Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Platyhelminthes

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Avertebrata Air

disusun oleh :

Nama : Lutfi Nur Ramadani

NIM : 155080100111043

Kelas : M01

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat serta karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
Platyhelminthes.

Adapun makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Avertebrata Air.
Kami menyadari bahwa makalah ini penuh dengan keterbatasan yang ada sehingga jauh dari
bobot materi, kaidah ilmu, serta teknik penyajiannya. Maka pada kesempatan ini kami
mengharapkan saran-saran serta kritikan yang bersifat membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Kami berharap dengan pembuatan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanyadan manfaat bagi kami sendiri sebagai penyusun secara moral.

Malang, 19 September 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang..............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2

BAB II3

PEMBAHASAN 3

A. Pengertian dan Karakteristik Filum Platyhelminthes.....................................................3

1. Sistem Eksresi......................................................................................................4

2. Sistem Saraf.........................................................................................................4

3. Sistem Reproduksi...............................................................................................5

B. Klasifikasi Filum Platyhelminthes....................................................................................6

1. Kelas Turbellaria..................................................................................................6

2. Kelas Trematoda...................................................................................................7

3. Kelas Cestoda...........................................................................................................11

C. Peranan Platyhelminthes bagi Kehidupan Manusia........................................................13

D. Penyakit yang Disebabkan oleh Filum Platyhelminthes...............................................13

BAB III 15

PENUTUP 15

A. Kesimpulan....................................................................................................................15

3
B. Saran..............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA 16

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hewan yang tidak bertulang belakang atau invertebrata terdiri atas beberapa jenis dan
golongan. Jika ada yang memiliki rangka, maka rangka itu berbeda dengan rangka biasa yang
kita kenal. Umumnya rangka invertebrata tersebut ada di luar menyelubungi tubuhnya.
Hewan-hewan yang tidak bertulang belakang semuanya memiliki struktur morfologi dan
anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang belakang.
Misalnya untuk peredaran darahnya bila kita amati, peredaran darah pada hewan bertulang
belakang telah sempurna dengan jantung yangw memiliki kamar-kamar dan pembuluh yang
mempunyai tugas masing-masing.
Jika ada hewan yang tidak bertulang belakang memiliki peredaran darah tertutup,
peredaran darah itu tidak sesempurna peredaran darah katak dan ikan atau hewan bertulang
belakang lainnya. Selain peredaran darahnya, sistem pernafasan, pencernaan, dan
pengeluarannya pun lebih sederhana. Hal ini berkaitan dengan struktur tubuh vertebrata yang
jauh lebih rumit dibandingkan dengan struktur tubuh invertebrata.
Pada makalah ini saya akan menyajikan satu dari filum yang ada pada hewan tidak
bertulang belakang atau invertebrata. Filum yang akan dibahas ini adalah filum
platyhelminthes, di mana kita akan membahas mulai dari karakteristik umum dari
platyhelminthes hingga peran platyhelminthes dalam kehidupan manusia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan karakteristik dari Platyhelminthes?
2. Bagaimana klasifikasi Platyhelminthes?
3. Bagaimana peranan Platyhelminthes bagi kehidupan manusia?

1
C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian karakteristik dari Platyhelminthes?

2. Untuk mengetahui klasifikasi Platyhelminthes?


3. Untuk mengetahui peranan Platyhelminthes bagi kehidupan manusia?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Karakteristik Filum Platyhelminthes


Platyhelminthes berasal dari kata platy = pipih dan helmins = cacing. Pada
platyhelminthes sudah tedapat alat atau organ sederhana seperti pharynx yang bersifat
musculer, ocelli dan alat-alat yang lebih kompleks misalnya organ genitalia dan organ
excretoria. Namun mereka masih mempunyai systema gastrovasculare seperti diketemukan
pada Coelenterata dengan hanya satu muara keluar yang berfungsi baik sebagai mulut
maupaun sebagai anus.
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih ini
merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Hidup
biasanya di air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada
hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang
setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait
untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan.
Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Contoh Platyhelmintes adalah
Planaria. Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, usus
(intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang lagi ke bagian
samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas
bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga
buangan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Perhatikan gambar susunan saluran
pencernaan Planaria berikut ini.

Gambar 1. Susunan saluran pencernaan Planaria

1. Sistem Eksresi

3
Sistem ekskresi pada cacing pipih terdiri atas dua saluran eksresi yang memanjang
bermuara ke pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung).
Kedua saluran eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame
cell). Perhatikan gambar sistem eksresi dan sel api Planaria di bawah ini.

Gambar 2 a) Susunan saluran eksresi pada Planaria; b) Sel api (flame cell)

Platyhelminthes adalah merupakan sebagian besar acelomata yang mempunyai 3


(tiga) lapisan dermoblast, yaitu berturut-turut dari luar ke dalam:

o Ectiderm
o Mesoderm
o Entoderm

Pada Platyhelminthes dari lapisan-lapisan tersebut akan terbentuk alat-alat yaitu dari
ectoderm misalnya membentuk epidermis yang selanjutnya akan terbentuk cuticula.
Mesoderm membentuk lapisan-lapisan otot, jaringan pengikat dan alat reproduksi. Dan
entoderm akan terbentuk gastrodermis.

2. Sistem Saraf
Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian
anterior tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan
dari masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah
posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Perhatikan gambar
sistem saraf Planaria berikut.

4
Ada beberapa macam sistem syaraf pada cacing pipih : Sistem syaraf tangga tali
merupakan sistem syaraf yang paling sederhana. Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf
yang disebut sebagai ganglion otak terdapat di bagian kepala dan berjumlah sepasang.
Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di bagian kiri dan
kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang. Pada cacing pipih yang
lebih tinggi tingkatannya, sistem saraf dapat tersusun dari sel saraf (neuron) yang
dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa sinyal dari indera ke otak), sel saraf
motor (sel pembawa dari otak ke efektor), dan sel asosiasi.

3. Sistem Reproduksi
Reproduksi pada cacing pipih seperti Planaria dapat secara aseksual dan secara
seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif) dengan regenerasi yakni memutuskan bagian
tubuh. Sedangkan reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada
hewan yang bersifat hemafrodit. Sistem reproduksi seksual pada Planaria terdiri atas
sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur. Sedangkan
reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis. Perhatikan gambar sistem
reproduksi Planaria.

Gambar 4. Sistem reproduksi Planaria

5
Selanjutnya perhatikan gambar reproduksi aseksual Planaria di bawah ini!

Gambar 5. Reproduksi aseksual Planaria

A.Terpotong secara alami


B.Dibelah dua
C.Dibelah tiga

B. Klasifikasi Filum Platyhelminthes

Platyhelminthes (cacing pipih) dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria,


Trematoda dan Cestoda. Berikut akan dijelaskan satu-persatu.

1. Kelas Turbellaria
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki tubuh bentuk tongkat atau bentuk rabdit
(Yunani : rabdit = tongkat). Hewan ini biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut
atau tempat lembab dan jarang sebagai parasit. Tubuh memiliki dua mata dan tanpa alat
hisap.
Hewan ini mempunyai kemampuan yang besar untuk beregenerasi dengan cara
memotong tubuhnya seperti tampak pada gambar 5 di atas. Contoh Turbellaria antara lain
Planaria dengan ukuran tubuh kira-kira 0,5 1,0 cm dan Bipalium yang mempunyai
panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di malam hari. Permukaan tubuh Planaria
bersilia dan kira-kira di tengah mulut terdapat proboscis (tenggorok yang dapat
ditonjolkan keluar) seperti pada gambar berikut.
Gambar 6. Proboscis pada Planaria

6
Planaria tubuhnya bersifat fleksibel, dapat memanjang atau memendek atau
membelok dalam tiap arah. Planaria hidup di air tawar dalam danau, sungai dan rawa.
Mereka menghindari sinar matahari dengan melekat di bawah permukaan batu atau
sepotong kayu.

2. Kelas Trematoda
Hewan Trematoda memiliki tubuh yang diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada ujung
anterior terdapat mulut dengan alat penghisap yang dilengkapi kait. Tubuh dengan
panjang lebih kurang 2,5 cm dan lebar 1cm serta simetris bilateral. Trematoda
termasuk hewan hemafrodit,dan sebagai parasit pada Vertebrata baik berupa
ektoparasit (pada ikan) maupun sebagai endoparasit. Contoh hewan Trematoda
adalah:
a) Fasciola hepatica
Cacing hati atau Fasciola hepatica (parasit pada hati domba), dalam keadaan
dewasa cacing hati hidup di dalam hepar domba, sapi, babi dan kadang-kadang
dalam manusia, cacing ini juga dapat menyebabkan banyak kerugian dalam
bidang peternakan. Fasciola hepatica menyerupai Planaria baik dalam bentuk
tubuh maupun strukturnya. Tubuhnya berbentuk daun, panjangnya sampai 30 mm.
b) Fasciola gigantica
Fasciola gigantica (parasit pada hati sapi) dan cacing hati parasit pada manusia
(Chlonorchis sinensis) serta Schistosoma japonicum (cacingdarah). Perhatikan
gambar anatomi cacing hati (Fasciola hepatica) berikut.
Gambar 7. Anatomi Fasciola hepatica

7
Daur Hidup Kelas Trematoda

Berikut ini diuraikan mengenai daur hidup beberapa jenis cacing yang termasuk kelas
Trematoda.
Cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau
domba. Kemudian telur keluar ke alam bebas bersama feses domba. Bila mencapai
tempat basah, telur ini akan menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium.
Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea
auricularis-rubigranosa).
Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokista (menetap dalam
tubuh siput selama + 2 minggu).
Sporokista akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia. Hal ini berlangsung
secara partenogenesis.
Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya
yang disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat
menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk beberapa lama.
Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus
diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan air
sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola hepatica.
Apabila rumput tersebut termakan oleh domba, maka kista dapat menembus dinding
ususnya, kemudian masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa di sana untuk
beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.

8
Gambar 8. Tahap perkembangan larva Fasciola hepatica

Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam tuan rumah yaitu:
1. Inang perantara yaitu siput air
2. Inang menetap, yaitu hewan bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan
domba.
Perhatikan gambar daur hidup Fasciola hepatica berikut:

Gambar 9. Daur hidup Fasciola hepatica


a. Daur hidup Chlonorchis sinensis
Daur hidup Chlonorchis sinensis sama seperti Fasciola hepatica, hanya saja serkaria
pada cacing ini masuk ke dalam daging ikan air tawar yang berperan sebagai inang
sementara. Struktur tubuh Chlonorchis sinensis sama seperti tubuh pada Fasciola hepatica
hanya berbeda pada cabang usus lateral yang tidak beranting.
b. Daur hidup Schistosoma japonicum (cacing darah)

9
Cacing darah ini parasit pada manusia, babi, biri-biri, kucing dan binatang pengerat
lainnya.Cacing dewasa dapat hidup dalam pembuluh balik (vena) perut. Tubuh cacing
jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh betina yang lebih
ramping. Cacing jantan panjangnya 9 22 mm, sedangkan panjang cacing betina adalah
14 26 cm.

Gambar 10. Schistosoma japonicum jantan dan betina

Selanjutnya diuraikan tentang daur hidup Schistosoma japonicum.


Cacing darah ini bertelur pada pembuluh balik (vena) manusia kemudian menuju ke poros
usus (rektum) dan ke kantong air seni (vesica urinaria), lalu telur keluar bersama tinja dan
urine.
Telur akan berkembang menjadi mirasidium dan masuk ke dalam tubuh siput. Kemudian
dalam tubuh siput akan berkembang menjadi serkaria yang berekor bercabang. Serkaria dapat
masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman atau menembus kulit dan
dapat menimbulkan penyakit Schistomiasis (banyak terdapat di Afrika dan Asia). Penyakit ini
menyebabkan kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung, limpa, kantong urine dan
ginjal.

10
3. Kelas Cestoda

Cacing pita (Cestoda) memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara 2 - 3m dan terdiri
dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila). Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih
dari dua alat pengisap. Sedangkan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat
perkembangbiakan. Tubuhnya satu strobila tertutup oleh cuticula yang tebal; tidak
berpigmen; tidak mempunyai tractus digestivus atau alat indera dalam bentuk dewasanya.
Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu
individu dan bersifat hermafrodit.

Banyak tipe-tipe cacing pita hidup di dalam intestinum dari hampir semua hewan-
hewan Vertebrata. Species dari genus Taenia hidup sebagai bentuk dewasa di dalam tractus
digestivus manusia. Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan
tanpa alat pencernaan. Sistem eksresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan
sel api. Sistem saraf sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang.
Ciri-ciri

Cacing pita (Cestoda) memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara 2 - 3m dan terdiri
dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila). Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih
dari dua alat pengisap. Sedangkan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat
perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid)
merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit. Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit
dalam usus vertebrata dan tanpa alat pencernaan. Sistem eksresi terdiri dari saluran
pengeluaran yang berakhir dengan sel api. Sistem saraf sama seperti Planaria dan cacing hati,
tetapi kurang berkembang.

Contoh Cestoda yaitu:


a) Taenia saginata (dalam usus manusia)
b) Taenia solium (dalam usus manusia)
c) Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam)
d) Echinococcus granulosus (dalam usus anjing)
e) Dipylidium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa)
Selanjutnya akan diuraikan beberapa dari cacing parasit tersebut, antara lain:

11
a. Taenia saginata
Cacing ini parasit dalam usus halus manusia. Perbedaannya dengan Taenia solium
hanya terletak pada alat pengisap dan inang perantaranya. Taenia saginata pada skoleksnya
terdapat alat pengisap tanpa kait dan inang perantaranya adalah sapi. Sedangkan Taenia
solium memiliki alat pengisap dengan kait pada skoleksnya dan inang perantaranya adalah
babi.
Daur hidup Taenia saginata
Dalam usus manusia terdapat proglotid yang sudah masak yakni yang mengandung
sel telur yang telah dibuahi (embrio). Telur yang berisi embrio ini keluar bersama feses. Bila
telur ini termakan sapi, dan sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva
onkoster. Larva onkoster menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau
pembuluh limpa, kemudian sampai ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut
Cysticercus bovis (larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang
disebut Cysticercus (sistiserkus). Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging
sapi mentah atau setengah matang.
Dinding Cysticercus akan dicerna di lambung sedangkan larva dengan skoleks
menempel pada usus manusia. Kemudian larva akan tumbuh membentuk proglotid yang
dapat menghasilkan telur. Bila proglotid masak akan keluar bersama feses, kemudian
termakan oleh sapi. Selanjutnya telur yang berisi embrio tadi dalam usus sapi akan menetas
menjadi larva onkoster. Setelah itu larva
akan tumbuh dan berkembang mengikuti
siklus hidup seperti di atas. Perhatikan
gambar daur hidup Taenia saginata
berikut!

12
Gambar 21. Daur hidup Taenia saginata

b. Taenia solium
Daur hidup Taenia solium sama dengan daur hidup Taenia saginata, hanya saja inang
perantaranya adalah babi. Sedangkan kista yang sampai di otot lurik babi disebut Cysticercus
sellulose.
c. Coanotaenia infudibulum
Cacing pita lainnya adalah Coanotaenia infudibulum yang parasit pada usus ayam
tetapi inang perantaranya adalah Arthropoda antara lain kumbang atau tungau.

Penyakit Pada Manusia Akibat Cestoda

Nama Ilmiah Tempat Infeksi Distribusi


Diphylllobothrium latum Small Intestine Argentina, Europe, Japan, Siberia,
Great Lakes area USA
Taenia saginata Small Intestine Di seluruh dunia
Taenia solium Small Intestine Di seluruh dunia
Hymenolepis nana Small Intestine Di seluruh dunia

C. Peranan Platyhelminthes bagi Kehidupan Manusia

Pada umumnya Platyhelminthes merugikan, sebab parasit pada manusia maupun


hewan, kecuali Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan. Agar terhindar
dari infeksi cacing parasit (cacing pita) sebaiknya dilakukan beberapa cara, antara lain:
memutuskan daur hidupnya, menghindari infeksi dari larva cacing tidak membuang tinja
sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat),dan tidak memakan daging mentah

Q

atau setengah matang (masak daging sampai matang m T

D. Penyakit yang Disebabkan oleh Filum Platyhelminthes

13
Beberapa spesies Platyhelminthes dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan
hewan. Salah satu di antaranya adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkan
skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Bila
cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ
seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. Kerusakan tersebut
disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh hingga menyebabkan
reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Contoh
lainnya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan
hewan mamalia lainnya. Spesies ini dapat menghisap darah manusia. Pada hewan, infeksi
cacing pipih juga dapat ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang
jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang tersebut.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filum Platyhelminthes berasal dari kata Platy yang berarti pipih dan helminthes yang
berarti cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Tubuh pipih dorsoventral tidak
berbuku-buku, simetris bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan
posterior. Struktur tubuh Filum Platyhelminthes adalah semua anggota filum ini
berbentuk simetris bilateral dan memiliki bagian kepala dan terbagi menjadi tiga
klasifikasi, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda, dan Kelas Cestoda. Filum
Platyhelminthes Selain menjadi sumber penyakit, dia juga memiliki peran untuk manusia
memiliki peran terhadap manusia seperti Planaria menjadi salah satu makanan bagi
organisme lain cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia dan
hewan.

B. Saran

Bagi kita dan generasi akan datang sudah sepatutnya untuk memelihara menjaga dan
melestarikan kenanekaragaman hewan yang ada di negara kita dan khususnya di
lingkungan kita. Kepada para pembaca kalau ingin lebih mengetahui tentang bahasan ini
bisa membaca buku atau majalah-majalah yang memuat tentang Filum Platyhelminthes.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://aans.mywapblok.com/filum-platyhelminthes.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Fasciola_hepatica
http://jackapostle.blogspot.com/2011/04/trematoda.html
http://ml.scribd.com/doc/50582144/filum-platyhelminthes.html
http://species.m.wikimedia.org/wiki/platyhelminthes
http://www.imammurtaqi.com/2012/04/filum-platyhelminthes-pipih.html
Kimbal, John. 1983. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta
Noble, Elmer & Noble, Glend. 1989. Parasitologi. UGM: Yogyakarta
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Alfabeta: Ciamis

16

Anda mungkin juga menyukai