Lentur
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
1.1 Ruang Lingkup ........................................................................................................... 4
1.2 Kebijakan Desain......................................................................................................... 4
1.3 Jenis Struktur Perkerasan ........................................................................................... 5
1.4 Acuan .......................................................................................................................... 5
1.5 Istilah dan Definisi ....................................................................................................... 5
2. PEMILIHAN PENANGANAN REHABILITASI .................................................................. 6
3. LALU LINTAS ................................................................................................................ 9
4.1 Analisis Perkerasan Eksisting .................................................................................... 10
4.2 Penanganan Tanah Lunak .................................................................................... 10
4.3 Tanah Gambut (Peat) ........................................................................................... 11
4.4 Tanah Ekspansif ........................................................................................................ 12
5. MODULUS BAHAN ....................................................................................................... 12
6. DRAINASE BAWAH PERMUKAAN ............................................................................... 12
7. DESAIN KETEBALAN LAPIS TAMBAH (OVERLAY)................................................... 14
7.1 Pendahuluan ............................................................................................................. 14
7.2 Beban Lalu Lintas Rencana Kurang atau Sama dengan 107 ESA ............................. 14
7.3 Definisi Lingkungan ................................................................................................... 15
7.4 Penentuan Kebutuhan Tebal Lapis Tambah .............................................................. 19
7.6 Desain Tebal Lapis Fondasi Stabilisasi Foam Bitumen.............................................. 20
7.7 Desain Tebal Lapis Pondasi Stabilisasi Semen ........................................................ 25
8. PEMILIHAN STRUKTUR PERKERASAN ...................................................................... 27
9. MASALAH PELAKSANAAN DAN KINERJA PERKERASAN ....................................... 27
9.1 Penyiapan Perkerasan Eksisting untuk Lapis Tambah .............................................. 27
9.2 Ketebalan Lapis Perkerasan ...................................................................................... 27
9.3 Urutan Pelaksanaan untuk Daur Ulang ...................................................................... 27
LAMPIRAN 1 ...................................................................................................................... 30
LAMPIRAN 2 ...................................................................................................................... 31
LAMPIRAN 3 ...................................................................................................................... 33
LAMPIRAN 4 ...................................................................................................................... 37
LAMPIRAN 5 ...................................................................................................................... 40
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Umur rencana, hubungan nilai pemicu penanganan & jenis pelapisan perkerasan .. 6
Tabel 2 (a) Pemilihan jenis penanganan untuk Repetisi LL Ekivalen < 1 juta ESA4/10.......... 7
Tabel 3 Pemicukekasaran untuk lapis tambahan dan rekonstruksi ....................................... 8
Tabel 4 Lendutan pemicu untuk lapis tambah dan rekonstruksi ............................................ 9
Tabel 5 Karakteristik modulus bahan berpengikat digunakan untuk pengembangan chart
desain dan untuk desain mekanistik.................................................................................... 12
Tabel 6 Nilai Poisson rasio .................................................................................................. 12
Tabel 7 Pedoman Pemilihan Metode Stabilisasi.................................................................. 22
Tabel 8 Ketentuan pelapisan minimum diatas material distabilisasi dengan foam bitumen . 23
Tabel 9 Prosedur desain stabilisasi dengan foam bitumen (FB) .......................................... 24
Tabel 10 Prosedur Desain CTSB ........................................................................................ 26
Tabel 11 Pemilihan Struktur Perkerasan ............................................................................. 27
iii
REHABILITASI DAN DAUR ULANG PERKERASAN LENTUR
1. PENDAHULUAN
Manual perencanaan perkerasan ini digunakan untuk menghasilkan desain awal yang
kemudian hasil tersebut diperiksa terhadap pedoman desain perkerasan Pd T-01-2002-B
dan Pd T-05-2005, dan Software Desain Perencanaan Jalan Perkerasan Lentur (SDPJL)
dengan pedomannya No.002/P/BM/2011. Perubahan yang dilakukan terhadap desain awal
menggunakaan manual ini harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian.
4
4. menggunakan material yang efisien dan memanfaatkan material acto semaksimum
mungkin;
5. mempertimbangkan actor keselamatan pengguna jalan;
6. mempertimbangkan kelestarian lingkungan.
1.4 Acuan
Pd T-01-2002-B Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Pd T-05-2005 Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode
Lendutan
Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011 (Interim)
Austroads, Pavement Design, A Guide to the Structural Design of Pavements, 2008
AASHTO Guide for Design of Pavement Structure, 1993
5
Holding Treatment
Semua penanganan untuk memelihara perkerasan sampai solusi permanen teranggarkan.
Tabel 1 menyajikan outline dari nilai pemicu yang dapat diterapkan pada kedua tahap
pemilihan penanganan.
Tabel 1 Umur rencana, hubungan nilai pemicu penanganan dan jenis pelapisan perkerasan
Ktiteria Beban Lalin (juta ESA4/10) <1 1 2.5 >2.5
Umur Rencana Perkerasan Lentur seluruh lapis tambahan struktural, dan
penanganan rekonstruksi 20 th
10 th lapis tambahan non struktural 15 th
holding treatments 10 th
Jenis lapisan aspal HRS, Burtu, AC gradasi halus AC gradasi kasar
Burda, dll
Pemicu tahap perencanaan IRI, visual IRI, Lendutan interval 200m c/c,
pemrograman (network level) dan Visual
Pemicu tahap desain (project level) IRI, Visual, IRI, visual, IRI, visual,
Lendutan dan Lendutan dan Lendutan dan
Lengkungan,, Lengkungan Lengkungan
DCP. interval 50 m interval 50 m c/c,
1
c/c, DCP. DCP, Test pits
Nilai pemicu dalam manual ini didefinisikan sebagai nilai batas dimana suatu penanganan
perlu atau layak dilaksanakan (lihat Gambar 2). Nilai Pemicu 1 adalah nilai batas dimana
lapis tambah perlu dilakukan. Nilai Pemicu 2 adalah nilai batas dimana rekonstruksi / daur
ulang merupakan penanganan yang lebih praktis dan lebih murah daripada melaksanakan
lapis tambah.
1
SN AASHTO atau disain Mekanistik.
6
PEMICU 2:
3,5
indikator dimana
REKONSTRUKSI PERKERASAN
rekonstruksi atau daur ulang
3 LENTUR/KAKU, ATAU DAUR lebih efektif biaya daripada
(contoh defleksi FWD (mm))
indikasi kecukupan struktural
Tabel 2 (a), (b) and (c) memberikan detail penanganan dan jenis nilai pemicu untuk
pemilihan penanganan untuk seksi-seksi yang seragam pada tahap desain (project level).
Seksi seragam didefinisikan sebagai suatu seksi jalan yang memerlukan satu set
penanganan. Pemilihan penanganan pada tahap desain juga tetap memerlukan
pertimbangan teknis (engineering judgment).
Tabel 2 (a) Pemilihan jenis penanganan untuk Repetisi LL Ekivalen < 1 juta ESA4/10
Penanganan Pemicu untuk setiap seksi seragam
1 Pemeliharaan rutin IRI di bawah pemicu 1, luas kerusakan serius < 5% terhadap
preventif total area
2
2 Penambalan berat Luas kerusakan yang tampak mata lebih dari 10 m dan luas area
dengan lendutan di atas pemicu 2 tidak lebih dari 30% total area
3 Garuk dan ganti Retak buaya yang luas, atau alur >30 mm atau IRI > pemicu 3
area tertentu
4 Lapis tambah Lendutan atau IRI di atas pemicu 1 dan dibawah pemicu 2
5 Rekonstruksi Lendutan di atas pemicu 2, tebal lapisan aspal < 10 cm, atau
penambalan berat lebih dari 30% total area
6 Daur ulang Lendutan di atas pemicu 2, lapisan aspal > 10 cm atau
penambalan berat lebih dari 30% total area
Tabel 2(b) Pemilihan jenis penanganan untuk Repetisi LL Ekivalen 1 2,5 juta ESA4/10
Penanganan Pemicu untuk setiap seksi seragam
Hanya Lendutan, lengkung dan IRI di bawah pemicu 1, luas kerusakan
1
pemeliharaan rutin serius < 5% terhadap total area
2
Luas kerusakan yang tampak mata lebih dari 10 m dan luas
2 Penambalan berat
area dengan lendutan di atas pemicu 2 tidak lebih 30% total area
Garuk dan ganti Retak buaya yang luas, atau alur >30 mm atau IRI > pemicu 3
3
area tertentu
Lendutan, lengkung atau IRI di atas pemicu 1 dan di bawah
4 Lapis tambah
pemicu 2
5 Rekonstruksi Lendutan atau lengkung di atas pemicu 2, lapisan aspal <10 cm
6 Daur ulang Lendutan atau lengkung di atas pemicu 2, lapisan aspal > 10 cm
7
Tabel 2(c) Pemilihan jenis penanganan untuk Repitisi LL Ekivalen > 2,5 juta ESA4/10
Penanganan Pemicu untuk setiap seksi seragam
1 Hanya Lendutan, lengkung dan IRI di bawah pemicu 1, luas kerusakan
pemeliharaan rutin serius < 5% total area
2
2 Penambalan berat Kerusakan yang tampak mata lebih 10m dan luas area dengan
lendutan di atas pemicu 2 tidak lebih dari 30% total area
3 Garuk dan ganti Retak buaya yang luas, atau alur >30 mm atau IRI > pemicu 3
area tertentu
4 Lapis tambahan IRI di atas pemicu 1 dan di bawah pemicu 2, analisis test pit tidak
menunjukkan kebutuhan rekonstruksi atau daur ulang
5 Rekonstruksi Biasanya hanya berkaitan dengan peninggian permukaan atau
suatu kendala ketinggian permukaan
6 Daur ulang dan Analisis test pit menunjukkan daur ulang lebih murah dari pada
perkerasan lentur lapis tambah yang tebal, lapis tambah umumnya > 200 mm, dan
tanah eksisting mengalami pergerakan tak seragam diindikasikan
oleh lapisan tanah pada kedalaman lebih dari 1500 mm dibawah
perkerasan eksisting memiliki CBR < 2%. Tanpa batasan
ketinggian.
7 Daur ulang dan Analisis test pit menunjukkan daur ulang lebih murah dari pada
perkerasan kaku lapis tambahyang tebal, lapis tambah umumnya > 200 mm, dan
tanah eksisting tidak mengalami pergerakan tak seragam
diindikasikan oleh lapisan tanah pada kedalaman lebih dari 1500
mm dibawah perkerasan eksisting memiliki CBR 2%. Tanpa
batasan ketinggian.
Tabel 3 dan Tabel 4 memberikan nilai pemicu untuk tahap pelaksanaan untuk suatu kisaran
tingkat lalu lintas.
1 Tentukan pembebanan lalu lintas (nilai ESA4/10) dengan metode yang diberikan di
dalam Bagian 1 Struktur Perkerasan Baru.
2 Tentukan umur desain dari Tabel 1.
3 Gunakan Tabel 2(a),(b) atau (c), Tabel 3 atau Tabel 4 untuk memilih jenis atau
beberapa jenis penanganan yang optimum dan dapat menggunakan pertimbangan
(judgment) jika diperlukan.
4 Hitung ketebalan penanganan alternatif aktual menggunakan manual ini, Bagian 1
Struktur Perkerasan Baru dan dokumen Pd T-01-2002-B, Pd T-05-2005 dan SDPJL.
5 Jika diperoleh lebih dari satu solusi yang memungkinkan, pilih solusi yang paling
efektif dengan menggunakan analisis discounted whole-of-life.
8
Tabel 4 Lendutan pemicu untuk lapis tambah dan rekonstruksi
Lendutan Pemicu untuk
Lendutan Pemicu untuk lapis
Lalu lintas 2 penyelidikan untuk
tambah
untuk 10 rekonstruksi atau daur ulang
Jenis Lapis
tahun Lendutan Lengkung Lendutan Lengkung
Permukaan
(juta ESA / karakteristik FWD karakteristik FWD
lajur) Benkelman D0-D200 Benkelman D0-D200
3 4
Beam (mm) (mm) Beam (mm) (mm)
<0.1 HRS >2.3 Tidak berlaku
Pemicu Tidak berlaku
untuk tahap 0.1 - 0.2 HRS >2.1 0.63 >3.0
perencanaan
dan tahap 0.2 - 0.5 HRS >2.0 0.48 >2.7
pelaksanaan
0.5 - 1 HRS >1.5 0.39 > 2.5 0.66
3. LALU LINTAS
Penanganan struktur, yang meliputi lapis tambah lapisan aspal, stabilisasi insitudengan
semen atau foam bitumen, harus dihitung dengan lalu lintas rencana yang diperkirakan akan
lewat selama periode 10 tahun sampai 20 tahun umur rencana perkerasan. Umur rencana
harus memenuhi Tabel 1.
Ketentuan lain mengenai analisis lalu lintas, penentuan nilai VDF, dll, mengacu pada Bagian
1 Struktur Perkerasan Baru.
2
Di bawah nilai-nilai ini tidak perlu lapis tambahan kecuali untuk memperbaiki bentuk atau
menunjukkan kerusakan permukaan.
3
Faktor koreksi diterapkan untuk pembacaan FWD.
4
Faktor koreksi diterapkan untuk pembacaan FWD.
5
Analsisi tetst pit juga dibutuhkan untuk tahap perencanaan selain lapis tambah non struktural
9
4. DAYA DUKUNG TANAH DASAR UNTUK REKONSTRUKSI DAN DAUR
ULANG
Nilai CBR tanah dasar eksisting dan ketebalan sisa lapis perkerasan eksisting merupakan
masukan yang penting untuk chart disain yang diberikan pada ini. Data ini juga diperlukan
untuk desain berdasarkan mekanistik atau Indeks Tebal Perkerasan (Structural Number).
Tanah dasar dan ketebalan perkerasan eksisting dapat sangat beragam, sehingga harus
ditentukan seksi-seksi yang homogen.Kemudian untuk desain, nilai-nilai karakteristik
digunakan sesuai prinsip-prinsip yang sama seperti untuk analisistanah dasar perkerasan
baru.
a) Koefisien variasi untuk seksi yang homogen = standar deviasi / rata2 < 0,3
Area-area dengan penambalan berat harus didesain dengan cara yang sama dengan
perkerasan baru (Bagian 1 Struktur Perkerasan Baru). Penambalan berat diperlukan di area-
area di mana perkerasan eksisting sudah rusak atau lapisanperkerasan eksisting tidak
mampu memberikan fondasi jalan yang cukup. Chart Desain 2 (Bagian 1 Struktur
Perkerasan Baru) pasti memenuhi untuk ketebalan lapisan perkerasan eksisting bukan pada
lapisan yang didaur ulang, yang perlu untuk memberikan dukungan fondasi jalan yang
cukup untuk daur ulang.
10
Jika diperlukan pembangunan secaratotal, ketentuan-ketentuan dalam Bagian 1 Struktur
Perkerasan Baru bisa diterapkan. Lapis penutup (capping layer) sebaiknya berupa batu atau
sirtu. Lapisan geotekstil sebaiknya digunakan untuk membatasi muka tanah asli dengan
lapis penutup tersebut untuk mengurangi pumping dari zona tanah lunak ke lapis penutup.
Sebaran area tanah lunak sebaiknya ditentukan dengan pengujian DCP sedalam 2 meter
(menggunakan DCP standar yang batangnya diperpanjang). Pengujian seharusnya
dilaksanakan pada jarak 20 meter. Penanganan khusus seperti pelat diperkaku (stiffened
plate) misal pancang mikro atau cakar ayam harus dipertimbangkan untuk daerah-daerah di
mana tanah dengan kekuatan sebanding dengan CBR 2%,berada dalam kedalaman lebih
dari 2 meter, terutama untuk pelaksanaan perkerasan kaku.
Konstruksi khusus pelat diperkaku (stiffened plate) misal pancang mikro, cakar ayam,
pancang injeksi atau penanganan sejenis cenderung diperlukanuntuk memperbaiki
perkerasan kaku pada tanah lunak yang mengalami pecah blok.
Kemiringan punggung timbunan seharusnya tidak lebih dari 1V : 3H. Dan sebaiknya hindari
penggunaan tembok-tembok tepi. Apabila digunakan tembok, stabilitasnya harus diperiksa
dan jika perlu dapat digunakan pemancangan atau penanganan lain.
11
4.4 Tanah Ekspansif
Penanganan perkerasan diatas tanah ekspansif harus merujuk pada Bagian 1 Struktur
Perkerasan Baru 1. Pertimbangan yang paling penting adalah membatasi berubah-ubahnya
kadar air pada tanah ekspansif, yang dapat dilakukan dengan cara:
a) Membuat kedap bahu jalan.
b) Membuat drainase permukaan dan drainase bawah permukaan yang baik termasuk
mengedapkan semua drainase permukaan dan menjamin bahwa drainase permukaan
yang diberikan mempunyai kemiringan 0,5% dan titik pembuangan harus selalu di atas
tinggi banjir dan di atas muka air pada sistem drainase.
c) Ketebalan penutup minimum sesuai ketentuan dalam Bagian 1 Struktur Perkerasan Baru
1.
5. MODULUS BAHAN
Karakteristik modulus bahan dan poisson ratio untuk iklim dan kondisi pembebanan
Indonesia diberikan dalam Tabel 5 Tabel 6.
Modulus lapisan aspal telah ditentukan berdasarkan kisaran temperatur udara 250 sampai
340 C dan Temperatur Perkerasan Tahunan Rata-rata (MAPT) 410C.
12
Retak Permukaan aspal lebar penuh Retak
Drainase Drainase
bawah bawah
Gambar 2.(a) : Infiltrasi permukaan perkerasan dengan subsoil box (Gerke 1987)
Gambar 2.(b) : Drainase pada timbunan terbuka bagian samping (Gerke 1987)
Lapisan kedap
Gambar 2 .(c) : Drainase Untuk menurunkan muka air tanah (Gerke 1987)
Lowered water-table
Permukaan
4% 4% air tanah
13
7. DESAIN KETEBALAN LAPIS TAMBAH (OVERLAY)
7.1 Pendahuluan
Bab ini menguraikan prosedur untuk menentukan ketebalan desain lapis tambah untuk
memperbaiki perkerasan eksisting yang mengalami distress dan kerusakan struktural.
Penanganan semacam ini seringkali dimaksudkan juga untuk memperbaiki fungsi jalan
misalnya penanganan bentuk permukaan, kenyamanan dan kepentingan lain pada
permukaan jalan. Namun kekuatan struktur dari pengananan ini harus tetap diperhatikan.
Saat ini terdapat 3 (tiga) Pedoman yang dapat digunakan untuk desain lapis tambah
perkerasan:
7.2 Beban Lalu Lintas Rencana Kurang atau Sama dengan 107 ESA
Seperti diuraikan di dalam sub bab 7.1, lengkung Austroads disarankan untuk ditambahkan
ke dalam pedoman Pd T-05-2005 dan pedoman interim No. 002/P/BM/2011 yang
14
menggunakan pendekatan lendutan untuk perkerasan dengan beban lalu lintas desain
kurang atau sama dengan 107 ESA. Karena ketahanan terhadap fatig lapis HRS WC cukup
tinggi, apabila kemudian dari uji lendutan menunjukkan bahwa hanya diperlukan lapis HRS
yang tipis, maka pengecekan persyaratan lendutan tidak lagi diperlukan.
CF = D0 - D200
Dimana:
D0 = Lendutan maksimum pada suatu titik uji (mm)
D200 = Lendutan yang diukur pada titik uji,saat beban uji dimajukan 200 mm
dari titik uji tersebut.
Untuk overlay (lapis tambah) diatas perkerasan berbutir yang ditutup lapisan aspal, hasil
pengukuran lendutan perlu dikoreksi. Hal ini dikarenakan temperatur perkerasan
mempengaruhi kekakuan perkerasan dan kinerjanya dalam merespon beban. Terdapat
perbedaan lendutan yang signifikan antara yang diuji dengan temperatur perkerasan pada
saat pengukuran dan pada kondisi pelayanan. Hal ini menyebabkan pengukuran lengkung
menjadi tidak mewakili respon perkerasan terhadap pembebanan lalu lintas.
Temperatur perkerasan sehari-hari pada suatu lokasi dipengaruhi oleh temparatur
perkerasan tahunan rata-rata (Mean Annual Pavement Temperature = MAPT), yang untuk
Indonesia besarnya 410C.
MAPT lapangan 1
fT =
Temperatur perkerasan saat pengukuran lendutan
15
Langkah 2 Tentukan faktor koreksi temperatur menggunakan Gambar 4untuk pengujian
dengan Benkelman Beam atau Gambar 5 untuk FWD. Bila tebal permukaan
beraspal kurang dari 25 mm tidak diperlukan faktor koreksi temperatur.
Langkah 3 Kalikan lendutan dan cekungan dengan faktor koreksi temperatur masing
masing.
Gambar 4 Koreksi Temperatur untuk Pengujian dengan Benkelman Beam untuk berbagai
Ketebalan
Gambar 5 Koreksi Temperatur untuk Pengujian dengan FWD untuk berbagai Ketebalan
16
7.3.2 Standarisasi Lendutan dan Lengkungan
Karena lengkungan yang diuji menggunakan Benkelman Beam dan FWD akan memiliki
besaran yang berbeda, maka diperlukan standardisasi hasil-hasil pengukuran.
Chart desain lapis tambahdengan kriteria kelelahan (fatigue) perkerasan aspal (Gambar 7)
didasarkan pada lengkungan FWD (Austroads 2008). Oleh karena itu, nilai - nilai yang
diperoleh dengan Benkelman Beam harus dikonversi ke nilai FWD yang ekivalen. Faktor
standarisasi yang diperlukan untuk konversi tersebut bervariasi sesuai komposisi
perkerasan dan kekuatan tanah dasar, dan faktor yang paling akurat adalah yang diperoleh
dari pengukuran lapangan yang dipasangkan. Namun demikian karena hal itu seringkali
tidak praktis, asumsi awal faktor standarisasi disajikan dalam Gambar 6.
Untuk tujuan evaluasi desain lapis tambah pada perkerasan lentur, pada setiap sub seksi
dapat digunakan Lengkung Karakteristik. Nilai ini ditentukan sesudah dilakukan koreksi
terhadap musim, temperatur dan standarisasi terhadap masing-masing pengukuran.
Lengkung Karakteristik (CC) untuk sub seksi perkerasan yang homogen sama dengan nilai
lengkung rata-rata yang dihitung dari survey lendutan.
17
Gambar 7 Umur Fatig Lapis TambahBeraspal dengan MAPTs >35 C
Saat lapis tambah aspal diperlukan untuk mengatasi deformasi permanen, atau untuk
memperbaiki bentuk perkerasan atau mengatasi kelicinan, untuk perkerasan-pekerasan
dengan beban lalu lintas desain sama dengan 105 ESA atau lebih diperlukan pengecekan
apakah kinerja fatig pada lapis tambah memadai. Kelelahan lapisan aspal bukan merupakan
model kerusakan yang umum untuk perkerasan dengan lalu lintas rendah (< 105 ESA).
18
7.4 Penentuan Kebutuhan Tebal Lapis Tambah
Langkah langkah penentuan kebutuhan tebal lapis tambah adalah sebagai berikut :
1. Tentukan T1 atau tebal lapis tambah berdasarkan lendutan maksimum;
- Tentukan lendutan sebelum overlay sebagai lendutan wakil dari hasil survey
lendutan yang dilakukan.
- Tentukan lendutan setelah overlay sebagai lendutan rencana menggunakan Gambar
berikut :
Lendutan
Rencana (mm)
Lendutan
setelah overlay /
lendutan
rencana (mm)
19
- Koreksi tebal lapis tambah terhadap temperatur dengan meggunakan Gambar berikut:
Faktor koreksi
tebal lapis
tambah
Foam bitumen adalah bahan pengikat aspal yang panas yang untuk sementara diubah
bentuknya dari bentuk cair menjadi busa (foam) dengan penambahan sedikit air (2% 3%
terhadap berat bitumen). Dalam bentuk busa tersebut bitumen dapat dicampur dengan
agregat pada temperatur udara dan kadar air (kelembaban) insitu. Busa bitumen tersebut
melapisi fraksi halus agregat, membentuk bubur (mastic) yang mengikat partikel-pertikel
yang lebih besar dalam kerangka agregat. Bahan pembentuk foam (foaming agent) mungkin
diperlukan untuk menjamin sifat-sifat pembentukan foam aspal dapat diterima.
20
Suplai air untuk pembentukan Suplai aspal panas
foam
Titik masuk air (utk menyesuaikan kadar air)
Atau slurry semen
Di Indonesia, kadar foam bitumen yang ditambahkan ke agregat biasanya berkisar dari 2,0%
sampai 3,0% dan ditambah semen 1% sebagai pengikat kedua, meskipun sebenarnya bisa
juga digunakan kapur untuk material yang mempunyai plastisitas lebih tinggi.
Seperti pengikat stabilisasi yang lain, stabilisasi foam bitumen dapat dilakukan insitu atau di
dalam mixing plant. Foam bitumen tersebut dimasukkan ke dalam drum daur ulang atau
plant dimana foam bitumen tersebut membasahi dan menyelimuti permukaan partikel fraksi
halus membentuk material perkerasan lentur yang fleksibel. Pencampuran antara foam
bitumen dengan tanah menentukan keberhasilan proses karena bitumen hanya sesaat
berbentuk busa dan proses penyelimutan partikel harus terjadi pada waktu bitumen masih
dalam bentuk busa.
21
Karena stabilisasi dengan foam bitumen termasuk masih baru dibandingkan untuk
penanganan rehabilitasi yang lain, prosedur pencampuran serta desainnyasaat ini sedang
gencar dikembangkan di banyak Negara. Metode desain ketebalan sementara (interim)
diuraikan di dalam LAMPIRAN 2.
Perlu diingat bahwa metode tersebut masih bersifat sementara, dan disarankan kinerja
perkerasan dengan stabilisasi foam bitumen yang baru saja dilaksanakan di Indonesia
dimonitor untuk pengembangan metode interim ini ke depan.
Cata tan : bentuk s ta bil is as i di atas dapat digunakan da lam kombina si , mis al s ta bil is as i kapur untuk
mengeringkan materia l da n mengurangi plas ti s ita snya , membuatnya s es uai untuk metode stabi li s asi lai n.
22
% lolos
Tabel 8 Ketentuan pelapisan minimum diatas material distabilisasi dengan foam bitumen
Beban Lalin Rencana Pelapisan minimum
(ESA5)
100 mm terdiri dari
ESA >30 40 mm AC WC
60 mm AC Binder
80 mm terdiri dari
10 <ESA< 30
2 x 40 mm AC WC
1 <ESA< 10 40 mm AC WC
30 HRS WC
ESA < 1
atau pelaburan
23
Pada pembuatan chart desain tersebut, kedalaman yang distabilisasi dengan foam bitumen
hanya sampai maksimum 300 mm mengingat kemampuan pencampuran insitu dan
pemadatan.
320 200
Foam bitumen
Aspal
Aspal
300 Material stabilisasi foam bitumen 180
180 60
160 40
Gambar 13 Contoh Chart Desain untuk Merancang Tebal Daur Ulang dengan Stabilisasi
Foam Bitumen
24
7.7 Desain Tebal Lapis Pondasi Stabilisasi Semen
7.7.1 Material yang Sesuai dengan Stabilisasi Semen
Material juga hendaknya masuk dalam Zone A di dalam distribusi ukuran butir yang
ditunjukkan dalam Gambar 12.
Chart desain ketebalan dapat digunakan untuk material stabilisasi dengan nilai unconfined
compressive strength (UCS) minimum 2 MPa pada umur 28 hari. Umumnya cukup dengan
penambahan semen 3%.
Retak permukaan, biasa terjadi apabila CTB digunakan dengan lapis aspal tipis, kecuali
lapisfondasi tersebut berupa campuran tersemen lambat mantap (slow setting cementtious
blends) yang terdiri dari kapur, slag, dan fly ash.
Untuk pekerjaan jalan yang menggunakan semen portland cepat mantap (quick-setting),
disarankan agar tidak menggunakan CTB karena akan terjadi keretakan dini apabila dilalui
oleh lalu lintas dengan beban sumbu tinggi, yang mengakibatkan perlunya biaya
pemeliharaan tinggi.
Maka dari itu disarankan bahwa stabilisasi semen dibatasi hanya pada lapisan CTSB
(Cement Treated Sub Base) dengan ketebalan lapisan permukaan beraspal minimum 175
mm (diambil dari Austroads Guide, 2008).
Metode mekanistik Austroads untuk perencanaan perkerasan lentur baru dan usulan tebal
minimum lapis permukaan beraspal 175 mm digunakan senagai dasar untuk membuat chart
disain ketebalan. Chart disain tersebut diberikan didalam LAMPIRAN 5. Gambar 14
memberikan contoh salah satu chart tersebut.
Dalam pembuatan chart-chart disain tersebut, kedalaman yang distabilisasi semen dibatasi
maksimum 300 mm, mengingat kemampuan pencampuran insitu dan pemadatan.
Untuk penanganan stabilisasi ini, lalu lintas desain minimum yang diberikan adalah 107 ESA.
Karena apabila diterapkan pada lalu lintas rendah,biaya pekerjaan menjadi lebih mahal.
25
300
Aspal 150 mm CTSB
290 200 mm CTSB
Material stabilisasi semen
250 mm CTSB
280
Lapis pondasi berbutir sisa 300 mm CTSB
270 100 mm
Tanah Dasar CBR Desain = 6
260
250
Tebal
Aspal 240
(mm)
230
220
210
200
190
180
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain(ESA5)
Gambar 14 Contoh Chart Desain untuk Desain Ketebalan Cement Treated Subbase (CTSB)
Tabel 10 memberikan urutan langkah dalam desain struktural untuk stabilisasi semen.
1 Hitung disain lalu lintas dalam ESA5 sebagaimna diuraikan di dalam Sub Bab 3.
Menggunakan data catatan pemeliharaan dan pembangunan, test pit dan bor inti
2
(core), tentukan jenis lapisan material insitu serta kualitas dan ketebalannya.
Tentukan CBR desain tanah dasar dalam proyek tersebut, berdasarkan pada
3
DCP insitu atau uji CBR rendaman material yang diambil dari test pit.
Menggunakan data dari langkah 3, tentukan apakah material insitu cocok untuk
4
stabilisasi semen.
Menggunakan ketebalan lapisan, pilih kedalaman stabilisasi trial dan hitung
kedalaman sisa material perkerasan di bawah lapisan yang distabilisasi. Untuk
5
perkerasan dengan CBR desain tanah dasar kurang dari 5%, diperlukan material
di bawah lapisan yang distabilisasi setebal minimum 100 mm.
Menggunakan chart disain di dalam LAMPIRAN 5, tentukan ketebalan lapisan
6
aspal yang diperlukan di atas material yang distabilisasi semen.
26
8. PEMILIHAN STRUKTUR PERKERASAN
Pemilihan perkerasan akan bervariasi terhadap lalu lintas dan umur rencana yang
diharapkan, serta kasus dari jalan yang akan ditangani sebagaimana dapat dilihat dalam
Tabel 11.
Catatan Bukan batas absolut - perencana harus mempertimbangkan batasan dan kepraktisan konstruksi
Solusi alternatif harus didasari oleh biaya umur pelayanan terkecil atau paling kompetitif
Solusi yang diutamakan
Alternatif - lihat Catatan
ESA pangkat 4 dan periode perhitungan 20 tahun untuk umur kumulatif digunakan untuk
kasus 4 untuk memberikan perhitungan ekivalen untuk perbandingan semua jenis
perkerasan - bukan umur rencana. ESA pangkat 5 digunakan untuk kasus 3 karena
merupakan yang paling ekivalen untuk kerusakan fatig material aspal.
Ketentuan mengenai Daya Dukung Tepi Perkerasan, Konstruksi Kotak, Pengaruh Musim
Hujan, Pelaksanaan dengan Lalu Lintas Tetap Melintas, Lokasi Sambungan mengikuti
ketentuan dalamBagian 1 Struktur Perkerasan Baru.
27
dilaksanakan pada jalan yang mempunyai banyak lajur, yang tidak mungkin dilaksanakan
pada jalan 2 lajur.
Aspal eksisting
CL Lapis pondasi eksisting (base)
Lapis pondasi eksisting (sub base)
Bahu eksisting
Bahu eksisting
Aspal eksisting
CL Lapis pondasi eksisting (base)
Lapis pondasi eksisting/perbaikan tanah dasar
CL
28
CL Tambahkan material tambahan (Aggr. A)
jika diperlukan
CL
Bahu Perkerasan Bahu
Lapis agregat kelas S perkerasan aspal baru
Lapis agregat kelas A Lapis agregat kelas S
29
LAMPIRAN 1
PERHITUNGAN VDF KENDARAAN NIAGA
TRAFFIC MULTIPLIER UNTUK JALAN 2 LAJUR DIGUNAKAN UNTUK ESA / hari hari survey lalin
DISAIN PERKERASAN
TMasphalt
30
LAMPIRAN 2
Dua beban yang berkaitan dengan model kerusakan yang sudah diidentifikasi untuk
penanganan stabilisasi foam bitumen (Jones & Ramanujam 2008) adalah:
Alur pada perkerasan dan perubahan bentuk lapisan-lapisan perkerasan dan tanah
dasar
Retak fatig lapisan yang distabilisasi foam bitumen
Retak fatig pada lapis tambah lapisan permukaan aspal.
Dengan kadar aspal yang relatif rendah (2-3%) dengan beban-beban yang sangat berat,
berdasarkan penelitian di Afrika Selatan (dirangkum oleh Jooste dan Long, 2007), dapat
mengakibatkan material yang distabilisasi foam bitumen yang mempunyai modulus awal
tinggi menurun dengan cepat. (Gambar A 1)
Usulan prosedur desain didasarkan pada asumsi bahwa pada foam bitumen tidak akan
terjadi retak fatig, tetapi pembebanan yang berat dan kadar aspal yang rendah di dalam
campuran akan menimbulkan retak halus pada awal umurnya seperti yang dinilai dari
modulusnya.
Berdasarkan data Afrika Selatan (Jooste and Long, 2007), lapisan distabilisasi foam bitumen
mempunyai karaketiristik berikut seperti yang ambil oleh metode disain mekanistik Austroad:
Modulus jangka panjang efektif material distabilisasi dengan foam bitumen adalah
600 MPa, lebih tinggi dari pada modulus material berbutir tetapi lebih rendah
daripada modulus lapisan aspal.
bawah material stabilisasi foam bitumen setebal 100 mm dibatasi tidak lebih dari
dua kali modulus material di bawahnya (diambil dari konsep rasio modulus diuraikan
oleh Jooste dan Long, 2007).
31
Tidak seperti di kebanyakan negara, stabilisasi foam bitumen telah digunakan di Inggris
(United Kingdom = UK) dengan tingkat lalu lintas yang tinggi mendekati Indonesia.
Ketentuan pelapisan aspal permukaan minimum di Inggris disarikan dalam Tabel A 1.
Tabel A 2 Ketentuan lapis aspal permukaan di atas material distabilisasi foam bitumen
32
LAMPIRAN 3
CHART DESAIN STABILISASI FOAM BITUMEN, LALU LINTAS DESAIN SAMPAI 108
ESA5
320 200
Foam bitumen
Aspal
300 180
280 160
Aspal
260 140
Material stabilisasi foam bitumen
Lapis pondasi berbutir sisa
Tebal 240 200 mm 120 Tebal
Foam Aspal
Bitumen Tanah Dasar CBR Desain = 2,5 (mm)
(mm) 220 100
200 80
180 60
160 40
320 200
Foam bitumen
Aspal
300 180
280 160
Aspal
260 140
Material stabilisasi foam bitumen
200 80
180 60
160 40
33
320 Foam Bitumen 200
Aspal Aspal
300 180
Material stabilisasi foam bitumen
Lapis pondasi berbutir sisa
280
300 mm 160
Tebal
Tebal 240 120 Aspal
Foam (mm)
Bitumen
(mm) 220 100
200 80
180 60
160 40
320 200
Foam bitumen
Aspal
Aspal
300 Material stabilisasi foam bitumen 180
180 60
160 40
34
320 Foam bitumen 200
Aspal Aspal
300 Material stabilisasi foam bitumen 180
200 80
180 60
160 40
320 200
Foam bitumen
Aspal
Aspal
300 Material stabilisasi foam bitumen 180
Lapis pondasi berbutir sisa
280 100 mm 160
Tanah Dasar CBR Desain = 5
260 140
200 80
180 60
160 40
35
320 Foam bitumen 200
Aspal Aspal
300 Material stabilisasi foam bitumen 180
Lapis pondasi berbutir sisa
280 100 mm 160
Tanah Dasar CBR Desain = 6
260 140
200 80
180 60
160 40
36
LAMPIRAN 4
CHART DESAIN STABILISASI FOAM BITUMEN, LALU LINTAS DESAIN 108 SAMPAI 109
ESA5
290
280
270
Lapis pondasi berbutir 100 mm
260 Lapis pondasi berbutir150 mm
Lapis pondasi berbutir 200 mm
220
210
200
190
180
1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
300
290
Lapis pondasi berbutir 100 mm
260
Tebal 250
Total
Aspal 240
(mm)
230
220
210
200
190
180
1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
37
CBR Tanah Dasar =4, Tebal stabilisasi foam bitumen 250 mm
300
290
280
270
260
Lapis pondasi berbutir 100 mm
Tebal 250
Lapis pondasi berbutir 150 mm
Total
Aspal 240 Lapis pondasi berbutir 200 mm
(mm) Lapis pondasi berbutir 300 mm
230
220
210
200
190
180
1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
290
Lapis pondasi berbutir 100 mm
280
Lapis pondasi berbutir 200 mm
270
Lapis pondasi berbutir 300 mm
260
Tebal 250
Total
Aspal 240
(mm)
230
220
210
200
190
180
1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
38
CBR Tanah Dasar =5, Tebal stabilisasi foam bitumen 250 mm
300
290
280
270
260
Lapis pondasi berbutir 100 m
Tebal 250
Lapis pondasi berbutir 150 m
Total
Aspal 240 Lapis pondasi berbutir 200 m
(mm) Lapis pondasi berbutir 300 m
230
220
210
200
190
180
1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
290
Lapis pondasi berbutir 100 mm
280
260
250
Tebal
Total
Aspal 240
(mm)
230
220
210
200
190
180
1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
39
LAMPIRAN 5
CHART DESAIN STABILISASI SEMEN
300
150 mm CTSB
290
200 mm CTSB
280
250 mm CTSB
260
Aspal
250
Tebal Material stabilisasi semen
Aspal 240
Lapis pondasi berbutir sisa
(mm)
230 150 mm
Tanah Dasar CBR Desain = 2,5
220
210
200
190
180
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
300
150 mm CTSB
290
200 mm CTSB
280 250 mm CTSB
300 mm CTSB
270
260
250
Tebal
Aspal 240
(mm)
230
220
Aspal
210
Material stabilisasi semen
200
Lapis pondasi berbutir sisa
190 300 mm
Tanah Dasar CBR Desain = 2,5
180
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
40
300
260
250
Tebal
Aspal 240
(mm)
230
220
Aspal
210 Material stabilisasi semen
200 Lapis pondasi berbutir sisa
150 mm
190
Tanah Dasar CBR Desain = 3
180
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
300
260
250
Tebal 240
Aspal
(mm) 230
220
210 Aspal
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
41
300
150 mm CTSB
290
200 mm CTSB
250 mm CTSB
280
300 mm CTSB
270
260
250
Tebal 240
Aspal
(mm) 230
220
210 Aspal
Material stabilisasi semen
200
Lapis pondasi berbutir sisa
190 150 mm
Tanah Dasar CBR Desain = 4
180
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
300
150 mm CTSB
290 200 mm CTSB
250 mm CTSB
280
300 mm CTSB
270
260
250
Tebal 240
Aspal
(mm) 230
220
210 Aspal
Material stabilisasi semen
200
Lapis pondasi berbutir sisa
190 250 mm
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
42
300
150 mm CTSB
290 200 mm CTSB
250 mm CTSB
280
300 mm CTSB
270
260
250
Tebal 240
Aspal
(mm) 230
220
Aspal
210 Material stabilisasi semen
200 Lapis pondasi berbutir sisa
100 mm
190
Tanah Dasar CBR Desain = 5
180
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain (ESA5)
300
Aspal 150 mm CTSB
290 200 mm CTSB
Material stabilisasi semen
250 mm CTSB
280
Lapis pondasi berbutir sisa 300 mm CTSB
270 100 mm
Tanah Dasar CBR Desain = 6
260
250
Tebal
Aspal 240
(mm)
230
220
210
200
190
180
170
1,0E+07 1,0E+08 1,0E+09
Lalu Lintas Desain(ESA5)
43
LAMPIRAN 6
Jalan kerikil merupakan tipe permukaan kualitas rendah dimana digunakan untuk lalu lintas
rendah 250 ESA. Struktur dasar untuk jalan kerikil terdiri dari lapisan kerikil dengan
ketebalan dan kualitas tertentu dihampar diatas tanah dasar. Ketebalan lapisan kerikil
tergantung pada volume lalu lintas, kualitas kerikil yang digunakan, dan kekuatan tanah
dasar. Secara struktur, jalan kerikil berfungsi seperti perkerasan lentur. Kapasitas struktural
dicapai dengan penyebaran beban diatas tanah yang lebih lemah. Prinsip dasar dari desain
ketebalan jalan kerikil adalah untuk menyediakan ketebalan yang cukup berdasarkan
volume lalu linyas dan kekuatan tanah dasar sehingga tegangan yang mencapai tanah
dasar tidak melebihi kekuatan tanah dasar di tempat.
Perkerasan tanpa penutup diperuntukkan untuk lalu lintas ekivalen selama masa layan
sebesar 100.000 ESA4.
air sedikit
tergenang
Permukaan rata
air tergenang
Permukaan
berbentuk mangkok
air tergenang
Permukaan
terdepresi parah
saluran saluran
RUSAK PARAH
44
Terdapat sangat
sedikit sedimen
RUSAK RINGAN
saluran
Terdapat
sedimen
Genangan
air
RUSAK SEDANG
saluran saluran
Terdapat
Genangan sedimen
air
Genangan
air
RUSAK BERAT saluran
saluran
c. Keriting
Gelombang dengan interval jarak teratur. Gelombang terbentuk tegak lurus arah lalu
lintas. Jenis kerusakan umumnya disebabkan oleh lalu lintas dan agregat lepas,
khususnya untuk periode kering yang panjang. Gelombang ini biasanya terjadi pada
tanjakan, tikungan, atau area percepatan atau pengereman, atau di area dengan tanah
lunak atau berlubang.
< 25 mm
RUSAK RINGAN
25 75 mm RUSAK SEDANG
> 75 mm
RUSAK BERAT
d. Debu
Keausan jalan kerikil akibat lalu lintas akan melepaskan partikel besar dari tanah
pengikat. Akibat lalu lintas, kepulan debu dapat membahayakan kendaraan yang
melintas dan menyebabkan masalah lingkungan.
45
Pandangan cukup baik
RUSAK RINGAN
RUSAK SEDANG
Pandangan bermasalah
RUSAK BERAT
e. Lubang
Lubang adalah lekukan berbentuk mangkok di permukaan jalan, dengan diameter
kurang dari 1 m. Lubang terjadi saat lalu lintas mengangkat bagian-bagian kecil
permukaan jalan. Lubang berkembang dengan cepat jika air berkumpul didalamnya.
Kemudian jalan akan mulai rusak akibat material permukaan yang lepas atau titik lemah
pada tanah dibawahnya.
0,6 m
< 50 mm
RUSAK RINGAN
0,6 m
50 100 mm
RUSAK SEDANG
0,6 m
> 100 mm
RUSAK PARAH
f. Alur
Alur adalah lekukan pada jalur roda paralel dengan garis tengah jalan. Alur disebabkan
oleh deformasi permanen pada lapisan jalan atau tanah dasar. Alur dapat terjadi karena
perulangan kendaraan yang melintas, terutama jika diatas tanah lunak. Alur yang
signifikan dapat merusak jalan.
46
jalur roda
< 25 mm
RUSAK RINGAN
jalur roda
25 75 mm
RUSAK SEDANG
jalur roda
> 75 mm
RUSAK BERAT
g. Agregat lepas
Pengausan akibat lalu lintas pada jalan kerikil akan melepaskan partikel agregat yang
besar dari tanah pengikat. Hal ini menyebabkan lepasnya agregat dari permukaan jalan
atau dari bahu. Lalu lintas menggerakkan partikel agregat ini menjauh dari jalur roda
dan kemudian membentuk tumpukan pada tengah perkerasan atau sepanjang bahu.
jalur roda
< 50 mm
bahu
RUSAK BERAT
saluran saluran
Pemicu dan teknik untuk penanganan perkerasan tanpa penutup dapat mengikuti ketentuan
dalam Tabel B1.
47
Tabel B1. Pemeliharaan Perkerasan Tanpa Penutup
Penangan
Penangan
an Tipikal
Perkerasa
Kategori
Teknik
Kondisi
Kondisi
an
Nilai
Kurva Kerusakan
n
48
Nilai Kerusakan yang tampak dan Gambar
Kondisi Kondisi Jalan secara
Keseluruhan
80 61 Ketebalan kerikil cukup,
Baik kemiringan melintang
perkerasan cukup baik, dan
drainase dalam kondisi baik.
Terdapat sedikit agregat lepas
dan sedikit keriting.
Terdapat alur kecil (< 25 mm)
pada beberapa area selama
musim basah.
49
Nilai Kerusakan yang tampak dan Gambar
Kondisi Kondisi Jalan secara
Keseluruhan
tertutup sedimen.
Keriting cukup parah
(kedalaman >75 mm) lebih dari
25% area jalan.
Alur cukup parah (> 75 mm
pada 10-25% area selama
musim hujan).
Lubang sedang (kedalaman 50
100 mm, lebih dari 10 25%
area jalan).
Agregat lepas cukup parah
(>100 mm).
20 0 Berkendara diatas jalan sangat
Rusak sulit.
Berat Tidak ada kemiringan jalan,
atau jalan berbentuk mangkok
dengan genangan besar.
Saluran utama tidak ada.
Saluran sekunder dalam
muncul hampir sepanjang jalan.
Gorong gorong rusak atau
diisi sedimen.
Alur parah (> 75 mm lebih dari
25% area selama musim
hujan).
Lubang parah (kedalaman >
100 mm, lebih dari 25% area
jalan).
Banyak area (>25%) dengan
sedikit atau tanpa agregat.
Untuk jalan kerikil, kegiatan pemeliharaan dapat dilakukan per minggu, setiap beberapa
minggu, atau setiap beberapa bulan. Berikut frekuensi pemeliharaan jalan kerikil yang
disarankan :
50
Tabel B2. Frekuensi Pemeliharaan Perkerasan Tanpa Penutup
DJOKO MURJANTO
51