Anda di halaman 1dari 14

I.

Definisi Gagal Ginjal Kronik dan Gagal Ginjal Akut

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (Smeltzer and Bare, 2001). CKD diperkenalkan oleh NKF-
K/ DOQI, dengan kriteria pasien seperti berikut:

- Kerusakan ginjal 3 bulan, dengan adanya abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan
atau tanpa penurunan GFR, yang dimanifestasikan oleh satu atau beberapa gejala
(abnormalitas komposisi darah atau urin, abnormalitas pemeriksaan pencitraan, abnormalitas
biopsi ginjal) (Warady and Chadha, 2007).
- GFR < 60 ml/menit 1.73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal
lainnya yang telah disebutkan sebelumnya diatas (Warady and Chadha, 2007).

Gagal ginjal akut (AKD) adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi
glomerulus yang umumnya berlangsung reversible, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresikan sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan kesimbangan cairan dan
elektrolit (Andreoli, 2009).

II. Batasan dan Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


a. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan

b. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal (Chonchol, 2005).

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
(Perazella, 2005). Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Klasifikasi, penatalaksanaan, dan komplikasi dari gagal ginjal


Stadiu
Penjelasan LFG(ml/min) Rencana tata laksana Komplikasi
m
Terapi penyakit dasar
Kerusakan ginjal kondisi morbid, evaluasi
1 dengan LFG >90 perburukan progesif fungsi -
normal ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular
Kerusakan ginjal
dengan
Menghambat perburukan Tekanan darah
2 penurunan 60-89
progesif fungsi ginjal mulai meningkat
dengan LFG
ringan
Hipersotemia,
Penurunan LFG Evaluasi dan terapi
3 30-59 hiperkalemia,
sedang komplikasi
anemia, HT
Malnutrisi,
asidosis
Penurunan LFG Persiapan untuk terapi
4 15-29 metabolik
berat pengganti ginjal
hiperkalemia,
hiperlipidemia
Gagal ginjal Persiapan terapi pengganti Gagal jantung
5 <15
tahap akhir ginjal (transplastasi) uremia

Perkembangan penyakit ginjal diklasifikasi dengan sistem pemeringkatan (stadium)


berdasarkan hasil GFR yang diperoleh. Terdapat lima stadium untuk mendefinisikan tingkat
keparahan gagal ginjal kronis:
a. Stadium 1 (GFR diatas 90 atau normal)
Stadium awal penyakit ginjal kronik mengalami kehilangan daya cadangan ginjal dimana
basal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih normal atau meningkat dan dengan perlahan
akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progesif ditandai dengan adanya peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum.
b. Stadium 2 (GFR 60-89)
GFR turun sedikit menjadi 60-89 ml/menit dan disertai kerusakan atau gangguan pada ginjal.
Penderita dengan laju GFR yang sama tanpa kerusakan ginjal tidak dianggap mengalami
GGK. Agar perkembangan kondisi ginjal dapat terus dipantau, pengidap GGK stadium satu
atau stadium dua direkomendasikan untuk menjalani tes GFR tahunan.
c. Stadium 3 (GFR 30-59)
Stadium ini terbagi menjadi dua bagian:
- Stadium 3a (GFR 45 59)
Terdapat penurunan fungsi ginjal yang ringan sehingga memerlukan pemeriksaan tiap
tahun.
- Stadium 3b (GFR 30 - 44)
Terdapat penurunan fungsi ginjal yang parah sehingga memerlukan pemeriksaan berkala
tiap enam bulan sekali. Stadium III ini disebut dengan insufiensi ginjal, pada tahap ini
lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR besarnya 25 % dari normal,
kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini kadar kreatinin
serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Pasien mengalami nokturia dan poliuria,
perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3:1 atau 4:1, bersihan
kreatinin 10-30 ml/menit. Poliuria akibat gagal 24 ginjal biasanya lebih besar pada
penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang
lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5 %-25 % .faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala-gejala kekurangan
darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu.
d. Stadium 4 (GFR 15-29)
Pada stadium ini, pengidap kemungkinan telah merasakan gejala-gejala GGK dan perlu
mengikuti pemeriksaan tiap enam bulan.
e. Stadium 5 (GFR dibawah 15)
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau uremia, timbul karena 90% dari massa
nefron telah hancur atau sekitar 200.000 nefron yang utuh, Nilai GFR nya 10% dari keadaan
normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang, uremia akan
meningkat dengan mencolok dan kemih isoosmosis. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi
oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun
proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh,
dengan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis (Smletzer and Bare, 2001 ;
Le Mone dan Burke, 2000).
III. Penyebab Gagal Ginjal Kronik

Mekanisme yang dapat menyebabkan CKD adalah glomerulosklerosis, parut


tubulointerstisial dan sklerosis vascular (Wilson, 1999).

- Glomerulosklerosis
Progresifitas menjadi CKD berhubungan dengan sklerosis progresif glomeruli yang
dipengaruhi oleh sel intraglomerular dan sel ekstraglomerular. Kerusakan sel intraglomerular
dapat terjafi pada sel glomerulus intrinsik dan ekstrinsik (trombosit, limfosit, monosit/
makrofag) (Wilson, 1999).
Sel endotel tersebut dapat mengakami kerusakan akibat gangguan hemodinamik, metabolik
dan imunologis yang berhubungan dengan reduksi fungsi antiinflamasi dan atikoagulasi
sehingga mengakibatkan aktivasi dan agregasi trombosit serta pembentukan mikrotrombus
pada kapiler glomelurus serta munculnya mikroinflamasi (Wilson, 1999).
- Parut tubulointerstiaial
Proses fibrosis tubulointerstisialis yang terjadi berupa inflamasi, proliferasi dan fibroblast
intestisial, dan deposisi matriks ektra selular berlebihan. Gangguan keseimbangan produksi
dan pemecahan matriks sektra seluler mengakibatkan fibrosis ireversibel (Wilson, 1999).
- Sklerosis vascular
Perubahan pada arteriol dan kerusakan kapiler peritubular mengeksesarbasi iskemi interstisial
dan fibrosis. Tunika adventisia pembuluh darah merupakan sumber miofibroblas yang
berperan dalam berkembangnya fibrosiss interstisial ginjal (Wilson, 1999).

IV. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi mengakibatkan diuresis osmotik disertai poliuria dan haus. Jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu (Long, 1996).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin tertimbun dalam darah, sehingga terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialysis (Smeltzer and Bare, 2001).

V. Manifestasi Klinik

Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal
ginjal kronik yaitu:

Gangguan pada sistem gastrointestinal:

- Anoreksia, nausea, dan vomitus b/d gangguan metaboslime protein dalam usus
- Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
- Cegukan (hiccup)
- Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik

Sistem hematologi:

- Anemia
- Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
- Gangguan fungsi leukosit

Sisitem Kardiovaskuler:

- Hipertensi, akibat penimbunan cairan dan garam


- Nyeri dada dan sesak nafas
- Gangguan irama jantung
- Edema akibat penimbunan cairan

Kulit:

- Kulit berwarna pucat akibat anemia


- Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik
- Ekimosis akibat gangguan hematologis
- Urea frost akibat kristalisasi urea 5. Bekas-bekas garukan karena gatal

Sistem saraf dan otot :

- Restles leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu digerakkan
- Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki
- Ensefalopati metabolik: Lemah, sulit tidur, konsentrasi turun, tremor, asteriksis, kejang
- Miopati: Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal

Sistem endokrin:

- Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki


- Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin
- Gangguan metabolisme lemak
- Gangguan metabolisme vitamin D

VI. Penatalaksanaan Medis

Menurut Mansjoer (2001), penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal
kronik yaitu :

- Tentukan dan tata laksana penyebabnya


- Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam. Pada beberapa pasien,
furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat)
diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan
- Diet tinggi kalori dan rendah protein. Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori
menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia
- Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan diuretik loop, selain obat
antihipertensi
- Kontrol ketidakseimbangan elektrolit. Hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60
mmol/hari) atau diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium
(misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid)
- Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal. Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat
yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (3001800 mg) atau kalsium karbonat
(5003000 mg) pada setiap makan
- Deteksi dini dan terapi infeksi.Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan
diterapi lebih ketat
- Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal. Banyak obat yang harus diturunkan dosisnya
karena metaboliknya toksis dan dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin, aminoglikosid,
analgesik opiat, amfoterisin
- Deteksi dan terapi komplikasi. Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia,
perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang
meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis
- Persiapkan dialisis dan program transplantasi. Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik
dideteksi
VII. Studi Kasus Dan Pengobatan

Inisial Pasien : Ny. S


Umur : 63 th
BB / TB : 65 kg /

Keluhan utama : nyeri perut Pasien mengeluh nyeri perut sejak 5 hari yg lalu. Nyeri terasa tumpul
di bagian bawah pusar, hilang-timbul, terasa kaku, tidak mereda dgn pemberian makanan. Nyeri
disertai mual & memuntahkan isi makanan setiap kali makan. BAK & BAB dbn (dlm batas
normal)

Diagnosis : nyeri abdominal + CKD stage 5

Rwyt pnykt : DM, HT


Profil Pengobatan

Mulai Nama Obat Rute Dosis Frekuensi Berhenti Indikasi obat Pemantauan Keterangan dan
pemberian kefarmasian alasan
Day 1 furosemid iv 40mg 1-0-0 Day 10 diuretik Ketidak- Sehingga
mampuan ginjal digunakan
menyesuaikan diuretic untuk
perubahan menurunkan
intake Na & tensinya dan
cairan akibat pe edema
kecepatan ClCr <
25 mL/mnt
menyebabkan
hipertensi,
kongesti paru &
edema

Day 11 furosemid iv 20mg 1-0-0 Day 14 diuretik idem idem


Day 1 metoclopramid iv 10mg 3x1 k/p Day 9 emetik Anti mual
Day 1 ranitidin iv 50mg 2x1 Day 14 Anti gastri Mengurangi
sekresi asam
lambung
Day 1 ceftriaxon iv 1g 2x1 Day 14 antibiotik Meminimalkan
resiko infeksi
karena leukosit
pasien tinggi
Day 7 ketorolac iv 10mg 2x1 k/p Day 14 Anti nyeri Mengurangi rasa
nyeri pasien
sehingga
membuat
nyaman pasien
dan pasien tidak
gelisah
Day 1 Spironolacton po 25mg 0-1-0 Day 14 Untuk tensi
Day 1 captopril po 12,5mg 3x1 Day 13 Untuk tensi Menurunkan Menurunkan
tensi dengan tensi, karena
jalan antihipertensi dpt
menghambat memperbaiki
enzim ACE kemampuan
bertahan jangka
panjang dgn
meminimalkan
kerusakan
vaskular ginjal
Day 1 insulatard sc 10IU 0-0-1 Day 14 DM Kelainan Untuk
metabolisme menurunkan
karbohidrat glukosa setelah
Trjd pe kadar 2jam PP, serta
gula post- menurunkan
prandial akibat tensi darah
resistensi perifer dengan cara
thdp insulin di uptake K ke sel
sirkulasi dan otot shg K di
(merangsang darah turun
uptake K oleh
sel otot &
hepar), cation
exchange ressin

Day 7 actrapid sc 4IU 1-1-1 Day 14 DM Trjd pe kadar Untuk


gula post- menurunkan
prandial akibat glukosa setelah
resistensi perifer 2jam PP, serta
thdp insulin di menurunkan
sirkulasi dan tensi darah
(merangsang dengan cara
uptake K oleh uptake K ke sel
sel otot & otot shg K di
hepar), cation darah turun
exchange ressin

Day 10 Ca-gluconas iv insidentil Day 13 Ca and K Pemberian Untuk


balance CaCl2, Na-bic, menyeimbangkan
glukosa + insulin hiperkalium dan
(merangsang hipocalsium
uptake K oleh
sel otot &
hepar), cation
exchange ressin

Day 12 Dextrose 40% iv insidentil Day 13 Increase glucose Untuk Untuk


menambah menambah kadar
glukosa dalam glucose dalam
darah karena darah saat kadar
pemakaian dalam darah
insulin yang turun drastic atau
terlelu drop
berlebihan akan
menyebabkan
glukosa dalam
darah turun
berlebihan dan
dapat
menyebabkan
bahaya ke pasien
hipoglikemi
Day 12 actrapid sc 10IU insidentil Day 13 DM Trjd pe kadar
gula post-
prandial akibat
resistensi perifer
thdp insulin di
sirkulasi dan
(merangsang
uptake K oleh
sel otot &
hepar), cation
exchange ressin

Day 13 diltiazem po 30mg 2x1 Day Untuk tensi vasodilatasi Menurunkan


arteri dan tensi, karena
arteriol koroner antihipertensi dpt
serta perifer memperbaiki
kemampuan
bertahan jangka
panjang dgn
meminimalkan
kerusakan
vaskular ginjal
DAFTAR PUSTAKA

Andreoli SP. Acute kidney Injury in children. Pediatr Nephrol (2009) 24:253-263

Chonchol, M., Spiegel, D.M., 2005.The Patient with Chronic Kidney Disease. In: Schrier, R.W.,
6th ed. Manual of Nephrology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 177-186.

Lemone, P; & Burke, K.M. (2000). Medical Surgical Nursing: critical thinking in client care.
Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Mansjoer, A, dkk.(2001). Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Suhardjono, dkk., 2001. Gagal Ginjal Kronik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi
Ketiga. FK UI, Jakarta.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2001). Brunner And Suddarths Texbook Of Medical Surgical
Nursing. Lippincott; Philadelphia.

Warady BA, Chadha V. Chronic kidney disease in children: the global


perspective. Pediatr Nephrol 2007;22:19992009.
Gang.
Pertukaran ion
Kelebihan Intoleransi
volume cairan elektrolit

Anda mungkin juga menyukai