Anda di halaman 1dari 35

Kata Pengantar

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, pada kesempatan ini kami telah dapat
merampungkan penulisan Modul Fisika Kuantum dengan materi Landasan Fisika Kuantum.
Harapan kami, melalui modul ini segala bentuk hambatan, seperti terdapatnya materi yang
tidak esensial, tingkat materi yang tidak sesuai, atau bobot pengajaran yang tidak memadai,
dapat teratasi dalam kegiatan belajar mengajar.

Pembahasan dalam modul ini disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami.
Pembahasannya ringkas namun padat, disertai contoh-contoh soal pada tiap subbab, serta
Soal Mandiri pada akhir materi. Dengan demikian, mahasiswa dapat memahami konsep dasar
Landasan Fisika Kuantum, terampil menyelesaikan soal, serta dapat mempraktikkannya
dalam kehidupan sehari-hari.

Kami menyadari keterbatasan dalam menyusun modul ini. Umtuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhir kata, kami mengucapkan terima
kasih dan selamat belajar.

Jember, 06 Juni 2017

Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................................ i

Daftar Isis ii

Landasan Fisika Kuantum 1

1.1 Fisika Klasik 1


1.1.1. Mekanika Sistem Partikel 1
1.1.2. Medan Elektromagnetik 2
1.2 Krisis Fisika Klasik dan Solusinya 2
1.2.1 Radiasi Benda Hitam 2
1.2.2 Efek Fotolistrik
1.2.3 Efek Compton
1.2.4 Hipotesis de Broglie dan Difraksi Elektron
1.2.5 Teori Atom Bohr
1.3 Paket Gelombang dan Prinsip Ketaktentuan Heisenberg

Landasan Fisika Kuantum


1.1 FISIKA
KLASIK

Fisika yang
berkembang sampai
akhir abad sembilan belas dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama
yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika
klasik dicirikan oleh kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam ruang.
Istilah terkurung secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara
materi dan sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Sedangkan medan elektromagnetik
dicirikan oleh kuantitas medan dari gelombang yang menyebar di dalam ruang. Medan
tersebar di dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang berbeda dan menipis sampai
akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara ruang bermedan dan ruang tanpa medan tidak jelas
atau kabur.

Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common sense dan deterministik.

1.1.1. Mekanika Sistem Partikel

Perhatikan partikel bermassa m yang pada saat t berada pada posisi = (t) ,
mempunyai kecepatan = (t) dan mengalami gaya F. Secara klasik partikel ini terikat oleh
hukum Newton:

F = m (t) (1.1)

dan akan bergerak dengan lintasan tertentu (definite path). Karena itu, jika posisi,
kecepatan, dan gaya saat ini diketahui maka keadaan masa lalu partikel dapat diketahui
secara pasti, demikian pula keadaan masa depannya. Inilah yang dimaksud dengan sifat
deterministik fisika klasik. Sifat ini secara grafik dapat dilukiskan sebagai berikut :

Gambar 1.1 Lintasan Klasik suatu Partikel

Dapat dikatakan, keadaan sistem partikel pada suatu saat t direpresentasikan oleh
nilai sesaat dari posisl r(t) dan kecepatan r(t).

Fenomena yang ada di dalam sistem partikel (mekanika klasik) adalah fenomena
tumbukan antara beberapa partikel yang memungkinkan terjadinya transfer momentum dan
energi.

1.1.2 Medan Elektromagnetik

Penemuan fenomena interferensi dan polarisasi cahaya di awal abad kesembilan


belas meyakinkan bahwa cahaya merupakan gelombang. Sifat gelombang dari cahaya
diidentifikasi beberapa dasawarsa kemudian sesuai perumusan Maxwell tentang teori medan
elektromagnetik. Dengan demikian, cahaya sebagai gelombang elektromagnetik merupakan
salah satu manifestasi dari fenomena elektromagnetisme yang terumuskan dalam persamaan
Maxwell:

. D= p

. B=0

B
x E=
t

D
x H=J + (1.2)
t

dengan D = E dan H = B yang mana E dan B adalah medan listrik dan medan

induksi magnetik, dan adalah permitivitas dan permeabilitas bahan, sedangkan p dan J

merupakan distribusi (sumber) muatan listrik dan distribusi arus listrik di dalam bahan.

Sampai menjelang abad kedua puluh, kedua teori tersebut ditambah termodinamika
dipandang sebagai teori puncak (ultimate theory) yang mampu menjelaskan semua fenomena
fisika. Sedangkan secara praktis, teori-teori tersebut telah memicu timbulnya revolusi
industri.

1.2 KRISIS FISIKA KLASIK DAN SOLUSINYA

Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tetapi sayang, beberapa
fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas berikut ini tidak dapat
dijelaskan oleh teori fisika klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa fisika klasik
mcngalami krisis!

1.2.1 Radiasi Benda Hitam

Jika suatu benda dipanaskan, ia akan meradiasi. Hasil eksperimen yang menarik
adalah sifat distribusi energi atau spektrum energi dari radiasi benda hitam yang
bergantung pada frekuensi cahaya dan temperatur. Benda hitam didefinisikan sebagai
benda atau sesuatu yang menyerap semua radiasi yang diterimanya. Hasil eksperimen
tersebut untuk temperatur berbeda diungkapkan oleh Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Distribusi energi benda hitam

Teori klasik yang dirumuskan oleh Rayleigh dan Jeans sampai pada bentuk fungsi
distribusi energi :

8 kT
2
U(v, T) = c3 v (1.3)

dengan k = 1,38x10-16 erg/0K adalah konstanta Boltzman dan c adalah kecepatan cahaya.
Jelas, hasil perumusan Rayleigh dan Jeans (1.3) ini hanya sesuai untuk frekwensi kecil
tetapi gagal pada frekwensi tinggi. Kegagalan atau penyimpangan teori Rayleigh-Jeans pada
frekwensi besar inidikenal sebagai bencana ultraungu (ultraviolet catastrophe). Grafik
distribusi energi dari rumus Rayleigh-Jeans (1.3) diberikan oleh Gambar 1.3. Garis penuh
adalah prediksi Rayleigh-Jeans, sedangkan garis putus adalah hasil eksperimen.

Gambar 1.3 Distribusi energi radiasi klasik

Untuk mengatasi kesulitan analisa klasik, digunakan fakta bahwa gelombang


elektromagnetik yang merupakan radiasi di dalam rongga (cavity with a small aperture-
sebagai realisasi praktis konsep benda hitam) dapat dianalisa sebagai superposisi dari
karakteristik moda normal rongga. Dalam setiap moda normal, medan bervariasi secara
harmonik. Degan demikian, setiap moda normal ekivalen dengan osilator harmonik dan
radiasi membentuk ensembel osilator harmonik.

Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis radikal sebagai


berikut:

1. Osilator di dalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara kontinu


melainkan hanya berubah amplitudonya - transisi amplitudo besar ke kecil
menghasilkan emisi cahaya sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar
dihasilkan dari absorbsi cahaya.
2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi
yang disebut kuanta sebesar hv, dengan v adalah frekuensi osilator sedangkan h
adalah konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta Planck h
= 6,626 x 10-34 Joule.detik.

Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut. Distribusi
energi dari osilator tidak kontinyu, melainkan terkuantisasi

En = nhv (1.4)

dengan n bilangan bulat (0, 1, 2, ...). Unsur utama dari kuantisasi (1.4), untuk frekuensi
tertentu yang diberikan maka selisih energi antara tingkat energi dua osilator berurutan adalah

En+1 En = (n+1)hv nhv = hv (1.5)

Selanjutnya, kita hitung energi rata-rata setiap osilator. Fungsi distribusi untuk osilator
di dalam kotak hitam bertemperatur T adalah diskrit

Fn = Ce-En/kT (1.6)

Energi rata-rata osilator

Enfn ( nhv ) enhv /kT


n =0
<E> =
= n =0 (1.7)
fn nhv /kT
n=0 n0

Untuk menghitung energi rata-rata di atas, lakukan pemisalan

x = hv/kT (1.8 a)

dan
z = e-x (1.8 b)

maka penyebut persamaan (1.7) dapat diuraikan menjadi

enhv /kT = z
n=0 n=0

= 1 + z + z2 + ...

1
= 1z (1.9)

Sedangkan untuk menghitung pembilang persamaan (1.7), kita gunakan

d (enx)
-ne-nx = dx

sehingga

d enx
( nhv ) e nhv
kT
=hv n =0
dx
n=0

1
d( )
= -hv 1z
dx

z
= -hv ( (i z 2 ) ) (1.10)

Substitusi (1.9) dan (1.10) ke persamaan (1.7) serta mengingat permisalan (1.8 a) dan
(1.8 b) diperoleh

z hv
=
<E> = hv z1 hv (1.11)
e 1
kT

Sedangkan, jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan frekuensi v di dalam kubus L 3 per
satuan volume

8 v 2
g (v) = c3 (1.12)
Kerapatan foton sebagai kuanta dari osilator harmonik adalah

u(v,T) = g(v)(E) (1.13)

Dengan demikian

8 h v 3 1
u ( v ,T )= 3 +hv /kT (1.14)
c e 1

Yang sesuai dengan hasil eksperimen !

Contoh 1.1 :

Perhatikan sepotong bahan pada temperatur 1500 K. Misalkan, pada frekuensi relatif
tinggi selisih energi antar tingkat osilator adalah 1 Ev. Hitung energi rata-rata per osilator.

Penyelesaian:

Pada temperatur 1500 K,

Kt = 0,13 Ev

E0 / kT
Jumlah atom dalam keadaan dasar N0 sebanding dengan e dengan E0 adalah energi

keadaan dasar osilator. Menurut hipotesis planck

E0 = 0

Maka

E / kT
N0 = C e
0
=C

Selanjutnya, jumlah atom dengan tingkat energi berikutnya E1 = 1 Ev adalah N1,

E / kT 1 /0,13 4
N1 = C e =e =C(4,6 10 )
1

Dengan cara serupa, jumlah atom dengan energi E2 = 2 Ev adalah N2,

E / kT
N2 = C e
2
=e2 /0,13 =C(4,6 104 )2

Dan seterusnya.

Energi rata-rata osilator


N 0 E0 + N 1 E 1+ N 2 E2 +
E =
N 0 + N 1 + N 2+

C .0+C ( 4,6 104 ) ( 1 eV ) +C(4,6 104)2 ( 2 eV ) + 4


E = 4 2
=4,6 10
C+C ( 4,6 10 ) +C (4,6 10 ) +
4

Contoh 1.2 :

Perlihatkan bahwa hukum radiasi planck dan hukum radiasi Rayleigh-Jeans identik
pada frekuensi rendah atau pada temperatur tinggi.
Penyelesaian:
Hukum radiasi Planck:
8 h v 3 1
u ( v ,T )= 3 +hv /kT
c e 1

Untuk v kecil atau T sangat besar,


hv
e hv/ kT 1+
kT

Karena itu
8 h v 3 1 8 kT v 2
u= =
c3 hv c3
kT( )
Persamaan terakhir tidak lain adalah hukum distribusi Rayleigh-Jeans (1.3)

Contoh 1.3:
a. Ungkapkan fungsi distribusi (1.14) sebagai fungsi dari panjang gelombang
b. Dari hasil yang diperoleh soal (a), tentukan panjang gelombang yang memberikan harga
rapat energi maksimum.
c. Dari hasil (b), tentukan daerah panjang gelombang yang memberikan radiasi terbesar
dari suatu benda pada temperatur kamar.
Penyelesaian:
a. Fungsi (1.3) dan (1.4) merupakan rapat energi per satuan volume per satuan frekuensi
d 1 d
u ( v ,T )= =
d V dv
Sedangkan, fungsi distribusi u(I, T) merupakan rapat energi per satuan volume per satuan
panjang gelombang
u ( v ,T )=
d d d
=
d dv d ||
Tanda mutlak diperlukan karena makin besar panjang gelombang makin kecil frekuensi.
c
v=

Substitusi ungkapan ini kedalam u ( , T ) didapatkan,


8 c hc /
u ( , T )= 4 +hc/ kT
e 1
8 h c 2
u ( , T )=
5 e hc/ kT 1
b. u maksimum jika,

{ }
hc hc/ kT
( )e
du
d |
= m
2
=8 h c 6 hc/ kT
e
+
5kT
1 7 e hc/ kT 1 = m
=0

Hubungan diatas memberikan,


hc 1
m =
5 kT 1ehc/ kT

Tampak bahwa ungkapan untuk m adalah persamaaan transedental dan solusinya

hanya dapat diperoleh secara numerik.


Solusinya,
hc
m =
4,97 kT
0,0029
m = mK (1.15)
T
Pers.(1.15) ini dikenal sebagai hukum pergeseran Wien.
c. Pada temperatur kamar 270C atau 300 K,
m =105 m
Harga ini merupakan bagian tengah dari daerah inframerah.
1.2.2 Efek Fotolistrik
Pada tahun 1887 Heinrich Hertz melakukan eksperimen penyinaran pelat katoda
dengan aneka cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektron dipancarkan dari pelat katoda.
Eksperimen yang dikenal sebagai efek fotolistrik ini dapat digambarkan dengan bagan
berikut:
Gambar 1.4 Bagan eksperimen efek fotolistrik

Di dalam eksperimen ini intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial antara kedua
pelat diubah-ubah. Hasil eksperimen dapat diungkapkan dalam grafik-grafik berikut:

(a) untuk cahaya monokromatik , dengan aneka intensitas

(b) untuk cahaya dengan aneka frekuensi


(c) energi kinetik fotoi elektron untuk tiga cahaya berbeda

Gambar 1.5 Hasil-hasil eksperimen efek fotolistrik

Secara klasik, sebenarnya peristiwa terpancarnya elektron dari permukaan logam yang
disinari merupakan hal atau fenomena yang wajar. Hasil pengamatan yang tidak wajar dan
tidak dapat dijelaskan oleh pemahaman klasik adalah

1. Distribusi energi elektron terpancar (fotoelektron) tidak tergantung dari intensitas


cahaya. Berkas cahaya yang kuat hanya menghasilkan fotoelektron atau elektron
terpancar lebih banyak tetapi energi fotoelektron rata-rata sama saja dibanding
fotoelektron oleh berkas cahaya berintensitas lebih rendah dengan frekuensi sama.
2. Tidaka ada keterlambatan waktu antara datangnya cahaya pada permukaan logam dan
terpancarnya elektron. Secara klasik, misalkan permukaan logam pada eksperimen
adalah natrium, arus fotolistrik teramati jika energi elektromagnetik 10 -6 J/m2 terserap
oleh permukaan. Sementara 1019 atom pada selapis natrium setebal satu atom dan seluas
1 m2 . jika dianggap cahaya datang diserap oleh lapisan atas dari atom-atom natrium,
setiap atom menerima energi rata-rata dengan laju 10 -25 W. Pada laju ini, natrium
membutuhkan waktu 1,6 x 106 detik atau sekitar dua minggu untuk mengumpulkan
energi sebesar 1 eV, yaitu energi fotoelektron.
3. Energi fotoelektron bergantung pada frekuensi cahaya yang digunakan dan di bawah
frekuensi tertentu tidak ada elektron dipancarkan walau intensitas diperbesar. Energi
kinetik elektron, energi cahaya, dan energi minimum dari cahaya yang diperbolehkan
memenuhi hubungan:
Ek = E 0 (1.16)

Jelas, jika energi cahaya E kurang dari energi minimum 0 tidak ada elektron

terpancar.

Pada tahun 1905, einstein mengemukakan penjelasan berupa kebergantungan


fotoelektron pada frekuensi radiasi. Menurutnya radiasi yang sampai pada permukaan
menjadi sebungkus (bundle) energi yang terlokalisasi E=hv sebagaimana digagas Max Planck
dan merambat dengan laju cahaya. Sebungkus atau paket cahaya ini kemudian disebut foton.
Jika foton sampai pada permukaaan logam, maka
1. Foton dapat dipantulkan (sesuai hukum optik).
2. Foton dapat lenyap dan menyerahkan seluruh energinya untuk melempar elektron.
Dengan demikian, pers. (1.16) menjadi
Ek =hv 0 (1.17)

Energi minimum 0 =e V 0 disebut fungsi kerja (work function) dari logam. Dari

pers. (1.17) diperoleh frekuensi radiasi minimum untuk melempar elektron, yaitu:

v 0 =0 / h (1.18)

Sehingga
Ek =h(vv 0 ) (1.19)

Sebagaimana diperlihatkan oleh gambar 1.5c.


Singkat kata, penjelasan kuanta energi radiasi atau energi terbungkus dalam satu paket
mampu menjelaskan fenomena terpancarnya elektron dari pelat katoda setelah disinari cahaya
dengan frekuensi tertentu.

1.2.3 Efek Compton


Pada tahun 1922 Arthur Compton melakukan eksperimen penembakan sinar-x
terhadap bahan. Di dalam eksperimen ini dideteksi cahaya atau sinar-x dan elektron
terhambur. Bagian eksperimen efek Compton diberikan oleh Gambar 1.6.

Gambar 1.6 Bagan eksperimen efek Compton

Menurut teori elekromegnetik, intensitas cahaya terhambur oleh elektron akan


bergantung sudut hamburan dan tidak bergantung panjang gelombang cahaya datang.
I S ( I +cos 2 ) I ( ) (1.20)

Tetapi pengamatan Compton hasil: memberikan


1. Radiasi terhambur terdiri dari dua panjang gelombang yaitu panjang gelombang asal

0 dan panjang gelombang tambahan s

2. s > 0

3. s bergantung pada sudut

Intensitas relatif untuk beberapa sudut dan model hamburan yang diajukan oleh

Compton dapat digambarkan sebagai berkut.

Gambar 1.7 Model Hamburan Compton

Gambar 1.8 Intensitas relatif untuk beberapa

Dalam analisa matematisnya, G.E.M. Jauncey dan A.H. Compton mengajukan usul
yang berani, yaitu:
1. Foton mempunyai momentum seperti partikel
2. Proses hamburan adalah tumbukan elastis antara foton dan elektron
Dikatakan berani karena sampai saat itu, gelombang terpisah secara absolut dari
materi dalam arti keduanya mempunyai sifat dan perilaku yang khas dan tidak dapat saling
menggantikan. Momentum dan fenomena tumbukan merupakan sifat dan perilaku partikel
dan tidak pernah terjadi serta terumuskan untuk gelombang.
2 2 2 2 4
Dari ungkapan energi relativistik E = p c + m c maka untuk foton sebagai

partikel bermassa diam nol, E= pc . Sedangkan menurut konsep kuanta Max Plank,

E=hv . Dengan demikian momentum foton


hv h
p= = (1.21)
c

Menggunakan kedua asumsi di atas, Compton mampu menjelaskan hasil

eksperimennya yakni adanya selisih panjang gelombang ,

= c ( 1cos ) (1.22)

Dengan c =h/me c=0,024 yang didefiinisikan sebagai panjang gelombang Compton.

Asumsi Compton diperkuat oleh hasil eksperimen Bothe dan Wilson yang mendeteksi
elektron terlempar (recoil elektrons), serta konfirmasi eksperimental Bless tentang energi
elektron terlempar.

Contoh 1.4

Foton dengan panjang gelombang 0,024 menumbuk atom target dan foton

terhambur terdeteksi pada sudut 60 relatif terhadap foton dating. Hitung:

a. Panjang gelombang foton terhambur


b. Sudut elektron terhambur
Penyelesaian :
a. Bagan tumbukan diberikan oleh Gambar 1.7
Foton terhambur mengalami perubahan (pertambahan) panjang gelombang sebesar
= c (1cos 60 )
0,024
Dari panjang gelombang foton datang. Karena itu panjang gelombang foton terhambur
s=( 0,024+ 0,012 )
0,036
b. Hukum kekekalan momentum memberikan:
h h
= cos + pe cos (arah horizontal)
s
Dan
h
0= sin p e sin (arah vertikal)
s
Kedua persamaan ini memberikan:
s
=cos +sin cot

Subtitusi harga-harga s dan di atas, didapatkan:


3 1 1
= + 3 cot
2 2 2
Atau
2
cot =
3
Dengan demikian
2
=arc cot =40,9
3
Ketiga eksperimen di depan merupakan eksperimen yang memperlihatkan sifat
partikel dari gelombang, yang secara sederhana dinyatakan oleh Max Planck bahwa
gelombang memaket diri dalam kuanta energi
E=hv (1.23)
Hal lain yang barangkali perlu dicatat pada kelahiran hipotesis radikal Max Planck ini
adalah kenyataan bahwa eksperimen mendahului hipotesis atau dengan kata lain teori
dibangun untuk menjelaskan eksperimen.

1.2.4 Hipotesis de Broglie dan Difraksi Elektron


Pada tahun 1924 dengan mempertimbangkan sifat simetri dari alam Louis de Broglie
mengajukan hipotesis bahwa partikel (seharusnya juga) mempunyai gelombang. Partikel

bermassa m dan bergerak dengan laju v mempunyai panjang gelombang menurut


h h
= = (1.24)
mV P
Apa yang membedakan antara bentuk ungkapan (1.24) dan (1.21)? Jawabanya, secara
formal matematis keduanya identik tetapi ruh, spirit dan latar belakang atau kelahirannya

berbeda Pers. (1.21) merupakan sifat partikel ( p) dari suatu gelombang ( ) ,

sedangkan pers. (1.24) merupakan sifat gelombang ( ) dari suatu partikel bermomentum
( p ) . Hal terpenting, sebelum kedua perumusan ini sifat-sifat gelombang dan materi tidak

saling terkait atau saling mempengaruhi seperti telah disinggung di depan.


Dengan demikian, secara skematis kaitan antara partikel dan gelombang dapat
dinyatakan sebagai berikut:

Secara eksperimen berperilaku


Gelombang Partikel
Max Planck

(dihipotesiskan berperilaku)
Partikel Gelombang
Louis de Broglie

Sehingga terjadi hubungan yang simetris antara partikel dan gelombang


Partikel Gelombang

Artinya, gelombang dapat bersifat sebagai partikel dan sebaliknya partikel dapat
bersifat gelombang.
Hipotesis de Broglie mampu menjelaskan hasil eksperimen yang dilakukan oleh C. J.
Davisson dan L. H. Germer satu tahun kemudian. Bagan dan hasil eksperimen tersebut
diberikan oleh gambar berikut:

Gambar 1.9 Bagan eksperimen Davisson Gemmer dan hasilnya


Intensitas elektron terpantul dapat dijelaskan sebagaimana difraksi bragg dengan
memberikan sifat gelombang pada eektron penumbuk. Elektron elektron dean energi 54 eV

bersesuaian dengan = 1,67 A yang mendekatai harga difraksi bragg.

= 2 d sin = 2 x 0,91 x sin 650 = 1,65 A . (1.25)

Karena bekas yang digunakan adalah elektron, eksperimen ni lebih dikenal dengan
eksperimen difraksi elektron.

Contoh 1.5

Neutron termal pada temperatur kamar 270C digunakan untuk menentukan jarakantar
budang kristal NaCl. Hitung :

a. Panjang gelombang de broglie neutron tersebut


b. Jarak antar bidang kristal NaCl dika difraksi maksimum pertama terdeteksi padasudut
14,90.

Penyelesaian :

a. Energi kinetik rata rata neutron dengan energi molekul gas ideal pada temperatur yang
sama,
3
Erata = kT
2
3
= 2 1,281 x 10-21 . 300 J

= 6,2145 x 10-21 J
p2
Karena Erata = Ekinetik = 2 mN , maka

P= 2m N Erata , mN = massa neutron


Denga deikian, panjang gelombang de Brolienya :
h
= 1,54 A
p
b. Persamaan (1.25) merupakan kasus khusus ( = 1) dari persamaan yang lebih umum yaitu,
n = 2 d sin (1.26)
dengan n= 1, 2, 3... menyatakan punvak (maksmum) ke n pola difraksi. Dari persamaan
(1.26) ini diperole jarak antar bidang kristal NaCl.
n
d=
2 sin
1 x 1,45
= 2 x 0,257

= 2,82 A

1.2.5 Teori Atom Bohr

Saat itu Rutherford telah membuat model atom yang mengambil analogi sistem tata
surya yang mana planet planet bergerak mengitari matahri. Model planet untuk sustu atom
Rutherford bermuara pada kesimpulan :

i) Elektron atom hidrogen yang beredar disekitar inti hnaya mempunyai waktu edar
sekitar 10-6 detik, kemudian elektron tersebut jatuh ke dalam inti. Hal ini terjadi
karena dalam pemahaman klasik elektron akan memancarkan energinya selama
mengitari inti atom.
ii) Spektrum optik dari atom hidrogen ( atau atom yang lain ) adalah spektrum kontinu.

Dua kesimpulan tersebut tenyata tidak sesuai dengan hasil eksperimen Bairner yang
berupa spektrum garis (diksrit) untuk hidrogen dan spektrum pita untuk gas hidrogen.

Untuk mengatasi masalah ini Neils Bohr mengajukan model atom hidrogen yang
berdasarkan pada postutat postutat berikut :

1. Elektron bergerak mengitari proton di dalam atom hidrogen dengan gerak melingkar
proton di dalam gaya coulomb dan sesuai dengan hukum newton.
2. Orbit yang dijinkan hanya orbit yang di ijinkan, elektron adalah kelipatan bulat dari

h/2 , yaitu
L = m v r = n , n = 1, 2,3 K (1.27)
3. Jika elektron berada pada orbit yang diijinkan, elektron tidak memancarkan energi.
4. Jika elektron melompat dari lintasan ke i menuju ke-j, maka foton dengan frekuensi
v.
E iE j
V= h (1.28)

Dipancarkan (untuk Ei > Ej) atau diserap ( untuk Ei > Ej ) oleh atom hidrogen.
Konsekuensi konsekuensi dari postutat Bohr di atas adalah sebagai berikut :
Postutat pertama, sesuai hukum Newton
Gambar 1.10 Gaya gaya pada elektron
Gaya Coulomb antara proton dan elektron (F) sama dengan atau diimbangi gaya
sentrifugal (f) yang mengarah mebjauh proton sebagai pusat lingkaran.
1 e 2 m e2
= (1.29)
4 0 r2 r
Kuantitas lainnya, energi total elektron tidak lain adalah kinetik dan energi potensial.
mv
2
1
E = Ek + Ep = (1.30)
2 4 0
Dari persamaan kesetimbangan (1.29) didapatkan
2
1 e
E = 8 0 r (1.31)

Postutat kedua, momentum sudut elektron terkuantisasi sebagaimana hubungan (1.27)


sehingga
nh
V= mr (1.28*)

Substitusi (1.28) ini k persamaan (1.29) diperoleh


1 e 2 m nh 2
=
4 0 r 2 r mr ( ) (1.32)

Atau
2
4 0 h
r rn = 2
n2 =a0 n2 (1.33)
me
dengan
2
4 0 h
a0 = 2
=0,53 A (1.34)
me e
Dikenal sebagai radius Bohr yang bersesuaian dengan haisl eksperimen. Hasil diatas
menyatakan bahwa jari jari elektron mengitari inti tidak dapat sembarang ini melinkan
kuadrat bilangan bulat kali radius Bohr. Singkat kata, jari jari atom juga terkuantisasi.
Selanjutnya, subtitusi radius ( 1.32) ke dalam persamaan (1.31) diperoleh ungkapan
energi.
me 4 1
E = En = - 32 0 h n2
2 2 2 ( ) (1.35)
Hasil ini juga mampu menjelaskan hasil atom hidrogen secara memuaskan. Model
atom bohr untuk hidrogen memperkenalkan syarat kunatum baru yaitu momentum sudut
merupakan kelipatan bulat h. Bilangan n yang mengidentifikasi keadaan stasioner ini disebut
bilangan kuantum uatama ( principle quantum number).
Selanjutnya, perhatikan jika bilangan kuantum n sangat besar, persamaan (1.28) dan
persamaan (1.34) memberikan
m e2 1 1
v= 2 3 2
2
8 0 h n f n i ( ) (1.36)

Yang dapat ditulis meanjdi :


m e 4 ( nin f ) (ni+ nf )
v= (1.37)
8 02 h 3 ni2 n f 2

Dengan ni n f untuk keadaan awal dan n j nf untuk keadaan akhir. Untuk

ni nf = n, persamaan (1.36) menjadi


4
me 2n
v= 2 3 3 (1.38)
8 0 h n

Jika n = ni - n f = 1. Ungkapan (1.37) ini persis sama dengan ungkapan

yang diperoleh rumusan klasik. Kesetaraan antara perumusan kuantum dan perumusan klasik
untuk n besar ini dikenal sebagai prinsip korenpondensi. Artinya, hasil klasik tidak lain
merupakan limit dari kuantum.
Keberhasilan teori Bohr mendorong A. Sommerfeld dan W. Wilson untuk melakukan
perluasan kuantisasi.
p1 d q1=n 1 h , i = 1,2,3 k
Dengan q, adalah koordinat umum (generalized coordinate) dan p 1 adalah momentum
kojugatenya. Syarat (1.38) hanya dapat diterapkan di dalam kasus gerak periodik untuk setiap
pasangan variabel (q1, p1), (q2, p2), ... (qN, pN), dan dikenal sebagai kaidah kuantum wilson
sommerrfeld. Kaidah (1.23) bersama postutat Bohr did epan, sekarang dikenal sebagai teori
kuantum lama.
Contoh 1.6
Partikel meson atau lebih dikenal sebagai moun, mempunyai massa 210 kali

massa elektron tertangkap proton dan membentuk atom mirip hidrogen. Hitung :
a. Energi foton yang dipancarkan jika mpun jatuh dari keadaan tereksitasi pertama ke
keadaan dasar.
b. Jejari orbit bohr pertama
c. Kecepatan moun di dalem orbit bohr ke n
Penyelesaian :

a. Jika partikel yang jatuh adalah elektron, menggunakan ungkapan (1.35) diperoleh energi
foton terpancar.
1 1
Ee =13,6
(
1 n2 )
= 10,2 eV, unruk n = 2
Dengan ungkapan energi (1.34) tampak bahwa energi sebanding dengan massa partikel.

Karena itu, untuk massa moun m =210 me emergi foton terpancar ;


E =210 Ee = 2142 eV

Dari ungkapan radius Bohr tampak bahwa a0 berbanding terbalik terhadap massa. Karena
itu, jejari (radius) Bohr untuk kasus moun.

2 2
4 0 4 0
a = 2
= 2
m e 210 m e e

a0

210

0,0023

b. Ungkapkan postulat momentum sudut (1.27) dan jari-jari (1.32) memberi hubungan
kecepatan elektron dalam mengitari inti
e2 c
v =v n= =
4 0 n n

Dengan adalah konstanta struktur halus


e2 1
= =
4 0 c 137
Jadi, hanya bergantung bilangan kuantum n dan tidak bergantung massa partikel.
Contoh 1.7 :
Hitung tingkat-tingkat energi
a. Osilator harmonik dengan frekuensi v
b. Benda jatuh bebas dan mengalami pemantulan elastis pada lantai.
Penyelesaian :
a. Sistem osilator harmonik diungkapkan oleh :
i. Persamaan gerak
2
d x
m 2 +kx=0
dt
atau
d2 x 2
2
+ x=0 , dengan = k /m
dt
ii. Hubungan energi
p2 1 2
E= + kx
2m 2
dapat dimodifikasi ke dalam bentuk persamaan ellips dengan koordinat sumbu p dan
x,
p2 x2
1= +
a2 b2

Dengan a= 2 mE dan b= 2 E /k

Menurut postulat Wilson-Sommerfeld

pdx=luas nh
ellips=ab
Uraiannya,

( amE ) ( 2kE )= 2 E mk
2 E /
nh

Dengan demikian,

E=E n=n , =h/2

b. Benda jatuh bebas dan mengalami pemantulan elastis, mempunyai persamaan energi
dalam momentum dan posisi
p2
E= +mgy
2m
atau
p= 2mE 2 m2 gy
Kurvanya
Menurut postulat Wilson-Sommerfeld
4 E
pdy=luas parabola= 3 2 mE mg =nh
Diperoleh
1 /3
9 mh 2 g2
E n=( 32 ) n2 /3

1.3 PAKET GELOMBANG DAN PRINSIP KETAKTENTUAN HEISENBERG


Persoalan berikutnya adalah mencari suatu besaran yang mampu menampung dan
merepresentasikan sifat-sifat partikel sekaligus sifat-sifat gelombang. Dengan demikian
kuantitas tersebut harus bersifat bagai gelombang tetapi tidak menyebar melainkan terkurung
di dalam ruang. Hal ini dipenuhi oleh paket gelombang yang merupakan kumpulan gelombag
dan terkurung di dalam ruang tertentu.
Sebagai pendekatan terhadap konsep paket gelombang, perhatikan kombinasi dari dua
gelombang bidang berikut
1 ( x ,t )= A cos ( 1 tk 1 x )

2 ( x ,t )= A cos ( 2 tk 2 x ) (1.39)

Prinsip superposisi memberikan


( x , t )=1 ( x , t )+ 2 ( x ,t )

A R cos
[( 1+ 2
2 ) (k +k
t 1 2 x
2 )] (1.40)

dengan amplitudo AR

A R=2 A cos
[( ) ( ) ]
1 +2
2
k +k
t 1 2 x
2

Grafiknya,
Gambar. 1.11 Superposisi dua gelombang tunggal

Bila gelombang tunggalnya diperbanyak,

1 , k 1

2 , k 2

3 , k 3

n , k n
Dari gambar 1.12 tampak bahwa paket gelombang terlokalisasi di daerah sebesar x

, dan lokalisasi ini yang diharapkan sebagai posisi partikel klasik.

Gambar. 1.13 Kemungkinan posisi partikel di daerah x

Setelah mendapatkan barang yang dapat menyatakan partikel sekaligus gelombang


berikutnya harus dicari perumusan matematisnya. Formalisme matematis untuk paket
gelombang yang terlokalisasi tersebut tidak lain adalah transformasi Fourier,

+
f ( x )= g ( k ) eikx dk (1.42)

Sebagai contoh, jika distribusi gelombang dengan vektor gelombang k,


g(k), diberikan seperti gambar

Gambar. 1.14 distribusi g(k )

Maka distribusi gelombang di dalam ruang koordinat f (x)


+ +a/ 2
1 ikx
f ( x )= g ( k ) e dk=
ikx
e dk
a /2 a


iax |
1 ikx a/2
e
a/2

1 e ia x/ 2eia x/ 2

ax i

2
ax /

2 sin

Grafiknya,

Gambar. 1.15 Transform Fourier dari g(k )

Dari uraian contoh dan gambar transformasi Fourier di atas diperoleh hubungan antara

( x) dan ( k ) (atau ( p) ). Hubungan ini secara grafik adalah sebagai berikut


Gambar. 1.1 6 Kaitan antara x dan k

Hubungan antara x dan k bergantung dari bentuk paket gelombang dan

bergantung pada k , x didefinisikan. Perkalian ( x )( k ) akan minimum

jika paket gelombang berbentuk fungsi Gaussian yang bertransformasi Fourier juga dalam

fungsi Gaussian. Untuk paket Gaussian, jika x dan k diambil deviasi standar dari

f ( x) dan g(k ) ,maka

1
x k = (1.43)
2

Karena pada umumnya paket gelombang tidak berbentuk Gaussian, maka

1
x k (1.44)
2

Kalikan pertidaksamaan (1.44) dengan dan mengingat p = k , maka didapatkan


xp (1.45)
2

Pers.(1.45) ini merupakan prinsip ketidakpastian Heisenberg (Heisenberg's uncertainty


principle). Dalam kalimat, prinsip ini mengatakan:

"Tidak mungkin mengetahui atau mendapatkan posisi dan momentum suatu partikel
dengan tepaf secara serempak atau bersamaan
Prinsip ini merupakan fakta mendasar dari alam dan bukan sekedar disebabkan oleh
keterbatasan dan ketelitian pengukuran. Untuk mengatakan bahwa suatu partikel berada pada

titik x dan bermomentum p berarti kita harus mengukur secara serempak koordinat

x dan momentum p , karena tanpa pengukuran kita tidak mempunyai informasi apa-

apa.

Sebagai ilustrasi, perhatikan gedanken eksperimen berikut ini.

-Untuk mengamati elektron, kita harus menyinarinya dengan cahaya


-Cahaya yang sampai di mikroskop adalah cahaya terhambur oleh elektron.

Gambar. 1.17 Gedanken eksperiment penentuan posisi elektron

-Momentum foton terhambur pt =h/ , dan untuk menembus obyektif, foton harus

bergerak dalam sudut , sehingga komponen-x dari momentum mempunyai


ketaktentuan
hd
p p t ,sin (1.46)
2 y
Ketaktentuan ini juga merupakan ketaktentuan dalam arah-x dari momentum elektron
setelah hamburan, karena selama proses hamburan, momentum antara elektron dan
foton dipertukarkan.
-Di sisi lain, posisi elektron juga tidak tentu disebabkan difraksi cahaya ketika menembus
obyektif. Ketaktentuan posisi elektron sama dengan diameter pola difraksi yaitu
2 y sin dengan sin /d . Karena itu
2 y
x 2 y sin (1.47)
d

sehingga dari dua hubungan Ap dm Ax di atas didapatkan

x p=h ( /2) (1.48)

sesuai dengan prinsip (1.45).

Contoh 1.8
a) Bila paket gelombang dalam komponen ruangnya saja f (x) berbentuk Gaussian

perlihatkan bahwa transformasi Fouriernya g(k ) , juga berbentuk Gaussian


b) Bila x dan k diambil deviasi standar dari f ( x) dan g(k ) perlihatkan

1
bahwa perkalian x k = 2

Penyelesaian:

a. Misalkan, paket gelombang Gaussian ternormalisasi berbentuk


12 x / 2 2 2

f ( x )={ } e


2
Dengan |f ( x )| dx=1 Maka pasangan transformasi Fouriemya


1
g (x )=
2
f ( x ) eikx dx


1
1 2 2

{ }2 e x / 2 ikx
g (x )= e dx
2
2 2

{ }
2
ik
x+ 2 / 2 k 2
12
1 2
{ } e 2
g (x )= e dx
2
2
1 k
g (x )=
1
{ }2 e 2
2
2
2
2
2 k
1
() e
2
2
g (x )=

yang tidak lain adalah fungsi Gaussian, dengan



2
|g ( x )| dx=1

Deviasi standar didefinisikan

x x >
( 2 = x 2 x 2

x=

Evaluasi lengkapnya memberikan



2 2

x> f ( x ) x f ( x ) dx=( ) x e x dx=0



2 2
x
Karena x fungsi ganjil sedangkan e

fungsi genap.


1 2 2

x > f ( x ) x f ( x ) dx=( ) x2 e x dx= 2


2 2

2
Sehingga
x= x 2 x 2 =
1
2 2
0=
1
2
Selanjutnya

2 2

k g ( k ) k f ( k ) dk=( ) k ek / dk=0

Dan

2 2 2

k g ( k ) k f ( k ) dk =( ) k 2 ek / dk =
2 2

2
Sehingga

k = k 2 k 2=
2
2
0=

2
Dengan demikian

1 1
( x )( k )= ( )( )
2
=
2 2

Bentuk lain dari prinsip ketidakpastian Heisenberg dinyatakan dalam ketidaktentuan

energi E dan waktu t ,



Et (1.49)
2

Mengingat sedemikian kecilnya nilai h, prinsip ketaktentuan ini tidak relevan atau tidak
tampak di dalam dunia makroskopik. Di dalam konteks ini, mekanika klasik untuk dunia
makroskopik bersifat deterministik sedangkan dunia mikroskopik secara esensial non-
deterministik. Karena itu, di dalam dunia mikroskopik tidak dikenal lintasan eksak.

Gambar. 1.18 Lintasan klasik dan kuantum


Sekarang kembali pada persoalan paket gelombang, dan kii selidiki kebergantungannya

terhadap waktu. Misalkan, paket gelombang direpresentasikan oleh f (x , t) .



f ( x ,t )= g ( k ) ei ( kxt ) dk (1.50)

sebagai perluasan dari ungkapan (1.42). Pada saat t , paket gelombang f (x , t)

t
mempunyai maksimum di titik X ).

Gambar. 1.1 9 Paket gelombang pada saat t


Jika posisi paket gelombang berubah, laju gerak titik maksimum adalah kecepatan grup

dX ( t )
V g= (1.51)
dt
Seperti diperiihatkan pada Gambar 1.16 di depan, amplitudo g(k) bemilai maksimum,
misalkan pada kodan tak no1 hanya di sekitar harga kotersebut. Hal ini diambil atau
diasumsikan agar momentum terdefinisi dengan baik. Dengan alasan serupa, frekuensi juga
seperti itu, yaitu berharga di sekitar oo=o(ko). Karena itu, o dapat diekspansi Taylor di sekitar
k,
d
0 + ( kk 0 ) k=k
dk 0
(1.52)
( k )=

dengan mengabaikan suku ekspansi orde dua dan seterusnya. Kembali pada persoalan
kecepatan grup v,. Karena f(x,f) maksimum di X(t), maka

f
( )
x x=X
=0= g ( k ) ik ei [ kX (t )t ] dk

(1.53)

Diferensiasi sekali lagi pers. (1 -53) terhadap waktu t, didapatkan



0= g ( k ) iki k

[ dX (t )
dt ]
ei [ kX (t )t ] dk (1.54)

Substitusi uraian (1.52) ke dalam pers. (1.54),

d
k v g{0 + ( kk 0 ) k=k }
dk 0



g ( k ) i2 k

0=

d
v g k=k }
dk 0



d
0 k 0 k=k }
dk 0




d d
v g k=k } 0 k 0 k=k }
dk 0 dk 0

=

i

d
v g k=k }
dk 0

Telah digunakan pers.(1.53). karena f (x , t ) maksimum di X (t ) maka secara

2 f
umum x=X tidak sama dengan nol. Karena itu,
x2
d
v g k=k =0
dk 0


Atau
d
v g= k=k
dk 0

(1.55)
Contoh 1.9
Perlihatakan bahwa kecepatan grup untuk partikel bebas tidak lain adalah kecepatan
partikel itu.
Penyelesaian:
Energi partikel bebas tidak lain adalah energi kinetik Ek
m
E=E k = v 2
2

Dari pers.(1.55), untuk kecepatan grup v g


d
v g= X
dk h
d()

d (hk )
dE

dp
Dari ungkapan energi partikel bebas,
dE p
v g= = =v
dp m
Jadi kecepatan group v g adalah kecepatan linier partikel V itu sendiri.

Daftar Pustaka

Alonso, M., and Finn, E.J.,Fundamental University Physics III, Addison-Wesley,


Massachussetts, 1968
Beiser, A., Konsep Fisika Modern, terjemahan The Houw Liong, Erlangga Jakarta
Purwanto, A., Pengantar Fisika Kuantum, Citra Media, Surabaya, 1997

Anda mungkin juga menyukai