0
BAB 1
Itu bermakna, jika seorang pemilik ilmu sadar akan wujud dalam
ke-dia-an nya sendiri, dalam seluruh maknanya/hakekatnya, maka dia
tidak akan tetap terjebak dalam satu kepercayaan. Dia tidak akan
mengurangi/memotong lingkaran kepercayaan, dia akan seperti materi
awal (hayula) dan akan menerima apapun bentuk yang dihadapkan
kepadanya. Bentuk-bentuk ini menjadi sisi lahiriah, tak ada perubahan
kepada rahasia dalam alam batinnya. Al Arif billah, apapun asalnya akan
tetap seperti itu. Dia menerima seluruh jenis keyakinan, namun tidak
terikat pada keyakinan apapun. Apapun tempatnya adalah Pengetahuan
Ilahi, yang merupakan ilmu hakekat, dia tetap di dalam tempat itu;
mengetahui seluruh rahasia kepercayaan yang dia lihat secara batiniah
dan bukan lahiriah. Dia mengenali sesuatu yang rahasianya dia tahu,
apapun yang ditampakkan, dan dalam hal ini lingkarannya sangat besar.
Tanpa melihat pakaian apa yang mereka kenakan, di bawah dalam sisi
lahiriah dia mencapai kepada asal dari kepercayaan itu dan menyaksikan
mereka dari setiap tempat yang mungkin.
***
3
BAB 2
BENTUK PERTAMA
5
BENTUK KETIGA
BENTUK KEEMPAT
Di bawah jubah maujud tak ada apapun di sana selain Dia: dia menjadi
tahu makna hal ini melalui batiniah, dan juga memperoleh sebuah
pemahaman akan makna ayat Al Quran:” Milik siapakah kerajaan hari
ini? Milik Allah Al Wahid Al Qahhar,” dia mengetahuinya dengan yakin
hal itu secara batiniah, tiada apapun selian Allah.
Sampai sekarang kami telah sebutkan 4 bentuk. Ini dapat disebut sebagai
berikut:
6
1. Anfus – Batiniah
2. Ufuk – cakrawala, eksistensi di luar diri
3. Kesatuan Anfus dan Ufuk
4. Fananya anfus, ufuk dan Kesatuan Anfus dan Ufuk dalam Kedirian
Allah.
BENTUK KELIMA
BENTUK KEENAM
7
BENTUK KETUJUH
***
Ketika Sang Arif mencapai maqam ini dia berada dalam Alam Kesatuan
dan Totalitas. Jika mesti baginya untuk berpisah dari sini, dia dihiasi
Wujud Ilahi. Dia mengetahui realitasnya dan akibatnya memahami Allah,
dan kemudian dia tidak terikat lagi dengan hukum apapun, aturan,
kepercayaan yang kita pahami secara lahiriah. Inilah yang ingin
dijelaskan, dan makna yang diinginkan adalah ini.
***
8
Pada akhirnya sang Arif memahami bahwa entah di dalam anfus atau di
ufuk cakrawala, apapun yang termanifestasikan di sana adalah Kedirian;
wujud itu adalah Wujud Tunggal, Satu Jiwa, Satu Tubuh, ia tidak terpisah
dan tidak juga terindividukan; segala yang ada dalam ketetapannya tiada
lain selain Tajalli-Nya dan Alat; yaitu dari setiap partikel atau akar kepada
massa terbesar, Al Haq tertajallikan dengan seluruh Sifat dan nama-Nya
dan manifestasi ini bersesuaian dengan pemahaman dan keimanan
setiap orang. Dalam setiap tempat dan dalam setiap maqam Dia
menunjukkan wajah yang berbeda. Dia mampu menunjukkan wujud-Nya
entah di dalam atau tanpa tempat dan maqam; yaitu yang berada dalam
citra segala sesuatu, yang dimengerti oleh akal, makna dalam setiap hati,
sesuatu yang didengar setiap telinga, mata yang melihat dalam setiap
mata, adalah Dia…Jika Dia tersingkap dalam wajah ini dia juga melihat
dari wajah yang lain. Makna dari hal ini lagi-lagi mengacu kepada kalimat
awal dalam kitab ini, Yang menuntut dan yang dituntut, sang pecinta dan
yang dicinta, yang beriman dan keimanan adalah sama bagi kaum Arif.
Seluruh ini bermakna bahwa bagi kaum Arif tak diijinkan untuk terikat
kepada aspek keimanan tertentu.
***
***
Apapun yang terjadi kaum arif tidak akan terperangkap dalam keimanan
terbatas sebab dia berlaku bijak kepada dirinya sendiri. Inilah yang telah
kami jelaskan di atas.
10
BAB 3
Sang Arif agar ia mengetahui lebih baik akan dirinya sendiri dan
mengetahui inti hatinya adalah perlu mendengarkan dengan seksama
dan dengan rendah hati kepada 5 hal lagi yang ia perlukan. Ini
merupakan keperluan mutlak bagi sang arif ketahui dalam mencapai
tujuannya. Karena alasan ini, kami memberikan paparan dibawah ini
yang disebut 5 hadirat (Kehadiran).
LIMA KEHADIRAN/HADRAT
Kehadiran ini juga disebut Alam Lahut. Ia disebut juga alam dengan tiada
manifestasi (la ta’ayyun) yang tidak berada dalam ukuran apapun atau
bentuk atau peliputan. Ia disebut juga Kebutaan Mutlak. Disebut juga
Wujud Belaka, Wujud Mutlak,Kedirian Murni (zat),Ummul Kitab,
Pernyataan Mutlak, Titik Terdalam Lautan, Yang tidak diketahui dari yang
tidak diketahui.
12
Kutipan ini menunjukkan maqam yang telah kami sebutkan. Apapun
kemungkinan kasusnya, bagi sang Arif yang mengenal Kedirian, tak satu
pun baru atau berbeda yang telah terjadi. Apapun Dia sebelumnya,
sekarang Dia tetap demikian. Ketika Hadrat Ali mendengar hadits ini:”
Pada saat itu Allah dalam situasi demikian bahwa tak satu pun bersama-
Nya,” dia menambahkan,’ Bahkan sekarang Dia tetap demikian.” Dengan
demikian dia menjelaskan hadits dan pada saat yang sama membuka
wajah lain dari hadits dan mengomentarinya.
13
Kehadiran Keempat – Syuhud Mutlak ( Penyaksian, Penglihatan,
Pengamatan Mutlak)
Ini disebut Alam Syahadah, Alam Kepemilikan (Mulk), Alam Nasut, Alam
Ciptaan, Alam Makna, Alam Spesies-spesies, Alam Angkasa,Bintang dan
Kelahiran. Apa yang dimaksud dengan ini adalah logam,tumbuhan dan
hewan. Mereka juga menganggap Arasy Azhim sebagai bagian dari
maqam ini. Maqam ini melingkupi totalitas dari alam bentuk-bentuk.
Apa yang akan dijelaskan berikut ini, yaitu 4 alam, adalah seperti
lautan. Ia adalah Alam Mulk, Alam Ruh (Malakut), Alam Jabarut dan Alam
Ketuhanan (Lahut). Seluruh lautan ini adalah abadi dan tidak memiliki
awal dan akhir. Lautan pertama adalah Kedirian/(Zat) yang sering disebut
Lahut. Sesuai dengan pernyataan,” Aku adalah khazanah
tersembunyi….” Kedirian Allah mengalir memanifestasikan Alam Jabarut,
dan ini disebut juga Ruh Agung. Ketika Jabarut mengalir, ia
memanifestasikan alam Malakut. Dengan mengalirnya alam Malakut
terbentuklah adalam Mulk. Apa yang dimaksud disini dengan “mengalir”
adalah fitrah atau kecenderungan alami sebagai akibat sifat Kedirian.
Apa yang disebutkan di atas sampai saat ini terjadi dalam ruang waktu
yang diperlukan oleh satu kedipan mata, yang bermakna waktu yang
sangat pendek, bahkan waktu yang tercepat. Kutipan dari Al Quran
menunjukkan hal ini:” Perintah Kami adalah tunggal bagaikan kedipan
mata bahkan lebih cepat lagi.” Inilah utusan perintah dan perintah ini
disebut Kun. Kepada segala sesuatu (al-kawn) Dia berkata,Kun! dan
langsung terjadi.
14
***
Tak ada satu pun dari masalah/urusan yang terjadi berasal dari yang
tiada. Inilah esensi seluruhnya. Apa yang dimaksud manusia dengan
berkata bahwa segala sesuatu berasal dari tiada hanyalah untuk
menyatakan Kedirian, ketika ia tersembunyi dalam diri-Nya sendiri, ingin
untuk menyata, sebab ‘apa yang ada/sesuatu’ tidaklah dapat menjadi
yang tiada, dan apa ‘yang tiada/bukan sesuatu’ tidaklah dapat menjadi
yang ada/maujud. Disebabkan pendapat ini dalam Lautan Kedirian, alam
semesta menjadi ternyatakan.
15
Rahasia ‘Ana Al Haq’ Dia kembali tersembunyi dan terbuka,pada saat
yang bersamaan.
***
Maka gelombang laut adalah apa yang disebut ‘yang lain’. Laut adalah
tanpa awal, tanpa akhir, dan gelombang dianggap sebagai sesuatu yang
terjadi sesudahnya/aksiden.
Wujud Awal dan Akhir adalah milik Allah dan ‘yang lain’ yang muncul
dianggap sebagai yang ada dalam Wujud Mutlak. Seluruh sesuatu yang
eksis menjadi ternyatakan dari Kedirian Mutlak, Jika penyingkapan yang
merupakan kehidupan wujud diputus sesaat saja, maka segalanya akan
terkubur dalam ketiadaan.
Disini Insan Kamil akan dijelaskan. Kehadiran yang telah dijelaskan dan
totalitas alam semesta terliputi dan terlingkupi di dalam totalitas dalam
Insan kamil ini. Insan Kamil adalah pemilik derajat Penyatuan; dia berada
pada maqam Ismul A’zham. Persis seperti Ismul A’zham mengumpulkan
dan mengandung seluruh nama, dengan cara yang sama Insan Kamil
mengumpulkan dan mengandung alam mulk-malakut, jabarut dan lahut.
Entah itu dalam lahiriah atau batiniah tiada maqam yang tidak dilingkupi
oleh Insan Kamil. Dia menerapkan hukumnya dalam segala sesuatu yang
menjalar secara zat dan apapun sesuatu itu dapat nampak dalam sesuatu
itu sebagaimana dia adanya. Dalam faktanya hadrat Ali telah berkata
demikian:
Untuk dapat melihat pada alam Gaib maka mesti ada mata Ilahi.
1. Akal Universal
2. Jiwa Universal
(Ini sering diacu kepada Kalam Dan Lauh).
3.Al Arasy
4. Al Kursi
17
Kemudian diikuti 7 Langit, 4 Elemen Alam dan 3 Kelahiran (mawâlîd):
totalnya 18, dan secara detail ada 18 ribu. Banyak Orang Besar
meneruskan dengan cara demikian. Bagaimanapun, dalam hakekatnya
Alam Semesta tidak dapat dihitung.
18
BAB 4
Mari kami berikan informasi yang berguna. Apa yang terdapat pada
permukaan alam sebagai ciptaan hanya dianggap sepersepuluh dari apa
yang ada di air. Jika apa yang ada di air dan di bumi dikumpulkan
bersama-sama maka mereka akan dianggap sebagai sepersepuluh dari
apa yang ada di langit. Jika semuanya ini dikumpulkan maka akan
menjadi sepersepuluh dari Malaikat di Langit Pertama. Keseluruhan ini
akan menjadi sepersepuluh dari jumlah Malaikat Langit Kedua dan
semuanya ini berlanjut hingga Langit Ketujuh; dan mereka yang berada
dalam 7 lapis dan 7 lapis bumi jika dijumlahkan menjadi sepersepuluh
Malaikat yang menghuni Kursi. Inilah ayat Al Qur’an yang berkata,’ Kursi-
Nya meliputi langit dan bumi.’ Pada Kursi makhluk di 7 lapisan bumi dan
7 lapisan langit dan di air membentuk sepersepuluh Malaikat yang
memohonkan ampunan di satu sudut dari Arasy. Dan seluruhnya
dihitung sampai level ini akan membentuk sepersepuluh jumlah Malaikat
Muhaimin As. Malaikat Muhaimin sejak mereka diciptakan hingga saat
ini tidak pernah mengangkat pandangan mereka dari memandang
manisnya Keindahan (Jamal) dan berada dalam keadaan mabuk dalam
memandang Keindahan itu. Mereka tidak mengetahui diri mereka atau
yang lain—hingga sekarang mereka bahkan tidak tahu bahwa alam
semesta diciptakan juga tentang Adam atau Iblis.
***
Kemudian Allah memiliki Malaikat yang hebat dengan rambut yang tak
terhitung di kepalanya. Berdasarkan perbandingan ini seluruh Malaikat
dan segala yang lain persis seperti sebutir mutiara di rambut seseorang.
Andai Allah memerintahkan Malaikat ini dia akan menelan seluruh
eksistensi sebagai satu butiran dan tidak akan sadar bahwa sesuatu telah
melewati tenggorokannya. Nama Malaikat ini adaah Ruh.
19
Maka jika seluruh urusan yang telah disebutkan, malaikat dan
langit, diletakkan dalam hati Insan Kamil, dia tidak akan merasakan
dalam hatinya meskipun sebesar zarah. Ketika Abu Yazid Busthami
mencapai maqam ini dia berkata sebagai berikut,” Jika Arasy dan seluruh
apa yang ada di sana digandakan sejuta kali dan diletakkan di sudut hati
seorang Arif,dia bahkan tidak akan merasakannya.” Hati yang tidak
meliputi langit dan bumi dan Arasy serta Kursi telah menjadi tempat
tajalli Keagungan dan keindahan (‘Azhim dan Jamal) dan totalitas
Kedirian-Nya dan seluruh sifat-sifat Allah. Ini juga disebutkan dalam
hadits Qudsi,” Langit dan bumi-Ku tidak dapat meliputi-Ku, namun hati
orang beriman meliputi-Ku.” Mu’min pertama mengacu kepada Insan
Kamil dan yang kedua mengacu kepada hakekat Kedirian. Dengan kata
lain, Insan Kamil adalah cermin Al Haq.
Kemuliaan hati Insan Kamil tidak akan layak bagi segala perhitungan,
batasan, prasangka (wahm) atau perbandingan. Ia bergantung pada
zauq. Semoga Allah menjadikan zauq itu mungkin bagi kita….Hu.
***
Cinta yang dijelaskan dalam maqam ini adalah Yang Dicinta (Mahbub).
Dengan puisi ini, Abu Yazid memberikan kabar akan derajat hati ini dan
menjelaskan keluasan hati; yang diketahui oleh yang mengetahui. Jika
perlu menginterpretasikanya, dapat dikatakan sebagai berikut: Cermin
hatiku sebagai tempat manifestasi tajalli dan pancaran keabadian dan
20
azali Sang kekasih/Mahbub. Pancaran Ilahi mengikuti satu dari yang
lainnya, turun dan terus berlanjut turun, dan hatiku menerimanya.
Cintaku atau penerimaan hatiku tidak akan habis dan tampaknya tidak
akan berakhir.
Tujuan dari penjelasan ini untuk mengurai derajat dari Insan Kamil, dan
sebagai akibatnya adalah Kebesaran Allah.
***
Andai jika seluruh pohon adalah pena dan lautan adaah tinta, dan jika
seluruh manusia dan yang kita tidak lihat dengan mata lahiriah seperti
Malaikat, Jin dsb, mereka tidak dapat selesai menjelaskan derajat Insan
Kamil. Jika waktu dibagikan kepada mereka dari awal hingga akhir dunia,
mereka masih tidak dapat menggoreskan permukaan dari sebuah
lembaran yang halus yang menutupi wajah akan masalah ini. Sebagai
indikasi akan hal ini, kami kutipkan ayat Al Quran,” Katakan kepada
mereka: jika lautan menjadi tinta dan pohon menjadi pena, mereka akan
habis di hadapan kata-kata Rabb ku. Jika ditambah sejumlah yang sama
lagi, itu juga akan habis.”
Satu nama dari Insan Kamil adalah (Alif, Lam, Mim). Inilah kitab yang
tiada keraguan. Sebuah hadits berkata,’ Manusia dan Al Quran adalah
saudara kembar.” Apa yang dimaksud dengan Manusia di sini adalah
Insan Kamil, dan yang dimaksud dengan saudara kembar adalah identik
dengan kembar yang dilahirkan dari rahim yang sama.
21
Dalam apapun yang dijelaskan sampai sekarang, segala sesuatu adalah
cermin bagi yang lainnya. Cermin Alam Lahut adalah Jabarut, cermin bagi
Jabarut adalah Malakut, dan cermin bagi Malakut adalah Mulk dan
cermin bagi keseluruhan ini adalah Insan Kamil. Insan Kamil adalah wakil
Allah, sebuah cermin yang memantulkan-Nya. Ia adalah cermin yang
menampakkan Wujud Allah dan kesatuan. Tiada derajat yang bukan
esensi Insan Kamil.
***
Penjelasan telah menjadi panjang dari ruang lingkup seseorang. Mari
kembali kepada masalah asal/ Tujuan utama adalah ini,” Andai sang Arif
mengenal dirinya secara menyeluruh, dia tidak akan terjebak dalam
sebuah kepercayaan tertentu.” Jika seseorang tiba pada keadaan ini, dia
dianggap telah menjadi Insan Kamil. Apa yang kami sebutkan hingga
sekarang mewakili seperseribu dari sifat Insan Kamil. Setelah seseorang
mencapai derajat ini, dia secara mutlak adalah tempat tajalli Allah
sehingga dari sisi manapun Dia menyingkapkan diri-Nya, itu diterima.
Manusia yang mencapai derajat ini disebut Insan Kamil. Semoga Allah
memberikan kita akan derajat ini.. Amin…Hu.
***
Wahai saudaraku, pikirlah dengan bijak. Allah telah memberikan kita
bakat yang besar. Kita kehilangan hal ini; apakah itu pantas kita lakukan?
Kita membawa diri kita ke derajat yang disebut oleh Al Quran:” Mereka
seperti gembala hewan, bahkan lebih rendah lagi.” Ini merupakan
kemalangan buat kita. Tidak mudah untuk menjadi Insan Kamil. Ia
hanyalah mungkin untuk mendapat Insan Kamil dan berpegang pada
jalannya dan melayaninya. Allah telah memberikan bakat ini kepada
setiap manusia namun manusia menjatuhkannya ke derajat terendah,
dan menghancurkan bakatnya. Serahkan dirimu kepada Mursyid Kamil,
dan jadilah manusia. Faktor paling penting adalah terikat dengan
keyakinan kepada kesempurnaan Insan Kamil. Jangan sekali-kali pernah
menyangka Insan Kamil adalah manusia tanpa keimanan atau jalan.
22
Jalannya dan keimanannya adalah eksistensi Kehendak Ilahi dan dalam
eksistensi Perintah Ilahi. Keimanan mereka bukanlah sebuah jalan tiruan
atau kepercayaan. Sebagian Ahlullah, ketika ditanya,” Dari jalan apakah
kalian?” mereka menjawab:” Aku dari jalan Allah.”
***
23
BAB 5
Sekarang ada sesuatu yang mesti seseorang ketahui. Dan itu adalah
bahwa seorang Arif mesti tahu tempat asalnya dan tempat kembalinya;
dari mana dia datang dan kemana dia akan pergi. Dan ilmu ini terikat
kepada 3 perjalanan. Karena itu, kami akan jelaskan perjalanan ini.
Secara alami dipahami bahwa perjalanan ini berhubungan dengan
perkembangan ruhani seseorang. Tiada awal dan akhir bagi perjalanan
ini tiada juga dia memiliki jumlah, namun 3 perjalanan ini yang telah kami
pilih telah mewakili kesemuanya. Kecuali jika seseorang telah
menempuh tiga perjalanan ini dan dia tidak dapat menemukan dalam
dirinya pentingnya rasa pengetahuan kepada al Kholiq, ia tidak dapat
menjadi matang, dan tidak dapat juga membimbing yang lain.
Perjalanan Pertama
Perjalanan Kedua
25
Sedemikian hingga ia telah mencapai kedudukannya sendiri yang
dia telah peroleh dalam perjalanan ini akan penurunan banyak warna
(pengotor) dari setiap level yang ia jumpai, yang merupakan warna-
warna pengalih perhatian/pengacau. Dia telah memperoleh dalam
setiap level sifat yang tak berguna dan menghalangi. Disebabkan hal
inilah dia telah kehilangan/tersesat dalam keragaman yang dikenal
sebagai ‘lebih rendah dari segerombolan hewan’. Sekarang ketika dia
telah berpegang pada Mursyid Kamil dia akan menghilangkan sifat-sifat
tak berguna ini yang ia peroleh pada perjalanan turun dan dia akan
kembali kepada sebuah keadaan yang merupakan keadaan awalnya
(primordial); dan dia menjadi sesuatu yang dulu. Kecuali jika disucikan
di jalan ini, maka tidaklah mudah baginya mencapai Akal Universal.
26
Musa dan Firaun menjadi teman
***
27
Perjalanan Ketiga
Perjalanan ini berawal dari-Nya, namun pada saat yang sama ia adalah
maqam baqa’ dengan-Nya. Yang berarti ia adalah perjalanandari Al Haq
kepada ciptaan (Al Khalq), yang juga berarti setelah menemukan Alam
Kesatuan, dia melewati ke keadaan keterpisahan, Manusia pada
perjalanan ini adalah untuk menolong yang lain agar tahu, untuk
menjelaskan jalan bagi yang lain dengan penurunan ruhani, dan dia
meletakkannya pada jubah kemanusiaan dan turun dari keadaan
ruhaninya kepada manusia dan berbaur dengan mereka . Itulah makna
hadits yang mengatakan,” Aku juga manusia biasa seperti kalian
semuanya.” Adalah wajib pada keadaan ini untuk makan, minum, tidur,
dan menikah, namun tidak jatuh pada berlebih-lebihan, dan tidak juga
kepada pertapaan. Keseimbangan dan istiqomah yang sempurna adalah
sangat penting/esensial.
***
Orang yang mencapai level ini adalah seseorang yang iffah (menjaga
kehormatan diri) dan istiqomah. Dia secara lahiriah setuju dengan
hukum-hukum keagamaan dan dia menerima mereka, namun dia tidak
pernah terlibat dengan ritual ekstra selain dari yang bersifat
esensial/hakekat. Baik di Alam Keragaman dan di Alam Kesatuan, dia
secara konstan berada dalam keadaan sholat. Alam lahiriahnya tertutup
bagi manusia. Alam batiniahnya terhubung dan tidak pernah terpisah
dengan Allah. Untuk memahami orang ini adalah sangat sulit sebab
manusia berpikir dan menilai seseorang melalui sikap keimanan lahiriah
dan amal zahirnya, dan mereka mengira ia adalah manusia beriman yang
sedang berkembang. Bagaimanapun, perkembangan Insan Kamil tidak
28
dapat dilihat dengan mata inderawi. Untuk dapat melihatnya, kamu
mesti punya mata yang telah mencapainya.
Maka kaum Arif, ketika telah memahami makna ini, dia tidak masuk
dan tidak juga menyangkal kepercayaan orang lain, sebab dia paham
tiada yang maujud selain Dia dan sebab dia melihat seluruhnya
terhubung secara bersamaan dalam rantai Perintah, dan mengerti
bahwa dia sendiri tiada lain selain perintah dan kehendak. Lagi, sang Arif
melihat setiap orang sesuai dengan manifestasi sebuah Nama, dan
30
dengan demikian kepercayaan mereka dan tingkah laku mereka adalah
sebagaimana mereka seharusnya.
***
Makna ayat Al Quran menjadi jelas bagi kaum Arif:” Kemanapun engkau
menghadap, di sanalah wajah Allah.” Ini berarti, kemanapun engkau
hadapkan wajahmu, disana engkau temukan jalan yang mengarahkanmu
kepada Allah. Ini adalah benar berdasarkan hukum bahwa:” Dia pada
setiap saat berada pada konfigurasi yang berbeda,” ada keadaan ruhani
dan derajat; namun Dia menunjukan dalam setiap kedipan mata hasrat,
pada setiap hasrat aroma, dan pada setiap aroma keindahan, dan pada
setiap keindahan cinta, dan dalam setiap cinta kedipan mata,dan pada
setiap kedipan hasrat, dan pada setiap hasrat aroma, dan pada setiap
aroma jenis pembaharuan kembali.. Disebabkan semua hal ini, manusia
yang mabuk cinta dan berada dalam ratapan, jatuh ke dalam keadaan
yang berbeda-beda. Kadang-kadang mereka menjadi tempat manifestasi
Sifat Jalal dan penyempitan (Qabd), atau mereka adalah tempat
manifestasi dari perluasan dan kesenangan; mereka mengambil
kesenangan, mereka berenang dalam kesenangan dan menemukan
kegembiaraan (safa). Kadang-kadang mereka jatuh ke dalam sikap
bimbang dan kadang-kadang memohon. Sifat-sifat ini membawa sikap
yang berbeda dalam pandangan Cinta namun si pecinta tidak
menyangkal hal ini. Jika seperti ini, maka bagaimana kaum arif
membiarkan dirinya tunduk kepada satu bentuk atau yang lainnya?
Sang Kekasih dengannya sang pecinta jatuh cinta, apapun sifat yang
Dia hiaskan kepada diri-Nya, tidak pernah bingung dan tidak pernah
terikat kepada suatu wajah apapun. Meskipun dia sendiri melihat
keindahan dari setiap wajah, dia memaafkan mereka yang menjadi
31
terikat dengan satu dari Wajah-Nya. Lingkaran-Nya luas. Mereka yang
menjadi terikat dengan suatu aspek atau yang lain, dia berkata bahwa itu
adalah satu dari urusan-Nya dan menerimanya sebagai sesuatu yang
diperlukan oleh satu dari Nama Ilahi. Dalam faktanya, Allah sendiri
berkata:” Tiada satu pun yang hidup di bumi dimana Allah tidak
memegang ubun-ubunnya, dan sesungguhnya Rabb ku berada di jalan
yang lurus.” Ayat ini dari Al Quran yang diucapkan melalui lidah Nabi
Hud.
32
BAB 6
Setiap orang adalah tempat bagi manifestasi satu Nama dan dia berada
dibawah takdir Nama itu. Jalal, Jamal, Hadi,Mudzill, seluruhnya ini, yang
manapun adalah jalan-Nya yang lurus. Dalam masalah keimanan juga
demikian. Jika kepercayaan seseorang berbeda dari kepercayaan yang
lain, dia masih pada jalan yang lurus disebabkan nama baginya secara
hakekat adalah tempat manifestasi, dan sifatnya akan arah yang lurus
adalah hal tersebut. Sebagai contoh akurasi busur panah ditentukan oleh
lengkungannya. Berada dalam kesalahan adalah benar bagi Nama Allah
Al Mudzill, meskipun nama-Nya Al Hadi mengetahui itu adalah
kesalahan, ia masih dianggap sebagai jalan yang lurus. Maka Kaum Arif,
karena dia tahu makna keseluruhan hal ini, tidaklah menganggu agama
orang yang lain.
***
35
Ketahuilah situasinya tertegaskan seperti ini, bahwa segala sesuatu
terikat dengan bakatnya, seorang manusia akan melakukan apa yang
mesti ia lakukan berkenaan dengan hal ini. Dia tidak mampu melawan
keadaan dirinya. Dia menjumpai sesuatu terjadi dalam dirinya sendiri,
satu demi satu, masing-masing dalam waktu perwujudannya sendiri. Jika
seseorang kemudian mengira bahwa bakatnya dalam hal ini
singkat/berkekurangan, maka dia menderita. Sekali lagi, dalam asalnya
hal ini bukanlah sebuah pemaksaan.
***
Paksaan ada dua jenis: satu dapat diterima dan yang lain untuk disangkal.
Jenis yang dapat diterima adalah sebagai berikut: Seorang yang beriman,
setelah mendaptkan perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang,
tanpa mensifatkan kekuatan apapun kepada dirinya sendiri, dia mesti
mengetahui bahwa seluruh urusan berasal dari Allah. Inilah kebaikan.
Sementara paksaan kedua adalah seorang hamba mengerjakan segala
kesalahan yang mungkin. Dia tidak tahu apa yang dilarang atau
mengetahui perintah. Dan pada puncaknya dia mengkaitkan segala
kesalahan yang dia lakukan kepada Allah; ini adalah perbuatan di luar
kebijaksanaan. Dan paksaan ini sungguh sangat jelek. Pada maqam ini
banyak pertanyaan dan jawaban dan diketahui oleh mereka yang tahu.
Mereka menanyakan seseorang yang telah mencapai maqam ini:”
Bagaimana engkau melepaskan dari mensifatkan paksaan kepada
Allah?” dan dia menjawab:” Sebab aku tidak menyekutukan apapun di
seluruh alam kepada Allah, sehingga seluruh kepemilikan adalah milik-
Nya, maka siapakah yang Dia paksa?Setiap orang menggunakan apa yang
dimilikinya sesuka hatinya.” Dalam masalah ini apa yang telah dikatakan
sudah cukup memadai.”
***
36
Anas bin Malik, sesuai dengan apa yang beliau kabarkan, telah melayani
Nabi selama 10 tahun. Ketika Anas menjelaskan hal ini dia berkata:” Aku
melayani Nabi selama 10 tahun siang dan malam tanpa berhenti.Atas
apa yang telah aku lakukan, tidak pernah sekali pun aku mendengar
beliau berkata mengapa kamu melakukan hal itu atau tidak.” Keadaan
ruhani ini muncul karena ilmu Nabi tentang rahasia qadar. Allah
menyimpan rahasia tertentu dari Rasul dan Nabi-Nya selama kenabian
mereka. Satu dari rahasia ini adalah rahasia takdir. Jika sang penyeru
kebenaran seperti rasul dan nabi melihat dalam diri beberapa orang
mereka memiliki kecenderungan untuk menolak dan dalam sebagian
orang dia melihat seruannya tidak akan membawa manfaat, dia tetap
tidak mampu dan bingung dan dia tidak dapat melaksanakan kenabian
sebagaimana seharusnya. Karena itu dia terhalang jika dia mengetahui
rahasia ini. Rahasia takdir dibuat diketahui oleh para nabi setela seruan
mereka dilaksanakan dan setelah terlihat siapa yang menutupi
Kebenaran, siapa yang beriman, siapa yang munafiq dan siapa yang
disucikan.”
***
37
Bagaimanapun imajinasi bukanlah Kebenaran. Apa yang telah dia
pikirkan adalah hasil khayalannya sendiri, dan tidak akan bersama Rabb
dari segala Rabb. Kaum Arif ketika dia mencapai pemahaman yang jernih
atas segalanya dan lewat menuju kemutlakan dan non relativitas, akan
menjadikan Al Haq sebagai kepercayaannya dan menyembah-Nya, dan
kemudian kembali lagi kepada yang relatif: Ada bahaya besar disini,
sebab jika dia terikat dan tetap dalam keadaan Kemutlakan, dia tidak
akan pernah dibebaskan dari kemungkinan rasa takut. Keadaan ruhani
ini berlangsung hingga datang keyakinan (pengetahuan sesuatu melalui
sesuatu itu sendiri); dan itu adalah Allah bersama dengan seluruh
Kedirian-Nya dan sifat-sifat-Nya, dan itulah yakin.
***
Ilmu yang bermanfaat: mesti diketahui bahwa ahlul yaqin telah membagi
keadaan ruhani mereka menjadi tiga bagian: satu menemukan
keyaqinan mealui ilmu, yang lain melalui melihat, dan yang ketiga
dengan mencapai Kebenaran/Al Haq dari hal itu. Sebagai contoh, yang
pertama seperti yang mengetahui tentang kepahlawanan, yang kedua
melihat seseorang bertindak pahlawan, yang ketiga adalah yang menjadi
pahlawan itu sendiri; dia yang melakukan tindakan pahlawan itu akan
mengetahui rasanya. Ma’rifat adalah seperti ini dan terus berlanjut.
Mereka yang paham akan paham.
38
BAB 7
Bagi dia yang ingin dibebaskan dari rasa takut dan selamat darinya,
keimanan seperti apa yang diperlukan, kami akan menjelaskannya.
Namun sebagai awalnya pendahuluan.
***
Realitas ini dalam bahasa Arab disebut Wujud, dalam bahasa Turki varlik,
dalam bahasa Persia hati, namun dalam Hakekatnya, Eksistensi ini
melampui seluruh nama-nama ini. Apa yang benar adalah bahwa mereka
menggunakan istilah wujud, cinta/rindu, nur, nafs, atau rahman, namun
yang dimaksud dengan semua ini adalah nama Wujud Tunggal yaitu Al
Haq.
***
Dalam maqam ini tiada nama atau gambaran atau kata-kata pujian atau
sifat yang eksis. Dia dianggap bebas dan melampaui/tanzih dari
semuanya, Yang melakukan perjalanan melalui seluruh level dan
menyingkapkan diri-Nya sendiri adalah Dia. Karena Dia sama dengan
setiap derajat, dan dalam pensifatan lah yang membuat-Nya
mengumpulkan segalanya, Dia lah Yang diseru oleh seluruh Nama-nama,
yang dilukiskan dalam setiap citra, yang disebut dengan berbagai nama
berbeda dan sifat serta pensifatan. Dia turun kepada seluruh derajat, dan
40
penurunan ini juga sebagai tanda kedekatan-Nya. Penurunan-Nya
dijelaskan dalam hadits:” Aku sakit dan kamu tidak mengunjung-Ku. Aku
lapar dan kamu tidak memberi-Ku makan.” Al Haq, dalam Sifat-Nya,
dalam penurunan-Nya dan dalam derajat-Nya menerima segala yang
berlawanan sebab dari sudut pandang-Nya tiada hal yang berlawanan
demikian…Hanya mereka yang khusus dari yang khusus memahami hal
ini. Bagi kaum Arif ini adalah petunjuk dan bagi mereka ini sudah cukup.
Ayat Quran berikut menunjukkan situasi dengan sangat baik:” Dia lah
Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu melalui wujudnya sendiri.”
41
Menutupi kesalahan telah menutupi Kebenaran Mutlak
Menutupi Al Haq telah menutupi dirinya dengan Kebenaran
***
Wahai anakku, makna hal ini tersembunyi dalam ayat Al Quran:” Rabb
mu telah menetapkan bahwa kamu hanya menyembah-Nya.”
Seseorang yang telah mencapai intisari hati dari keadaan ruhani akan
Kemutlakan disebut kaum Arif, wali dan Ahlullah. Atas hal inilah ayat Al
Quran berikut diturunkan:” Ketahuilah bahwa wali Allah tidaklah takut
dan bersedih hati.” Kaum Arif, wali yang hamba, memasuki kelompok ini
dan menemukan keselamatan dari takut dan bahaya. Semoga Allah
memberikan kita keadaan ini.
***
42
siapapun yang menjawab pertanyaan-Nya. Dia bertanya kepada mereka
dan Dia juga yang menjawab kepada mereka.
Hamba tersebut tetap dalam maqam ini dalam waktu lama: dia
menderita tarikan hebat. Di situ tiada waktu atau tempat.. Dia tidak
menjadi Alam Semesta atau Malaikat, di sana saat itu hanya Allah yang
ada: pada saat itu Allah dalam wujud-Nya menyeru sebagai berikut:”
Milik siapakah kerajaan hari ini?” Dalam wajah ini tiada suara berasal dari
siapapun. Kemudian Allah dalam Kebesaran-Nya menyeru dari Kedirian-
Nya kepada Kedirian-Nya:” Milik Allah,Al Wahidul Qahhar.”
***
Bagi kaum Arif untuk sampai ke derajat ini bergantung banyak hal. Yang
pertama adalah pengetahuan yang dia miliki tentang seluruh Nama
Allah. Dia tahu bahwa seluruh derajat dan maqam diperlukan oleh
Nama-nama ini dan bahwa segala sesuatu adalah tempat tajalli Nama-
nama ini. Dia tahu bahwa tempat tajalli dari suatu Nama Ilahi
bersesuaian dengan bakat dan kemampuan untuk menerima tempat
44
tajalli itu. Allah telah mengaruniakan sang Arif ini cara untuk
menerjemahkan makna yang lebih dalam yang tersembunyi dalam
Nama-nama ini. Dia membaca, paham dan dia menjelaskan . Akibatnya
dia dapat menggabungkan segala sesuatu dalam wujud dirinya.
Kerangkanya sangat luas dan itu meliputi segala sesuatu. Nabi
Muhammad SAW berkata,”Apa yang pertama diberikan kepadaku
adalah perkataan serba meliputi (jami’ul kalim)” Dan itu adalah keadaan
dalam mendapatkan banyak makna dari beberapa ucapan. Jika manusia
telah mencapai ini dia adalah pewaris Nabi dan telah mencapai
Kebenaran Nabi, dan semoga engkau paham apa yang dikatakan disini
sesuai dengan bagaimana menggapai ridho Allah.
***
Seorang Arif dan manusia yang berkata “Dia/Hu”, dia menjadi ‘Dia/Hu”
dan jika dia mengucapkan ini dalam keadaan Kesempurnaan, pembicara
itu sendiri tidaklah berada di antaranya (barzakh), melainkan pembicara
itu sendiri seluruhnya menjadi ‘Dia/Hu”. Inilah satu dari rahasia
menemukan keadaan ma’rifat. Tidak setiap orang mengetahui hal ini,
dan belum ada sebelumnya yang menunjukkan hal ini disebabkan
mereka enggan atau takut, sebab terdapat kemungkinan jatuh ke dalam
bahaya. Ini karena dalam maqam tersebut sifat imanensi/pengambilan
bentuk (takwin) termanifestasikan dalam diri hamba.. Sebab pada saat
hamba berkata ‘Dia/Hu”, maka yang berkata melewati lidah hamba
sesungguhnya adalah Kekuatan dan Daya Ilahi (la hawla wa laa quwwata
illa billah)”. Mari berhenti sejenak pada istilah ini. Sebab disini terdapat
pertanyaan tentang imanensi (takwin). Kualitas takwin Allah sendiri
disingkapkan di dalam hamba.. Makna yang dalam adalah itu.
Bagaimanapun, wajib untuk membuka lebih dari apa yang dimaksud dan
untuk membawa masalah ini lebih ke dalam realitas dalam maqam ini.
Kapanpun Insan Kamil berkata ‘Dia/Hu”, diharapkan seluruh wujudnya
lenyap dan terkubur dalam ketiadaan, dan inilah kematian. Namun ini
adalah kematian yang berkenaan dengan hadits,” Mati lah sebelum
45
mati.” Insan Kami, ketika dia melakukan hal ini, mati dengan kematian
sebagai konsekuensinya dan bersandar kepada Iradah dan dia telah
melemparkan dirinya kedalam Lautan Huwa, tanpa kaki atau kepala atau
memiliki bekasan lahiriah atau batiniah dalam dirinya. Di sana dia
tenggelam, fana dan tiada lagi nama dan tanda dirinya tetap ada, dan dia
menjadi Dia/Hu. Sebab setetes air jatuh ke lautan dan menjadi lautan.
Istilah ‘Hu”, dan lautan yang disebut disini adalah Alam
Kesatuan,Cinta,Wajibul Wujud dan Lautan Nur.
Nabi selalu mengajarkan kalimat berikut dalam doa beliau, yang beliau
berikan kepada kita untuk mengarahkan kita kepada kematangan
spiritual.” Ya Allah, jadikan aku ke dalam cahaya/nur.” Tanpa keraguan
beliau memang Nur, namun doa ini untuk mengajarkan kepada kita,
sebab seseorang yang menyerahkan dirinya kepada Dia/Huwa adalah
Nur.
Serahkan wujud kepada Allah; biarkan hanya Wujud Allah saja yang
ada
Tarik dirimu dari barzakh, biarkan apa yang tertinggal menjadi sahabat
***
Adalah penting bagi dia yang terus dalam Nama Hu tahu apa yang
dimaksud adalah Yang Dinamakan, Yaitu, ketika dia berkata ‘Hu”, biarkan
dia memfanakan dirinya dan seluruh wujud ke dalam Wujud Kedirian
Dia/Hu, yang berarti dalam Yang Dinamakan, tanpa meninggalkan nama,
citra, waktu, tempat atau tanda apapun tersisa…Adalah perlu bagi dia
yang berkata ‘hu’ menjadi lebur ke dalam Wujud Universal/Wajibul
Wujud dan menjadi ‘hu’ itu sendiri.
Apa yang kami inginkan untuk jelaskan adalah bahwa ketika makna ini
tiba pada diri seseorang , tidak peduli apakah hamba itu berkata ‘Dia’
atau ‘kita’ atau ‘mereka’ atau mesikupun dia ingin berkata ‘kamu’; apa
yang dimaksud oleh keseluruhan ini adalah Kediriannya Dia
48
Dan dia berada di bawah peringatan Al Quran dan jatuh ke dalam
bahaya.
49
BAB 8
Dalam setiap hal, wajib menjaga hati dari segala sesuatu yang tidak
pantas bagi ridho Allah; wajib untuk membersihkannya dari pikiran
buruk; hati hamba adalah khazanah atau perbendaharaan Allah;
Manusia adalah kebiasaannya. Setiap pantulan yang lain dari Allah
adalah seorang pencuri dan penjahat. Wajib untuk menutup jalan ke hati
untuk melawan mereka. Dalam hakekatnya hati dijelaskan dalam hadits-
hadits berikut:” Hati orang beriman adalah tempat tajalli Allah; hati
orang beriman adalah Arasy Allah, hati orang beriman adalah cermin
Allah.” Sebagai akibatnya setiap orang yang membiarkan harta ini dicuri
oleh penjahat berada dalam situasi yang sulit, sebab dia akan dianggap
sebagai pengkhianat dan Allah membenci pengkhianat sebagaimana
yang dinyatakan dalam ayat Al Quran:” Sungguh Allah membenci
pengkhianat.”
50
Ketika Nur Allah menyala di dalam hati
Jejak pencuri akan terpotong darinya
***
Pikiran yang masuk ke dalam otak manusia yang telah tiba pada maqam
qurbah (kedekatan) kepada Allah adalah seperti kata-kata dan tindakan
yang mengalir di tempat terbuka di antara manusia yang belum
mencapai kedekatan ini. Mereka juga bertanggung jawab kepada pikiran
yang masuk ke dalam hati mereka. Sebuah hadits berkata bahwa
seseorang yang membawa pikiran yang paling halus ke dalam pikirannya
akan ditanyai tantang pikiran ini dengan kehalusan yang sama (setara)
dengan pikiran itu sendiri dan banyak amal kebaikan dari pelaku
kebaikan dianggap sebagai sebuah kesalahan bagi mereka yang telah
mencapai kedekatan.
Dalam hakekatnya, Allah tidak setuju bahwa ada yang lain selain
diri-Nya memasuki hati seorang hamba. Sebab hati hamba adalah
tempat Tajalli Allah. Sebuah hadits tentang hal ini menjelaskan sebagai
berikut: “Hati adalah Ka’bah Allah. Siapapun membiarkan pikiran bukan
tentang Allah masuk ke sana maka sesungguhnya telah mengisi hatinya
dengan berhala.”
***
Ada banyak hal yang tidak perlu kita masuki untuk membahasnya.
Setiap tajalli yang turun kepada hati, dengan apapun percabangannya, ia
mengambil bentuk baik atau buruk dan kembali ke tempat selayaknya.
Karena itu agar manusia menerima penyingkapan ini dengan baik dan
beradab maka wajib baginya terus menerus memelihara pikiran baik
secara konstan..
***
53
untuk melakukan hal ini adalah untuk menjelaskan kualitas imanensi
Kebenaran.
Entah hal itu berada dalam dirinya atau luar dirinya, seluruh
urusan, pikiran,tindakan, kepercayaan, khayalan dan bahkan seluruh
nafas yang diambil, tak ada seberat zarrah pun dari hal ini sia-sia. Setiap
tindakan, entah baik atau buruk memiliki kemampuan dan bakat sesuai
dengan dirinya sendiri, dan mereka masing-masing mengambil bentuk
sesuai dengan keadaan diri mereka. Dalam alam yang lain mereka
nampak dalam bentuk yang mereka terima disini. Pemilik urusan dan
tindakan tersebut, ketika dia mendapatkan mereka, sesuai dengan citra
yang dia berikan kepada mereka, dia bisa menemukan rahmat dan
berenang ke dalam kesenangan, atau dia bisa terluka dan menderita.
Itulah rahasia yang dibukakan di sini. Makna ayat Al Quran menjelaskan
hal ini:”barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah akan
melihatnya; dan barang siapa mengerjakan keburukan seberat zarrah dia
akan melihatnya.”
***
54
lahiriah nampak tidak tepat. Namun dalam sudut pandang maknawiyah
seluruhnya adalah sama dan benar dan ini adalah keadaan yang
mengurangi segala sesuatu ke keadaan ketidakmampuan, dan apa yang
wajib buat kita adalah makna.
***
Masalah lain yang penting dimana akal tidak mampu memahami hal ini:
setiap orang yang berbicara tentang Allah dia telah menggambarkan-
Nya. Meskipun dia menyembahnya tetap saja ia menyembah sesuatu
yang ia bayangkan. Itulah juga Allah sendiri dan tak ada yang ain. Allah
telah menunjukkan wajah dalam cermin hati hamba-Nya sesuai dengan
pemahamannya. Kita sekarang akan memasuki masalah sebenarnya.
Dalam kasus imajinasi dan pikiran ini jelas bukan hamba yang
menciptakan Allah; ia adalah Allah yang menciptakan wujud-Nya sendiri.
Pencipta segalanya adalah Allah; tiada pencipta selain Dia. Apa yang
muncul dalam keimanan hamba juga merupakan wilayah dari apa yang
Allah ciptakan, yang dalam hakekatnya juga diciptakan oleh Allah. Salah
datu makna dalam “Allah menciptakan wujud-Nya sendiri” adalah ini.
***
Ada hal yang khusus yang akan diketahui dan akan kami jelaskan:
makhluk, pembawaan, peciptaan, penjadian dan pembentukan,
semuanya mengacu kepada makna yang sama. Meskipun masing-masing
memiliki makna agak berbeda, mereka akan menuju kepada makna yang
sama. Apa yang dimaksud dari keseluruhan ini adalah manifestasi dan
tajalli Allah.
Makna lain yang mesti diberikan kepada semua ini adalah sebagai
berikut: Allah menciptakan Wujud-Nya sendiri. Sesuai dengan perkiraan
akal hamba, dan berdasarkan pikirannya, Dia memanifestasikan wujud-
Nya. Ini contohnya. Seseorang mengambil sebuah cermin di hadapan
55
mereka dan menciptakan wujud mereka di dalamnya, melihatnya dan
mengetahuinya. Ada kesenangan tersendiri bagi seseorang untuk
melihat dan mengenal dirinya sendiri di dalam cermin.
***
Cermin dari Insan Kamil bersesuaian dengan tajalli Allah. Tajalli yang
terjadi di cermin yang lain bersesuaian dengan imajinasi hamba,
kemampuannya untuk menerima dan bakatnya. Allah berkata benar dan
Dia menunjukkan jalan.
***
56
“Allah di dalam kepercayaan seseorang adalah Uluhiyah yang tebentuk
sesuai dengan prasangka hamba, Inilah pensifatan yang telah hamba
sangkakan dari dalam dirinya sendiri dan yang dia sembah berkenaan
dengan keyakinannya ini, dan meletakkan Allah dalam kerangka
berpikirnya yang sempit. Karena itu dia mencela kepercayaan orang lain
yang tidak sesuai dengan kepercayaannya sendiri. Alasan ini adalah
bukan karena itu tidak sesuai dengan kehendak Allah, melainkan tidak
sesuai dengan prasangkanya. Andai ia toleran dia tidak akan bertindak
demikian…Hamba bertindak demikian karena dia menjadikan bagi
dirinya sendiri seorang Tuhan yang khusus baginya dan mencela
kepercayaan orang lain yang tidak setuju dengannya, sebab dia bodoh.
Andai dia paham perkataan Junaid Bagdadi:” Warna air sesuai dengan
warna wadahnya,” dia tidak akan membantah dengan orang lain. Dia
akan menjadi Arif yang menerima kepercayaan orang lain. Dia akan
melihat dan mengenali tajalli Allah dalam setiap citra.
***
Adalah perlu untuk membawakan contoh agar apa yang kami jelaskan di
atas dapat dengan mudah dipahami. Jika sang kekasih melihat kepada
100 ribu cermin yang diletakkan disekelilingnya, berapa banyak dari 100
ribu cermin itu sang kekasih dapat terlihat; namun dalam faktanya sang
kekasih hanya satu. Keseluruhannya sama, dalam cermin-cermin itu,
sesuai dengan bakat seseorang (cermin), dia akan terlihat dalam
sebagian sebagai yang ceria, dalam sebagian sebagai yang bersedih,
dalam sebagian sebagai yang lurus dalam sebagian sebagai yang
bengkok. Sebagai akibatnya jika manusia melihat wajah sang kekasihnya
dalam satu cermin dan menyangkal cermin yang lain, dia bukanlah
seorang yang kenal. Dia yang kenal memahami setiap cermin yang ada.
Dalam cermin apapun dia melihatnya, dia menegaskan dan bahkan
mungkin dia melihatnya tanpa cermin.
Berapa ratus ribu mata yang melihat bukti yang jelas ini
Sekali lagi. Dia sendiri yang menjadi keinginan Keindahan-Nya sendiri.
Tidak perlu lagi menjelaskan lebih jauh dari hal ini. Sang Arif semakin
lama dia memikirkan dan mengambil kesenangan dalam zauq/rasa,
dapat menemukan banyak contoh itu.
Mari kami berikan contoh yang lain. Jika seorang manusia tetap
dalam tempat yang gelap tanpa melihat cahaya matahari, dan suatu hari
jika sisi tempat tersebut dibuka dengan gelas dengan banyak warna dan
bentuk, dan ketika siang tiba, setiap gelas akan dikenai dengan cahaya
yang sama. Berdasarkan dimana cahaya mengenai gelas yang berbeda,
dia akan mengenai dinding ruangan dengan warna yang berbeda, dan
manusia itu akan berpendapat bahwa cahaya matahari adalah hijau,
58
merah dsb, dan dia akan tersesat dalam bidang kasar ilusi. Namun kaum
Arif tahu realitas/hakekat masalah sebenarnya dan memutuskan
dengan tepat. Dia tahu bahwa warna air adaah warna wadahnya dan dia
tahu apa yang menerangi segala sesuatu adalah cahaya Allah. Al Quran:
“ Allah adalah cahaya langit dan bumi.” Ini menjelaskan situasi
sebenarnya. Berdasarkan kaum Arif, apa yang terlihat di cermin pada dua
alam tersebut adalah satu wajah. Meskipun seperti ini, setiap kaum Arif
telah mencapai satu kesempurnaan. Sebagian dari mereka berkata,:”
Pada akhir segalanya tiada yang aku lihat dimana di dalamnya aku tidak
lihat Huwwiyah Allah.”
Dalam masalah melihat ini, 5 bentuk telah terjadi. Sang Arif, setelah
mengumpulkan seluruh 5 hal ini dalam dirinya, menemukan 5 hal lain
terjadi, penjelasan hal ini tidak cocok disini, dan untuk menyingkap hal
ini bahkan dilarang. Mereka yang ingin mengetahuinya, biarkan mereka
bergantung kepada lipatan jubah Insan Kamil dan bertanya kepadanya,
sebab:” Mereka yang tidak merasakan tidak dapat mengetahui”, inilah
syarat yang wajib. Sisanya tidak dapat dijelaskan melalui tulisan.
59