Anda di halaman 1dari 4

ATASI KESALAHAN SUSPENSI, Tujuh Solusi Penting

FOTO LAINNYA

JIP - Pada JIP sebelumnya pernah diulas beberapa kesalahan yang kerap dilakukan ketika memodifikasi
suspensi per daun. Kali ini coba dirangkum 7 solusi yang bisa dilakukan agar kesalahan yang terjadi bisa
diatasi:

1. Sakel
Sakel adalah salah satu kunci dalam suspensi lift pada sistem per daun. Penggantian sakel standar dengan
ukuran lebih panjang memberikan efek instan yang cukup signifikan. Tongkrongan kendaraan akan jadi lebih
tinggi dibanding sebelumnya. Tapi pemakaiannya sakel yang lebih panjang tanpa diikuti dengan perombakan
bagian lain akan memunculkan problem berkurangnya stabilitas kendaraan. Kendaraan akan gampang limbung
terutama ketika dalam kecepatan tinggi.

Untuk mencegah masalah tersebut, perlu mengetahui ambang batas aman panjang sakel yang akan dipakai.
Sebagai contoh, panjang sakel (jarak antara lobang pada sakel) standar sebuah Jimny adalah 3 inci maka
panjang sakel maksimalnya hanya boleh nambah sekitar 2 inci saja. Selebihnya pengendalian kendaraan dijamin
akan kacau dan seloyoran, terang Dennis Emanuelle dari MMC Jakarta Selatan.

Walau panjang sakel yang diperbolehkan tersebut sudah mengubah geometri steering ataupun sudut caster, tapi
masih dalam batas ambang toleransi, imbuh Halle dari Hale 4x4 Bandung. Dengan penggantian tersebut jelas
tidak sesempurna jika menggunakan sakel standar. Tetapi penggunaan ban yang lebih besar tak mudah mentok
bodi serta tampilan jadi lebih gagah menjadi benefit tersendiri, imbuh Hale dari Hale 4x4 Bandung sembari
menyudahi perbincangan.

Caption Foto:
Tambahan ukuran 2 inci merupakan penambahan palik maksimal dalam kondisi per standar) (gbr: sakle 2)
Sakle revolver tidak direkomendasikan untuk penggunaan harian (gbr: sakle 1)

2. Per
Menge-roll per juga salah satu cara mujarab dan instan dalam suspension lift. Per akan jadi lebih melengkung.
Otomatis kendaraan pun juga jadi kian jangkung. Sayangnya penampilan gagah sukses diraih, tapi performa
kian menjauh. Per yang telah diroll berefek pada semakin pendeknya wheelbase. Kelenturan per pun kian
berkurang dan travel suspensi jadi kian terbatas serta tunggangan bantingan suspensi jadi keras. Hal ini tentu
membuat handling kendaraan jadi jeblok, tutur Daniel Zebedeus dari FadWork Bandung. Jalan
keluarnya,ganti per no 1 dengan yang lebih panjang. Supaya ruang artikulasinya jadi seperti kondisi standar
atau malahan lebih besar, sambung modifikator berbodi jangkung ini.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa per sebenarnya tidak boleh diroll, karena dikhawatirkan akan
mengubah struktur molekul pada bahan logamnya, papar Dido dari Bengkel Seribu Pohon di Yogyakarta.
Namun dengan proses pengerolan yang benar masih bisa ditolerir, sambungnya sembari menunjukkan alat
roll yang menyerupai penggilingan kue molen tersebut. Dengan alat ini maka molekul pada per daun tidak
banyak berubah dan dapat lebih merata dalam proses pengerolan dan tentunya sangat berpengaruh pada hasil
modifikasi per, tandasnya.

Caption Foto
Pabrik tidak merekomendaasikan per untuk diroll, namun kondisi di Indonesia menghalalkan hal tersebut
asalkan prosesnya dilakukan secara benar. (gbr. Per)

3. Sokbreker
Dengan per yang sudah mengalami suspension lift, otomatis sokbreker bawaan harus rela ditanggalkan. Jika
peranti per sudah ditinggikan, peredam kejut atau shock absorber pun harus diganti dengan ukuran yang lebih
panjang. Hal ini untuk menyesuaikan kemampuan per dalam berartikulasi, ujar Tri Handoko dari CBX
Workshop yang bermarkas di bilangan Pondok Gede Bekasi. Jika masih mengandalkan sokbreker bawaan
kendaraan, maka kemampuan per justru akan terbatasi oleh sokbreker itu sendiri. Berbeda jika sok breker sudah
diganti dengan yang panjang, performa per bisa diimbangi, imbuh bapak dua putri ini. Ganti sokbreker harus
sesuai dengan penambahan tinggi suspension lift. Pemilihannya harus tepat tidak boleh terlalu panjang atau
sebaliknya, wantinya.
Caption Foto
Panjang sokbreker harus menyesuaikan dengan ubahan, jangan terlalu panjang atau sebaliknya. (gbr: sokbreker)

4. Sudut caster
Dampak dari suspension lift juga akan mengubah sudut caster. Posisi sudut king pin dalam kondisi normal ada
pada 0 dan memiliki toleransi hingga +2. Jika proses suspensi lift masih berada dalam ukuran sudut toleransi,
maka tidak jadi masalah. Namun beda kisahnya jika ubahan suspensi tersebut bikin sudutnya melebihi
ketentuan. Gejala sempoyongan jadi pertanda tidak idealnya sudut yang kini ada. Oleh sebab itu sudut kaster
perlu direvisi ulang.

Cara yang paling benar dengan mengubah posisi tatakan per dan disesuaikan dengan kemiringan yang
dibutuhkan. Supaya sudut caster berada pada range ukuran 0 hingga +2. Proses revisi ini butuh kepresisian
dalam pengerjaanya dan beresiko akan bergeser dari ukuran yang semestinya. Sebisa mungkin tidak
melibatkan api las supaya gardan tidak melenting. Pemotongan dudukan per ini bisa dilakukan dengan
menggunakan gerinda, ungkap Unggul Prakoso dari Restu Motor. Dan pemasangan kedua dudukan per ini
harus sama persis kiri dan kanan, sambungnya

Tetapi ada cara lain yang lebih tidak beresiko yakni mengganjal diantara per dan dudukan per. Peranti yang
dipakai berbentuk seperti kapak. Namun perlu diketahui peranti yang ditambahkan harus sesuai dengan sudut
yang diinginkan. (gbr: custer & custer 2)

5. Corection
Keuntungan dari model correction adalah per jadi lebih aman ketika terjadi benturan di bagian suspensi depan.
Susunan per daun pun jadi tak mudah bergeser. Letak sakel jadi lebih terlindungi karena berada di bagian ujung
per bagian belakang. Dengan corection jadi lebih percaya diri terutama untuk melibas medan yang penuh
bebatuan ataupun akar pohon, tutur Bimo Wicaksono dari bengkel Kawan.

Sayang sekali, di sisi lain kenyamanan dan handling kendaraan terutama di jalan raya jadi dikorbankan.
Steering geometri kendaraan berubah. Gerak per berubah. Pada saat compress ban akan mundur sedangkan
jika rebound maka ban akan maju. Hal ini akan membuat radius putar kendaraan menjadi lebih besar sehingga
handling pun turut terpangkas. Sebagai contoh apabila sebuah kendaraan berbelok menikung ke kiri, maka
otomatis bobot kendaraan akan beralih ke arah kanan, sehingga tekanan suspensi sebelah kanan pun lebih besar.
Pada sistem corection gerakan per akan terbalik melawan arah. Bagian kanan akan mengalami compress
(gerakan per mundur) sedangkan sebelah kiri justru maju. Sehingga kendaraan jadi lebih sulit berbelok, tegas
Dido. Suspensi ini lebih cocok untuk adventure off-road bukan untuk speed off-road ataupun pemakaian di
jalan raya, sahut Rudoft Sahertian salah seorang modifikator freelance dari Selatan Jakarta. (gbr. Corection &
corection 2)

6. Bushing
Keberadaan bushing kerap luput dari perhatian. Padahal ini juga salah satu penentu kualitas handling kendaraan
per daun. Tingkat kekerasan (kelenturan dan kekenyalan .red) pada bushing akan berpengaruh pada kualitas
mengemudi. Terutama dari sisi kenyamanan. Apabila bushing diganti dengan produk dengan tingkat kekenyalan
yang lebih keras, otomatis kenyamanan pun terpangkas. Meski pun tingkat keawetan bushing bisa lebih
panjang.

Untuk keperluan handling jenis bushing dengan kekerasan medium hingga keras diperlukan. Semakin keras
bahan yang dipergunakan maka semakin sedikit tolerasi pergerakan per bergerak kiri dan kanan. Sebaiknya
gunakan bushing lunak untuk keperluan kendaraan harian. Karena bushing bawaan kendaraan atau bushing
yang terbuat dari karet lebih menjanjikan kenyamanan, ungkap F.A Nadjib dari D2 Depok. Namun jika untuk
menghasilkan sinergi suspensi yang lebih presisi boleh menggunakan bahan yang lebih keras, semisal
pollyurethan(PU), imbuh Daniel dari MMC.
Selain PU, terdapat pilihan bahan lain, salah satunya teflon. Bahan Teflon memiliki keunikan tersendiri karena
licin namun keras. Untuk kegunaan sebagai kendaraan beban memang dirasa tepat sebab tidak memerlukan
artikulasi yang cukup berlebih, sahut Dido. Sebaiknya tentukan dahulu prioritas pemilihan bahan bushing
disesuaikan dengan kebutuhan, tutup Nadjib. (gbr: bushing)

7. Overaxle
Walau terdengar simpel, akan tetapi pada kenyataannya overaxle lebih rumit dibandingkan underaxle. Proses
pemindahan posisi per di atas gardan memiliki efek domino yang menyebabkan banyak bagian yang harus
direvisi, mulai dari sudut kopel, caster hingga pengaturan sudut sokbreker, tutur Dennis MMC. Jika
dibandingkan dengan sistem under axle, sistem suspensi overaxle lebih empuk sehingga dibutuhkan pengaturan
sudut sokbreker menjadi lebih tegak supaya lebih keras. Dan perlu diingat bahwa bentuk per harus rata, tidak
disarankan untuk melengkung kecuali memang itu bawaan kendaraan seperti Cherokee (belakang), sambung
pria berkacamata minus ini. Posisi per yang rata mampu membagi artikulasi seimbang antara rebound maupun
saat compress, cerocosnya. Kehadiran torque bar jadi suatu kewajiban. Piranti ini jadi solusi untuk membatasi
axle rate (puntiran gardan) besar yang menjadi ciri khas overaxle, sehingga kopel tidak gampang jebol. Selain
itu juga untuk meredam getaran yang berlebihan pada kopel. (gbr: overaxle)

Anda mungkin juga menyukai