Anda di halaman 1dari 12

EMERGENSI ORTOPEDI

Definisi

Suatu kondisi cedera muskuloskeletal yang jika tidak ditangani segera akan
menimbulkan komplikasi berlanjut, kerusakan yang signifikan atau bahkan kematian.

Berikut digolongkan sebagai emergensi ortopedi :

Open Fractures or Joints

Neurovascular Injuries

Dislocations

Septic Joints

A. FRAKTUR TERBUKA

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar
melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam)
atau from without (dari luar). Merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan
dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga
timbul komplikasi infeksi. Fraktur terbuka suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Berikut klasifikasi
fraktur terbuka menurut Gustilo,Merkow dan Templeman (1990) :

Tipe I : luka kecil < 1 cm panjangnya, biasanya karena luka tusukan dari
fragmen tulang yang menembus keluar kulit. Terdapat sedikit kerusakan jaringan
dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur
yang terjadi biasanya bersifat simpel, transversal, oblik pendek atau sedikit
komunitif.

Tipe II : laserasi kulit > 1 cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan yang hebat
atau avulsi kulit, terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan dengan sedikit
kontaminasi dari fraktur.

Tipe III : terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot,
kulit, dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini
biasanya disebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe ini dibagi
3 subtipe :

Tipe IIIa : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat segmental
atau komunitif yang hebat.

Tipe IIIb : fraktur disertai dengan trauma hebat denga kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang
terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur komunitif yang hebat.

Tipe IIIc : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memerhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.

Penatalaksanaan

Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka :

1. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawat

2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian

3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi

4. Segera dilakukan debrideman dan irigasi yang baik

5. Ulangi debrideman 24-72 jam berikutnya

6. Stabilisasi fraktur

7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari

8. Lakukan bone graft autogenous secepatnya

9. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena

B. Septik Arthritis

Rongga sendi merupakan rongga yang steril berisi cairan sinovial dan bahan
selular termasuk sel darah putih, septik artritis merupakan infeksi pada rongga sendi
dan biasanya merupakan infeksi bakterial. Septik arthriris merupakan bentuk akut
arthritis yang paling berbahaya, dan merupakan kasus kegawatdaruratan pada bidang
ortopedi, keterlambatan dalam mendiagnosa dan memberikan terapi dapat
menyebabkan kerusakan sendi yang menetap bahkan dapat menyebabkan morbiditas
yang nyata bahkan kematian.

Septik artritis dapat terjadi melalui invasi langsung pada rongga sendi oleh
berbagai mikroorganisme termasuk bakteri, virus, mycobacteria dan jamur. Reaktif
artritis terjadi suatu proses inflamasi steril pada sendi oleh karena suatu proses infeksi
ditempat lain dari tubuh. Penyebab tersering adalah bakteri.

Etiologi

Bakterial atau supuratif artritis dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu, gonokokal


dan non-gonokokal. Neisseria gonorrhoeae merupakan patogen tersering ( 75%) pada
pasien dengan aktifitas seksual yang aktif. Staphylococcus Aureus merupakan patogen
tersering pada bakterial arthritis pada usia anak-anak diatas usia 2 tahun dan dewasa,
sedangkan penyebab tersering ( 80%) infeksi sendi yang dipicu oleh rheumatoid
arthritis adalah spesies Streptococcal seperti Streptococcus viridans, Streptococcus
pneumoniae, dan streptococci group B. Bakteri gram negatif dapat menjadi penyebab
20- 25% dan terjadi penderita yang sangat muda atau sangat tua yang mana terjadi
gangguan fungsi imunitas, atau pengguna obat-obat suntikan terlarang.

Pada pasien yang menggunakan sendi buatan / prosthetic joint dapat juga terjadi
septic arthritis, yang berdasarkan waktunya dibagi menjadi tiga jenis infeksi yaitu:

1. early, infeksi terjadi pada awal, 3 bulan sejak implantasi, biasanya disebabkan
oleh Staphylococcus aureus.

2. delayed, terjadi 3-24 bulan sejak implantasi, kuman tersering coagulase-


negative Staphylococcus aureus dan gram negatif. Kedua jenis ini didapat dari kuman
di kamar operasi.

3. late, terjadi sekunder dari penyebaran hematogen dari berbagai jenis kuman.

Patofisiologi
Organisme dapat masuk ke dalam sendi melalui direct inoculation, melalui
penyebaran dari jaringan periartikular atau melalui aliran darah yang merupakan rute
infeksi tersering Sendi normal mempunyai komponen protektif untuk mencegah
terjadinya proses infeksi, yaitu: sel sinovial memiliki kemampuan untuk memfagositik
dan cairan sinovial memiliki kemampuan bakterisidal.

Bakteri dapat masuk kedalam ruang sendi melalui beberapa cara yaitu, masuk
melalui proses operasi daerah sendi, melalui tindakan aspirasi sendi, penyuntikan
kortikosteroid atau melalui trauma lainnya. Bakteri yang berhasil masuk kedalam
rongga sendi dalam beberapa jam menimbulkan reaksi inflamasi pada membran
sinovial berupa hiperplasi dan proliferasi dan terjadi pelepasan faktor-faktor inflamasi
seperti cytokines dan proteases yang menyebabkan degradasi dari kartilago sendi.

i. Gejala klinis

Gejala yang paling sering muncul adalah trias yaitu: nyeri (75%), demam ( 40-
60%), dan keterbatasan gerak sendi, gejala ini dapat terjadi dalam bebeapa hari sampai
beberapa minggu, demam biasanya tidak tinggi. Gejala yang paling utama adalah nyeri
pada sendi, yang harus dievaluasi pada nyeri sendi adalah seberapa akut nyeri terdebut
terjadi, ataukah nyeri tersebut merupakan superimposed chronic pain, adakah riwayat
trauma ataukah riwayat operasi sebelumya, apakah nyeri tersebut monoartikular
ataukah poliartikular.

Selain itu harus digali riwayat rheumatoid arthritis, riwayat suntikan pada daerah
sendi, riwayat diare Adakah gejala-gejala ekstra artikuler atau adakah riwayat
penggunaan obat terlarang intravena atau riwayat kateterisasi pembuluh darah. Adakah
riwayat penyakitpenyakit kelamin, adakah penyakit penyakit lain yang menyebabkan
penurunan system imun seperti penyakit liver, diabetes mellitus limfoma, penggunaan
obat obat imunosupresive.

Pada infeksi non gonokokal gejala timbul mendadak dengan terjadinya


pembengkakan sendi, teraba hangat dan sangat nyeri, paling sering terjadi pada sendi
lutut ( 50% kasus ), sedangkan pada anak-anak paling sering terjadi pada sendi pinggul,
sendi pinggul biasanya dalam posisi fleksi dan eksternal rotasi dan sangat nyeri bila
digerakkan. Kurang lebih 10-20 % terjadi infeksi poliartikular, biasanya 2 atau 3 sendi.
Poliartikular septik arthtritis biasanya terjadi pada pasien dengan reumatoid arthritis,
pasien dengan infeksi jaringan lunak atau pada pasien dengan sepsis berat.

Gambar 2 : (kiri)Gonokokal infeksi pada pasien usia muda dengan gambaran septic

arthritis pada ankle kiri, tampak gambaran petecie, odema, (Kanan) septic arthritis pada
pergelangan tangan

Terapi

a) Non operatif

Prinsip terapi pada septic arthritis adalah drainase cairan sinovial yang terinfeksi secara
adekuat, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, kombinasi Beta-lactam dengan
aminoglikosida atau generasi kedua golongan kuinolon. imobilisasi sendi untuk
mengurangi nyeri. Pada akut PJI ( prosthetic joint infection ) kurang dari 3 minggu (tipe
early) atau sekunder dari penyebaran hematogen tanpa keterlibatan jaringan sekitar
sendi atau tidak terjadi joint instability, dapat diterapi dengan obat-obatan Antibiotik
intravena diberikan selama 3-4 minggu.
Drainage dapat berupa perkutaneus atau pembedahan, aspirasi dengan menggunakan
jarum secara berulang untuk mencegah pengumpulan cairan di dalam sendi, aspirasi
dapat dilakukan 2-3 kali sehari pada hari-hari awal, apabila drainage lebih sering
diperlukan maka pertimbangan untuk operasi Apabila dalam 5 hari perawatan, sendi
mengalami perbaikan maka dapat diberikan obat-obat antiiflamasi, apabila tidak
membaik setelah 5 hari, klinis febris yang menetap, cairan sinovial tetap purulen, hasil
kultur tetap positip, maka perlu dilakukan reevaluasi terhadap terapi :

1. lakukan kultur ulang cairan sinovial

2. periksa serologis untuk diagnosa lyme disease

3. jika dicurigai adanya jamur atau mikobakterial perlu dilakukan sinovial biopsy

4. pertimbangakan kemungkinan reactive arthritis

5. periksa foto polos ataupun MRI untuk menyingkirkan periarticular osteomyelitis.

b) Operatif

Surgical drainage diindikasikan apabila satu atau lebih kriteria dibawah ini :

1. Penggunaan antibiotik yang sesuai dan perkutan drainage yang aktif selama
5-7 hari tetap gagal

2. Sendi yang terkena sulit untuk diaspirasi ( hip )

3. Adanya infeksi pada jaringan sekitar

Infeksi gonokokal jarang memerlukan surgikal drainasePada kasus PJI (prothease joint
infection) terapi dengan memberikan antibiotik yang adekuat dan pengangkatan
protesis, meskipun penggunaan antibiotik telah adekuat angka keberhasilan hanya 20 %
bila protesis tetap ditinggalkan, teknik dengan 2 tahap merupakan teknik yang paling
efektif :

1. Angkat protesis diikuti pemberian antibiotik selama 6 minggu

2. Ganti sendi yang baru dengan methylmethacrylate cement dengan antibiotik


( gentamicin, tobramycin ). Difusi antibiotik ke jaringan sekitar merupakan tujuan
terapi. Angka keberhasilan rata-rata 95%

Cara lain dengan intermediate method, dengan mengganti sendi terinfeksi dengan
sendi baru dalam 1 tahap operasi disertai pemberian antibiotik, metode ini memberikan
angka keberhasilan 70-90%. Apabila kondisi penderita membaik dalam 5 hari
perawatan, dapat dimulai mobilisasi ringan pada sendi yang terinfeksi, kebanyakan
penderita memerlukan rehabilitasi medik untuk mengembalikan fungsi sendi secara
maksimal.

C. SINDROMA KOMPARTEMEN

Pengenalan dan pengobatan dini sindroma kompartemen penting pada pasien


trauma untuk mencegah kematian, amputasi dini, dan disfungsi tungkai. Volkmann
adalah orang pertama yang menguraikan tentang akibat kontraktur paska-iskemik
pada lebih dari 1 abad yang lalu. Dia menghubungkan kontraktur otot permanen
dengan trauma, pembengkakan, dan perban yang ketat. Seddon dan rekan meninjau
ulang komplikasi akhir sindroma kompartemen ekstremitas superior dan inferior dan
menekankan pentingnya pengenalan awal dan fasciotomi. Kegagalan mendiagnosa
dan menangani sindroma kompartemen pada pasien trauma mengakibatkan sejumlah
kasus morbiditas yang sebenarnya dapat dicegah.

Berbagai sindroma kompartemen telah diuraikan untuk kedua ekstremitas atas


dan bawah. Uraian tersebut termasuk sindroma kompartemen pada bahu, lengan atas,
lengan bawah, tangan, bokong, paha, tungkai bawah, dan kaki. Penyebab sindroma
kompartemen beragam dan termasuk, jika tidak dibatasi, fraktur terbuka dan fraktur
tertutup, cedera arteri, luka tembak, gigitan ular, kompresi tungkai, dan luka bakar.

Patofisiologi

Meningkatnya tekanan pada ruang fascia tertutup menyebabkan menurunnya


tekanan perfusi dan pada akhirnya cedera sel dan kematian neuron dan jaringan otot.
Mekanismenya sebagai berikut: hipoksia menyebabkan cedera sel, melepaskan
mediator, dan meningkatkan permeabilitas endotel yang menyebabkan oedem,
selanjutnya meningkatkan tekanan kompartemen, pH jaringan menurun, lalu terjadi
nekrosis, dan terlepasnya mioglobin. Tekanan jaringan lebih besar dari tekanan
kapiler; biasanya terlihat pada > 30 mmHg tekanan intra-kompartemen. Waktu
iskemik: nervus < 4 jam, otot < 4 jam; beberapa mengatakan sampai 6 jam.

Tanda dan gejala

o nyeri pada keadaan istirahat


o parastesi

o pucat

o paresis atau paralisis

o denyut nadi hilang (pulselessness)

o jari di posisi fleksi

o gangguan diskriminasi dua titik

o tekanan tinggi di dalam kompartemen

Penatalaksanaan

Singkirkan penyebab kompresi

o O2

o Pertahankan ekstremitas setinggi jantung

o Konsultasi ortopedi atau bedah darurat

o Fasciotomi:

Indikasi sindroma kompartemen akut: tekanan kompartemen > 30 mmHg

Ahli bedah harus melakukan fasciotomi; bagaimanapun, pada tungkai


yang tekanannya meningkat atau terdapat penundaan pembedahan,
fasciotomi emergensi mungkin perlu dilakukan di departemen emergensi.

Pendekatan dua-insisi fasciotomi pada tungkai bawah merupakan


prosedur langsung dan dapat dipercaya.

D. TRAUMA ARTERI

Adalah trauma pada pembuluh darah arteri yang bisa disebabkan oleh trauma
tembus atau trauma tumpul terhadap ekstremitas yang jika tidak diketahui dan
tidak dilakukan tindakan sedini mungkin akan mengakibatkan hilang atau
matinya ekstremitas tersebut atau bahkan bisa menyebabkan kematian bagi
pasien.

Etiologi
Penyebab paling sering trauma pada pembuluh darah ekstremitas adalah luka
tembak (70-80%), luka tusuk (5-10%), luka akibat pecahan kaca. Selain itu
trauma pembuluh darah yang disebabkan oleh trauma tumpul seperti pada korban
kecelakaan atau seorang atlet yang cedera jarang (5-10%). Penyebab iatrogenik
sekitar 10% dari semua kasus yang diakibatkan oleh prosedur endovaskuler
seperti katerisasi jantung.

Trauma Tajam

Derajat I : robekan adventitia dan media, tanpa menembus tunika intima.

Derajat II : robekan parsial sehingga tunika intima arteri juga terluka dan
biasanya menyebabkan perdarahan hebat karena tidak mungkin terjadi
retraksi.

Derajat III : pembuluh darah putus total

Trauma tumpul

Derajat I : robekan tunika intima yang luas. Pada derajat II, terjadi
robekan tunika intima dan tunika media disertai hematoma dan trombosis
dinding arteri. Derajat III merupakan kerusakan seluruh tebal dinding
arteri diikuti dengan tergulungnya tunika intima dan media ke dalam
lumen serta pembentukan trombus pada tunika adventitia yang utuh.

Trauma iatrogenik

Tindakan diagnosis maupun penanganan kedokteran dapat menimbulkan


trauma arteri derajat I, naik berupa trauma tumpul yang merobek intima
atau trauma tajam yang merobek sebagian dinding. Penyebab tersering
yaitu pungsi arteri untuk pemeriksaan darah, dialisis darah, atau
penggunaan kateter arteri untuk diagnosis atau pengobatan.

Trauma luka tembak

Luka tembak umumnya melibatkan arteri besar. Pada ekstremitas atas,


area yang patut dicermati dan menjadi lokasi yang berisiko tinggi adalah
aksila, bagian medial dan anterior lengan atas, fossa antekubiti, tempat
lokasi arteri aksilaris dan brakialis terletak superfisial. Sedangkan
ekstremitas bawah yang perlu dicermati adalah anterior ligamentum
inguinalis, inferior dari lipatan glutea dan fossa poplitea.

Gejala klinis

Tanda pasti : trauma vaskular meliputi perdarahan yang sifatnya pulsatil,


hematoma yang meluas, thrill, tanda terjadi iskemia (pallor, parasthesia,
paralysis, pain, pulselessness, dan poikilothermia).

Tanda tidak pasti : hematoma yang kecil dan tetap bertambah ukuran, gangguan
pada saraf tepi akibat cedera langsung pada sistem saraf, hipotensi atau syok,
cedera yaang bersamaan seperti fraktur atau dislokasi, ada cedera pada lokasi di
tempat terdapat pembuluh darah yang melintasi.

Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa : pada trauma arteri dengan gambaran arteriogram yang


positif, non oklusif dan asimtomatik masih kontroversial.

Terapi surgikal : tindakan pertama untuk menangani trauma arteri adalah tekanan
langsung pada sumber perdarahan. Melakukan tourniquet pada proksimal dari
luka yang berdarah akan mencederai saraf tepi, selain itu juga tidak efektif untuk
kontrol perdarahan. Tidak dibenarkan melakukan kleim pada struktur vaskular
karena akan menyebabkan kesulitan pada saat dilakukan repair definitif, selain itu
juga menyebabkan kerusakan jaringan sekitar. Jika pasien didapatkan fraktur atau
dislokasi maka sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pembuluh darah, harus
dilakukan reposisi terlebih dahulu.

E. DISLOKASI

Dislokasi sendi atau disebut juga luksasio adalah tergesernya permukaan


tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi dapat
berupa lepas komplet (cerai sendi) atau parsial (dislokasi inkomplet), atau
subluksasio. Dislokasi sendi besar (misal, bahu, siku, panggul, lutut, mata kaki)
dianggap sebagai emergensi ortopedi. Dislokasi berkepanjangan membawa
perkembangan pada kematian sel kartilago, artritis paska trauma, cedera
neurovaskular, ankylosis, dan nekrosis avaskular. Cedera-cedera ini, yang lebih
mungkin muncul pada pasien muda dan aktif, bisa memiliki akibat mematikan.

Patofisiologi

Cedera pada sendi dapat mengenai bagian permukaan tulang yang membuat
persendian dan tulang rawannya, ligamen, atau kapsul sendi rusak. Darah dapat
mengumpul di dalam simpal sendi yang disebut hemartrosis. Apabila hanya
tulang rawan saja yang cedera, misalnya pada sendi lutut yang memiliki
meniskus, dapat timbul gejala klinis tertentu yakni secara tiba-tiba sendi terkunci
(locking) atau timbul suara klik atau clunk ,tergantung jenis lesinya.

Kebanyakan dislokasi memiliki temuan fisik khusus. Setelah terjadi


dislokasi, otot-otot di sekitar sendi secara khas menjadi spasme, terbatasnya range
of motion. Hal ini sering menyebabkan tungkai mengambil posisi berbeda. Pada
dislokasi panggul posterior, paha dipertahankan pada posisi fleksi dan berotasi
secara internal. Tungkai yang terkena biasanya memendek dan tidak dapat
diulurkan secara pasif. Dislokasi bahu anterior menyebabkan rotasi dan aduksi
ektsternal posisi lengan.

Dislokasi siku dan lutut (paling sering posterior) mengakibatkan ekstermitas


terkunci pada ekstensi. Sebagaimana halnya semua cedera ekstermitas,
pemeriksaan neurovaskular yang teliti harus dilakukan dan dicatat sebelum dan
sesudah melakukan manipulasi. Dislokasi paha membutuhkan diskusi khusus
karena akibat ekstrim dari kegagalan mengenali dan mengalamatkan mereka tepat
waktu. Cedera nervus panggul, kematian sel kartilago, dan nekrosis avaskular
merupakan akibat dari tertundanya pengobatan terhadap jenis cedera ini.

Dari semua ini, nekrosis avaskular merupakan yang paling berbahaya karena
kecenderungannya menyebabkan kolapsnya caput femoris dan perkembangan
penyakit sendi degenaratif berikutnya. Masalah ini menggiring pada penggantian
panggul total atau fusi panggul pada usia muda. Setelah menjalani prosedur ini,
operasi rekonstruktif mayor multipel menjadi umum selama masa hidup pasien.
Nekrosis avaskular biasanya berkembang dalam bentuk tergantung waktu. Pada
posisi dislokasi, ketegangan pada pembuluh darah kapsular membatasi aliran
darah ke caput femoris. Jika pinggul tetap berdislokasi selama 24 jam, nekrosis
avaskular akan berakibat pada 100% kasus.

Penatalaksanaan

Reduksi dislokasi selalu membutuhkan sedasi intravena untuk mengurangi


spasme otot pada sendi. Jika sebuah sendi tidak dapat direduksi oleh metode
tertutup dengan sedasi yang cukup, maka anestesi umum dibutuhkan. Berbagai
usaha dilakukan untuk mereduksi sendi dengan teknik tertutup di dalam ruang
operasi dengan staf yang siap sedia melakukan reduksi terbuka jika prosedur
teknik tertutup ini gagal.

Tujuan jangka panjang reduksi adalah untuk mengembalikan posisi anatomi


dan fungsi normal. Reduksi juga meringankan nyeri akut, membebaskan
pembuluh darah dan ketegangan nervus, dan bisa mengembalikan sirkulasi pada
ekstremitas yang tidak terdapat pulsasi.

Anda mungkin juga menyukai