Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Wolfson sebagaimana dikutip Suparmoko, kebijakan
fiskal (fiscal policy) merupakan tindakan-tindakan pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan umum melalui kebijakan
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, mobilisasi sumberdaya,
dan penentuan harga barang dan jasa dari perusahaan.
Sedangkan Samuelson dan Nordhaus menyatakan bahwa
kebijakan fiskal adalah proses pembentukan perpajakan dan
pengeluaran masyarakat dalam upaya menekan fluktuasi siklus
bisnis, dan ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi,
penggunaan tenaga kerja yang tinggi, bebas dari laju inflasi yang
tinggi dan berubah-ubah.
Dari dua definisi di atas dapat ditarik benang merah, bahwa
kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah terhadap
penerimaan dan pengeluaran negara untuk mencapai tujuan-
tujuannya. Penarikan kesimpulan ini bertujuan agar definisi
kebijakan fiskal mengandung makna umum, artinya ia merupakan
suatu gambaran yang bisa terjadi dalam berbagai sistem ekonomi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian kebijakan fiskal?
2. Apa prinsip-prinsip kebijkan fiskal dalam ekonomi islam?
3. Apa instrumen Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam?
4. Apa saja prinsip-prinsip kebijkan fiskal dalam ekonomi
konvensional?
5. Apa saja instrumen Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi
konvensional?
6. Bagaimana perbandingan antara kebijakan fiskal islam dengan
konvensional?
C. Tujuan
1. Untuk menetahui Pengertian kebijakan fiskal.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip kebijkan fiskal dalam
ekonomi islam
3. Untuk mengetahui instrumen kebijakan fiskal dalam ekonomi
islam.

1
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip kebijkan fiskal dalam
ekonomi konvensional
5. Untuk mengetahui instrumen Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi
konvensional
6. Untuk mengetahui perbandingan antara fiskal islam dengan
konvensional

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian kebijakan fiskal


Pengertian kebijakan fiskal adalah penerimaan dan
pengeluaran negara, maka kebijakan fiskal dalam konteks Sistem
Ekonomi Kapitalis sangat erat kaitannya dengan target keuangan
negara yang ingin dicapai. Dengan kata lain, target Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ingin dicapai oleh
pemerintah.
Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat baru muncul pada tahun 1930-an. Sebelum tahun
tersebut, pemerintah negara-negara Kapitalis, hanya menjadikan
pajak sebagai sumber pembiayaan negara sedangkan pengeluaran
pemerintah hanya dijadikan sebagai alat untuk membiayai kegiatan-
kegiatan pemerintah tanpa melihat dampaknya terhadap
perekonomian nasional baik secara mikro maupun makro.
Sejak terjadinya depresi ekonomi yang melanda dunia pada
tahun 1930, negara-negara Kapitalis menghadapi permasalahan
yang besar dengan turunnya pendapatan pemerintah, perekonomian
yang lesu, pengangguran yang meluas, dan inflasi. Kebijakan
moneter yang selama ini digunakan pemerintah untuk menstabilkan
ekonomi tidak dapat mengatasi depresi ekonomi. Sampai akhirnya
John M. Keynes pada tahun 1936 menerbitkan bukunya yang
terkenal The General Theory of Employment Interest and Money.
Buku Keynes ini merupakan peletak dasar diberlakukannya kebijakan
fiskal oleh negara yang pada saat itu digunakan untuk mengatasi

2
depresi ekonomi terutama di Amerika Serikat. Jadi kebijakan fiskal
dalam perekonomian Kapitalis baru muncul sejak abad 20.
B. Perinsip-perinsip Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam
Perinsip Islam tentang kebijakan fiscal dan anggaran belanja
bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang
didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan
menempatkan nilai-nilaimaterial dan speritual pada tingkat yang
sama. Kebijakan fiskal di anggap sebagai alat untuk mengatur dan
mengawasi perilaku manusia yang di pengaruhi melalui isentif yang
disediakan dengan meningkatkan pemasukan pemerintah (melalui
pekerjaan pinjaman atau jaminan terhadap pengeluaran
pemerintah).
Dalam masalah pengeluaran, Al-Quran menyatakan dan
mereka bertanya padamu apa yang mereka infakkan, katakanlah
kelebihan (dari apa yang diperlukan) (QS Al-Baqarah ;219)
Anggaran yang berlaku di masa ini adalah konsep anggaran
berimbang dalam pengertian pengeluaran dan penerimaan negara
adalah sama. Karna itu, pada massa awal pemerintahan islam jarang
terjadi defisitanggaran,karna pemerintahmelakukan kebijakan
pengeluaran berdasarkan pemasukan.
Dalam ekonomi konvensional,kebijakan fiskal dapat diartikan
sebagai langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan
dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan. Tujuannya untuk
mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi Negara.
Kebijakan fiskal meliputi pajak dan pembelanjaan (government
expenditure). Berdasarkan dalam konsep ekonomi islam, kebijakan
fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang di
dasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan
nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Kebijakn
fiskal menurut ekonomi islam diharapkan melaksanakan fungsi
alokasi,distribusi dan stabilisasi dalam suatu Negara yang mempuyai
ciri khas tertentu dari nilai organisasi, dimensi etik, dan social dalam
pendapatan, dan pengeluaran Negara islam. Adapun kebijakan fiskal
dalam sistem ekonomi islam adalah.

3
1. Pengeluaran Negara dilakukan berdasarkan pendapatan sehingga
jarang terjadi defesit anggaran negara.
2. Sistem pajak propesional, pajak dalam ekonomi islam dibedakan
berdasarkan tingkat priduktivitas. Minsalnya kharaj, besarnya pajak
ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah, sistem irigasi,
maupun jenis tanaman.
3. Penghitungan zakat berdasarkan hasil keuntungan bukan pada
jumlah barang. Misalnya, zakat perdagangan, yang dikeluarkan
zakatnya adalah hasil keuntungan, sehingga tidak ada pembebanan
terhadap biaya produksi.
C. Instrumen kebijakan fiskal dalam ekonomi islam
Jika melihat praktek kebijakan fiskal yang pernah diterapakn
oleh Rasulullahn dan Khulafaurrasyidin, maka kebijakan fiskal dalam
ekonomi Islam dapat dibagi dalam 3 hal, yaitu:
a. Kebijakan pemasukan dari kaum Muslimin, yaitu:
1) Zakat, yaitu salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi
sumber utama pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam pada
periode klasik.
2) Ushr, yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang
dimana pembayarannya hanya sekali dalam satu tahun dan hanya
berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Yang
menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan
semua bea impor dengan tujuan agar perdagangan lancar dan arus
ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga perekonomian
di negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan
bahwa barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di
wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi tukar menukar barang.
3) Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat
Islam yang disebabkan karena Allah SWT dan pendapatannya akan
didepositokan di baitul maal.
4) Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang
meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang
muslim yang meninggalkan negerinya.

4
5) Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang
dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya dalam rangka
menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah
terjadi pada masa perang tabuk.
6) Khumus adalah harta karun/temuan. Khumus sudah berlaku
pada periode sebelum Islam.
7) Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang
muslim pada acara keagamaan seperti berburu di musim haji.
Kafarat juga biasa terjadi pada orang-orang muslim yang tidak
sanggup melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang
hamil dan tidak memungkin jika melaksanakan puasa maka dikenai
kafarat sebagai penggantinya (Sirojuddin, 2013: 1).
b. Kebijakan pemasukan dari kaum non muslim, yaitu:
1) Jizyah (tribute capitis/ pajak kekayaan) adalah pajak yang
dibayarkan oleh orang non muslim khususnya ahli kitab sebagai
jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai
dan tidak wajib militer.
2) Kharaj (tribute soil/pajak, upeti atas tanah) adalah pajak
tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim ketika khaibar
ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang muslim dan pemilik
lamanya menawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai
pengganti sewa tanah dan bersedia memberikan sebagian hasil
produksi kepada negara. Prosedur yang sama juga diterapkan di
daerah lain. Kharaj ini menjadi sumber pendapatan yang penting.
3) Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua
pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku
terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham (Sirojuddin,
2013: 1).
c. Kebijakan Pengeluaran
Kebijakan Pengeluaran pendapatan negara didistrubusikan
langsung kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Di antara
golongan yang berhak menerima pendapatan (distribusi pendapatan)

5
adalah berdasarkan atas kreteria langsung dari Allah S.W.T yang
tergambar di dalam al-Quran QS. At-Taubah Ayat 90:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang
dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60)
Orang-orang yang berhak menerima harta zakat ini terkenal
dengan sebutan delapan ashnaf. Delapan asnab ini langsung mendapat
rekomendasi dari Allah S.W.T sehingga tidak ada yang bisa
membatahnya. Ini artinya kreteria dalam al-Qur;an terhadap orang-
orang yang berhak mendapatkan atas kekayaan negara lebih rinci
dibandingkan dengan kreteria yang tetapkan oleh pemerintah kita yang
secara umum di-inklud-kan kepada orang-orang miskin saja (Sirojuddin,
2013: 1).

D. Perinsip-perinsip kebijakan fiskal dalam ekonomi konvensional

Menurut Joseph L. Bast, Steve Stanek, dan Richard Vedder, Ph.D, ada sepuluh prinsip
yang harus ditaati dalam penyusunan kebijakan fiskal, yaitu:
1. Menjaga tarif pajak yang rendah
Sejarah membuktikan bahwa tarif pajak yang tinggi akan menghambat pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan. Suatu paradox yang terjadi di Indonesia adalah dari tahun
ke tahun pajak semakin menjadi andalan pendapatan utama Negara dalam APBN.
Namun hal itu dapat dimaklumi sepanjang peningkatan diperoleh dari bertambahnya
jumlah Wajib Pajak yang mampu dan bukan dari peningkatan tarif pajaknya atau
jumlah item barang yang kena pajak.
2. Jangan memotong pendapatan atas investasi
Para investor datang untuk meningkatkan penghasilan atas investasi yang
ditanamkannya, sehingga jika dipotong pajak akan menurunkan minat investasi dan
menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini telah dilakukan dengan tidak mengenakan
pajak atas dividen dari pembagian laba perusahaan. Namun untuk laba perusahaan

6
yang memperoleh dana investasi tersebut tidak perlu mendapatkan perlakuan khusus
(lihat prinsip No. 6).

3. Hindari dosa pajak


Penerapan pajak yang tidak fair dan bersifat regresif. Contohnya pengenaan PPN atas
barang dan jasa yang cenderung berganda. Hal ini sering dimanfaatkan oleh
perusahaan untuk mendapatkan restitusi pajak fiktif dan membebani masyarakat
sebagai pembeli akhir. Keadilan pajak seharusnya dapat mencontoh pada mekanisme
pemungutan zakat, misalnya zakat harta dikenakan sebesar 2,5% atas harta minimal
(nisab) yang setara dengan suatu hitungan emas tertentu (96 gram emas) dalam satu
tahun. Dimana jumlah prosentase zakat tetap, namun orang yang lebih kaya akan
membayar lebih banyak sesuai jumlah harta yang dimiliki.
4. Menciptakan mekanisme penyusunan anggaran yang transparan dan akuntabel
Hal ini dapat dilakukan dengan memusatkan perhatian dan sumber daya untuk
menyediakan pelayanan yang menjadi fungsi utama (the core functions) pemerintah.
Suatu paradigma baru bahwa sejak penyusunan anggaran harus transparan dan
menunjukkan tingkat kinerja yang hendak dicapai dari fungsi utama pelayanan publik,
dimana hal ini harus didukung dengan mekanisme pelaporan dan evaluasi atas
pencapaian kinerja yang terukur sesuai dengan perencanaannya.
5. Melakukan privatisasi atas Pelayanan Publik
Tujuan privatisasi bukan sekadar untuk memperoleh tambahan pendapatan negara,
namun merupakan suatu cara yang tepat untuk mengurangi belanja pemerintah
sekaligus untuk meningkatkan mutu pelayanan publik tersebut. Dengan prinsip
tersebut maka prioritas privatisasi adalah kepada perusahaan negara/daerah tidak
efisien yang membebani keuangan negara (merugi), dan bukan kepada perusahaan
yang menguntungkan.
6. Hindari pembayaran subsidi kepada korporasi
Pemberian subsidi kepada korporasi atau pengurangan pajak secara selektif dapat
menimbulkan pertanyaan secara politik dan membawa dampak buruk bagi
perekonomian. Indonesia masih menerapkan susbsidi kepada korporasi misalnya
subsidi BBM kepada Pertamina, subsidi pupuk kepada PT Pusri, dan subsidi listrik
kepada PLN. Pemberian subsidi korporasi berdampak pada terciptanya disparitas
harga, kesulitan mengukur kinerja korporasi yang disubsidi, rumitnya mekanisme

7
pencatatan akuntansi pada sisi keuangan pemerintah dan sisi korporasi, serta kesulitan
dalam pemeriksaan atas jumlah subsidi yang harus dibayarkan.
7. Membatasi pajak dan belanja pemerintah
Pembatasan atas pajak dan pengeluaran pemerintah akan melindungi pemerintah dari
tekanan publik untuk membelanjakan surplus pendapatan pajak pada saat kondisi
ekonomi baik sebagai cadangan jika terjadi kesulitan ekonomi (krisis). Prinsip ini
menghendaki pada saat surplus anggaran, pemerintah dapat melakukan penghematan
dan menabung sebagai cadangan agar dapat digunakan pada saat terjadi kesulitan
ekonomi.
8. Membiayai siswa dan bukan memberikan dana kepada sekolah
Berdasarkan pengalaman pemberian dana langsung ke sekolah seperti block grant, dan
BOS akan sulit diukur pencapaian tingkat kinerjanya, dibandingkan dengan cara
sekolah menetapkan jumlah biaya pendidikan yang dibutuhkan oleh setiap siswa
sesuai pencapaian akademis yang diinginkan dan pemerintah harus membiayai siswa
yang tidak mampu. Misalnya dengan mekanisme pemberian beasiswa yang diberikan
oleh institusi atau yayasan, seperti Supersemar, Ausaid, USaid dll.
9. Reformasi mekanisme pemberian bantuan kesehatan
Pengeluaran untuk bantuan kesehatan biasanya menjadi tidak terkendali atau terjadi
penurunan mutu pelayanan yang diterima pasien dengan bantuan kesehatan.
Hal ini seperti yang terjadi pada program jaminan kesehatan masyarakat miskin
dengan PT Askes (Askeskin) yang membengkak karena kurangnya pengendalian atas
tagihan vendor kepada PT Askes dan pelayanan yang diberikan Rumah Sakit kepada
pasien Askeskin mutunya sangat buruk.
10. Melindungi pegawai pemerintah (PNS) dari politik
Pemerintah harus mewaspadai penggunaan dana untuk keperluan politik dari
pembayaran yang dilakukan oleh pegawai pemerintah. PNS dalam jumlah yang besar
merupakan vote getter yang diperebutkan oleh partai dan kandidat, sehingga akan
mempengaruhi independensi dan tidak menutup kemungkinan penggunaan fasilitas
dan dana pemerintah untuk kepentingan kelompok tertentu, sehingga layak
dipertimbangkan bahwa PNS juga tidak perlu menggunakan hak pilihnya dalam
Pemilu seperti halnya anggota TNI dan POLRI. Selain itu berapa biaya Pemilu yang
dapat dihemat dari berkurangnya mata pilih dari PNS tersebut.
E. Instrumen Kebijakan Fiskal dalam ekonomi konvensional

8
1. Pembiayaan fungsional
Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akbiat-akibat tidak langsung
terhadap pendapatan nasional.
Pajak dipakai untuk mengatur pengeluaran swasta, bukan untuk meningkatkan
penerimaan pemerintah.
Sedang pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan
dana yang ada di masyarakat.
2. Pengeluaran Anggaran
Pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman dipergunakan secara terpadu
untuk mencapai kestabilan ekonomi.
Dalam jangka panjang diusahakan adanya anggaran belanja seimbang. Namun pada
masa depresi digunakan anggaran defisit, sedang dalam masa inflasi digunakan
anggaran belanja surplus.

F. Perbandingan antara kebijakan fiskal islam dengan konvensional


Anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan dan pengeluaran.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk
membelanjakan pendapatannya dalam merealisasikan tujuan-tujuan
ekonomi. Adapun dalam Islam kebijakan fiskal dan anggaran ini
bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan
atas distribusi kekayaan berimbang dengan nilai-nilai material dan
spiritual pada tingkat yang sama

Perbedaan

1. Politik ekonomi kebijakan fiskal konvensional

Seperti yang diterapkan di Indonesia menempatkan


pertumbuhan ekonomi sebagai asas atau sasaran yang harus
dicapai perekonomian nasional. Dalam pembahasan RAPBN hingga
menjadi APBN antara pemerintah dan DPR, termasuk pandangan
para pengamat ekonomi, salah satu isu sentralnya adalah
pertumbuhan ekonomi. Adapun argumentasi pemerintah, DPR, dan
pengamat ekonomi yang menempatkan pertumbuhan ekonomi

9
sebagai sasaran utama kebijakan fiskal (dalam kerangka lebih luas
kebijakan makro ekonomi), yaitu untuk menuntaskan berbagai
permasalahan krusial ekonomi seperti kemiskinan dan
pengangguran bahwa untuk mengurangi kemiskinan dan
pengangguran diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Betapa urgennya masalah pertumbuhan ekonomi dalam


paradigma ekonomi konvensional diungkapkan oleh Thurow.
Sebagaimana dikutip Umar Capra, Thurow menyatakan Jika negara
memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, maka ia akan memiliki
lapangan kerja yang lebih banyak dan pendapatan yang lebih tinggi
bagi siapa saja, dan ia tidak perlu risau mengenai distribusi
lapangan kerja atau pendapatan. Dalam keadaan apa pun,
distribusi sumber-sumber daya ekonomi secara otomatis akan
menjadi lebih merata seiring dengan proses pertumbuhan ekonomi.

Agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercapai maka


kebijakan-kebijakan makro ekonomi dan fiskal diarahkan untuk
menggenjot tingkat produksi nasional melalui peningkatan investasi,
konsumsi masyarakat, dan ekspor. Lantas bagaimanakah caranya
agar hal tersebut dapat dicapai? Logikanya, untuk meningkatkan
ekspor, kapasitas terpasang industri dalam negeri harus
ditingkatkan, tapi hal ini sangat tergantung pada daya saing dan
permintaan pasar dunia terhadap komoditas-komoditas yang
diproduksi di Indonesia. Begitu pula untuk meningkatkan konsumsi
masyarakat, tingkat pendapatan masyarakat harus didorong, antara
lain melalui penyerapan tenaga kerja baru dan pengangguran.
Artinya untuk menyerap tenaga kerja sebanyak mungkin, investasi
dan kapasitas terpasang industri di Indonesia harus ditingkatkan.
Sebaliknya agar investasi meningkat, pasar dalam negeri harus
memilki daya tarik bagi para investor, antara lain berupa tingginya
pemintaan (konsumsi) masyarakat. Jadi dalam logika ini, kunci
peningkatan output Indonesia (baik PDB dan PNB) adalah

10
peningkatan investasi, dengan kata lain tingkat investasi yang tinggi
merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

2. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam

Menurut an-Nabhani, realitas menunjukkan kebutuhan-


kebutuhan manusia yang harus dipenuhi adalah kebutuhan setiap
individunya bukan kebutuhan manusia secara kolektif (seperti
kebutuhan bangsa Indonesia). Kunci permasalahan ekonomi terletak
pada distribusi kekayaan kepada setiap warga negara.

Berpijak pada pemikiran ini, sasaran pemecahan


permasalahan ekonomi seperti kemiskinan adalah kemiskinan yang
menimpa individu bukan kemiskinan yang menimpa negara atau
bangsa. Dengan terpecahkannya permasalahan kemiskinan yang
menimpa indvidu dan terdistribusikannya kekayaan nasional secara
adil dan merata, maka hal itu akan mendorong mobilitas kerja warga
negara sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan kekayaan
nasional. Ketika kunci permasalahan ekonomi terletak pada
distribusi kekayaan yang adil, maka yang harus dijelaskan adalah
bagaimanakah metode untuk menciptakan distribusi kekayaan yang
adil melalui kebijakan fiskal, sebagaimana yang dikatakan Allah
dalam Qs. al-Hasyr [59]: 7 yang artinya Supaya harta itu jangan
hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.

Dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah salah satu mekanisme


untuk menciptakan distribusi ekonomi yang adil. Karenanya
kebijakan fiskal tidak akan berfungsi dengan baik bila tidak didukung
oleh mekanisme-mekanisme lainnya yang diatur melalui syariat
Islam, seperti mekanisme kepemilikan, mekanisme pemanfaatan
dan pengembangan kepemilikan, dan mekanisme kebijakan ekonomi
negara.Dengan kata lain, syariat Islam harus diterapkan secara
menyeluruh (kaffah) tanpa dipilah-pilah (parsial) agar syariah
mechanism dapat dengan sempurna mengatur distribusi ekonomi
yang adil. Adapun peranan kebijakan fiskal sebagai salah satu
bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian merupakan
11
konsekuensi logis dari kewajiban syariat sebagai jawaban atas salah
satu realitas yang menunjukkan bahwa tidak semua warga negara
memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
dalam ekonomi konvensional dikenal sebagai masalah eksternalitas
dan kegagalan pasar (market failure).

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, politik ekonomi yang


mendasari kebijakan fiskal Islam adalah menjamin pemenuhan
kebutuhan pokok setiap individu secara menyeluruh dan mendorong
mereka memenuhi berbagai kebutuhan sekunder dan tersiernya
sesuai dengan kadar kemampuannya. Menurut al-Maliki kebutuhan
pokok yang disyariatkan oleh Islam terbagi dua. Pertama,
kebutuhan-kebutuhan primer bagi setiap individu secara
menyeluruh. Kebutuhan ini meliputi pangan (makanan), sandang
(pakaian) dan papan (tempat tinggal).*37) Kedua, kebutuhan-
kebutuhan pokok bagi rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan-
kebutuhan katagori ini adalah keamanan, kesehatan dan pendidikan
dengan kata lain islam lebih mengedepankan tentang maqosid
syariah

Persamaan
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam berbeda dari ekonomi
konvensional, namun ada kesamaan yaitu dari segi sama-sama
menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua
aktivitas ekonomi bagi semua manusia adalah untuk
memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia, dan kebijakan
publik adalah suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada sistem konvensional, konsep kesejahteraan hidup adalah untuk
mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini.
Namun dalam Islam, konsep kesejahteraannya sangat luas, meliputi
kehidupan di dunia dan di akhirat serta peningkatan spiritual lebih
ditekankan daripada pemilikan material.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk
a. pengalokasian sumber daya secara efisien;
b. pencapaian stabilitas ekonomi;
c. mendorong pertumbuhan ekonomi; dan
12
d. pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai.

Sebagaimana ditunjukkan oleh Faridi dan Salama (dua ekonom


muslim) bahwa tujuan ini tetap sah diterapkan dalam sistem
ekonomi Islam walaupun penafsiran mereka akan menjadi berbeda.
Jadi Kebijakan fiskal merupakan salah satu dari piranti kebijakan
ekonomi makro. Munculnya pemikiran tentang kebijakan fiskal
dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran terhadap pengaruh
pengeluaran dan penerimaan pemerintah sehingga menimbulkan
gagasan untuk dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan
penerimaan pemerintah guna memperbaiki kestabilan ekonomi.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pengertian kebijakan fiskal adalah penerimaan dan
pengeluaran negara, maka kebijakan fiskal dalam konteks Sistem
Ekonomi Kapitalis sangat erat kaitannya dengan target keuangan
negara yang ingin dicapai. Dengan kata lain, target Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ingin dicapai oleh
pemerintah.
Secara umum fungsi kebijakan fiskal adalah fungsi alokasi,
distribusi dan stabilisasi perekonomian. Dalam hal alokasi, maka
digunakan untuk apa sajakah sumber-sumber keuangan negara,
sedangkan distribusi menyangkut bagaimana kebijakan negara
mengelola pengeluarannya untuk menciptakan mekanisme distribusi
ekonomi yang adil di masyarakat, dan stabilisasi adalah bagaimana
negara menciptakan perekonomian yang stabil.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Rozalinda, M.Ag., Ekonomi Islam, PT RAJAGRAPINDO PERSADA, 2014,


Jakarta

http://tipsmotivasihidup.blogspot.com/2013/02/instrumen-dan-analisis-
kebijakan-fiskal.html

http://salmantotal.staff.fkip.uns.ac.id/2010/07/21/kebijakan-fiskal-dalam-
perspektif-islam/

http://fileperbankansyariah.blogspot.com/2011/03/kebijakan-fiskal-dalam-
perekonomian.html

14

Anda mungkin juga menyukai