Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan sekret yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk
mempengaruhi organ-organ lain. Sekret kelenjar endokrin adalah hormon yang
bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel
dalam tubuh (sel target), yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut
menjadi suatu tindakan. Sel target mempunyai semacam reseptor khusus untuk
menerima atau memberi rangsangan kepada hormon tersebut sehingga dapat
disalurkan. Macam-macam dari hormone antara lain yaitu Autokrin, Parakrin dan
Juxtakrin. Autokrin adalah hormon yang sel targetnya adalah sel itu sendiri
(reseptor hormon ada diluar sel), dan digunakan untuk sel itu sendiri. Parakrin
adalah hormon yang dihasilkan oleh sel yang sel targetnya disebelahnya /
didekatnya. Juxtakrin adalah hormon peptida dapat terikat pada membransel dan
berinteraksi dengan reseptor.
Fungsi hormon diantaranya:
1. Integrasi fungsi-fungsi tubuh.
2. Mempertahankan homeostasis tubuh, hormon akan mendeteksi dan memberi
respon terhadap kondisi lingkungan contohnya, pada sel kanker, hormon
akan memberi sinyal bahwa sel tersebut mengalami kerusakan.
3. Mengaktifkan atau menghambat proses metabolisme.
4. Berperan pada proses reproduksi, pertumbuhan sel dan diferensiasi sel.

Hormon dapat diklasifikasikan berdasarkan senyawa kimia penyusunnya,


daya larut, lokasi reseptor, dan sifat sinyal yang digunakan untuk perantara kerja
hormon dalam sel. Berdasarkan cara kerjanya, hormon diklasifikasikan menjadi
Hormon lipofilik (larut lemak) dan hidrofilik (larut air).
Kelenjar endokrin (endocrineglarul) terdiri dari (1) kelenjar hipofise atau
pituitari (hypophysisor pituitary gland) yang terletak di dalam rongga kepala dekat

1
dasar otak; (2) kelenjar tiroid (thyroid gland) atau kelenjar gondok yang terletak di
leher bagian depan; (3) kelenjar paratiroid (parathyroidgland) dekat kelenjar
tiroid; (4) kelenjar suprarenal (suprarenalgland) yang terletak di kutub atas ginjal
kiri-kanan; (5) pulau Langerhans (islets of langerhans) di dalam jaringan kelenjar
pankreas; (6) kelenjar kelamin (gonad) laki di testis dan indung telur pada wanita.
Placenta dapat juga dikategorikan sebagai kelenjar endokrin karena menghasilkan
hormon.

1.2. Skenario
Hormon merupakan molekul signal (pembawa pesan pertama, disebut first
messenger) yang berperan mengatur dan mengkoordinasikan proses-proses
selular, fungsi organ dan sistem pada organism multiselular. Hormone diekskresi
oleh sel dan akan terikat reseprot. Selanjutnya reseptor akan meneruskan pesan
(mentransduksikan signal) ke dalam sel diperantarai oleh molekul-molekul signal
(second messenger) untuk mengaktifkan respon fisiologikal sel target. Saat ini,
selain hormone endokrin juga dikenal adanya hormon-hormon local, seperti
parakrin, autokrin, dan juxtakrin.

1.3. Rumusan Masalah


Dari latar belakang dan skenario diatas, dapat dirumuskan beberapa
masalah, antara lain sebagai berikut:
1. Apa saja klasifikasi pada hormon?

2. Bagaimana mekanisme kerja hormon?

3. Apa saja reseptor hormon?

1.4. Tujuan Pembelajaran


Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara
lain sebagai berikut:
1. Mampu menjelaskan klasifikasi pada hormon

2
2. Mampu menjelaskan mekanisme kerja hormon
3. Mampu menjelaskan reseptor hormon
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Organisme multiseluler memerlukan mekanisme untuk komunikasi antar sel


agar dapat memberikan suatu respon dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
eksterna dan interna yang selalu berubah. Berbagai aktifitas sel, jaringan, dan
jaringan tubuh dikoordinasikan oleh hubungan timbale balik beberapa jenis sistem
messenger kimiawi salah satunya adalah hormone. Hormon adalah suatu zat yang
bertugas sebagai pembawa pesan (chemical messenger) disekresikan oleh sejenis
jaringan dalam jumlah yang sangat kecil dan dibawa oleh darah menuju target
jaringan di bagian lain tubuh untuk merangsang aktivitas atau fisiologi yang
khusus. Berbagai sistem hormon memainkan peranan penting dalam megatur
hampir semua fungsi tubuh, yang mencakup metabolisme, tumbuh kembang,
keseimbangan air dan elektrolit, reproduksi, dan perilaku. Contohnya, tanpa
adanya hormon pertumbuhan, seseorang akan menjadi cebol. Tanpa adanya
tiroksin dan triodotironin dari kelenjar tiroid, hampir semua reaksi kimia tubuh
akan menjadi lambat. Tanpa adanya insulin dari kelenjar pancreas, sel-sel tubuh
akan sedikit menggunakan karbohidrat makanan sebagai sumber energi. Dan
tanpa adanya hormone kelamin, perkembangan seksual dan fungsi seksual tidak
akan berjalan.
Kelenjar hormon atau kelenjar endokrin menghasilkan hormon yang
melakukan sistem pengaturan tubuh secara kimiawi. Sifat-sifat hormon adalah
bekerja secara spesifik pada organ, bagian tubuh tertentu atau aktivitas tertentu,
misalnya insulin untuk mengatur kadar gula darah. Dihasilkan tubuh dalam
jumlah yang sangat sedikit tetapi memiliki pengaruh besar terhadap aktivitas
tertentu dalam tubuh, misal jika tubuh kekurangan beberapa miligram hormon
Somatotrophin maka pertumbuhan akan terhambat secara nyata. Bekerja lambat,
pengaruh hormon tidak spontan seperti pada pengaturan oleh syaraf, seperti
hormon Testoteron yang berpengaruh terhadap perkembangan kelamin skunder

3
pria. Sebagai senyawa kimia, hormon tidak dihasilkan setiap waktu dan hormon
diproduksi hanya apabila dibutuhkan. Tidak sedikit hormon yang bertindak
sebagai messanger pertama yangmerupakan seri dari messanger yang berurutan
sehingga mengarah kepada adanyarespons spesifik di sel target. Dalam
perjalanannya di dalam darah dan cairaninterstitial, hormon ini akhirnya bertemu
dengan reseptor yang khas untuk hormon tersebut Reseptor ini terdapat di
permukaan atau di dalam sel target. Interaksi antara hormon dengan reseptor akan
menimbulkan seri langkah yangmempengaruhi satu atau lebih aspek fisiologi atau
metabolisme dari suatu sel.
Terdapat tiga golongan umum hormone : (1) protein dan polipeptida,
mencakup hormone-hormon yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior dan
posterior, pancreas, dan kelenjar paratiroid. (2)steroid, disekresikan korteks
adrenal, ovarium, testis dan plasenta. (3) turunan asam amino tirosin, disekresikan
oleh kelenjar tiroid dan medulla adrenal. Dalam menjalankan fungsinya sebagai
messenger kimiawi, hormon selalu berkaitan dengan reseptor. Mekanisme kerja
hormon ini diawali dengan pengikatan hormon pada reseptor spesifik di sel target.
Sel yang tidak memiliki reseptor untuk hormone tersebut tidak akan
berespons.Reseptor untuk beberapa hormon terletak pada membrane sel target,
sedangkan reseptor hormone yang lain terletak di sitoplasma atau di nucleus.
Ketika hormone terikat pada reseptornya, hal tersebut biasanya akan menginisiasi
serangkaian reaksi di dalam sel, dengan setiap tahap reaksi yang semakin
teraktifasi sehingga sejumlah kecil konsentrasi hormone bahkan dapat mempunyai
pengaruh yang besar.
Reseptor hormone merupakan molekul pengenal spesifik dari sel tempat
hormon berikatan sebelum memulai efek biologiknya ( protein berukuran besar) ,
dan setiap sel yang distimuli biasanya memiliki sekitar 2000-100000 reseptor.
Setiap reseptor, biasanya sangat spesifik untuk sebuah hormone. Hal ini
menentukan jenis hormone yang akan bekerja pada jaringan tertentu. Jaringan
target yang dipengaruhi oleh suatu hormone adalah jaringan yang memiliki
reseptor spesifiknya.

4
Interaksi hormon dengan reseptor permukaan sel akan memberikan sinyal
pembentukan senyawa yang disebut second messenger (hormon sendiri dianggap
sebagai first messenger). Interaksi hormon dan reseptor biasanya memicu
serangkaian efek sekunder dalam sitoplasma sel dan melibatkan fosforilasi atau
dephosphorylation dari berbagai jenis sitoplasmik protein. Perubahan dalam
saluran ion permeabilitas, atau meningkatkan konsentrasi molekul intraseluler
yang dapat bertindak sebagai sekunder rasul (misalnya AMP siklik). Beberapa
hormon protein juga berinteraksi dengan reseptor intraselular yang terletak di
sitoplasma.

Untuk hormon steroid atau hormon tiroid, reseptor mereka terdapat


intracellularly dalam sitoplasma sel target mereka. Untuk mengikat hormon
tersebut reseptor hormon ini harus melewati membran sel. Kompleks gabungan
hormon-reseptor kemudian bergerak melewati membran nuklir ke inti sel, di mana
mengikat untuk urutan DNA tertentu, memperkuat atau menekan tindakan gen
tertentu, dan secara efektif mempengaruhi sintesis protein. Namun tidak semua
steroid reseptor berada di intracellularly, tetapi berada pada beberapa membran
plasma yang terkait.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Mapping

3.2. Klasifikasi Hormon


3.2.1. Klasifikasi Hormon Berdasarkan Kelenjar
Berdasarkan kelenjarnya, hormon dibagi menjadi beberapa macam,
antara lain:
a. Kelenjar Hipofise
Sebagai Master of Gland, memiliki pengaruh yang kuat terhadap
organ dan kelenjar hormon lainnya. Kelenjar yang terletak di bawah
hypothalamus otak tengah. Kelenjar hipofise dibagi menjadi, Hipofise
bagian anterior dan hipofise bagian superior. Hormon-hormon yang
dihasilkan oleh hipofise bagian anterior antara lain:
Hormon pertumbuhan / somatotropik ; meningkatkan pertumbuhan
dengan cara mempengaruhi sebagian besar fungsi metabolisme tubuh.
Adrenokortikotropin (ACTH) ; mengatur sekresi beberapa hormon
adrenokortika, mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan
lemak.

6
Hormon perangsang tiroid (TSH) ; mengatur kecepatan sekresi
hormon tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid.
Prolaktin (PRL) ; meningkatkan pertumbuhan kelenjar payudara dan
produksi air susu.
Hormon perangsang folikel (FSH) ; mengatur pertumbuhan folikel
dalam ovarium sebelum ovulasi, dan meningkatkan pembentukan
sperma dan testis.
Hormon pelutein (LH) ; berperan dalam proses ovulasi, menimbulkan
sekresi hormon kelamin wanita oleh ovarium, dan testosteron oleh
testis.
Sedangkan hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofise posterior,
antara lain:
Hormon antidiuretik (ADH) ; mengatur kecepatan ekskresi air ke
dalam urin.
Oksitosin ; membantu kontraksi uterus pada akhir kehamilan, dan
berperan pada proses laktasu untuk menyalurkan air susu dari
kelenjar payudara ke puting susu waktu ada pengisapan.
b. Kelenjar Tyroid dan Paratyroid
Kelenjar tyroid dan parathyroid terletak di leher. Pada bayi dan anak-
anak, kelenjar ini belum berfungsi dengan baik. Kelenjar tiroid
menghasilkan hormon Tiroksin, sedangkan Paratiroid menghasilkan
hormon Parathormon (PTH). Kelenjar tiroid menghasilkan hormon
Tiroksin yang berfungsi mengatur kecepatan pertumbuhan dan
metabolism, hormon triiodotironin mengatur kecepatan metabolism
karbohidrat, hormon kalsitonin berfungsi mengatur kadar kalsium
dalam darah. Sedangkan kelenjar paratiroid, menghasilkan hormon
parathohormon yang berfungsi mengatur fosfat dan kalsium plasma
darah.
c. Kelenjar Pineal
Terletak di atas kelenjar hipofise. Menghasilkan hormon melatonin
yang berfungsi mengatur sekresi yang dilakukan oleh corpus lutheum

7
dan mengaktifkan sel melanosit menghasilkan melatonin untuk warna
kulit.

d. Kelenjar Adrenal
Terletak di atas ginjal. Terdiri atas 2 bagian, yaitu : korteks adrenal
dan medulla adrenal. Bagian medulla menghasilkan hormon epinefrin
dan norepinefrin, sedangkan bagian korteks menghasilkan hormon
kortisol, androgen, dan aldosterone.
e. Kelenjar pankreas
Pankreas selain menghasilkan enzim pencernaan juga menghasilkan
hormon insulin dan glukagon. Hormon ini dihasilkan oleh sel-sel
bagian langerhans. Hormon insulin berperan penting dalam
pengaturan penyimpanan gula dalam darah, sedangkan glukagon
berperan dalam meningkatkan kadar gula dalam darah.
f. Kelenjar testis (pada pria)
Kelenjar testis terletak di bagian inistitial testis. Kelenjar ini dibentuk
oleh sel-sel leydig dan menghasilkan hormon relaksin dan testosteron.
Hormon relaksin berperan dalam mengatur relaksasi otot-otot yang
berkaitan dengan sifat kelamin. Sedangkan hormon testosteron
berperan penting dalam pengaturan pembentukan sperma dan ciri
kelamin sekunder pria.
g. Kelenjar ovarium
Di dalam ovarium terdapat kelenjar ovary yang menghasilkan hormon
estrogen dan progesteron. Hormon estrogen berperan penting dalam
mengatur siklus menstruasi dan mengatur sistem reproduksi. Hormon
progesteron berperan penting dalam mengatur siklus menstruasi,
perkembangan ovum, dan ciri kelamin sekunder wanita.

3.2.2. Klasifikasi Hormon Berdasarkan Sifat Kelarutan Molekul


Hormon

8
Berdasarkan sifat kelarutan molekulnya, hormon terbagi menjadi dua
macam, antara lain:

a. Hormon Lipofilik
Hormon lipofilik larut baik dalam lemak dan kurang larut dalam air.
Contoh utamanya adalah hormon tiroid dihasilkan di kelenjar tiroid
dan merupakan turunan dari tirosin beriodin
b. Hormon Hidrofilik
Hidrofilik berarti suka air. Hormon ini larut dalam air serta kurang
larut dalam lemak. Kebanyakan hormon jenis ini merupakan hormon
peptida atau protein yang terdiri dari asam amino spesifik dengan
panjang yang bervariasi.

Kelarutan hormon sangatlah penting karena menentukan bagaimana


hormon di proses oleh sel endokrin, bagaimana hormon di transportasikan di
dalam darah, dan bagaimana hormon menghasilkan efek pada sel target.
Lokasi dari reseptor hormon lipofilik dan hidrofilik, yaitu:
- Peptida dan katekolamin hidrofilik tidak bisa melewati sawar
membran lipid sel target. Oleh karena itu, mereka mengikat
reseptor spesifik di permukaan luar membran plasma sel target.
- Steroid dan tiroid lipofilik dengan mudah melewati permukaan
membran untuk mengikat reseptor spesifik di dalam sel target

Walaupun hormon menghasilkan variasi respon biologis yang luas,


secara umum mereka memberikan pengaruh pada sel target dengan
mengubah protein sel dengan dua jalur:
1) Hormon hidrofilik yang mengikat di permukaan berfungsi dengan
jalur pengaktifan second messenger (cara kedua) di dalam sel
target. Aktivasi ini secara langsung mengubah aktifitas protein

9
intraseluler yang telah ada, biasanya enzim, untuk menghasilkan
efek yang diharapkan.
2) Hormon lipofilik berfungsi dengan pengaktifan gen spesifik di sel
target yang akan menyebabkan pembentukan protein intraseluler
yang baru. Protein ini bisa enzimatik maupun struktural.

3.2.3. Klasifikasi Hormon Berdasarkan Senyawa Pembentuknya


Berdasarkan senyawa pembentuknya, hormon terbagi menjadi
beberapa golongan, antara lain:

a. Golongan Steroid, berasal dari kolestrerol dan disekresi oleh korteks


adrenal vertebrata dan pada mamalia oleh plasenta.

b. Golongan Eikosanoid yaitu dari asam arachidonat. Golongan senyawa


ini membentuk kelompok prostaglandin, tromboksan, leukotrien, dan
lipoksin.

c. Golongan derivat Asam Amino dengan molekul yang kecil, hormon


golongan ini disekresi oleh kelenjar tiroid dan medulla kelenjar
adrenal, contohnya: hormon Thyroid dan hormon Katekolamin.

d. Golongan Polipeptida / Protein, merupakan kelompok terbesar dan


diarahkan oleh mRNA pada retikulum endoplasma, sebagian besar
dibentuk sebagai prohormon kemudian peptide itu selanjutnya
dipecah di apparatus golgi membentuk hormon. Hormon golongan
peptide / protein ini disekresikan oleh sebagian besar kelenjar
endokrin. Contohnya : hormon Insulin, hormon Glukagon, hormon
GH dan hormon TSH.

3.3. Mekanisme Kerja Hormon


Masing-masing hormone memiliki satu atau lebih efek fisiologis spesifik
yang diperantarai oleh jaringan sasaran. Jaringan tersebut memiliki kemampuan

10
mengenali adanya hormone tertentu (yang sering terdapat dalam konsentrasi
nanomolar atau pikomolar) dalam sirkulasi serta bberikatan dan berespons secara
spesifik terhadap molekul hormone tersebut dan tidak terhadap berbagai hormon
lain yang juga terdapat di dalam darah. Spesifitas interaksi hormon-jaringan
sasaran ini ditentukan oleh adanya reseptor sel yang terletak di membrane plasma
sel (untuk hormon peptide dan epinefrin) atau di dalam sitosol dan nucleus (untuk
hormon steroid dan tiroid, vitamin D3 aktif, dan asam retinoat). Agar aktivitas
hormon dapat timbul, pengikatan hormon-reseptor ini haris ditransduksikan
menjadi sinyal kimia pascareseptor di dalam sel. Sinyal ini menyebabkan respons
fisiologis spesifik terhadap hormon bersangkutan di jaringan sasaran, misalnya
pengaktivan enzim atau sintesis protein baru untuk pertumbuhan atau diferensiasi
sel.
3.3.1. Mekanisme Kerja Hormon yang Berikatan ke Reseptor
Permukaan Sel
3.3.1.1. Mekanisme kerja hormon yang melibatkan cAMP
Mekanisme kerja hormon yang melibatkan cAMP, diawali
hormon berikatan dengan reseptor dan mengaktifkan protein G.
Protein G merupakan protein yang berbentuk heterotrimer dan
memiliki tempat ikatan dengan nukleotida guanine, protein G terbagi
menjadi 3 jenis, yaitu Gs (berfungsi mengaktifkan enzim adenilat
siklase), Gi (berfungsi menghambat enzim adenilat siklase), Gg
(berfungsi mengaktifkan sistem fosfolipase / inositol fosfat).
Sehingga protein G tersebut melepaskan GDP (Guanin
Difosfat) dan mengikat GTP (Guanin Trifosfat). Sewaktu mengikat
GTP, protein Gs mengaktifkan enzim adenilat siklase, yang
menghasilkan cAMP / siklik-AMP.
CAMP mengaktifkan protein kinase A (PKA) dengan
mengeluarkan subunit regulatorik. Protein kinase A berfungsi
melakukan fosforilasi berbagai protein dan mencetuskan respon sel
(regulasi enzim metabolisme dan transkripsi gen).

11
Gambar 3.1 Mekanisme kerja hormon peptida / protein yang melibatkan cAMP

3.3.1.2. Mekanisme kerja hormon yang melibatkan sistem Ca2+


dan fosfatidilinositol bifosfat (PIP2)
Pengikatan hormon ke reseptornya mengaktifkan protein Gg
yang merangsang fosfolipase C. Fosfolipase C melakukan pemutusan
fosfatidilinositol bifosfat (PIP2) menjadi DAG (Diasilgliserol) dan
1,4,5-trifosfat (IP3). DAG bersama-sama dengan Ca2+ mengaktifkan
protein kinase C, serta berikatan dan mengaktifkan kinase lain
Berbagai kinase tersebut melakukan fosforilasi protein, yang
menimbulkan respon sel.

12
Gambar 3.2 Mekanisme kerja hormon peptida / protein yang melibatkan sistem
Ca2+ dan fosfatidilinositol bifosfat (PIP2)

3.3.1.3. Contoh Mekanisme Kerja Hormon Peptida (Hormon


Insulin)
Mekanisme kerja hormon insulin dimulai dengan berikatnya
insulin dengan reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan
sel sasaran. Reseptor ini terdiri dari 2 subunit yaitu:
- subunit yang besar dengan BM 130.000 yang meluas
ekstraseluler terlibat pada pengikatan molekul insulin.
- subunit yang lebih kecil dengan BM 90.000yang dominan
di dalam sitoplasma mengandung suatu kinase yang akan
teraktivasi pada pengikatan insulin dengan akibat fosforilasi
terhadap subunit itu sendiri (autofosforilasi) .

Reseptor insulin yang sudah terfosforilasi melakukan reaksi


fosforilasi terhadap substrat reseptor insulin ( IRS -1).IRS-1 yang
terfosforilasi akan terikat dengan domain SH2 pada sejumlah

13
proteinyang terlibat langsung dalam pengantara berbagai efek insulin
yang berbeda.
Pada dua jaringan sasaran insulin yang utama yaitu otot lurik
dan jaringan adiposa, serangkaian proses fosforilasi yang berawal dari
daerah kinase teraktivasi tersebut akan merangsang protein-protein
intraseluler, termasuk Glukosa Transpoter 4 untuk berpindah ke
permukaan sel. Jika proses ini berlangsung pada saat pemberian
makan, maka akan mempermudah transport zat-zat gizi ke dalam
jaringan-jaringan sasaran insulin tersebut.
Kelainan reseptor insulin dalam jumlah, afiinitas ataupun
keduanya akan berpengaruh terhadap kerja insulin. Down Regulation
adalah fenomena dimana jumlah ikatan reseptor insulin menjadi
berkurang sebagai respon terhadap kadar insulin dalam sirkulasi yang
meninggi kronik, contohnya pada keadaan adanya kortisol dalam
jumlah berlebihan. Sebaliknya jika kadar insulin rendah, maka ikatan
reseptor akan mengalami peningkatan. Konndisi ini terlihat pada
keadaan latihan dan puasa.
Hormon insulin berefek pada beberapa bagian tubuh, antara
lain: (1) pada hati (membantu glikogenesis, meningkatkan sintesis
trigliserida, kolesterol, VLDL, sintesis protein, serta menghambat
glikogenolisis, ketogenesis, glukoneogenesis), (2) pada otot
(membantu sintesis protein dengan meningkatkan transport asam
amino, merangsang sintesis protein ribosomal, dan membantu sintesis
glikogen), (3) pada lemak (membantu penyimpanan triglserida,
meningkatkan transport glukosa ke dalam sel lemak, menghambat
lipolisis intraseluler)

14
Gambar 3.3 Kerja Insulin Mengaktifkan sejumlah transporter

3.3.2 Mekanisme Kerja Hormon yang Berikatan ke Reseptor di Dalam


Sel
Peristiwa kerja hormon steroid pada dasarnya ada 2, antara lain :
1. Hormon steroid berdifusi melewati membrane sel dan memasuki
sitoplasma sel, tempat ia berikatan dengan reseptor yang spesifik.
2. Kombinasi protein reseptor kemudian berdifusi ke dalam atau
diangkut ke dalam nukleus.

15
3. Kombinasi tersebut terikat di tempat spesifik pada untai DNA di
kromosom, yang mengaktifkan proses transkripsi gen yang spesifik
untuk membentuk m-RNA.
4. m-RNA berdifusi ke dalam sitoplasma dan memicu proses translasi
di ribosom untuk membentuk protein yang baru.

Sebagai contoh, aldosteron, yaitu salah satu hormon yang


diekskresikan korteks adrenal, memasuki sitoplasma sel tubulus ginjal yang
mengandung protein aldosteron yang spesifik.
Proses kerja hormon steroid berawal dari difusi sederhana hormone
bebas menembus membrane plasma sel, walaupun pada beberapa kasus
terjadi penyerapan aktif hormone oleh sel. Setelah berdifusi ke dalam sel,
steroid berikatan dengan protein reseptor yang memiliki ranah mengikat
spesifik bagi hormone bersangkutan. Reseptor ini ditemukan di inti sel. Bagi
sebagaian hormon, reseptor tersebut juga terdapat di dalam sitosol. Reseptor
untuk glukokortikoid dan mungkin untuk mineral okortikoid atau aldosteron
terletak didalam sitosol, sedangkan reseptor untuk androgen, estrogen,
hormon tiroid, vitamin D aktif, dan asam retinoat tampaknya terdapat di
dalam inti.
Sebagian sifat reseptor steroid telah diketahui. Pengikatan ligan ke
reseptor dapat mengalami penjenuhan, yang mengisyaratkan bahwa jumlah
reseptor per sel terbatas dan tertentu. Selain itu, reseptor ini memperlihatkan
tingkat spesifisitas yang tinggi terhadap ligannya. Namun, kemampuan
reseptor mengenali dan membedakan berbagai hormon steroid yang
memiliki struktur serupa tidaklah absolut. Hanya jaringan yang berespon
terhadap steroid yang tampaknya memiliki reseptor ini. Derajat respon
biologis terhadap hormon secara umum berikatan dengan tingkat
penempatan reseptor.
Hormon steroid berikatan dengan reseptor yang inaktif dan belum
mengalami transformasi yang tempat pengikat ligannya belum ditempati.
Reseptor inaktif tersebut mungkin membentuk kompleks dengan beberapa

16
heat shock protein (protein yang terbentuk dalam sel yang mengalami stress)
yang ukurannya beragam. Heat shock protein menutupi ranah pengikat DNA
pada molekul reseptor bebas yang inaktif.

Gambar 3.4 Mekanisme kerja hormon steroid

3.3.2.1. Contoh Mekanisme Kerja Hormon Steroid (Hormon


Tiroid)
Hormon T3 (3,5,3-l-triodotironin) dan T4 (3,5,3,5-l-

tetraiodotironin) berikatan dengan reseptor spesifiknya dengan afinitas


yang tinggi di nukleus sel sasaran. Di sitoplasma hormon ini berikatan
pada tempat dengan afinitas yang rendah dengan reseptor spesifiknya.
Kompleks hormon reseptor berikatan pada suatu regio spesifik DNA,
menginduksi atau merepresi sintesis protein dengan meningkatkan atau
menurunkan transkripsi gen.
Dari transkripsi gengen ini timbul perubahan dari tingkat
transkripsi m RNA mereka. Perubahan tingkat mRNA ini mengubah

17
tingkatan dari produk protein dari gen ini.Protein ini kemudian
memperantarai respon hormon Thyroid. Hormon Thyroid dikenal
sebagai modulator tumbuh kembang penting pada usia balita

3.4. Reseptor Hormon


Setiap sel memiliki banyak sekali jenis reseptor, baik reseptor hormon,
vitamin, produk metabolisme ataupun reseptor xenobiotic. Reseptor secara umum
berarti penerima rangsang. Tetapi secara biomolekular adalah struktur khusus
bagian dari suatu sel :
di membran
di sitosol
di membran organella / nucleus

3.4.1. Reseptor Hormon dan Aktivasinya


Langkah pertama kerja suatu hormon adalah pengikatan hormon pada
reseptor spesifik di sel target. Sel yang tidak memiliki reseptor untuk
hormon tersebut tidak akan berespons. Reseptor untuk beberapa hormon
terletak pada membrane sel target, sedangkan reseptor hormon yang lain
berada dalam sitoplasma atau di nucleus. Ketika hormon terikat pada
reseptornya. Hal tersebut biasanya akan menginisiasi serangkaian reaksi di
dalam sel, dengan setiap tahap reaksi yang semakin teraktivasi sehingga
sejumlah kecil konsentrasi hormon bahkan dapat mempunyai pengaruh yang
besar.
Reseptor hormon merupakan protein berukuran besar, dan setiap sel
yang distimulasi biasanya memiliki sekitar 200-100000 reseptor. Setiap
reseptor biasanya juga sangat spesifik untuk sebuah hormon; hal ini
menentukan jenis hormon yang akan bekerja pada jaringan tertentu. Jaringan
target yang dipengaruhi suatu hormon adalah jaringan yang memiliki
reseptor spesifiknya.

18
3.4.2. Lokasi berbagai Jenis Reseptor Hormon
Reseptor hormon terletak di berbagai tempat sesuai spesifikasinya,
lokasi-lokasi reseptor hormon antara lain:
a. Di dalam permukaaan atau pada permukaan membrane sel, adalah
reseptor untuk sebagian besar spesifik untuk protein, polipeptida,
dan hormon katekolamin.
b. Di dalam sitoplasma sel, adalah reseptor untuk berbagai hormon
steroid.
c. Di dalam nukleus sel, adalah reseptor untuk hormon tiroid dan
lokasinya diyakini berhubungan erat dengan satu atau lebih
kromosom.

3.4.3. Struktur Reseptor Hormon


Setiap reseptor hormon mempunyai sedikitnya dua daerah domain
fungsional yaitu :
a. Domain pengenal yang akan mengikat hormon
b. Regio sekunder ; menghasilkan (tranduksi) signal yang
merangkaikan pengaturan beberapa fungsi intrasel

Pada Reseptor intraseluler yaitu reseptor hormon Steroid dan Thyroid,


membentuk suatu superfamili yang besar dari faktor transkripsi. Selain itu
adalah reseptor untuk hormon Glukokortikoid, mempunyai beberapa domain
fungsional, yaitu:
a. Regio pengikat hormon dalam bagian terminal karboksil
b. Regio pengikatan DNA yang berdekatan
c. Sedikitnya dua regio yang mengaktifkan transkripsi gen
d. Sedikitnya dua regio yang bertanggung jawab atas translokasi
reseptor darisitoplasma ke nukleus
e. Regio yang mengikat protein renjatan panas tanpa adanya ligan

19
Pada reseptor membrane salah satunya adalah reseptor Insulin, adalah
berupa heterotetramer (22) yang terikat lewat ikatan disulfida yang
multipel :
a. Subunit ekstramembran akan mengikat insulin
b. Subunit perentang membran akan mentransduksi sinyal yang
mungkin terjadi lewat komponen tirosin kinase pada bagian
sitoplasmik polipeptida ini.

Reseptor IGF, EGF , LDL, umumnya serupa dengan dengan reseptor


insulin ini. Reseptor untuk ANF yang memiliki aktifitas guanilil siklase juga
termasuk dalam kelas ini. Reseptor hormon polipeptida yang
mentransduksikan sinyal melalui pengubahan kecepatan produksi cAMP
ditandai dengan adanya tujuh buah domain yang merentangkan membran
plasma.

Gambar 3.5 Berbagai Jenis Reseptor Membran dengan Contoh masing-masing

Struktur molekul reseptor permukaan sel bervariasi. Gambar di bawah


ini menunjukkan struktur reseptor epidermal growth factor, yang memiliki
struktur sederhana yaitu terdiri dari peptida tunggal yang menembus
membran, kebanyakan reseptor growth factor memiliki struktur semacam
ini. Reseptor yang lain, misalnya untuk insulin memiliki lebih dari satu
subunit. Reseptor beta-adrenergic terdiri dari satu unit protein tetapi

20
konformasinya menembus membran tujuh kali sehingga biasa disebut
dengan seven trans membrane receptor.

Gambar 3.6 Struktur Reseptor Epidermal Growth Factor

3.4.4. Pengaturan Jumlah dan Sensitifitas Reseptor Hormon


Jumlah reseptor sel target biasanya tidak konstan dari hari ke hari,
atau bahkan dari menit ke menit. Reseptor protein itu sendiri dalam
fungsinya seringkali dinonaktifkan atau dihancurkan, dan pada waktu yang
lain reseptor tersebut diaktifkan kembali atau reseptor yang baru dibuat oleh
mekanisme pembentukan protein. Contohnya : peningkatan kadar hormon
dan penambahan ikatan hormon dengan reseptor sel target kadang-kadang
menimbulkan pengurangan jumlah reseptor yang aktif.
Down regulation dari reseptor ini dapat terjadi sebagai akibat dari :
(1) Inaktivasi sejumlah molekul reseptor
(2) Inaktivasi sejumlah molekul sinyal protein intrasel
(3) Sekuestrasi reseptor untuk sementara waktu di dalam sel, yang jauh
dari tempat kerja hormon yang berinteraksi dengan reseptor
membrane sel.
(4) Destruksi reseptor oleh lisosom setelah reseptor masuk ke dalamnya
(5) Pengurangan produksi reseptor
Down regulation receptor akan mengurangi respon jaringan target
terhadap hormon.

21
Sejumlah hormon menimbulkan up-regulation reseptor dan protein
pemberi sinyal intrasel; yaitu hormon penstimulasi memacu pembentukan
reseptor atau molekul sinyal intrasel oleh perangkat pembentukan protein sel
target dalam jumlah yang melebihi normal, atau lebih banyak ketersediaan
reseptor untuk berinteraksi dengan hormon. Bila hal tersebut terjadi,
jaringan target akan semakin sensitive terhadap stimulasi hormon terkait.

3.4.5. Reseptor Membran dan Reseptor Intraseluler


Reseptor membran, molekul sinyal ekstraseluler menimbulkan
perubahan pada reseptor, tanpa harus masuk ke dalam sel. Ada 3 klas
reseptor permukaan sel:
A. Reseptor yang mengikat ion kanal (Ionotropic Receptor)

Gambar 3.7 Reseptor yang mengikat ion kanal (Ionotropic Receptor)

B. Reseptor yang mengikat GTP-binding Protein (G-Protein)

Gambar 3.8 Reseptor yang mengikat GTP-binding Protein (G-Protein)

22
C. Reseptor yang mengikat enzim (Enzym-linked receptor)

Gambar 3.9 Reseptor yang mengikat enzim (Enzym-linked receptor)

Reseptor intrasel tersusun atas rantai polipeptida tunggal yang terdiri


dari tiga domain, antara lain:
1) Domain amino terminus: regio ini berperan pada aktivasi dan
stimulasi transkripsi dengan cara berinteraksi dengan komponen
transkripsional yang lain. Sekuen domain ini berbeda-beda pada
berbagai jenis reseptor.
2) Domain pengikatan DNA: asam amino pada regio ini berperan
pada pengikatan reseptor pada urutan spesifik pada DNA.
3) Domain karboksi terminus atau ligand-binding domain: region ini
mengikat hormon.

Sejumlah hormon yang meliputi hormon steroid, gonad, dan adrenal,


hormon tiroid. Hormon retinoid dan vitamin D berikatan dengan reseptor
protein di dalam sel dan bukan di membran sel. Karena hormon-hormon
tersebut bersifat larut dalam lemak, hormon tersebut menembus membran
sel dengan mudah dan berinteraksi dengan reseptor di sitoplasma atau
nukleus. Komplek reseptor hormon yang teraktifasi berikatan dengan urutan
pengaturan yang spesifik (promotor) di DNA yang disebut hormon response
element, dan dengan cara ini akan mengaktivasi atau menekan transkripsi
gen yang spesifik dan pembentukan m-RNA. Oleh sebab itu dalam hitingan

23
menit, jam, atau bahkan berhari-hari setelah hormon memasuki sel, protein
yang baru akan terbentuk di sel dan menjadi pengatur fungsi sel yang baru
atau mengubah fungsi sel.
Reseptor hormon steroid dan tiroid berada di dalam sel target, pada
sitoplasma atau nukleus, dan berfungsi sebagai ligand-dependent
transcription factors. Jadi kompleks hormon-reseptor berikatan dengan
regio promoter pada gen dan menstimuli atau menghambat ekspresi gen,
yang menghasilkan perubahan fenotipik pada ekspresi protein.
Berikut contoh reseptor hormon intraselular:
a. RESEPTOR HORMON TIROID
Hormon T3 dan T4 bersifat lipofilik dan dapat berdifusi lewat
membrane lasma semua sel, menumpai reseptor spesifiknya di
dalam sel sasaran. Reseptor hormon tiroid manusia terdapat paling
tidak dalam tiga bentuk: hTR-1 dan 2 serta hTR-1. hTR-
mengandung 410 asam amino, mempinyai sekitar 47.000, gennya
terletak pada krmosom 17. hTR- mengandung 456 asam amino
dengan BM sekitar 52.000, gennya terletak pada kromosom 3.
Setiap resptor mengandung tiga daerah spesifik.
1. Suatu daerah amino terminal yang meningkatkan aktvitas
resptor
2. Suatu daerah pengikat DNA sentral dengan dua jari-jari sistein
seng
3. Suatu daerah pengikat hormon terminal karboksil

Ada kemungkinan bahwa hTR-1 dan hTR-1 merupakan bentuk


resptor yang aktif secara biologic. hTR-2 tidak mempunyai
kemampuan mengikat hormon tetapi berikatan dengan unsure
respon hormon tiroid (TRE) pada DNA dengan demikian dapat
bertindak pada beberapa kasus untuk mengambat T3. Mutasi titik
pada gen hTR- yang menimbulkan reseptor T3 abnormal

24
merupakan penyebab dari sindroma resistensi generalisata
terhadap hormon tiroid (sindroma refetotof).

b. RESEPTOR HORMON ESTROGEN


Reseptor estrogen memiliki beberapa domain fungsional.
1. Domain berikatan dengan DNA, terdiri dari dua ikatan seng
yang terlibat dalam pengikatan dan dimerisasi reseptor.
2. Domain berikatan dengan ligan, berisi perangkat asam amino
berbeda yang mengikat ligan berbeda; domain ini juga
berinteraksi dengan protein koregulator.
3. Domain terminal-N, memiliki derajat variabilitas tinggi dan
normalnya terdiri dari domain transkripsi yang bisa
berinteraksi secara langsung dengan faktor-faktor
perlengkapan transkripsional.
4. Domain terminal-C mengkontribusi kapasitas transaktivasi
reseptor.
Ada dua subtipe reseptor estrogen dan beberapa isoform serta
sambungan varian dari setiap subtipe. Subtipe pertama, reseptor
estrogen klasik, pertama kali diklon tahun 1986. Subtipe kedua,
reseptor estrogen yang paling terkini. Kedua subtipe reseptor ini
bervariasi dalam struktur dan gen-gen pengode mereka di dalam
kromosom-kromosom yang berbeda. Gen reseptor estrogen
telah dipetakan pada lengan panjang. Distribusi jaringan reseptor
estrogen dan reseptor estrogen berbeda, walaupun ada
beberapa tumpang tindih. Sel-sel granulosa dan perkembangan
spermatid berisi kebanyakan reseptor estrogen dan subtipe ini
ada pada beberapa jaringan-jaringan target nonklasik, termasuk
ginjal, mukosa usus, parenkim paru, sumsum tulang, tulang, otak,
sel-sel endotelial, dan kelenjar prostat. Kontrasnya, endometrium
sel-sel kanker payudara, dan stroma ovarium isinya kebanyakan
reseptor estrogen .

25
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:
1. Hormon adalah zat yang dikeluarkan dari suatu kelenjar ke suatu aliran
darah untuk mempengaruhi kegiatan sel di dalam tubuh. Hormon dapat
diklasifikasikan berdasarkan kelenjarnya, senyawa kimia, sifat
reseptor, dan lokasi reseptornya.
2. Mekanisme kerja hormon dipengaruhi oleh reseptor dan second
messenger, yaitu cAMP, Ca2+, dan Fosfatidilinositol bifosfat (PIP2)
untuk mencapai fungsi fisiologis dari hormon tersebut.
3. Reseptor hormon dibagi menurut letaknya meliputi reseptor hormone
membrane dan reseptor hormone itraseluler, dimana reseptor hormone
membrane mengikat hormone yang hidrofilik, sedangkan reseptor
membrane intraseluler mengikat hormone yang lipofilik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Gavrieli,Y.,Y.Sherman,and S.A Ben-Sasson. (1992). Identification of programed


cell death in situ via specific llabeling of nuclear DNA fragmentation.
J.CellBiol. 119:493-501

Haqiqi. 2008. Biosintesis hormone tiroid dan paratiroid. Malang : Fakultas


Peternakan Universitas Brawijaya.

Marks, Dawn B. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar:Sebuah Pendekatan Klinis.


Jakarta : EGC

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC

Thompson,H.J.,R.Strange and P.J.Schedin. (1992) Apoptosis in the genesis and


prevention of cancer. Cancer Epidem. Biomarkers and Prevention 1 : 597-
602

27

Anda mungkin juga menyukai