan di dalam Budi (Consciousness ) terdapat Nafsu atau
pribadi manusia. Di dalam Nafs itu Suksma/Roh Ilapi (Roh Idlafi). Di dalam
Suksma itu Rahsa/Sir (Rasa Sejati Yang Rahasia). Di dalam Rahsa/Sir (Rasa Sejati
Yang Rahasia) itu Ingsun (Aku), tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang
meliputi Keadaan Sejati.

( Otak/Dimag )

( Manik )

18
Untuk lebih detailnya bagaimana cara mengaktivasi kelenjar Pineal (Pineal
Gland), baca ebook saya KULVITASI POTENSI DIRI, The roadmap for success).
Dapatkan modul meditasi Pineal Gland Activation.

91
Di dalam Rahsa/Sir (rasa Sejati Yang Rahasia) adalah Dzat Tuhan.

SUKSMA /
MANIK BUDI NAFS RAHSA/SIR INGSUN
ROH ILAPI
Dan pada akhir wejangan dinyatakan :
Tiada Tuhan Selain Dia, Dzat Yang Meliputi Keadaan Sejati. Dengan demikian,
telah sempurna penataan Mahligai di Kepala Adam atau Baitu Makmur.

5. Awal Penataan Mahligai di Baitul


Muharram
Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai yang ada di Baitul Muharram. Di
sanalah rumah tempat larangan Ingsun. Bertempat di Dada Adam. Yang ada di
dalam Dada itu Hati; yang ada di antara Hati itu Jantung; di dalam Jantung itu
Budi; di dalam Budi itu Jinem, yaitu Angen-Angen; di dalam itu Suksma; di dalam
Suksma itu Rahsa; di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain
Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati.

Wejangan kelima ini disebut Awal Penataan Mahligai di Baitul Muharram.


Setelah menata Mahligai pada Baitul Makmur, kini Dzat mulai menata Mahligai
pada Baitul Muharram. Bait berarti rumah, Muharram berarti larangan; Rumah
Larangan. Larangan di sini berarti sebuah tempat yang dirahasiakan karena sedemi-
kian sucinya.

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai yang ada di Baitul Muharram. Di


sanalah rumah tempat larangan Ingsun. Bertempat di Dada Adam.

Rumah Larangan tersebut terletak di Dada Adam. Dada menyiratkan batin.


Batin dipandang sebagai sebuah wilayah yang seharusnya suci dari segala kotoran
dosa. Sesungguhnya batin itu sendiri juga ada pada kepala, Baitul Makmur.

Yang ada di dalam dada itu Hati; yang ada di antara Hati itu Jantung.

Keberadaan hati sangat penting dalam struktur organ tubuh manusia untuk
menopang kehidupan. Hati adalah organ kelenjar terbesar dalam tubuh yang
melakukan banyak kegunaan penting untuk menjaga tubuh dari racun dan zat-zat
berbahaya. Hati mendukung hampir setiap organ dalam tubuh dalam beberapa segi.
Lantas apakah Mahligai-Nya berada di hati? Bukan, hati merupakan gerbang dari
Mahligai-Nya. Jantung, sesuatu yang terletak di dekat hati, adalah Mahligai-Nya
yang ada di Baitul Muharram. Jantung adalah organ terpenting yang berfungsi
memompa darah ke sekujur tubuh fisik manusia. Di sanalah Mahligai-Nya berada.

92
Di dalam Jantung itu Budi. Di dalam Jantung terdapat Kesadaran Jaga (Conscious-
ness) atau Budi. Di dalam Budi atau Kesadaran Jaga (Consciousness) terdapat Jinem.
Jinem adalah Angan-Angan. Angan-Angan adalah hasrat, keinginan yang melekat,
kemauan, kehendak. Sesungguhnya wejangan ini ingin menunjukkan bahwa yang
berdiam pada Jantung tak lain adalah Napsu Amarah (perasaan). Berbeda dengan
yang ada pada Manik. Di sana berdiam empat Napsu sekaligus. Fungsi Jantung
sesungguhnya bukan sekedar memompa darah dan menyuplai oksigen semata.
Jantung juga berguna untuk merasakan berbagai gejolak emosi yang terjadi pada
diri manusia. Ketika seorang manusia merasa sedih atau kecewa berlebihan,
biasanya ia akan memegang dadanya, demi meredakan gejolak emosi yang muncul.
Perasaan takut, jantung akan berdetak lebih kencang.

Jantung
Budi
Jinem
Suksma
Rahsa
Ingsun

SUKSMA /
JANTUNG BUDI JINEM RAHSA/SIR INGSUN
ROH ILAPI

Di dalam Angan-Angan itu Suksma/Roh Ilapi manusia. Di dalam Suksma itu


terdapat Rahsa/Sir (Rasa Sejati Rahasia). Di dalam Rahsa itu Ingsun (Aku), tiada
Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati.

Di dalam Rahsa/Sir (Rasa Sejati Yang Rahasia) adalah Dzat Tuhan. Dan pada
akhir wejangan dinyatakan: Tiada Tuhan selain Dia, Dzat Yang Meliputi Keadaan
Sejati. Dengan demikian, telah sempurna penataan Mahligai di Dada Adam atau
Baitul Muharram.

93
6. Awal Penataan Mahligai di Baitul Muqaddas
Untuk Lelaki:

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukadas. Iku omah enggoning
pasuceningsun. Jumeneng ana ing Kontholing Adam. Kang ana ing sajroning
Konthol iku Pringsilan; kang ana ing antaraning Pringsilan iku Nutpah, iya iku
Mani; sajroning Mani iku Madi; sajroning Madi iku Wadi; sajroning Wadi iku
Manikem; sajroning Manikem iku Rahsa; sajroning Rahsa iku Ingsun, ora ana
Pangeran anging Ingsun Dat kang anglimputi ing Kahanan Jati. Jumeneng Nukat
Gaib tumurun dadi Johar Awal, ingkono wahananing Ngalam Akadiyat, Ngalam
Wakdat, Ngalam Wakidiyat, Ngalam Arwah, Ngalam Misal, Ngalam Ajesam,
Ngalam Insan Kamil, dadining manusa kang sampurna, iya iku sajatining
Sipatingsun.

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Muqaddas. Di sanalah


rumah tempat penyucian Ingsun. Berada pada Konthol Adam. Yang ada di dalam
Konthol itu Pringsilan; yang ada di antara Pringsilan itu Nuthfah, yaitu Mani; di
dalam Mani itu Madzi; di dalam Madzi itu Wadzi; di dalam Wadzi itu Manikem; di
dalam Manikem itu Rahsa; di dalam Rahsa Itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain
Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati. Berada di dalam Nuqthah Ghaib, turun
menjadi Jauhar Awwal, dari sana tercipta keberadaan 'Alam Ahadiyyah, Alam
Wahdah, Alam Wahidiyyah, Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam, Alam Insan
Kamil, sehingga menjadi manusia sempurna dan itulah sesungguhnya Sifat Ingsun.

Kagem Pawestri (Untuk Wanita):

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukadas. iku omah enggoning
pasuceningsun. Jumeneng ana ing Baganing Siti Kawa. Kang ana ing sajroning Baga
iku Reta; kang ana ing antaranin Reta iku Mani; sajroning Mani iku Madi;
sajrorting Madi iku Wadi; sajroning Wadi iku Manikem; sajroning Manikem iku
Rahsa; sajroning Rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran anging Ingsun Dat kang
anglimputi ing Kahanan Jati. Jumeneng Nukat Gaib tumurun dadi Johar Awal, ing
kono wahananing Ngalam Akadiyat, Ngalam Wakdat, Ngalam Wakidiyat, Ngalam
Arwah, Ngalam Misal, Ngalam Ajesam, Ngalam Insan Kamil, dadining manusa kang
sampurna, iya iku sajatining Sipatingsun.

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai di Baitul Muqaddas. Di sanalah


rumah tempat penyucian Ingsun. Berada pada Baga Siti Hawa. Yang ada di dalam
Baga itu Purana; yang ada di antara Purana itu Reta, yaitu Mani; di dalam Mani itu
Madzi; di dalam Madzi itu Wadzi; di dalam Wadzi itu Manikem; di dalam

94
Manikem itu Rahsa; di dalam Rahsa itu Ingsun, tiada Pangeran (Tuhan) selain
Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati. Berada di dalam Nuqthah Ghaib, turun
menjadi Jauhar Awwal, dari sana tercipta keberadaan Alam Ahadiyyah, Alam
Wahdah, Alam Wahidiyyah, Alam Arwah, Alam Mitsal, Alam Ajsam, Alam
Insan Kamil, sehingga menjadi manusia sempurna dan itulah sesungguhnya Sifat
Ingsun.

Wejangan ke-enam disebut Awal Penataan Mahligai di Baitul Muqaddas.


Setelah menata Mahligai pada Baitul Makmur, kini Dzat mulai menata Mahligai
pada Baitul Muqaddas. Bait berarti rumah dan Muqadas berarti penyucian: Rumah
Penyucian. Rumah Penyucian di sini berarti sebuah tempat yang harus disucikan
karena hakikatnya adalah tempat bertahtanya Dzat Yang Mahasuci.

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukadas. Iku omah enggoning
pasuceningsun. Jumeneng ana ing Kontholing Adam.

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata Mahligai ada di dalam Baitul Muqaddas. Di


sanalah rumah tempat penyucian Ingsun. Berada pada Konthol Adam.

Sajatine Ingsun anata Malige ana sajroning Betal Mukadas. Iku omah enggoning
pasuceningsun. Jumeneng ana ing Baganing Siti Kawa

Sesungguhnya Ingsun (Aku) menata mahligai ada di dalam Baitul Muqaddas. Di


sanalah rumah tempat penyucian Ingsun. Berada pada Baga Siti Hawa.

Konthol adalah istilah Jawa Kuno dan Jawa Baru untuk menyebut kantong
testis. Letaknya di bawah penis lelaki. Baga adalah istilah Jawa Kuno untuk vagina
wanita. Adam dan Siti Hawa di sini merepresentasikan seluruh lelaki dan wanita. Di
sanalah Mahligai-Nya untuk ketiga kalinya ditata. Disebut Baitul Muqaddas: Rumah
Penyucian. Mengapa disebut demikian? Karena kedua tempat tersebut sebenarnya
suci. Kedua tempat tersebut adalah pintu kelahiran manusia ke dunia yang
seharusnya senantiasa disucikan. Kita tidak sepatutnya menggunakan dua tempat
tersebut secara sembarangan.

Gambar: Sperma ingin menembus Sel Telur

95
3. Madi

2. Mani

4. Wadi
1. Pringsilan
6. Rahsa
5. Manikem 7. Ingsun

1. Reta
6. Rahsa
7. Ingsun

5. Manikem

4. Wadi/
2. Mani
Purana/

3. Madi/

Baga/

Yang ada di dalam Konthol itu Pringsilan. Yang ada di dalam Baga itu Reta.

96
Konthol terletak di bawah pastha purusa (penis) lelaki. Berupa kantong besar. Di
dalam konthol terdapat Pringsilan. Pringsilan adalah testis. Sedangkan di dalam
Baga terdapat Purana. Purana adalah klitoris. Fungsi Konthol adalah menjaga
Pringsilan agar tetap mendapatkan suhu yang stabil. Jika suhu turun, Konthol akan
menciut demi mendekatkan Pringsilan ke arah tubuh untuk memperoleh suhu yang
dibutuhkan. Jika suhu tubuh terlalu panas, Konthol akan memanjang untuk
menjauhkan Pringsilan dari tubuh. Pringsilan harus senantiasa dijaga, karena di
sanalah sebenarnya Mahligai-Nya berada, di sanalah tempat munculnya benih
manusia. Sedangkan fungsi Baga adalah untuk menutupi dan melindungi sebuah
lubang sebagai jalan keluar jabang bayi dan melindungi Purana yang begitu rentan
dari sentuhan paling halus sekalipun.

Purana adalah titik rangsang utama bagi wanita. Untuk memulai penciptaan
manusia baru, hasrat bersanggama diperlukan. Seorang lelaki merupakan manifes-
tasi dari sifat- sifat maskulin Tuhan, yang membara dan agresif. Sedangkan seorang
wanita merupakan manifestasi dari sifat-sifat feminin Tuhan, yang lembut dan
defensif. Lelaki bisa terbangkitkan hasrat sanggamanya sewaktu-waktu, sedangkan
wanita tidaklah demikian. Untuk itu, Purana diberikan kepada wanita, makhluk
yang lembut itu. Karena sedemikian rentannya Purana, maka perlu dilindungi Baga.

Yang ada di antara Pringsilan itu Nuthfah, yaitu Mani. Yang ada di antara Reta
itu Mani.

Pringsilan berjumlah sepasang, letaknya berjajar. Bentuknya bulat lonjong,


sedikit lebih besar daripada jempol langan. Di antara Pringsilan yang rumit terdapat
Nutpah (Nuthfah: Mani). Nutpah tidak tercipta di dalam Pringsilan, melainkan di
tempat yang disebut Peh.19 Peh berjumlah sepasang, bentuknya berlekuk-lekuk,
dinding dalamnya mengeluarkan cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang
disebut Nutpah.

Reta adalah tempat munculnya sel telur (indung telur). Bentuknya bulat
lonjong dan berwarna putih. Bagian dalamnya berisi air dan kasar, berwarna merah
seperti jamur karang. Disebut juga uritan. Fungsi Reta sama dengan Pringsilan.
Bedanya, Pringsilan memproduksi sel sperma di dalam tubuhnya, sedangkan Reta
memproduksi sel telur di luar tubuhnya. Lantas pada kedua sisi margi uyuh20
terdapat dua kelenjar21 yang mengeluarkan lendir terutama tepat sebelum puncak
kenikmatan wanita menjelang. Pengeluaran lendir ini juga dapat memicu puncak
kenikmatan. Lendir yang keluar ini adalah Mani bagi wanita.

19 Vesicula seminalis.
20 Urethra, lubang kemaluan.
21 Kelenjar bartholin.

97
Sajrotiing Mani iku Madi (Di dalam Mani itu Madzi).

Madi (Madzi) adalah cairan bening lengket yang biasanya keluar lewat lubang
penis lelaki ketika ia terangsang berahinya. Cairan ini berasal dari sebuah kantong
kecil yang terletak di bawah Peh.22 Madi juga ikut bersatu dengan Nutpah saat
hendak disemprotkan, berfungsi untuk melumasi lubang penis sehingga Nutpah
bisa mengalir lancar, juga melindungi Nutpah ketika sudah berada di dalam Baga
agar sel sperma tidak mati.

Untuk wanita, bagian dalam bibir Baga mereka mengeluarkan cairan


berminyak.23 Cairan ini memiliki fungsi sebagai pelindung dan pelumas. Cairan ini
adalah Madi bagi wanita.

Sajroning Madi iku Wadi. (Di dalam madzi itu Wadzi).

Wadi (Wadzi) adalah cairan seperti susu yang biasanya keluar saat seseorang
habis kencing. Wadi berasal dari purus.24 Purus berwujud mirip koyor (otot sapi)
besar, berwarna putih, terletak di antara leher poyuh oyuhan25 dengan pangkal penis.
Wadi juga menyatu dengan Nutpah dan Madi saat hendak disemprotkan lewat
penis, berfungsi memberikan kekuatan tambahan bagi Nutpah.

Untuk wanita, pada setiap sisi margi uyuh wanita ada kelenjar yang
mengeluarkan jenis cairan yang sama seperti purus laki-laki; itulah bagian yang
mengeluarkan Wadi Wanita. Kelenjar ini cenderung mengosongkan diri sebelum
dan selama wanita mengalami puncak kenikmatan sanggama.

Sajroning Wadi iku Manikem. (Di dalam Wadzi itu Manikem).

Manikem adalah manikam atau permata yang berharga. Istilah ini untuk
menyebut sel kama/sperma. Manikem muncul di dalam Pringsilan. Manikem
berjumlah kurang-lebih 280 juta sekali penis menyemprotkan maninya. Manikem
sendiri sebenarnya adalah badan-badan halus atau Roh Ilapi yang siap terlahirkan
ke dunia. Namun perjalanan badan-badan halus atau Roh Ilapi ini masih sangat
panjang dan butuh perjuangan. Mereka terlebih dahulu harus disemprotkan di
dalam Baga seorang wanita. Di dalam Baga, mereka akan berlomba-lomba mencari
satu sel telur calon manusia untuk dibuahi. Proses ini membutuhkan perjuangan
luar biasa. Jika salah satu Manikem berhasil menemukan dan membuahi satu sel
telur calon manusia, maka Manikem akan berkembang menjadi janin manusia.
Manikem lain yang tidak berhasil menemukan sel telur calon manusia akan
tergelontor oleh air kencing wanita, atau luruh bersama darah haid. Manikem yang

22 Kelenjar cowper.
23 Dari kelenjar sebaceous.
24 Kelenjar prostat.
25 Kandung kencing atau urinary bladder.

98
kalah ini lantas menguap bersama udara, mengumpul pada awan, kemudian jatuh
ke bumi sebagai hujan. Manikem yang kalah ini akan diserap oleh tetumbuhan atau
jatuh pada air sungai dan lautan. Di sana mereka akan dikonsumsi oleh tumbuhan
atau hewan. Jika itu yang terjadi, dapat dipastikan mereka akan terlahirkan sebagai
tetumbuhan atau hewan pula. Namun jika tetumbuhan atau hewan ini dikonsumsi
oleh manusia, maka Manikem akan terlahirkan sebagai manusia pulawalau
kemungkinannya kecil sebagaimana perjuangan panjang menemukan sel telur calon
manusia di atas. Untuk bisa terlahir menjadi manusia, sungguh sangat susah.

Untuk wanita, Manikem muncul dari Reta. Tapi pada Manikem wanita (sel telur)
tidak terdapat badan-badan halus di dalamnya. Yang muncul dari dalam Reta
adalah Manikem calon badan kasar manusia. Manikem wanita menunggu ditembus
oleh Manikem laki-laki. Bagaikan warangka yang menunggui keris untuk masuk ke
dalamnya. Bagaikan bumi yang menunggui langit memberikan apa saja untuknya.
Oleh karenanya, wanita dilambangkan sebagai bumi dan lelaki dilambangkan
sebagai langit. Ibu Bumi Bapa Angkasa!

Di dalam Manikem terdapat Rahsa/Sir (Rasa Sejati Yang Rahasia). Di dalam Rahsa itu
Ingsun (Aku), tiada Pangeran (Tuhan) selain Ingsun, Dzat yang meliputi Keadaan Sejati.

Di dalam Rahsa/Sir (Rasa Sejati Yang Rahasia) adalah Dzat Tuhan. Dan sekali
lagi dinyatakan: Tiada Tuhan selain Dia, Dzat Yang Meliputi Keadaan Sejati. Pring-
silan dan Reta adalah Maligai-Nya. Di sanalah Baitul Muqaddas sesungguhnya
berada. Oleh karenanya, keduanya harus senantiasa disucikan dijaga, seyogianya
tidak untuk sekadar bermain-main mencari kenikmatan badani semata.

Berada di dalam Nuqthah Ghaib, turun menjadi Jauhar Awwal, dari sana tercipta
keberadaan Alam Ahadiyyah, Alam Wahdah, 'Alam Wahidiyyah, Alam Arwah, Alam
Mitsal, Alam Ajsam, Alam Insan Kamil, sehingga menjadi manusia sempurna dan
itulah sesungguhnya Sifat Ingsun.

Nukat Gaib adalah pengucapan lidah Jawa untuk frase Imltasa Arab, Nuqthah
Ghaib. Nuqthah berarti tetes atau titik, ghaib berarti yang tidak terlihat oleh mata
jasmani. Nukat Ghaib tak lain adalah Hayyu Sajaratulyaqin, kemudian turun untuk
pertama kali menjadi Johar Awal. Johar Awal adalah pengucapan lidah Jawa untuk
frase Arab, Jauhar Awwal. Jauhar berarti mutiara, Awwal berarti pertama. Johar
Awal. Johar Awal tak lain adalah Nur Muhammad. Karena Nur Muhammad-lah,
semesta berikut segala isinya tercipta. Nur Muhammad adalah peranti untuk
penciptaan. Berturut-turut kemudian turun menjadi Miratulkayai atau Rahsa/Sir,
lantas Roh Ilapi, lantas Napsu, lantas Budi, dan terakhir Jasad. Keadaan Nukat Gaib
dalam kandungan ibu ini disebut Alam Ahadiyyat.

Ketika Johar Awal sudah terjadi, keadaan di dalam kandungan ibu disebut Alam

99
Wahdah. Ketika Miratul Haya sudah terjadi, keadaan di dalam kandungan ibu
disebut Alam Wahidiyah. Ketika Roh Ilapi (Idlafi) tercipta, keadaan di dalam kandu-
ngan ibu disebut Alam Arwah. Ketika Napsu tercipta, keadaan dl dalam kandungan
ibu disebut Alam Mitsal. Ketika Budi tercipta, keadaan di dalam kandungan ibu
disebut Alam Ajsam. Dan ketika Jasad tercipta, keadaan dalam kandungan ibu dise-
but Alam Insan Kamil.

Manusia yang telah sempurna kejadiannya siap terlahir kan ke dunia. Dan
manusia yang telah sempurna kejadiannya ini diakui sebagai perwujudan dari Sifat
Tuhan.

7. Panetep Santosaning Iman (Peneguh


Kesentosaan Iman)
Jika seluruh wejangan sebelumnya sudah dipahami, yang diwejang lantas
bisa mengucapkan Syahadat Sejati di dalam batin. Isinya seperti ini:
Untuk Lelaki:

Ingsun bersaksi sesungguhnya tiada Pangeran selain Ingsun, dan Ingsun


bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun.

Untuk Wanita:

Ingsun bersaksi sesungguhnya tiada Pangeran selain Ingsun, dan Ingsun


bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun, Fatimah itu umat Ingsun.
Ketika Anda mengucapkan syahadat, itu berarti Anda melakukan persaksian.
Tetapi, jika Anda berani menjadi saksi tanpa menyaksikan sendiri sesuatu yang
Anda saksikan, berarti kesaksian Anda palsu belaka. Oleh karenanya, sebuah kesak-
sian yang sejati tentunya berasal dari Dzat Tuhan itu sendiri. Dan kita, yang tidak
menyaksikan sendiri apa yang dipersaksikan, hanya wajib mengikuti saja kesaksian
dari Dzat Tuhan. Kita tidak tahu apa pun. Hanya Dzat Tuhan Yang Mahatahu.

Sahadat Sejati adalah persaksian Dzat Tuhan kepada Dzat-Nya sendiri. Syahadat
Sejati adalah persaksian Dzat Tuhan atas Nur Muhammad (Cahaya Terpuji), kepada
Dzat-Nya sendiri. Syahadat Sejati sebaiknya dibaca dalam batin saja. Seyogyanya
tidak terucap dari lisan Anda.

8. Sasahitan (Kesaksian)

100
Jika yang diwejang sudah memahami Syahadat Sejati, ia bisa berlanjut dengan mela-
falkan Kesaksian Puncak yang diucapkan di dalam batin. Isinya seperti ini:

I N G SU N bersaksi kepada Dzat Ingsun sendiri, sesungguhnya tiada Pangeran


selain Ingsun, dan Ingsun bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun.
Sesungguhnya yang disebut Allah itu Badan Ingsun, Rasul itu Rahsa Ingsun,
Muhammad itu Cahaya Ingsun.

Dalam wejangan ini, jelas sekali bahwa Dzat Tuhan telah menyatakan adanya
kesatuan tunggal dari tiga hal:

1. Allah
2. Muhammad
3. Rasul

Allah sudah menegaskan di dalam Surah At-Taubah: 128 yang terjemahannya


sebagai berikut:

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS : 9 : 128).

Allah diakui sebagai Badan-Nya. Muhammad diakui sebagai Cahaya-Nya. Dan


Rasul (Utusan) diakui sebagai Rasa Sejati Yang Rahasia atau Rahsa-Nya. Allah
adalah Badan Sejati dari Dzat (Dzatullah). Muhammad adalah Cahaya Terpuji (Nur
Muhammad) dari Dzat (Nurullah). Dan Rasul adalah Rasa Sejati Yang Rahasia dari
Dzat (Sirrullah). Allah, Muhammad, dan Rasul adalah tunggal. Di dalam badan
manusia, Allah telah meliputi Hayyu (Hidup) atau Ruh manusia. Muhammad telah
meliputi Nur (Cahaya) manusia dan Rasul telah meliputi Kaca (Cermin) atau
Rahsa/Sir manusia.

Namun, dalam wejangan sebelumnya Muhammad juga diakui sebagai Utusan-


Nya. Oleh karena itu, kedudukannya menjadi seperti ini:

1. Muhammad diakui sebagai Cahaya-Nya sekaligus Utusan-Nya.


2. Rasul diakui sebagai Rasa Sejati Yang Rahasia/Rahsa/Sir sekaligus Utusan-
Nya.

Pengertian Muhammad di sini jelas bukan Kangjeng Nabi Muhammad, Rasul di


sini jelas bukan seorang manusia yang diutus untuk menyampaikan risalah.
Muhammad di sini adalah Cahaya Yang Elok, Cahaya Terpuji, Nur Muhammad.
Dan Rasul di sini adalah Rasa Sejati Yang Rahasia, Rahsa, Sir. Karena tidak mungkin
manusia yang diberi tanggung jawab sebagai mahkluk yang rahmatan lil alamin

101
akan meninggal dunia.

Selanjutnya, Sasahitan atau Kesaksian Puncak dilanjutkan dengan kalimat


berikut ini:

Ingsun (Aku) bersaksi kepada Dzat Ingsun sendiri,


Sesungguhnya tiada pangeran (Tuhan) selain Ingsun,
dan Ingsun bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan Ingsun.
Allah itu badan Ingsun,
Rasul itu rahsa Ingsun,
Muhammad itu Cahaya Ingsun.
Ingsun Yang Hidup tidak terkena mati;
Ingsun Yang Ingat tidak terkena lupa;
Ingsun Yang Abadi, tidak terkena perubahan, dalam Keadaan Sejati;
Ingsun Yang Mengetahui segala-galanya dan tidak khilaf pada apa pun;
Ingsun Yang Berkuasa sepenuhnya,
Mahakuasa lagi Mahabijak, tidak kekurangan akan segala pemahaman;
Byar sempurna terang-benderang, tidak berasa apa pun, tidak terlihat apa pun,
hanya Ingsun yang meliputi seluruh alam dengan Qudrat Ingsun.

Lima Pokok Ilmu Kasempurnaan


1. Iman

Iman berarti percaya. Maksudnya adalah mempercayai Kodrat (Qudrat, Kuasa) Dzat
yang sudah menyatu pada hidup kita. Itu artinya, seluruh kesadaran kita harus bisa
ENENG (diam). Jangan cemas dan jangan kawatir lagi, karena Dzat meliputi hidup
kita.

2. Tauhid

Tauhid artinya muhung satunggal (hanya satu). Maksudnya adalah berpasrah


kepada Iradat (kehendak) Dzat yang menyatu pada hidup kita. Itu artinya, seluruh
kesadaran kita harus bisa ENING (Hening). Jangan ragu dan was-was lagi, karena
sungguh Dzat menyatu dengan hidup kita.

3. Makripat (Marifat)

Makripat berarti waskitha (mengetahui). Maksudnya adalah mengetahui bahwa


Dzat-Nya menyatu dengan hidup kita, Sifat-Nya mewujud pada diri kita, Asma-
Nya senantiasa menyertai diri kita, dan Afal-Nya memberikan tanda kepada diri

102
kita. Kita ini satu kesatuan dengan Tuhan. Itu artinya, seluruh kesadaran kita harus
AWAS (waspada).

4. Islam

Islam berarti wilujeng (selamat). Maksudnya adalah mengingat kebersatuan hidup


kita dengan Dzat dan terus-menerus berharap akan keselamatan. Itu artinya,
kesadaran kita harus senantiasa ELING (ingat), terutama ingat bahwa Dzat-Nya
yang Jamal (Cantik), Asma-Nya yang Kahar (Perkasa) dan Afal-Nya yang Kamal
(Sempurna) senantiasa menyatu dengan hidup kita.

DZIKIR NAFAS
Apa yang kami ajarkan hanyalah bagaimana memahami rahasia nafas di
dalam proses dzikir. Menggali bagaimana kolaborasi antara dzikir sebagai media
ketenangan jiwa dan pelatihan pernafasan sebagai media pembangkit energi murni.
Dengan dorongan dzikir, maka insya Allah terhindar dari campurtangan pihak-
pihak yang tak diundang (jin dan iblis).

Nafas adalah tali yang mengikat jasad dan ruh sehingga keduanya dapat
bersatu. Napas sendiri bisa dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Napas (Nafas): udara yang menghidupi seluruh tubuh manusia.


2. Tanapas (Tanafas): udara yang berdiam dalam darah.
3. Anpas (Anfas): udara yang ditarik masuk ke dalam tubuh.
4. Nupus (Nufus): udara yang dikeluarkan dari dalam tubuh.

Dzikir Nafas adalah proses dzikir yang diikuti dengan irama naik-turun nafas
kita. Kebanyakan para sufi dan wali menamakannya dzikir nafas karena mereka
yakin bahwa setiap unsur diri kita harus melakukan dzikir. Sehingga dzikir tidak
hanya dilakukan oleh lisan dan qalb (dzikir qauliah dan qalbiyah), tetapi nafas juga
harus melakukan dzikir, otak juga melakukan dzikir, mata, telinga, tangan dan kaki,
semuanya harus melaksanakan dzikir. Tetapi saya tidak mungkin membahasnya
semua, yang akan saya bahas adalah dzikir nafas saja.

Para sufi membagi dzikir kedalam tiga jenis: dzikir lisan (dilakukan oleh lidah),
dzikir khofy (dilakukan oleh hati) dan dzikir nafas (diikuti dengan nafas). Sebagian
sufi yang lain melengkapinya dengan dzikir sirri, dzikir yang dirahasiakan dan
dzikir fili yaitu dzikir yang dilakukan dengan perbuatan. Manfaat dzikir nafas ini
sangat besar. Dalam praktik muraqabah, nafas diyakini sebagai jalan menuju

103
konsentrasi terhadap makna dzikir. Dzikir nafas bermanfaat demi ketenangan batin,
keluasan dada dan pencerahan pikiran. Dzikir jika diikuti dengan nafas maka dzikir
tersebut akan mengalir di seluruh aliran darah dan di setiap detak jantung.
Membuat kita berkekalan dengan dzikrullah, selain itu dzikir nafas juga membang-
kitkan energi murni (inner power) yang bermanfaat untuk pengobatan dan perlin-
dungan. Dzikir nafas juga berimbas pada pengendalian emosi yang lebih positif dan
pengendalian hawa nafsu. Di samping itu juga meningkatkan daya tahan tubuh dan
menjaga pikiran tetap konsen, membuat tubuh menjadi tegak dan lebih peraya diri
dan tangguh dalam menghadapi kehidupan yang penuh kepalsuan ini.

Dzikir nafas adalah perpaduan atau kolaborasi antara nafas dan dzikrullah.
Merasukkan, menancapkan, mengalirkan dzikrullah keseluruh sendi dan pembuluh
darah, ke relung-relung dada, memalung hati dan menegasikan hal yang bukan
Allah dari dalam hati. Caranya sangat banyak, tetapi hanya beberapa saja yang akan
kami paparkan disini. Peringatan penting, bahwa sesungguhnya La Haula Wala
Quwwata Illa Billah...!!!!, jangan melaksanakan praktik seperti ini dengan niat selain
Allah...!!!!. Ingatan senantiasa harus tertuju pada Allah. Langkah-langkah dibawah
ini adalah disiplin demi keteraturan jalan menuju berkekalan dengan dzikrullah.
Wallahu alam bishshawab.

Membangkitkan energi murni


Dalam keadaan bersila ucapkanlah dzikir nafi-isbat dengan irama nafas sebagai
berikut: 1x dzikir penuh (la ilaha illallah) saat menarik nafas, 3x dzikir penuh (la
ilaha illallah, la ilaha illallah, la ilaha illallah) saat durasi tahan, dan 1x dzikir penuh
(la ilaha illallah) saat menghembuskannya.

Energi murni yang terhimpun tidaklah Anda sadari, dan tidak perlu Anda
sadari. Anda dapat merasakannya kelak, misalnya daya tahan tubuh Anda
meningkat, kekuatan fisik Anda bertambah, pikiran lebih konsen, hati semakin
tenang dan menjadi lebih peka terhadap berbagai kemungkinan. Ingatlah ingatan
harus senantiasa tertuju pada Allah yang menganugerahkan nafas kepadamu.
Lakukanlah hingga kamu merasa cukup. Hingga terbiasa, dalam keseharianmu,
tiada nafas tanpa dzikrullah.

Menetapkan Hati
Saatnya kini menetapkan hati. Jika hati kita tidak ditetapkan, maka percuma saja
semua riyadhah diatas. Cara menetapkan hati ini adalah dengan cara senantiasa

104
mengucapkan dzikir ismuzzat (Allahu Allahu Allahu) di setiap tarikan nafas,
durasi tahan dan saat menghembuskan nafas. Upayakan saat mengucapkannya
lidah dilipat dilangit-langit mulut (tidak bergerak), hal ini untuk hati untuk
mengingat Allah tanpa adanya campur tangan lidah. Ada saatnya lidah mengucap-
kannya, tetapi saat lidah mengucapkan dzikir, 75 % hati tidak mengucapkannya,
betul tidak?

Tentunya hal ini tidak memerlukan waktu yang sebentar, butuh waktu untuk
membentuk diri berkekalan dengan dzikir di setiap hembusan nafas. Selain itu,
butuh niat dan tekad yang bulat serta kesungguhan dan kesabaran untuk melatih
diri. Ini merupakan proses riyadhah (latihan jiwa), aktifitas fisik tidak lain hanyalah
manifestasi saja, cerminan saja.

Penyatuan Nur Muhammad dengan


Al-Fatihah
Lidah ditekuk pada langit-langit mulut, tarik nafas sambil mengucapkan

1. BISSMILLAHIRRAHMANNIRRAHIIM...
2. Tahan napas sambil baca shalawat Nuridz Dzati:
Allahumma shalli wasallim ala sayyidina Muhammad nuridzdzati wassir-
rissari fi sairil asmai ... (baca surat Al-Fatehah, tanpa basmalah) ... wash shifati
waala alihi washahbihi wasallim.
3. Keluarkan napas sambil mengucapkan ALLAHU AKBAR.
4. Lakukanlah dzikir tersebut di atas 15x

1. Salat Daim (Shalat Abadi)


Keberadaan Dzat, Sifat, Asma, dan Afal kita ini sudah menjadi Al-Quran Sejati,
menandai kesejatian doa atau shalat, itulah yang disebut Salat Daim.

Jika Anda sudah mampu mengheningkan batin dalam kondisi apa pun,
sekaligus mampu mengamati dan menyadari dengan benar seluruh gejolak pikiran
Anda sendiri, itu berarti Anda telah menjalani Salat Daim. Salat Daim adalah
sejatinya shalat. Shalat yang tidak terbatasi oleh waktu, tidak menghitung rakaat,
hanya senantiasa sadar akan gejolak batin sendiri.

105
Shalat sembari bekerja. Menjalani pekerjaan sembari shalat. Duduk atau
berjalan. Berjalan dan berjongkok. Berlari atau dalam diam. Membisu serta berkata-
kata. Pergi serta tidur. Tidur ataupun berjaga.

Adapun iftitah-nya adalah sebagai berikut:

Niyat Ingsun Salat Daim, kanggo ingsalawase uripingsun. Adege iku iya Uripingsun;
rukuke iya paningalingsun; iktidale iya pamiyarsaningsun; sujude iya pangambuningsun;
wawacaning ayat iya pangucapingsun; lungguhe iya tetepe imaningsun; takiyate iya
mantepe tokidingsun; salame iya makripat islamingsun; pupujianing iya panjing wetune
napasingsun; dikire iya awas elingingsun; keblate iya madhep marang eneng eningingsun.
Perlu nglakoni wajib saka Kodrat-Iradatingsun dhewe.

Niat Ingsun Salat Daim, untuk selamanya hidup Ingsun.


Berdirinya itu ya hidup Ingsun;
rukuknya ya penglihatan Ingsun;
itidalnya ya pendengaran Ingsun;
sujudnya ya penciuman Ingsun;
bacaan ayatnya ya ucapan Ingsun;
duduknya ya tetapnya iman Ingsun;
tahiyatnya ya mantapnya tauhid Ingsun;
salamnya ya marifat Islam Ingsun;
doanya ya masuk-keluarnya napas Ingsun;
zikirnya ya kesadaran Ingsun;
kiblatnya ya menghadap kepada eneng ening Ingsun.
Perlu menjalani kewajiban oleh karena Qudrah dan Iradah Ingsun sendiri.

Setiap bangun tidur, bagi yang sudah mampu mengheningkan batinnya, seyogianya
membaca iftitah seperti tersebut di atas dalam batin. Usai mengucapkan iptitah,
berpasrahlah kepada Dzat dengan sebenar-benarnya pasrah dan senantiasa menga-
mati gejolak batin Anda di mana pun Anda berada. Sebenarnya ada ajaran meditasi
Buddha yang sama dengan lelaku Salat Daim, yaitu meditasi Wipasana.

Jika Anda tahu meditasi Wipasana, maka seperti itulah Salat Daim. Bagi seorang
pelaku spiritual yang sudah mahir melakukan Salat Daim, pada titik tertentu dia
akan mampu menggapai daya kekuatan Dzat Yang Mahasuci. Istilah yang kerap
dipakai oleh penganut Kejawen adalah angampil wewenanging Dat (meminjam
wewenang Dzat).

Apa yang hendak dipinjam? Tak lain daya kekuatan wewenang-Nya. Jika daya ini
mampu diperoleh, maka hidupnya akan membuahkan ketenteraman, kewaskitaan,
kebijaksanaan, serta akan ditakuti oleh seluruh makhluk halus. Daya dari Dzat ini
termasuk daya yang sangat luhur karena hanya bertujuan untuk keselamatan

106
semata. Tanda-tanda daya ini akan berhasil diraih adalah:

Jika bermeditasi duduk, kesadaran mendadak masuk ke dalam liyep layaping ngaluyut, yaitu
kondisi kesadaran yang mencecap pengalaman mirip seseorang yang mengalami lesatan mimpi
dalam kondisi terjaga. Dengan kata lain, liyep layaping ngaluyut mirip kondisi orang yang tidur
pulas tapi tetap terjaga. Dalam kondisi seperti ini, kesadaran kita akan terasa meliuk seperti
ayunan pendulum. Itulah saat yang sangat dinanti-nantikan. Jangan kaget dan jangan takut.
Ikuti saja liukan kesadaran tersebut karena sudah tiba waktunya wahyu turun. Liukan itu
adalah pertanda akan bergantinya alam. Jika kita memang mendapat anugerah, segera saja
akan tampak cahaya berwarna biru muda dan kita akan bertemu dengan Ingsun kita sendiri,
yaitu Sang Dewa Ruci. Sang Dewa Ruci tak lain adalah Urip kita, Hidup kita, Roh Kudus kita,
Hayyu kita, Sajaratulyakin kita, Atma kita, Diri Sejati kita sendiri.

Jika sudah mendapat anugerah bertemu dengan Diri Sejati, maka buah ketente-
raman dan kebijaksanaan akan kita dapatkan. Bahkan kemampuan-kemampuan
adikodrati akan bisa kita peroleh begitu saja.

2. Anggayuh Daya Roh Ilapi (Menggapai Daya


Ruh Idlafi)
Syahadat sejatinya Rasul. Nur penggaliannya Muhammad.

Roh Ilapi adalah Ruh yang menghidupi Napsu atau Pribadi kita. Roh Ilapi dengan
Napsu jelas tidak bisa dipisahkan. Daya dari Roh Ilapi memiliki kelebihan luar
biasa. Roh Ilapi sejatinya berwarna bening.

Ketika Roh Ilapi hendak menghidupi Napsu, maka keluarlah bayangannya.


Bayangan ini yang disebut Makdum Sarpin. Begitu Roh Ilapi siap menghidupi
Napsu, bakal muncul dua warna. Pertama Putih, kedua Merah. Yang Putih
melahirkan Mar, yang Merah melahirkan Marti. Sesudah Roh Ilapi menghidupi
Napsu, muncul delapan warna yang lebih kecil, yaitu Merah, Hitam, Kuning, Putih,
Hijau Muda, Hijau Tua atau Biru, Merah Muda atau Nila, dan Ungu. Delapan warna
inilah yang disebut Cahya Kadim, yang berarti Cahaya Awal.

Dikatakan Awal karena mendahului munculnya cahaya dari Napsu empat macam.
Lantas ketika sudah benar-benar menghidupi Napsu, lahirlah empat macam warna
saja: Putih, Merah, Kuning, dan Hitam. Empat warna terakhir adalah cahaya dari
Napsu. Menarik kekuatan Roh Ilapi di sini adalah melihat kemunculan Cahaya
Kadim atau cahaya delapan warna di atas. Cahaya Kadim mampu menunjukkan
pertanda kebahagiaan, kesusahan, dan pertanda atas segala kejadian yang akan

107
terjadi. Lebih jelasnya seperti ini:
1. Cahaya Merah: Manakala terlihat cahaya tersebut, apa yang diinginkan akan
terlaksana.
2. Cahaya Hitam: Manakala terlihat cahaya tersebut, apa yang diinginkan akan
mendapat halangan. Jika hendak membesuk orang sakit, berarti yang sakit
hendak meninggal dunia.
3. Cahaya Kuning: Manakala terlihat cahaya tersebut, apa yang diinginkan berupa
rezeki akan membuahkan hasil. Jika hendak berutang, ia akan mendapat
utangan.
4. Cahaya Putih: Manakala terlihat cahaya tersebut, apa yang dikerjakan akan
membuahkan rezeki secara sukarela tanpa perantaraan perdagangan apa pun.
5. Cahaya Hijau Muda: Manakala terlihat cahaya tersebut, apa yang dikerjakan
akan mendapat untung.
6. Cahaya Hijau Tua: Manakala terlihat cahaya tersebut, apa yang dikerjakan akan
gagal. Jika bernegosiasi, berarti akan diingkari.
7. Cahaya Merah Muda: Manakala terlihat cahaya tersebut, apa yang dikerjakan
akan mendapat untung dari seorang wanita.
8. Cahaya Ungu: Manakala terlihat cahaya tersebut, apa yang dikerjakan akan
mendapat halangan, pertengkaran, dan segala hal yang terkait kesialan.

Untuk menggayuh daya Cahya Kadim ini, lelakunya sebagai berikut:

1. Puasa mutih26 tujuh hari tujuh malam. Pada hari kedelapan ditutup dengan
ngebleng27 satu hari satu malam. Setiap malam selama puasa diiringi ritual
sebagai berikut:
Bersila dengan tegap, kedua tangan bersedekap.
Pejamkan mata.
Tenangkan pikiran untuk beberapa saat.
Setelah pikiran tenang, baca mantra: Sadat sajatine Rasul. Nur dhudhuking
Mukamad (Syahadat sejatinya Rasul. Nur penggaliannya Muhammad).
Mulailah menarik napas perlahan.
Bayangkan napas naik ke Betal Makmur.
Tahan napas untuk beberapa lama.
Jika terlihat cahaya putih atau kuning, berarti mulai terlihat Cahaya Kadim.
Keluarkan napas.
Lakukan hal di atas sebanyak 3 atau 7 kali.
26
Hanya makan nasi dan minum air mineral selama jangka waktu yg
ditetapkan. Cara puasanya dimulai jam 6 sore sehabis Maghrib. Puasa
berakhir tepat jam 6 sore juga. Jika puasa mutih selama 7 hari tujuh malam
dan dimulai hari Minggu, maka Sabtu jam 6 sore sudah masuk puasa mutih;
diakhiri jam 6 sore pada hari Sabtu berikutnya.
27
Tidak makan, tidak minum, dan tidak tidur. Boleh tidur asal tidak
disengaja. Tata caranya sama seperti puasa mutih. Harus dimulai jam 6 sore.

108
2. Jika berkali-kali sudah bisa melihat cahaya putih atau kuning, itu pertanda baik.
Ulangi latihan setiap malam selama puasa.

3. Jika sampai puasa usai Anda belum juga melihat Cahya Kadim, jangan putus
asa. Terus lakukan latihan setiap malam hingga berhasil, tanpa harus berpuasa
lagi.

Jika sudah bisa melihat Cahya Kadim, Anda tidak perlu lagi memejamkan mata.
Ada satu lagi cahaya yang berdiri tegak sebesar lidi berwarna Kuning Muda,
mempunyai daya untuk memberikan rezeki. Cahaya ini tidak bisa dilihat jika mata
terbuka. Hanya bisa dilihat dengan mata tertutup.

3. Anggayuh Daya Makdum Sarpin


(Menggapai Daya Madum Syarfin)
Bismilahirahmanirakim,
Sang Kun Dat Suksma,
Suksma kang ana sajabaning wayangan,
Ni Endang Suksma kang ana sajroning wayangan,
sira aja ngaling-alingi, ingsun arep ketemu kadhangku kang sajati,
kang langgeng ora owah gingsir, perlu ... (diisi keperluannya).

(Bismillahir rahmanir rahim,


Sang Kun Dzat Suksma,
Suksma yang ada di luar bayangan,
Ni Endang Suksma yang ada dalam bayangan,
kalian jangan menutup-nutupi,
aku hendak bertemu saudaraku yang sejati,
yang langgeng tidak terkena perubahan,
untuk keperluan... (diisi keperluannya)).

Bismilahirakmanirakim,
Sang Kambang Buwana,
sira metuwa anagawe ... (diisi keperluannya)...
Aja takon dosamu, iya ingsun kangjumeneng Sang Bratareyang.

(Bismillahir rahmanir rahim, Sang Kambang Buwana, keluarlah kamu, ada keper-
luan... (diisi keperluannya)... Jangan tanya kesalahanmu, ini aku yang berdiri
sebagai Sang Bratareyang).

109
Makdum Sarpin adalah bayangan Roh Ilapi ketika hendak menghidupi Napsu.
Makdum Sarpin berkuasa memahami sabda Tuhan, tapi hanya berupa gambaran-
gambaran perlambang. Selain itu, jika kita mampu menggayuh daya Makdum
Sarpin, maka segala kekuatan adikodrati akan kita miliki, namun semuanya
berhubungan dengan hal-hal duniawi.

Untuk mendapatkan daya Makdum Sarpin, kita harus menjalani lelaku berikut ini:
1. Mandi keramas dalam semalam hingga tujuh kali.
2. Dimulai jam 11 malam hingga jam 5 pagi.
3. Lama setiap kali mandi kurang-lebih 45 menit.
4. Jarak waktu mandi kurang-lebih 45 menit.
5. Untuk menunggu waktu mandi berikutnya, kita bisa duduk diam, bersandar,
atau tidur-tiduran di luar rumah sembari membayangkan Makdum Sarpin.
Setiap kali hendak membayangkan Makdum Sarpin, kita harus membaca
mantra berikut:

Bismilahirakmanirakim,
Sang Kun Dat Suksma,
Suksma kang ana sajabaning wayangan,
Ni Endang Suksma kang ana sajroning wayangan,
sira aja ngaling-alingi,
ingsun arep ketemu kadhangku kang sajati,
kang langgeng ora owah gingsir, perlu ... (diisi keperluannya).

6. Jalani laku di atas selama tujuh malam sampai bertemu Makdum Sarpin.
7. Jika belum bisa bertemu, ulangi pada bulan berikutnya.

Ada lagi cara lain. Cara ini hanya untuk meminta bantuan Makdum Sarpin tanpa
harus bertemu. Namun cara ini bisa gagal, bisa juga berhasil. Pertanda kegagalan
atau keberhasilan diterangkan di bawah ini:

1. Lelaku tidak makan garam selama tujuh hari.


2. Setiap malam harus membakar kemenyan.
3. Bacalah mantra ini:

Bismilahirakmanirakim,
Sang Kambang Buwana,
sira metuwa ana gawe... (diisi keperluannya)...
Aja takon dosamu, iya ingsun kang jumeneng Sang Bratareyang.

4. Mantra di atas sangat ampuh untuk menarik orang dari jarak jauh agar pulang,
atau memanggil orang dari jarak jauh agar datang. Kemampuan ini dinamai
Puter Giling. Bisa juga untuk keperluan lainnya.

110
5. Pertanda diterima permintaan manakala dalam nyala api kemenyan terlihat
cahaya bulat berwarna Hijau Muda atau Kuning. Jika terlihat cahaya Hijau Tua
atau Ungu, berarti permintaan tidak diterima.
6. Mantra di atas untuk pertama kali harus disertai lelaku tidak makan garam.
Untuk selanjutnya, tidak diperlukan lagi.
7. Mantra tersebut juga bisa dipakai untuk meredakan kemarahan orang lain
kepada kita dengan cara:
Pandang wajah orang yang tengah marah, tarik napas, tahan. Baca mantra
dalam hati. Biasanya kemarahannya akan hilang.

4. Anggayuh Daya Sadulur Papat (Menggapai


Daya Empat Saudara)
(Marep mangetan) Hu Sirulah. Sadulurku kang ana ing wetan, aku rewang-rewangana,
anekakake rejeki kang ana wetan.
(Marep mangidul) Hu Datulah. Sadulurku kang ana ing kidul, aku rewang-rewangana,
anekakake rejeki kang ana kidul.
(Marep mangulon) Hu Sipatulah. Sadulurku kang ana ing kulon, aku rewang-rewangana,
anekakake rejeki kang ana kulon.
(Marep mangalor) Hu Ya Hu Allah. Sadulurku kang ana ing lor, aku rewang-rewangana,
anekakake rejeki kang ana lor.
(Marep angkasa) Allah Nu Basah.
(Tumungkul ing pratiwi) Hu Allah Nur Allah.
Mugi-mugi angidinana punapa ingkang dados kajat kawula.
__________________________________
(Menghadap ke timur) Hu Sirrullah. Saudaraku di timur, bantu aku mendatangkan
rezeki di timur.
(Menghadap ke selatan) Hu Dzatullah. Saudaraku di selatan, bantu aku menda-
tangkan rezeki di selatan.
(Menghadap ke barat) Hu Sifatullah. Saudaraku di barat, bantu aku mendatangkan
rezeki di barat.
(Menghadap ke utara) Hu Ya Hu Allah. Saudaraku di utara, bantu aku mendatang-
kan rezeki di utara.
(Menatap angkasa) Allah Nu Basah. (Menunduk menatap bumi) Hu Allah Nur
Allah. Semoga yang menjadi hajat hamba diperkenankan.

Daya Sadulur Papat di atas khusus untuk mendatangkan sandang dan pangan.
Untuk menggayuh daya Sadulur Papat diperlukan lelaku sebagai berikut:

111
1. Tidak makan nasi selama tujuh hari tujuh malam.
2. Setiap tengah malam selama lelaku, keluarlah dari rumah sembari membaca
mantra sebagai berikut:

(Marep mangetan) Hu Sirulah. Sadulurku kang ana ing wetan, aku rewang-
rewangana, anekakake rejeki kang ana wetan.

(Marep mangidul) Hu Datulah. Sadulurku kang ana ing kidul, aku rewang-
rewangana, anekakake rejeki kang ana kidul.

(Marep mangulon) Hu Sipatulah. Sadulurku kang ana ing kulon, aku rewang-
rewangana, anekakake rejeki kang ana kulon.

(Marep mangalor) Hu Ya Hu Allah. Sadulurku kang ana ing lor, aku rewang-
rewangana, anekakake rejeki kang ana lor.

(Marep angkasa) Allah Nu Basah.

(Tumungkul ingpratiwi) Hu Allah Nur Allah.


Mugi- mugi angidinana punapa ingkang dados kajat kawula.

Jalani lelaku di atas setiap bulan sekali atau dua bulan sekali. Sedangkan perapalan
mantra harus dilakukan setiap tengah malam.

5. Puji Bangsane Napsu (Pujian Nafsu)

1) Napsu Luwamah (Nafsul Lawwamah) diakui sebagai Afal Suksma (Perbuatan


Suksma), berwarna hitam, pintunya di mulut, tempatnya di lambung.
Pujiannya: Ya Hu, Ya Hu. Itu kesempurnaan cipta dan ripta.

2) Napsu Amarah (Nafsul Ammarah), diakui sebagai Asmaning Suksma (Asma


Suksma), berwarna merah, pintunya di telinga, tempatnya di amperu.
Pujiannya: Allahu, Allahu. Itu kesempurnaan sir dan angan-angan.

3) Napsu Supiyah (Nafsus Sufiyyah), diakui sebagai Sipating Suksma (Sifat


Suksma), berwarna kuning, pintunya di mata, tempatnya di limpa. Pujiannya:
Imanahu, Imanahu. Itu kesempurnaan osik dan meneng.

4) Napsu Mutmainah (Nafsul Muthmainnah), diakui sebagai Dating Suksma


(Dzat Suksma), berwarna putih, pintunya di hidung, tempatnya di tulang.
Pujiannya: Hu, Hu, Hu. Itu kesempurnaan budi dan rasa.

112
Baik dibuat untuk berzikir seusai shalat. Khasiatnya adalah untuk membuat stabil
empat macam Napsu kita.

6. Puji Bangsane Napas (Pujian Napas)


1) Napas (Nafas), adalah udara yang menghidupi seluruh tubuh, berwarna kuning.
Pujiannya: Allahu, Allahu.
2) Tanapas (Tanafas), adalah udara yang berdiam dalam darah, berwarna merah.
Pujiannya: Ya Hu, Ya Hu.
3) Anpas (Anfas), adalah udara yang ditarik masuk ke dalam tubuh, berwarna
putih. Pujiannya: La ilaha illalah.
4) Nupus (Nufus), adalah udara yang dikeluarkan dari dalam tubuh, berwarna
hitam. Pujiannya: Allah, Allah.

Baik dibuat untuk berzikir napas seusai shalat. Khasiatnya adalah untuk membuat
Kesadaran Jaga kita kuat. Tata caranya sebagai berikut:
1. Tarik napas, baca Dikir Anpas: La ilaha illallah. (visualisasi warna Putih)
2. Tahan napas, baca Dikir Napas: Allahu. (visualisasi warna Kuning)
3. Keluarkan napas, baca Dikir Nupus: Allah. (visualisasi warna Hitam)
4. Kosongkan napas, baca Dikir Tanapas: Ya Hu. (visualisasi warna Merah)

Lakukan minimal sembilan kali putaran. Lebih banyak, lebih baik.

7. Puji Bangsane Ati (Pujian Hati)


1) Hati Sanubari, adalah wewenang hati, berwarna hitam, pintunya di Kaharulah
(Qahharullah), bertempat pada Ngalam Sulfil.28 Pujiannya: Allahu, Allahu. Itu
kesempurnaan pengucapan.
2) Hati Maknawi, adalah kuasa hati, berwarna kuning, pintunya di Kamalulah
Kama-lullah, bertempat pada Alam Sulbi.29 Pujiannya: Allah, Allah. Itu kesem-
purnaan pendengaran.
3) Hati Sirr, adalah kesempurnaan hati, berwarna hijau, pintunya di Jalalulah
(Jalalullah), bertempat pada Alam Taufiq. Pujiannya: Hu, Hu, Hu. Itu kesem-

28
Alam Sulfil: Alam yg rata.
29
Sulbi adalah tulang lelaki yang mencakup tulang belakang bagian punggung
(dorsal), tulang belakang sekitar paha (lumbar). Tulang punggung dilihat
dari aspek neurologi (syaraf) mencakup pusat reproduksi yangmemberikan
perintah untuk ereksi, ejakulasi, dan menyiapkan hal-hal yg dibutuhkan oleh
kerja seksual. alam Sulbi berarti alam yang berhubungan dengan reproduksi.

113
purnaan penciuman.
4) Hati Fuad, adalah sirnanya hati, berwarna putih, pintunya di Jamalulah
(Jamalullah), bertempat pada Alam Tsabit. Pujiannya Anal Haqq, Anal Haqq. Itu
kesempurnaan penglihatan.

Baik dibuat untuk berzikir seusai shalat. Khasiatnya adalah untuk meredakan gejo-
lak perasaan.

8. Puji Bangsane Wiji Manusa (Pujian Benih


Manusia)
1) Wadi (Wadzi), berwarna merah, pujiannya: La yarifu illallah, (tiada yang tahu
selain Allah).
2) Madi (Madzi), berwarna kuning, pujiannya: La mabuda illallah, (tiada yang
disembah selain Allah).
3) Mani, berwarna hijau, pujiannya: La maujuda illallah, (tiada perwujudan selain
Allah).
4) Manikem, berwarna putih, pujiannya: La yadzkuru illallah, (tiada yang disebut
selain Allah).

9. Puji Anasire Manusa (Pujian Unsur


Manusia)
1) Bumi, berwarna hitam, itulah Wujud, pujiannya: Wa asyhadu anna Muham-
madar Rasulullah, (dan aku bersaksi Muhammad Utusan Allah).
2) Angin, berwarna kuning, itulah Ilmu, pujiannya: La syarika lahu la ilaha illa
ana, (tiada sekutu bagi-Nya; tiada tuhan selain Aku).
3) Geni (Api), berwarna merah, itulah Nur, pujiannya: Asyhadu alla ilaha illallah,
(aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah).
4) Banyu (Air), berwarna putih, itulah Syuhud, pujiannya: Syahidna ala anfusina
wa tsabbit indahu innahu la ilaha illa huwa, (Kami bersaksi pada diri kami
sendiri dan tetapkanlah kami bersama-Nya; sesungguhnya Dia, tiada Tuhan
selain Dia).

Jadi kalau digabungkan menjadi:


Asyhadu alla ilaha illallah, Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, La
syarika lahu la ilaha illa ana, Syahidna ala anfusina wa tsabbit indahu

114
innahu la ilaha illa huwa

(aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad Utusan
Allah, tiada sekutu bagi-Nya; tiada tuhan selain Aku. Kami bersaksi pada diri
kami sendiri dan tetapkanlah kami bersama-Nya; sesungguhnya Dia, tiada
Tuhan selain Dia).

10. Pepujian Rijalulah Gaib (Pujian


Rijalullah Ghaib)
Rijalulah Gaib adalah makhluk ciptaan Allah yang tak kasatmata. Rijalulah Gaib
disebut dalam kitab Manba Ushulul- Hikmah Imam Ahmad Al-Buni:

Ketahuilah bahwa Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi, dengan kemu-
rahan-Nya yang besar terhadap manusia, menciptakan ruh-ruh dari bangsa
malaikat yang berkeliling ke seluruh pelosok bumi, membantu orang-orang
yang mempunyai hajat supaya hajatnya terpenuhi dan keinginannya tercapai.
Barang siapa yang bertepatan waktu hajatnya dengan arah tempat mereka
berada, kemudian berdoa kepada Allah Taala, mereka akan mengaminkan
doanya itu, maka doa akan dikabulkan dan permintaannya akan diperoleh.

Ada petunjuk khusus untuk mengetahui posisi Rijalulah Gaib itu dalam sebulan.
Dalam kitab Jawahirulkamsi (Jawahir Al-Khamsi, Syekh Khatiruddin Bayazid Al-
Khawajah) dan Jamiul Karamatil aulia, Syech Yusuf Ibnu Ismail An-Nabhani.
Dikatakan, Rijalulah Gaib merupakan salah satu maqam kewalian.

Cara Melakukan Pujian:


1. Bangun malam, lakukan Salat Tobat dan Salat Hajat.
2. Selesai shalat, baca:
Istighfar, 100x.
Syahadat, 1x.
Ila hadroti Kangjeng Nabi Mukamad Rasululah. Patekah 1 kali.
Ila hadroti Malaikat Mukorrobin. Patekah 1kali.
Ila hadroti Wali Kutub. Patekah 1 kali.
Ila hadroti Rijalulah Gaib. Patekah 1 kali.
Ila hadroti Imam Akmad Albuni. Patekah 1 kali.
Ila hadroti Kangjeng Susuhunan ing Ngampeldenta. Patekah 1 kali.
Ila hadroti Kangjeng Susuhunan ing Kalijaga. Patekah 1 kali.
Ila hadroti Ingkang Sinuwun Prabhu Anyakrakusuma ing Mataram. Patekah

115
1 kali.
Ila hadroti Ki Ageng Mukamad Sirulah ing Kedhungkol. Patekah 1 kali.
Ila hadroti Bapa lan Biyung. Patekah 1 kali.
Ila hadroti muslimin wa muslimat, mukminin wa mukminat. Patekah 1 kali.
Ila hadroti Hajal Warid. Patekah 1 kali.

3. Baca Selawat Nuridz-Dzati 100 kali:


Allahuma shalli wasallim ala sayidina Muhammadinin nuridz dzati
wassirrissari fi sairil asmai wash shifati wa ala alihi washahbihi wassalim.

4. Pepujian Rijalulah Gaib 1000 kali:

Assalamualaikum ya Rijalul Ghaib.


Inna rabbaka yalamu annaka taqumu adna min tsulutsayil layli wanishfahu
watsulutsahu wathaifatun minal ladzina ma aka,
walahu yuqaddirul layla wan nahara,
alima an lan tuhsuhu fataba alaykum.
Faqrau ma tayassara minal Qurani,
alima an sayakunu minkum marda,
wa akharuna yadhribuna fil ardhi yabtaghuna min fadhlillahi,
wa akharuna yuqatiluna fi sabilillahi. Faqrau ma tayassara minhu,
wa aqimush shalata wa atuz zakata,
wa aqridhullaha qardlan hasanan,
wama tuqaddimu li anfusikum min khayrin tajiduhu,
indallahi huwa kayran wa azhama ajran,
wastagfirullaha innallaha ghafurur rahim.

5. Selama menjalani lelaku, dilarang makan daging dan telur.

Daya Khasiatnya Adalah:


1. Mendapatkan hati yang sabar.
2. Mampu mengobati berbagai macam penyakit.
3. Doanya mujarab.
4. Kinedhepan.
5. Mendapat kemudahan rezeki, hidup berkecukupan.
6. Kehidupan selalu bahagia,
7. Sehat jasmani dan ruhani.
8. Keselamatan lahir-batin.
9. Menangkal segala gangguan makhluk halus.
10. Mampu berkomunikasi dengan jin.
11. Mudah menangkap isyarat-isyarat Dzat.
12. Dan banyak lagi yang lainnya.

116
1. Rijaul Ghaib Bulan

WULAN (BULAN) TEMPAT RIJAUL GHAIB


1. Sura, Sapar, Mulud, Bada mulut, Besar Utara
2. Jumadil awal, Rajab, Ruwah Selatan
3. Jumadil Akhir, Puasa Timur
4. Sawal, Sela Barat

2. Rijaul Ghaib Dina (hari).

Dina (hari) Warna Tempat


1. Jumat Kuning Barat menuju Timur
2. Sabtu Semu Kemerahan Barat Daya menuju Timur Laut
3. Ahad Merah Selatan Menuju Utara
4. Senin Putih Timur menuju Barat
5. Selasa Biru Timur Laut menuju Barat Daya
6. Rabu Biru Angkasa
7.. Kamis Hitam Utara menuju Selatan

3. Rijaul Ghaib Tanggal


Tanggal Tempat Tunggangan
1, 11 dan 21 Angkasa Bledheg (Petir)
2, 12, dan 22 Bumi Naga
3, 13, dan 23 Barat Anjing
4, 14, dan 24 Barat Daya Sapi
5, 15, dan 25 Selatan Keledai
6, 16, dan 26 Tenggara Badak
7, 17, dan 27 Timur Gajah
8, 18, dan 28 Timur Laut Kuda
9, 19 dan 29 Utara Kuda
10, 20 dan 30 Barat Laut Berjalan di daratan

ADA DAYA ILAHI DI DALAM DIRI ANDA


Daya Ilahi merupakan energi yang hanya dimiliki oleh Allah. Energi tersebut
diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendaki melalui Malaikat. Kualitas
energy yang diberikan kepada setiap mahkluk berbeda-beda tergantung dari cara

117
dan bagaimana energi tersebut diperoleh. Ada sebuah Daya Ilahi di dalam diri kita
masing-masing yang membimbing hidup kita. Daya ini menanti penyadaran kita.
Kita harus belajar bagaimana memanfaatkan kekuatan besar ini. Energi Ilahi yang
diberikan kepada manusia ada dua, yakni yang langsung diberikan kepada setiap
manusia dan jin yang baru lahir, yang disebut Qarin, dan yang diberikan melalui
amal ibadah hablun minallah dan hablun minannas, yang disebut Khadam.

Khadam mempunyai karakteristik yang sama dengan keinginan kita, artinya


bila kita rajin ibadah dan menghasilkan khadam, maka bila kita disakiti atau didza-
limi orang lain, khadam tersebut akan menyerang orang yang menyakiti---tentu bila
memang kita ingin membalasnya. Sedangkan Qarin memiliki kharakteristik berbeda
dengan khadam yaitu apabila kita disakiti atau didzalimi orang, namun kita
bersabar dan mengikhlaskannya atau bahkan mendoakan yang baik-baik, maka
Qarin justru akan menyerang orang yang mendzalimi kita.

Meskipun setiap diri manusia sudah diberi pendamping (Qarin), tidak semua
Qarin tersebut akan membantu kita, kecuali kita sudah melakukan aktivasinya30.
Baik Khadam maupun Qarin merupakan energi. Kualitasnya sangat tergantung
kepada kesungguhan dan kontinuitas dalam mengaksesnya. Tanda seseorang yang
banyak tabungan energi postifnya adalah banyak mendatangkan manfaat bagi
sesama, Ia mampu mengoptimalkan segala aspek dalam hidupnya.

Pintu masuk energi Ilahiah ada di limbic system pada otak yaitu pada PINEAL
GLAND (Kelenjar Pineal). Dari Otak, energi ditransformasikan ke dalam tubuh dan
keluar tubuh (ke server)31. Otak kita mampu memerintahkan JIWA untuk melaku-
kan aktivitas sadar dan memerintahkan RUH untuk melakukan aktivitas bawah
sadar kita sebagai metabolism, peredaran darah dan pernapasan. Otak juga
melahirkan potensi akal, kalbu, dan nurani.

Untuk dapat merasakan Daya ini dan mengarahkannya, kita harus berada
dalam keadaan pikiran yang reseptif. Dibutuhkan hasrat dan pikiran yang benar.
Daya Ilahi menanggapi kehendak kita dan tidak bekerja melalui pikiran jahat. Secara
sadar kita harus berusaha melepaskan diri dari pikiran dan emosi yang merugikan.
Langkah pertama yang dapat Anda ambil adalah merasa bahagia dengan apa yang
sedang Anda kerjakan. Mungkin Anda tidak menyenangi tugas tertentu, tetapi jika
Anda memutuskan untuk melakukan tugas itu dengan baik dan semangat, Anda
mempersiapkan daya positif di sekitar diri Anda sendiri. Pola pikir ini membuat
Anda mampu menghadapi keadaan yang tidak bersahabat. Kita harus mengem-
bangkan sikap hormat dan bakti dalam hidup kita.

30
Baca, ebook Sistem Kemalaikatan, Ki Dalang Cipta Kawedar, 2014.
31
Lihat penjelasan pada system Endocrin di ebook Kulvitasi Potensi Diri,
Ki Abduljabbar, 2013.

118
Daya Ilahi tidak menampung pikiran atau perilaku jahat, mementingkan diri
sendiri, merusak, dendam, benci, atau kriminal. Jenis pikiran ini adalah buatan
manusia dan berlawanan dengan yang luhur. Pikiran itu adalah bentuk terendah
pikiran dan tidak berdampak apa-apa kecuali ketidak bahagiaan, tragedi, dan
keputusasaan. Kalau kita mengarahkan pikiran kita pada Daya Ilahi, pikiran dan
tindakan kita makin selaras. Kita membentuk pikiran menjadi lebih luwes dan lebih
mudah menerima ide. Kepercayaan meningkat karena kita merasa tidak sendirian.
Kita dibantu dan didukung oleh Kekuatan Rohaniah ini (sedulur sejati). Ini
membuat sesuatu yang sulit menjadi lebih mudah dan meningkatkan kebahagiaan
kita. Bimbingan Ilahi ini memberi kita kontrol yang lebih baik terhadap pikiran kita.
Emosi negatif, misalnya rasa takut dan amarah, akan tersingkir.

Ketika kita belajar menggunakan Daya Ilahi, kita merasa makin mampu
mengendalikan hidup kita. Kita tahu bahwa kita memiliki fokus yang lebih besar.
Kehendak kita menjadi lebih kuat dan pikiran kita menjadi makin jelas; dan ini
sangat dahsyat. Pikiran bergetar lebih cepat dan kehendak mencetak gambaran yang
unggul dalam pikiran. Daya Ilahi itu mencipta sekaligus mendukung. Tak terhitung
orang yang berhasil mengatasi situasi hidup-mati. Mereka menyatakan adanya
kekuatan adikodrati yang menopang dan membimbing mereka ke tempat yang
aman.

Daya Ilahi itu mencipta dan menyembuhkan.


Para musisi, pelukis, penulis, dan seniman lain sering kali berbicara tentang ilham
Ilahi. Disadari atau tidak, mereka menimba Daya Ilahi. Daya Ilahi bekerja lebih
efektif ketika kita menyadarinya.

Daya Ilahi tinggal dalam diri kita semua. Orang tidak harus tahu persis
bagaimana listrik bekerja. Sebelum menghidupkan lampu, orang harus menemukan
saklarnya. Daya Iilahi adalah saklar yang menunggu untuk dijentikkan. Daya Ilahi
itu bergetar dan mempengaruhi segala sesuatu sepanjang waktu. Daya IIlahi tidak
dapat dilihat kecuali melalui penampakan-Nya. Semua kehidupan ini diciptakan
oleh Daya Ilahi, melalui ucapan KUN FAYAKUN.

Pikiran konstruktif itu meningkatkan keyakinan dan menghubungkan kita


secara lebih mendalam dengan Daya ini. Jika kita membiarkan Daya Ilahi membim-
bing kita, kita tidak terbatas oleh kendala fisik, emosional, atau mental. Kita mampu
mencapai sasaran kita lebih mudah karena pikiran dan ide kita menghasilkan lebih
banyak energi. Mustahilah gagal jika kita berpikir dan bertindak dalam Daya Ilahi.
Daya Ilahi butuh tindakan, untuk dapat menggunakan Daya Ilahi, Anda harus
melakukan sesuatu yang mungkin. Anda tidak dapat hanya duduk di rumah tanpa

119
berbuat sesuatu. Daya IIlahi meminta agar kita bertanggung jawab.

"Hari demi hari saya berdoa kepada Tuhan meminta pertolongan atas masalah
keuangan saya tetapi tidak terjadi apa- apa. Saya tidak mendapat uang sepeser pun.
Saya tidak lagi percaya pada apa pun. Saya merasa hancur luluh. Apakah saya tidak
pantas untuk mendapat pertolongan?

Apa yang tidak beres dengan saya?


Mengapa saya ditolak?

Itulah peristiwa yg sekarang banyak menimpa setiap orang. Dan bagaimana


menggunakan Daya Ilahi?

"Daya Ilahi itu bekerja bersama Anda, dan melalui Anda, tetapi bukan tanpa Anda.
Doa-doa Anda seharusnya merupakan tindakan, bukan permintaan."
"Apa itu artinya?" "Anda seharusnya dapat menggunakan doa positif. Doa positif
itu aktif. Ulangi doa ini:
Saya minta Daya Ilahi untuk membimbing serta memberi kekuatan, iman, dan
keberanian kepada saya."

Jenis doa yang bermanfaat ini akan memberimu penghiburan dan bantuan. Bantuan
rohaniah dapat membimbing Anda dan memaksa Anda bertindak untuk mencari
pekerjaan, mengajukan pinjaman, atau mendapatkan seorang teman yang dapat
membantu. "Anda terus-menerus meminta Daya Ilahi memberi apa yang Anda
inginkan. Pikiran Anda tentang doa adalah memohon pembimbing yang akan mem-
beri sebatang tongkat ajaibdan menyelesaikan masalah Anda. Ironisnya justru
tidak ada pembimbing dan tidak ada tongkat ajaib.

Doa dengan kata-kata: Berilah aku, buatlah aku, tunjukkan kepadaku, bawa-
lah aku, aku ingin, aku butuh, aku berharap adalah sikap yang tidak berguna,
tidak pada tempatnya, dan memboroskan energi. Ini tidak akan membantu apa-apa.
"Daya Ilahi bukanlah Makhluk yang ada di luar diri kita yang dapat kita mintai
sesuai keinginan dan hasrat kita. Ia adalah bagian dari kita dan ada dalam setiap
makhluk hidup. Ia adalah pencipta hidup kita, alam semesta dan segala sesuatu
yang ada di dalamnya.

Tidak akan pernah ada kehidupan, tatanan, dan keselarasan tanpa Daya Ilahi
yang menyebabkannya. Segala sesuatu yang baik dalam hidup kita adalah akibat
dari Daya Illahi. Kita adalah Citra Tuhan.

"Kalau kita percaya akan Daya Ilahi, kita tidak akan melakukan kesalahan. Kalau
kita berpikir di luar Daya IIlahi maka akan muncul masalah. Misalnya, pikiran yang

120
mementingkan diri sendiri, penuh dendam, merusak, jahat, benci, iri hati, dan
serakah, tidak pernah terjadi karena Daya Ilahi. Ia sama sekali tidak mentolerir yang
jahat.

"Jangan menyalahkan Daya Ilahi atas penilaian buruk dan kemalasan Anda. Anda
harus berhenti marah-marah kepada Daya Ilahi dan mulai membiarkan Daya IIlahi
untuk bekerja melalui dirimu. Luangkan waktu sejenak untuk memeriksa diri dan
Anda akan menyadari bahwa Daya Ilahi bekerja melalui sahabat Anda. Ia membawa
Anda ke rumahnya dan mendorong saya untuk membantu Anda.

Untuk merasakan Daya ini dan mengarahkannya, kita harus berada dalam kerangka
pikir yang reseptif. Kita harus mengembangkan sikap hormat dan bakti dalam
hidup kita. Kita harus hidup selaras. Daya Ilahi tidak mengenal pikiran atau
perilaku jahat, mementingkan diri sendiri, merusak, balas dendam, benci, atau
kriminal. Pikiran seperti ini hanya buatan manusia dan lawan dari yang luhur.
Pikiran atau perilaku itu merupakan bentuk pikiran terendah dan hanya akan
membawa ketidak bahagiaan, melapetaka, dan keputusasaan belaka.

Kita dapat belajar menjadi satu dengan Daya Ilahi ini. Untuk menjadi satu
dengan Daya Ilahi berarti berpikir dan bertindak sepanjang waktu bersama Daya
Ilahi yaitu dengan merasa bahagia dan memberikan kasih sayang kepada alam
semesta. Ini berarti membiarkan Daya Ilahi bekerja melalui kita.

Orang bertanya kepada saya bagaimana mereka dapat berhubungan dengan


Daya Ilahi ?. Bagi beberapa orang, lebih mudah untuk menggunakannya karena
mereka terbiasa memohon Kekuatan yang Lebih Tinggi untuk membantunya. Saya
akan memberi Anda beberapa cara terbaik yang saya temukan untuk membantu
Anda berhubungan dengan Daya Ilahi.

DOA YANG BENAR


Doa yang benar bukanlah doa permohonan. Selayaknya doa adalah sebuah penga-
kuan akan Daya Ilahi. Ia memancarkan energi dahsyat yang sama dengan listrik.
Doa yang semestinya itu mengatur gerak dari getaran tingkat yang sangat halus,
getaran ini akan menghasilkan sebuah tanggapan yang efektif. Doa yang dihafal dan
diucapkan karena kebiasaan, serta doa yang meminta sesuatu yang tidak pantas kita
peroleh adalah tidak berguna. (Hafalan yang tidak mengerti makna kata-kata yang
diulang-ulang atau diucapkan) Doa semacam ini hanya merupakan pemborosan
daya hidup. Doa "berilah aku" yang bernada mementingkan diri sendiri tidak
menghasilkan cukup kekuatan untuk berguna bagi maksud sejati apa pun. Doa
seperti Ya Tuhan, biarkan aku menang dalam pertandingan ini, mengatasi masalah keua-

121
nganku, dan menemukan cinta sejatiku" adalah contoh paling nyata doa mementingkan
diri sendiri.

Seperti doa yang memohon kesehatan Anda dipulihkan, padahal Anda tidak
berbuat apapun untuk meningkatkan kesehatan adalah contoh yang lain dari doa
yang egois. Seperti halnya Anda mengaku bersyukur kepada Tuhan tetapi mengo-
tori paru-paru Anda dengan rokok. Ini sama seperti perbuatan orang munafik.

Jika Anda ingin rezeki, Anda akan memohon agar dibimbing pada sebuah
pekerjaan yang akan menyelesaikan masalah keuangan Anda. Anda akan meminta
kekuatan dan bimbingan untuk membuat pilihan yang tepat guna kesehatan yang
baik. Doa yang benar membangun kekuatan, keberanian, dan memuliakan. Kalau
kita berpikir dalam Daya Ilahi, kita melindungi diri sendiri. Ini menciptakan pelin-
dung rohani. Kita merasa lebih bahagia, dan dengan perasaan ini kita menemukan
bahwa masalah kita dapat terselesaikan dengan lebih mudah. Doa tidak perlu
panjang, banyak kata, atau puitis. Doa harus muncul dari hati dan jiwa kita, bagian
terdalam diri kita.
Kalau kita berdoa dengan berapi-api dan bermotivasi tanpa pamrih, kita
mencapai Daya Ilahi yang menjawab kita. Jawaban dapat muncul dalam
berbagai cara. Kadang langsung muncul jawabannya, kadang juga tidak.
Tetapi bila Anda setia mengingat Daya Ilahi, Anda akan dijawab.

Doa sewajarnya itu membantu kita untuk memusatkan perhatian pada


kehidupan kita. Pusat perhatian ini akan menakjubkan Anda. Anda akan merasa
bahagia. Pikiran yang berguna akan muncul dalam benak Anda. Pikiran ini akan
membantu untuk memecahkan masalah Anda dengan lebih cepat. Itu adalah pikiran
dengan getaran lebih tinggi dan getaran ini akan memberi hasil menakjubkan bagi
Anda. Dengan istilah lain, harapan yang dipanjatkan di dalam doa akan mendorong
seseorang untuk berusaha mencapai keberhasilan dan kesuksesan.

Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Alloh dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui
akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan. (QS. At-Taubah: 105).

Jangan meminta Tuhan yang menentukan apakah Anda mendapatkan sesuatu


atau tidak. Tuhan adalah Daya Ilahi yang ada dalam diri kita. "Daya ini tampaknya
tertidur, tetapi sebenarnya menunggu untuk membebaskannya. Mintalah kekuatan
dan bimbingan guna menuntun Anda ke dalam kehidupan pribadi yang lebih
bahagia. Doa seperti ini yang akan membawa hasil."

Rasulullah sallallahu allaihi wa sallam bersabda: "Allah berfirman: 'Aku berada


pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-

122
Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam suatu
kaum, maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya, dan jika ia
mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat
pada-Ku satu hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang kepada-Ku dengan
berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari." (hadis Hadits abu
hurairah r.a.).

Saya memberikan sebuah doa yang memiliki daya Ilahi:

"Saya bersatu dengan Daya Ilahi. Kekuatan dan bimbingan saya berasal dari Daya
Ilahi. Semua keindahan, keselarasan, kasih, dan kedamaian muncul dari berpikir
bersama Daya Ilahi."

"Kata-kata ini nampaknya sederhana, tetapi sebetulnya tidak. Ini merupakan


yang ampuh dan dahsyat. Anda harus sungguh-sungguh merasakan setiap kata
sewaktu Anda mengucapkan doa itu. Ulangilah doa ini sesering mungkin sepanjang
hari. Anda harus melakukan ini dengan cara yang penuh hormat dan bakti. Ketika
memusatkan pikiran Anda kepada Daya Ilahi, Anda memancarkan kasih dan
keselarasan. Ini akan menarik kasih dan keselarasan kepada Anda."

Doa tersebut untuk mengganti doa Anda yang sering Anda ucapkan tetapi tidak
pernah diijabah, karena Anda melakukan dengan pikiran seperti "Saya ingin...,
berilah saya..., atau saya membutuhkan...", Mulailah berpikir tentang Daya Ilahi dan
biarkan Ia mengarahkan Anda. Kalau Anda fokus dan seimbang, Anda akan
berpikir secara berbeda. Anda tidak lagi putus asa atau tidak sabar. Anda meman-
carkan sebuah aura keindahan. Ini merupakan magnet untuk menarik sesuatu yang
baik ke dalam hidup Anda. Ingatlah bahwa doa yang benar itu selalu dikabulkan.

Semakin murni motivasinya, semakin ampuh doanya. Motivasi murni tanpa


pamrih menghasilkan bentuk pikiran yang murni. Bentuk pikiran ini berjalan seren-
tak. Itulah sebabnya mengapa para penerimanya langsung merasakannya. Sebelum
saya memahami pentingnya doa, saya berpendapat bahwa orang yang hidupnya
hanya diisi dengan doa dan kontemplasi adalah orang yang sekadar mencari
pelarian. Saya berpendapat bahwa mereka sekadar tidak ingin menghadapi
persoalan hidup. Mereka lebih suka tidak menangani semua masalah kehidupan.
Sekarang saya menyadari betapa kelirunya pemikiran saya itu. Doa jenis ini mengi-
rimkan daya positif yang dahsyat ke seluruh dunia.

Orang yang reseptif dapat menerima daya ampuh ini dan dibantu atau didu-
kung olehnya. Ia dapat memberi penghiburan kepada orang lain. Doa ini bergetar
bersama Daya Ilahi dan ini membantu planet bumi tetap selaras.

123
Daftar Pustaka:

1. Zainurrahman, Majelis dzikir Al-Jabbar, Ternate, 2010.


2. Induk Ilmu Kejawen, Wirid Hidayat Jati, Damar Shashangka, Malang, 2014.
3. Ilmu Selamet, prof. Dr. Dr. Daldiyono Hardjodisastro, SpPD, KGEH.
Wistodiyono Hardjodisastro, BcHK, Jakarta, 2010.
4. Pengajian Tubuh, Buya Tuanku Kuning H. Syofyan Yusuf, Jakarta, 2013.
5. Hakekatul Muhammadiyyah, Saraswanto Abduljabbar, Cikarang, 2014.
6. Kulvitasi Potensi Diri, Saraswanto Abduljabbar, Cikarang, 2013.

124

Anda mungkin juga menyukai