Anda di halaman 1dari 14

Gangguan yang Disebabkan Halusinogen

1. Gangguan Penggunaan Fensiklidin

1.1 Kriteria Diagnosis


Penyalahgunaan fensiklidin yang menyebabkan perburukan klinis signifikan, ditandai dengan
setidaknya dua dari gejala berikut yang terjadi dalam kurun waktu 12 bulan:
1. Penggunaan fensiklidin melebihi jumlah dan waktu yang sudah ditetapkan.
2. Adanya keinginan yang persisten atau usaha yang gagal untuk mengurangi penggunaan
fensiklidin.
3. Banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan, menggunakan fensiklidin, ataupun
pulih dari efek fensiklidin.
4. Punya keinginan kuat untuk menggunakan fensiklidin.
5. Penggunaan fensiklidin berulang yang menyebabkan kegagalan untuk memenuhi
kewajiban di tempat kerja, sekolah, ataupun di rumah (misalnya: absen berulang dari
pekerjaan, kinerja buruk di tempat kerja, diusir dari sekolah, mengabaikan anak di rumah,
semua ini terkait penggunaan atau putus penggunaan fensiklidin).
6. Penggunaan fensiklidin yang berlanjut meskipun memiliki masalah sosial atau
interpersonal yang terus-menerus atau berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh
efek fensiklidin.
7. Pembatalan maupun pengurangan kegiatan sosial yang penting, pekerjaan, atau rekreasi
karena penggunaan fensiklidin.
8. Penggunaan fensiklidin berulang dalam situasi yang dibutuhkan fisik prima (misalnya:
mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin dalam pengaruh fensiklidin).
9. Meneruskan penggunaan fensiklidin walaupun mengetahui ada gangguan fisik dan
psikologis persisten yang terjadi akibat penggunaan fensiklidin.

10. Adanya toleransi terhadap fensiklidin, seperti yang didefinisikan oleh salah satu dari
berikut ini:
a. Kebutuhan untuk meningkatkan penggunaan fensiklidin secara signifikan untuk
mencapai efek yang diinginkan.
b. Efek yang sangat berkurang dengan penggunaan fensiklidin dalam jumlah yang
sama.

Tingkat keparahan gangguan penyalahgunaan fensiklidin:


1. Ringan (terdapat 2-3 gejala)
2. Sedang (terdapat 4-5 gejala)
3. Berat (terdapat 6 atau lebih gejala)

Jika sudah memenuhi kriteria gangguan penyalahgunaan fensiklidin dalam kurun waktu 12
bulan, tentukan keterangan tambahan:
1. Dalam remisi awal:
Tidak ada kriteria yang ditemukan dalam waktu kurang dari 3 bulan terakhir (kecuali,
kriteria 4 Punya keinginan kuat untuk menggunakan fensiklidin dapat ditemukan).
2. Dalam remisi menetap:
Tidak ada kriteria yang ditemukan dalam waktu kurang dari 12 bulan atau lebih (kecuali,
kriteria 4 Punya keinginan kuat untuk menggunakan fensiklidin dapat ditemukan).

Tentukan juga apakah pengguna berada dalam lingkungan yang terkontrol (lingkungan yang sulit
untuk mendapatkan fensiklidin, misalnya: tempat dengan supervisi ketat, komunitas terapi,
rumah sakit). Jadi, jika ada keterangan tambahan, maka diagnosis harus ditulis lengkap (contoh:
gangguan penyalahgunaan fensiklidin dalam remisi awal dengan lingkungan terkontrol).

1.2 Fitur Diagnosis


Yang disebut golongan fensiklidin adalah fensiklidin (PCP, angel dust) dan zat yang
potensinya lebih rendah namun serupa yaitu, ketamine, cyclohexamine, dan dizolcilpine. Zat-zat
ini dikembangkan pertama kali untuk anastetik disosiatif pada tahun 1950-an, dan menjadi
narkoba jalanan pada tahun 1960-an. Pada dosis rendah, zat ini menyebabkan perasaan tubuh
menjadi terpisah dengan pikiran, pada dosis tinggi menyebabkan stupor dan dapat menyebabkan
koma. Zat ini biasanya dibuat rokok atau dimasukkan peroral namun, dapat juga disedot dengan
hidung ataupun dengan injeksi. Walaupun efek psikoaktif primer dari PCP hanya beberapa jam,
namun eliminasi total obat ini dari tubuh dapat berlangsung selama 8 hari atau lebih. Efek
halusinogen pada beberapa individu yang rentan dapat berlangsung selama berminggu-minggu
dan dapat mempresipitasi episode psikotik persisten menyerupai skizofrenia. Ketamine diduga
memiliki fungsi untuk mengobati gangguan depresi. Gejala putus obat untuk fensiklidin belum
ditetapkan pada manusia, karena itu tidak dimasukkan dalam kriteria gangguan penyalahgunaan
fensiklidin.
1.3 Fitur Pendukung Diagnosis
Fensiklidin dapat ditemukan di urin selama 8 hari bahkan lebih jika dosis yang digunakan
sangat besar. Selain tes laboratorium, gejala khas akibat penggunaan fensiklidin dapat digunakan
untuk menunjang diagnosis. Penggunaan fensiklidin sering menyebabkan gangguan disosiatif,
analgesia, nistagmus, hipertensi, dan risiko hipotensi dan syok. Perilaku kasar sering timbul pada
penggunaan fensiklidin, terkadang pengguna merasa bahwa mereka sedang diserang. Gejala
residual penggunaan fensiklidin dapat menyerupai skizofrenia.

1.4 Prevalensi
Prevalensi gangguan penyalahgunaan fensiklidin belum diketahui. Diperkirakan, 2.5% dari
populasi dunia dilaporkan pernah menggunakan fensiklidin. Proporsi pengguna meningkat sesuai
peningkatan umur, dari 0,3 % untuk umur 12-17 tahun, meningkat menjadi 1.3% untuk umur 18-
25 tahun, dan meningkat menjadi 2.9% untuk umur 26 tahun ke atas.

1.5 Risiko dan Faktor Prognostik


Hanya ada sedikit informasi mengenai factor risiko dari penyalahgunaan fensiklidin. Diantara
individu yang melakukan penyalahgunaan zat, ditemukan pengguna fensiklidin memiliki umur
yang lebih muda dan pendidikan lebih rendah dibanding pengguna zat lain.

1.6 Marker Diagnostik


Uji laboratorium mungkin berguna, karena fensiklidin tetap terdapat dalam urin sampai 8 hari
setelah konsumsi fensiklidin. Riwayat pengguna, bersamaan dengan tanda fisik tertentu, seperti
nistagmus, analgesia dan hipertensi yang menonjol, dapat membantu membedakan gambaran
klinis fensiklidin dari halusinogen lain.

1.7 Konsekuensi Fungsional dari Gangguan Akibat Penggunaan Fensiklidin


Pada individu dengan gangguan penyalahgunaan fensiklidin, dapat ditemukan adanya bukti
cedera fisik akibat kecelakaan, perkelahian, dan jatuh. Penggunaan fensiklidin secara kronis
dapat menyebabkan defisit dalam memori, ucapan, dan kognisi yang mungkin berlangsung
berbulan-bulan. Toksisitas kardiovaskular dan neurologis (misalnya: kejang, distonia, diskinesia,
katalepsi, hipotermia atau hipertermia) dapat terjadi akibat intoksikasi fensiklidin. Konsekuensi
lainnya meliputi perdarahan intrakranial, rhabdomyolisis, gangguan pernafasan, dan (kadang-
kadang) serangan jantung.

1.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang harus dipertimbangkan antara lain:
1. Gangguan penyalahgunaan zat lain
Penting untuk membedakan efek yang timbul akibat penggunaan fensiklidin atau akibat
penggunaan zat lain.
2. Skizofren dan gangguan mental lainnya
Efek fensiklidin dapat menyebabkan menyerupai gangguan psikiatrik lainnya seperti,
psikosis (skizofren), depresi, tingkah laku agresif. Penting untuk mengetahui apakah
perilaku-perilaku ini timbul atau pernah timbul sebelum konsumsi fensiklidin.

2. Gangguan Penggunaan Halusinogen Lain

2.1 Kriteria Diagnosis


Penyalahgunaan halusinogen (selain fensiklidin) yang menyebabkan perburukan klinis
signifikan, ditandai dengan setidaknya dua dari gejala berikut yang terjadi dalam kurun waktu 12
bulan:
1. Penggunaan halusinogen melebihi jumlah dan waktu yang sudah ditetapkan.
2. Adanya keinginan yang persisten atau usaha yang gagal untuk mengurangi penggunaan
halusinogen.
3. Banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan, menggunakan halusinogen, ataupun
pulih dari efek halusinogen.
4. Punya keinginan kuat untuk menggunakan halusinogen.
5. Penggunaan halusinogen berulang yang menyebabkan kegagalan untuk memenuhi
kewajiban di tempat kerja, sekolah, ataupun di rumah (misalnya: absen berulang dari
pekerjaan, kinerja buruk di tempat kerja, diusir dari sekolah, mengabaikan anak di rumah,
semua ini terkait penggunaan atau putus penggunaan halusinogen).
6. Penggunaan halusinogen yang berlanjut meskipun memiliki masalah sosial atau
interpersonal yang terus-menerus atau berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh
efek halusinogen.
7. Pembatalan maupun pengurangan kegiatan sosial yang penting, pekerjaan, atau rekreasi
karena penggunaan halusinogen.
8. Penggunaan halusinogen berulang dalam situasi yang dibutuhkan fisik prima (misalnya:
mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin dalam pengaruh halusinogen).
9. Meneruskan penggunaan halusinogen walaupun mengetahui ada gangguan fisik dan
psikologis persisten yang terjadi akibat penggunaan halusinogen.
10. Adanya toleransi terhadap halusinogen, seperti yang didefinisikan oleh salah satu dari
berikut ini:
a. Kebutuhan untuk meningkatkan penggunaan halusinogen secara signifikan untuk
mencapai efek yang diinginkan.
b. Efek yang sangat berkurang dengan penggunaan halusinogen dalam jumlah yang
sama.

Tingkat keparahan gangguan penyalahgunaan fensiklidin:


1. Ringan (terdapat 2-3 gejala)
2. Sedang (terdapat 4-5 gejala)
3. Berat (terdapat 6 atau lebih gejala)

Jika sudah memenuhi kriteria gangguan penyalahgunaan halusinogen dalam kurun waktu 12
bulan, tentukan keterangan tambahan:
1. Dalam remisi awal:
Tidak ada kriteria yang ditemukan dalam waktu kurang dari 3 bulan terakhir (kecuali,
kriteria 4 Punya keinginan kuat untuk menggunakan halusinogen dapat ditemukan).
2. Dalam remisi menetap:
Tidak ada kriteria yang ditemukan dalam waktu kurang dari 12 bulan atau lebih (kecuali,
kriteria 4 Punya keinginan kuat untuk menggunakan halusinogen dapat ditemukan).

Tentukan juga apakah pengguna berada dalam lingkungan yang terkontrol (lingkungan yang sulit
untuk mendapatkan halusinogen, misalnya: tempat dengan supervisi ketat, komunitas terapi,
rumah sakit). Jadi, jika ada keterangan tambahan, maka diagnosis harus ditulis lengkap (contoh:
gangguan penyalahgunaan halusinogen dalam remisi awal dengan lingkungan terkontrol).

2.2 Fitur Diagnostik


Halusinogen terdiri dari beragam kelompok zat dengan perbedaan struktur kimia masing-
masing zat namun, semua zatnya menyebabkan gangguan persepsi, mood, dan kognisi pengguna.
Phenylalkylamines (mescaline), MDMA (ekstasi), indoleamines, lysergic acid diethylamide
(LSD), zat lain (Salvia divinorum dan jimsonweed) tergolong ke dalam halusinogen. Walau
delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) memiliki efek halusinogen namun tidak tergolong ke dalam
obat halusinogen karena menimbulkan efek psikologis dan perilaku yang berbeda.
Halusinogen biasa digunakan secara peroral, dan sebagian dibuat rokok (DMT, salvia),
sebagian kecil lagi digunakan secara intranasal ataupun per injeksi (ekstasi). Durasi efek masing-
masing halusinogen cukup beragam. Zat seperti LSD, dan MDMA memiliki waktu paruh
panjang dan durasi kerja yang panjang, dibutuhkan berjam-jam sampai berhari-hari untuk pulih
dari efek obat tersebut. Namun, DMT dan salvia kerjanya tergolong short acting. Toleransi
dilaporkan terjadi akibat penggunaan berulang dan berakibat pada gangguan otonom dan
psikologi.

2.3 Fitur Pendukung Diagnosis


Gambaran khas akibat penggunaan dari masing-masing halusinogen dapat membantu
diagnosis jika hasil uji toksikologi urin atau darah tidak tersedia. Misalnya, individu yang
menggunakan LSD cenderung mengalami halusinasi visual yang menakutkan. Individu yang
mengalami intoksikasi halusinogen mungkin menunjukkan peningkatan keinginan bunuh diri
yang bersifat sementara.

2.4 Prevalensi
Dibandingkan penyalahgunaan zat lain, penyalahgunaan golongan halusinogen lain
termasuk jarang. Menurut prevalensi 12 bulan, pada kelompok umur 12-17 tahun diestimasi
terdapat 0,5% pengguna, dan 0,1 % pengguna pada kelompok umur lebih dari 18 tahun di
Amerika Serikat.

2.5 Risiko dan Faktor Prognostik


Pada remaja, penggunaan MDMA (ekstasi), alcohol, rokok, kanabis, dan keadaan depresi
dihubungkan dengan peningkatan kemungkinan penggunaan zat halusinogen lain. Kemungkinan
terjadi gangguan kepribadian antisosial meningkat pada penggunaan tambahan lebih dari dua
obat narkoba setelah penggunaan halusinogen. Penggunaan alkohol dan rokok diikuti kanabis
diduga memiliki peranan sebagai prekursor inisiasi penggunaan halusinogen (ekstasi).

2.6 Marker Diagnostik


Tes uji laboratorium dapat berguna untuk membedakan dan menentukan halusinogen apa
yang digunakan. Namun, karena beberapa zat (misalnya, LSD) sangat poten, dosis 75 mikrogram
sudah dapat menghasilkan reaksi yang kuat, maka terkadang pemeriksaan toksikologi yang khas
sekalipun tidak selalu dapat menentukan zat apa yang telah digunakan.

2.7 Konsekuensi Fungsional dari Gangguan Akibat Penggunaan Halusinogen Lain


Penggunaan MDMA (ekstasi) jangka panjang terbukti menimbulkan efek neurotoksik, seperti
gangguan fungsi memori, fungsi psikologis, dan fungsi neuroendokrin (disfungsi sistem
serotonin, gangguan tidur, efek samping kerusakan mikrovaskular otak, pematangan ganglia
basal, dan kerusakan pada akson, serta mengurangi konektivitas fungsional di antara daerah
otak).

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang harus dipertimbangkan antara lain:
1. Gangguan penyalahgunaan zat lain
Penting untuk membedakan efek yang timbul akibat penggunaan halusinogen atau akibat
penggunaan zat lain, dan deteksi adanya kontaminasi halusinogen dengan obat narkoba
jenis lain yang sering.
2. Skizofrenia
Penting untuk menentukan apakah perilaku-perilaku skizofrenia tidak disebabkan
penggunaan halusinogen.
3. Gangguan mental lain atau kelainan kondisi medis

3. Intoksikasi Fensiklidin

3.1 Kriteria Diagnosis


Keadaan intoksikasi fensiklidin ditandai dengan adanya gejala-gejala atau keterangan-
keterangan berikut:
A. Akhir-akhir ini menggunakan fensiklidin.
B. Ada perubahan perilaku (misalnya: rasa jengkel, rasa ingin menyerang, impulsif,
ketidakpastian perilaku, kegelisahan psikomotor, gangguan penilaian) yang terjadi selama
atau tidak lama setelah penggunaan fensiklidin.
C. Dalam 1 jam pemakaian fensiklidin, ditemukan 2 (atau lebih) gejala dan tanda sebagai
berikut:
1. Nistagmus horizontal atau vertikal.
2. Hipertensi atau takikardia.
3. Mati rasa atau hilangnya respon terhadap nyeri.
4. Ataksia.
5. Disartria.
6. Rigiditas otot.
7. Kejang atau koma.
8. Hiperakusis.
D. Gejala dan tanda yang di atas timbul bukan akibat adanya kondisi medis tertentu, adanya
gangguan mental tertentu, ataupun akibat intoksikasi zat lainnya.

3.2 Fitur Diagnostik


Intoksikasi fensiklidin ditandai dengan terjadinya perubahan perilaku klinis yang signifikan
segera setelah konsumsi zat ini (atau zat yang secara farmakologis serupa). Presentasi klinis yang
paling umum dari intoksikasi fensiklidin meliputi disorientasi, kebingungan tanpa halusinasi,
adanya halusinasi atau waham, catatonic-like syndrome, dan koma dengan tingkat keparahan
yang bervariasi. Intoksikasi biasanya berlangsung selama beberapa jam namun, pada tipe
presentasi klinis tertentu atau adanya obat lain yang digunakan selain fensiklidin, keadaan
intoksikasi dapat berlangsung selama beberapa hari atau lebih lama.

3.3 Prevalensi
Sekitar 2,5% dari populasi melaporkan pernah menggunakan fensiklidin. Di antara siswa
sekolah menengah, 2,3% siswa kelas 12 pernah menggunakan fensiklidin, dengan 57%
diantaranya menggunakannya dalam 12 bulan terakhir. Data ini mengalami peningkatan dari
sebelum tahun 2011.

3.4 Marker Diagnostik


Kadar fensiklidin terdeteksi dalam urin hingga 8 hari setelah penggunaan, walaupun kadar
tersebut tidak begitu terkait dengan presentasi klinis individu, namun tes uji laboratorium
mungkin dapat berguna. Zat kreatine fosfokinase dan aspartate aminotransferase dapat
meningkat.
3.5 Konsekuensi Fungsional dari Gangguan Akibat Intoksikasi Fensiklidin
Intoksikasi fensiklidin dapat menyebabkan toksisitas kardiovaskular dan neurologis
(misalnya: kejang, distonia, diskinesia, katalepsi, hipotermia atau hipertermia).

3.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang harus dipertimbangkan antara lain:
1. Gangguan psikotik akibat fensiklidin
Terdapat gangguan daya nilai realitas.
2. Intoksikasi zat lain
Penting untuk membedakan gejala intoksikasi akibat fensiklidin dengan intoksikasi
karena zat lain (halusinogen lain, amfetamin, kokain, stimulansia lain, antikolinergik,
gejala putus obat benzodiazepine). Adanya nistagmus, bizzare, dan perilaku kekerasan
dapat membedakan intoksikasi fensiklidin dengan intoksikasi akibat zat lain.
3. Kondisi lain
Kondisi lain yang sebaiknya dipertimbangkan adalah skizofrenia, depresi, gejala putus
zat, gangguan metabolik, (hipoglikemia dan hiponatremia), tumor sistem saraf pusat,
kejang, sepsis, neuroleptic malignant syndrome.

4. Intoksikasi Halusinogen Lain

4.1 Kriteria Diagnosis


Keadaan intoksikasi halusinogen lain ditandai dengan adanya gejala-gejala atau keterangan-
keterangan berikut:
A. Akhir-akhir ini menggunakan halusinogen (selain fensiklidin).
B. Ada perubahan perilaku (misalnya: kegelisahan atau depresi, ideas of reference, takut
"kehilangan pikiran, ide paranoid, penilaian terganggu) yang terjadi selama atau tidak
lama setelah penggunaan halusinogen.
C. Perubahan perseptual yang terjadi saat keadaan sadar penuh (misalnya intensifikasi
subyektif dari persepsi, depersonalisasi, derealisasi, ilusi, halusinasi, sinestesi) yang
terjadi selama atau tidak lama setelah penggunaan halusinogen.
D. Ditemukan 2 (atau lebih) tanda yang timbul selama atau tidak lama setelah penggunaan
halusinogen, sebagai berikut:
1. Dilatasi pupil.
2. Takikardia.
3. Berkeringat.
4. Palpitasi.
5. Penglihatan kabur.
6. Tremor.
7. Inkoordinasi.
E. Gejala dan tanda yang di atas timbul bukan akibat adanya kondisi medis tertentu, adanya
gangguan mental tertentu, ataupun akibat intoksikasi zat lainnya.

4.2 Fitur Diagnostik


Intoksikasi salvia hanya berlangsung dalam hitungan menit, sedangkan LSD atau MDMA
(ekstasi) dapat berlangsung dalam beberapa jam atau lebih.

4.3 Prevalensi dan Risiko Bunuh Diri


Prevalensi intoksikasi halusinogen dapat diestimasi sesuai prevalensi penggunaan zat-zat
tersebut (lihat bagian gangguan penggunaan halusinogen lain).
Intoksikasi halusinogen lain dapat menyebabkan peningkatan risiko bunuh diri, walau
terjadinya bunuh diri cukup jarang pada pengguna halusinogen.

4.4 Konsekuensi Fungsional dari Gangguan Akibat Intoksikasi Halusinogen Lain


Intoksikasi halusinogen lainnya bisa berakibat serius. Gangguan perseptual dan gangguan
penilaian yang terkait dengan intoksikasi halusinogen lainnya dapat menyebabkan cedera atau
kematian akibat kecelakaan lalu lintas, perkelahian fisik, atau cedera yang tidak disengaja
(misalnya: percobaan untuk "terbang" dari tempat tinggi). Faktor lingkungan, kepribadian, dan
harapan individu yang menggunakan halusinogen dapat mempengaruhi keparahan intoksikasi
halusinogen. Penggunaan halusinogen secara terus menerus, terutama MDMA (ekstasi),
memiliki efek neurotoksik.

4.5 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang harus dipertimbangkan antara lain:
1. Intoksikasi zat lain
Intoksikasi halusinogen lain harus dibedakan dari intoksikasi amfetamin, kokain,
stimulansia lain, antikolinergik, inhalan, dan fensiklidin. Uji toksikologis dan mengetahui
jalur masuknya zat cukup berguna untuk menentukan penyebab intoksikasi.
2. Kondisi lain
Kondisi lain yang sebaiknya dipertimbangkan adalah skizofrenia, depresi, gejala putus
zat, gangguan metabolik, (hipoglikemia dan hiponatremia), kejang.
3. Gangguan persepsi menetap akibat halusinogen
Apabila gejala intoksikasi berlanjut secara episodik atau berlanjut selama berminggu-
minggu maka gangguan ini disebut sebagai gangguan persepsi menetap akibat
halusinogen.
4. Gangguan lain akibat halusinogen (misalnya: gangguan cemas akibat halusinogen)

5. Gangguan Persepsi Menetap Akibat Halusinogen

5.1 Kriteria Diagnosis


Gangguan persepsi menetap akibat halusinogen ditandai dengan adanya gejala-gejala atau
keterangan-keterangan berikut:
A. Setelah berhentinya penggunaan halusinogen, terjadi pengulangan kembali satu atau lebih
dari gejala perseptual yang dialami saat intoksikasi halusinogen (misalnya, halusinasi
geometris, persepsi gerakan yang salah pada lapang pandang perifer, kilatan warna,
intensitas warna tampak meningkat, jejak gambar benda yang bergerak, positive
afterimages, lingkaran cahaya di sekitar benda, macropsia dan mikropsia).
B. Gejala pada kriteria A menyebabkan gangguan fungsi sosial, kerja, atau fungsi lainnya.
C. Gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya: lesi dan infeksi otak,
epilepsi visual) dan tidak disebabkan oleh gangguan mental lainnya (misalnya: delirium,
gangguan neurokognitif, skizofrenia) atau halusinasi hypnopompic.

5.2 Fitur Diagnosis


Ciri dari gangguan persepsi menetap akibat halusinogen adalah pengulangan gejala
intoksikasi halusinogen saat individu sadar (Kriteria A). Gejalanya bisa meliputi gangguan
perseptual, namun gangguan penglihatan cenderung lebih dominan. Gangguan persepsi visual
yang khas adalah halusinasi geometris, persepsi gerakan yang salah pada lapang pandang perifer,
kilatan warna, intensitas warna yang meningkat, jejak gambar benda yang bergerak (gambar
benda bergerak yang tertinggal pada jalur geraknya seperti yang terlihar pada stroboskop
fotografi), positive afterimages (timbul bayangan warna yang sama dengan objek setelah objek
dipindahkan), lingkaran cahaya di sekitar objek, atau kesalahan persepsi melihat objek terlalu
besar (macropsia) atau terlalu kecil (micropsia) dari yang sesungguhnya. Durasi gangguan
penglihatan mungkin bersifat episodik atau berkelanjutan dan harus menyebabkan gangguan
pada area fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya (Kriteria B). Gangguan bisa
berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Gangguan ini
tidak disebabkan oleh gangguan lain (misalnya: lesi otak, psikosis yang sudah ada sebelumnya,
gangguan kejang, aura migrain tanpa sakit kepala) (Kriteria C).
Gangguan persepsi menetap akibat halusinogen sering terjadi setelah penggunaan LSD
(lysergic acid diethylamide). Tampaknya tidak ada korelasi kuat antara gangguan persepsi
menetap akibat halusinogen dengan seringnya penggunaan halusinogen, karena terdapat
beberapa kasus gangguan persepsi menetap akibat halusinogen yang terjadi pada individu
dengan paparan halusinogen yang minimal. Beberapa kasus gangguan persepsi menetap akibat
halusinogen dapat dipicu oleh penggunaan zat lain (misalnya: ganja atau alkohol) atau adaptasi
terhadap lingkungan yang gelap.

5.3 Fitur Pendukung Diagnosis


Daya uji realita tetap baik pada individu dengan gangguan persepsi menetap akibat
halusinogen (individu sadar bahwa gangguan tersebut terkait dengan efek obat tersebut). Jika
individu tidak menyadari hal ini kemungkinan diagnosis mengarah pada gangguan lainnya.
Gangguan in menetap selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun
pada individu tertentu.

5.4 Prevalensi
Prevalensi gangguan persepsi menetap akibat halusinogen tidak diketahui. Perkiraan awal
prevalensi gangguan ini terjadi pada individu yang menggunakan halusinogen, adalah sekitar
4,2%.

5.5 Risiko dan Faktor Prognostik


Terdapat sedikit bukti mengenai faktor risiko gangguan persepsi menetap akibat halusinogen,
faktor genetik mungkin mendasari kerentanan terhadap efek LSD dalam kondisi ini.

5.6 Konsekuensi Fungsional dari Gangguan Akibat Gangguan Persepsi Menetap Akibat
Halusinogen
Pada kasus tertentu, gangguan ini tetap tinggal dan berjalan kronis, tetapi pada sebagian besar
individu dengan gangguan ini dapat mengatasi gejala yang timbul dan berfungsi dengan normal.
5.7 Diagnosis Banding
Kondisi yang harus dikesampingkan adalah skizofrenia, efek obat lainnya, gangguan
neurodegeneratif, stroke, tumor otak, infeksi, dan trauma kepala. Hasil neuroimaging pada kasus
gangguan persepsi menetap akibat halusinogen cenderung negatif. Sebagaimana dicatat
sebelumnya, daya uji realita tetap baik (individu sadar bahwa gangguan tersebut terkait dengan
efek obat tersebut); jika individu tidak menyadari hal ini, pikirkan kemunginan kelainan lain
(misalnya: gangguan psikotik, kondisi medis lain).

5.8 Komorbid
Gangguan ini sering terjadi disertai dengan gangguan panik, penyalahgunaan alkohol, dan
depresi.

6. Gangguan Lain Akibat Fensiklidin


Gangguan lain akibat fensiklidin dapat berupa:
1. Gangguan psikotik akibat fensiklidin ("Spektrum Skizofrenia dan Gangguan Psikotik
Lainnya")
2. Gangguan bipolar akibat fensiklidin ("Bipolar dan Gangguan Terkait")
3. Gangguan depresi akibat fensiklidin ("Gangguan Depresi")
4. Gangguan kecemasan akibat fensiklidin ("Gangguan Cemas")
5. Delirium akibat intoksikasi fensiklidin ("Gangguan Neurokognitif)

Gangguan lain akibat fensiklidin yang disebutkan di atas dipilih ketika gejala yang muncul
cukup parah dan dominan mengarah ke suatu gangguan khusus (tidak lagi menggunakan
diagnosis intoksikasi fensiklidin).

7. Gangguan Lain Akibat Halusinogen


Gangguan lain akibat halusinogen dapat berupa:
1. Gangguan psikotik akibat halusinogen lain ("Spektrum Skizofrenia dan Gangguan
Psikotik Lainnya")
2. Gangguan bipolar akibat halusinogen lain ("Bipolar dan Gangguan Terkait")
3. Gangguan depresi akibat halusinogen lain ("Gangguan Depresi")
4. Gangguan kecemasan akibat halusinogen lain ("Gangguan Cemas")
5. Delirium akibat intoksikasi halusinogen lain ("Gangguan Neurognitif)
Gangguan lain akibat halusinogen yang disebutkan di atas dipilih ketika gejala yang muncul
cukup parah dan dominan mengarah ke suatu gangguan khusus (tidak lagi menggunakan
diagnosis intoksikasi halusinogen lain).

8. Gangguan Terkait Fensiklidin yang Tidak Terinci


Kategori ini berlaku untuk kasus dengan karakteristik gejala dominan menyebabkan
gangguan fungsi di area kerja sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya, namun tidak
memenuhi kriteria lengkap untuk gangguan spesifik terkait fensiklidin apapun atau gangguan
apapun terkait zat.
9. Gangguan Terkait Halusinogen yang Tidak Terinci
Kategori ini berlaku untuk kasus dengan karakteristik gejala dominan menyebabkan
gangguan fungsi di area kerja sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya, namun tidak
memenuhi kriteria lengkap untuk gangguan spesifik terkait halusinogen apapun atau gangguan
apapun terkait zat.

Anda mungkin juga menyukai