Anda di halaman 1dari 60

Kitab Lub Al Lub/Instisari dari Intisari

Syeikh Muhyiddin Ibn ‘Arabi Qs

0
BAB 1

Satu dari hal khusus yang dijelaskan dalam Futuhat Al Makkiyah


adalah: “Jika seorang Arif benar-benar seorang arif, dia tidak dapat
berdiri terikat dalam satu bentuk keyakinan saja.’

Itu bermakna, jika seorang pemilik ilmu sadar akan wujud dalam
ke-dia-an nya sendiri, dalam seluruh maknanya/hakekatnya, maka dia
tidak akan tetap terjebak dalam satu kepercayaan. Dia tidak akan
mengurangi/memotong lingkaran kepercayaan, dia akan seperti materi
awal (hayula) dan akan menerima apapun bentuk yang dihadapkan
kepadanya. Bentuk-bentuk ini menjadi sisi lahiriah, tak ada perubahan
kepada rahasia dalam alam batinnya. Al Arif billah, apapun asalnya akan
tetap seperti itu. Dia menerima seluruh jenis keyakinan, namun tidak
terikat pada keyakinan apapun. Apapun tempatnya adalah Pengetahuan
Ilahi, yang merupakan ilmu hakekat, dia tetap di dalam tempat itu;
mengetahui seluruh rahasia kepercayaan yang dia lihat secara batiniah
dan bukan lahiriah. Dia mengenali sesuatu yang rahasianya dia tahu,
apapun yang ditampakkan, dan dalam hal ini lingkarannya sangat besar.
Tanpa melihat pakaian apa yang mereka kenakan, di bawah dalam sisi
lahiriah dia mencapai kepada asal dari kepercayaan itu dan menyaksikan
mereka dari setiap tempat yang mungkin.

Kedua alam adalah melalui tajalli Allah


Pandanglah Keindahan Al Haq dari sisi manapun kamu inginkan.

***

Sebuah hadits menjelaskan seperti ini: Ketika ahli Surga mencapai


maqam mereka, Rabb menawarkan sebuah pandangan melalui
membukakan tirai kecil yang menyembunyikan Keagungan dan
Kebesaran-Nya, dan berkata:” Aku lah Rabb mu Yang Maha Besar,” Itu
bermakna, Aku lah Allah Yang Maha Besar yang bertahun-tahun kamu
1
rindukan dilihat. Pewahyuan Allah ini membingungkan mereka dan
mereka menyangkalnya dan mereka berkata,’ Tidak mungkin engkau
Rabb kami,’ dan mereka mengatakannya dengan nada tinggi dan
meracau. Pada waktu itu penyingkapan berubah sampai tiga kali dan
setiap kali penyingkapan mereka lagi-lagi menyangkal. Kemudian Allah
bertanya kepada mereka,’ Apakah ada ciri di antara kalian tentang Rabb
kalian? Dan mereka menjawab,’ Ya,ada.’ Maka Dia menampakkan
kepada setiap orang sesuai dengan derajat dan kemampuan
pemahaman setiap prasangka dan kepercayaan. Setelah pewahyuan ini
mereka menerimanya dan berkata, “Engkau lah Rabb kami.Maha Besar
Maha Agung.” Berdasarkan hadits: “ kamu akan memandang Rabb mu
seperti kalian memandang bulan purnama dan akan sangat gembira.”
Meskipun keadaannya demikian, kaum arif benar-benar menegaskan
Allah ketika penyingkapan pertama sebab mereka melayakkan seluruh
keimanan, dan memperoleh kecerdasan dalam seluruh tajalli.

Mereka yang melihat sang kekasih sekarang


Adalah yang melihatnya esok hari
Apa yang akan mereka ketahui tentang kekasih disana, jika
Mereka adalah yang buta di sini?

Bahkan, dalam Al Quran telah dikatakan kepada kita,” Mereka yang


buta di dunia ini, juga akan buta di akhirat,” yang bermakna: dia yang
tidak membuka mata akan makna di sini akan berada pada keadaan yang
sama saat dipindah ke dunia lain. Akibatnya, dia tidak akan melihat Tajalli
Allah (ketika disingkapkan pertama kali kepadanya).Apa yang kita
mohonkan dari Allah adalah hal ini supaya dia menjaga seluruh hamba-
Nya dari sebuah keimanan yang hanyalah merupakan tiruan dan kepura-
puraan.

Di sini beberapa pertanyaan muncul: bagaimana seseorang yang


memiliki pemahaman tentang keadaan ruhani kaum Arif mengerti akan
realitasnya sendiri? Hal ini dapat dijawab dengan cara berikut: Adalah
2
perlu agar dia menemukan seorang Arif yang mengenal dirinya sendiri
dan setelah dia menemukannya, dari lubuk hatinya, dan seluruh jiwanya
dia menjadikan sifat seorang Arif tersebut menjadi sifatnya. Seorang
yang Arif yang ingin menemukan ma’rifatnya yang asli, mesti melakukan
dalam cara demikian dan mengikuti ayat Al Quran kepada makna ini,”
Hai orang-orang yang beriman, carilah wasilah kepada-Nya.” Penjelasan
hal ini mungkin sebagai berikut: Ada sebagian hamba-Ku yang telah
menemukan Aku. Jika kamu ingin menemukan Aku ikutilah jejak-jejak
mereka. Mereka akan menjadi wasilah/sarana buatmu dan mereka pada
akhirnya akan menunjukkan jalan kepada-Ku. Jika keadaannya demikian
maka melalui melayani mereka, seseorang akan mengenal dirinya
sendiri. Dia akan mengerti kapanpun dia tiba dan kemana dia akan pergi
dan dia akan memiliki sebuah firasat akan maqam dari keadaan
sekarang.

Sebuah hadits menjelaskan tujuan perwujudan alam ini maka:”


Aku adalah khazanah tersembunyi dan Aku cinta ingin dikenal, dan Aku
ciptakan makhluk agar Aku dapat dikenal.” Perintah ini adalah seperti
demikian namun untuk mengenal Allah bukanlah perkara yang gampang
hingga seseorang mengenal dirinya sendiri.

Hadits berikut menjelaskan ‘Dia yang mengenal dirinya kenal


Rabbnya.” Lawannya juga demikian ( dia yang tidak kenal dirinya tidak
kenal Rabb nya) dan inilah yang dipahami mereka yang memiliki keadaan
ruhani. Banyak kaum khusus maupun kaum awam memaknai hadits ini
sebanyak akal mereka berikan. Allah berkehendak, sebuah makna
dinyatakan kepada derajat kaum khusus. Bagaimanapun, pada maqam
ini 7 bentuk yang berbeda tertampakkan, yang akan dijelaskan berikut di
bawah ini.

3
BAB 2

BENTUK PERTAMA

Jika seseorang dalam tubuhnya mengerti ruh parsial dalam


bentuknya, yang dapat disebut jiwa yang berbicara (nafs an natiqah), jika
keadaan orang tersebut memang demikian, dia berada dalam bentuk
pertama. Maqam ini disebut maqam pengembangan. Berdasarkan
pandangan ahli Tauhid bahwa jiwa, hati, ruh,akal, sir/rahasia, seluruhnya
bermakna sama. Perbedaan nama ini diberikan kepada sesuatu yang
sama yang mengambil bentuk yang berbeda pada saat yang berbeda.

Sesuatu yang dikenal sebagai jiwa yang berbicara tidaklah memiliki


hidup atau tubuh selain pengaruh dan tindakan diluar dan di dalam
tubuh. Meskipun demikian ia tidak memiliki tempat atau tanda akan
eksistensinya. Meskipun ia tidak memiliki lokasi yang khusus, kapanpun
kamu meletakkan jarimu, sesuatu ada di sana dan ia nampak maujud
dalam seluruh totalitasnya. Lebih jauh pembagian, sekat atau hal–hal
seperti ini tidaklah mungkin baginya. Ia seperti apa yang digenggam
dalam tangan manusia, yang melihat lewat matanya, yang bicara dengan
lidahnya, berjalan dengan kakinya, mendengar dengan telinganya, dan
secara bersamaan hadir dan mengatur seluruh perasaannya.

Ia hadir secara esensial dan menyeluruh dalam setiap bagian


tubuh, dan membatasi seluruh tubuh, ia melampau tinggi dan bebas dari
setiap bagian tubuh. Jika sebuah jari atau kaki dipotong, ia tidak akan
menderita pengurangan, tidak juga ia kehilangan bagian dirinya sendiri.
Dalam setiap hal, ia seperti titik pusatnya sebagaimana sebelumnya
selalu begitu, dan tetap permanen dan ada, Jika tubuh dihilangkan, ia
tidak mengalami kehilangan eksisitensi tidak juga pembubaran. Untuk
dapat memahami hal ini terdapat makna yang tidak cocok kepada
batasan atau perhitungan apapun.
4
BENTUK KEDUA

Biarkan seseorang yang berada dalam bentuk kedua ini melihat


kepada cakrawala. Yaitu biarkan dia melihat cakrawala dimana Jiwa
Universal berada. Inilah yang dinamakan Akal, Ruh Agung, Khalifah. Ia
tidak memiliki bentuk badani dan ia tidak berada diluar alam semesta ini
dan langitnya, namun dia meliputi seluruh maujud dan di sanalah ia hadir
dan memainkan kontrolnya. Dalam hubungan dengannya, puncak
tertinggi dan dasar terendah adalah sama. Ia hadir adalam setiap yang
memiliki derajat dengan pemahamannya sendiri. Ia tidak dapat terpaket
atau terbagi. Jika langit jatuh dan bumi bergoncang, tak ada yang terjadi
padanya.

Sebagai contoh, perbedaan apa yang ia beri kepada matahari dan


bagaimana yang ia alami meskipun ia memasuki menara,istana dan
rumah yang didirikan di atas bumi. Bagaimanapun, setiap cerobong
asap, kamar atau dinding menerima cahaya darinya berdasarkan
jendelanya. Persis seolah-seolah bangunan tersebut akan jatuh dan
istana akan hancur, tak seorang pun akan membayangkan apapun akan
terjadi kepada matahari, yang bermakna tak ada apapun yang akan
terjadi kepadanya.. Tak peduli berapa banyak manusia atau makhluk
yang Allah ciptakan, Dia dapat memiliki taqdir di dalamnya dan mengatur
semuanya. Tak peduli berapa banyak yang mati di antara makhluknya
yang hidup Ruh Agung tersebut tetap hadir selamanya dan dalam
keadaan sebagaimana ia biasanya. Maka seseorang yang memiliki ruh
tersebut, ketika di melihat ufuk cakrawala, andai dia tahu derajat ini,
maka ia akan paham apakah bentuk yang kedua itu.

5
BENTUK KETIGA

Dalam maqam ini manusia menerima perkembangan lebih jauh dan


melihat apa yang disebut ruh parsialnya menjadi tiada dan fana dalam
Ruh Universal dan dia menjadi baqa dalam Ruh Universal…Biarkan dia
mengamati bahwa ruh adalah Ruh Universal, dan akal adalah Akal
Universal, dan mengamati hal ini dengan Haqqul Yaqin dan kemudian
melemparkan dari dirinya segala apa yang disebut dengan ‘bagian’.
Biarkan dia memahami bahwa segala sesuatu adalah terikat kepada
Keseluruhan. Inilah bentuk ketiga.

BENTUK KEEMPAT

Kemudian… biarkan dia melanjutkan pendakian dalam maqam ini.


Biarkan dia menemukan ruhnya fana dalam Ruh Universal. Dan sekarang
biarkan dia melihat bahwa Ruh Universal fana dalam kedirian Allah. Dan
dia terbebaskan dari bagian dan keseluruhan. Ketika ini terjadi
kepadanya dia melihat seluruh urusan fana dalam af’al Allah, Nama-
nama dan Sifat-sifat Allah dan dengan demikian seluruh kedirian fana
dalam kedirian Allah, dan dia melihat mereka sebagai tiada. Ketika dia
kokoh dalam hal ini, maka dia telah mencapai apa yang dikenal sebagai
kedekatan melalui ilmu (Ilmu Yaqin) dan melalui Kebenaran (haqqul
yaqin) dan dia mencapai maqam peyaksian sempurna.

Di bawah jubah maujud tak ada apapun di sana selain Dia: dia menjadi
tahu makna hal ini melalui batiniah, dan juga memperoleh sebuah
pemahaman akan makna ayat Al Quran:” Milik siapakah kerajaan hari
ini? Milik Allah Al Wahid Al Qahhar,” dia mengetahuinya dengan yakin
hal itu secara batiniah, tiada apapun selian Allah.

Sampai sekarang kami telah sebutkan 4 bentuk. Ini dapat disebut sebagai
berikut:
6
1. Anfus – Batiniah
2. Ufuk – cakrawala, eksistensi di luar diri
3. Kesatuan Anfus dan Ufuk
4. Fananya anfus, ufuk dan Kesatuan Anfus dan Ufuk dalam Kedirian
Allah.

BENTUK KELIMA

Ini adalah maqam dimana setiap maqam yang telah disebutkan


sebelumnya mesti terlihat dan diamati sebagai yang tunggal. Seseorang
yang telah mencapai maqam ini dianggap sebagai Anak Waktu (ibnul
waqtu).

BENTUK KEENAM

Seseorang yang mencapai maqam ini adalah cermin bagi segalanya.


Penempuh jalan dalam baqa, ia menjumpai di jalannya tak seorang pun
selain dirinya sendiri dan berpikir bahwa segalanya terikat dengan
dirinya. Dia berkata,” Dalam jubahku tak ada yang lain selain Allah.
Mungkinkah ada seseorang yang lain dalam dua dunia selain aku?”
Demikianah dia menjadi cermin bagi segala sesuatu dan segala sesuatu
tercerminkan di dalam dirinya. Bahkan mungkin ia juga adalah sinar dari
cermin dan apa yang terpantulkan. Dia sebelumnya adalah Ibnul Waqtu
yang biasa berkata,” Tak ada yang maujud selain Allah.” Ketika dia
mencapai maqam ini (yang keenam) dia berkata,” Hanya ada Aku,” dan
dia sering disebut sebagai Bapak Waktu (Abul Waqtu).

7
BENTUK KETUJUH

Seseorang yang datang ke dalam maqam ini maka sekarang akan


sempurna dalam musyahadah. Secara sempurna dan mudah dia telah
mencapai ketiadaan, dan mulai sekarang dalam baqa dia mencapai baqa.
Setelah ini seseorang tidak akan membicarakan dia sebagai pemilik hal
ruhani dan maqam. Dia tidak memiliki pengamatan,tidak juga
penyaksian tidak juga ma’rifat, dan penjelasan atau interpretasi dari hal-
hal tersebut tidaklah mungkin sebab tempat ini adalah maqam
ketiadaan sempurna. Bahkan kata ‘maqam’ digunakan disini digunakan
hanya untuk menjelaskan sebab seseorang disini tidak mengetahui
maqam atau tanda-tanda. Hanya mereka dengan zauq memahami
dengan zauq. Semoga Allah menjadikan hal ini mudah bagi kita.

***

Ketika Sang Arif mencapai maqam ini dia berada dalam Alam Kesatuan
dan Totalitas. Jika mesti baginya untuk berpisah dari sini, dia dihiasi
Wujud Ilahi. Dia mengetahui realitasnya dan akibatnya memahami Allah,
dan kemudian dia tidak terikat lagi dengan hukum apapun, aturan,
kepercayaan yang kita pahami secara lahiriah. Inilah yang ingin
dijelaskan, dan makna yang diinginkan adalah ini.

Tanpa wujud aku tidak temukan jalan kepada Al Haq;


Di sana aku hidup dengan Al Haq; aku temukan baqa’.
Diriku, aku fanakan diriku; diriku aku jumpai diriku lagi.
Kamu akan menjadi keseluruhan ketika kamu lenyapkan dirimu

***

8
Pada akhirnya sang Arif memahami bahwa entah di dalam anfus atau di
ufuk cakrawala, apapun yang termanifestasikan di sana adalah Kedirian;
wujud itu adalah Wujud Tunggal, Satu Jiwa, Satu Tubuh, ia tidak terpisah
dan tidak juga terindividukan; segala yang ada dalam ketetapannya tiada
lain selain Tajalli-Nya dan Alat; yaitu dari setiap partikel atau akar kepada
massa terbesar, Al Haq tertajallikan dengan seluruh Sifat dan nama-Nya
dan manifestasi ini bersesuaian dengan pemahaman dan keimanan
setiap orang. Dalam setiap tempat dan dalam setiap maqam Dia
menunjukkan wajah yang berbeda. Dia mampu menunjukkan wujud-Nya
entah di dalam atau tanpa tempat dan maqam; yaitu yang berada dalam
citra segala sesuatu, yang dimengerti oleh akal, makna dalam setiap hati,
sesuatu yang didengar setiap telinga, mata yang melihat dalam setiap
mata, adalah Dia…Jika Dia tersingkap dalam wajah ini dia juga melihat
dari wajah yang lain. Makna dari hal ini lagi-lagi mengacu kepada kalimat
awal dalam kitab ini, Yang menuntut dan yang dituntut, sang pecinta dan
yang dicinta, yang beriman dan keimanan adalah sama bagi kaum Arif.
Seluruh ini bermakna bahwa bagi kaum Arif tak diijinkan untuk terikat
kepada aspek keimanan tertentu.

***

Beberapa orang buta berkumpul pada suatu tempat. Mereka mulai


membahas suatu masalah:” Kami penasaran andai kami dapat melihat
gajah.” Penjaga gajah membawa mereka ke kandang gajah. Masing-
masing dari mereka menemukan bagian dari gajah dan berpegang
dengannya—sebagian kepada telinga, sebagian kepada kaki, sebagian
kepada perut dan sebagian kepada belalai. Setelah mengetahui gajah
dalam cara ini, mereka mulai berargumen di antara mereka. Seseorang
yang berpegang kepada kaki berkata bahwa gajah itu seperti tiang.
Seseorang yang berpegang kepada telinga berkata bahwa gajah itu
seperti kain, dan yang mengetahui melalui perutnya berkata gajah
seperti gentong. Ringkasnya, apapun bagian tubuh tempat tumpuan
9
mereka yang mereka ketahui, seperti itulah keimanan mereka.
Seseorang yang memiliki iman melalui peniruan adalah dalam derajat ini,
dia cenderung kepada sesuatu yang terbatas dan menetap di sana.
Dalam keadaan dimensi seperti itu mereka tetap terpenjara.

Siapa yang tetap terpenjara dalam dimensi terbatas


Akan benar-benar menyedihkan ketika terbaring di dalam kubur

***

Apapun yang terjadi kaum arif tidak akan terperangkap dalam keimanan
terbatas sebab dia berlaku bijak kepada dirinya sendiri. Inilah yang telah
kami jelaskan di atas.

10
BAB 3

Sang Arif agar ia mengetahui lebih baik akan dirinya sendiri dan
mengetahui inti hatinya adalah perlu mendengarkan dengan seksama
dan dengan rendah hati kepada 5 hal lagi yang ia perlukan. Ini
merupakan keperluan mutlak bagi sang arif ketahui dalam mencapai
tujuannya. Karena alasan ini, kami memberikan paparan dibawah ini
yang disebut 5 hadirat (Kehadiran).

LIMA KEHADIRAN/HADRAT

Adalah penting mengetahui bahwa tiada akhir kepada kedirian Allah


atau kepada sifat-sifat-Nya, sebagai akibatnya Alam Semesta tidak
memiliki akhir atau jumlah, sebab Alam Semesta adalah tempat bagi
manifestasi Nama-nama dan Sifat-sifat. Karena apa yang mewujud tidak
terbatas, tempat perwujudan juga tidaklah terbatas. Akibatnya, ayat Al
Quran,” setiap saat Dia berada dalam konfigurasi yang
berbeda/kesibukan,’ bermakna setara dengan tiada akhir/batasan bagi
penyingkapan Allah.

Qudrah Allah selalu konstan dan tetap dalam keadaan


Kesempurnaan. Disebabkan Kesempurnaan ini Dia tidak menyingkapkan
diri-Nya dua kali/ berulang kepada seseorang yang sama dalam cara yang
sama. Dia secara konstan berada dalam tajalli yang baru, dan
sebagaimana itu tidak terjadi hingga sekarang, maka tajalli yang sama
tidak mungkin terjadi kepada dua orang yang berbeda.

Dalam sebuah hadits dikatakan: “Allah memiliki 18 ribu alam dan


bumi ini adalah satu di antaranya.” Meskipun tidak ada batas bagi tajalli
Allah dan tiada akhir bagi lokus tajalli Allah. Bagaimanapun, seluruh alam
ini dilingkupi oleh 5 kehadiran yang kami sebutkan. Qudrat-Nya adalah
11
yang paling hebat; Keagungann-Nya paling luas dan tidak ada Uluhiyah
selain Dia.

Kehadiran Pertama—Gaybul Mutlaq—Keghaiban Mutlak

Kehadiran ini juga disebut Alam Lahut. Ia disebut juga alam dengan tiada
manifestasi (la ta’ayyun) yang tidak berada dalam ukuran apapun atau
bentuk atau peliputan. Ia disebut juga Kebutaan Mutlak. Disebut juga
Wujud Belaka, Wujud Mutlak,Kedirian Murni (zat),Ummul Kitab,
Pernyataan Mutlak, Titik Terdalam Lautan, Yang tidak diketahui dari yang
tidak diketahui.

Di Quran dikatakan,’ kunci kegaiban seluruhnya berada di sisi-Nya,


hanya Dia yang mengetahui mereka.’ Nama yang disebut di atas hanya
berasal dari satu derajat. Akibatnya Allah dalam maqam ini berada dalam
Kesempurnaan Rahman dan Maha Kaya dari seluruh pensifatan yang
mereka buat tentang Dia. Tiada Pensifatan atau nama yang mungkin
dalam maqam ini. Apapun kata yang digunakan untuk menjelaskan
maqam ini tidak akan cukup dan layak sebab pada Hadrat ini Kedirian
Allah berada dalam Tanzih yang Sempurna dari segalanya, sebab Dia
belum turun ke dalam lingkaran Nama-nama dan Sifat-sifat. Seluruh
Nama dan Sifat terkubur dalam fana dalam Kedirian Allah. Ada beberapa
kutipan Al Quran yang berhubungan dengan hal ini:

1. “Tanpa keraguan Allah Maha Kaya dari seluruh Alam.”


2. “Tidakkah pernah lewat suatu waktu kepada manusia ketika manusia
bukanlah sesuatu yang disebut,diingat atau didengar?”
3. Hadits: “Pada saat itu Allah Ta’ala berada dalam suatu keadaan ketika
tak satu pun ada bersama-Nya.”
4. “Aku adalah khazanah tersembunyi…” (hadits qudsi)

12
Kutipan ini menunjukkan maqam yang telah kami sebutkan. Apapun
kemungkinan kasusnya, bagi sang Arif yang mengenal Kedirian, tak satu
pun baru atau berbeda yang telah terjadi. Apapun Dia sebelumnya,
sekarang Dia tetap demikian. Ketika Hadrat Ali mendengar hadits ini:”
Pada saat itu Allah dalam situasi demikian bahwa tak satu pun bersama-
Nya,” dia menambahkan,’ Bahkan sekarang Dia tetap demikian.” Dengan
demikian dia menjelaskan hadits dan pada saat yang sama membuka
wajah lain dari hadits dan mengomentarinya.

Kehadiran Kedua – Alam Jabarut (Alam Ke-Mahakuasa-an)

Ini juga dikenal sebagai Kehadiran Penyingkapan Awal (Ta’ayyun Awwal),


Tajalli Awal, Permata Pertama, Hakekat Muhammad, Ruh Agung, Ruh
Universal, Gaib Tersifatkan dan Al Furqan. Dalam Ummul Kitab segala
sesuatu tampak terkumpulkan bersama dan dalam Kitab Yang Nyata
seseorang mulai memasuki bab-bab. Ummul Kitab adalah Zat. Maqam ini
disebut juga Alam Asma, Entitas Tetap (‘ayn Tsabitah), Alam Intisari,
Barzakh Al Akbar. Keseluruhan ini adalah nama-nama dari Derajat
pertama namun mereka digunakan masing-masing dengan sebuah
referensi khusus dan bukan dianggap rahasia bagi yang tahu.

Kehadiran Ketiga – Alam Malakut (Alam Malaikat)

Ini kadang-kadang digambarkan sebagai derajat para Malaikat, Alam


Mitsal, Alam Imajinasi (Khayal), Keawalan, Penyingkapan Kedua, Tajalli
Kedua, Batas Terjauh (Sidratul Muntaha), Alam Perintah, Barzakh kecil
dan Alam Bab-bab.

13
Kehadiran Keempat – Syuhud Mutlak ( Penyaksian, Penglihatan,
Pengamatan Mutlak)

Ini disebut Alam Syahadah, Alam Kepemilikan (Mulk), Alam Nasut, Alam
Ciptaan, Alam Makna, Alam Spesies-spesies, Alam Angkasa,Bintang dan
Kelahiran. Apa yang dimaksud dengan ini adalah logam,tumbuhan dan
hewan. Mereka juga menganggap Arasy Azhim sebagai bagian dari
maqam ini. Maqam ini melingkupi totalitas dari alam bentuk-bentuk.

Ini adalah istilah-istilah yang berhubungan dengan Alam


Musyahadah. Seluruh yang disebutkan selain alam ( yaitu tiga
sebelumnya) disebut Alam Gaib, dimana seluruh yang disebutkan disini
adalah Alam Perintah (Alam ‘Amr), maka kedua nama ini digunakan.
Istilah Gaib dan Penyaksian dan/atau masalah-masalah dunia dan
masalah-masalah dunia yang lain, mungkin juga digunakan.

Apa yang akan dijelaskan berikut ini, yaitu 4 alam, adalah seperti
lautan. Ia adalah Alam Mulk, Alam Ruh (Malakut), Alam Jabarut dan Alam
Ketuhanan (Lahut). Seluruh lautan ini adalah abadi dan tidak memiliki
awal dan akhir. Lautan pertama adalah Kedirian/(Zat) yang sering disebut
Lahut. Sesuai dengan pernyataan,” Aku adalah khazanah
tersembunyi….” Kedirian Allah mengalir memanifestasikan Alam Jabarut,
dan ini disebut juga Ruh Agung. Ketika Jabarut mengalir, ia
memanifestasikan alam Malakut. Dengan mengalirnya alam Malakut
terbentuklah adalam Mulk. Apa yang dimaksud disini dengan “mengalir”
adalah fitrah atau kecenderungan alami sebagai akibat sifat Kedirian.
Apa yang disebutkan di atas sampai saat ini terjadi dalam ruang waktu
yang diperlukan oleh satu kedipan mata, yang bermakna waktu yang
sangat pendek, bahkan waktu yang tercepat. Kutipan dari Al Quran
menunjukkan hal ini:” Perintah Kami adalah tunggal bagaikan kedipan
mata bahkan lebih cepat lagi.” Inilah utusan perintah dan perintah ini
disebut Kun. Kepada segala sesuatu (al-kawn) Dia berkata,Kun! dan
langsung terjadi.
14
***

Tak ada satu pun dari masalah/urusan yang terjadi berasal dari yang
tiada. Inilah esensi seluruhnya. Apa yang dimaksud manusia dengan
berkata bahwa segala sesuatu berasal dari tiada hanyalah untuk
menyatakan Kedirian, ketika ia tersembunyi dalam diri-Nya sendiri, ingin
untuk menyata, sebab ‘apa yang ada/sesuatu’ tidaklah dapat menjadi
yang tiada, dan apa ‘yang tiada/bukan sesuatu’ tidaklah dapat menjadi
yang ada/maujud. Disebabkan pendapat ini dalam Lautan Kedirian, alam
semesta menjadi ternyatakan.

Mari kita renungkan Lautan—dengan yang satu mengalir


membentuk yang kedua, kemudian dari yang kedua membentuk yang
ketiga dan dari yang ketiga membentuk yang keempat. Maka 4 lautan
terjadi; persis seperti uap air menjadi air dan air menjadi es, segalanya
terjadi dalam cara ini. Seluruh yang telah dijelaskan adalah cahaya.
Setiap bagian-Nya adalah bentuk yang baru. Pada derajat kaum Arif,
apapun itu sebelumnya, sekarang tetaplah seperti itu. Seluruh alam
semesta yang telah dijelaskan adalah lautan cahaya yang secara konstan
bergerak dan sebagai akibatnya selalu muncul penyingkapan yang lebih
baru.” Setiap saat Dia dalam konfigurasi yang baru/kesibukan.”
Berdasarkan hal ini Gelombang Ilahi berasal dari Kedirian dan kembali
kepada Kedirian.” Segalanya berasal dari-Nya dan lagi akan kembali
kepada-Nya.” “Segala urusan kembali kepada-Nya.’ “Allah adalah cahaya
langit dan bumi.” Makna dari kutipan Al Quran tersebut cukup untuk
menjelaskan yang dimaksud.

Seluruh alam adalah Kedirian: Lautan Hikmah,


Dalam kesatuan dengan Allah. Tak ada Uluhiyah selain dari Allah
Wujud Mutlak adalah suatu jenis laut, yang secara konstan
menciptakan.

15
Rahasia ‘Ana Al Haq’ Dia kembali tersembunyi dan terbuka,pada saat
yang bersamaan.

***

Maka gelombang laut adalah apa yang disebut ‘yang lain’. Laut adalah
tanpa awal, tanpa akhir, dan gelombang dianggap sebagai sesuatu yang
terjadi sesudahnya/aksiden.
Wujud Awal dan Akhir adalah milik Allah dan ‘yang lain’ yang muncul
dianggap sebagai yang ada dalam Wujud Mutlak. Seluruh sesuatu yang
eksis menjadi ternyatakan dari Kedirian Mutlak, Jika penyingkapan yang
merupakan kehidupan wujud diputus sesaat saja, maka segalanya akan
terkubur dalam ketiadaan.

Kehadiran Kelima – Insan Kamil

Disini Insan Kamil akan dijelaskan. Kehadiran yang telah dijelaskan dan
totalitas alam semesta terliputi dan terlingkupi di dalam totalitas dalam
Insan kamil ini. Insan Kamil adalah pemilik derajat Penyatuan; dia berada
pada maqam Ismul A’zham. Persis seperti Ismul A’zham mengumpulkan
dan mengandung seluruh nama, dengan cara yang sama Insan Kamil
mengumpulkan dan mengandung alam mulk-malakut, jabarut dan lahut.
Entah itu dalam lahiriah atau batiniah tiada maqam yang tidak dilingkupi
oleh Insan Kamil. Dia menerapkan hukumnya dalam segala sesuatu yang
menjalar secara zat dan apapun sesuatu itu dapat nampak dalam sesuatu
itu sebagaimana dia adanya. Dalam faktanya hadrat Ali telah berkata
demikian:

“kamu mengira dirimu adalah bagian kecil


Padahal di dalam dirimu terdapat alam semesta, dirimu yang terbesar.”
16
Yaitu bermakna, kamu mengira dirimu sebagai sesuatu yang kecil,
dimana di dalammu tersembunyi alam semesta yang terbesar. Jika kamu
mendatangi seorang guru dan menjadikanmu kenal dirimu, maka kamu
akan melihat segaa sesuatu di dalam dirimu dan kamu akan
mengetahuinya dengan yakin.

Kamu dapat membayangkan kebesaran insan Kamil dengan cara


ini: jika 18 ribu alam ditempatkan dalam mortar dan ditumbuk menjadi
pasta, maka komposisi ini akan menjadi Insan Kamil. Insan ini akan
melihat 18 ribu alam melalui 18 ribu mata. Dia melihat setiap alam
dengan mata yang sesuai dengannya. Dia melihat rasa dengan mata
rasa, masalah akal dengan mata akal, makna dengan mata hati.
Bandingkan alam yang lain dengan ini. Mereka yang bodoh berpikir
mereka akan paham tentang makna dengan mata inderawi jelas larut
dalam harapan kosong. Dan ini dikenal oleh mereka yang tahu.

Teruskan, temukan mata. Sembuhkan dengannya


Dan sekarang, lihatlah dari-Nya kepada-Nya.

Untuk dapat melihat pada alam Gaib maka mesti ada mata Ilahi.

Alasan mengapa beberapa orang melukiskan alam sebagai 18 ribu


adalah:

1. Akal Universal
2. Jiwa Universal
(Ini sering diacu kepada Kalam Dan Lauh).
3.Al Arasy
4. Al Kursi

17
Kemudian diikuti 7 Langit, 4 Elemen Alam dan 3 Kelahiran (mawâlîd):
totalnya 18, dan secara detail ada 18 ribu. Banyak Orang Besar
meneruskan dengan cara demikian. Bagaimanapun, dalam hakekatnya
Alam Semesta tidak dapat dihitung.

18
BAB 4

Mari kami berikan informasi yang berguna. Apa yang terdapat pada
permukaan alam sebagai ciptaan hanya dianggap sepersepuluh dari apa
yang ada di air. Jika apa yang ada di air dan di bumi dikumpulkan
bersama-sama maka mereka akan dianggap sebagai sepersepuluh dari
apa yang ada di langit. Jika semuanya ini dikumpulkan maka akan
menjadi sepersepuluh dari Malaikat di Langit Pertama. Keseluruhan ini
akan menjadi sepersepuluh dari jumlah Malaikat Langit Kedua dan
semuanya ini berlanjut hingga Langit Ketujuh; dan mereka yang berada
dalam 7 lapis dan 7 lapis bumi jika dijumlahkan menjadi sepersepuluh
Malaikat yang menghuni Kursi. Inilah ayat Al Qur’an yang berkata,’ Kursi-
Nya meliputi langit dan bumi.’ Pada Kursi makhluk di 7 lapisan bumi dan
7 lapisan langit dan di air membentuk sepersepuluh Malaikat yang
memohonkan ampunan di satu sudut dari Arasy. Dan seluruhnya
dihitung sampai level ini akan membentuk sepersepuluh jumlah Malaikat
Muhaimin As. Malaikat Muhaimin sejak mereka diciptakan hingga saat
ini tidak pernah mengangkat pandangan mereka dari memandang
manisnya Keindahan (Jamal) dan berada dalam keadaan mabuk dalam
memandang Keindahan itu. Mereka tidak mengetahui diri mereka atau
yang lain—hingga sekarang mereka bahkan tidak tahu bahwa alam
semesta diciptakan juga tentang Adam atau Iblis.

***

Kemudian Allah memiliki Malaikat yang hebat dengan rambut yang tak
terhitung di kepalanya. Berdasarkan perbandingan ini seluruh Malaikat
dan segala yang lain persis seperti sebutir mutiara di rambut seseorang.
Andai Allah memerintahkan Malaikat ini dia akan menelan seluruh
eksistensi sebagai satu butiran dan tidak akan sadar bahwa sesuatu telah
melewati tenggorokannya. Nama Malaikat ini adaah Ruh.

19
Maka jika seluruh urusan yang telah disebutkan, malaikat dan
langit, diletakkan dalam hati Insan Kamil, dia tidak akan merasakan
dalam hatinya meskipun sebesar zarah. Ketika Abu Yazid Busthami
mencapai maqam ini dia berkata sebagai berikut,” Jika Arasy dan seluruh
apa yang ada di sana digandakan sejuta kali dan diletakkan di sudut hati
seorang Arif,dia bahkan tidak akan merasakannya.” Hati yang tidak
meliputi langit dan bumi dan Arasy serta Kursi telah menjadi tempat
tajalli Keagungan dan keindahan (‘Azhim dan Jamal) dan totalitas
Kedirian-Nya dan seluruh sifat-sifat Allah. Ini juga disebutkan dalam
hadits Qudsi,” Langit dan bumi-Ku tidak dapat meliputi-Ku, namun hati
orang beriman meliputi-Ku.” Mu’min pertama mengacu kepada Insan
Kamil dan yang kedua mengacu kepada hakekat Kedirian. Dengan kata
lain, Insan Kamil adalah cermin Al Haq.

Kemuliaan hati Insan Kamil tidak akan layak bagi segala perhitungan,
batasan, prasangka (wahm) atau perbandingan. Ia bergantung pada
zauq. Semoga Allah menjadikan zauq itu mungkin bagi kita….Hu.

***

Abu Yazid, dalam maqam ini berpuisi:

“Aku minum cinta gelas demi gelas


Tidaklah habis anggur cinta, tidak juga habis dahagaku”

Cinta yang dijelaskan dalam maqam ini adalah Yang Dicinta (Mahbub).
Dengan puisi ini, Abu Yazid memberikan kabar akan derajat hati ini dan
menjelaskan keluasan hati; yang diketahui oleh yang mengetahui. Jika
perlu menginterpretasikanya, dapat dikatakan sebagai berikut: Cermin
hatiku sebagai tempat manifestasi tajalli dan pancaran keabadian dan

20
azali Sang kekasih/Mahbub. Pancaran Ilahi mengikuti satu dari yang
lainnya, turun dan terus berlanjut turun, dan hatiku menerimanya.
Cintaku atau penerimaan hatiku tidak akan habis dan tampaknya tidak
akan berakhir.

Tujuan dari penjelasan ini untuk mengurai derajat dari Insan Kamil, dan
sebagai akibatnya adalah Kebesaran Allah.

“Ketika seseorang tidak mengenal dirinya


Bagaimana mungkin dia meliputi keabadian
Dan mencapai pemilik tanpa awal…”

***

Andai jika seluruh pohon adalah pena dan lautan adaah tinta, dan jika
seluruh manusia dan yang kita tidak lihat dengan mata lahiriah seperti
Malaikat, Jin dsb, mereka tidak dapat selesai menjelaskan derajat Insan
Kamil. Jika waktu dibagikan kepada mereka dari awal hingga akhir dunia,
mereka masih tidak dapat menggoreskan permukaan dari sebuah
lembaran yang halus yang menutupi wajah akan masalah ini. Sebagai
indikasi akan hal ini, kami kutipkan ayat Al Quran,” Katakan kepada
mereka: jika lautan menjadi tinta dan pohon menjadi pena, mereka akan
habis di hadapan kata-kata Rabb ku. Jika ditambah sejumlah yang sama
lagi, itu juga akan habis.”

Satu nama dari Insan Kamil adalah (Alif, Lam, Mim). Inilah kitab yang
tiada keraguan. Sebuah hadits berkata,’ Manusia dan Al Quran adalah
saudara kembar.” Apa yang dimaksud dengan Manusia di sini adalah
Insan Kamil, dan yang dimaksud dengan saudara kembar adalah identik
dengan kembar yang dilahirkan dari rahim yang sama.

21
Dalam apapun yang dijelaskan sampai sekarang, segala sesuatu adalah
cermin bagi yang lainnya. Cermin Alam Lahut adalah Jabarut, cermin bagi
Jabarut adalah Malakut, dan cermin bagi Malakut adalah Mulk dan
cermin bagi keseluruhan ini adalah Insan Kamil. Insan Kamil adalah wakil
Allah, sebuah cermin yang memantulkan-Nya. Ia adalah cermin yang
menampakkan Wujud Allah dan kesatuan. Tiada derajat yang bukan
esensi Insan Kamil.

***
Penjelasan telah menjadi panjang dari ruang lingkup seseorang. Mari
kembali kepada masalah asal/ Tujuan utama adalah ini,” Andai sang Arif
mengenal dirinya secara menyeluruh, dia tidak akan terjebak dalam
sebuah kepercayaan tertentu.” Jika seseorang tiba pada keadaan ini, dia
dianggap telah menjadi Insan Kamil. Apa yang kami sebutkan hingga
sekarang mewakili seperseribu dari sifat Insan Kamil. Setelah seseorang
mencapai derajat ini, dia secara mutlak adalah tempat tajalli Allah
sehingga dari sisi manapun Dia menyingkapkan diri-Nya, itu diterima.
Manusia yang mencapai derajat ini disebut Insan Kamil. Semoga Allah
memberikan kita akan derajat ini.. Amin…Hu.

***
Wahai saudaraku, pikirlah dengan bijak. Allah telah memberikan kita
bakat yang besar. Kita kehilangan hal ini; apakah itu pantas kita lakukan?
Kita membawa diri kita ke derajat yang disebut oleh Al Quran:” Mereka
seperti gembala hewan, bahkan lebih rendah lagi.” Ini merupakan
kemalangan buat kita. Tidak mudah untuk menjadi Insan Kamil. Ia
hanyalah mungkin untuk mendapat Insan Kamil dan berpegang pada
jalannya dan melayaninya. Allah telah memberikan bakat ini kepada
setiap manusia namun manusia menjatuhkannya ke derajat terendah,
dan menghancurkan bakatnya. Serahkan dirimu kepada Mursyid Kamil,
dan jadilah manusia. Faktor paling penting adalah terikat dengan
keyakinan kepada kesempurnaan Insan Kamil. Jangan sekali-kali pernah
menyangka Insan Kamil adalah manusia tanpa keimanan atau jalan.
22
Jalannya dan keimanannya adalah eksistensi Kehendak Ilahi dan dalam
eksistensi Perintah Ilahi. Keimanan mereka bukanlah sebuah jalan tiruan
atau kepercayaan. Sebagian Ahlullah, ketika ditanya,” Dari jalan apakah
kalian?” mereka menjawab:” Aku dari jalan Allah.”

Bebaslah dari aturan dari segala jalan yang berbeda


Jadilah pemimpin dari kelompok orang yang bertaqwa

***

Mereka menanyakan kepada orang-orang besar sebagai berikut:”


Berdasarkan apa yang dikatakan, orang Arif tidak tetap terikat pada satu
kepercayaan, meskipun dia nampak kepada manusia seolah-olah dia
bersesuaian dengan mereka sebab ada sebuah kutipan hadits yang
berkata:” Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan pemahaman
mereka.” Sekarang jika ia ingin menunjukkan kepada manusia apa yang
ada di hatinya dia akan segera dibunuh. Jika situasinya demikian,
bukankah Kaum Arif adalah seorang munafiq?

Jawabannya sebagai berikut,” Tidak. Sebab kemunafiqan adalah dia yang


memiliki iman yang rahasia namun menunjukan amal perbuatan diluar
sesuai dengan iman yang ada dan dia sendiri tahu bahwa apa yang
dilakukannya adalah tidak pantas. Apa yang ditunjukkan kaum Arif
secara lahiriah sebagai keimanannya adalah sama dengan Al Haq, dan
meskipun keimanan batiniahnya mungkin terlihat berlawanan dengan
keimanan yang ia tunjukkan secara lahiriah, tidaklah demikian. Kerangka
pandangan kaum Arif adalah luas. Di dalam dirinya bahkan dua hal yang
berlawanan menjadi satu. Jika dua keimanan yang berlawanan terlihat
berlawanan dengan manusia lahiriah, baginya tidak demikian. Allah
mengetahui yang terbaik.

23
BAB 5

Sekarang ada sesuatu yang mesti seseorang ketahui. Dan itu adalah
bahwa seorang Arif mesti tahu tempat asalnya dan tempat kembalinya;
dari mana dia datang dan kemana dia akan pergi. Dan ilmu ini terikat
kepada 3 perjalanan. Karena itu, kami akan jelaskan perjalanan ini.
Secara alami dipahami bahwa perjalanan ini berhubungan dengan
perkembangan ruhani seseorang. Tiada awal dan akhir bagi perjalanan
ini tiada juga dia memiliki jumlah, namun 3 perjalanan ini yang telah kami
pilih telah mewakili kesemuanya. Kecuali jika seseorang telah
menempuh tiga perjalanan ini dan dia tidak dapat menemukan dalam
dirinya pentingnya rasa pengetahuan kepada al Kholiq, ia tidak dapat
menjadi matang, dan tidak dapat juga membimbing yang lain.

Perjalanan Pertama

Ketahuilah bahwa seseorang memiliki tempat yang nyata dalam


Kedirian/Huwwiyah. Ketika Kedirian ingin realitas itu nampak dalam
dunia yang imanen, pertama-tama Dia mendeskripsikan bentuk dari hal
ini sebagai pemikiran dalam ilmu-Nya, yang merupakan Akal Universal.
Inilah tempat Cermin Iahi, dan ini adalah alam semesta Ilmu Allah.
Bentuk itu tetap dalam keadaannya selama Allah melihatnya
layak/cocok. Kemudian dia turun kepada Jiwa Universal, kemudian
Arasy, Kursi; level demi level dia melintasi 7 langit dan datang ke dalam
Unsur Api kemudian Udara, kemudian air,dan jatuh kemudian kepada
bumi; setelah itu ke Mineral-mineral, tumbuhan,Malaikat, kemudian
mengunjungi manusia dan Jin.

Hingga dia mencapai derajat manusia dia melewati banyak godaan


pada setiap evel penurunannya; dia bertemu dengan beberapa
kesulitan. Kadang-kadang dia naik; kadang-kadang dia turun/rendah;
24
dan setengah lingkaran diselesaikan hingga ia menetap dengan manusia,
dan titik ini disebut sebagai yang terendah dari yang terendah (Asfala
safilin).

Bagi manusia tanpa memahami darimana dia datang dan kemana


dia akan kembali, inilah awalnya. Kami telah jelaskan hal ini bahkan
sebelumnya. Dalam sebuah ayat Al Quran dikatakan:” Kami ciptakan
manusia dalam bentuk sebaik-baiknya dan kemudian Kami turunkan dia
ketempat serendah-rendahnya.” Seluruh level ini yang telah kami
sebutkan sebelumnya hingga dia mencapai derajat kemanusiaan
menyusun perjalanan pertama ini. Jika manusia tanpa pemahaman
darimana dia datang dan kemana dia pergi bergabung dengan perjalanan
pertama ini, dia memenuhi dirinya sendiri hanya dengan gerakan dan
kepemilikan, dan jika dia menemukan hanya titik awalnya, ia masih jauh
dari menemukan Alam Keseluruhan (Alam Jami’). Dia dianggap sebagai
terpisah dan sebagai indikasinya telah dikatakan:” Setiap orang yang
terpisah sebelum menemukan Alam Jami’ adalah pelaku syirik.” Ayat dari
Al Quran mesti dibaca disini:” Mereka seperti gerombolan binatang atau
bahkan mereka lebih rendah lagi (bingung, ragu).” Mereka kembali pada
Hari Kiamat termasuk ke dalam kelompok itu.

Perjalanan Kedua

Perjalanan ini disebut juga perjalanan Pengamatan dan Pengajaran.


Dalam perjalanan kedua ini seseorang mesti bergantung kepada sumber
dari ilmu sebab ia mesti terbang menuju Akal Universal. Ini disebut juga
Hakekat Muhammad. Dengan bantuan dan kemauan keras dari seorang
yang besar maka adalah mesti ia mencapai titik ini: kedatangan ini
spesial.

25
Sedemikian hingga ia telah mencapai kedudukannya sendiri yang
dia telah peroleh dalam perjalanan ini akan penurunan banyak warna
(pengotor) dari setiap level yang ia jumpai, yang merupakan warna-
warna pengalih perhatian/pengacau. Dia telah memperoleh dalam
setiap level sifat yang tak berguna dan menghalangi. Disebabkan hal
inilah dia telah kehilangan/tersesat dalam keragaman yang dikenal
sebagai ‘lebih rendah dari segerombolan hewan’. Sekarang ketika dia
telah berpegang pada Mursyid Kamil dia akan menghilangkan sifat-sifat
tak berguna ini yang ia peroleh pada perjalanan turun dan dia akan
kembali kepada sebuah keadaan yang merupakan keadaan awalnya
(primordial); dan dia menjadi sesuatu yang dulu. Kecuali jika disucikan
di jalan ini, maka tidaklah mudah baginya mencapai Akal Universal.

Bayangkan seorang manusia yang telah memulai jalan, kecuali jika


dia memiliki ma’rifat akan Akal Universal, dia tidak akan pernah berada
pada level yang sama dari Ahlul Haq. Untuk berkembang dengan baik
ketika kamu masih dalam perjalanan, adalah wajib bagimu mencapai
Akal Universal. Inilah derajat Kewalian.

Mereka yang mencapai Hidayah adalah suci


Mereka yang belum mencapai Hidayah adalah najis

Seorang manusia menjadi Manusia di perjalanan ketika dia mencapai


Akal Universal. Inilah yang disebut Hakekat Muhammad. Inilah makna
hadits,” Yang mula-mula diciptakan Allah adalah Akal ku.” Manusia pada
perjalanan dalam maqam ini adalah tak berwarna dan menemukan
Kesatuan.

Yang tak berwarna memenjarakan bahkan yang berwarna


Musa membuat perang dengan Musa.
Seseorang yang tidak memasuki warna akan menemukan jalan yang
manis

26
Musa dan Firaun menjadi teman

***

Akal manusia menemukan Akal universal, jiwanya menemukan Jiwa


Universal, ruhnya menemukan Ruh Qudus. Maqam ini disebut
Penyatuan setelah Pemisahan. Inilah maqam mereka yang tertarik
kepada Allah. Kebingungan, gangguan perhatian yang tanpa belas kasih
dan akal berada pada derajat ini. Banyak yang tersesat tanpa bisa
dibatalkan pada derajat ini. Inilah sebabnya mereka berkata, untuk
mencari Penyatuan tanpa pemisahan adalah kegilaan, dan jika kegilaan
ini terjadi, manusia pada jalan Al Haq tetap pada derajat ini; dia tidak
dapat pernah pergi lebih jauh dan tidak dapat mencapai kesempurnaan
atau penyelesaian, dan tidak dapat menemukan Al Haq sebagaimana
dalam diri-Nya sendiri. Bagaimanapun, keadaan ini adalah sebuah
keadaan yang sangat menyenangkan, dan inilah maqam perjalanan
dengan Al Haq di dalam Al Haq.

Salik telah melemparkan atom eksistensi dirinya. Dia sekarang


tanpa kepala: dan sekarang tidak sadar akan dirinya, atau alam semesta
dan orang lain. Mulai sekarang dan seterusnya dia tidak dapat berlindung
pada satu bagian agama dan tidak dapat menundukkan dirinya kepada
peraturan dogma apapun. Namun dia mesti jangan berkeliaran di level
ini—ini secara esensi mutlak untuk melangkah lebih jauh. Dengan
pertolongan Allah dalam maqam ini, ia menemukan level fana bersama
Allah, adalah wajib baginya untuk mencapai alam kehidupan dengan-
Nya.

27
Perjalanan Ketiga

Perjalanan ini berawal dari-Nya, namun pada saat yang sama ia adalah
maqam baqa’ dengan-Nya. Yang berarti ia adalah perjalanandari Al Haq
kepada ciptaan (Al Khalq), yang juga berarti setelah menemukan Alam
Kesatuan, dia melewati ke keadaan keterpisahan, Manusia pada
perjalanan ini adalah untuk menolong yang lain agar tahu, untuk
menjelaskan jalan bagi yang lain dengan penurunan ruhani, dan dia
meletakkannya pada jubah kemanusiaan dan turun dari keadaan
ruhaninya kepada manusia dan berbaur dengan mereka . Itulah makna
hadits yang mengatakan,” Aku juga manusia biasa seperti kalian
semuanya.” Adalah wajib pada keadaan ini untuk makan, minum, tidur,
dan menikah, namun tidak jatuh pada berlebih-lebihan, dan tidak juga
kepada pertapaan. Keseimbangan dan istiqomah yang sempurna adalah
sangat penting/esensial.

Tidak berlebihan, tidak pula kekurangana di dalam dirinya


Itulah jalan yang tepat di tengah-tengah hal ini

***

Orang yang mencapai level ini adalah seseorang yang iffah (menjaga
kehormatan diri) dan istiqomah. Dia secara lahiriah setuju dengan
hukum-hukum keagamaan dan dia menerima mereka, namun dia tidak
pernah terlibat dengan ritual ekstra selain dari yang bersifat
esensial/hakekat. Baik di Alam Keragaman dan di Alam Kesatuan, dia
secara konstan berada dalam keadaan sholat. Alam lahiriahnya tertutup
bagi manusia. Alam batiniahnya terhubung dan tidak pernah terpisah
dengan Allah. Untuk memahami orang ini adalah sangat sulit sebab
manusia berpikir dan menilai seseorang melalui sikap keimanan lahiriah
dan amal zahirnya, dan mereka mengira ia adalah manusia beriman yang
sedang berkembang. Bagaimanapun, perkembangan Insan Kamil tidak

28
dapat dilihat dengan mata inderawi. Untuk dapat melihatnya, kamu
mesti punya mata yang telah mencapainya.

Singkatnya, hanya mereka yang telah mencapai kesempurnaan


dapat mengenali Insan Kamil. Siklus/lingkaran ini adalah lingkaran
Perbedaan/Keragaman yang muncul setelah Lingkaran Kesatuan.
Khalifah Ali Ra berkata:” Untuk memiliki kesendirian tanpa mencapai
penyatuan adalah Syirik; jika pada akhir penyatuan tidak terdapat
perbedaan, itu adalah zindiq; namun untuk mendapatkan penyatuan dan
perbedaan/keragaman sebagai yang tunggal juga dianggap sebagai
tauhid.” Tiga maqam ini adalah makna akan sesuatu yang sedang kami
jelaskan, dan tiada keperluan untuk pergi lebih dalam. Bagi Insan Kamil,
penurunan kepada Maqam Keragaman dianggap kemajuan. Ketika dia
mencapai maqam ini, maka dia mengenal dirinya sendiri. Dan karena
pada tempat ini dia terikat tanpa terlarut kepada Esensi awal, dia tidak
memungkinkan terikat dengan satu bentuk keyakinan. Allah mengetahui
yang terbaik.

Meskipun demikian faktanya, orang ini tidak pernah


keberatan/bertanya kepada seseorang disebabkan keimanan yang dia
pelihara; dia tidak mencampuri urusan demikian dan dia tidak
menyangkal kepercayaan mereka, sebab dia telah mengatur seluruh
kepercayaan dalam wujudnya. Yang berarti, Ahli ma’rifat telah
memahami sudut pandang yang serba meliputi dan menyeluruh. Atas
alasan ini, hakekat yang menyeluruh memiliki wajah dalam setiap bagian
kepercayaan sebab apa yang mereka sebut sebagai sudut pandang
mutlak adalah ma’rifat tersebut. Tiada yang mutlak yang tidak memiliki
sisi relatif. Disebabkan hal ini, apapun yang disembah Yang Mutlaq
nampak dalam wajah itu. Entah sang pemilik keimanan mengetahui hal
ini atau tidak, demikianlah adanya.

Seorang Syeikh berkata: “Allah telah menjadikan segala sesuatu sama


dengan diri-Nya. Hikmah dalam hal ini adalah Dia tidak ingin apapun
29
disembah selain diri-Nya dan sehingga tidak ada yang lain yang dicinta,
kecemburuan Ilahi mewajibkan hal ini.”

Kecemburuan Allah tidak mengijinkan orang asing;


Dia, tanpa keraguan, menjadi sama dengan segala sesuatu.
Allah ingin menciptakan seluruh makhluk,
Namun tidak mengijinkan selain diri-Nya berada di antara.
Mereka yang menyembah di dunia ini, menyembah-Nya
Sedemikian hingga apapun yang terlihat di dunia ini adalah Dia;
Dan inilah yang dapat direngkuh makhluk
Manusia hanya dapat merengkuhnya dengan akhlakul karimah
Dan sempitnya hati dibuat dari hal itu.

Keterangan-keterangan yang disebut di atas adalah makna yang


terpahami dari ayat Al Quran:” Rabb mu menetapkan bahwa kamu tidak
menyembah apapun selain Dia.” Ini berarti: Wahai Nabi, penghargaan
dan ketetapan Rabb mu adalah bahwa di dalam cinta, pujian dan
pengagungan, kamu mesti tahu tak ada yang lain selain Dia, melihat tiada
yang lain selain Dia, dan menjadi hamba kepada tiada yang lain selain
Dia. Dalam setiap hal, sungguh tidak mungkin untuk menyembah selain
Dia. Bahkan penyembahan berhala menghasilkan penyembahan Allah,
sebab eksistensi berhala juga eksistensi Allah. Untuk dapat memahami
hal ini adalah penting untuk memahami dan mengetahui bahwa seluruh
eksistensi/wujud adalah Wujud Allah. Kata-kata kami adalah cermin
kepada apa yang telah disebutkan sebelumnya.

Maka kaum Arif, ketika telah memahami makna ini, dia tidak masuk
dan tidak juga menyangkal kepercayaan orang lain, sebab dia paham
tiada yang maujud selain Dia dan sebab dia melihat seluruhnya
terhubung secara bersamaan dalam rantai Perintah, dan mengerti
bahwa dia sendiri tiada lain selain perintah dan kehendak. Lagi, sang Arif
melihat setiap orang sesuai dengan manifestasi sebuah Nama, dan

30
dengan demikian kepercayaan mereka dan tingkah laku mereka adalah
sebagaimana mereka seharusnya.

Jika sesuatu terpeleset menjadi bagian dari tempatnya seharusnya


Alam semesta akan dibinsakan dari kepala hingga kaki

***

Makna ayat Al Quran menjadi jelas bagi kaum Arif:” Kemanapun engkau
menghadap, di sanalah wajah Allah.” Ini berarti, kemanapun engkau
hadapkan wajahmu, disana engkau temukan jalan yang mengarahkanmu
kepada Allah. Ini adalah benar berdasarkan hukum bahwa:” Dia pada
setiap saat berada pada konfigurasi yang berbeda,” ada keadaan ruhani
dan derajat; namun Dia menunjukan dalam setiap kedipan mata hasrat,
pada setiap hasrat aroma, dan pada setiap aroma keindahan, dan pada
setiap keindahan cinta, dan dalam setiap cinta kedipan mata,dan pada
setiap kedipan hasrat, dan pada setiap hasrat aroma, dan pada setiap
aroma jenis pembaharuan kembali.. Disebabkan semua hal ini, manusia
yang mabuk cinta dan berada dalam ratapan, jatuh ke dalam keadaan
yang berbeda-beda. Kadang-kadang mereka menjadi tempat manifestasi
Sifat Jalal dan penyempitan (Qabd), atau mereka adalah tempat
manifestasi dari perluasan dan kesenangan; mereka mengambil
kesenangan, mereka berenang dalam kesenangan dan menemukan
kegembiaraan (safa). Kadang-kadang mereka jatuh ke dalam sikap
bimbang dan kadang-kadang memohon. Sifat-sifat ini membawa sikap
yang berbeda dalam pandangan Cinta namun si pecinta tidak
menyangkal hal ini. Jika seperti ini, maka bagaimana kaum arif
membiarkan dirinya tunduk kepada satu bentuk atau yang lainnya?

Sang Kekasih dengannya sang pecinta jatuh cinta, apapun sifat yang
Dia hiaskan kepada diri-Nya, tidak pernah bingung dan tidak pernah
terikat kepada suatu wajah apapun. Meskipun dia sendiri melihat
keindahan dari setiap wajah, dia memaafkan mereka yang menjadi
31
terikat dengan satu dari Wajah-Nya. Lingkaran-Nya luas. Mereka yang
menjadi terikat dengan suatu aspek atau yang lain, dia berkata bahwa itu
adalah satu dari urusan-Nya dan menerimanya sebagai sesuatu yang
diperlukan oleh satu dari Nama Ilahi. Dalam faktanya, Allah sendiri
berkata:” Tiada satu pun yang hidup di bumi dimana Allah tidak
memegang ubun-ubunnya, dan sesungguhnya Rabb ku berada di jalan
yang lurus.” Ayat ini dari Al Quran yang diucapkan melalui lidah Nabi
Hud.

32
BAB 6

Setiap orang adalah tempat bagi manifestasi satu Nama dan dia berada
dibawah takdir Nama itu. Jalal, Jamal, Hadi,Mudzill, seluruhnya ini, yang
manapun adalah jalan-Nya yang lurus. Dalam masalah keimanan juga
demikian. Jika kepercayaan seseorang berbeda dari kepercayaan yang
lain, dia masih pada jalan yang lurus disebabkan nama baginya secara
hakekat adalah tempat manifestasi, dan sifatnya akan arah yang lurus
adalah hal tersebut. Sebagai contoh akurasi busur panah ditentukan oleh
lengkungannya. Berada dalam kesalahan adalah benar bagi Nama Allah
Al Mudzill, meskipun nama-Nya Al Hadi mengetahui itu adalah
kesalahan, ia masih dianggap sebagai jalan yang lurus. Maka Kaum Arif,
karena dia tahu makna keseluruhan hal ini, tidaklah menganggu agama
orang yang lain.

Di sini mungkin terdapat pertanyaan: Jawaban kepada pertanyaan


ini tidak dapat dijawab kecuai oleh orang yang mengetahui rahasia
qadar. Adalah mudah bagi mereka yang tahu. Pertanyaannya adalah:
Seluruh ketaatan dan seluruh sikap lainnya kepada kehidupan adalah
hasil dari Nama Ilahi; sebagai akibatnya makhluk tidak memiliki pilihan
apakah mesti memenuhi atau tidak. Jelas kemudian bahwa setiap orang
diwajibkan melakukan apa yag dia lakukan, dan itulah paksaan dan
tekanan.

Jawabannya sebagai berikut: dalam menganalisa pertanyaan di


atas seseorang mendapatkan dua situasi: pertama adalah mahiyat
(kesesuatuan/intisari): mahiyat tidaklah ditentukan. Yang kedua adalah
ilmu yang tunduk kepada yang diketahui (objek ilmu). Ketika dan jika
situasi ini dipahami, meskipun dangat sedikit, rahasia takdir akan
terpahami. Tentu saja itu menjadi bukti bahwa dua hal yang disebutkan
mesti dipahami sesuai dengan asal mereka. Jika pemahaman ini dicapai,
dengan pertolongan Allah itu juga memungkinkan untuk menembus
rahasia takdir sebab dua hal ini seperti kunci.
33
Hal yang disebut di atas sebagai mahiyat bermakna citra sesuatu
yang hadir dalam lautan Ilmu Allah, yang belum keluar darinya. Cara lain
dalam menjelaskan mahiyat adalah melalui nama entitas tetap (‘ayn
tsabitah), dan ini adalah sama dengan Kedirian Ilmu Allah. Keadaan ini
juga sama bagi Insan Kamil. Dalam sudut pandang lain, Ilmu sama dengan
Kedirian. Pancaran mahiyat ini datang kepada mereka dari Allah hanya
berdasarkan bakat mereka dan kemampuan yang telah ada dalam esensi
mereka. Kepercayaan dan keadaan lainnya tidaklah berada diluar ini.
Kedurhakaan, penutupan kebenaran, kepatuhan, dll—seluruhnya ini
adalah apa yang dituntut oleh mahiyat kepada Allah berdasarkan
potensialitasnya; sesuai dengan bakat bawaannya, apa yang dituntut
dari Allah adalah apa yang diberikan kepadanya.

Sebagai contoh, bakat dari gandum adalah menjadi gandum, dan


bakat dari jelai adalah menjadi jelai, dan bakat dari milet adalah menjadi
milet. Bandingkan seluruhnya dengan cara ini. Jika jelai memiliki lidah
dan berkata kepada seseorang yang menaburkanya ke bumi dan
berkata:” Mengapa kau wahai manusia tidak menjadikan aku menjadi
gandum?” petani akan menajwab,” Sebab inilah bakatmu, dan inilah
kemampuanmu.” Untuk mengharap gandum, setelah engkau terlihat
sebagai jelai, adalah sebuah kebodohan.

Sesuai dengan apa yang dijelaskan, setiap mahiyat seseorang dan


entitas tetapnya, dari keabadian, apapun keadaan dan kekhususannya,
dalam penyingkapan apapun dari Nama apapun yang menguasainya,
hanya dapat menunjukkan hal tersebut di dunia ini. Segala yang jelas di
sini dalam bentuk apapun ia menerima keabadian. Ilmu Allah tidak
mempunyai pengaruh atas hal ini. Berdasarkan aturan: “Mereka akan
memenuhi urusan mereka sebagaimana mereka seharusnya dilakukan,
kaum Arif berada dalam ilmu tentang rahasia ini. Dalam realitasnya,
dalam keadaan apapun sesuatu yang diketahui itu, Ilmu Allah dianggap
bersamanya dan termanifestasikan sesuai dengan keperluan Nama atau
34
Sifat. Dan apa yang dimaksud dengan Ilmu terikat dengan apa yang
diketahui adalah untuk menyatakan hal ini.

Sekarang makna tentang Qada (keputusan sebagai akibat


permintaan) adalah ini: dalam keadaan atau bentuk apapun ‘seluruh
sesuatu’ berada dalam Ilmu Allah, qada adalah total hukum diberikan
kepada keadaan mereka. Qadar (sudah ditentukan Allah) adalah
datangnya ke dalam alam inderawi dan penyaksian akan qada sesuai
dengan urutan, sedikit demi sedikit, berdasarkan derajat bakat setiap
wujud. Dan manifestasi ini juga bersesuaian dengan derajat bakat dia di
dalamnya itu akan terwujud.

***

Pertanyaan: Seluruh yang kami sebutkan hingga kini bermakna seperti


ini: kita paham bahwa apapun yang terjadi adalah sesuai dengan bakat
seseorang. Seluruh yang terjadi seperti kekafiran, keimanan, kebaikan
dsb, terjadi dalam diri seseorang karena dia menuntutnya dari Allah, dan
itu nampak dalam diri orang tersebut sesuai dengan kemampuannya,
bakat dan kemungkinan. Bahkan apa yang kita katakan menjadi apa yang
Allah lakukan. Namun jika ini karena Allah lah yang memberi bakat,
bukankah ini juga bermakna bahwa kita dibawah sebuah paksaan?

Jawabannya: Di antara mereka yang membahas dan menulis serta


memikirkan tentang iman dan ilmu dsb, bakat tidaklah dibuat atau
diciptakan, sebab jika mahiyat sesuatu tidak dibuat atau diciptakan,
maka sebagai akibatnya adalah wajib bakatnya juga tidak dibuat atau
diciptakan. Mahiyat mengacu kepada citra Ilmu Allah, dan pada titik ini
tiada penjadian atau penciptaan. Apa yang telah seseorang tetapkan
mewajibkannya melakukan, dia wajib melakukan hal itu. Rahasia Taqdir
Ilahi mewajibkannya.

35
Ketahuilah situasinya tertegaskan seperti ini, bahwa segala sesuatu
terikat dengan bakatnya, seorang manusia akan melakukan apa yang
mesti ia lakukan berkenaan dengan hal ini. Dia tidak mampu melawan
keadaan dirinya. Dia menjumpai sesuatu terjadi dalam dirinya sendiri,
satu demi satu, masing-masing dalam waktu perwujudannya sendiri. Jika
seseorang kemudian mengira bahwa bakatnya dalam hal ini
singkat/berkekurangan, maka dia menderita. Sekali lagi, dalam asalnya
hal ini bukanlah sebuah pemaksaan.

***

Paksaan ada dua jenis: satu dapat diterima dan yang lain untuk disangkal.
Jenis yang dapat diterima adalah sebagai berikut: Seorang yang beriman,
setelah mendaptkan perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang,
tanpa mensifatkan kekuatan apapun kepada dirinya sendiri, dia mesti
mengetahui bahwa seluruh urusan berasal dari Allah. Inilah kebaikan.
Sementara paksaan kedua adalah seorang hamba mengerjakan segala
kesalahan yang mungkin. Dia tidak tahu apa yang dilarang atau
mengetahui perintah. Dan pada puncaknya dia mengkaitkan segala
kesalahan yang dia lakukan kepada Allah; ini adalah perbuatan di luar
kebijaksanaan. Dan paksaan ini sungguh sangat jelek. Pada maqam ini
banyak pertanyaan dan jawaban dan diketahui oleh mereka yang tahu.
Mereka menanyakan seseorang yang telah mencapai maqam ini:”
Bagaimana engkau melepaskan dari mensifatkan paksaan kepada
Allah?” dan dia menjawab:” Sebab aku tidak menyekutukan apapun di
seluruh alam kepada Allah, sehingga seluruh kepemilikan adalah milik-
Nya, maka siapakah yang Dia paksa?Setiap orang menggunakan apa yang
dimilikinya sesuka hatinya.” Dalam masalah ini apa yang telah dikatakan
sudah cukup memadai.”

***

36
Anas bin Malik, sesuai dengan apa yang beliau kabarkan, telah melayani
Nabi selama 10 tahun. Ketika Anas menjelaskan hal ini dia berkata:” Aku
melayani Nabi selama 10 tahun siang dan malam tanpa berhenti.Atas
apa yang telah aku lakukan, tidak pernah sekali pun aku mendengar
beliau berkata mengapa kamu melakukan hal itu atau tidak.” Keadaan
ruhani ini muncul karena ilmu Nabi tentang rahasia qadar. Allah
menyimpan rahasia tertentu dari Rasul dan Nabi-Nya selama kenabian
mereka. Satu dari rahasia ini adalah rahasia takdir. Jika sang penyeru
kebenaran seperti rasul dan nabi melihat dalam diri beberapa orang
mereka memiliki kecenderungan untuk menolak dan dalam sebagian
orang dia melihat seruannya tidak akan membawa manfaat, dia tetap
tidak mampu dan bingung dan dia tidak dapat melaksanakan kenabian
sebagaimana seharusnya. Karena itu dia terhalang jika dia mengetahui
rahasia ini. Rahasia takdir dibuat diketahui oleh para nabi setela seruan
mereka dilaksanakan dan setelah terlihat siapa yang menutupi
Kebenaran, siapa yang beriman, siapa yang munafiq dan siapa yang
disucikan.”

***

Ahli ma’rifat selalu berubah keadaan ruhaninya secara konstan. Kami


dapat jelaskan hal ini sebagai berikut:” Jika seorang Arif yang benar tetap
sama persis dalam keadaan ruhani yang sama, secara konstan
menggabungkan di dalam dirinya seluruh kepercayaan dan ilmu,
ditakutkan dia akan memperoleh suatu keadaan ruhani yang bersifat
relatif dengan Rabb. Bagaimanapun, seseorang yang berjalan, berubah
warnanya sepanjang waktu dan secara keseluruhan mengetahui hal ini
tidak akan pernah dapat tetap dalam situasi yang diberikan, sebab jika
demikian dia akan mengira bahwa dirinya sebagai Rabb Yang Mutlak.

37
Bagaimanapun imajinasi bukanlah Kebenaran. Apa yang telah dia
pikirkan adalah hasil khayalannya sendiri, dan tidak akan bersama Rabb
dari segala Rabb. Kaum Arif ketika dia mencapai pemahaman yang jernih
atas segalanya dan lewat menuju kemutlakan dan non relativitas, akan
menjadikan Al Haq sebagai kepercayaannya dan menyembah-Nya, dan
kemudian kembali lagi kepada yang relatif: Ada bahaya besar disini,
sebab jika dia terikat dan tetap dalam keadaan Kemutlakan, dia tidak
akan pernah dibebaskan dari kemungkinan rasa takut. Keadaan ruhani
ini berlangsung hingga datang keyakinan (pengetahuan sesuatu melalui
sesuatu itu sendiri); dan itu adalah Allah bersama dengan seluruh
Kedirian-Nya dan sifat-sifat-Nya, dan itulah yakin.

***

Ilmu yang bermanfaat: mesti diketahui bahwa ahlul yaqin telah membagi
keadaan ruhani mereka menjadi tiga bagian: satu menemukan
keyaqinan mealui ilmu, yang lain melalui melihat, dan yang ketiga
dengan mencapai Kebenaran/Al Haq dari hal itu. Sebagai contoh, yang
pertama seperti yang mengetahui tentang kepahlawanan, yang kedua
melihat seseorang bertindak pahlawan, yang ketiga adalah yang menjadi
pahlawan itu sendiri; dia yang melakukan tindakan pahlawan itu akan
mengetahui rasanya. Ma’rifat adalah seperti ini dan terus berlanjut.
Mereka yang paham akan paham.

38
BAB 7

Perlu disini untuk menjelaskan kemutlakan dan relativitas dari


Kebenaran Menyeluruh (Haqiqat Jami’ah).

Bagi dia yang ingin dibebaskan dari rasa takut dan selamat darinya,
keimanan seperti apa yang diperlukan, kami akan menjelaskannya.
Namun sebagai awalnya pendahuluan.

Adalah wajib mengetahui bahwa Kebenaran menyeluruh yang


disebutkan di atas adalah satu dari banyak Nama yang mengacu akan
yang diberi nama. Sebagian Arif menafsirkannya sebagai ‘cinta’, sebagian
orang besar menyebutnya sebagai ‘kekuatan dan ucapan qadim’.
Namun apa yang diinginkan dari ini sesungguhnya hanyalah Kedirian
Tunggal atau Satu Realitas.

Keindahan-Mu adalah tunggal namun ketaatan beragam


Telah ditetapkan segala sesuatu menunjukkan Keindahan itu.

***

Realitas ini dalam bahasa Arab disebut Wujud, dalam bahasa Turki varlik,
dalam bahasa Persia hati, namun dalam Hakekatnya, Eksistensi ini
melampui seluruh nama-nama ini. Apa yang benar adalah bahwa mereka
menggunakan istilah wujud, cinta/rindu, nur, nafs, atau rahman, namun
yang dimaksud dengan semua ini adalah nama Wujud Tunggal yaitu Al
Haq.

Mereka yang mena’wilkan wujud sebagai yang mutlak telah


membatasinya. Mereka telah mengambil makna wujud dari
penggabungan yang kemutlakan dengan relatifitas. Namun mereka
menganggap jenis lain dari kemutlakan dari penggabungan itu dan
transendensi/tanzih. Selanjutnya mereka melampaukannya bahkan dari
39
tanzih itu sendiri. Bahkan mereka berkata ketika kamu
mengkondisikannya, adalah mutlak wajib bagimu untuk
mentanzihkannya pada saat yang sama.

Karena hal ini bergantung kepada masalah rasa/zauq. Karena itu


apa yang mesti seseorang pahami adalah Wujud Tunggal ini memiliki
Kebesaran sedemikian hingga Ia melingkupi segala sesuatu. Ia juga
mengumpulkan seluruh derajat dalam Wujud-Nya, kemudian
mengumpulkan seluruh derajat ini dalam Kedirian-Nya, dan kemudian
biarkan semuanya serupa/Tasybih dengan seluruh derajat ini dan
serentak juga bersifat tanzih dari seluruhnya. Dalam cara ini Ia bersifat
mutlak dan relatif, Taybih dan Tanzih dari segalanya. Melalui
kemutlakan-Nya, Ia Maha Kaya tidak memerlukan dan mencintai segala
sesuatu, sehingga tiada doa atau hasrat menggapai-Nya. Disini ayat Al
Quran telah mengatakan makna akan hal ini:

1. “Allah Maha Kaya atas sekalian alam.”


2. “Segala puji bagi Rabb mu, Rabb pemilik “Izzah dari apa yang mereka
sifatkan kepada-Nya.”
Dan sebuah hadits yang menjelaskan makna yang sama: “Allah ada dan
tak satu pun bersama-Nya.”

***

Dalam maqam ini tiada nama atau gambaran atau kata-kata pujian atau
sifat yang eksis. Dia dianggap bebas dan melampaui/tanzih dari
semuanya, Yang melakukan perjalanan melalui seluruh level dan
menyingkapkan diri-Nya sendiri adalah Dia. Karena Dia sama dengan
setiap derajat, dan dalam pensifatan lah yang membuat-Nya
mengumpulkan segalanya, Dia lah Yang diseru oleh seluruh Nama-nama,
yang dilukiskan dalam setiap citra, yang disebut dengan berbagai nama
berbeda dan sifat serta pensifatan. Dia turun kepada seluruh derajat, dan
40
penurunan ini juga sebagai tanda kedekatan-Nya. Penurunan-Nya
dijelaskan dalam hadits:” Aku sakit dan kamu tidak mengunjung-Ku. Aku
lapar dan kamu tidak memberi-Ku makan.” Al Haq, dalam Sifat-Nya,
dalam penurunan-Nya dan dalam derajat-Nya menerima segala yang
berlawanan sebab dari sudut pandang-Nya tiada hal yang berlawanan
demikian…Hanya mereka yang khusus dari yang khusus memahami hal
ini. Bagi kaum Arif ini adalah petunjuk dan bagi mereka ini sudah cukup.
Ayat Quran berikut menunjukkan situasi dengan sangat baik:” Dia lah
Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu melalui wujudnya sendiri.”

Kami telah menjelaskan sebanyak mungkin apa yang mutlak dan


apa yang relatif. Telah diketahui bahwa jika kamu
membatasi/mensyarati Dia dengan Kemutlakan, maka kemutlakan ini
menjadi seolah-olah ia bersifat relatif, padahal wajib untuk tidak
mengikat-Nya kepada kondisi apapun. Sebab Allah meliputi seluruh
derajat. Ayat berikut ini menyatakan hal ini:” Kemanapun engkau
menghadap di sana lah wajah Allah.” Berdasarkan perintah ini dalam
setiap derajat terdapat wajah tajalli. Sebagai akibatnya kamu tidak dapat
menyangkal satu hal dan menerima hal yang lain. Jika kamu
melakukannya, kamu menutupi Al Haq, dan inilah
penyangkalan/kekafiran yang sesungguhnya..

Sebagai contoh, seorang penyembah berhala, sebab dia telah


menjadikan ketaatannya khusus kepada sebuah berhala, dan sebab dia
telah mengikatkan keadaan ruhaninya dengan itu, dan menyangkal
kepercayaan yang lain. Sebagai akibatnya dia dianggap sebagai
seseorang yang menutupi/kafir akan Al Haq. Kemudian jika seorang
Muslim menyangkal satu dari wujud di dalamnya Allah
memanifestasikan diri-Nya sendiri, agama tidak menganggapnya sebagai
seorang Muslim.

41
Menutupi kesalahan telah menutupi Kebenaran Mutlak
Menutupi Al Haq telah menutupi dirinya dengan Kebenaran

***

Wahai anakku, makna hal ini tersembunyi dalam ayat Al Quran:” Rabb
mu telah menetapkan bahwa kamu hanya menyembah-Nya.”

Alam semesta terbesar, lautan terdalam adalah Engkau


Mengapa menyibukkan untuk mengetahui tempat karena Wujud
adalah Engkau

Seseorang yang telah mencapai intisari hati dari keadaan ruhani akan
Kemutlakan disebut kaum Arif, wali dan Ahlullah. Atas hal inilah ayat Al
Quran berikut diturunkan:” Ketahuilah bahwa wali Allah tidaklah takut
dan bersedih hati.” Kaum Arif, wali yang hamba, memasuki kelompok ini
dan menemukan keselamatan dari takut dan bahaya. Semoga Allah
memberikan kita keadaan ini.

***

“Inilah derajat akhir bagi mereka yang telah mencapai perasaan/zauq


ma’rifat kepada Allah, yang juga merupakan Rabb dari apa yang mereka
ciptakan,” Ini berarti seseorang mesti menyembah Realitas Mutlak/Al
Haq. Manusia yang menyembah maujud tertentu atau relatif hanyalah
menyembah berhala yang mereka ciptakan dalam imajinasi mereka
sendiri. Apa yang mereka sembah adalah berbeda. Apa yang lebih
bermanfaat, yaitu berhala-berhala itu, atau Allah Al Wahidil Qahhar?
Secara mendasar Allah Al Wahidul Qahhar lebih baik. Dalam
kepemilikan-Nya tak ada apapun selain diri-Nya sendiri. Tak ada

42
siapapun yang menjawab pertanyaan-Nya. Dia bertanya kepada mereka
dan Dia juga yang menjawab kepada mereka.

Maka sesungguhnya dalam hal ini terdapat petunjuk dan isyarat


yaitu bahwa jika Allah Al Wahidul Qahhar menyingkapkan diri-Nya
kepada satu dari hamba-Nya dengan sifat Al Jabbar, maka hamba itu
akan melihat segalanya fana. Maka,”segalanya fana kecuali wajah-Nya.”
Segala yang di bumi akan fana dan hanya tersisa wajah Rabb mu Dzul
Jalali wal Ikram.” Maka berdasarkan ini adalah wajib mati sebelum
kematian. Kematian ini mesti datang dari ketetapan hati dan dia yang
mengalami keadaan kematian ini akan melihat segala sesuatu fana
secara sempurna kecuali Allah dan tidak akan ada dengan sendirinya.
Ketiadaan ini adalah ketiadaan total. Inilah maqam fana fillah. Di sana,
tak ada yang tersisa selain Keindahan Allah.

Hamba tersebut tetap dalam maqam ini dalam waktu lama: dia
menderita tarikan hebat. Di situ tiada waktu atau tempat.. Dia tidak
menjadi Alam Semesta atau Malaikat, di sana saat itu hanya Allah yang
ada: pada saat itu Allah dalam wujud-Nya menyeru sebagai berikut:”
Milik siapakah kerajaan hari ini?” Dalam wajah ini tiada suara berasal dari
siapapun. Kemudian Allah dalam Kebesaran-Nya menyeru dari Kedirian-
Nya kepada Kedirian-Nya:” Milik Allah,Al Wahidul Qahhar.”

Pemilik Ilmu dalam masalah ini lenyap dan terkubur dalam


ketiadaan. Ketika keadaannya demikian, Allah menganugerahinya
sebuah eksistensi dari Eksistensi-Nya dan mewarnainya dengan Warna
Ilahi. Seluruh kualitas di dalam dirinya dan di luar dirinya berubah. Hari
itu bumi menjadi bumi yang lain, demikian juga langit…dan mereka
seluruhnya menjadi nyata bagi wujud Allah Al Wahidul Qahhar. Dan
makna sebenarnya ayat tersebut telah menjadi jelas.

Kemudian Alah memberinya pandangan Ilahi, pendengaran, lidah..


dan mulai menjalankannya dalam pertanyaan dan jawaban; inilah jalan
43
hamba melewati ketiadaan, dan mencapai maujud dengan wujud Allah.
Pemahaman dan ilmunya yang sebenarnya mulai setelah ini. Namun
pada saat penyingkapan pertama tersebut, tiada ilmu pengetahuan dan
juga kesadaran; di sana terdapat Alam Ketiadaan Sempurna; makna
pernyataan di atas lebih baik dipahami dengan keadaan ruhani/zauq.
Tidak cocok menjelaskannya dengan kata-kata lebih jelas dari ini: tiada
ijin. Mereka yang membaca tanpa lidah, dan mendengar tanpa telinga.
Ini tidak disebut ilmu yaqin sebab ini juga melingkupi ‘aynul yaqin dan
haqqul yaqin. Hamba yag mencapai maqam ini dibebaskan dari seluruh
rasa takut dan harapan. Yang memberikan ilham adalah Dia; yang
membawa kepada kematangan dan Hidayah adalah Dia..serulah Dia
dengan apapun sifat yang kamu inginkan…

***

Ahul Kasyaf memahami seluruh kepercayaan dan maqam. Mereka


memiliki bukti yang benar akan maqam Ilahi dan keadaan makhluk;
mereka bukan kekurangan ilmu tentang apapun; ilmu mereka meliputi
segala sesuatu. Entah tentang Allah atau ciptaan, Ahlul Kasyaf tidak
berkata sia-sia. Ketika mereka sedang membicarakan suatu masalah
mereka memiliki ilmu yang lengkap akan masalah itu kemudian baru
bicara.. Mereka yang telah berbicara tahu dari derajat dan maqam apa
dia mendapatkan kata-kata tersebut. Setelah itu dia tidak menyalahkan
siapapun atas apa kesalahan perkataan mereka; dia memaafkan mereka
dan tidak menganggap mereka tidak berguna. Sebab Allah tidak pernah
menciptakan apapun sia-sia.

Bagi kaum Arif untuk sampai ke derajat ini bergantung banyak hal. Yang
pertama adalah pengetahuan yang dia miliki tentang seluruh Nama
Allah. Dia tahu bahwa seluruh derajat dan maqam diperlukan oleh
Nama-nama ini dan bahwa segala sesuatu adalah tempat tajalli Nama-
nama ini. Dia tahu bahwa tempat tajalli dari suatu Nama Ilahi
bersesuaian dengan bakat dan kemampuan untuk menerima tempat
44
tajalli itu. Allah telah mengaruniakan sang Arif ini cara untuk
menerjemahkan makna yang lebih dalam yang tersembunyi dalam
Nama-nama ini. Dia membaca, paham dan dia menjelaskan . Akibatnya
dia dapat menggabungkan segala sesuatu dalam wujud dirinya.
Kerangkanya sangat luas dan itu meliputi segala sesuatu. Nabi
Muhammad SAW berkata,”Apa yang pertama diberikan kepadaku
adalah perkataan serba meliputi (jami’ul kalim)” Dan itu adalah keadaan
dalam mendapatkan banyak makna dari beberapa ucapan. Jika manusia
telah mencapai ini dia adalah pewaris Nabi dan telah mencapai
Kebenaran Nabi, dan semoga engkau paham apa yang dikatakan disini
sesuai dengan bagaimana menggapai ridho Allah.

***

Seorang Arif dan manusia yang berkata “Dia/Hu”, dia menjadi ‘Dia/Hu”
dan jika dia mengucapkan ini dalam keadaan Kesempurnaan, pembicara
itu sendiri tidaklah berada di antaranya (barzakh), melainkan pembicara
itu sendiri seluruhnya menjadi ‘Dia/Hu”. Inilah satu dari rahasia
menemukan keadaan ma’rifat. Tidak setiap orang mengetahui hal ini,
dan belum ada sebelumnya yang menunjukkan hal ini disebabkan
mereka enggan atau takut, sebab terdapat kemungkinan jatuh ke dalam
bahaya. Ini karena dalam maqam tersebut sifat imanensi/pengambilan
bentuk (takwin) termanifestasikan dalam diri hamba.. Sebab pada saat
hamba berkata ‘Dia/Hu”, maka yang berkata melewati lidah hamba
sesungguhnya adalah Kekuatan dan Daya Ilahi (la hawla wa laa quwwata
illa billah)”. Mari berhenti sejenak pada istilah ini. Sebab disini terdapat
pertanyaan tentang imanensi (takwin). Kualitas takwin Allah sendiri
disingkapkan di dalam hamba.. Makna yang dalam adalah itu.
Bagaimanapun, wajib untuk membuka lebih dari apa yang dimaksud dan
untuk membawa masalah ini lebih ke dalam realitas dalam maqam ini.
Kapanpun Insan Kamil berkata ‘Dia/Hu”, diharapkan seluruh wujudnya
lenyap dan terkubur dalam ketiadaan, dan inilah kematian. Namun ini
adalah kematian yang berkenaan dengan hadits,” Mati lah sebelum
45
mati.” Insan Kami, ketika dia melakukan hal ini, mati dengan kematian
sebagai konsekuensinya dan bersandar kepada Iradah dan dia telah
melemparkan dirinya kedalam Lautan Huwa, tanpa kaki atau kepala atau
memiliki bekasan lahiriah atau batiniah dalam dirinya. Di sana dia
tenggelam, fana dan tiada lagi nama dan tanda dirinya tetap ada, dan dia
menjadi Dia/Hu. Sebab setetes air jatuh ke lautan dan menjadi lautan.
Istilah ‘Hu”, dan lautan yang disebut disini adalah Alam
Kesatuan,Cinta,Wajibul Wujud dan Lautan Nur.

Nabi selalu mengajarkan kalimat berikut dalam doa beliau, yang beliau
berikan kepada kita untuk mengarahkan kita kepada kematangan
spiritual.” Ya Allah, jadikan aku ke dalam cahaya/nur.” Tanpa keraguan
beliau memang Nur, namun doa ini untuk mengajarkan kepada kita,
sebab seseorang yang menyerahkan dirinya kepada Dia/Huwa adalah
Nur.

Serahkan wujud kepada Allah; biarkan hanya Wujud Allah saja yang
ada
Tarik dirimu dari barzakh, biarkan apa yang tertinggal menjadi sahabat

***

Apakah mengejutkan bahwa seseorang yang menyerahkan dirinya


kepada Dia menjadi Dia? Jika tubuh seseorang yang mati jatuh ke dalam
lautan garam, tubuh itu akan menjadi garam dan garam tetap murni.
Mengacu kepada hal ini, mereka yang sebagai konsekuensi mati karena
bersandar kepada Iradah Allah, jatuh ke dalam Wujud-Nya, menjadi Nur
dan menjadi bersih. Dan kejadian ini tidaklah dilihat sebagai sesuatu
yang jauh sekali: disini ketika kita berkata,” Dia”, itu adalah ‘Hu”. Makna
dari Hu adalah ‘orang itu”…Namun apa yang dimaksud adalah
Huwwiyah/Kedirian Allah. Yang berarti seseorang yang Arif menganggap
seluruhnya sebagai berikut: Seluruh Wujud adalah Allah dan wujudku
juga milik Allah. Maka ia melemparkan seluruh wujud dan hakekat
46
dirinya sendiri ke dalam Lautan Huwwiyah Allah dan hanya
Huwwiyah/Kedirian saja yang ada; inilah yang disebut Wajibul
Wujud...

Adalah penting bagi dia yang terus dalam Nama Hu tahu apa yang
dimaksud adalah Yang Dinamakan, Yaitu, ketika dia berkata ‘Hu”, biarkan
dia memfanakan dirinya dan seluruh wujud ke dalam Wujud Kedirian
Dia/Hu, yang berarti dalam Yang Dinamakan, tanpa meninggalkan nama,
citra, waktu, tempat atau tanda apapun tersisa…Adalah perlu bagi dia
yang berkata ‘hu’ menjadi lebur ke dalam Wujud Universal/Wajibul
Wujud dan menjadi ‘hu’ itu sendiri.

Awal, Akhir,apapun yang ada adalah Hu;


Batin, Zahir,apapun yang ada adalah Hu.

Apa yang kami inginkan untuk jelaskan adalah bahwa ketika makna ini
tiba pada diri seseorang , tidak peduli apakah hamba itu berkata ‘Dia’
atau ‘kita’ atau ‘mereka’ atau mesikupun dia ingin berkata ‘kamu’; apa
yang dimaksud oleh keseluruhan ini adalah Kediriannya Dia

“Makna yang telah dijelaskan di sini bahkan belum diisyaratkan oleh


banyak kaum Arif, sebab ia wajib bahwa hal ini mesti demikian adanya.”
Ada bahaya disini, dan yang terbesar adalah kemungkinan hamba
menyatakan Allah bersifat imanen. Ketika dia berkata ‘Huwa” maka
imanensi makhluk mengikuti. Beberapa ucapan tak perlu akan ada di
antaranya. Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa jika dia yang
berkata ‘Hu” belum mencapai petunjuk sempurna dan belum menjadi
matang, dia mungkin jatuh ke dalam kesalahan di sini.”

Itu berarti jika dia belum, dari tangan petunjuk—pembawa gelas—


minum gelas cinta, dan belum menemukan fana di dalam Kedirian Allah,
ketika dia berkata ‘Hu”, dia sedang berbicara berdasarkan dugaannya
sendiri, imajinasi dan pemahaman serta relaitivitas. Dia membawa
47
Wujud Allah ke dalam imajinasi dan memberinya bentuk. Sebagai
akibatnya, dia meletakkan Allah di bawah sebuah syarat/kondisi sesuai
dugaannya dan imajinasinya dan membatasi-Nya; dengan demikian dia
akan membuat-Nya imanen dan menciptakan-Nya. Dan dengan
demikian dia telah menyembah sebuah pencipta yang dia sendiri yang
menciptakannya.

Memang benar berdasarkan makna hadits:” Aku menurut prasangka


hamba-Ku,” bahwa Dia memiliki wajah meski dalam apa yang diciptakan
hamba, namun dengan hamba mengimanensikan Dia, Dia telah masuk
ke dalam prasangka hamba dan ternyatakan disana, Bagaimanapun,
dalam apapun kemungkinannya, selalu ada sisi kebenaran, Sebab tidak
ada yang relatif satu pun yang tidak ada wajah Yang Mutlak; demikian
juga sebaliknya… Mungkin seseorang yang mengimanensikan dirinya dan
menciptakan adalah juga diri-Nya. Namun hukum sesuai dengan
keimanan seseorang. Sebagai akibatnya Tuhan ini adalah relatif dan
bukan Tuhan yang Mutlak. Inilah kebijaksanaan yang berkata,” Terdapat
bahaya dalam derajat ini.”

Kematangan spiritual yang benar adalah ketika seorang hamba


berkata ‘Dia/Hu’, dia melepaskan dirinya secara sempurna akan
wujudnya dan mencapai ketiadaan sempurna dan fana...

Dan biarkan dia tidak mengikatkan dirinya kepada apapun melalui


keimanan khusus atau prasangka atau syarat…Biarkan dia tidak
berpaling dari banyak arah kepada arah tertentu..Maka setelah
keseluruhan hal ini dia akan menyembah dan menjadikan ketaatan
kepada Rabb yang lebih besar dari seluruh Uluhiyah, Allah Yang Mutlak..

Jika tidak, dia akan menjadi penyembah berhala yang merupakan


sebuah ilusi dari prasangkanya sendiri.” Tidakkah kalian perhatikan
mereka yang menjadikan hawa nafsu mereka sendiri sebagai Tuhan.”

48
Dan dia berada di bawah peringatan Al Quran dan jatuh ke dalam
bahaya.

49
BAB 8

TENTANG IMANENSI (TAKWIN)

Manusia Sempurna adalah mereka yang selalu memperhatikan nafas


mereka, menjadi seperti penjaga Khazanah hati mereka. Biarkan mereka
berdiri sebagai penjaga dan tidak membiarkan orang asing masuk,
Khazanah Hati adalah gudang ilmu Allah. Jangan biarkan pikiran tentang
selain Allah masuk ke hatinya.

Berkenaan hal ini: “Jalan menuju Allah sebanyak nafas makhuk.”,


dalam setiap nafas terdapat jalan yang berakhir di dalam Allah. Apa yang
pantas bagi sang Arif dan wajib baginya untuk lakukan adalah dia mesti
mengambil nafas dari Allah dan mengembalikannya kepada-Nya.
Dibenarkan untuk mengartikan Nafas ini sebagai diri. Berdasarkan hal ini
jika nafas atau diri akan meninggalkan manusia ia akan kembali kepada
asalnya. Ia tidak memiliki warna, apapun pikiran atau pekerjaan hamba,
nafas itu—atau diri itu—terwarnai dengan warna itu, dan meluas berada
dalam pakaian itu.

Dalam setiap hal, wajib menjaga hati dari segala sesuatu yang tidak
pantas bagi ridho Allah; wajib untuk membersihkannya dari pikiran
buruk; hati hamba adalah khazanah atau perbendaharaan Allah;
Manusia adalah kebiasaannya. Setiap pantulan yang lain dari Allah
adalah seorang pencuri dan penjahat. Wajib untuk menutup jalan ke hati
untuk melawan mereka. Dalam hakekatnya hati dijelaskan dalam hadits-
hadits berikut:” Hati orang beriman adalah tempat tajalli Allah; hati
orang beriman adalah Arasy Allah, hati orang beriman adalah cermin
Allah.” Sebagai akibatnya setiap orang yang membiarkan harta ini dicuri
oleh penjahat berada dalam situasi yang sulit, sebab dia akan dianggap
sebagai pengkhianat dan Allah membenci pengkhianat sebagaimana
yang dinyatakan dalam ayat Al Quran:” Sungguh Allah membenci
pengkhianat.”
50
Ketika Nur Allah menyala di dalam hati
Jejak pencuri akan terpotong darinya

***

Pikiran yang masuk ke dalam otak manusia yang telah tiba pada maqam
qurbah (kedekatan) kepada Allah adalah seperti kata-kata dan tindakan
yang mengalir di tempat terbuka di antara manusia yang belum
mencapai kedekatan ini. Mereka juga bertanggung jawab kepada pikiran
yang masuk ke dalam hati mereka. Sebuah hadits berkata bahwa
seseorang yang membawa pikiran yang paling halus ke dalam pikirannya
akan ditanyai tantang pikiran ini dengan kehalusan yang sama (setara)
dengan pikiran itu sendiri dan banyak amal kebaikan dari pelaku
kebaikan dianggap sebagai sebuah kesalahan bagi mereka yang telah
mencapai kedekatan.

Dalam hakekatnya, Allah tidak setuju bahwa ada yang lain selain
diri-Nya memasuki hati seorang hamba. Sebab hati hamba adalah
tempat Tajalli Allah. Sebuah hadits tentang hal ini menjelaskan sebagai
berikut: “Hati adalah Ka’bah Allah. Siapapun membiarkan pikiran bukan
tentang Allah masuk ke sana maka sesungguhnya telah mengisi hatinya
dengan berhala.”

Meskipun Allah adalah pencipta segala pikiran, seluruhnya adalah


sama, pada saat yang bersamaan hamba akan ditanyai/bertanggung
jawab disebabkan kelalaiannya.

Penjelasan lebih jauh akan masalah ini tersembunyi dalam makna


ayat Al Quran berikut:” Setiap saat Dia selalu dalam
kesibukan/konfigurasi yang berbeda.” Berdasarkan ayat ini Allah secara
konstan menunjukkan penyingkapan/tajalli yang selalu baru. Dari setiap
tajalli terdapat perintah Allah yang turunkan kepada hamba. Ia datang
51
mengunjungi hati hamba. Perintah Allah yaitu pewahyuan/tajalli yang
mengunjungi hati itu lah yang disebut tamu rahasia. Ia datang dari Allah
dan bermukim di hati hamba. Jika pada saat itu hati hamba penuh
dengan Allah, maka pengunjung itu bertemu Allah di dalam hati
tersebut, dan bersatu dengan hakekat/realitas yang hadir di dalam hati.
Mari kami kutipkan sebuah hadits yang akan menjelaskan lebih baik:”
Bukan bumi-Ku atau langit-Ku meliputi-Ku, namun hati hamba
berimanlah yang meliputi-Ku.” Ini adalah hadits Qudsi dan dalam
menjelaskan makna hadits ini seorang pecinta berkata:

Hati adalah mutiara yang memandang Allah


Hati adalah lokus tajalli Nama-nama dan Yang Dinamakan
Hati adalah burung elang, atau seekor burung Marvel
Hati adalah Wujud dari Kedirian Allah.

***

Dari penyatuan pengunjung itu yang merupakan Perintah Ilahi dengan


Realitas di dalam hati, maka Keindahan Suci pun nampak..Hikmah dalam
ucapan kembali kepada Allah dan tiba di sana. Kedatangan dan kepergian
ini bukanlah dari sisi ruh. Ini adalah penurunan yang
melampaui/transenden dari segalanya. Dan kembalinya pun dengan cara
yang persis sama, dengan sebuah pengembalian yang transenden juga.
Tiada akal penduduk di langit maupun dari Malaikat mencapai
kedatangan dan pengembalian ini. Jika mereka melihat sesuatu mereka
hanya melihat cahaya yang transenden dari segalanya, dan mereka tidak
akan mengetahui lebih jauh.

Ketika penyingkapan itu tiba yang merupakan tamu rahasia, jika


hati seorang hamba saat itu dipenuhi dengan ingatan dan zikir dan
hamba hanya memikirkan Allah, dia akan menerimanya dengan hormat.
Ketika tajalli itu datang, dan ia tidak menemukan pikiran tentang Dia,
namun mendapati sedang memikirkan Malaikat, dari penyatuan
52
tersebut mereka akan menghasilkan sebuah citra khusus Malaikat. Ini
kemudian terbang melalui jalan yang digunakan ruh, hingga ia tiba di
Sidratul Muntaha dan menetap di sana.

Jika tamu datang dan pada kedatangan mereka bertemu dengan


hal-hal buruk/syetani, maka saat itu akan membentuk sebuah keadaan
yang mewakili musibah yang cepat. Ia seperti burung berwarna
hitam,yang terbang melalui jalan syetan dan terus berlanjut hingga
mencapai di bawah Bulan, dan tak mampu melampaui lebih jauh. Ia
tetap di sana hingga Hari Kiamat tiba.

Jika tamu tiba dan segera langsung menemukan keindahan di


dalam hati saat itu menghasilkan bentuk dan citra yang baik, ia terbang
membawa kebaikan hingga mencapai Surga, dan menemukan anugerah
sesuai dengan sifat dari bentuk yang telah ia ambil dan menunggu hingga
sang pemilik kebaikan itu tiba di sana.

Ada banyak hal yang tidak perlu kita masuki untuk membahasnya.
Setiap tajalli yang turun kepada hati, dengan apapun percabangannya, ia
mengambil bentuk baik atau buruk dan kembali ke tempat selayaknya.
Karena itu agar manusia menerima penyingkapan ini dengan baik dan
beradab maka wajib baginya terus menerus memelihara pikiran baik
secara konstan..

***

Manusia pada hakekatnya adalah Khazanah Ilahi. Kedirian Allah


berada dalam keadaan konstan dan perintah Al Haq turun kepada
hamba. Sebagaimana penurunan itu tanpa warna dan bentuk maka
dirinya juga tanpa warna dan bentuk. Meskipun Allah menciptakan tajalli
dalam setiap jenis warna, dan menciptakan mereka berkenaan dengan
watak manusia, kepercayaannya, batiniahnya dan pikirannya. Tujuan

53
untuk melakukan hal ini adalah untuk menjelaskan kualitas imanensi
Kebenaran.

Seseorang yang matang ruhaninya dalam setiap keadaan mesti


selalu siaga. Dia mesti berusaha mengembalikan tajalli Ilahi persis seperti
ia datang kepadanya tanpa bentuk atau berat, tanpa warna dan bentuk.
Tujuan utamanya adalah untuk menghormati dan memenuhi haknya,
dan dapat mengembalikannya persis sama sebagaimana ia datang.

Entah hal itu berada dalam dirinya atau luar dirinya, seluruh
urusan, pikiran,tindakan, kepercayaan, khayalan dan bahkan seluruh
nafas yang diambil, tak ada seberat zarrah pun dari hal ini sia-sia. Setiap
tindakan, entah baik atau buruk memiliki kemampuan dan bakat sesuai
dengan dirinya sendiri, dan mereka masing-masing mengambil bentuk
sesuai dengan keadaan diri mereka. Dalam alam yang lain mereka
nampak dalam bentuk yang mereka terima disini. Pemilik urusan dan
tindakan tersebut, ketika dia mendapatkan mereka, sesuai dengan citra
yang dia berikan kepada mereka, dia bisa menemukan rahmat dan
berenang ke dalam kesenangan, atau dia bisa terluka dan menderita.
Itulah rahasia yang dibukakan di sini. Makna ayat Al Quran menjelaskan
hal ini:”barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah akan
melihatnya; dan barang siapa mengerjakan keburukan seberat zarrah dia
akan melihatnya.”

***

“ Allah menciptakan wujud-Nya sendiri, namun akal tidak mampu


memahami hal ini. Sebab pikiran-pikiran tersebut hanya memikirkan hal
yang bersifat materi. Akal yang terikat dengan hal bersifat materi adalah
kurang sempurna dalam pemahaman sesuatu yang besar. Untuk dapat
memahami hal ini aadalah wajib memiliki akal yang melampaui hal-hal
materi tersebut dan melangkah lebih jauh.” Dalam pengaruhnya, dengan
mengatakan bahwa Allah menciptakan wujud-Nya dari sudut pandang

54
lahiriah nampak tidak tepat. Namun dalam sudut pandang maknawiyah
seluruhnya adalah sama dan benar dan ini adalah keadaan yang
mengurangi segala sesuatu ke keadaan ketidakmampuan, dan apa yang
wajib buat kita adalah makna.

***

Masalah lain yang penting dimana akal tidak mampu memahami hal ini:
setiap orang yang berbicara tentang Allah dia telah menggambarkan-
Nya. Meskipun dia menyembahnya tetap saja ia menyembah sesuatu
yang ia bayangkan. Itulah juga Allah sendiri dan tak ada yang ain. Allah
telah menunjukkan wajah dalam cermin hati hamba-Nya sesuai dengan
pemahamannya. Kita sekarang akan memasuki masalah sebenarnya.
Dalam kasus imajinasi dan pikiran ini jelas bukan hamba yang
menciptakan Allah; ia adalah Allah yang menciptakan wujud-Nya sendiri.
Pencipta segalanya adalah Allah; tiada pencipta selain Dia. Apa yang
muncul dalam keimanan hamba juga merupakan wilayah dari apa yang
Allah ciptakan, yang dalam hakekatnya juga diciptakan oleh Allah. Salah
datu makna dalam “Allah menciptakan wujud-Nya sendiri” adalah ini.

***

Ada hal yang khusus yang akan diketahui dan akan kami jelaskan:
makhluk, pembawaan, peciptaan, penjadian dan pembentukan,
semuanya mengacu kepada makna yang sama. Meskipun masing-masing
memiliki makna agak berbeda, mereka akan menuju kepada makna yang
sama. Apa yang dimaksud dari keseluruhan ini adalah manifestasi dan
tajalli Allah.

Makna lain yang mesti diberikan kepada semua ini adalah sebagai
berikut: Allah menciptakan Wujud-Nya sendiri. Sesuai dengan perkiraan
akal hamba, dan berdasarkan pikirannya, Dia memanifestasikan wujud-
Nya. Ini contohnya. Seseorang mengambil sebuah cermin di hadapan
55
mereka dan menciptakan wujud mereka di dalamnya, melihatnya dan
mengetahuinya. Ada kesenangan tersendiri bagi seseorang untuk
melihat dan mengenal dirinya sendiri di dalam cermin.

Karena alasan ini Allah menciptakan alam semesta dan Adam,


menjadikan mereka sebagai cermin-Nya. Namun inilah hal yang penting:
dalam cermin alam semesta Dia melihat citra-Nya dan dalam cermin
Adam Dia memandang diri-Nya dengan tepat sebagaimana melihat diri-
Nya sendiri. Disini apa yang dimaksud Adam adalah manusia. Apa yang
dimaksud dengan perkataan Dia menciptakan alam semesta dan Adan
dan menjadikan mereka cermin bagi Wujud-Nya adalah: Dia
memanifestasikan diri-Nya sendiri sebagai cermin…Dia tampilkan
Keindahan-Nya dalam cermin itu kepada Huwwiyah-Nya. Dengan
melakukan hal ini Dia menjadi Yang Melihat. Dari wajah yang lain, Dia
menjadi Kekasih dan Dia masuk ke dalam hasrat. Dia tampilkan lagi
keindahan-Nya kepada diri-Nya sendiri dan menyingkapkan diri-Nya:
disini yang melihat, yang dilihat dan penglihatan dan cermin adalah
sama.

***

Insan Kamil adalah cermin yang murni,bersih, sebuah cermin mutlak


dimana Allah yang merupakan Wajibul Wujud, melihat keindahan-Nya
tanpa syarat di dalamnya.

Cermin dari Insan Kamil bersesuaian dengan tajalli Allah. Tajalli yang
terjadi di cermin yang lain bersesuaian dengan imajinasi hamba,
kemampuannya untuk menerima dan bakatnya. Allah berkata benar dan
Dia menunjukkan jalan.
***

Dalam Fusus Al Hikam kami jelaskan:

56
“Allah di dalam kepercayaan seseorang adalah Uluhiyah yang tebentuk
sesuai dengan prasangka hamba, Inilah pensifatan yang telah hamba
sangkakan dari dalam dirinya sendiri dan yang dia sembah berkenaan
dengan keyakinannya ini, dan meletakkan Allah dalam kerangka
berpikirnya yang sempit. Karena itu dia mencela kepercayaan orang lain
yang tidak sesuai dengan kepercayaannya sendiri. Alasan ini adalah
bukan karena itu tidak sesuai dengan kehendak Allah, melainkan tidak
sesuai dengan prasangkanya. Andai ia toleran dia tidak akan bertindak
demikian…Hamba bertindak demikian karena dia menjadikan bagi
dirinya sendiri seorang Tuhan yang khusus baginya dan mencela
kepercayaan orang lain yang tidak setuju dengannya, sebab dia bodoh.
Andai dia paham perkataan Junaid Bagdadi:” Warna air sesuai dengan
warna wadahnya,” dia tidak akan membantah dengan orang lain. Dia
akan menjadi Arif yang menerima kepercayaan orang lain. Dia akan
melihat dan mengenali tajalli Allah dalam setiap citra.

Seseorang yang membayangkan seorang Tuhan khusus hanyalah


berdasarkan prasangka belaka.; dia bukan pemilik ilmu dan ma’rifat,
bukan seorang alim billah dan arif billah. Disebabkan hal inilah Allah
berkata:” Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku.” Maknanya adalah:
dalam cara apapun hamba-Ku memikirkan-Ku, Aku akan
menyesuaikannya.

Hal ini, entah ia bersifat Mutlak atau Relatif.

Tuhan bagi seseorang yang memelihara keyakinan berbeda adalah


terbatasi, terdefinisikan dan berbilang. Uluhiyah yang mengisi hati
seorang hamba adalah jenis ini; yang berarti sebuah wajah tajalli Allah;
dan tiada lain selain Uluhiyah. Bagaimanapun Uluhiyah yang Mutlak
memiliki Keagungan (Jalal) dan tiada apapun yang lain dapat ditemukan
selain Keagungan tersebut dan Dia tidaklah juga meliputi hati.
Bagaimana ada istilah Dia meliputi, sejak Dia adalah sama dengan
segalanya? Tidak ada Huwwiyah yang lain dan Dia bahkan sama dengan
57
hati. Bahkan tidak dijinkan mengatakan apakah Dia meliputi wujud-Nya
atau tidak. Berpikirlah dengan cara ini dan pahamilah!!”

***

Adalah perlu untuk membawakan contoh agar apa yang kami jelaskan di
atas dapat dengan mudah dipahami. Jika sang kekasih melihat kepada
100 ribu cermin yang diletakkan disekelilingnya, berapa banyak dari 100
ribu cermin itu sang kekasih dapat terlihat; namun dalam faktanya sang
kekasih hanya satu. Keseluruhannya sama, dalam cermin-cermin itu,
sesuai dengan bakat seseorang (cermin), dia akan terlihat dalam
sebagian sebagai yang ceria, dalam sebagian sebagai yang bersedih,
dalam sebagian sebagai yang lurus dalam sebagian sebagai yang
bengkok. Sebagai akibatnya jika manusia melihat wajah sang kekasihnya
dalam satu cermin dan menyangkal cermin yang lain, dia bukanlah
seorang yang kenal. Dia yang kenal memahami setiap cermin yang ada.
Dalam cermin apapun dia melihatnya, dia menegaskan dan bahkan
mungkin dia melihatnya tanpa cermin.

Berapa ratus ribu mata yang melihat bukti yang jelas ini
Sekali lagi. Dia sendiri yang menjadi keinginan Keindahan-Nya sendiri.

Tidak perlu lagi menjelaskan lebih jauh dari hal ini. Sang Arif semakin
lama dia memikirkan dan mengambil kesenangan dalam zauq/rasa,
dapat menemukan banyak contoh itu.

Mari kami berikan contoh yang lain. Jika seorang manusia tetap
dalam tempat yang gelap tanpa melihat cahaya matahari, dan suatu hari
jika sisi tempat tersebut dibuka dengan gelas dengan banyak warna dan
bentuk, dan ketika siang tiba, setiap gelas akan dikenai dengan cahaya
yang sama. Berdasarkan dimana cahaya mengenai gelas yang berbeda,
dia akan mengenai dinding ruangan dengan warna yang berbeda, dan
manusia itu akan berpendapat bahwa cahaya matahari adalah hijau,
58
merah dsb, dan dia akan tersesat dalam bidang kasar ilusi. Namun kaum
Arif tahu realitas/hakekat masalah sebenarnya dan memutuskan
dengan tepat. Dia tahu bahwa warna air adaah warna wadahnya dan dia
tahu apa yang menerangi segala sesuatu adalah cahaya Allah. Al Quran:
“ Allah adalah cahaya langit dan bumi.” Ini menjelaskan situasi
sebenarnya. Berdasarkan kaum Arif, apa yang terlihat di cermin pada dua
alam tersebut adalah satu wajah. Meskipun seperti ini, setiap kaum Arif
telah mencapai satu kesempurnaan. Sebagian dari mereka berkata,:”
Pada akhir segalanya tiada yang aku lihat dimana di dalamnya aku tidak
lihat Huwwiyah Allah.”

Kelompok lain berkata:” Tiada apapun dimana di dalamnya aku


tidak melihat Huwwiyah Allah.”
Kelompok lain berkata: “Aku melihat-Nya sebelum yang lain.”
Masih kelompok lain berkata: “Hanya Allah.”
Kelompok khusus berkata: “Hanya Allah melihat Allah.”

Dalam masalah melihat ini, 5 bentuk telah terjadi. Sang Arif, setelah
mengumpulkan seluruh 5 hal ini dalam dirinya, menemukan 5 hal lain
terjadi, penjelasan hal ini tidak cocok disini, dan untuk menyingkap hal
ini bahkan dilarang. Mereka yang ingin mengetahuinya, biarkan mereka
bergantung kepada lipatan jubah Insan Kamil dan bertanya kepadanya,
sebab:” Mereka yang tidak merasakan tidak dapat mengetahui”, inilah
syarat yang wajib. Sisanya tidak dapat dijelaskan melalui tulisan.

Maka demikianlah dan kedamaian bagi semuanya. Allah lah Penolong


sebenarnya,dengan pertolongan Allah ini terselesaikan.

59

Anda mungkin juga menyukai