Anda di halaman 1dari 25

REFERAT ILMU KESEHATANA

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN ZAT

Dokter Pembimbing : Oleh :


dr. Justina Evy Tyaswati, Sp.KJ Imam Adi Nugroho 122011101077
Rizka Kartikasari 122011101063
LAB/SMF Psikiatri RSD dr. Soebandi Jember Cicik Tri Juliani 132011101097
Fakultas Kedokteran Universitas Jember Adina Puspita Dewi K 132011101097
2017
 F1x.0 Intoksikasi Akut
 F1x.1 Penggunaan yang merugikan
 F1x.2 Sindrom Ketergantungan
 F1x.3 Keadaan Putus Zat
 F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium
 F1x.5 Gangguan Psikotik
 F1x.6 Sindrom Amnesik
 F1x.7 Gangguan Psikotik Residual dan Onset Lambat
 F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku Lainnya
 Flx.9 Gangguan Mental dan Perilaku YTT
F1x.0 Intoksikasi Akut

 Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat yang digunakan (dose-
dependent), individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya
insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat yang tidak proporsional.

 Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan


(misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara keagamaan).

 Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan
alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,
persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas
intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang
bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali
ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya.
F1x.1 Penggunaan yang merugikan

 Untuk menegakkan diagnosis harus ada cedera nyata pada kesehatan jiwa
atau fisik pengguna.
 Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali
disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkan.

 Tidak ada sindrom ketergantungan (F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5) atau


bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat
atau alkohol.
F1x.2 Sindrom Ketergantungan
 Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun
sebelumnya,

 Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan zat psikoaktif.

 Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat
sedang menggunakan.

 Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti
dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau orang tersebut menggunakan zat, atau golongan zat yang sejenis dengan
tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat.

 Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang
biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah (contoh yang jelas dapat ditemukan pada individu dengan ketergantungan
alkohol dan opiat yang dosis hariannya dapat mencapai taraf yang dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna
pemula.

 Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif meningkatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya.

 Tetap menggunakankan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati
karena minum alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat, atau
hendaya fungsi kognitif berkaitan dengan penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat
sungguh-sungguh, atau dapat diandalkan, sadar akan hakekat dan besarnya bahaya.
F1x.3 Keadaan Putus Zat

 Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom


ketergantungan (lihat F1x.2) dan diagnosis sindrom ketergantungan zat harus
turut dipertimbangkan.
 Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini
mentpakan alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian
medis secara khusus.

 Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat, yang digunakan. gangguan psikologis
(misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan gambaran umum
dari keadaan putus zat ini. Yang khas ialah pasien akan melaporkan bahwa
gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat.
F1x.4 Keadaan Putus Zat dengan Delirium
 Suatu keadaan putus zat (lihat F1x.3) disertai komplikasi delirium (lihat kriteria untuk
F05.).

 Delirium tremens yang disebabkan oleh alkohol hendaknya digolongkan dalam kode ini.
Delirium tremens adalah suatu keadaan gaduh gelisah toksik yang berlangsung singkat
tetapi adakalanya dapat membahayakan jiwa yang disertai gangguan somatik. Delirium
tremens biasanya merupakan akibat dari putus alkohol secara absolut atau relatif pada
pengguna yang sangat tergantung akibat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi
sesudah putus alkohol. Pada beberapa kasus, gangguan ini muncul selama suatu episode
minum yang berat, dan kasus demikian harus digolongkan dalam kode ini.

 Gejala prodromal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat
didahului oleh kejang akibat putus zat. Trias yang klasik dari gejalanya adalah
kesadaran berkabut dan kebingungan, halusinasi dan ilusi yang nyata yang mengenai
salah satu modalitas sensorik, dan tremor hebat. Biasanya ditemukan waham, agitasi,
insomnia atau siklus tidur yang terbalik, dan aktivitas otonomik yang berlebihan.
F1x.5 Gangguan Psikotik
 Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan obat (biasanya
dalam waktu 48 jam) harus dicatat di sini, kecuali jika keadaan itu bukan merupakan
manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium (lihat F1x.4) atau suatu onset
lambat. Gangguan psikotik onset lambat (dengan onset lebih dari dua minggu setelah
penggunaan zat) dapat terjadi, namun harus digolongkan dalam kode 4 F1x.75.

 Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola gejala
yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan
kepribadian pengguna zat. Pada penggunaan obat stimulan seperti kokain dan
amfetamin, gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat
dengan tinggi dosisnya dan/atau penggunaan zat yang berkepanjangan. Diagnosis
gangguan psikotik jangan hanya ditegakkan berdasarkan distorsi persepsi atau
pengalaman halusinasi, bila zat yang digunakan ialah halusinogenika primer (misalnya
lisergide (LSD), meskalin, kanabis dosis tinggi). Pada kasus demikian dan juga untuk
keadaan kebingungan, suatu kemungkinan diagnosis intoksikasi akut (F1x.0) harus
dipertimbangkan.
F1x.6 Sindrom Amnesik
 Sindrom amnesik yang disebabkan oleh alkohol atau zat psikoaktif lain yang digolongkan
dalam kode ini harus memenuhi kriteria umum untuk sindrom amnesik organik (lihat
F04). Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah:

 gangguan daya ingat jangka-pendek (dalam mempelajari hal baru); gangguan


sensasi waktu (menyusun kembali urutan kronologis, meninjau kejadian berulang
kali menjadi satu peristiwa, dll.)

 tiadanya gangguan daya ingat segera, tiadanya gangguan kesadaran, dan tiadanya
gangguan kognitif secara umum

 adanya riwayat atau bukti objektif penggunaan alkohol atau obat yang kronis
(terutama dengan dosis tinggi). Perubahan kepribadian, yang sering disertai
keadaan apatis dan hilangnya inisiatif yang nyata, dan kecenderungan untuk
mengabaikan keadaan yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis. Meskipun
konfabulasi mungkin nyata tetapi jangan dianggap sebagai persyaratan yang
dibutuhkan untuk menentukan diagnosis. Termasuk : psikosis atau sindrom
Korsakov, psikosis yang disebabkan oleb alkohol atau zat psikoaktif lainnya.
F1x.7 Gangguan Psikotik Residual dan Onset
Lambat

 Onset dari gangguan harus secara langsung berkaitan dengan penggunaan alkohol atau
zat psikoaktif.

 Kasus dengan onset pertama yang berjarak jauh sesudah episode penggunaan zat hares
digolongkan dalam kode ini hanya apabila ada bukti yang jelas dan kuat bahwa keadaan
ini sebagai efek residual zat tersebut. Gangguan tersebut harus memperlihatkan suatu
perubahan atau peningkatan yang nyata dari fungsi sebelumnya yang normal. Gangguan
ini harus berlangsung melampaui suatu jangka waktu yang dianggap sebagai efek
langsung zat psikoaktif tersebut (lihat F1x.0 intoksikasi akut).

 Gangguan ini harus secara hati-hati dibedakan dari kondisi yang berhubungan dengan
peristiwa putus zat (lihat F1x.3 dan F1x.4). Harus diingat bahwa pada kondisi tertentu
dan untuk zat tertentu, fenomena putus zat dapat terjadi beberapa hari atau minggu
sesudah zat dihentikan penggunaannya.
F1x.8 Gangguan Mental dan Perilaku
Lainnya
Flx.9 Gangguan Mental dan Perilaku YTT
 F10. PENGGUNAAN ALKOHOL
 F11. PENGGUNAAN OPIOIDA
 F12. PENGGUNAAN KANABINOIDA
 F13. PENGGUNAAN SEDATIVA HIPNOTIKA
 F14. PENGGUNAAN KOKAIN
 F15. PENGGUNAAN KAFEIN
 F16. PENGGUNAAN HALUSINOGENIKA
 F17. PENGGUNAAN NIKOTIN
 F18. PENGGUNAAN INHALANSIA
 F19. ZAT MULTIPEL DAN ZAT PSIKOAKTIF LAINNYA
F10. PENGGUNAAN ALKOHOL
 Intoksikasi Alkohol : Gejala intoksikasi alkohol meliputi gangguan kesadaran, kognitif, persepsi,
afektif dan perilaku.

 Keadaan Putus Alkohol : Gejala : Halusinasi, ilusi (bad dreams), Kejang dalam 12-48 jam, Delirium
tremens (major withdrawal)

 Penggunaan Alkohol yang Merugikan, Jangka Pendek : Lebih emosional, Gangguan motoric. Jangka
lama : Perlemakan hati, Kanker hati, Perdarahan lambung

 Delirium Tremens Akibat Intoksikasi atau Putus Alkohol : Gejala berupa agitasi, kebingungan atau
delirium, kadang-kadang disertai halusinasi visual atau taktil

 Amnesia : Timbul sehubungan dengan defisiensi tiamin dalam vitamin B yang secara genetik berisiko
tinggi

 Demensia : Terjadi penurunan secara global dalam fungsi kognitif, fungsi intelektual dan memori

 Gangguan Afektif : Terjadi depresi atau mania yang cukup parah akibat putus alkohol beberapa saat
sehingga mengganggu fungsi

 Gangguan Ansietas : Gangguan ansietas yang paling sering terjadi adalah ganguan panik dan fobia
sosial.
F11. PENGGUNAAN OPIOIDA
 Intoksikasi Opioida : Opioida mempunya efek menekan terhadap susunan saraf pusat : sedasi,
tenang, sedikit apatis, euphoria, berkurangnya tingkat kesadaran sampai delirium

 Keadaan putus opioida : lakrimasi, dilatasi pupil, vasodilatasi umum pembuluh darah sehingga
pasien merasa panas dingin, meriang dan berkeringat berlebihan, mengeluh ingin menggunakan
kembali opioida, cemas, gelisah, mudah tersinggung

 Penyalahgunaan opioid dan Ketergantungan opioid

 Intoksikasi Opioid dengan Delirium : Opioid memiliki metabolit toksik yang dapat berakumulasi,
menyebabkan delirium dan kadang-kadang kejang

 Opioid-Induced Psikotik Disorder : terjadi halusinasi atau delusi yang mendominasi gejala

 Opioid-Induced Mood Disorder : Kelainan ini bisa berupa tipe manic, depresi atau gabungan

 Opioid-Induced Sleep Disorder dan Opioid-Induced Disfungsi Seksual : Biasanya terjadi hipersomnia
pada penggunaan opioid untuk terapi, tetapi pada pengguanaan agonis opioid sebagai maintenance
seperti methadone keluhan utama adalah gangguan tidur (insomnia). Disfungsi seksual yang terjadi
adalah impoten.

 Opioid-Related Disorder Not Otherwise Specified


F12. PENGGUNAAN KANABINOIDA

 Intoksikasi Kanabinoid/Ganja : ditandai dengan adanya gangguan persepsi,


Gejala-gejala : perasaan waktu berjalan lambat, apatis, bingung perasaan
melambung. Tremor takikardia
 Psikosis/gangguan psikotik akibat penggunaan ganja : dapat menimbulkan
gejala psikotik, seperti waham, halusinasi auditorik dan visual, terutama pada
orang yang memiliki kelainan dasar psikotik
 Sindrom otak organik : ditandai terutama oleh proses mental berkabut yang
terdiri dari kesulitan berpikir dan pikiran tumpul
 Keadaan putus ganja : insomnia, mual, myalgia, cemas, gelisah
 Gangguan Non-Spesifik lain terkait kanabinoid
F13. PENGGUNAAN SEDATIVA HIPNOTIKA

 Ketergantungan dan Penyalahgunaan : gejala neurologis, Gejala psikologis


Pada keadaan overdosis: pernafasan lambat atau cepat tetapi dangkal,
tekanan darah turun
 Keadaan putus sedative hipnotika : mual-muntah tampak lemah dan letih,
takikardia,berkeringat, tekanan darah meningkat
 Delirium : Lebih sering dijumpai pada putus Barbiturat
 Persisting Dementia : akibat penggunaan jangka pendek Benzodiazepin.
 Psychotic Disorder : Gejala yang dominan adalah delusi atau halusinasi.
 Kelainan Lainnya : mengakibatkan gangguan afek, ansietas, gangguan tidur,
disfungsi seksual.
F14. PENGGUNAAN KOKAIN

 Intoksikasi kokain : Tanda klinis: takikardi, dilatasi pupil, midriasis,


meningkatnya tekanan darah, Bila overdosis dapat menyebabkan kejang dan
meninggal
 Keadaan putus kokain : adanya perasaan disforik yang menetap selama lebih
dari 24 jam setelah menurunnya konsumsi kokain, diikuti gejala-gejala
berikut: Keletihan, Insomnia atau hypersomnia, Agitasi psikomotor
F15. PENGGUNAAN KAFEIN
 Akibat penggunaan kafein: Reaksi Panik : Gangguan cemas dapat berupa gangguan panik,
gangguan ansietas general, phobia sosial, atau gangguan obsesif kompulsif

 Intoksikasi Kafein : Gelisah, Eksitasi (penuh gairah), Sulit tidur. gejalanya ringan dan jarang
menimbulkan kematian

 Psikosis/ Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Kafein : kafein dapat memicu terjadinya
kembali gejala gangguan psikotik pada pasien yang sebelumnya telah menderita psikosis.

 Sindrom Otak Organik : kafein dosis tinggi (lebih 500-800 mg per hari) dapat menimbulkan
kebingungan agitatif

 Keadaan Putus Kafein : Gelisah, Gugup, Mudah tersinggung, Nyeri kepala

 Gangguan Tidur : Dapat menyebabkan hipersomnia, insomnia, parasomnia atau campuran

 Ketergantungan Kafein : 'Ketergantungan' kadang digunakan untuk mengindikasikan


ketergantungan secara psikis, yang ditandai dengan adaptasi psikologis terhadap efek dari
zat, dan biasanya diindikasikan dengan sindrom putus zat jika konsumsi obat dihentikan

 Penggunaan Kafein yang Merugikan : Penggunaan kafein harus dikurangi atau dihentikan
pada takikardi aritmia, hernia atau hiatal esofagus dan penyakit fibrokistik
F16. PENGGUNAAN HALUSINOGENIKA
 Intoksikasi Halusinogenika : Gambaran khas intoksikasi halusinogen adalah onsetnya yang
cepat dalam mempengaruhi mood, kognitif, dan persepsi. Memori umumnya tetap
terpelihara. Dilatasi pupil, Takikardi, Berkeringat, Palpitasi

 Gangguan Persepsi Menetap Halusinogenika : gejala persepsi terkait halusinogen


menyebabkan distres atau gangguan dalam interaksi sosial, pekerjaan, atau fungsi lainnya

 Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Halusinogenika : Apabila terdapat gejala psikotik


dengan hilangnya daya realitas, adanya waham dan halusinasi

 Ketergantungan Halusinogenika : Toleransi dosis, Peningkatan konsumsi zat, Kegagalan


penghentian penggunaan zat

 Gangguan Kepribadian dan Afektif : Gejala maniakal dengan waham kebesaran atau depresi
atau berupa campuran keduanya. Juga dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri

 Gangguan Ansietas : Setelah menimbulkan efek yang menyenangkan, halusinogenika


menyebabkan ketakutan dan gangguan panik

 Delirium : biasanya akibat interaksi dengan penggunaan zat lain dan timbulnya bersamaan
dengan intoksikasi
F17. PENGGUNAAN NIKOTIN

 Intoksikasi Nikotin : Intoksikasi ringan-sedang: mual, salivasi, nyeri abdomen,


diare, muntah, Dosis lebih tinggi: pusing hebat, penurunan tekanan darah,
penurunan frekuensi napas
 Keadaan Putus Nikotin : Timbul beberapa jam setelah berhenti merokok, lalu
meningkat pada tengah hari dan memburuk pada sore hari. Keluhan yang
ditemukan antara lain: Ansietas, Sulit konsentrasi

 Sindrom Ketergantungan Nikotin : Penghentian pemakaian nikotin


menimbulkan gejala putus zat, Perilaku memegang-megang rokok,
Pengalaman menyenangkan” akibat kadar nikotin yang cepat di dalam otak
F18. PENGGUNAAN INHALANSIA
 Yang sering disalahgunakan, diantarnya adalah : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin

 Intoksikasi Inhalansia : adanya keluhan pusing, bicara cadel, jalan tidak stabil, gangguan koordinasi motorik

 Psikosis Akibat Penggunaan Inhalansia : Gejala psikologis lain pada dosis tinggi dapat berupa rasa ketakutan, ilusi sensorik,
halusinasi auditoris dan visual dan distorsi ukuran tubuh...

 Sindroma Putus Inhalan : Sindroma putus inhalan tidak sering terjadi, kalaupun ada muncul dalam bentuk susah tidur,
iritabilitas, kegugupan, berkeringat

 Penggunaan Inhalansia yang Merugikan : dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal yang ireversibel dan kerusakan otot
yang permanen. Efek merugikan yang paling serius adalah kematian yang disebabkan karena depresi pernafasan, aritmia
jantung

 Delirium Intoksikasi Inhalansia

 Psikosis : Terdapat halusinasi dan delusi yang langsung berhubungan dengan efek psikologis dari inhalansia

 Gangguan Ansietas, terdapat satu dari gejala berikut: Gangguan ansietas secara umum Serangan panic Gejala obsesi kompulsi
atau fobia

 Gangguan Afektif : Terdapat satu gejala spesifik berikut:Depresi Maniak, Campuran, Sering timbul keinginan untuk bunuh diri

 Demensia : Afasia, Apraksia, Agnosia, Gangguan fungsi eksekutif


F19. ZAT MULTIPEL DAN ZAT PSIKOAKTIF
LAINNYA
DAFTAR PUSTAKA
Cannabis Related Disorder. Tersedia di http://www.minddisorders.com/Br-Del/Cannabis-and-related-disorders.html. diunduh pada 27 Desember 2012.

Colvin L, Forbes K, Fallon M; Difficult pain. BMJ. 2006; 332 (7549):1081-3. Available at http://www.medicalnewstoday.com/info/oic/what-are-opioids.php .
Accessed on November 3, 2012.

Cunningham N. Hallucinogenic plants of abuse. Emerg Med Australas 20(2):167–174; 2008.

Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Departemen
Kesehatan: Jakarta

Fantegrossi WE, Murnane KS, Reissig CJ. The behavioral pharmacology of hallucinogens. Biochem Pharmacol 75(1):17-33; 2008.

Joewana S. Panduan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Edisi Ke-2. Jakarta: EGC; 2003. H.142-9.

Kaplan. H. I., Sadock. B. J., dan Greeb. J. A., 2010 Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara Publisher: Tangerang.

Katsung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011. H. 505-11.

Katzung, Betram G. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta : EGC; 2010; 28-29.

Klasifikasi gangguan jiwa. Di unduh dari http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/neurosains-kedokteran-klinis/klasifikasi-gangguan-jiwa/

Korsten TR and Hollister LE. Farmakalogi dasar dan klinik : penyalahgunaan obat; 2002. H.341-350.

Penyalahgunaan Ecstasy dan Putau. Di unduh dari www.kalbe.co.id

Semiun Y. Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Kanisius; 2006. H.114-20.

Tjay TH dan Rahardja K. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Edisi ke-6. Jakarta: Gramedia; 2007. H.358.

WHO. Leksikon: istilah kesehatan jiwa dan psikiatrik. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008. H.77.

William Reusch. “Alcohols”. VirtualText of Organic Chemistry. www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1299&Itemid=2


TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai