Anda di halaman 1dari 6

KEBIJAKAN FISKAL DALAM KERANGKA EKONOMI ISLAM DI

INDONESIA
Terdapat banyak perbedaan antara situasi zaman Rasulullah SAW dan zaman sekarang.
Kebijakan fiskal zaman Rasul dan sahabat adalah income oriented, maknanya pendapatan
menjadi fokus perhatian dalam pengelolaan belanja Negara, selanjutnya dari pendapatan yang
diperoleh itu kemudian dialokasikan pada belanja yang sesuai dengan kebijakan alokasi
anggaran yang ditetapkan. Berbeda dengan kebijakan fiskal pada masa kekinian yang growth
oriented, yakni dengan menetapkan target-target pertumbuhan ekonomi yang diinginkan,
sehingga berdampak pada suatu keadaan ketika pendapatan tidak mencukupi untuk
expenditure/anggaran belanja, maka terjadi defisit anggaran sehingga solusinya antara lain
berutang.
Sumber utama pendapatan Negara menurut Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
No. Nama Jenis Subjek Objek Tarif Tujuan
Pendapatan Pendapata Penggunaan
n
1 Ghanimah Tidak Non- Harta Tertentu 5 kelompok
(khums) resmi Muslim
2 Zakat Tidak Muslim Harta Tertentu 8 kelompok
resmi
3 ‘Usyr- Tidak Muslim Hasil Tetap 8 kelompok
Shadaqah resmi Pertanian/dagang
4 Jizyah Resmi Non- Jiwa Tidak Umum
Muslim tetap
5 Kharaj Resmi Non- Sewa tanah Tidak Umum
Muslim tetap
6 ‘Usyur – Resmi Non- Barang dagang Tidak Umum
Bea Cukai Muslim tetap
7 Waqaf Tidak Muslim Harta Tidak Umum
resmi tetap
8 Dharibah Resmi Muslim Harta Tidak Umum
tetap
1

Beberapa catatan penting dalam sejarah kebijakan fiskal pada awal pemerintahan Islam
sebagai berikut :
a) Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja.
Rasulullah SAW sebagai pemimpin telah menerapkan langkah-langkah yang
mengarah pada pembangunan masyarakat. Persaudaraan sesama muslim (ukhuwwah
Islamiyah) antara golongan Muhajirin dan Ansar dijadikan kunci untuk meningkatkan
pendapatan nasional. Hal ini berdampak positif terhadap tersedianya lapangan kerja,
terutama bagi kaum Muhajirin. Dalam penerapannya, menggunakan akad muzara’ah,
musaqah, dan mudarabah. Hal ini berimplikasi pada terjadinya distribusi pendapatan
yang berdampak pada peningkatan permintaan total di Madinah.

1
Azharsyah Ibrahim dkk, Pengantar Ekonomi Islam (Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah-
Bank Indonesia, 2021), hlm. 583.
b) Kebijakan pajak
Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulullah SAW seperti kharaj, jizyah,
khums, dan zakat menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan mengurangi tingkat
inflasi. Khususnya khums, mendorong stabilitas pendapatan dan produksi total pada
saat terjadi stagnasi dan penurunan permintaan dan penawaran agregat.
c) Anggaran
Dalam menyusun anggaran, selalu mengutamakan untuk pembelanjaan yang
mengarah pada kepentingan umum, seperti pembangunan infrastruktur. Saat zaman
Rasulullah SAW, pengaturan APBN dilakukan secara cermat, efektif, dan efisien,
sehingga menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering terjadi
peperangan.
d) Kebijakan Fiskal Khusus
Dalam menerapkannya Rasulullah SAW melakukannya berlandaskan pada
persaudaraan. Instrumen kebijakan yang diterapkan, yaitu : Pertama, memberikan
bantuan secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin yang
kekurangan. Kedua, meminjam peralatan dari kaum non-muslim secara cuma-cuma
dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan. Ketiga,
meminjam uang tertentu dan diberikan kepada mualaf. Keempat, menerapkan
kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja dan
produksi kaum muslimin.

Karakteristik kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi Islam adalah :


a. Pengeluaran negara dilakukan berdasarkan pendapatan, sehingga jarang terjadi defisit
anggaran.
b. Sistem pajak proporsional, pajak dalam ekonomi Islam dibebankan berdasarkan
tingkat produktivitas. Misalnya kharaj, besarnya pajak ditentukan berdasarkan tingkat
kesuburan tanah, metode irigrasi maupun jenist tanaman.
c. Penghitungan zakat berdasarkan hasil keuntungan bukan pada jumlah barang.
Misalnya zakat perdagangan, yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil keuntungan,
sehingga tidak ada pembebanan terhadap biaya produksi.2
Menurut Munawar Iqbal dan M. Fahmi Khan dalam bukunya “A Survey of Issues and a
Programme for Research in Monetary an Fiscal Economics of Islam”, beberapa hal penting
dalam ekonomi Islam yang memiliki keterlibatan bagi penentuan kebijakan fiskal adalah :
(Majid, 2003: 203)
1. Mengabaikan keadaan ekonomi dalam ekonomi Islam, pemerintah Islam harus
menjamin bahwa zakat dikumpulkan dari orang-orang muslim yang memiliki harta
berlebih.
2. Tingkat bunga tidak berperan dalam sistem ekonomi Islam, perubahan ini tidak hanya
terjadi pada kebijakan moneter saja, tetapi juga pada kebijakan fiskal. Ketika bunga
mencapai tingkat keseimbangan dalam pasar uang, maka tidak akan dapat dijalankan,
beberapa alternatif harus ditemukan. Salah satunya adalah menetapkan
pengambilan jumlah dari uang idle.

2
Ibid., hlm. 584-585
3. Ketika semua pinjaman dalam Islam adalah bebas bunga, pengeluaran pemerintah
akan dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari bagi hasil.
4. Ekonomi Islam merupakan salah satu upaya untuk membantu atau mendukung
ekonomi masyarakat muslim yang terbelakang dan menyebarkan pesan-pesan ajaran
Islam. Jadi, pengeluaran pemerintah digunakan untuk kegiatan-kegiatan peningkatan
pemahaman terhadap Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat muslim yang
masih terbelakang.
5. Negara Islam merupakan negara yang sejahtera, kesejahteraan meliputi aspek material
dan aspek spiritual dengan lebih besar menekankan pada sisi spiritual. Negara Islam
bertanggung jawab untuk melindungi agama warga negara, kehidupan, keturunan, dan
harta milik.
6. Pada saat perang, Islam berharap umatnya tidak hanya memberikan kehidupannya,
tetapi juga pada harta bendanya untuk menjaga agama.
7. Hal perpajakan dalam negara Islam tidak terbatas, kebanyakan orang mengatakan
bahwa kebijakan perpajakan diluar apa yang disebut zakat, ini adalah tidak mungkin,
kecuali berada dalam situasi tertentu.3

KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM


3
Gita Danuprananta, Ekonomi Islam (Yogyakarta: UPFE UMY, 2006), hlm. 31-32.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral
dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan.4
Kebijakan moneter ditetapkan dalam rencana pembangunan otoritas moneter
yang dalam hal ini adalah bank sentral yaitu dengan cara mengubah besaran
moneter dan suku bunga serta pelaksanaannya dilakukan oleh otoritas moneter.
Kebijakan moneter berperan sangat penting dalam perekonomian, kehadirannya
diharapkan dapat berfokus pada stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan
output. Kebijakan moneter merupakan faktor penting dalam perekonomian.
Namun, perbedaan sistem ekonomi yang berlaku, akan memiliki pandangan
yang berbeda tentang kebijakan moneter dengan sistem Ekonomi Islam.5
Didalam ekonomi Islam uang bukanlah modal. Uang adalah barang khalayak
masyarakat luas. Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang
berhak memiliki uang yang berlaku disuatu negara. Sementara modal adalah
barang pribadi atau per orang. Jika uang sebagai flow concept sementara modal
adalah stock concept.
Fokus kebijakan moneter Islam tertuju pada pemeliharaan berputarnya sumber
daya ekonomi, ini menjadi inti ekonomi Islam pada semua kebijakan dan
ketentuan yang diperkenankan oleh Syariah. Secara sederhana, para pengatur
harus memastikan tersedianya usaha-usaha ekonomi dan atau produk keuangan
syariah yang mampu menyerap masyarakat atau ketentuan-ketentuan yang
mendorong preferensi penggunaan pada usaha produktif terjadi.6

MAKNA, TUJUAN, DAN FUNGSI KEBIJAKAN MONETER

4
Perry Warjiyo, Solikin, Kebijakan Moneter di Indonesia (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
BANK INDONESIA, 2003), hlm. 2.
5
Alfitria, Cindy Novitasari, Ray Dwiki Syahputra, Kebijakan Monter Dalam Perspektif Ekonomi Islam, hlm. 4.
6
Khairul Anuar Bin Mohd Amin Khir, skripsi: kebijakan moneter dalam ekonomi Islam analisis kebijakan
Mahathir Mohamad dalam mengatasi krisis ekonomi Malaysia tahun 1997-1998, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2008), hlm. 14-15.
Kebijakan moneter bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, kebijakan moneter banyak
mempengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, kebijakan moneter juga secara
langsung mempengaruhi kondisi moneter dan keuangan yang akan membawa pengaruh
terhadap kondisi riil atau sektor nyata.
Penerapan kebijakan moneter tidak dapat dipisahkan secara terpisah dari kebijakan ekonomi
makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektoral, dan kebijakan lainnya. Semuanya
mengarah pada pencapaian suatu tujuan akhir yaitu kesejahteraan sosial masyarakat.
Fungsi Kebijakan Moneter :
1) Menjaga Stabilitas Ekonomi
Untuk mewujudkan hal ini maka harus terwujud arus perputaran barang dan arus
perputaran uang yang berjalan secara seimbang dan terkendali. Dengan demikian
perlu adanya pengaturan jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan oleh
bank sentral.
2) Menjaga Kestabilan Harga
Dengan adanya pengaturan jumlah uang yang beredar oleh bank sentral, maka tingkat
harga dari waktu ke waktu relatif akan terkendali. Jika keadaan harga stabil
masyarakat akan percaya bahwa membeli barang sekarang akan sama dengan
membeli barang pada masa yang akan datang.
3) Meningkatkan Kesempatan Kerja
Stabilitas ekonomi yang baik akan mendorong peningkatan jumlah investor untuk
mengembangkan investasi-investasi baru, yang akan membuka lapangan kerja baru
sehingga terjadi peningkatan kesempatan kerja.
4) Memperbaiki Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran
Melalui kebijakan moneter, pemerintah dapat memperbaiki neraca perdagangan luar
negeri menjadi surplus atau minimal berimbang. Bentuk kebijakan moneter pada
permasalahan ini seperti pemerintah melakukan devaluasi (menurunkan nilai mata
uang dalam negeri terhadap mata uang asing). Adanya devaluasi, diharapkan nilai
ekspor meningkat dan berpengaruh pada neraca perdagangan dan neraca pembayaran
ke arah yang lebih baik.7
Tujuan-tujuan kebijakan moneter Islam
Tujuan kebijakan moneter adalah menjaga kestabilan nilai rupiah
Menurut Iqbal dan Khan
 Kesejahteraan ekonomi yang dengan kesempatan kerja penuh dan laju pertumbuhan
yang optimal.
 Keadilan sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata.
 Stabiltas nilai uang.

Menurut Umer Chapra

7
Ibid., hlm. 23-25
 Kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang optimum.
 Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.
 Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat
dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan
pembayaran, dan nilai tukar yang stabil.
 Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan.8

8
Ibid., hlm. 26.

Anda mungkin juga menyukai